Anda di halaman 1dari 11

Studi kasus Mudharabah Musyrakah dan Murabahah

Mata kuliah : Akuntansi Syariah


Dosen : Naleni Indra, Dra. ,M.M., AK. CA

Disusun oleh :
Kelompok 3
1. Matius Ifolala (200503102)
2. Michael Berkat (200503104)
3. Jeremy Panjaitan (200503134)
4. Samosir, Jessica Mitra (200503170)
5. Nethanya Nadia (200503191)
6. M. Fikri Muflih (200503199)

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
DAFTAR ISI
1.Mudharabah …………………………………………………………………....................3
1.1 Pendahuluan…………………………………………………………………………………3
1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………………………3
1.3 Metodologi Penelitian…………………………………………………………………..3
1.4 Dasar Hukum………………………………………………………………………………..3
1.5 Implementasi Akad Pembiayaan Mudharabah pada Bank Jabar Banten Syariah………………………..4

2.Musyarakah………………….…………………………………………………………………..5
2.1 Pendahuluan…………………………………………………………………………………5
2.2 Pembahasan…………………………………………………………………………………5
2.3 Analisa Isu Syariah………………………………………………………………………..6
3.Murabahah……………………………………………………………………………………….6
3.1 Pendahuluan………………………………………………………………………………..6
3.2 Konsep Murabahah………………………………………………………………………7
3.3 Implementasi Murabahah…………………………………………………………….7
3.4 Murabahah Dalam Komplikasi Hukum Ekonomi Syariah……………….8
4.
Kesimpulan……………………………………………………………………………………….9
5. Pertanyaan dan jawaban………………………………………………………………..10
1. Mudharabah

1.1. Pendahuluan

Bank Syariah adalah lembaga Kepercayaan masyarakat dimana dalam menjalankan bisnisnya
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang diantaranya adalah menggunakan prinsip bagi hasil
untuk jenis pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Peran Bank syariah sebagai pelaksanaan
kebijakan moneter dalam pencapaian stabilitas system keuangan melalui pemerataan perekonomian
rakyat khususnya di Indonesia semestinya bank syariah harus lebih banyak menjalin kemitraan dan
kerjasama bisnis dengan masyarakat.

Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan dana 100% untuk modal usaha. Sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan bagi hasil usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan kedua belah
pihak yang dituangkan dalam akad. Prinsip mudharabah dalam bisnis keuangan Secara Implementasi
harus bisa memberikan keuntungan secara proporsional sesuai dengan kesepakatan. dan konsep
mudharabah telah dgunakan dalam pembiayaan yang terdapat di bank Syariah saat ini.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalah tersebut diatas, bahwa kesesuaian prinsip syariah yang diterapkan oleh
perbankan syariah merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan dari masyarakat
sehingga dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan kepada :

1. Bagaimanakah mekanisme implementasi akan mudharabah bank Jabar Banten Syariah

2. Sudah sesuaikah implementasi akad pembiayaan mudharabah yang diterapkan oleh bank Jabar
Banten syariah dengan ketentuan prinsip hukum syariah serta sistem operasional yang berlaku di
Indonesia.

1.3 Metodologi Penelitian

Bank Jabar Banten Syariah melalui hasil wawancara dengan karyawan terkait juga dari pedoman dan
ketentuan yang berlakuDalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian Deskritif Analisis , Pengumpulan data dari sumber langsung

1.4 Dasar Hukum

Landasan Alquran

“… dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah …”

(QS. Al Muzammil : 20).

Alasan dari QS. Al Muzammil : 20 ini adalah adanya kata yadhribun yang sama dengan akar kata
mudharabah yang artinya melakukan suatu perjalanan usaha.
“apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah.”(QS. Al
Jumu’ah : 10).

“tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu.” (QS. Al Baqarah : 198).

Kedua ayat di atas mendorong dan memotivasi kepada kaum muslimin sama-sama untuk melakukan
upaya perjalanan usaha.

1. 5 Implementasi Akad Pembiayaan Mudharabah pada Bank Jabar Banten Syariah

Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai
modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dalam kegiatan usahanya.Bank
memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam
pengelolaan usaha nasabah, antara lain Bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari
laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati.Nisbah bagi hasil
yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan
para pihak. Jangka waktu Pembiayaan atas dasar akad Mudharabah, pengembalian dana, dan
pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.

