Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibu kota negara adalah kota yang dijadikan pusat administrasi, politik,

ekonomi, dan kebudayaan suatu negara. Biasanya, ibu kota juga menjadi tempat

tinggal resmi bagi pemerintahan nasional dan lembaga-lembaga penting negara

tersebut. Fungsi utama sebuah ibu kota negara adalah sebagai pusat kegiatan

pemerintahan. Di sana, keputusan-keputusan penting dibuat, undang-undang

dikeluarkan, dan lembaga-lembaga pemerintahan beroperasi. Pusat administrasi

seperti kantor pemerintahan, parlemen, dan departemen-departemen penting

sering kali berlokasi di ibu kota. Selain fungsi administratif dan politik, ibu kota

juga menjadi pusat kegiatan ekonomi. Banyak perusahaan, bank, dan institusi

keuangan penting berpusat di ibu kota negara. Ini menciptakan lapangan kerja,

memfasilitasi perdagangan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya,

ibu kota negara juga sering menjadi pusat kegiatan budaya dan pendidikan.

Museum, galeri seni, teater, universitas, dan lembaga pendidikan tinggi sering

terdapat di ibu kota. Hal ini mendukung pengembangan budaya, seni, dan

pendidikan di negara tersebut. Pemilihan ibu kota negara sering kali melibatkan

pertimbangan historis, geografis, politik, dan strategis. Kadang-kadang ibu kota

dipilih karena keterkaitannya dengan sejarah bangsa, seperti kota yang memiliki

nilai simbolis atau nilai sejarah yang penting. Faktor geografis juga dapat
berperan, misalnya ketika memilih ibu kota berdasarkan lokasi yang strategis

untuk memudahkan aksesibilitas bagi warga negara di berbagai wilayah.

Seiring waktu, beberapa negara memutuskan untuk memindahkan ibu

kota dari kota lama ke kota baru. Alasan untuk memindahkan ibu kota bisa

beragam, seperti ketidakseimbangan pembangunan regional, masalah kepadatan

penduduk, atau alasan politik. Proses pemindahan ibu kota ini biasanya

melibatkan pembangunan infrastruktur yang besar dan investasi yang signifikan.

Penting untuk dicatat bahwa konsep ibu kota negara dapat berbeda antara negara

satu dengan negara lainnya. Misalnya, beberapa negara memiliki ibu kota

administratif dan ibu kota legislatif yang berbeda, atau ada negara yang tidak

memiliki ibu kota tetap dan memindahkan pusat pemerintahan secara berkala.

Jakarta atau disebut Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) merupakan ibu kota

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai pusat pemerintahan dan

aktivitas ekonomi terbesar di Indonesia, Jakarta menghadapi sejumlah

permasalahan terkait sarana prasarana yang menjadi tantangan bagi

perkembangan kota tersebut. Berikut adalah beberapa permasalahan yang sering

dihadapi oleh Jakarta terkait sarana prasarana:

- Kepadatan Penduduk:

Jakarta memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi. Jumlah

penduduk yang besar berdampak pada beban infrastruktur seperti jalan,

transportasi, perumahan, dan layanan publik. Hal ini menyebabkan


kemacetan lalu lintas, kekurangan ruang terbuka hijau, dan tekanan pada

sistem penyediaan air bersih dan sanitasi.

- Kemacetan Lalu Lintas:

Jakarta terkenal dengan kemacetan lalu lintas yang parah. Pertumbuhan

jumlah kendaraan yang cepat tidak diimbangi dengan pembangunan jalan

yang memadai. Terbatasnya ruang untuk jalan dan kurangnya infrastruktur

transportasi massal yang efektif menyebabkan kemacetan yang kronis.

- Banjir:

Jakarta juga menghadapi masalah banjir yang sering terjadi terutama pada

musim hujan. Penebangan hutan di sekitar Jakarta, pembangunan tanah

yang tidak terkendali, pembuangan sampah sembarangan yang menutup

saluran air serta sistem drainase yang tidak memadai menjadi penyebab

utama banjir. Upaya terus dilakukan untuk memperbaiki sistem drainase

dan mengurangi risiko banjir di Jakarta.

- Akses Terhadap Air Bersih:

Walaupun Jakarta memiliki akses terhadap sumber air yang cukup,

infrastruktur penyediaan air bersih yang terbatas menyebabkan beberapa

wilayah di Jakarta mengalami kekurangan air bersih. Upaya peningkatan

infrastruktur air bersih terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

penduduk.

