Anda di halaman 1dari 4

IV.

PERMASALAHAN TATA RUANG

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri atas banyak pulau


yang dikelilingi oleh lautan.

Dengan adanya wilayah yang begitu luas pastinya menjadikan wilayah


Indonesia memilik banyak kota yang tersebar di masing-masing pulau,
namun kota di Indonesia masih harus mendapatkan penanganan yang
serius karena belakangan ini surat kabar ataupun media televisi, radio,
dan media online semakin sering memberitakan tentang banjir, longsor,
kemacetan, polusi udara, kemiskinan, dan tentang masyarakat ataupun
lingkungan di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Surabara, Bandung, dan
kota-kota besar lainnya.

Masalah tersebut dampak dari perbuatan manusia sendiri yang bertindak


tanpa perencanaan atau tanpa pikir panjang dampak ke depannya pada
masyarakat dan lingkungan sekotarnya.

Selain itu, berbagai masalah perkotaan timbul akibat perencanaan tata


ruang kota yang tidak jelas, serta inkonsistensi pembuat kebijakan dalam
melaksanakan perencanaan pembangunan.

Selain hal-hal di atas yang menjadi penyebab permasalahan tata ruang


kota di Indonesia, ada tiga hal penting mengenai persoalan perkotaan,
sebagai berikut:

1. Indonesia tidak mempunyai perencanaan terintegrasi, sehingga


berbagai macam persoalan muncul berkaitan dengan pembangunan
kota.

2. Konsentrasi dalam melaksanakan aturan sangat lemah. Misalnya


seluruh pemerintah, baik pusat dan daerah dalam konsistensinya apabila
berhadapan dengan pemodal besar atau pejabat tinggi pemerintah
menjadi lemah, seperti kasus yang terjadi sekarang, tiba-tiba kawasan
hijau dijadikan mall atau perumahan real estate dan apartemen.

3. Pemerintah kurang memiliki kemampuan mengantisipasi persoalan-


persoalan di masa yang akan datang.

Dengan adanya permasalahan tersebut, maka pemerintah pusat atau


pemerintah daerah telah membuat berbagai peraturan tertulis maupun
imbauan kepada masyarakat tentang aturan-aturan mengenai lingkungan
dalam hidup bermasyarakat.

Salah satunya adalah tentang tata ruang wilayah perkotaan.

Akan tetapi, kebijakan atau kesepakatan bersama tidak akan berguna jika
tidak diimbangin dengan konsistensi pelaksanaan secara berkelanjutan
secara berkelanjutan oleh para pelaku yang seharusnya bisa membawa
perubahan jika melaksanakan perannya dengan maksimal.

Sebagian dari daerah yang ada di Indoenesia sudah mulai memerhatikan


perencanaan tata ruang dan sudah memiliki Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW), namun pelaksanaanya tidak sesuai dengan yang telah
ditetapkan pemerintah.

Bukti nyata dari masalah-masalah inkonsistensi pemerintah dalam


penataan kota adalah urbanisasi yang tidak terkontrol oleh pemerintah.

Apabila hal tersebut dibiarkan secara terus menerus, maka akan


berakibat pertumbuhan penduduk semakin pesat.

Selain masalah tersebut ada juga masalah transportasi yaitu semakin


banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaraan bermotor pribadi
yang mengakibatkan kemacetan karena jumlah kendaraan tidak
seimbang dengan jalan.
Masalah-masalah tersebut menambah kacaunya keadaan tata kota yang
dari infrastrukturnya masih belum baik.

Akibat kurang matangnya perencanaan tata ruang dan inkonsistensi


pemerintah berdampak pada kurang terkendalinya pergerakan
masyarakat, baik itu masalah urbanisasi atau masalah banyaknya
kendaraan pribadi, atau masalah tata kota.

Di sini masalah-masalah tersebut tidak hanya menjadi masalah


pemerintah tetapi juga sudah menjadi masalah kota yang menyangkut
semua yang ada di dalamnya termasuk penduduk yang bertempat tinggal.

Solusi untuk mengatasi isu permasalahan tersebut, yaitu dengan


mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang.

Pertama, rencana detail tata ruang sebagai konsep pembanungan


berbasis rencana, dimana hal itu sebagai cara untuk memeriksa
pelanggaran pemanfaatan tata ruang serta sebagai dasar penegakan
sanksi dan hukum.

Sebagai contoh hak penarikan kepemilikan tanah, penghancuran gedung,


dan lainnya.

Selain itu, juga dengan pemberian sanksi merupakan solusi untuk


menangani para pelanggar tata ruang.

Dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang akan ada sanksi
bagi siapa pun (termasuk pemerintah) yang melanggar penggunaan
lahan dan bangunan yang sudah ditetapkan di RTRW Kota.

Ada tiga bentuk sanksi yaitu:


1. sanksi administrasi (termuat dalam pasal 62 sampai dengan 64) :
Sanksi administratif meliputi peringatan tertulis, denda administratif
sampai penutupan kegiatan dan pembongkaran bangunan.

2. sanksi perdata (Pasal 66, 67, dan 75) antara lain memberi ganti rugi
setelah diputuskan oleh pengadilan, dan sanksi pidana berupa hukuman
kurungan minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun penjara serta denda
minimal Rp100 juta dan maksimal Rp1 mililiar.
3. sanksi pidana (Pasal 69 sampai dengan 74) , sanksi tersebut sekali
lagi bisa dikenakan kepada masyarakat maupun pejabat pemerintah
sebagai personal dan pemerintah sebagai lembaga.

Anda mungkin juga menyukai