1. Tujuan Implementasi Pembiayaan Mudharabah

Akad mudharabah digunakan oleh Bank untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan permodalan bagi
nasabah yang memiliki keahlian dan keterampilan guna menjalankan usaha atau proyek dengan cara
melakukan investasi bagi usaha atau proyek yang bersangkutan

2. Aspek Teknik

a. Akad Perjanjian

Didalam akad perjanjian harus disebutkan dengan lengkap dan jelas mengenai tujuan, kesepakatan, dan
ketentuannya.

b. Modal

Modal hanya diberikan untuk tujuan usaha yang sudah jelas dan disepakati bersama.Modal dapat
berbentuk uang yang diketahui jumlah dan jenis mata uangnya, atau asset yang dinilai. Jika modal
diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad. Jika modal diserahkan
secara bertahap maka harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.

3. Bagi Hasil

Keuntungan yang diperoleh merupakan hasil dari pengelolaan dana pembiayaan mudharabah yang
diberikan. Besar pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati.Nisbah bagi
hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar
kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut.

Nisbah bagi hasil dapat diterapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan
kesepakatan pada awal Akad.Bila terjadi kegagalan usaha yang mengakibatkan kerugian yang
disebabkan oleh kelalaian mudharib, maka kerugian tersebut harus ditanggung oleh mudharib (menjadi
piutang Bank).

4. Pekerjaan

Bank berhak melakukan pengawasan dan pembinaan, walaupun tidak turut serta dalam pengelolaan
usaha mudharib.Bank sebagai penyedia dana tidak boleh membatasi usaha/ tindakan mudharib dalam
menjalankan usahanya, kecuali sebatas perjanjian (usaha yang telah ditetapkan) atau yang menyimpang
dari aturan syariah.

2. Musyarakah

Analisis Implementasi Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah pada Perbankan Syariah di Indonesia

2.1 Pendahuluan

Secara bahasa, MMQ terdiri dari 2 (dua) kata, yaitu musyarakah dan mutanaqishah. Musyarakah biasa
juga disebut dengan syirkah yang berarti kerjasama. Mutanaqishah berasal dari naqasa yang berarti
berkurang; berkurang secara bertahap. Dengan demikian syirkah mutanaqisah disebut juga decreasing
partisipation atau diminishing participation.

MMQ dapat diaplikasikan sebagai produk pembiayaan perbankan syariah prinsip syirkah ‘inan dimana
porsi modal (hishshah) salah satu mitra (syarik) yaitu bank, berkurang disebabkan oleh pembelian atau
pengalihan komersial secara bertahap (naqlul hishshah bil ‘iwadh mutanaqishah) kepada mitra (syarik)
yang lain yaitu nasabah.

Kesepakatan MMQ terdiri dari dua atau tiga subkontrak (akad), yakni kemitraan (partnership)
berdasarkan kepemilikan diantara dua orang atau lebih, penyewaan bagian seorang rekanan ke rekanan
lain, dan penjualan bagian dari seorang rekanan kepada rekanan lain. Dalam beberapa kasus, kemitraan
dalam perdagangan aset yang tidak melibatkan penyewaan hanya akan melibatkan dua subkontrak
(Akad) yaitu kemitraan dan penjualan.

2.2 Pembahasan

Ketentuan khusus terdiri dari; aset MMQ dapat di-ijarahkan kepada syarik atau pihak lain. Apabila aset
MMQ menjadi obyek ijarah, maka syarik/nasabah dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah
(sewa) berdasarkan kesepakatan. Selanjutnya keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati dalam akad, sedangkan pembagian kerugian harus berdasarkan porsi
modal/kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti proporsi modal/kepemilikan sesuai
kesepakatan para syarik. Poin berkurangnya bagian/porsi kepemilikan aset musyarakah yang dimiliki
syarik/ LKS akibat pembayaran oleh syarik/ nasabah harus jelas dan disepakati dalam akad, dan biaya
perolehan aset MMQ menjadi beban bersama, sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban
pembeli.