- Infrastruktur Perumahan:

Pertumbuhan penduduk yang cepat dan kurangnya lahan yang tersedia

menjadi tantangan dalam menyediakan perumahan yang memadai bagi


penduduk Jakarta. Hal ini mengakibatkan munculnya permukiman kumuh

dan kepadatan pemukiman yang tinggi.

- Kualitas Udara:

Polusi udara di Jakarta menjadi salah satu permasalahan lingkungan yang

serius. Emisi kendaraan bermotor, industri, dan kegiatan pembakaran

sampah menyebabkan tingkat pencemaran udara yang tinggi. Dampaknya

terhadap kesehatan penduduk menjadi keprihatinan.

Pemerintah dan berbagai pihak terus berupaya mengatasi permasalahan

ini melalui pembangunan infrastruktur yang lebih baik, pengembangan

transportasi massal, pengelolaan banjir yang lebih baik, peningkatan penyediaan

air bersih, dan pengendalian polusi udara. Proyek-proyek besar seperti

pembangunan MRT, ekspansi jalan tol, normalisasi sungai, dan peningkatan

kapasitas drainase sedang dilakukan untuk mengatasi permasalahan infrastruktur

di Jakarta.

Dalam pembangunan bangsa yang melingkupi seluruh aspek berbangsa

dan bernegara diperlukan Undang-Undang dan peraturan yang memiliki peran

penting dalam menjalankan suatu sistem hukum dan mengatur kehidupan

masyarakat. Meskipun keduanya berfungsi untuk mengatur tindakan dan perilaku,

terdapat perbedaan dalam tingkat otoritas dan cakupan kedua instrumen hukum

tersebut.

- Undang-Undang:
Undang-undang adalah peraturan tertinggi dalam hierarki peraturan

hukum di suatu negara. Undang-undang di Indonesia dibuat oleh badan

legislatif, disahkan oleh DPR dan ditandatangani oleh Presiden untuk

menjadi undang-undang yang sah. Undang-undang mencakup berbagai

aspek kehidupan, termasuk hukum pidana, hukum perdata, hukum tata

negara, hukum ekonomi, hukum lingkungan, dan sebagainya. Undang-

undang berlaku untuk seluruh wilayah negara dan berlaku secara umum

bagi semua individu dan entitas di dalamnya.

- Peraturan:

Juga dikenal sebagai peraturan pemerintah, peraturan menteri, atau

peraturan daerah, merupakan instrumen hukum yang dikeluarkan oleh

badan eksekutif, seperti pemerintah pusat atau pemerintah daerah,

berdasarkan wewenang yang diberikan oleh undang-undang. Peraturan

biasanya digunakan untuk mengisi rincian atau menjelaskan bagaimana

undang-undang harus diterapkan dalam praktik. Misalnya, pemerintah

dapat mengeluarkan peraturan untuk mengatur prosedur administrasi,

standar keselamatan, regulasi bisnis, perpajakan, dan sebagainya.

Peraturan memiliki cakupan yang lebih spesifik dan lebih terfokus pada

aspek-aspek tertentu dari undang-undang.

Undang-undang dan peraturan digunakan untuk mengatur tindakan dan

perilaku masyarakat, baik individu maupun badan hukum. Mereka menetapkan

aturan dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Undang-undang dan

peraturan juga bertujuan untuk melindungi hak, kepentingan, dan keamanan


masyarakat. Mereka menetapkan norma-norma yang diperlukan untuk menjaga

ketertiban, mencegah tindakan kriminal, dan melindungi hak asasi manusia.

Hukum dan peraturan memberikan kerangka kerja untuk menyelesaikan sengketa

dan konflik. Mereka menetapkan prosedur hukum, pengadilan, arbitrase, dan

mekanisme penyelesaian sengketa lainnya. Undang-undang dan peraturan

memberikan dasar hukum bagi penegakan hukum. Mereka menentukan peran dan

kewenangan lembaga penegak hukum, seperti kepolisian dan pengadilan, dalam

menjalankan tugas mereka. Undang-undang dan peraturan juga digunakan untuk

mengatur pembangunan sosial dan ekonomi. Mereka mengatur kegiatan ekonomi,

investasi, perlindungan konsumen, lingkungan hidup, pendidikan, kesehatan, dan

bidang lainnya yang berkontribusi pada pembangunan nasional. Dalam

keseluruhan, undang-undang dan peraturan berperan penting dalam membentuk

dan menjaga kehidupan sosial, hukum, dan pemerintahan yang teratur. Mereka

memberikan kerangka kerja hukum yang memastikan kesetaraan, keadilan, dan

perlindungan bagi semua warga negara.

Salah satu infrastruktur yang menjadi perhatian pemerintah di DKI

adalah transportasi dan fasilitas publik seperti jalan dan trotoar dimana fungsi

trotoar bisa dikatakan mendapat perhatian lebih berdasarkan Undang-Undang dan

peraturan yang dibuat untuk membatasi dan menitik beratkan fungsi trotoar

seperti:

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan.


Undang-undang ini mengatur tentang penggunaan jalan, termasuk trotoar.

Pasal 51 dalam undang-undang ini menyebutkan bahwa trotoar digunakan

untuk pejalan kaki dan tidak boleh digunakan oleh kendaraan bermotor,

kecuali dalam keadaan tertentu yang diatur lebih lanjut oleh peraturan

perundang-undangan.

- Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan

Pengendalian Lalu Lintas.

Peraturan ini memberikan ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan

jalan, termasuk trotoar. Pasal 61 Ayat (1) menyatakan bahwa trotoar

digunakan secara eksklusif oleh pejalan kaki, sedangkan Ayat (2)

menyebutkan bahwa trotoar tidak boleh digunakan oleh kendaraan

bermotor.

- Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)

Nomor 14/PRT/M/2011 tentang Perencanaan, Penggunaan, dan

Pengelolaan Ruang Jalan.

Peraturan ini mengatur tata ruang jalan, termasuk trotoar. Peraturan ini

menjelaskan tentang lebar minimal trotoar yang harus disediakan dalam

perencanaan dan pembangunan jalan, serta penggunaan trotoar sebagai

area bagi pejalan kaki.

Dalam pengawasan dan penindakan untuk menciptakan ketertiban,

kebersihan, kenyamanan dan keindahan kota dibentuklah sebuah satuan tugas

khusus yang disebut Satuan Polisi Pamong Praja atau SatPol PP. Dasar hukum

pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Indonesia terdapat dalam
beberapa peraturan perundang-undangan. Beberapa peraturan yang mendasari

pembentukan Satpol PP antara lain:

- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah.

Undang-undang ini mengatur tentang pemerintahan daerah di Indonesia.

Pasal 193 ayat (1) menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat

membentuk Satpol PP sebagai aparat penegak peraturan daerah dan

pelaksana ketertiban umum. Undang-undang ini memberikan landasan

hukum bagi pembentukan Satpol PP oleh pemerintah daerah.

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007 tentang

Organisasi Kementerian Dalam Negeri.

Peraturan ini mengatur tentang organisasi Kementerian Dalam Negeri dan

memberikan tugas dan fungsi Kementerian Dalam Negeri, termasuk dalam

hal pemberdayaan Satpol PP sebagai aparat penegak peraturan daerah dan

pelaksana ketertiban umum.

- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang

Pembinaan dan Pengawasan Ketentraman, Ketertiban Umum, dan

Perlindungan Masyarakat.

Peraturan ini mengatur tentang pembinaan dan pengawasan ketertiban

umum serta perlindungan masyarakat. Peraturan ini juga menjelaskan

peran dan tanggung jawab Satpol PP dalam menjaga ketertiban umum,

penegakan peraturan daerah, dan perlindungan masyarakat.


- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2007 tentang

Peraturan Perundang-undangan dalam Bidang Ketertiban Umum.

Peraturan ini mengatur tentang tata cara pembentukan peraturan daerah,

kewenangan Satpol PP, penegakan peraturan daerah, dan sanksi

administratif yang dapat diterapkan oleh Satpol PP.

Satuan Polisi Pamong Praja (SatPol PP) memiliki beberapa fungsi yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Berikut ini adalah

beberapa fungsi Satpol PP yang umumnya disebutkan:

- Penegakan Peraturan Daerah:

Satpol PP bertanggung jawab dalam penegakan peraturan daerah di tingkat

kabupaten/kota. Mereka memiliki wewenang untuk mengawasi,

mengendalikan, dan menegakkan ketentuan peraturan daerah yang

berkaitan dengan ketertiban umum, kebersihan, keindahan, dan

perlindungan masyarakat.

- Pencegahan dan Penanganan Pelanggaran:

Satpol PP melakukan upaya pencegahan pelanggaran terhadap peraturan

daerah melalui patroli, penertiban, dan sosialisasi kepada masyarakat.