Ketentuan syariah tentang MMQ menurut standar syariah AAOIFI (Accounting and Auditing Organization
for Islamic Financial Institution) sebagai berikut; MMQ adalah bentuk musyarakah dimana para mitra
(syarik) berjanji untuk membeli bagian kepemilikan (equity share) dari mitra yang lain secara bertahap
sampai kepemilikannya secara sempurna berpindah kepadanya. Transaksi ini dimulai dengan
pembentukan sebuah musyarakah yang sesudahnya diikuti dengan jual-beli dari bagian kepemilikan
(equity) yang terjadi diantara kedua mitra. Karenanya, perlu ditekankan bahwa jual beli ini tidak boleh
disyaratkan dalam kontrak musyarakah. Dengan kata lain, mitra yang akan membeli itu diijinkan untuk
memberi janji (wa’ad) untuk membeli. Wa’ad ini harus terpisah (independent) dari kontrak musyarakah.
Sebagai tambahan, kesepakatan jual beli juga harus terpisah dari musyarakah. Tidak dibolehkan satu
kontrak menjadi suatu syarat untuk melakukan kontrak lainnya.

2.3 Analisa Isu Syariah

Adapun ketentuan AAOIFI terkait nisbah keuntungan atau pendapatan dari musyarakah yang
merupakan hak setiap pihak harus secara jelas ditentukan/disepakati. Akan tetapi, dibolehkan bagi para
pihak untuk menyetujui nisbah keuntungan yang tidak selalu merujuk kepada rasio kepemilikan modal/
bagian. Juga dibolehkan bagi para pihak untuk memelihara nisbah keuntungan yang sudah disepakati,
meskipun rasio kepemilikan modal telah berubah, atau menyepakati untuk mengubah nisbah
keuntungan karena perubahan dari rasio kepemilikan modal. Dalam melaksanakan hal tersebut, mereka
harus memastikan, bahwa prinsip alokasi kerugian yang sesuai dengan rasio kepemilikan saham,
dipertahankan.

AAOIFI menekankan bahwa tidak dibolehkan mengatur agar salah satu pihak memiliki hak untuk
menerima keuntungan berdasarkan jumlah tertentu (lump sum). Namun, dibolehkan bagi salah satu
mitra untuk memberikan janji yang mengikat (berdasarkan kontrak jual beli) yang memberikan mitra
lain hak untuk mendapatkan bagian kepemilikannya (equity share) secara bertahap, menurut nilai pasar
atau pada harga yang disepakati pada waktu pengalihan. Akan tetapi tidak dibolehkan untuk
mensyaratkan kondisi bahwa bagian kepemilikan itu dialihkan/diperoleh pada harga awal (face value)
karena hal ini akan menciptakan jaminan dari nilai bagian kepemilikan dari salah satu mitra (atau
lembaga) oleh mitra yang lain, yang tidak dibolehkan secara syariah

3. Murabahah

3.1 Pendahuluan

Secara umum bank mempunyai peran utama sebagai perantara keuangan, dimana bank memiliki fungsi
sebagai penghimpunan dana dan menyalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan kepada pihak-pihak
lain yang memerlukan dana. Oleh karena itu, saat ini masyarakat sudah lekat dengan dunia perbankan,
baik itu dengan dalam penghimpunan dana dalam bentuk tabungan, giro atau deposito ataupun
penyaluran dana Lembaga perbankan syariah berdiri diatas fondasi syariah, oleh karena itu dalam
pelaksanaannya harus selalu sejalan dengan syariah (shariah compliance), baik dalam spirit maupun
aspek teknisnya.

Lembaga perbankan syariah adalah salah satu lembaga keuangan yang melakukan usahanya di
Indonesia, dimana definisinya telah dijelaskan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah. Dalam undangundang tersebut dijelaskan bahwa lembaga perbankan syariah
berfungsi sebagai penghimpun dana yang diperoleh dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya
kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah, diantaranya
melalui kredit usaha dan konsumtif. Peran lembaga perbankan syariah dalam meningkatkan
pertumbuhan perekonomian daerah dinilai semakin strategis. Hal tersebut berkesinambungan dengan
tujuan dalam mewujudkan perekonomian yang lebih berimbang. Berbagai dukungan terhadap
perkembangan perbankan syariah juga semakin diperlihatkan dengan adanya “dual banking system” ,
yaitu pemberian izin terhadap bank konvensional untuk menjalankan unit usaha dengan menggunakan
prinsip syariah.