Mereka juga bertugas menangani pelanggaran-pelanggaran yang terjadi,

baik dengan memberikan sanksi administratif, penindakan, atau tindakan

lain sesuai dengan ketentuan peraturan daerah yang berlaku.

- Pengamanan dan Pengendalian Keramaian:

Satpol PP memiliki peran dalam pengamanan dan pengendalian keramaian

di daerah. Mereka berkoordinasi dengan instansi terkait dalam menjaga


ketertiban umum dan memastikan kelancaran kegiatan masyarakat yang

melibatkan kerumunan orang.

- Perlindungan Masyarakat:

Satpol PP juga bertanggung jawab dalam memberikan perlindungan

kepada masyarakat dalam hal penanggulangan bencana, pengawasan

kegiatan yang berpotensi membahayakan masyarakat, dan penanganan

situasi krisis atau darurat di daerah.

- Bimbingan, Penyuluhan, dan Pembinaan Masyarakat:

Satpol PP juga memiliki fungsi dalam memberikan bimbingan,

penyuluhan, dan pembinaan kepada masyarakat terkait dengan peraturan

daerah, kesadaran hukum, serta peningkatan kesadaran akan pentingnya

menjaga ketertiban umum dan lingkungan.

- Kerjasama dengan Instansi Terkait:

Satpol PP bekerja sama dengan instansi terkait lainnya, seperti kepolisian,

pemadam kebakaran, dan instansi pemerintah lainnya, dalam menjaga

ketertiban umum, keamanan, dan keselamatan masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan penulis pada latar belakang masalah diatas,

penulis memaparkan beberapa masalah yang diindentifikasikan sebagai berikut:

1. Fungsi trotoar sebagai fasilitas sarana transportasi pejalan kaki;

2. Penyalahgunaan fungsi trotoar yang digunakan tidak peruntukannya;


3. Kendala yang dialami oleh SatPol PP dalam melaksanakan tugasnya

terkait penertiban dan pengembalian fungsi trotoar.

4. Kurang tegasnya PERDA DKI sebagai dasar hukum bagi penataan

trotoar di DKI.

C. Rumusan Masalah

Dalam penulisan Skripsi ini, agar penulisan tidak meluas diluar topik

maka penulis merumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keseriusan pemerintah DKI dalam melindungi hak pejalan

kaki melalui peran SatPol PP dalam penindakan Pedagang Kaki Lima

(PKL) yang menyalahi fungsi trotoar.

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi SatPol PP menjalankan tugasnya

dalam menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) dan aspek yang perlu

dibenahi.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi Pasal 28 UU Nomor 22 Tahun 2009

dan Pasal 25 PERDA DKI Nomor 8 Tahun 2007 atas hak pejalan kaki

menggunakan trotoar sebagai sarana transportasi.


2. Pelaksanaan tugas SatPol PP berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2008

untuk mencapai kinerja yang efektif dan efisien untuk menciptakan

ketertiban sesuai PERDA DKI Nomor 8 Tahun 2007.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penulisan Skripsi ini, adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Dalam penulisan Skripsi ini di harapkan dapat memperkaya konsep

atau teori hukum khususnya mengenai PERDA sebagai peraturan

dibawah Undang-Undang untuk membentuk tatanan pemerintahan

daerah yang melindungi hak-hak masyarakat dan entitas didalamnya.

2. Manfaat Praktis

Dalam penulisan Skripsi ini di harapkan dapat menjadi masukan,

rekomendasi serta menambah wawasan dan bahan kajian di bidang

ilmu hukum ketatanegaraan khususnya mengenai implementasi

perlindungan hukum bagi pelaksanaan ketertiban dan keadilan di

masyarakat, disamping itu penulisan Skripsi ini juga dapat

memberikan manfaat bagi masyarakat luas.


F. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan hubungan antara beberapa konsep

khusus yang akan di teliti. Maka, kerangka konseptual dari penulisan proposal ini

adalah:

1. Trotoar sebagai Fasilitas Pendukung khusus Pejalan Kaki.

2. Pedagang Kaki Lima sebagai sarana usaha masyarakat.

3. Satpol PP sebagai perangkat daerah menegakkan PERDA dan PERKADA.

G. Kerangka Teori

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan teori Teori

Positivisme Hukum John Austin: Teori ini menyatakan bahwa hukum adalah

aturan-aturan yang diberlakukan oleh negara dan harus dipatuhi oleh

masyarakat. Hukum bersifat otoritatif dan terpisah dari moralitas atau

keadilan.1 Teori ini menganggap bahwa apa yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan adalah satu-satunya sumber hukum yang sah.2 Selain itu

penulis juga mempertimbangkan teori Penindakan Hukum Absolutisme

Hukum menurut John Austin: Teori ini berpendapat bahwa penegakan hukum

harus dilakukan secara ketat dan tegas tanpa mempertimbangkan faktor-faktor

situasional atau keadaan khusus. Hukum harus ditegakkan secara mutlak tanpa

ada pengecualian.3

1
Muhammad Rusli, “PANDANGAN PARA AHLI TERHADAP PEMIKIRAN POSITIVISME HUKUM,”
REFLEKSI & AKSI (2018): 191.
2
Ibid. Hal 197
3
Fais Yonas Bo’a, “Pancasila Sebagai Sumber Hukum Dalam Sistem Hukum Nasional,” Jurnal
Konstitusi 15, no. 1 (2018): 21–49.
H. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan metode yang digunakan dalam melakukan

penelitian, metode pengumpulan data dalam proposal ini penulis menggunakan

metode sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum

normatif-empiris, yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka yang diterbitkan baik

secara resmi maupun yang berbentuk elektronik, studi dokumenter terhadap

peraturan perundang-undangan atau penelitian ini biasa disebut penelitian hukum

kepustakaan, serta penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif yang dimana

penelitian ini menggambarkan secara tepat kondisi sifat-sifat, individu, keadaan

gejala dalam masyarakat yang dimaksudkan untuk memahami kejadian baik

secara langsung maupun tidak langsung.

2. Sumber data

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan beberapa jenis

sumber data diantaranya sebagai berikut:

a. Sumber data primer, didapatkan melalui Undang-undang yang mengatur

tentang ketertiban masyarakat sebuah daerah, tata kota dan SatPol PP, dan

naskah akademik yang berkaitan.

b. Sumber data skunder, yang menunjang dalam penulisan Skripsi ini antara

lain berupa pengalaman penulis dalam menjalankan fungsi harian sebagai


SatPol PP, berbagai jurnal hukum tentang fungsional SatPol PP serta

permasalahan dalam kebijakan tata kota, serta berita-berita yang memiliki

kompeten dan pembuktian terkait penindakan oleh SatPol PP.

c. Sumber data tersier, diperoleh dari kamus hukum, kamus besar bahasa

indonesia dan sumber media internet yang memiliki relevansi dengan

pembahasan penulisan skripsi ini.

3. Teknik pengumpulan data

Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam menulis

Skripsi ini adalah menggunakan studi dokumentasi, yaitu cara penulis melakukan

pengumpulan-pengumpulan data dengan mengkaji peraturan perundang-undangan

serta membaca berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan penulisan

Skripsi ini.

4. Teknik pengolahan data

Dalam penulisan Skripsi ini, teknik pengolahan data yang digunakan

penulis melalui tahap-tahap sebagai berikut:

a. Penyuntingan dan editing

Tahap ini merupakan tahap pemeriksaan kembali terhadap semua bahan

hukum yang telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan dan

kejelasan. Beberapa bahan hukum yang diperoleh dan memiliki kejelasan

dalam pembahasan mengenai hirarki hukum di Indonesia yang merupakan

bahan hukum pendukung hipotesis teori dalam penelitian skripsi ini.

b. Sistematisasi
Tahap ini adalah tahap mengklasifikasikan bahan hukum menurut

penggolongannya dan menyusun data hasil penulisan tersebut secara

sistematis yang dilakukan secara logis, artinya ada hubungan dan

keterkaitan antara bahan hukum satu dengan bahan hukum lain, seperti

halnya UU Nomor 22 Tahun 2009 yang memiliki keterkaitan dengan

Permendagri Nomor 26 Tahun 2020 dan PERDA Nomor 8 Tahun 2007.

c. Deskripsi

Tahap ini menggambarkan hasil penelitian berdasarkan bahan hukum yang

diperoleh kemudian menganalisisnya.

5. Teknik analisis data

Analisis merupakan proses tindak lanjut dalam pengolahan data yang

telah di peroleh. Data dan bahan-bahan yang telah di peroleh dari hasil studi

kepustakaan penulis tersebut disusun secara sistematis dan menurut klasifikasinya,

diuraikan dan dianalisis secara kualitatif dengan memberikan deskripsi dalam

bentuk kata-kata atau kalimat bukan merupakan data yang berbentuk angka.

Penulis menganalisis mengenai Peran Polisi Pamong Praja Terhadap

Penertiban PKL Dalam Menerapkan Fungsi Trotoar Bagi Pejalan Kaki Di DKI.

Dari hasil analisis tersebut, maka penulis akan menarik kesimpulan secara

deduktif yaitu dengan cara mengambil kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat

umum lalu kekhusus.


I. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis akan menguraikan menjadi V (lima)

Bab, sehingga penulisan Skripsi ini tersusun dan terarah dengan baik sesuai

dengan pembahasannya. Sistematika penulisan ini diuraikan sebagai berikut:

 BAB I Pendahuluan

Bagian pendahuluan ini, akan menjelasan secara garis besar mengenai

latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian baik secara akademis maupun praktis, kerangka konseptual,

kerangka teori, metode penelitian yang digunakan dan uraian secara singkat

mengenai sistematika penulisan proposal ini.

 BAB II Tinjauan pustaka

Pada bab ini berisi mengenai teori-teori yang berkaitan dengan penulisan

ini. Adapun isi dalam bab ini memuat tentang: tinjauan umum mengenai Peran

Polisi Pamong Praja Terhadap Penertiban PKL Dalam Menerapkan Fungsi Trotoar

Bagi Pejalan Kaki Di DKI.

 BAB III HASIL PENELITIAN

Dalam bab ini menguraikan tentang SatPol PP sebagai perangkat daerah

yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah,

menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan

Linmas.

 BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini menguraikan tentang kendala SatPol PP menjalankan

tugas pokok melaksanakan PERDA DKI Nomor 8 Tahun 2007 dibawah

Permendagri Nomor 26 Tahun 2020 dan UU Nomor 22 Tahun 2009 sebagai dasar

hukum pembentukan SatPol PP.

 BAB V PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis akan memaparkan pengertian mengenai fungsi

trotoar sebagai sarana transportasi untuk pejalan kaki, pembentukan SatPol PP

sebagai satuan yang menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman,

penjelasan tentang pedagang kaki lima (PKL) dari mulai sejarah serta dasar

hukumnya berdasarkan Undang-Undang, PERDA/PERKADA namun sebelumnya

penulis akan memaparkan terlebih dahulu makna pengertian dan pejalan kaki

sebagai prioritas.
A. Trotoar sebagai fasilitas pendukung transportasi pejalan kaki

a. Perlindungan dan prioritas pejalan kaki sebagai mobilitas

masyarakat kota di DKI Jakarta

Mobilitas masyarakat kota merujuk pada pergerakan fisik dan sosial

individu atau kelompok dalam lingkungan perkotaan. Hal ini mencakup berbagai

aspek, termasuk transportasi, migrasi, dan interaksi sosial. Mobilitas masyarakat

kota dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti infrastruktur transportasi, kebijakan

pemerintah, kepadatan populasi, perkembangan ekonomi, dan gaya hidup. Dalam

pemandangan keseharian aktivitas masyarakat DKI Jakarta terlihat jelas lalu

lalang para pejalan kaki memenuhi setiap sudut daerah tanpa terkecuali baik yang

menggunakan fasilitas pendukung seperti trotoar, zebra cross, jembatan

penyeberangan dan tidak sedikit juga terlihat berjalan di bahu jalan bahkan

bercampur dengan lalu lalang kendaraan bermotor dan transportasi umum.

Pemandangan seperti ini jelas bukan sesuatu yang nyaman untuk dilihat

berdasarkan status Jakarta sebagai ibu kota Negara. Mirisnya hal ini ikut

menyumbang jumlah korban kecelakaan lalu lintas baik yang mengakibatkan

korban jiwa dan luka yang tidak sedikit. Menurut Gde Pasek Suardika sebagai

Direktur Keselamatan Transportasi Darat Ditjen Perhubungan Darat Kementerian

Perhubungan mengatakan:

…berdasarkan data World Health Organization (WHO) kematian akibat


kecelakaan lalu lintas yang dialami pejalan kaki menempati persentase sebesar
27%. Sementara di dalam negeri, angka kecelakaan dengan korban pejalan kaki di
Tanah Air juga menurutnya memiliki persentase yang cukup tinggi yakni sekitar
30% dari 3.675 kasus kecelakaan yang terjadi sepanjang 2013. Korban pejalan
kaki terbanyak adalah anak-anak serta orang lanjut usia. Ini menjadi tanda bahwa
Indonesia gagal melindungi warga negara yang rentan [….].4