Berbagai bentuk usaha yang dijalankan menggunakan prinsip syariah diwujudkan dalam bermacam-
macam fasilitas pembiayaan perbankan syariah. Dalam Pasal 1 butir (25) Undang- Undang No. 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut sebagai UU Perbankan Syariah), disebutkan
sebagai berikut: Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa:

 transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.


 transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik.
 transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’.
 transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan transaksi sewa-menyewa jasa
dalam bentuk ijarah.

3.2 Konsep Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli dengan menetapkan harga perolehan dan margin keuntungan yang
besarnya telah disepakati kedua belah pihak. Secara bahasa, kata “murabahah” diambil dari bahasa Arab
dari kata ar-ribhu (‫( الس ب ْ ˚ ح‬yang berarti kelebihan dan tambahan Syarat adalah rangkaian mutlak yang
bagiannya berada diluar sesuatu, tetapi tidak sah sesuatu itu jika ditinggalkan.20 Beberapa syarat
murabahah yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

 Penjual memberitahu biaya barang kepada nasabah.


 Kontrak yang pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. kontrak harus bebas dari
riba.
 Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
 Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya pembelian
dilakukan utang

3.3 Implementasi Murabahah

Murabahah yang dipraktikkan pada LKS merupakan transaksi jual beli dimana seorang nasabah datang
kepada pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan
membeli komoditas/barang tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga pokok pembelian ditambah
dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua pihak, dan nasabah akan melakukan pembayaran
secara installment (cicilan berkala) sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki. Dalam prakteknya
terdapat terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat dalam terwujudnya suatu akad murabahah, yakni bank
syariah, produsen/pemasok barang dan nasabah. Ada tiga model penerapan jual beli murabahah yang
dilakukan di perbankan syariah, yaitu:

 Model yang konsisten terhadap fiqih muamalah Mirip dengan tipe pertama, tapi perpindahan
kepemilikan terjadi secara langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan proses
pembayarannya dilakukan oleh bank secara langsung kepada penjual/supplier.
 Ketika terjadi perjanjian murabahah antara bank dengan nasabah, yang pada saat yang itu juga
mewakilkan kuasanya kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan Direktur Utama BPR Syariah Bina Amanah Satria,
Direktur BPR Syariah Khasanah Ummat dan Direktur BPRS Bumi Arta Sampang, akadmurabahah yang
dilakukan oleh ketiga BPR Syariah tersebut mempunyai kesamaan sebagai berikut :

Ketika jumlah barang yang dibeli hanya terdiri dari 1 hingga 2 unit:

a.Nasabah terlebih dulu membuat daftar pesanan yang akan dibeli

b.BPR Syariah akan membelikan barang sesuai kriteria yang disebutkan oleh nasabah

c.BPR Syariah melaksanakan akad murabahah yang dilakukan langsung setelah barang menjadi milik
bank secara sah

Dalam pelaksanaannya, BPR Syariah sebaiknya melakukan akad wakalah dan akad murabahah pada hari
dan waktu yang bersamaan. Apabila akad murabahah dilakukan beberapa hari kemudian setelah
wakalah dilakukan, beberapa resiko yang mungkin timbul dan menjadi beban bank diantaranya adalah
sebagai berikut:

a.BPR Syariah belum melakukan kerjasama dengan pihak ketiga yang mampu dan bersedia untuk
menyediakan kebutuhan nasabah.

b.Nasabah tidak segera membelanjakan uang tersebut atau hanya membelanjakan sebagian dari dana
yang telah disediakan

Ketika jumlah barang yang dibeli banyak dan bermacam- macam ;

a.Nasabah terlebih dulu membuat daftar pesanan yang akan dibeli

b.Bank melaksanakan akad wakalah, yaitu memberikan wewenang kepada nasabah untuk bertindak atas
nama bank dalam melakukan pembelian barang yang dibutuhkannya. Setelah akad wakalah dilakukan
dan secara prinsip barang tersebut sudah menjadi milik BPR Syariah, selanjutnya c.BPR Syariah akan
melakukan akad murabahah.

Ketika jumlah barang yang dibeli banyak dan bermacam- macam:

a.Nasabah terlebih dulu membuat daftar pesanan yang akan dibeli

b.Bank melaksanakan akad wakalah, yaitu memberikan wewenang kepada nasabah untuk bertindak atas
nama bank dalam melakukan pembelian barang yang dibutuhkannya.

c.Setelah akad wakalah dilakukan dan secara prinsip barang.