Sejarah perlindungan hukum pertama kali di Indonesia terhadap pejalan

kaki secara eksplisit tertuang dalam UU Nomor 14 Tahun 1992, yaitu:

- Pasal 22 Huruf g: perilaku pengemudi terhadap pejalan kaki;

- Pasal 23 Huruf b: … mengutamakan keselamatan pejalan kaki;

- Pasal 26 Ayat 1 dan 2: Penjelasan tentang Pejalan Kaki;

- Pasal 60 ayat 2: Ancaman hukuman pelanggaran keselamatan

Pejalan Kaki;

b. Sejarah Trotoar dan peruntukannya bagi keselamatan pejalan kaki di

Indonesia khususnya DKI Jakarta

Penetapan pembangunan trotoar yang merupakan bagian dari fasilitas

pendukungan bagi pejalan kaki dijelaskan dalam Lampiran No.10 Keputusan

Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 Tanggal 20 Desember

1999. Dijelaskan dalam BAB I tentang Deskripsi Pasal 1.3 Pengertian bahwa:

- Fasilitas Pejalan Kaki adalah seluruh bangunan pelengkap yang disediakan

untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan demi kelancaran,

keamanan dan kenyamanan, serta keselamatan bagi pejalan kaki.

4
MG Noviarizal Fernandez, “ANGKA KECELAKAAN: Pejalan Kaki Sumbang 30% Korban Laka
Lantas,” Bisnis.com, last modified September 19, 2014, accessed July 2, 2023,
https://ekonomi.bisnis.com/read/20140919/98/258593/angka-kecelakaan-pejalan-kaki-
sumbang-30-korban-laka-lantas.
- Jalur Pejalan Kaki adalah lintasan yang diperuntukkan untuk berjalan kaki,

dapat berupa Trotoar, Penyeberangan Sebidang (penyeberangan zebra atau

penyeberangan pelikan), dan Penyeberangan Tak Sebidang.

- Trotoar adalah Jalur Pejalan Kaki yang terletak pada Daerah Milik Jalan

yang diberi lapisan permukaaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari

permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu

lintas kendaraan.

Setelah perealisasian pembangunan fasilitas pendukung terutama trotoar

yang dimulai dari DKI Jakarta kemudian diundangkanlah UU Nomor 14

Tahun 1992 yang sangat jelas menetapkan trotoar sebagai fasilitas penunjang

bagi pejalan kaki untuk mencapai tujuan ketertiban, keselamatan, kerapihan

kota.

B. SatPol PP sebagai pengawasan, penegakan, penindakan sesuai

PERDA/PERKADA

a. Dasar Hukum Pembentukan SatPol PP

Satuan Polisi Pamong Praja disingkat SatPol PP adalah kesatuan yang

“dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban

umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.” Hal

ini tercantum dalam Pasal 255 Ayat 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.
b. Kewenangan SatPol PP

Adapun kewenangan SatPol PP diatur dalam Ayat 2 sebagai berikut:

- Tindakan penertiban non-yustisial (Tindakan penertiban diluar ranah

pengadilan);

- Tindakan penyelidikan;

- Tindakan Administratif.

c. Jabatan Fungsional SatPol PP

Sedangkan jabatan fungsional Satpol PP diatur dalam pasal 266 yaitu

menjelaskan bahwa SatPol PP adalah pegawai negeri sipil yang penetapannya

dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pada Pasal

266 Ayat 6 menyatakan “Polisi pamong praja yang memenuhi persyaratan dapat

diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.” Dalam penjelasan diatas tentang SatPol PP maka penulis

mengambil kesimpulan tujuan dan tugas SatPol PP sangat krusial dalam

memastikan Peraturan Daerah yang dibuat bisa berjalan dan menghadirkan

ketertiban dalam masyarakat.

C. Pedagang Kaki Lima sebagai mata pencarian masyarakat yang memenuhi

kebutuhan konsumen masyarakat

a. Pengertian Pedagang Kaki Lima

Pedagang Kaki Lima yang disebut juga PKL adalah sebuah kegiatan

masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli dalam pengertian pasar dimana
terdapat penjual dan pembeli diluar prosedur baku hukum bisnis dan perdagangan.