3.4 Murabahah DALAM KOMPLIKASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

Berkaitan dengan murabahah, pengertian murabahah menurut KHES adalah sebagai


berikut :Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal
dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan
barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-mal dan
pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan
murabahah baik yang bersumber dari Fatwa DSN maupun PBI, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
diperbolehkan melaksanakan pembiayaan murabahah.

Kesimpulan

1. Mudharabah

Mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua pihak (Bank dan Nasabah) atas suatu proyek dan
hasilnya dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati, Akad ini mudah untuk diaplikasikan baik oleh
masyarakat umum maupun oleh lembaga keuangan syariah. Bagi lembaga keuangan syariah akan lebih
maslahah apabila dalam bsinis kerjasama menggunakan akad musyarakah dan atau mudharabah.
Implementasi akad pembiayaan mudharabah dan musyarakah di bank Jabar Banten Syariah telah sesuai
dengan prinsip hukum syariah di Indonesia sebagaimana ketetapan PBI Nomor :10/17/PBI/2008 Tentang
Produk Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah serta fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. :
07/DSNMUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) dan Fatwa DSN No. :
08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah.

2. Musyarakah

Terkait operasional, adanya pelimpahan semua kewajiban pembayaran atas biaya yang muncul
menyimpang dari standar AAOIFI dan fatwa DSN dan belum ada standar akuntansi khusus terkait MMQ.
Beberapa analisis diatas mengantarkan kita pada penekanan akan pentingnya perbaikan pada beberapa
poin dan mengembalikan pada aturan yang ditetapkan pada beberapa poin lainnya. Lebih tegasnya lagi
diperlukan reformulasi atau rekontruksi mekanisme akad yang dijalankanoleh perbankan syariah di
Indonesia. Dengan syarat, rekonstruksi tersebut dalam rangka memberikan solusi yang terjadi agar
kehalalan dari akad muamalah tersebut tetap terjamin dari sisi kepatuhan pada syariah compliance yang
berlaku.

3. Murabahah

Dalam praktik di perbankan syariah, transaksi jual beli murabahah adalah salah satu skim pembiayaan di
perbankan syariah yang paling dominan apabila dibandingkan dengan skim pembiayaan lain. Murabahah
dapat diartikan sebagai transaksi jual beli barang dengan turut menyatakan harga perolehan dan
keuntungan yang telah disepakati diawal oleh kedua belah pihak, yaitu penjual dan pembeli.
Pembayaran atas akad jual beli tersebut dapat dilakukan secara kredit maupun tunai. Hal yang
membedakan antara akad murabahah dengan akad jual beli lainnya adalah keharusan bagi penjual
untuk memberikan informasi kepada pembeli tentang harga barang pokok atas barang/komoditas yang
dijualnya serta memberikan informasi tentang jumlah keuntungan yang nantinya akan diperoleh.
Penerapan murabahah pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terjadi ketika ada perpindahan
kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayarannya dilakukan secara
langsung oleh bank kepada penjual/supplier. Nasabah yang dalam hal ini merupakan pembeli akhir
menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahah dengan bank, dan pada saat
yang sama bank mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan
dibelinya.

Pertanyaan Presentasi
Davina Yolanda (200503068)

Di slide sebelum kesimpulan ada kalimat "Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan murabahah baik
yang bersumber dari Fatwa DSN maupun PBI, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) diperbolehkan
melaksanakan pembiayaanmurabahah." Apa dapat dijelaskan peraturan2 yang bersumber tersebut?
Terima kasih

Jawaban :

a. Ketentuan umum murabahah dalam bank syariah:


1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’at Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah
dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian
dilakukan secara utang.
b. Ketentuan murabahah kepada nasabah:
1) Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.
2) Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya
secara sah dengan pedagang.
3) Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-
nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut mengikat; kemudian
kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4) Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
5) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang
muka tersebut.
c. Ketentuan jaminan dalam murabahah:
1) Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya.
2) Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang.
d. Ketentuan utang dalam murabahah:
1) Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan
transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut.
2) Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi
seluruh angsurannya.

Anda mungkin juga menyukai