Tidak dapat dipungkiri keberadaan PKL sangat dibutuhkan masyarakat seiring

aktivitas kehidupan di DKI Jakarta.

b. Sejarah Pedagang Kaki Lima di DKI Jakarta

Sejak abad ke-15 sampai ke-16, Sunda Kelapa (sekarang Jakarta)

menjadi rebutan kerajaan dan VOC. Kota ini diubah menjadi Batavia pada awal

abad ke-17 oleh Belanda. Lalu namanya diubah lagi menjadi Jayakarta hingga

Jakarta pada saat pendudukan Jepang abad ke-19. Kota yang penuh dengan

transaksi perdagangan ini disebut sebagai Permata Asia pada waktu itu. Para

pedagang yang kebanyakan orang Tionghoa akan berdagang di pusat kota Batavia

waktu itu. Daerah seperti Glodok, Pinangsia dan Jatinegara menjadi pusat

konsentrasi perdagangan orang Tionghoa di awal abad ke-18. Sedangkan orang

Batavia banyak tinggal di kantor dagang sekaligus rumah tinggal (Nassau Huis) di

sekitaran Ciliwung. Sejak kemerdekaan, Jakarta tetap menjadi sentra

perdagangan. Pada tahun 70-an, pasar seperti Blok-M, stasiun Jakarta Kota, dan

Pasar Senen dipadati pedangan di trotoar.5

c. Manfaat Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima memiliki berbagai manfaat yang penting bagi

masyarakat. Berikut adalah beberapa manfaat dari keberadaan pedagang kaki

lima:

5
“Sejarah Singkat Pedagang Trotoar di Indonesia Dan Dunia Halaman All - Kompas.Com,”
accessed July 2, 2023, https://www.kompas.com/wiken/read/2022/02/23/172123081/sejarah-
singkat-pedagang-trotoar-di-indonesia-dan-dunia?page=all.
1. Aksesibilitas dan ketersediaan: Pedagang kaki lima sering

kali beroperasi di daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk atau

area komersial. Hal ini membuat produk dan layanan mereka lebih mudah

diakses oleh masyarakat. Dengan adanya pedagang kaki lima, masyarakat

dapat dengan mudah memperoleh barang-barang sehari-hari tanpa harus

pergi ke toko atau pusat perbelanjaan yang lebih jauh.

2. Harga terjangkau: Pedagang kaki lima seringkali

menawarkan harga yang lebih terjangkau daripada toko atau supermarket

besar. Mereka sering membeli barang secara langsung dari pemasok atau

produsen, tanpa melibatkan perantara yang bisa menambah biaya. Ini

membuat produk yang dijual oleh pedagang kaki lima lebih murah,

sehingga membantu masyarakat dengan anggaran terbatas.

3. Peluang kerja: Pedagang kaki lima menciptakan peluang

kerja bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang mungkin sulit

mencari pekerjaan formal. Mereka dapat membuka warung makan, jualan

pakaian, atau berbagai jenis usaha lainnya dengan modal yang terjangkau.

Dengan demikian, pedagang kaki lima berkontribusi dalam mengurangi

tingkat pengangguran dan menciptakan mata pencaharian bagi banyak

orang.

4. Ragam produk dan variasi: Pedagang kaki lima sering

menawarkan beragam produk dan variasi dalam satu tempat. Mereka dapat

menjual makanan, minuman, pakaian, aksesoris, buku, mainan, dan masih


banyak lagi. Hal ini memberikan keuntungan bagi konsumen dengan

menawarkan pilihan yang lebih banyak dan beragam.

5. Keberagaman kuliner: Pedagang kaki lima sering kali

terkenal karena menyajikan makanan khas dan tradisional. Mereka

menjaga keberagaman kuliner dengan menjual hidangan dari berbagai

daerah atau budaya tertentu. Hal ini memberikan kesempatan bagi

masyarakat untuk menikmati hidangan yang autentik dan mungkin sulit

ditemui di restoran atau tempat lainnya.

6. Kontribusi terhadap perekonomian lokal: Pedagang kaki

lima juga berkontribusi pada perekonomian lokal dengan membayar pajak

dan biaya perizinan yang dibutuhkan. Pendapatan yang dihasilkan oleh

pedagang kaki lima juga dapat berputar di komunitas lokal, menghidupkan

ekonomi daerah tersebut.

7. Keberlanjutan lingkungan: Pedagang kaki lima cenderung

menggunakan bahan baku dan peralatan yang lebih sederhana dan ramah

lingkungan. Dalam beberapa kasus, mereka juga menggunakan bahan

baku lokal dan mendukung pertanian lokal. Hal ini membantu dalam

meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan membantu

menjaga keberlanjutan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai