Anda di halaman 1dari 261

APLIKASI KEUANGAN ISLAM

SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA


Dr. Meirison, MA
APLIKASI KEUANGAN ISLAM
DAN
SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

i
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002,
bahwa:
Kutipan Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta
rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang
dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000
(empat miliar rupiah).

ii
APLIKASI KEUANGAN ISLAM
DAN
SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

Penulis:
Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA
Dr. Meirison, MA

Editor:

Inayatul Chusna, M.Hum


Zulfikri Muhammad, M.Si

Kontributor:

Tim Peneliti Pada Center for Theorizing on Islamic Economics and Finance
(CTIEF) FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si
Dr. Ade Sofyan Mulazid, MH
Dr. Alimin, Lc., M.Ag
Dr. Busman Edyar, MA
Ade Suherlan, SE., MM, M.BA
Supriyono, SE., MM
Ahmad Tibrizi Soni Wicaksono, SE., ME

iii
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

APLIKASI KEUANGAN ISLAM


DAN
SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI

Edisi Pertama
Copyright@ 2021

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)


ISBN 978-602-278-095-3
Ukuran 15.5 cm x 23 cm; Hal xv + 243

Penulis:
Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA
Dr. Meirison, MA

Editor:
Inayatul Chusna, M.Hum
Zulfikri Muhammad, M.Si

Desain Sampul / Penata letak


Djunaedi. S. Kom

Penerbit
Kurnia Kalam Semesta
Jl. Solo KM. 8 Nayan No. 108A, Maguwoharjo Yogyakarta 55282
Email: kksjogja@gmail.com

Anggota IKAPI
067/DIY/2010

iv
Kata Pengantar

KATA PENGANTAR

lhamdulillah, buku “Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim

A Perekonomian Turki Utsmani”, yang ada dihadapan pembaca ini


adalah hasil penelitian pustaka yang dilakukan oleh penulis dengan
menggunakan literatur-literatur dari buku-buku perpustakaan dan dokumen-
dokeman sejarah serta manuskrip-manuskrip yang terkait dengan pembahasan
yang didapat dari situs-situs internet. Metodologi penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan metode sejarah kritis-
analitis dengan terlebih dahulu melakukan pengumpulan sumber (Heuristik).
Selanjutnya sumber-sumber yang telah ada diverifikasi dengan melakukan
analisis untuk menentukan otentisitas atau keaslian sumber serta untuk
menemukan kandungan informasi (fakta sejarah). Pada tahap selanjutnya,
sumber yang telah diyakini otentisitas/keaslian dan kredibilitas informasinya
diinterpretasikan sehingga fakta-fakta sejarah yang ditemukan dapat tersusun
dengan baik dan menjadi sebuah kisah peristiwa. Kisah peristiwa ini kemudian
direkonstruksi dalam bentuk Historiografi.

Pendekatan sejarah yang digunakan adalah tinjauan dari sisi sosiologi


ekonomi, seperti adanya gerakan, pemberontakan, budaya, etnis setelah
memberikan lukisan sistim sosial ekonomi dari kurun-kurun tertentu.

v
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pengkajian dari permulaan terbentuknya sebuah masyarakat sampai menjadi


masyarakat yang kompleks juga disinggung dalam pembahasan. Adapun
pendekatan politik ekonomi merupakan poin yang sangat penting dalam
metode penelitian ini, karena sejarah konvensional identik dengan kekuasaan.
Begitu juga dengan pola perilaku individu dan kelompok dapat membantu
menjelaskan apakah sistim itu berfungsi dengan baik atau tidak, serta
perkembangan hukum dan kebijakan sosial ekonomi yang meliputi etnis,
agama, opini publik, birokrasi dan administrasi. Politik dalam hal ini dikaitkan
dengan kemampuan pemerintah dalam menerapkan sistim keuangan Islam
yang merupakan prinsip dasar dari sistim Daulah Utsmaniyah. Sebuah sistim
yang dijalankan oleh pemerintah sebagai bentuk pengelolaan masalah-masalah
umum yang diukur dengan Syari’at Islam secara menyeluruh.

Penyusunan naskah buku ini dapat memberikan gambaran tentang


aplikasi sistim ekonomi Islam yang pernah berhasil pada masa lalu tanpa
mengadopsi ekonomi kapitalis Barat yang muncul setelah itu. Sebuah sistim
yang dapat mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. Walaupun demikian,
dalam penyusunan naskah ini penulis juga menjelaskan bagaimana proses
pembentukan sistim kapitalis Barat bekerja setelah terjadinya revolusi industri
bersama sistim perbankan yang sebelumnya tidak dikenal dalam skala yang
luas. Lebih jauh lagi, dibahas pula karakteristik politik ekonomi kapitalis Barat
yang selalu mempunyai standar ganda dalam melakukan kerja sama dengan
negara-negara lain. Juga dibahas berbagai hal yang menjadi titik kelemahan
pelaksanaan sistim ekonomi Islam pada masa Turki Utsmani. Buku ini terdiri
dari tiga bab dan sub-sub bab:

Bab I: Pendahuluan; yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan,


Literatur Riview, Tujuan dan Signifkansi Penulisan, serta Metodologi
Penelitian

vi
Kata Pengantar

Bab II: Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

A. Sistem perekonomian Islam. Berbicara tentang negara dan hubungannya


dengan ekonomi serta sejauh mana negara dapat campur tangan dalam
ekonomi menurut syariat Islam.
B. Turki Utsmani dan Kapitulasi Asing. Membahas tentang Turki Utsmani,
dari mulai sejarah pembentukan, masa kejayaan sampai kemunduran dan
struktur pemerintahan Turki Utsmani.
C. Sistem Perekonomian dan Keuangan Turki Utsmani. Jika bab sebelum-
nya berbicara secara umum tentang Turki Utsmani, maka bab ini berbi-
cara tentang hal yang lebih spesifik yaitu sistem perekonomian dan
keuangan Turki Utsmani. Tercakup dalam pembahasan ini adalah kebija-
kan dan struktur ekonomi Turki Utsmani serta keseimbangan faktor
produksi dan uang yang beredar.
D. Perubahan Sistem Keuangan Turki Utsmani. Membicarakan tentang
Kapitulasi asing di Turki Utsmani dan bagaimana dampaknya di kemu-
dian hari, baik pada sistem ekonomi maupun dalam pemerintahan dan
politik.
E. Westernisasi Ekonomi Turki Utsmani. Dipaparkan bagaimana peruba-
han sistem keuangan di Turki Utsmani perlahan mengarah kepada
Westernisasi ekonomi yang kemudian mengarah kepada kemunduran
Turki Utsmani di berbagai bidang. Di bagian akhir dibahas bagaimana
respon masyarakat Turki terhadap berbagai upaya Barat dalam mengua-
sai dan mendominasi Turki secara ekonomi.
F. Respon Masyarakat Terhadap Reformasi Turki Utsmani. Pada bagian ini
dipaparkan usaha dan perjuangan penduduk Turki Utsmani menghadapi
tantangan yang tidak mudah. Mereka berusaha sekuat daya dan upaya
untuk mempertahankan serangan-serangan yang datang dari luar,
terutama yang berkaitan dengan kondisi ekonomi, serta tekanan-tekanan

vii
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

politik lainnya yang tidak mudah. Mereka harus berhadapan dengan


kekuatan asing yang datang silih berganti.
G. Indonesia dan Refleksi atas Turki Utsmani Abad 19-20. Menghadirkan
refleksi kondisi ekonomi Indonesia saat ini dengan membandingkan
kondisi tersebut dengan kondisi Turki Utsmani ketika terjerat Kapitulasi
dan Westernisasi Barat.

Bab III: Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran

Bagi para pembaca yang tertarik untuk menelaah lebih jauh tentang
perkembangan Turki Utsmani, khususnya dalam bidang perekonomian dan
pergulatannya dalam menghadapi dan beradaptasi dengan kapitalisme yang
muncul dan kemudian mendominasi dunia, dapat merujuk kepada sumber-
sumber berikut ini dimana penulis jadikan sebagai rujukan utama dalam
penulisan buku ini:

 Jonathan S. Mc Murray daam Distant Ties: Germany, The Ottoman


Empire, and the Construction of Baghdad Railway. Buku ini mencerita-
kan tentang investasi langsung yang dilakukan oleh Barat yang tidak
begitu banyak memberikan keuntungan dan kontribusi untuk pemasokan
bahan mentah kepada Turki Utsmani. Hal itu lebih menguntungkan
masyarakat dalam aspek transportasi lokal, adapun penyebaran kekuatan
militer untuk membasmi gerakan separatis Arab yang dipimpin oleh
Syarif Husein bin Ali yang akhirnya ditipu oleh Inggris dan dibuang ke
Cyprus.

 Donald Quataert, Ottoman Manufacturing ini the Age of The


Industrial Revolution. Buku ini menceritakan tentang
keberadaan industri Turki Utsmani yang terus bertahan pada
masa krisis bahkan sanggup bersaing dengan industri Barat.

viii
Kata Pengantar

Pada waktu itu German adalah negara yang sedang


mengadakan percobaan pembuatan kapal selam sebelum
perang dunia pertama terjadi.
 Stanfor J. Shaw & Ezel Kural Shaw, History of The Ottoman
Empire and Modern Turkey. Buku ini bercerita tentang
toleransi kekaisaran Ottoman terhadap kelompok minoritas,
dalam buku ini juga diceritakan tentang sistim pemerintahan,
yang di masa awal mereguk keberhasilan dan kestabilan di
berbagai bidang dan mengalami masa krisis terutama di
bidang birokrasi serta sistim pemilihan pemimpin.
 Sevket Pamuk, The Ottoman Empire and European
Capitalism, 1820-1913. Buku penting ini membahas tentang
proses Westernisasi terjadi pada kerajaan Turki Utsmani yang
bermula dengan berdirinya bank-bank yang menggunakan
sistim Barat bebas bergerak menguasai usaha-usaha dalam
negeri. Hal itu akibat perjanjian Kapitulasi yang terus
berkembang dari masa kemasa dan merugikan pemerintahan
Turki Utsmani.
 Resat Kasaba, The Ottoman Empire and the World Economy:
The Nineteenth Century. Dalam buku ini membahas dampak
ekonomi global dan pasar bebas terhadap Turki Utsmani pada
abad ke 19 ketika kekaisaran ini mengalami krisis berkepanja-
ngan dan menjadi pasar yang sangat luas bagi Eropa Barat
pada waktu itu.

Selain kelima buku di atas, buku lain yang disusun oleh Charles Issawi
juga cukup menarik ketika berbicara tentang perekonomian propinsi Turki
Utsmani di wilayah Afrika seperti Mesir yang telah bergerak dengan bebas
dalam melakukan pembangunan dan pengambil alihan pembayaran pajak yang

ix
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

dilakukan oleh Inggris sebagai wali atas Mesir dan Suriah yang diwakili oleh
Sir Cromer.

Penulis berharap berbagai tema dan pembahasan yang dituangkan dalam


buku ini , dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan dan implementasi
sistem ekonomi Isam di Indonesia, amin…..

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Januari 2021

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA


Dr. Meirison, MA

x
Daftar Isi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... v


DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Permasalahan............................................................................................ 7
C. Literatur Review....................................................................................... 9
D. Tujuan dan Signifikasi ........................................................................... 10
E. Metodologi Penelitian ............................................................................ 11
a. Landasan Teori dan Kerangka Konseptual ..................................... 11
b. Faktor Terbentuknya Reaksi ........................................................... 11

BAB II KEBIJAKAN EKONOMI, KAPITULASI DAN


WESTERNISASI .......................................................................... 15
A. SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM ................................................. 15
1. Negara: Unsur Dasar dan Pembentukan ....................................... 15
2. Karakteristik Negara dalam Syariat Islam .................................... 18

xi
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

3. Campur Tangan Pemerintah di Bidang Ekonomi ......................... 19


4. Peran Pemerintah dalam Ekonomi ................................................ 23
5. Karakteristik Keuangan Islam dan Hubungannya dengan
Ekonomi Publik ............................................................................ 30
6. Dasar-Dasar Sistim Keuangan Islam ............................................ 32
c. Aqidah.................................................................................... 32
d. Persamaan Kedudukan........................................................... 33
e. Keadilan. ................................................................................ 35
f. Keadilan Sosial & Jaminan Sosial ......................................... 35
g. Komitmen dengan Maqashid Syari’ah .................................. 37
7. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Rasulullah Saw.
dan Khalifah Rasyidin ................................................................... 38
a. Masa Rasulullah Saw. ............................................................ 38
b. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Abu Bakar .................. 42
c. Sistim Keuangan pada Masa Umar bin Khatab ..................... 42
d. Sistim Keuangan Masa Usman bin Affan ............................. 43
8. Abu Yusuf al-Qadhi Abu Yusuf al-Qadhi .................................... 44
9. Ibnu Taimiyah ............................................................................... 45
10. Ibnu Khaldun ............................................................................... 46
11. Siyasah Maliyah dalam Islam ....................................................... 47
12. Dasar-dasar Siyasah al-Maliyah dalam Islam ............................... 48
13. Sarana dan Prasarana Siyasah Maliyah Islamiyah ........................ 49
A. Sarana Pemasukan Negara ............................................................ 49
a. Zakat. ..................................................................................... 49
b. Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus ..................................... 50
c. Kharaj .................................................................................... 52
d. Jizyah ..................................................................................... 54
e. Harta Milik Umum ................................................................ 55
f. Harta milik negara berupa tanah, bangunan, sarana
umum dan semua yang dihasilkan. ........................................ 59
g. ‘Usyur .................................................................................... 60
h. Harta ilegal penguasa, pegawai negara, harta hasil usaha
yang tidak sah, dan harta denda ............................................ 60

xii
Daftar Isi

i. Khumus Rikaz (Barang Temuan) dan Barang Tambang


(jumlahnya tidak banyak) ...................................................... 62
j. Harta yang tidak ada Pewarisnya ........................................... 62
k. Harta orang murtad ................................................................ 62
l. Pajak ...................................................................................... 63

B. TURKI UTSMANI DAN KAPITULASI ASING........................ 65


1. Sejarah Singkat Turki Utsmani .............................................. 65
a. Perkembangan dan Masa Keemasan Turki Utsmani
(1299-1402) ....................................................................... 66
b. Turki Utsmani di Eropa Tengah dan Tanduk Afrika ........ 68
c. Turki Utsmani Stagnasi dan Perubahan (1683-1827) ....... 72
d. Kemunduran dan Modernisasi (1828-1908) ..................... 74
e. Kekalahan dan Pembubaran (1908-1922) ......................... 76

2. Pemerintahan Turki Utsmani ................................................. 78


a. Hukum Turki Utsmani ...................................................... 81
b. Militer Turki Utsmani ....................................................... 83
c. Pembagian Administratif .................................................. 86
d. Perekonomian Turki Utsmani ........................................... 87
e. Kekuatan Ekonomi Utsmaniyah ....................................... 92
f. Kaum Intelektual dan Ekonom dimasa Khilafah
Utsmani ............................................................................. 94

C. SISTEM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN TURKI


UTSMANI .................................................................................... 96
1. Kebijakan Ekonomi yang Proteksionis .................................. 96
2. Struktur Perekonomian Turki Utsmani ................................ 100
3. Keseimbangan Faktor Produksi dan Mata Uang yang
Beredar ................................................................................. 101
a. Mata Uang Daulah Utsmaniyah (The Gold Sultani);
Mata Uang Internasional ................................................. 103
b. Koin asing ....................................................................... 109
c. Emas - Perak - Tembaga ................................................. 112
d. Uang kertas Utsmaniyah 100 Lira. ................................. 113
e. Mata Uang Mamluk ........................................................ 114
f. Perdagangan Domestik ................................................... 118

xiii
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

g. Perdagangan Internasional .............................................. 121


h. Bedesten, Perdagangan dan Aktivitas Sosial .................. 122

D. PERUBAHAN SISTEM KEUANGAN TURKI UTSMANI..... 127


1. Kapitulasi Asing .................................................................. 130
2. Kapitulasi dengan Jenewa dan Venesia ............................... 133
3. Dampak Kapitulasi .............................................................. 139

E. WESTERNISASI EKONOMI TURKI UTSMANI ................... 141


1. Awal Westernisasi ............................................................... 141
2. Tanzimat/Westernisasi ......................................................... 149
3. Tujuan Westernisasi............................................................. 154
a. Perdagangan Bebas, Penyelesaian Masalah ala Barat .... 157
b. Hutang Luar Negeri dan investasi asing ......................... 159
c. Investasi Asing Pada Sektor Transportasi
(Pembangunan Rel Kereta Api) ...................................... 160
4. Hasil "Reformasi" Westernisasi........................................... 162

F. RESPON MASYARAKAT TERHADAP REFORMASI


TURKI UTSMANI ..................................................................... 165
1. Perjuangan Ekonomi Turki Utsmani ................................... 165
2. Perjuangan Perdagangan ...................................................... 166
3. Penolakan Terhadap Kebijakan Ekspor Impor .................... 167
4. Independensi Hubungan Perdagangan ................................. 169
5. Perjuangan Keuangan .......................................................... 171
6. Perjuangan Menghadapi Investor ........................................ 173
7. Perjuangan Terhadap Aset Tak Bergerak (Property)........... 175
8. Perjuangan Terhadap Industri .............................................. 176
a. Industri Tradisional ......................................................... 176
b. Industri Modern .............................................................. 177

G. INDONESIA DAN REFLEKSI ATAS TURKI UTSMANI


ABAD 19-20 M .......................................................................... 179
1. Kolonialisme dan Ideologi Pembangunan Pasca

xiv
Daftar Isi

Kemerdekaan ....................................................................... 179


2. Kebijakan Ekonomi Masa Penjajahan ................................. 180
3. Kebijakan Orde Baru ........................................................... 185
4. Kebijakan Ekonomi Pasca Soeharto .................................... 187
a. Pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat. ................. 189
b. Alih Teknologi ................................................................ 190
c. Peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak. ......... 190
d. Memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan. ........... 190
e. Mendorong kemajuan produsen dalam negeri. ............... 191
f. Terbengkalainya sektor pertanian ................................... 191
g. Kerusakan lingkungan .................................................... 191
h. Berkurangnya lahan produktif. ....................................... 192
i. Eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan ............. 192
j. Hasil usaha lebih banyak dibawa ke negara asalnya ...... 192
5. Dampak Bank Asing di Indonesia ....................................... 193
6. Dampak Investasi Asing di Indonesia ................................. 195
7. Dampak dari Pasar Bebas (Pembanjiran Impor Beras) ....... 197
8. Proteksionis Amerika Serikat dan Eropa ............................. 199
9. Perdagangan Bebas yang Hakikatnya Proteksionis ............. 201
10. Kondisi Daulah Utsmaniyah dan Indonesia ........................ 203

BAB III PENUTUP DAN KESIMPULAN ............................................. 207


1. Kesimpulan .......................................................................... 207
2. Saran .................................................................................... 210
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 213
TENTANG PENULIS ............................................................................... 233

xv
BAB I ⇛ Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah terjadi perubahan dalam sistim perekonomian Turki Utsmani,


masyarakat merasakan pengaruh Barat yang luar biasa terutama dalam
kenaikan neraca perdagangan yang hanya memberikan keuntungan sepihak
kepada Eropa Barat. Situasi ini terjadi sebagai hasil dari perkembangan
teknik yang merupakan buah revolusi industri di Eropa pada akhir abad ke
18. Dan kondisi tersebut diperparah oleh tarrief barrier yang tidak lagi
dikuasai oleh Negara Utsmani sehingga memicu pembanjiran komoditi pasar;
strategi yang sengaja dilakukan oleh Barat dengan alasan untuk menjaga
komoditi mereka. Dengan demikian, saat melakukan transaksi dagang dengan
pihak Turki Utsmani, mereka selalu diuntungkan dalam kondisi apa pun.

1
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada saat terjadinya Perdagangan Bebas atau Westernisasi pemerintahan


Turki Utsmani tidak bisa lagi menentukan kebijakan perekonomiannya secara
mandiri, terutama dibidang fiskal yang selama ini memberikan pemasukan
khusus pada negara. Komoditi Turki Utsmani pun berubah dari komoditi
barang jadi dan siap pakai kepada komoditi pertanian dan bahan-bahan
makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan pasar-pasar Eropa. Perubahan ini
tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian Turki
Utsmani. Pemerintah berpendapat bahwa yang bisa memberikan dampak
positif kepada masyarakat Utsmani adalah perkembangan transportasi
dan masuknya modal asing dengan leluasa (Issawi, 2010). Program lain yang
dianggap dapat meningkatkan sistim perekonomian Turki Utsmani adalah
proyek Tanzimat, yang bertujuan untuk memberikan bantuan dan memper-
baiki kondisi perekonomian masyarakat Turki yang sedang berantakan
sehingga disebut sebagai “Lelaki Tua Sekarat di Benua Eropa” oleh Rusia.

Westernisasi Ekonomi Kapitalis yang terjadi di Turki mengikuti pola


perekonomian yang berlaku di negara-negara Eropa. Pada dasarnya Wester-
nisasi perdagangan adakalanya dilakukan dengan cara suka rela, adakalanya
melalui pemaksaan dengan peperangan, tekanan politik, sosial, ekonomi dan
budaya. Program Westernisasi yang diciptakan oleh negara-negara Eropa pada
umumnya bertujuan untuk mengendalikan negara-negara yang lemah serta
kaya sumber daya alam. Program tersebut mendatangkan keuntungan yang
amat besar bagi negara-negara Barat, termasuk di dalamnya dukungan terha-
dap kebutuhan dasar industri mereka yang sedang tumbuh dan berkembang
pesat. Dan pasar bebas adalah bagian dari program Westernisasi yang penera-
pannya kadang dilakukan dengan tekanan seperti, pemberian hutang, perang
dan penjajahan. Komponen lain dari corak Westernisasi adalah menanamkan
investasi asing seperti pembangunan infrastruktur, transportasi dan pengem-
bangan perekonomian lainnya.

2
BAB I ⇛ Pendahuluan

Salah satu ikon dari peradaban Barat adalah “standar ganda”, yaitu
memberikan perbedaan perlakuan terhadap suatu negara dengan negara lain
dan merupakan bagian terpenting dari program politik luar negeri mereka,
sekaligus ciri khas dari proses Westernisasi. Hal tersebut bisa kita lihat dari
perlakuan yang mereka berikan pada saat menghadapi perang candu,
seperti yang dilakukan oleh Inggris kepada China. Slogan yang
mereka dengung-dengungkan sangat kontradiksi dengan kenyataan yang ada
sehingga sampai kapan pun peristiwa ini tidak akan bisa dilupakan begitu
saja. Dengan banyaknya peristiwa serupa yang terjadi di negara-negara lemah
dimana Westernisasi tidak hanya semata-mata transaksi perdagangan bebas,
akan tetapi jauh lebih dahsyat dari itu. Contoh lain yang ada di depan mata kita
adalah praktik monopoli terhadap sumber daya alam dalam skala besar dan
menyeluruh. Bagi mereka, Westernisasi Perekonomian adalah aplikasi dari
slogan: tidak ada kerja sama, tidak ada persahabatan, tidak ada permusuhan
yang abadi, yang ada hanyalah kemaslahatan yang abadi.

Proses Westernisasi Turki Utsmani telah dimulai pertengahan abad 18


M, yang dikenal dengan "Firman Gulhane" pada tahun 1839. Pada saat itu
terjadi benturan hebat krisis sosial di Mesir – yang saat itu masih merupakan
salah satu provinsi dari Turki Utsmani – dan penghapusan tentara Yeniseri
pada tahun 1826. Dalam peristiwa itu pihak oposisi mendapatkan impian yang
mereka inginkan yaitu reformasi militer, langkah pertama menuju liberalisme
perekonomian. Semenetara pemerintah kehilangan dukungan industri ekonomi
dalam korp militer Yeniseri, selama ini mereka mampu memproduksi dan
menyuplai berbagai kebutuhan dalam negeri secara mandiri (Inalcik dan
Quartaert, 1997). Adapun kegiatan perekonomian dari sektor swasta tidak lagi
bisa diandalkan akibat tingginya beban pajak yang mereka tanggung, dimana
beban pajak yang dikenakan kepada pribumi jauh lebih besar ketimbang
pedagang asing.

3
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kegiatan ekonomi penduduk pribumi dari etnis Turki dan Arab secara
perlahan mulai mati, efek dari perjanjian dagang yang diberlakukan dengan
bangsa-bangsa Barat, seperti Perancis, Inggris, Rusia dan Belanda. Tahun
1838-1841 (Krisis Mesir) beberapa perjanjian Pasar Bebas pun ditanda
tangani. Perjanjian Balta Liman dengan Inggris tahun 1838 dilakukan atas
keinginan Turki Utsmani untuk mendapatkan dukungan Inggris dalam meng-
hadapi serangan Rusia dan Muhammad Ali Pasha dari Mesir. Pemberontakan
Muhammad Ali Pasha di Mesir bertujuan untuk melepaskan diri secara politik
dan ekonomi dari Turki Utsmani, pemberontakan ini didukung oleh Inggris.

Pada tahun 1856 perjanjian resmi antara Turki dan Inggris ditanda-
tangani dalam rangka perang melawan Rusia dan dibantu oleh Mesir dengan
dukungan logistik dari negara-negara Barat. Konsekuensi dari perjanjian
tersebut Turki Utsmani mendapatkan kucuran dana segar dari Inggris dan
Perancis untuk keperluan militer dan perbaikan infrastruktur Turki Utsmani
dengan sistim ribawi. Perjanjian ini merupakan pertanda pergerakan penting
dari program Westernisasi di Turki Utsmani, serta awal bagi Turki kehilangan
kemerdekaan dalam bertindak di semua lini termasuk sektor perekonomian
dan penyusupan investasi asing yang bergerak tanpa terkendali (Pamuk, 2003).
Perubahan perekonomian Turki Utsmani yang didasarkan kepada norma
syari'at Islam telah mulai terasa sejak berdirinya bank asing ribawi pada tahun
1855 dimana mayoritas nasabah dari Bank ini adalah para pejabat tinggi dan
prinsip-prinsip muamalah syar’iyah al-maaliyah mulai terdegradasi.

Sejak ditandatanganinya perjanjian resmi antara Turki dan Inggris tahun


1856, pembayaran pajak penghasilan wilayah yang semula dibayarkan lansung
oleh Mesir kepada Turki dan sekarang diambil alih oleh Inggris. Sebagai
kompensasi pembayaran pajak wilayah tersebut, Inggris memaksa Mesir untuk
melakukan penanaman kapas. Pemaksaan ini dilakukan untuk memenuhi

4
BAB I ⇛ Pendahuluan

kebutuhan industri tekstil yang sedang berkembang di Inggris. Permintaan


Katun di Inggris semakin meningkat akibat terjadinya perang saudara di
Amerika. Untuk memudahkan pengiriman kapas dari Mesir ke inggris, maka
dibangunlah infrastruktur transportasi pendukung yaitu penggalian Terusan
Suez. Pembagian hasil dari keuntungan jalur Terusan Suez ini Mesir
mendapatkan sebesar 7% dari total keuntungan dan disalurkan melalui Bank
Anglo-Egypt yang didirikan pada tahun 1864.

Pada tahun 1856 Inggris telah mendirikan Bank Ottoman untuk memper-
lancar perdagangan bebas di Turki. Akan tetapi setelah Inggris kehilangan
kendali atas Turki Utsmani ketika Cyprus dan Mesir diduduki oleh Perancis,
maka manajemen Bank tersebut diambil alih oleh Perancis, walaupun kantor
pusatnya masih berkedudukan di Istanbul dengan cabang-cabangnya yang
tersebar di negara-negara Eropa (Mc Murray, 2001). Dokumen resmi Amerika
Serikat yang berasal dari Kementerian Perdagangan Amerika pada tahun 1926
mengatakan bahwa seluruh bank-bank asing yang tersebar di wilayah Turki
Utsmani telah mengeruk keuntungan yang sangat besar. Keberadaannya telah
mendukung neraca perdagangan asing di seluruh wilayah Utsmaniyah dan
telah membantu kaum Yahudi untuk mendirikan negaranya di Palestina di
bawah lindungan Inggris (Hakki, 1998).

Problematika perekonomian di Turki Utsmani sangat berbeda dengan


negara-negara lain. Penyelesaian krisis ekonomi tidak mampu diselesaikan
melalui investasi dan modal Asing. Kondisi ini berbeda dengan negara Jepang,
misalnya, yang jauh dari jangkauan Barat. Kehadiran modal asing di negara
tersebut sangat menguntungkan, karena kondisi geografis wilayah Jepang yang
sulit bagi negara-negara investor untuk melakukan konspirasi seperti yang
mereka lakukan terhadap Turki Utsmani.

5
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Bank-bank asing yang beroperasi di wilayah Turki Utsmani ternyata


tidak bekerja untuk kemaslahatan Turki Utsmani, melainkan bertujuan untuk
mendukung gerakan separatisme yang dicanangkan oleh negara-negara Barat.
Hal ini bisa dilihat dengan adanya pembagian wilayah operasional dari bank-
bank tersebut. Gerakan seperatisme di Turki awalnya melakukan penjajahan
ekonomi dan kemudian berlanjut dengan penjajahan fisik. Dan analisis para
pakar ekonomi menyebutkan bahwa investasi langsunglah yang menyebabkan
kehancuran bagi Turki Utsmani (Tarihi, 1998).

Analisis lain dari para pakar mengatakan bahwa Westernisasi bukan


satu-satunya penyebab dari kemunduran dan kehancuran perekonomian Turki
Utsmani yang berbasiskan pada Syari'at Islam itu. Namun yang menjadi
penyebab utama adalah inlfasi dan pengaruh politik luar negeri yang memiliki
andil besar dalam kehancuran ekonomi Turki Utsmani. Faktor inflasi yang
sangat berpengaruh adalah krisis tahun 1600-an. Pada 1500-1600- an, ketika
negara-negara Eropa seperti Spanyol, Inggris dan Perancis melakukan eksplo-
rasi dan penaklukan atas dunia baru di seberang Atlantik. Penaklukan mereka
menghasilkan banyak emas dan perak, khususnya yang dibawa oleh Spanyol
dari Meksiko ke Turki. Dan ekonomi Utsmani yang berbasiskan pada perak
sangat terpukul oleh situasi ini dan otomatis mendevaluasi nilai mata uang
mereka (Quataert, 1983). Statistik menunjukkan betapa buruknya inflasi yang
terjadi pada 1500-an dan 1600-an. Fakta konkret pada tahun 1580, satu koin
emas berharga 60 koin perak, dan 10 tahun kemudian satu koin emas baru
dapat dibeli dengan harga 120 koin perak, kemudian pada tahun 1640, harga
satu koin emas menjadi 250 koin perak. Inflasi ini telah menyebabkan harga-
harga barang melambung tinggi dan menyengsarakan rakyat.

Proses stagnasi ekonomi terus berlanjut antara tahun 1600 hingga 1700-
an, pemerintah pusat terus berusaha mencari sumber pendapatan ekonomi

6
BAB I ⇛ Pendahuluan

negara dari sumber-sumber lain. Namun negara-negara Eropa mulai unggul


secara politik, ekonomi dan militer. Akibatnya konsesi dan kapitulasi ekonomi
Turki Utsmani mulai dilakukan oleh Eropa. Perjanjian Kapitulasi dengan
negara-negara Eropa (Perancis) harus ditandatangani. Eropa memberikan
kontrol dan melakukan penguasaan terhadap seluruh industri-industri Utsma-
niyah, hal itu dilakukan sebagai dukungan diplomatik kepada Turki Utsmani.
Ketidakberdayaan dan kelemahan pemerintah dalam sektor ekonomi memaksa
imperium Utsmani menyetujui isi perjanjian tersebut (Quataert, 2002). Dalam
perjanjian ini disebutkan bahwa Turki Utsmani memberikan hak penuh kepada
Perancis untuk mengontrol warga negaranya dan semua pemeluk Katolik
Roma di wilayah Utsmaniyah. Pemerintah Utsmani tidak mempunyai wewe-
nang untuk menegakkan hukum terhadap warga negara Perancis dan pemeluk
Katolik, terlebih lagi di wilayah yang jauh di perbatasan (Beik, 1998). Dampak
lain terhadap politik Turki Utsmani pada tahun 1740 dimana pemerintah
Utsmani terpaksa menandatangani perjanjian untuk memberikan warga negara
Perancis hak penuh untuk bepergian dan berdagang di seluruh wilayah
Utsmaniyah. Aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh warga negara
Perancis ini telah merongrong perekonomian rakyat, mereka menjual barang-
barang dagangannya dengan harga yang jauh lebih murah, akibatnya para
pedagang lokal tersingkir dengan sendirinya.

B. Permasalahan

 Identifikasi masalah terletak pada perubahan sistim perekonomian


Turki Utsmani yang telah mempunyai dasar perekonomian yang
mapan selama berabad-abad, yaitu: sistim perekonomian yang
dikendalikan oleh Syari'ah Islam. Walaupun pencetakan mata uang
besar-besaran pernah dilakukan oleh Spanyol yang mengarah
kepada inflasi global akan tetapi hal tersebut pada awalnya tetap

7
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

tidak banyak mempengaruhi perekonomian Turki Utsmani. Perta-


nyaan yang muncul adalah apa pemicu Westernisasi ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintahan Turki Utsmani? Apakah karena
hutang yang berlipat ganda, inflasi, ekspansi fiskal, atau memang
karena membanjirnya mata uang perak akibat produksi perak yang
dibawa oleh Spanyol dari tambang mereka di Meksiko ?
 Pembahasan ini dibatasi dan diarahkan kepada penyebab pencetus
terjadinya Westernisasi dan kapitulasi perekonomian pada masa
Turki Utsmani. Kapan dimulai dan bagaimana prosesnya dan apa
saja penyebab dominan dari kehancuran perekonomian Turki
Utsmani. Pembahasan proses politik Kapitulasi dibatasi mulai
tahun 1838 ketika perjanjian pasar bebas mulai dilakukan sampai
tahun 1923. Pemilihan periode tersebut dilakukan karena efektivi-
tas kekhalifahan yang berdasarkan hukum Islam sudah berakhir
dan ditukar menjadi negara republik.
 Rumusan Masalah

 Apakah benyebab terjadinya Westernisasi sehingga sistim


perekonomian Islam berubah menjadi sistim Kapitalisme
Barat?
 Apakah faktor-faktor dominan yang menjadi penyebab
kemunduran perekonomian Turki Utsmani?
 Bagaimana reaksi masyarakat dan resistensinya menghadapi
Westerniasasi dan investasi langsung yang dilakukan oleh
bangsa Barat di seluruh wilayah Turki Utsmani?
 Bagaimana relevansi kondisi perekonomian pada masa Turki
Utsmani Abad 19-20 M dengan kondisi perekonomian
Indonesia sekarang?

8
BAB I ⇛ Pendahuluan

C. Literatur Review

Jonathan S. Mc Murray, Distant Ties: Germany, The Ottoman Empire,


and the Construction of Baghdad Railway, menceritakan tentang investasi
langsung yang dilakukan oleh Barat yang tidak begitu banyak memberikan
keuntungan dan kontribusi untuk pemasokan bahan mentah terhadap pemerin-
tahan Turki Utsmani. Namun keberadaan Railway tersebut lebih menguntung-
kan masyarakat dalam transportasi lokal, Adapun penyebaran kekuatan militer
untuk membasmi gerakan separatis Arab yang dipimpin oleh Syarif Husein bin
Ali yang akhirnya ditipu oleh Inggris dan dibuang ke Cyprus.

Sedangkan dalam buku Donald Quataert, Ottoman Manufacturing in the


Age of The Industrial Revolution, menceritakan tentang keberadaan industri
Turki Utsmani yang terus bertahan pada masa krisis bahkan sanggup bersaing
dengan industri Barat. Pada saat itu German sedang mengadakan percobaan
pembuatan kapal selam, hal ini terjadi sebelum perang dunia I.

Penulis juga menela'ah buku yang disusun oleh Stanfor J. Shaw & Ezel
Kural Shaw, History of The Ottoman Empire and Modern Turkey, yang
menceritakan toleransi kekaisaran Ottoman terhadap kelompok minoritas,
dalam buku ini juga diceritakan tetang sistim pemerintahan yang padamulanya
mereguk keberhasilan dan kestabilan diberbagai bidang, namun mengalami
masa krisis terutama di bidang birokrasi serta sistim pemilihan pemimpin.

Buku yang tak kalah pentingnya adalah buku yang disusun oleh Sevket
Pamuk; The Ottoman Empire and European Capitalism 1820-1913, yang
membahas tentang proses Westernisasi terjadi pada kerajaan Turki Utsmani
yang dimulai dengan berdirinya bank-bank menggunkan sistim Barat bebas
bergerak menguasai usaha-usaha dalam negeri akibat dari perjanjian kapitulasi

9
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

yang terus berkembang dari masa kemasa dan merugikan pemerintahan Turki
Utsmani.

Penulis juga menela'ah buku yang ditulis oleh Resat Kasaba; The
Ottoman Empire and the World Economy: The Nineteenth Century, yang mem-
bahas tentang dampak ekonomi global dan pasar bebas terhadap Turki Utsmani
pada abad ke 19 ketika kekaisaran ini mengalami krisis berkepanjangan dan
menjadi pasar yang luas bagi Eropa Barat pada waktu itu. Buku yang disusun
oleh Charles Issawi juga cukup menarik ketika membahas tentang perekono-
mian propinsi Turki Utsmani di wilayah Afrika seperti Mesir. Pada waktu itu
Mesir telah bergerak dengan bebas dalam melakukan pembangunan, sedang-
kan pembayaran pajak kepusat diambil alih oleh Inggris yang bertindak seba-
gai walinya dan Suriah.

D. Tujuan dan Signifikasi

Penulisan ini dilakukan untuk memberikan gambaran tentang aplikasi


sistim ekonomi Islam yang pernah berhasil pada masa lalu tanpa mengadopsi
sistim ekonomi kapitalis Barat yang muncul belakangan. Sebuah sistim yang
dapat mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat. Adapun signifikansi
penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana proses pembentukan sistim
kapitalis Barat bekerja pasca revolusi industri bersama sistim perbankan yang
sebelumnya tidak dikenal dalam skala yang luas. Selain itu dari pembahasan
ini dapat diketahui bagaimana karakteristik politik ekonomi kapitalis Barat
dalam melakukan kerja sama dengan negara-negara lain. Politik yang selalu
mempunyai standar ganda salah satunya untuk mengetahui titik lemah
pelaksanaan sistim ekonomi Islam khususnya pada masa Turki Utsmani. Ini
dapat dijadikan sebagai masukan dalam pelaksanaan sistim ekonomi Islam di
tanah air masa yang akan datang.

10
BAB I ⇛ Pendahuluan

E. Metodologi Penelitian

a. Landasan Teori dan Kerangka Konseptual

 Reaksi Kognitif terjadi apabila ada perubahan pada apa yang


diketahui, dipahami, dipersepsi oleh masyarakat secara luas.
Reaksi ini berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan,
kepercayaan atau informasi.
 Reaksi Afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang
dirasakan, disenangi atau dibenci oleh masyarakat. Reaksi ini
berkaitan dan berhubungan dengan emosi sikap atau nilai-nilai
yang bersifat normatif.
 Reaksi Behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat
diamati dari pola-pola tindakan kegiatan atau kebiasaan
berperilaku (Rakhmat, 2004).

b. Faktor Terbentuknya Reaksi

Reaksi atau tanggapan yang dipengaruhi rangsangan (stimulus) dapat


membentuk faktor-faktor internal ataupun faktor-faktor eksternal:

a. Faktor Internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu manusia
itu, terdiri dari dua unsur yaitu rohani dan jasmani. Sehingga
seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap suatu objek tetap
dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah
satu unsur saja, maka akan melahirkan hasil tanggapan yang
berbeda intensitasnya pada diri individu atau masyarakat.
b. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan
sekitarnya. Faktor ini berhubungan langsung dengan objek dan
selanjutnya akan menimbulkan rangsangan serta berakhir di alat

11
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

indera seseorang (Waltigo, 1996). Reaksi seseorang dapat


terbentuk dari adanya proses rangsangan (stimulus) atau sebab
yang berujung pada hasil reaksi dan akibat dari proses tersebut.
Jika rangsangan tersebut positif maka aktivitas akan diulang.
Namun jika negatif maka aktivitas akan dihindari. Kemudian
Reaksi dapat terlihat dan tercermin dari kognisi, sikap dan tindakan
seseorang yang muncul berdasarkan faktor internal atau dari dalam
diri individu tersebut maupun dari faktor eksternal atau lingkungan
sekitar.
c. Tinjauan tentang Implementasi Kebijakan Publik
d. Pengertian implementasi Kebijakan

 Makna implementasi adalah memahami apa yang terjadi


sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan
yang merupakan fokus perhatian implementasi yaitu kejadian
dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya peraturan yang
mencakup, baik usaha untuk mengadministrasikan maupun
untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyara-
kat (Awang, 2010).

Implementasi dimaknai dengan beberapa kata kunci sebagai berikut:


untuk menjalankan kebijakan, untuk memenuhi janji-janji sebagaimana
dinyatakan dalam dokumen kebijakan, untuk menghasilkan output sebagai-
mana dinyatakan dalam tujuan kebijakan, untuk menyelesaikan misi yang
harus diwujudkan dalam kebijakan. Implementasi juga merupakan kegiatan
untuk mendistribusikan keluaran kegiatan (to deliver policy output) yang
dilakukan oleh para implementaer kepada kelompok sasaran (Target group),
sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan

12
BAB I ⇛ Pendahuluan

diharapkan akan muncul sehingga policy output dapat diterima dan dimanfaat-
kan dengan baik oleh kelompok sasaran. Sehingga dalam jangka panjang hasil
kebijakan dapat diwujudkan (Awang, 2010).

13
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

14
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

BAB II

KEBIJAKAN EKONOMI, KAPITULASI

DAN WESTERNISASI

A. SISTIM PEREKONOMIAN ISLAM

1. Negara: Unsur Dasar dan Pembentukan

Negara merupakan bentuk nyata dalam kehidupan masyarakat modern.


Keberadaan dan terbentuknya negara adalah untuk menaungi masyarakat serta
mengurus berbagai macam aspek kehidupan, seperti hukum, peradilan dan
perekonomian. Dalam kerangka yang tidak jauh berbeda, negara dalam ajaran
Islam juga bertujuan untuk memelihara hak, menegakkan keadilan, amar
ma’ruf nahi mungkar, dan menumbuhkembangkan potensi negara baik dari sisi
sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Lebih jauh dari itu, negara
dalam syariat Islam adalah negara hukum yang berdiri atas dasar aqidah
Islamiyah berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah.

15
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada dasarnya, negara dengan syariat Islam terdiri dari beberapa unsur
yaitu; Umat, Hukum, dan Kedaulatan; firman Allah Swt:

‫ّي ُمبا ٖ ِّشيْ ان او ُمنْذِريْ ان ۖ اواان ْ از ال ام اع ُه ُم الْكِتٰ ا‬


‫ب‬ ُ‫ث ه‬
‫اّٰلل انلَّب ٖ ا‬ ‫ا ا َّ ُ ُ َّ ً َّ ا ً ا ا ا ا‬
‫َكن انلاس امة واحِدة ۗ فبع‬
ِ ِ ‫ِن‬
ُ ُ َّ َّ ‫ْ اا‬ ُ‫ْ ا‬ ُ ْ ‫ْا ٖ ا‬
‫ك ام با ْ ا‬
‫اس فِيْ اما اخ اتلف ْوا فِيْهِ ۗ او اما اخ اتلف ف ِْيهِ ا َِّل اَّل ِْي ان ا ْوت ْوهُ م ِْن‬ ِ َّ‫ّي انل‬ ‫بِاْل ِق ِِلح‬
ُ‫ْ ا‬ ٰ َّ ُ ‫ه‬ ‫ا‬ ْ ُ ٰٖ‫ا ْ ا ا اُْ ُ ْا‬
‫اّٰلل اَّل ِْي ان ا ام ُن ْوا ل اِما اخ اتلف ْوا فِيْهِ م اِن‬ ‫ت ابغ ًيا بايْ ان ُه ْم ۚ ف اه ادى‬ ‫بع ِد ما جاۤءتهم اْليِن‬
‫اۤء ا ِٰٰل ِ ا‬ ُ ‫ِي ام ْن ي َّ اش‬ ْ
ُ ‫اْل ٖق با ِذْنِه ۗ او ه‬
‫اط ُّم ْس اتقِيْ ٍم‬
ٍ ‫ِص‬
ْ ‫اّٰلل اي ْهد‬
‫ا ِ ِ ن‬

Manusia itu (dahulunya) umat yang satu (dalam ketauhidan). (Setelah


timbul perselisihan,) lalu Allah mengutus para nabi (untuk) menyampai-
kan kabar gembira dan peringatan. Allah menurunkan bersama mereka
Kitab yang mengandung kebenaran untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak ada yang
berselisih tentangnya, kecuali orang-orang yang telah diberi (Kitab)
setelah bukti-bukti yang nyata sampai kepada mereka, karena kedeng-
kian di antara mereka sendiri. Maka, dengan kehendak-Nya, Allah
memberi petunjuk kepada mereka yang beriman tentang kebenaran yang
mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki ke jalan yang lurus (berdasarkan kesiapannya untuk
menerima petunjuk).(QS al-Baqarah [2] 213)

Dengan demikian, Islam tidak menganggap tanah atau teritorial sebagai


rukun dari sebuah negara, akan tetapi selama terdapat umat Islam di
wilayah/daerah tersebut, maka negara dapat didirikan. Sebagaimana yang
terjadi pada masa Rasul Saw di Madinah, Bani Umayah di Syam dan negara
para Fir’aun di Mesir.

Adapun dasar-dasar negara dalam Syariat Islam adalah:

 Kebebasan seorang penguasa dalam mengambil keputusan.


 Syura dalam membuat kesepakatan

16
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

‫ُ ا‬ ۡ
‫ى با ۡي ان ُه ۡم اوم َِّما ار ازق انٰ ُه ۡم يُنفِقون‬ ‫لصلا ٰو اة اوأا ۡم ُر ُه ۡم ُش ا‬
ٰ ‫ور‬ ُ ‫ِين ٱ ۡس ات اجابُوا ْ ل اِر ٖبه ۡم اوأا اق‬
َّ ‫اموا ْ ٱ‬ ‫اوٱ ََّّل ا‬
ِِ

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya


dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka”. (QS. As Syura [42] 38).

 Kekuasaan adalah amanah dan tanggung jawab; kekuasaan


bukanlah hak milik umat Islam, dan bukan pula pemberian:

ْ ُ ُ ۡ‫ا ا‬ ‫ك ۡم ُتم با ۡ ا‬‫ا ا ا‬ ۡ ‫ا ٰٓ ا‬ ‫ُ ا ُ ا ُّ ْ ۡ ا ا ا‬ ۡ ‫َّ َّ ا‬


ِ َّ‫ّي ٱنل‬
‫اس أن َتكموا‬ ‫ٰل أهل اِها ِإَوذا ح‬ ِ ٰ‫ّٰلل ياأ ُم ُرك ۡم أن تؤدوا ٱۡلمٰن‬
‫ت ِإ‬ ‫إِن ٱ‬
ٗ ‫ص‬ ‫ا ا‬ ‫َّ َّ ا ا ا‬ ُ ُ ‫بٱ ۡل اع ۡدل إ َّن ٱ َّ ا‬
‫ّٰلل نِعِ َّما ياعِظكم بِهِۗۦ إِن ٱ‬
‫ريا‬ ِ ‫ّٰلل َكن اس ِميعا ب‬ ِ ِ ِ

" Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada


yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha
melihat." (QS. An-Nisa [4] 58)

Negara dalam syariat Islam adalah negara hukum. Firman


Allah Swt:

‫ا ا‬ ‫ُ َّ ا ا ۡ ا ا ا ا ٰ ا ا ٖ ا ۡ ا ۡ ا َّ ۡ ا ا ا ا َّ ۡ ا ۡ ا ا َّ ا ا‬
‫ِين َّل اي ۡعل ُمون‬ ِ ‫ثم جعلنٰك لَع‬
‫َشيعةن مِن ٱۡلم ِر فٱتبِعها وَّل تتبِع أهواء ٱَّل‬

“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)


dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. (QS. Al-Jasiah
[45] 18).

 Supremasi hukum. Peradilan memiliki kehormatan dan martabat


yang amat tinggi, yang karena itu harus bebas dari pengaruh/inter-
vensi apa pun dan dari siapa pun dalam membuat putusan hukum.

17
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Karakteristik Negara dalam Syariat Islam

Negara dalam Syariat Islam terdiri dari beberapa karakter yang


mengandung beragam kebudayaan dan peradaban (Syanawi, 2015). Di antara
karakter tersebut adalah:

 Negara dalam Syariat Islam adalah negara kemasyarakatan.


Karena itu, Islam melarang dominasi politik dalam bentuk kedikta-
toran. Dengan karakter seperti itu, maka mayoritas masyarakat
dapat mewujudkan kehendak mereka dan memilih pemimpin dari
berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat juga dapat mengawasi
pemerintah dengan mudah. Sehingga, apabila muncul tuntutan
kemaslahatan maka pimpinan dapat diganti sesuai dengan aturan
yang berlaku. Minoritas terjamin haknya dan bebas melakukan
aktivitas selama tidak bertentangan dengan kemaslahatan yang ada
dalam Syariat Islam.
 Negara dalam Syariat Islam berdiri diatas nilai-nilai kemasyara-
katan. Ajaran Islam berdiri di atas fondasi kumpulan konsep dasar
seperti, syura (musyawarah), persamaan derajat, jaminan terhadap
kebebasan dan hak, serta menjunjung tinggi nilai akhlak dan moral
kemasyarakatan.
 Negara dalam Syariat Islam adalah negara yang mengutamakan
kecakapan dalam bertindak. Dengan menjadikan kemampuan dan
kecakapan sebagai tolok ukur dalam pemerintahan, maka perbua-
tan mubazir, KKN, serta gangguan perekonomian bisa ditekan
semaksimal mungkin. Dan sudah seharusnya kecakapan bertindak,
sikap amanah, keahlian serta ilmu pengetahuan menjadi indikator
bagi mereka yang diberi wewenang mengendalikan perputaran
pemerintahan dan perekonomian sebuah negara. Sebagaimana

18
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

firman Allah Swt:

‫ْ ا ْ ْ ُ َّ ا ْ ا ا ْ ا ْ ا ْ ا ْ ا ُّ ْ ا‬
ُ ْ ‫اَّلم‬ ‫ا ا ْ ْ ٰ ُ ا‬
‫ِّي‬ ‫جره ۖا ِن خري م ِن استأجرت القوِي‬ ِ ‫ىه اما يٰٓابا‬
ِ ‫ت استأ‬ ‫قالت ا ِحد‬

”Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai ayahku, ambillah
ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang
yang Kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashash [28] 26).

Permasalahan kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan budaya yang


muncul dalam menghadang umat Islam dimasa mendatang akan semakin
dinamis. Maka dari itu, kontinuitas negara yang sesuai dengan Syariat Islam
menjadi sebuah keharusan agar kemaslahatan umat dapat terwujud dan
terpelihara hingga akhir zaman (Zuhaili, 1992)

2. Campur Tangan Pemerintah di Bidang Ekonomi

Setiap negara mempunyai aturan main tersendiri dalam sistim perekono-


miannya. Sebab, setiap negara mempunyai rencana dan target yang harus
dicapai dalam tahapan-tahapan pembangunan, baik dari sisi struktur ataupun
infrastruktur. Dalam membangun sistim perekonomian, negara harus melaku-
kan pengawasan terhadap setiap aktivitas pasar dan pergerakan ekonomi yang
terjadi di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, jika aktivitas pasar dan
pergerakan ekonomi mempengaruhi stabilitas dan keamanan negara, maka
intervensi atau campur tangan negara menjadi sesuatu yang tidak terelakkan.
Berikut beberapa bentuk intervensi atau campur tangan pemerintah terhadap
aktivitas pasar:

a. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah

Intervensi negara terhadap pasar dan aktivitas ekonomi dibenarkan oleh

19
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

syariat Islam. Hal tersebut didasarkan kepada firman Allah yang memerintah-
kan ketaatan kepada pemerintah selama mematuhi perintah dan petunjuk
Allah, sebagaimana fiman Nya:

ۡ ‫ُ ا ا‬ ‫ۡا‬ ُ ‫ا‬ ْ ُ ‫آٰ ا ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ا ُ ْ َّ ا ا ا‬


‫ِيعوا ٱ َّلر ُسول اوأ ْو ِِل ٱۡل ۡم ِر مِنك ۡمۖ فإِن ت انٰ ازع ُت ۡم ِف‬ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا أطِيعوا ٱّٰلل وأط‬
‫ا‬ ‫ا ا ا‬ ۡ َّ ‫ا‬ ُۡ ُ ُ َّ ‫ا ۡ ا ُّ ا‬
‫ اوأ ۡح اس ُن‬ٞ‫نت ۡم تؤم ُِنون ب ِٱّٰللِ اوٱِلا ۡو ِم ٱٓأۡلخ ِِر ذٰل ِك خ ۡري‬ ‫َش نء ف ُردوهُ إِٰل ٱّٰللِ اوٱ َّلر ُسو ِل إِن ك‬
ً ۡ‫ا‬
‫تأوِيًل‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Nya), dan Ulil Amri di antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul, jika
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-
Nisa [4] 59)

b. Campur Tangan Tertentu dari Pemerintah

Tugas pemerintah adalah mengawasi dan mengatur aktivitas jual beli


sebagai bentuk pengendalian pasar. Hal ini dapat dilakukan apabila para pelaku
ekonomi sudah tidak dapat lagi mengemban tugas dan kewajibannya. Campur
tangan negara bersifat darurat dan merupakan sebuah pengecualian. Dalam
sejarah Islam, Umar bin Khatab pernah memaksa pedagang untuk menjual
barang-barang dagangannya yang ditumpuk untuk melakukan monopoli
penjualan. Umar memaksanya menjual dengan harga yang berlaku dipasar dan
terjangkau oleh masyarakat.

Tindakan tersebut dibenarkan oleh Syariat Islam, karena perilaku


monopoli dan menumpuk barang-barang kebutuhan akan menciptakan inflasi,
menurunkan produksi, dan menyebabkan kelesuan pasar dengan berkurangnya
aktivitas jual beli. Pembatasan dan penetapan harga harus dilakukan oleh
pemerintah untuk menghindari eksploitasi dan kemudharatan bagi masyarakat.

20
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Kebijakan melarang menumpuk daging segar oleh Rasulullah di saat


terjadinya kekurangan bahan makanan menunjukkan bahwa Rasul Saw pada
saat itu telah melakukan operasi pasar.

Kasus yang sama juga bisa terjadi terhadap kepemilikan khusus (pribadi)
yang diakui oleh Islam selain kepemilikan umum. Pada saat terjadi bentrokan
antara kepemilikan pribadi dengan kepentingan umum, maka kepemilikan
pribadi dapat dibatalkan oleh pemerintah, seperti pembuatan jalan umum atau
pelebaran masjid yang pernah terjadi pada masa Umar bin Khattab. Untuk
keperluan tersebut, Umar bin Khattab merelokasi rumah-rumah penduduk
yang ada disekitar masjid demi pelebaran Masjidil Haram (Ibrahim, 2005).

c. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Keadilan

Mewujudkan keadilan merupakan salah satu tujuan yang paling utama


dalam syariat Islam. Karena itu pula, segala bentuk penguasaan atau pengam-
bilalihan yang dilakukan secara paksa tidak dibenarkan. Fiman Allah Swt.

ۡ ‫اا ۡ اۡ ا ۡا ُ ُ اا ۡاٖ اٰ اا ا ۡا ا ا ُ ُ ۡ اٰ ا ا ۡ ا ا‬
‫ان ِِلا ُق ا‬
ُ َّ‫وم ٱنل‬
‫اس ب ِٱلقِ ۡس ِط‬ ‫ت وأنزنلا معهم ٱلكِتب وٱل ِمزي‬ ِ ‫لقد أرسلنا رسلنا ب ِٱْليِن‬
‫ا ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا ُ ُ ُ ا ُ ُ ُا‬ ٞ ‫ ا‬ٞ ۡ‫ا‬ ‫اوأا ا‬
‫نز ۡنلاا ٱ ۡ ا‬
‫اس و ِِلعلم ٱّٰلل من ينُصهۥ ورسلهۥ‬ ِ ‫ِيد او ام انٰفِ ُع ل َِّلن‬
‫ِيد فِيهِ بأس شد‬ ‫ْلد ا‬
‫بٱ ۡل اغ ۡيب إ َّن ٱ َّ ا‬
ٞ ‫ّٰلل قاو ٌّي اعز‬
‫يز‬ ِ ِ ِ ِ ِ

“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan mem-


bawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka
Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang
hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka memper-
gunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)Nya dan rasul-rasul- Nya padahal Allah tidak dilihatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (QS. Al-Hadid
[57] 25)

21
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pemerintah berhak mencampuri kepemilikan pribadi atau melakukan


monopoli aktivitas ekonomi dan pasar hanyalah dalam rangka menghapuskan
kezaliman, menegakkan keadilan, memberikan bantuan dan dukungan,
mendatangkan kemaslahatan umum, dan menghilangkan kemudharatan dalam
segala bentuk.

d. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Syari’at Islam

Keterikatan pemerintah terhadap syariat Islam berarti pemerintah tidak


boleh menghalalkan yang diharamkan serta meninggalkan apa yang
diwajibkan oleh Allah Swt. Atas dasar tersebut, maka pemerintah tidak bisa
menghalalkan riba atau membatalkan hak waris yang sudah jelas diatur dalam
Al-Qur’an dan Sunnah. Dalam kondisi ini, tindakan pemerintah hanya patuh
dan ikut pada aturan syariat yang ada.

Adapun kegiatan-kegiatan produktif lainnya yang berkaitan dengan


sesuatu yang bersifat mubah dan tidak diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah
secara sharih (jelas), maka pemerintah berhak untuk membuat aturan sesuai
dengan tuntutan kemaslahatan masyarakat, baik membolehkannya atau
melarangnya, tergantung dengan kemaslahatan temporer. Dalam kegiatan
ekonomi umpamanya, pemerintah boleh mengeluarkan aturan dan kebijakan
terkait siapa yang berhak mengelola dan menambang hasil bumi seperti emas,
minyak bumi, gas alam atau barang tambang lainnya dalam skala besar.
Termasuk di dalamnya mengatur pembagian keuntungan atau royalti untuk
negara dari keuntungan yang didapat dari pemberian izin tersebut. Semua itu
harus diputuskan dengan pertimbangan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi
negara dan masyarakat.

22
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

e. Campur Tangan Pemerintah Berdasarkan Kebutuhan

Pemerintahan yang berdasarkan Syariat Islam bertujuan untuk menjaga


kemaslahatan individu, masyarakat umum, dan negara secara bersamaan.
Maka, campur tangan pemerintah tergantung kepada situasi dan kondisi serta
perilaku masyarakat. Tentu saja semua itu harus disesuaikan dengan ruang dan
waktu serta tujuan kemaslahatan yang tertuang dalam maqashid syari’ah.
Dengan kata lain, campur tangan pemerintah, khususnya dalam aktivitas
ekonomi, bukanlah hal yang diwajibkan; apalagi jika masyarakat sudah
mematuhi ajaran Islam dalam melaksanakan aktivitas ekonomi mereka.

Hal ini berbeda dengan sistim kapitalis yang mengutamakan kemasla-


hatan individu diatas kepentingan negara. Juga berbeda dengan sistim sosialis
yang menerapkan sebaliknya, yaitu mengutamakan kemaslahatan negara
diatas kepentingan inidvidu (Ibrahim, 2005). Negara yang berdasarkan syariat
Islam mengambil tempat di tengah-tengah kedua sistim tersebut dengan tidak
memaksakan kehendak atau berlepas tangan sepenuhnya terhadap aktivitas
ekonomi.

3. Peran Pemerintah dalam Ekonomi

Peran negara adalah mewujudkan kesejahteraan yang seimbang bagi


kehidupan masyarakat. Ruang lingkup kesejahteraan dalam pandangan Islam
mencakup seluruh unsur kehidupan serta elemen-eleman yang terkandung di
dalamnya tanpa melebihkan dan mengurangi salah satu di antara yang lain.
Pertemuan antara kemaslahatan individu dan hak umum masyarakat, inilah
bentuk intervensi pemerintah dari sisi ekonomi:

a. Peran Negara dalam Mengatur Kehidupan Ekonomi

Negara harus mengarahkan dan mengambil langkah-langkah perbaikan

23
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

dalam mengatur kehidupan ekonomi masyarakat. Dalam perjalanan sejarah


negara-negara Islam, pemerintah sangat mempunyai peranan untuk melakukan
langkah-langkah positif terhadap kehidupan ekonomi masyarakat agar tidak
terlibat pada sistim ribawi; langkah yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada
dalam syari’at Islam. Negara yang berdasarkan syariat Islamlah yang pertama
kali membatalkan eksploitasi manusia dengan memanfaatkan sistim ribawi.
Transaksi perdagangan yang bebas riba, broker, dan calo-calo akan membuat
mata rantai perdagangan bisa dipersingkat menjadi lebih sederhana. Dengan
sendirinya, para pelaku monopoli perdagangan bisa dikurangi. Hal ini bisa
dilihat pada saat Rasulullah Saw, melarang para calo melakukan transaksi
dengan menemui pemilik barang dagangan yang sedang dalam perjalanan
menuju pasar.

ْ ‫ا ْ ا ْ َّ ا ِ ا َّ ُ ا‬ ‫ُ ا ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫اح َّد اث انا ُم ا‬


‫اّٰلل عن ُه‬ ‫وَس بْ ُن إ ِ ْس اماعِيل اح َّدث انا ُج اويْ ِرياة ع ْن ناف ٍِع عن عب ِد اّٰللِ رِض‬
ْ ‫َّ ا‬ ‫ْ ُ ْ َّ ا ا ا ا ا ا َّ ُّ ا َّ َّ ُ ا‬ ‫ا ا ُ َّ ا ا ا َّ ُّ ْ ا ا ا ا ْ ا‬
‫اّٰلل اعليْهِ او اسل ام أن‬ ‫َتي مِنهم الطعام فنهانا انل ِِب صَّل‬ ِ ‫قال كنا نتلَّق الركبان فنش‬
ُّ ‫ْ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ُ ُ َّ ا ا ا ُ ا ْ َّ ا ا‬ ‫ا‬
ُ
‫وق يُبا ٖي ِ ُن ُه احدِيث‬
ِ ‫ام قال أبو عبد اّٰللِ هذا ِف ألَع الس‬ ِ ‫يع ُه اح ََّّت ُيبْل اغ بِهِ سوق الطع‬ ‫ناب ا‬
ِ
َّ ُ
ِ‫ع ابيْ ِد اّٰلل‬

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il dari Juwairiyah dari
Nafi’ bahwa ‘Abdullah ra. berkata: “Kami dahulu biasa menyongsong
kafilah dagang untuk membeli makanan dari mereka. Maka kemudian
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam melarang kami membelinya sebelum
makanan tersebut sampai di pasar.” Abu ‘Abdullah berkata: “Ini
larangan untuk transaksi di luar pasar sebagaimana dijelaskan oleh
hadits ‘Ubaidulloh”. (HR. Bukhary, 1999)

ُ َّ ‫ِض‬ َّ ْ ‫ا َّ ا ا ُ ا َّ ٌ ا َّ ا ا ا ْ ا ا ْ ُ ا ْ َّ ا ا ا َّ ا ا ٌ ا ْ ا‬
‫اّٰللِ ار ِ ا‬
‫اّٰلل‬ ‫حدثنا مسدد حدثنا َيَي عن عبي ِد اّٰللِ قال حدث ِِن ناف ِع عن عب ِد‬
َّ ُ ُ ‫ا ا‬ ‫اا ُ ا‬ ‫ا ْ ُ ا ا ا ُ ا ْ ا ُ ا َّ ا ا ا ْ ا‬
ِ‫يعون ُه ِف امَكنِهِ ف ان اهاه ْم ار ُسول اّٰلل‬ ‫وق في ِب‬ِ
ُّ ‫لَع‬
‫الس‬ ‫عنه قال َكنوا يبتاعون الطعام ِف أ‬
ُ ‫اّٰلل اعلايْهِ او اس َّل ام أا ْن ياب‬
ُ‫يعوهُ ف ام اَكنِهِ اح ََّّت اينْ ُقلُوه‬ ُ َّ ‫اص ََّّل‬
ِ ِ

24
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Telah menceritakan kepada kami Musaddad dari Yahya dari ‘Ubai-


dulloh dari Nafi’ bahwa ‘Abdullah ra. berkata: “Dahulu mereka berjual
beli makanan jauh di luar pasar lalu menjualnya di tempat itu pula,
maka Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam melarang menjual
makanan di tempat (pembeliannya) hingga makanan itu dibawa terlebih
dahulu ke pasar.” (HR. Bukhary, 1999)

َّ ‫ا ْ ا ْ َّ ْ ُ ا ا ا ِ ا‬
ُ‫اّٰلل‬ ‫ا َّ ا ا ا ْ ُ َّ ْ ُ ُ ُ ا ا ْ ا ا ا ا ٌ ا ْ ا‬
‫حدثنا عبد اّٰللِ بن يوسف أخَبنا مال ِك عن ناف ٍِع عن عب ِد اّٰللِ ب ِن عمر رِض‬
‫اا‬ ‫ُ ُ اا‬ ُ ‫اّٰلل اعلايْهِ او اس َّل ام قا اال اَّل ياب‬ َّ ‫ا ْ ُ ا ا َّ ا ُ ا‬
ُ َّ ‫اّٰللِ اص ََّّل‬
‫يع اب ْعضك ْم لَع ابيْعِ اب ْع ٍض وَّل‬ِ ‫عنهما أن رسول‬
ُّ ‫ا‬ ‫ا ا َّ ْ ٖ ا ا ا َّ ُ ْ ا ا ا‬
‫وق‬ِ ‫تلقوا السِلع حَّت يهبط بِها إِٰل الس‬

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf dari Malik dari
Nafi’ dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra. bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Janganlah sebagian kalian menjual di atas
penjualan sebagian yang lain dan janganlah pula kalian menyongsong
dagangan hingga dagangan itu sampai di pasar-pasar”. (Sahih al-
Bukhari, 1999)

‫ا‬ ‫َبِن ابْ ُن ُج اريْج اع ْن ابْن ش ا‬ ْ ‫ا ٖا ا ا ْ ا ٖ ُٖ ْ ُ ْ ا ا ا ا ا‬


‫اب ع ْن اسعِي ِد ب ْ ِن‬ ٍ ‫ِه‬ ِ ٍ ِ
‫خاا‬ ‫حدثنا الم ِك بن إِبراهِيم قال أ‬
‫ٖا‬ ‫ْ ُ ا ٖا ا ٖا ُ ا ا ا ا ُ ا ْ ا ا ا ا ٖا ُ ا ْ ُ ا ُ ُ ا ا ا ُ ُ ٖا ا ٖا ٖا ُ ا‬
‫اّٰلل اعليْهِ او اسل ام‬ ‫ب أنه س ِمع أبا هريرة ر ِِض اّٰلل عنه يقول قال رسول اّٰللِ صَّل‬ ِ ‫المسي‬
‫ا‬ ‫ا اْا ُ ْا ْ ُ اا‬
ٌ ِ ‫اج ُشوا او اَّل ياب ْع اح‬
‫اِض ِ اْلا ٍد‬ ‫لَع ابيْعِ أخِيهِ او اَّل ات ان ا‬ ‫َّل يبتاع المرء‬
ِ

Telah menceritakan kepada kami Al-Makkiy bin Ibrahim dari Ibnu Juraij
dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah
radhiyallahu‘anhum bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Janganlah seseorang membeli apa yang sedang dibeli
saudaranya, jangan pula kalian melebihkan harga tawaran barang
(yang sedang ditawar orang lain) dan jangan pula orang kota menjual
buat orang desa”. (HR. Bukhary,1999)

25
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

‫ا ُا ا ا اا‬ ‫ا‬ ٌ ‫ا‬ ‫ْ ا‬ ‫ا ُا‬


‫اح َّدث انا ُم َّم ُد بْ ُن ال ُمث َِّن اح َّدث انا ُم اعاذ اح َّدث انا ابْ ُن اع ْو ٍن ع ْن ُم َّم ٍد قال أن ُس بْ ُن امال ٍِك‬
ٌ ِ ‫يع اح‬
‫اِض ْلِ اا ٍد‬ ‫ينا أا ْن ياب ا‬
‫اّٰلل اعنْ ُه نُه ا‬
ُ َّ ‫ِض‬‫ار ِ ا‬
ِ ِ

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dari


Mu’adz dari Ibnu ‘Aun dari Muhammad bahwa Anas bin Malik radli-
allohu ‘anhu berkata; “Kami dilarang bila orang orang kota menjual
kepada orang desa.” (HR. Bukhary, 1327)

b. Peran Negara dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Devisa


Negara

Pemanfaatan sumber daya alam telah dilakukan sepanjang hidup


manusia, tak terkecuali di negara-negara yang berdasarkan pada syariat Islam.
Sumber daya alam dipergunakan seoptimal mungkin sebagai upaya untuk
memperbaiki keadaan ekonomi rakyat. Dalam menciptakan suasana pasar
yang nyaman dan menggairahkan, negara harus memberikan kebebasan dalam
kepemilikan terhadap sumber daya alam dengan batas-batas yang ditentukan.
Investasi lokal juga harus diutamakan oleh negara demi pemeliharaan keka-
yaan pribadi dan fasilitas negara serta peningkatan produksi. Sebagai media
penyebaran kekayaan dan perputaran modal serta dukungan terhadap faktor
produksi di seluruh wilayah negara, pemerintah dapat menggunakan zakat.
Pemerataan pembangunan dan penyebaran kekayaan negara sangatlah penting
agar peredaran modal tidak terpusat kepada satu wilayah saja (Ibrahim, 2005).

c. Peran Negara dalam Menumbuh Kembangkan Perekonomian

Dalam syariat Islam, negara tidak hanya berfungsi sebagai penjaga dan
pemelihara investasi saja, melainkan juga sebagai pendukung dan pembinanya.
Tujuannya agar modal dan kekayaan negara diarahkan menuju perkembangan
ekonomi demi kemaslahatan masyarakat dan negara secara simultan.

26
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Sehingga, pada saat ekonomi mengalami stagnasi, perekonomian masyarakat


tetap dapat menggeliat dengan baik. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut
negara harus memperhatikan hal-hal berikut:

 Melakukan pembangunan struktur ekonomi, kebudayaan dan


kemasyarakatan.
 Meningkatkan keragaman pemasukan untuk pengeluaran umum.
 Mewujudkan ketahanan pangan, dengan membangun pengairan,
bendungan, fasilitas transportasi, dan perhubungan.

Di masa sahabat, ketiga hal tersebut dilakukan oleh Umar bin Khatab
dengan memanfaatkan dana yang berasal dari Mesir. Umar melakukan pemba-
ngunan jalan, jembatan, pengairan serta mengembangkan industri dasar yang
konsumsinya adalah pemerintah sendiri. Kebijakan Umar membangun dan
membenahi fasilitas negara terbukti mampu membuat industri tetap bertahan
dan masyarakat menjadi produktif.

d. Peran Negara dalam Memelihara Pasar

Setelah meluasnya negara-negara Islam pada masa sahabat, perdagangan


dalam negeri dan luar negeri menjadi semakin meningkat. Untuk menjaga
kestabilan pasar dan persaingan harga, Umar bin Khatab menerapkan bea cukai
dan usyur terhadap barang-barang impor, juga melakukan pemungutan pajak
kepada para pedagang asing yang melewati wilayah negara-negara Islam.1 Hal

1
Usyur yaitu bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang, dibayar hanya
sekali dalam setahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham.
Tingkat bea orang-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini juga
terjadi di Jazirah Arab sebelum masa Islam, terutama di Makkah sebagai pusat perdagangan
regional terbesar. Karenanya, Umar memerintahkan kaum muslimin mengambil pajak 1/10
kepada pedagang non muslim ketika mereka masuk ke negeri Islam. Dan memerintahkan
mengambil setengah dari sepersepuluh kepada ahli dzimmah dan kepada kaum muslimin
hanya seperempat dari usyur jika barang dagangan mereka hanya 200 Dirham saja

27
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

ini adalah perwujudan dari asas persamaan, di samping negara juga berkewa-
jiban menjamin keadilan antara penjual dan pembeli dengan mengambil peran
sama-sama menjaga stabilitas harga, berdasarkan prinsip harga pasar atau
harga rata-rata. Dengan demikian, pembeli dan penjual sama-sama mendapat-
kan keuntungan dan terhindar dari kerugian. Demi kelancaran aktivitas pasar,
kekhalifahan Islam pernah membentuk badan Hisbah yang bertugas untuk
melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar, mencegah segala bentuk penipuan,
monopoli, dan penyeludupan. Badan ini berada di bawah badan peradilan
negara, hal yang sejalan dengan sabda Rasulullah Saw.

‫ا‬
ُ ‫ا ا اُا‬
‫اْل اس ِن قال ثقل ام ْع ِقل‬ ‫يد اي ْعِن ابْ ان ُم َّرةا أبُو ال ْ ُم اع ََّّل اعن ْ ا‬ ُ ‫الص ام ِد اح َّد اث انا ياز‬ َّ ‫اح َّد اث انا اعبْ ُد‬
ِ ِ ِ
ُ‫كت‬ ْ ‫ْ ُ ا ا ا ا ا ا ا ْ ُ ا ْ ُ َّ ْ ُ ا ا ُ ُ ُ ا ا ا ا ْ ا ْ ا ُ ا ا ْ ُ ا ٖ ا ا‬
‫ار فدخل إِِلهِ عبيد اّٰللِ بن زِيا ٍد يعوده فقال هل تعلم يا معقِل أ ِّن سف‬ ٍ ‫بن يس‬
‫ا‬ ‫ا ا‬ ْ ‫ا‬ ‫ا‬ ْ ٖ ‫ا‬ ‫ا‬ ْ
ُ ‫ت قاال اهل ات ْعل ُم أّن اد اخل‬ ‫ا‬ ُ ‫اد ًما قا اال اما اعل ِْم‬
‫ّي قال اما‬ ‫َش ٍء م ِْن أ ْس اعارِ ال ُم ْسل ِ ِم‬ ْ ‫ت ِف‬ ِ
‫ا ا‬ ‫ُ ا ا ا‬ َّ ُ ْ ‫جل ُِسوِن ُث َّم قا اال‬ ْ ‫ت قا اال أا‬
‫اس ام ْع ياا ع ابيْ اد اّٰللِ اح ََّّت أ اح ٖدِثك شيْئًا ل ْم أ ْس ام ْع ُه م ِْن‬ ِ
ُ ‫اعل ِْم‬
‫َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا َّ ً ا ا ا َّ ا ْ ا ْ ُ ا ُ ا َّ ا َّ َّ ُ ا‬
‫اّٰلل اعليْ ِه‬ ‫ّي س ِمعت رسول اّٰللِ صَّل‬ ِ ‫رسو ِل اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم مرة وَّل مرت‬
ُ‫ا‬
َّ ‫ا َّ ًّ ا ا‬ ‫اا‬ ْ ‫ا‬ ْ ‫ْ اْ ا‬ ْ ‫ا‬ ‫ا ا َّ ا ا ُ ُ ا ْ ا ا ا‬
ِ‫ّي ِِلُغل اِي ُه عليْ ِه ْم فإِن احقا لَع اّٰلل‬ ‫ار ال ُم ْسل ِ ِم‬ ِ ‫وسلم يقول من دخل ِف َش ٍء مِن أسع‬
َّ
ِ‫ول اّٰلل‬ ُ ‫ت اس ِم ْع ات ُه م ِْن ار‬
‫س‬ ‫امةِ قا اال أا اأن ْ ا‬‫اٰل أا ْن ُي ْقعِ اد ُه ب ُع ْظم م ِْن انلَّار يا ْو ام الْقِ اي ا‬ ‫اا ا ا ااا ا‬
‫تبارك وتع‬
ِ ِ ٍ ِ
ْ ‫ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا ا ا ا ْ ا ْ ا ا َّ ا ا ا َّ ا‬
‫ّي‬
ِ ‫صَّل اّٰلل عليهِ وسلم قال نعم غري مر ٍة وَّل مرت‬

Telah menceritakan kepada kami [Abdushamad], telah menceritakan


kepada kami [Yazid yaitu Ibnu Murrah Abu Al Mu'alla] dari [Al Hasan],
dia menuturkan bahwa [Ma'qil bin Yasar] sedang menderita sakit yang
cukup serius. Kemudian 'Ubaidullah bin Ziyad datang menjenguknya.
Katanya, "Wahai Ma'qil, tahukah engkau bahwa aku telah menumpah-
kan darah?" Dia berkata; "Aku tidak tahu." Katanya lagi, "Apakah kau
tahu bahwa aku turut campur dalam (penentuan) harga barang kaum
muslimin?" Dia berkata; "Aku tidak tahu." Lalu Ma'qil berkata;
"Dudukkanlah aku!." Lalu dia melanjutkan; "Dengarlahlah wahai

28
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

'Ubaidullah, kuberitahu kau sesuatu yang tidak hanya sekali dua kali
aku mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barang-
siapa sedikit saja mencampuri harga kaum muslimin untuk menjadikan-
nya mahal untuk mereka, maka sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala
akan benar-benar mendudukkannya di atas tulang dari api pada hari
Kiamat kelak." Dia berkata; "Apakah kau mendengarnya dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?" Dia menjawab, "Benar,
bukan hanya sekali atau dua kali." (H.R. Ahmad).

Negara yang berlandaskan syariat Islam harus berusaha keras agar setiap
pasar yang ada di segenap wilayahnya tidak lari dari tujuan pokok, yaitu
memberikan manfaat dan memenuhi kebutuhan orang banyak. Dalam Syariat
Islam disebutkan bahwa setiap pedagang yang mampu memberikan produk
yang baik dan melakukan perlindungan terhadap konsumen akan mendapatkan
pahala jihad di jalan Allah (Ibrahim, 2005).

e. Peran Negara Terhadap Sektor Khusus (Swasta)

Salah satu bentuk peran negara dalam sektor khusus adalah mengambil
alih penanganan perusahaan-perusahaan strategis yang tidak maksimal dalam
produksi. Kemudian, melakukan pembenahan dengan menunjuk ahli-ahli yang
berkompeten agar perusahaan tersebut kembali sehat. Kebijakan ini sejalan
dengan Firman Allah Swt.

ُ ۡ ُ ُ ُ ۡ ‫ا ا ُ ۡ ُ ْ ُّ ا ا ا ا ۡ ا ٰ ا ُ ُ َّ ا ا ا َّ ُ ا ُ ۡ ا ٰ ٗ ا‬
‫ِيها اوٱك ُسوه ۡم‬
‫وه ۡم ف ا‬ ‫وَّل تؤتوا ٱلسفهاء أمولكم ٱل َِّت جعل ٱّٰلل لكم ق ِيما وٱرزق‬
ٗ ٗ ‫ُ ُ ْ ا ا‬
‫اوقولوا ل ُه ۡم ق ۡوَّل َّم ۡع ُروفا‬

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum


sempurna akalnya (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) harta yang
dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan

29
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik.” (QS An Nisa: 5)

Berkaitan dengan sektor swasta, pemerintah harus mengarahkannya


untuk dapat berkontribusi lebih besar kepada masyarakat, baik disektor primer,
sekunder, dan tersier. Pemerintah harus berperan mengarahkan sektor swasta
untuk melakukan proses produksi sesuai dengan syariat Islam. Selanjutnya,
pemerintah dapat menekan pihak swasta apabila terjadi penyimpangan seperti
menahan bantuan dan kucuran dana, atau menggabungkannya untuk mendu-
kung proyek-proyek pemerintah yang bisa membangkitkan perekonomian
masyarakat. Pemerintah punya otoritas untuk mendorong sektor-sektor swasta
melakukan perencanaan pembangunan ekonomi secara menyeluruh.

4. Karakteristik Keuangan Islam dan Hubungannya dengan Ekonomi


Publik

Sistim keuangan Islam mempunyai keistimewaan menjadikannya


berbeda dengan sistim keuangan lain, di antara keistimewaan tersebut sebagai
berikut:

 Sistim keuangan Islam berdasarkan Syari’at Islam yang bersumber


dari al-Qur’an dan Sunnah, serta Ijma’ Ulama yang didukung oleh
Fiqh, Qawaid Fiqh dan Ushul Fiqh.
 Sistim keuangan Islam adalah sistim yang bersifat universal yang
mencakup seluruh aspek kehidupan, dunia, akhirat, agama, materi,
sosial, ekonomi, dan politik; semuanya dalam bentuk yang seim-
bang. Sistim ini selaras dengan kehendak Allah yang menciptakan
manusia dari unsur jasad dan ruh, kemudian menurunkan syari’at-
Nya sebagai sarana pemeliharaan unsur tersebut secara bersamaan
dan seimbang, firman Allah Swt.

30
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

‫ۡرض اوٱ ۡب ات ُغوا ْ مِن فا ۡضل ٱ َّّٰللِ اوٱ ۡذ ُك ُروا ْ ٱ َّ ا‬


ٗ ِ ‫ّٰلل اكث‬ ‫ۡا‬ ْ ُ ‫َّ ا ٰ ُ ا ا‬ ُ ‫ا ا‬
‫ريا‬ ِ ِ ‫ّشوا ِف ٱۡل‬
ِ ‫ت ٱلصلوة فٱنت‬ ِ ‫ض اي‬
ِ ‫فإِذا ق‬
‫ا‬ ۡ ُ ُ َّ َّ
‫ل اعلك ۡم تفل ُِحون‬

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di


muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-
banyak supaya kamu beruntung.” (QS.Al-Juma’ah; 10)

Kestabilan dan Absolut; keistimewaan sistim keuangan Islam karena


pondasinya yang kuat, tetap dan tidak berubah, sebuah kelebihan yang tidak
dimiliki oleh sistim keuangan lain. Dalam prinsip dasar sistim ekonomi Islam,
baik individu maupun negara secara bersamaan masing-masing mempunyai
hak dan kewajiban. Pemilik harta tidak hanya bertanggung jawab terhadap
harta kekayaannya saja, akan tetapi juga memahami kewajiban agama terhadap
kekayaan yang dimilikinya seperti membayar zakat, menafkahi orang-orang
yang wajib diberi nafkah, mendermakan sebahagian harta ketika terjadi krisis
atau bencana. Negara berkewajiban memberikan jaminan sosial dan kesejah-
teraan kepada masyarakat, serta mewujudkan keadilan sosial di antara mereka
(Salih, 2004).

Independensi (Inayah, 1998): Sistim keuangan Islam merupakan sistim


yang bebas dalam membuat perencanaan pendapatan, perencanaan pemasukan
dan perencanaan pengeluaran, serta anggaran belanja. Masing-masing
memiliki kaidah tersendiri dalam penerapannya, dan kaidah-kaidah tersebut
tidak dimiliki oleh sistim keuangan lain. Kebebasan dan kemandirian sistim
keuangan Islam, menjadikan performa dan cara kerjanya bisa diterapkan di
setiap tempat dan waktu.

Sistim keuangan Islam menyuguhkan keberagaman dan fleksibelitas


sumber pemasukan, seperti sistim perpajakan yang didasarkan kepada konsep
kemampuan dan kesanggupan masyarakat dalam menunaikan kewajiban

31
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

mereka untuk membayar pajak. Sistim ini dilengkapi dengan ijtihad para ulama
yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Keberadaan sistim keuangan
Islam telah terbukti memberikan kontribusi yang amat besar bagi sistim
keuangan modern.

Sistim keuangan mana pun sangat dipengaruhi oleh sistim perekonomian


yang berlaku dalam sebuah negara, tempat di mana sistim perekonomian yang
berlaku tersebut akan memberikan pengaruh kepada sistim perpajakan.
Mengikuti sistim perekonomian tertentu akan menghasilkan hubungan interak-
tif antara perekonomian negara dengan segenap elemen-elemen yang terkait.

Sistim keuangan Islam adalah instrumen ekonomi yang diatur oleh


Syari’at Islam, sistim yang mengatur pemasukan maksimal dari barang dan
jasa yang halal. Dalam sistim ini, perilaku para pebisnis diatur untuk
kepentingan pihak-pihak yang bertransaksi dan masyarakat luas. Penjual dan
pembeli dituntut untuk menjaga kestabilan harga pasar dan menghindari segala
bentuk gharar. Selain mekanisme pasar, sistim ini juga mengatur seluk-beluk
keuangan negara. Pendapatan dan pembelanjaan negara harus sesuai dengan
prinsip-prinsip yang dibolehkan oleh Syariat Islam. Bersamaan dengan itu,
negara juga harus memikirkan produksi dan keadilan distribusi. Sistim
perekonomian Islam bukanlah sistim yang kontradiksi terhadap perkembangan
zaman dan teknologi, akan tetapi berjalan secara harmoni dalam segenap aspek
dan unsur-unsurnya (Kafrawi, 2000).

5. Dasar-Dasar Sistim Keuangan Islam (Kafrawi, 2000)

a. Aqidah

Pengaruh aqidah Islam terhadap seorang muslim membuatnya mampu


berusaha sekuat tenaga mematuhi seluruh perintah dan menjauhi seluruh

32
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

larangan Allah. Dengan aqidah yang kuat, seorang muslim akan selalu merasa
diawasi oleh Allah Swt. Dengan pengawasan tersebut seseorang akan terhindar
dari berbagai macam bentuk kesalahan dan kekeliruan.

ُ ٖ ُ ٖ‫ا‬ ٗ ‫َّ ُ ُ ا‬ ۡ ‫ا َّ ُ ْ َّ ا ا‬ ْ ‫آٰ ا ُّ ا َّ ا ا ا‬


‫ّٰلل َي اعل لك ۡم ف ۡرقانا اويُك ِف ۡر اعنك ۡم اس ِيات ِك ۡم‬ ‫ام ُنوا إِن تتقوا ٱ‬ ‫يأيها ٱَّلِين ء‬
ۡ ۡ ‫ا ا ۡ ۡ ا ُ ۡ ا َّ ُ ُ ۡ ا‬
‫ّٰلل ذو ٱلفض ِل ٱل اع ِظي ِم‬ ‫ويغ ِفر لكمۗ وٱ‬

“...Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam


hatimu; maka takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun." (Al-Baqarah: 235).

b. Persamaan Kedudukan.

Islam tidak membeda-bedakan manusia dalam hal tuntutan terhadap


pemenuhan hak dan kewajiban, karena syariat Islam pada hakikatnya adalah
sistim yang mendukung keadilan dalam setiap mu’amalah. Aturan yang terda-
pat didalamnya akan memelihara mereka dari setiap kezaliman, penipuan,
penyimpangan perilaku, dan penyalahgunaan wewenang. Tidak ada keuta-
maan antara sesama makhluk Allah kecuali dengan Amal Saleh:

َّ ْ ُ ‫آٰ ا ُّ ا َّ ُ َّ ا ا ۡ ا ٰ ُ ٖ ا ا ا ُ ا ٰ ا ا ا ۡ ا ٰ ُ ۡ ُ ُ ٗ ا ا ا ا ا ا ا‬
‫ارف ۚوا إِن‬‫يأيها ٱنلاس إِنا خلقنكم مِن ذك نر وأنَث وجعلنكم شعوبا وقبائِل ِِلع‬
ٞ‫ِيم اخبري‬
ٌ ‫ّٰلل اعل‬ ُ ‫ا ۡ ا ُ ۡ ا َّ ا ۡ ا‬
‫ك ۡم إ َّن ٱ َّ ا‬
ِ ِ ۚ ٰ ‫أك ارمكم عِند ٱّٰللِ أتقى‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang


laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat [49] 13)

33
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

ُ ‫ْضةا اح َّدثاِن ام ْن اس ِم اع ُخ ْط اب اة ار‬ ‫ا‬ ْ ٌ ‫ا َّ ا ا ْ ا ُ ا َّ ا ا ا‬


‫ول‬ ‫س‬ ‫اْل اريْر ُّي اع ْن أِب نا ْ ا‬ ُ ‫حدثنا إِسماعِيل حدثنا سعِيد‬
ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ا‬
َّ ‫ا ا ا ا ُّ ا َّ ُ ا‬ ‫ا‬ ْ َّ ِ َّ ‫ا‬ َّ ‫َّ ا َّ َّ ُ ا‬
‫اس أَّل إِن ار َّبك ْم‬ ‫يق فقال يا أيها انل‬ ِ ‫ّش‬ ِ ‫ام الت‬ ‫اّٰلل اعليْهِ او اسل ام ِف او اس ِط أي‬ ‫اّٰللِ صَّل‬
‫اا ا ا ٖ ا‬ ‫م او اَّل ل اِع ا‬ ‫ا‬
‫لَع أ ْع ا‬ ‫ا ٌ َّ ا ُ ْ ا ٌ ا ا ا ْ ا ا ا ٖ ا ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ب اوَّل‬ ٍِ ‫ر‬ ‫ع‬ ‫لَع‬ ‫م‬ٖ
ٍ ِ ‫ج‬ ٖ
ٍ ِ ‫ج‬ ‫ب‬ٍ ِ ‫واحِد ِإَون أباكم واحِد أَّل َّل فضل ل ِعر‬
ُ َّ ‫اّٰللِ اص ََّّل‬ َّ ُ ‫ا‬ َّ ُ ‫َّ ْ ا ا ْ ُ ا‬ َّ ‫ا‬ َّ ‫ا ْ ا ا ا ا ا ْ ا ا ا ا ا ْ ا ا ا ا ا ْ ا‬
‫اّٰلل‬ ‫ت قالوا بالغ ار ُسول‬ ‫ْح ار إَِّل بِاِلقوى أبلغ‬ ‫ِۡلْحر لَع أسود وَّل أسود لَع أ‬
ُ
ٌ ‫ام ُث َّم قاال أ ُّي اش ْهر اه اذا قاالوا اش ْه ٌر اح ار‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ٌ ‫اعلايْهِ او اس َّل ام ُث َّم قا اال أا ُّي يا ْوم اه اذا قاالوا يا ْو ٌم اح ار‬
ُ
‫ام‬ ٍ ٍ
ُ ‫ا ا ُ َّ ا ا ا ُّ ا ا ا ا ا ُ ا ا ٌ ا ا ٌ ا ا ا َّ َّ ا ا ْ ا َّ ا ا ْ ا ُ ْ ا ا‬
‫اءك ْم‬ ‫َل هذا قالوا بَل حرام قال فإِن اّٰلل قد حرم بينكم دِم‬ ٍ ‫قال ثم قال أي ب‬
ُ ‫ا‬ ‫ُ ا ا‬ ُ ‫ك ْم أ ْم اَّل اك‬ ‫ا‬ ُ ‫ا ا ْ ْا ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ْ ‫ا ا ُ ا ا ا‬
‫ا‬
‫ح ْر ام ِة يا ْومِك ْم هذا ِف ش ْه ِرك ْم‬ ‫اوأ ْم اوالك ْم قال اوَّل أدرِي قال أو أعراض‬
َّ ْ ٖ ‫َّ ا ا‬ ‫ا ا ا ا ُ ْ ا ا ا ا َّ ْ ُ ا ُ ا َّ ا ا ُ ُ َّ ا َّ َّ ُ ا‬
‫اّٰلل اعليْهِ او اسل ام قال ِِلُ ابل ِغ الشاه ُِد‬ ‫هذا ِف بَلِكم هذا أبلغت قالوا بلغ رسول اّٰللِ صَّل‬
‫ب‬ ‫الْ اغائ ا‬
ِ

Telah menceritakan kepada kami [Isma'il] Telah menceritakan kepada


kami [Sa'id Al Jurairi] dari [Abu Nadhrah] telah menceritakan kepada-
ku [orang] yang pernah mendengar khutbah Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda: "Wahai
sekalian manusia! Rabb kalian satu, dan ayah kalian satu, ingat! Tidak
ada kelebihan bagi orang arab atas orang ajam dan bagi orang Ajam
atas orang arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas
orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit
merah kecuali dengan ketakwaan. Apa aku sudah menyampaikan?"
mereka menjawab: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah
menyampaikan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:
"Hari apa ini?" mereka menjawab: Hari haram. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa salam bersabda: "Bulan apa ini?" mereka menjawab: Bulan
haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Tanah apa
ini?" mereka menjawab: Tanah haram. Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa salam bersabda: " Allah mengharamkan darah dan harta kalian
diantara kalian -aku (Abu Nadhrah) Berkata; Aku tidak tahu apakah
beliau menyebut kehormatan atau tidak- seperti haramnya hari kalian
ini, di bulan ini dan di tanah ini." Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
salam bersabda: "Apa aku sudah menyampaikan?" mereka menjawab:
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam telah menyampaikan.

34
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Hendaklah yang


hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir." [Shahih. HR. Ahmad]

Begitu juga, Islam tidak membedakan antara lelaki dan wanita; mereka
memiliki persamaan dalam masalah ekonomi. Setiap individu, baik lelaki
maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk menikmati usaha
masing-masing.

c. Keadilan.

Keadilan adalah inti dari keamanan dan merupakan salah satu pilar
terpenting dalam perekonomian. Sebab, manusia akan saling berbenturan
apabila haknya dizalimi. Dengan tegaknya keadilan, masyarakat tidak akan
merasa khawatir akan kesewenang-wenangan pihak yang kuat dan kezaliman
orang-orang kaya serta kedurjanaan para penguasa. Hasil dari keadilan yang
merata di tengah-tengah masyarakat adalah terwujudnya kestabilan dan
pertumbuhan ekonomi.

ُ ‫آٰ ا ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ُ ُ ْ ا َّٰ ا َّ ُ ا ا ا ۡ ۡ ا ا ا ۡ ا َّ ُ ۡ ا ا‬
ٰٓ ‫ان قا ۡو ٍم ا ا‬
‫لَع‬ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا كونوا قومِّي ِّٰللِ شهداء ب ِٱلقِس ِط وَّل َي ِرمنكم شن‬
‫ا ُ ا‬ ‫ى اوٱ َّت ُقوا ْ ٱ َّ ا‬
‫ّٰلل إ َّن ٱ َّ ا‬
ُ ‫ّٰلل اخب‬ ۡ َّ ُ ‫ا َّ ا ۡ ُ ْ ۡ ُ ْ ُ ا ا ۡ ا‬
‫ري ب ِ اما ت ۡع املون‬ِ ِ ۚ ٰ ‫ا‬
ۖ ‫أَّل تعدِل ۚوا ٱعدِلوا هو أقرب ل ِلت‬
‫و‬ ‫ق‬

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang


yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
[QS Al-Maidah: [5] 8].

d. Keadilan Sosial & Jaminan Sosial

Keadilan sosial dapat ditegakkan terhadap masyarakat yang sadar akan

35
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

hukum dan berpegang teguh pada hukum syara’.

‫ا‬ ُۡ ‫ۡ ا‬ ‫ا ا‬ ۡ ‫ا‬ ۡ‫ا‬ ۡ ‫ري أُ َّمة أُ ۡخر اج‬ ُ ‫ُك‬


‫نت ۡم اخ ۡ ا‬
‫وف اوت ۡن اه ۡون اع ِن ٱل ُمنك ِر اوتؤم ُِنون‬
ِ ‫اس تأ ُم ُرون ب ِٱل ام ۡع ُر‬
ِ ‫ت ل َِّلن‬ ِ ٍ
‫َّ ا ا ۡ ا ا ا ا ۡ ُ ۡ ا ٰ ا ا ا ا ۡ ٗ َّ ُ ٖ ۡ ُ ُ ۡ ُ ۡ ُ ا ا ا ۡ ا ُ ُ ُ ۡ ا ٰ ُ ا‬
‫ب لَكن خريا لهم مِنهم ٱلمؤمِنون وأكَثهم ٱلفسِقون‬ ِ ‫ب ِٱّٰللِۗ ولو ءامن أهل ٱلكِت‬

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,


menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. (Qs.Al Imran [3] 110)

‫اّٰللِ بْن ُع ام ار ار ِ ا‬ َّ ْ ‫ا ا ْ ا‬ ْ َّ ْ ‫ا َّ ا ا ْ ا ُ ا َّ ا ا ٌ ا ْ ا‬
‫ِض‬ ِ ‫ار عن عب ِد‬ ٍ ‫حدثنا إِسماعِيل حدث ِِن مال ِك عن عب ِد اّٰللِ ب ِن دِين‬
ٌ ُ ُّ ُ ٍ ‫َّ ُ ا ْ ُ ا ا َّ ا ُ ا َّ ا َّ َّ ُ ا ا ْ ا ا َّ ا ا ا ا ا ُ ُّ ُ ْ ا‬
‫اع اوُكك ْم ام ْسئُول‬ ‫اّٰلل عنهما أن رسول اّٰللِ صَّل اّٰلل عليهِ وسلم قال أَّل ُككم ر‬
‫اا‬ ُ َّ ‫ا ا ُ ا ا ْ ُ ٌ ا ْ ا َّ ا‬ ‫اا‬ َّ ُ ‫ا ْ ا َّ ا ْ ا‬
‫اع لَع‬ ٍ ‫الر ُجل ار‬ ‫اع وهو مسئول عن رعِيتِهِ و‬ ٍ ‫اس ر‬ َّ ‫لَع‬
ِ ‫انل‬ ‫ام اَّلِي‬ ‫اْلم‬
ِ ‫عن رعِيتِهِ ف‬
‫َله ِ او ِِها‬ ‫ا ْ ا ْ ا ُ ا ا ْ ُ ٌ ا ْ ا َّ ا ْ ا ْ ُ ا ا ٌ ا ا ْ ا ْ ا ْ ا ا ا ا‬
‫ا‬ ‫ا‬
ِ ‫جه ا و و‬ ِ ‫ت زو‬ ِ ‫أه ِل بيتِهِ وهو مسئول عن رعِيتِهِ والمرأة راعِية لَع أه ِل بي‬
ُّ ‫ا‬ ‫ا‬ ْ‫ٌ ا‬ ‫الر ُجل ار ٍ ا ا ا‬
‫اع‬ ٍ ‫ك ْم ار‬ ُ ُ ‫ا‬ ُ
‫ال اس ٖيِ ِده ِ اوه او ام ْسئُول عن ُه أَّل فُك‬ َّ ‫ام ْسئُولا ٌة اعنْ ُه ْم او اعبْ ُد‬
ِ ‫اع لَع م‬ ِ
‫ٌ ا‬ ُ ُّ ُ
ِ‫اوُكك ْم ام ْسئُول ع ْن ارع َِّيتِه‬

Telah menceritakan kepada kami [Ismail] Telah menceritakan kepadaku


[Malik] dari [Abdullah bin Dinar] dari [Abdullah bin Umar] radliallahu
'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "ketahuilah
Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya atas yang di pimpin, penguasa yang memimpin
rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipim-
pinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya
dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan isteri
pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya,
dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan
budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan
dimintai pertanggungjawaban terhadapnya, ketahuilah, setiap kalian
adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya." (Shahih Bukhari
hadis nomor 6605)

36
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Hadits di atas menjelaskan kepada kita, bahwa tidak seorang pun yang
terlepas dari tanggung jawab dalam memelihara kemaslahatan dirinya dan
orang lain. Setiap individu saling menjamin kemaslahatan sesama dan saling
terikat satu sama lainnya.

e. Komitmen dengan Maqashid Syari’ah

Pembahasan Maqasid Syari’ah tentang harta dapat dibagi dalam


beberapa poin penting:

 Kejelasan Harta:

Hal ini akan mempermudah status kepemilikan seseorang terhadap


harta dan pemanfaatannya. Menginvestasikan harta melalui cara yang
diperbolehkan serta dengan sarana yang legal merupakan proses
menuju kepemilikan harta yang halal dan baik. Dengan begitu para
pebisnis akan terjauh dari segala macam bentuk pertikaian dan
perselisihan.

 Penjagaan Harta:

Muhammad Tahir bin Asyur menjelaskan bahwa salah satu cara


menjaga harta adalah memeliharanya dari pemborosan dan harta tidak
keluar dari tangan pemiliknya tanpa ada kompensasi apa pun.
Kemudian pemilik harta harus memelihara setiap bagian dari zat harta
tersebut agar dapat digunakan secara efisien.

 Adil Terhadap Harta:

Yang dimaksud adil terhadap harta adalah mendapatkan harta dengan


cara yang diizinkan oleh syara’ untuk kemaslahatan individu dan
masyarakat. Dengan begitu, tidak ada lagi cara mendapatkan harta dan

37
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

investasi yang ilegal seperti riba, jual beli yang mengandung penipuan,
monopoli dan sebagainya. Perputaran modal berdasarkan kemaslahatan
dunia dan akhirat tanpa ada rasa khawatir akan jatuh kepada
kemiskinan. Allah berfirman Swt:

‫ا اۡ ُ اُ ا ا ا ا ۡ ُ ٖ ا ۡ ا‬ ‫ا‬ ‫ُ ۡ َّ ا ٖ ا ۡ ُ ُ ٖ ا‬
‫َش نء ف ُه او‬ ‫لر ۡزق ل اِمن ياشا ُء م ِۡن ع اِبادِه ِۦ ويقدِر ل ۚۥ وما أنفقتم مِن‬ِ ‫قل إِن ر ِب يبسط ٱ‬
ُۡ
ُ ۡ ‫ُيل ُِف ُه ۖۥ او ُه او اخ‬
‫ري ٱ َّٰلرزق ا‬
‫ِّي‬ ِ

“Dan barang apa saja yang kalian nafkahkan, maka Allah akan
menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya”.
(QS.Saba' [34] 39).

Sistim keuangan Islam berdiri di atas empat fondasi yaitu; aqidah,


persamaan antara manusia, jaminan sosial, dan komitmen dengan maqashid
syari’ah dalam menginvestasikan harta. Dengan kata lain, sistim keuangan
Islam adalah kumpulan aturan-aturan syara’ yang terkait dengan harta, aturan-
aturan yang bertujuan untuk mewujudkan maqashid syari’ah, baik dari segi
positif –yaitu menumbuhkembangkan harta mau pun negatif, yaitu menjauh-
kan transaksi dari segala penipuan, pemerasan dan kejahatan-kejahatan
lainnya. Sistim keuangan Islam adalah sistim yang independen, legal, dan
universal, serta mempengaruhi seluruh aspek kehidupan.

6. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Rasulullah Saw. dan Khalifah


Rasyidin

a. Masa Rasulullah Saw.

Di saat pelaksanaan hijrah banyak di antara kaum Muhajirin yang tidak


dapat membawa harta. Ketika itu, di Madinah kaum Anshar memberikan
bantuan kepada Kaum Muhajirin dengan menafkahkan separuh harta milik
mereka. Peristiwa indah ini terekam dalam firman Allah Swt:

38
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

‫ا‬
‫َي ُدون ِف‬
‫ا ۡ ۡ ُ ُّ ا ا ۡ ا ا ا ا ۡ ۡ ا ا ا‬ ‫ا َّ ا ا ا َّ ُ َّ ا ا ۡ ا ا‬
ِ ‫وٱَّلِين تبوءو ٱَلار وٱ ِْليمٰن مِن قبل ِ ِهم َيِبون من هاجر إِِل ِهم وَّل‬
‫ا‬ ٞ ‫ۡ ا ا ٗ ٖ َّ ُ ُ ْ ا ُ ۡ ُ ا ا ا ٰٓ ا ُ ۡ ا ا ۡ ا ا ۡ ا ا ا‬
‫اصة ۚ او امن يُوق‬ ‫ُص ُدورِهِم حاجة مِما أوتوا ويؤث ِرون لَع أنفسِ ِهم ولو َكن ب ِ ِهم خص‬
‫ا ُ ْ ا ٰٓ ا ُ ُ ۡ ُ ۡ ُ ا‬ ۡ‫ُ ا‬
‫ش َّح نفسِ هِۦ فأولئِك هم ٱلمفل ِحون‬

“Dan Orang-orang (Anshar) yang telah menempati kota Madinah dan


telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
(Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin),
mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka
tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang
diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan.
Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS.Al-Hasyr [59] 9)

Di Madinah Rasulullah membangun pasar untuk umat Islam agar mereka


terbebas dari pengaruh kaum Yahudi yang menggunakan riba dalam transaksi
perdagangan mereka. Kemudian di antara para sahabat ada yang berinisiatif
membeli sumur milik orang Yahudi yang menjadi sumber air bersih bagi umat
Islam pada saat itu, agar umat Islam bebas dari ketergantungan kepada Yahudi.

Dalam hal keuangan negara, syariat Islam menentukan jenis pemasukan


reguler untuk negara, sebuah aturan yang belum pernah ada pada sistim
keuangan mana pun pada saat itu. Pemasukan tersebut adalah, zakat,
ghanimah, fai’, dan jizyah. Untuk jaringan pengaman sosial, Islam menetapkan
pembagian zakat dengan ketentuan yang diatur secara rinci dalam Al-Qur’an,
sehingga bersifat baku dan tidak menerima ijtihad. Adapun yang berhak
menerimanya disebutkan dalam firman Allah Swt:

‫ٖا‬ ‫ا ا ا ۡ ا ا ۡ ُ ا َّ ا ُ ُ ُ ُ ۡ ا‬ ‫ا ۡا‬ ۡ
ٰ ‫ت ل ِۡل ُف اق ارا ِء اوٱل ام ا‬
ُ ٰ ‫لص اد اق‬
َّ ‫إ َّن اما ٱ‬
ِ ‫ِّي وٱلع ٰ ِمل ِّي عليها وٱلمؤلفةِ قلوبهم و ِِف ٱل ِرق‬
‫اب‬ ِ ‫سك‬ ِ
ُ َّ ‫يض ٗة ٖم اِن ٱ َّّٰللِ اوٱ‬
ٌ ‫ّٰلل اعل‬
ٞ ‫ِيم احك‬ ‫ا ا‬ َّ ۡ ‫َّ ا‬ ‫ا ا ا‬ ‫ا ا‬ۡ
‫ِيم‬ ۗ ‫يل ف ِر‬
ِ ِ ‫يل ٱّٰللِ وٱب ِن ٱلسب‬ ِ ِ ‫وٱلغ ٰ ِرمِّي و ِِف سب‬

39
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

“Sesungguhnya zakat-zakat, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengelola-pengelolanya, para mu’allaf, serta untuk para
budak, orang-orang yang berhutang, dan para sabilillah, dan orang-
orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang
telah diwajibkan Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha
bijaksana”. (QS. At-Taubah [9] 60)

Pada masa Rasul, belum ada petugas tetap pemungut zakat yang diberi
gaji secara teratur, upah hanya dibagikan pada setiap pemungutan dilakukan.
Demikian pula keadaannya dengan para amil zakat dan para gubernur serta
penguasa wilayah yang bertugas memungut zakat (Inalcik, 1970, p.215).

Sedangkan para mujahidin saat itu, mereka baru berperang ketika ada
panggilan dari Rasulullah. Setelah perang selesai, mereka kembali bekerja
sesuai profesi mereka semula. Bagi setiap orang dan juga kendaraan yang
mereka pakai untuk berperang di jalan Allah, akan mendapat bagian dari
rampasan perang. Pembagian ini pun dilakukan apabila mendapatkan harta
rampasan. Terlepas dari ada tidaknya harta pampasan perang, pahala yang
besar dari Allah Swt. telah dijanjikan untuk para mujahidin tersebut, baik
mereka dalam keadaan menang maupun kalah dalam perperangan tersebut.
Adapun detail pembagian harta rampasan perang juga sudah dijelaskan dalam
al-Qur’an:

‫م‬
ۡ ‫ُۡۡ ا‬
ٰ ‫ب اوٱِلا اتٰ ا‬ ِ ِ ‫ول او‬
ٰ ‫َّلي ٱلقر‬ ُ َّ ‫اوٱ ۡعلا ُموا ْ اأ َّن اما اغن ِۡم ُتم ٖمِن ا ۡ ا ا َّ َّ ُ ُ ا ُ ا‬
ِ ‫َشءن فأن ِّٰللِ ُخسهۥ ول ِلرس‬
‫َّ ا ا ا ا ۡ ا ا ا ٰ ا ۡ ا ا ۡ ا ۡ ُ ۡ ا‬ ُ ‫ُ ُۡ ا ا‬ ۡ ‫سك ا‬ ‫ا ۡا ا‬
‫ان يا ۡو ام‬
ِ ‫يل إِن كنتم ءامنتم ب ِٱّٰللِ وما أنزنلا لَع عبدِنا يوم ٱلفر‬
‫ق‬ َّ
ِ ِ ‫ِّي وٱب ِن ٱلسب‬ ِ ٰ ‫وٱلم‬
ۡ ‫ك ا‬
ٌ ‫َش نء قاد‬ ٖ ُ ٰ ‫ۡ ا ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا‬
‫ِير‬ ِ ‫لَع‬ ‫ان وٱّٰلل‬
ِ ‫ٱِلَّق ٱْلمع‬

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang kalian peroleh sebagai


ghanimah, maka sesungguhnya yang seperlima untuk Allah; (juga)
untuk Rasul, kerabat Rasul, anak- anak yatim, orang-orang miskin dan
ibnu sabil … (QS al-Anfal [8] 41).

40
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ۡ ‫ُۡۡ ا‬
ٰ ‫ب اوٱِلا اتٰ ا‬
ٰ ‫ول او َِّلِي ٱلقر‬ َّ ‫ى فال َِّلهِ اول‬
ُ ‫ِلر‬ ٰ ‫ا‬ ُۡ ۡ‫ۡ ا‬ ‫َّ ا ا ا َّ ُ ا ا‬
ُ ‫لَع ار‬
ٰ
‫م‬ ِ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ق‬‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫ل‬
ِ ‫ه‬ ‫أ‬ ‫ِن‬
‫م‬ ‫ۦ‬ِ ِ
‫ول‬ ‫س‬ ‫ما أفاء ٱّٰلل‬
ُ ‫ا‬ ُ ‫ا‬
ۡ ۡ ‫ا ۡ ا ا ُ ا ُ ا اۡ ا‬ ۡ ‫سك ا‬ ‫ا ۡا ا‬
‫ّي ٱۡلغن اِياءِ مِنك ۡ ۚم او اما اءاتىٰك ُم‬ ‫يل َك َّل يكون دولَۢة ب‬ َّ
ِ ِ ‫ِّي وٱب ِن ٱلسب‬ ِ ٰ ‫وٱلم‬
‫َّ ُ ُ ا ُ ُ ُ ا ا ا ا ُ ۡ ا ۡ ُ ا ا ُ ْ ا َّ ُ ْ َّ ا َّ َّ ا ا ُ ۡ ا‬
ِ ‫ٱلرسول فخذوه وما نهىٰكم عنه فٱنته ۚوا وٱتقوا ٱّٰللۖ إِن ٱّٰلل شدِيد ٱلعِق‬
‫اب‬

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu
jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”. (QS Al Hasyr [59]
7)

Adapun jizyah, maka tidak ada batasan dalam pembelanjaannya, seperti


apa yang dikatakan oleh Allah Swt.

‫ا ا ُ ا ٖ ُ ا ا ا َّ ا َّ ُ ا ا ُ ُ ُ ا‬ ۡ ‫ا َّ ا‬ ۡ ‫ا ٰ ُ ْ َّ ا ا‬
‫ولۥ اوَّل‬ ‫ِين َّل يُؤم ُِنون ب ِٱّٰللِ اوَّل ب ِٱِلا ۡو ِم ٱٓأۡلخ ِِر وَّل َي ِرمون ما حرم ٱّٰلل ورس‬
‫قتِلوا ٱَّل‬
‫ا‬ ‫ُ ا‬ ُ
‫ا ُ ا ا ۡ ا ٖ ا َّ ا ُ ْ ۡ ا ٰ ا ا َّ ٰ ُ ۡ ُ ْ ۡ ا‬
‫ْل ۡزياة اعن يا ند اوه ۡم ص ٰ ِغ ُرون‬
ِ ‫يدِينون دِين ٱْل ِق مِن ٱَّلِين أوتوا ٱلكِتب حَّت يعطوا ٱ‬

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak


(pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan
agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan
Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh
sedang mereka dalam keadaan tunduk” (QS. At Taubah [9] 29).

Selama Rasulullah masih hidup, Beliau sendiri lebih cenderung untuk


menyebarkan para dai untuk melakukan aktivitas dakwah dan membawa pilar
serta kaidah keuangan Islam ke seluruh penjuru jazirah Arab.

41
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

b. Karakteristik Sistim Keuangan Masa Abu Bakar

Sistim keuangan pada masa Abu Bakar tidak banyak berbeda dengan
Rasulullah Saw. Hanya saja, ketika itu ada kendala besar dalam pembayaran
zakat, dimana kelompok orang mengingkari kewajiban zakat mereka menolak
untuk membayarnya. Alasan mereka adalah bahwa kewajiban membayar zakat
tersebut hanya berlaku ketika Rasulullah Saw masih hidup sehingga menjadi
gugur ketika Beliau sudah wafat. Pembangkangan tersebut membuat Khalifah
Abu Bakar memutuskan untuk memerangi mereka lalu memungut zakat secara
paksa dari mereka.

c. Sistim Keuangan pada Masa Umar bin Khatab

Pada masa Umar bin Khatab, wilayah Islam semakin luas dan menaungi
berbagai macam peradaban dunia lama seperti Persia. Permasalahan menjadi
semakin banyak dan beragam sehingga sistim keuangan ketika itu mulai
berubah secara perlahan dan mengalami pembaharuan. Adapun pembaharuan
pada masa Umar bin Khatab adalah sebagai berikut (Kafrawi, 2000):

Pendirian Diwan Bait al-Mal, sebuah lembaga administrasi yang


melakukan pencatatan terhadap pengeluaran dan pemasukan serta anggaran
yang harus dilaksanakan pada masa yang akan datang. Umar bin Khatab adalah
orang yang pertama sekali melakukan pembaharuan dalam bidang keuangan
dalam negara Islam untuk menetapkan pemasukan dan pengeluaran negara.

Adanya tingkatan dalam penggajian; ia menerapkan tingkatan dalam


dasar penggajian, sesuai dengan firman Allah Swt:

42
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

ْ ُ ‫ا ۡ ۡ ا ۡ ا ا ا ا ُ ْ ا ٰٓ ا ا ۡ ا ُ ا ا ا ٗ ٖ ا َّ ا ا ا‬ ‫ا ا‬ ُ ‫ا‬
‫َّل ي ا ۡس اتوِي مِنكم َّم ۡن أنف اق مِن قب ِل ٱلفتحِ وقٰتل ۚ أولئِك أعظم درجة مِن ٱَّلِين أنفقوا‬
‫ا ۡ ُ ا ا ٰ ا ُ ْ ا ُ ٖٗ ا ا ا َّ ُ ۡ ُ ۡ ا ٰ ا َّ ُ ا ا ۡ ا ُ ا‬
ٞ‫ون اخبري‬
ِ ‫مِن بعد وقتل ۚوا وُك وعد ٱّٰلل ٱْلسِن وٱّٰلل بِما تعمل‬

“...Tidak sama diantara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan


berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya
daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang
sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan)
yang lebih baik [QS. al-Hadîd [57] 10]

Umar berpendapat bahwa pembagian harta itu didasarkan pada tingkat


kesulitan yang dihadapi seseorang dalam melakukan tugasnya dan seberapa
lama dia sudah memeluk Islam.

Tidak seperti masa Rasulullah, Umar bin Khatab tidak membagikan


harta rampasan seperti lahan pertanian dan tanah pada negeri yang ditaklukkan.
Tanah dan lahan pertanian tersebut merupakan milik negara yang akan
dimanfaatkan hasilnya untuk kas negara. Dari kas tersebutlah dikeluarkan gaji
pegawai, anggaran belanja negara, pembangunan infrastruktur dan kepenti-
ngan lainnya.

 Pada masa Umar, para mualaf tidak lagi mendapatkan zakat karena
pada masa itu Islam sudah kuat dan ekonomi mereka yang muallaf
juga sudah mapan, maka tidak ada lagi kekhawatiran orang yang
masuk Islam akan berpaling dari Islam.
 Umar juga mencetak mata uang baru.

d. Sistim Keuangan Masa Usman bin Affan

Kebijakan keuangan Usman bin Affan terpusat kepada kebijakan Imam


yang berhak secara mutlak menggunakan devisa negara demi kemaslahatan.
Selama seseorang bertugas untuk kepentingan negara, selama itu pula ia

43
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

berhak mendapatkan gaji dari negara untuk membiayai sanak keluarganya.


Masalah keuangan tidak boleh mengganggunya dalam bertugas, karena itu
apabila uangnya tidak cukup maka keuangan negara akan dijadikan sebagai
sandaran bagi penghidupannya. Pada masa Usman, para petugas dan pegawai
pemerintahan mengalami kelapangan hidup. Akan tetapi, kelapangan tersebut
kurang mendapatkan sandaran dalam tinjauan kemaslahatan ekonomi sehingga
menimbulkan kasta-kasta sosial.

e. Sistim Keuangan Masa Ali bin Abi Talib

Kebijakan yang diambil Ali bin Abi Thalib dalam mengatur keuangan
negara adalah sebagai berikut:

 Persamaan gaji, tanpa ada pertimbangan senioritas dan kekera-


batan. Membelanjakan uang dari Baitul Mal atas orang yang lebih
berhak dan untuk kemaslahatan umum
 Mengolah lahan pertanian khurajiah, memperbaharui pengairan
dan memberikan subsidi terhadap petani pengolah lahan.
 Hanya membelanjakan devisa negara untuk kepentingan negara
semata.

Ali bin Abi Thalib selama pemerintahannya berusaha mengembalikan


kesenjangan-kesenjangan sosial yang terjadi pada masa sebelumnya, salah satu
bentuk kekurangsempurnaan dari kebijakan khalifah sebelumnya.

 Perkembangan Pemikiran Keuangan Pada Masa Para Imam

7. Abu Yusuf al-Qadhi Abu Yusuf al-Qadhi

Abu Yusuf al-Qadhi dilahirkan pada tahun 113 H dan wafat pada tahun
182 H. Pemikiran-pemikirannya yang terkait dengan keuangan negara adalah:

44
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

 Pengelola keuangan negara adalah orang yang cakap dalam


mengelola keuangan, mengetahui permasalahan agama Islam
dengan baik, dan memiliki sifat amanah.
 Seluruh pengelola keuangan diberikan gaji.
 Pemungutan pajak dilakukan berdasarkan:

 Kemampuan dalam membayar pajak


 Pembayaran pajak disesuaikan dengan waktu dan tempat
 Sentralisasi sistim pembayaran pajak
 Penetapan harga berdasarkan permintaan dan penawaran,
bukan berdasarkan ketersediaan dan kelangkaan.

 Abu Yusuf lebih memilih untuk memungut hasil pertanian


langsung dari lahan-lahan pertanian milik negara yang dikelola
oleh para petani dibandingkan dengan mengambil sewa tanah
berupa uang. Karena hal itu lebih adil dan akan merangsang para
petani untuk meningkatkan hasil pertaniannya. Pemungutan sewa
tanah berupa pembayaran dengan uang akan terpengaruh oleh
tingkat inflasi yang ada.
 Abu Yusuf lebih menekankan investasi pada sektor umum dan
fasilitas negara. Ia melakukan perbaikan infrastruktur terutama
dalam bidang pertanian, jalan, sarana perhubungan serta
pelabuhan-pelabuhan. Abu Yusuf telah menyusun buku tentang
sistim perpajakan pada negara Abbasiah, baik itu pajak hasil
pertanian, pajak perdagangan ataupun jizyah.

8. Ibnu Taimiyah

Dilahirkan pada tahun 661 H, dan wafat pada tahun 728 H di akhir-akhir
masa kekhalifahan Abbasiyah. Pada masanya, korupsi merajalela dan para

45
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

pemimpinnya terkenal zalim. Pada masa inilah terlahir pemikiran keuangan


Ibnu Taimiyah yang terlepas dari ikatan mazhab tertentu; diantaranya adalah;
(Ibrahim, 2005)

 Melarang memberikan zakat kepada seorang muslim yang


durhaka. Pada masa itu, banyak muslim yang berbuat maksiat dan
saling membunuh. Zakat digunakan sebagai alat mengajak umat
Islam agar tidak melanggar perintah Allah.
 Memberikan zakat kepada bani Hasyim: Ibnu Tayimiah berpen-
dapat bahwa memberikan zakat kepada Bani Hasyim (keluarga
Rasulullah) adalah diperbolehkan apabila mereka tidak lagi
menerima 1/5 dari harta rampasan perang, sebagaimana firman
Allah Swt.

‫م‬
ۡ ‫ُۡۡ ا‬
ٰ ‫ب اوٱِلا اتٰ ا‬ ٰ ‫ول او َِّلِي ٱلقر‬ ُ ‫ِلر‬
‫س‬ ُ ُ ِ‫َشء فاأا َّن ِ َّّٰلل‬
َّ ‫ُخ اس ُهۥ اول‬ ۡ ‫ا ۡ ا ُ ْ ا َّ ا ا ۡ ُ ٖ ا‬
‫وٱعلموا أنما غن ِمتم مِن‬
ِ ‫ن‬
‫ا‬
‫َّ ا ا ا ۡ ا ا ا ٰ ا ۡ ا ا ۡ ا ۡ ُ ۡ ا‬ ُ ‫لسبيل إن ُك‬ ۡ ‫سك ا‬ ‫ا ۡا ا‬
‫ان يا ۡو ام‬
ِ ‫لَع عبدِنا يوم ٱلفرق‬
ُ ‫ام‬
‫نتم ب ِٱّٰللِ وما أنزنلا‬ ‫نت ۡم اء ا‬ َّ
ِ ِ ِ ‫ِّي وٱب ِن ٱ‬ ِ ٰ ‫وٱلم‬
ٌ ‫َشءن قاد‬ ۡ ‫ك ا‬ ٖ ُ ٰ ‫ۡ ا ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا‬
‫ِير‬ ِ ‫لَع‬ ‫ان وٱّٰلل‬
ِ ‫ٱِلَّق ٱْلمع‬

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai


rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul,
kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil,
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan
kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari
bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
(QS al-Anfal [8] 41).

9. Ibnu Khaldun (1988)

Ibnu Khaldun adalah seorang sosiolog, politikus, dan ekonom yang


banyak membahas masalah keuangan, di antara pemikirannya adalah:

 Pengeluaran negara akan mempengaruhi pasar, yang pada

46
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

gilirannya akan mempengaruhi perekonomian. sekaIigus akan


mempengaruhi permintaan dan penawaran, mempengaruhi harga-
harga barang dan jasa di semua pasar yang ada di seluruh wilayah.
 Ibnu Khaldun, berpendapat bahwa menekan pengeluaran pemerin-
tah bukanlah jalan yang baik untuk mendapatkan keseimbangan
neraca keuangan negara. Apalagi kalau hal tersebut dilakukan
pemerintah tanpa diikuti oleh faktor pendukung seperti peningka-
tan faktor produksi dan aktivitas perekonomian lain yang akan
membawa kesejahteraan dan menghilangkan resesi. Tindakan itu
hanyalah akan menambah peningkatan nilai pemungutan pajak dan
meningkatkan beban masyarakat, yang pada akhirnya bisa
berujung pada kontra produktif.
 Ibnu Khaldun menganjurkan untuk membelanjakan devisa negara
sesuai dengan kebutuhan yang semestinya saja. Kebijakan ini akan
menghasilkan pembangunan yang sukses dan berkesinambungan.
Modal yang dimiliki negara harus terus berputar dan berkembang
dengan efisien sehingga bisa meningkatkan aktifitas pasar,
pemungutan pajak, dan kestabilan ekonomi serta menciptakan
ketahanan pangan.

10. Siyasah Maliyah dalam Islam

Kebijakan adalah suatu tindakan yang akan mendatangkan kemaslaha-


tan. Secara terminologi, siyasah maliyah (politik keuangan) berarti analisa
terhadap segala kegiatan keuangan yang ada di sektor publik dan apa yang
ditimbulkan oleh kegiatan tersebut di berbagai macam sektor perekonomian
secara nasional. Tercakup dalam definisi ini besar kecil volume pengeluaran
dan pemasukan publik (Saharuddin, Meirison, Chusna, dan Mulazid, 2019).

47
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Siyasah maliyah atau politik keuangan berbeda dengan sistim keuangan.


Sistim keuangan merupakan himpunan aturan dan tata cara serta dasar-dasar
prosedur dalam menyelenggarakan aktivitas keuangan. Sedangkan siyasah
atau kebijakan keuangan adalah cara yang dilakukan dalam menangani perkara
mu’amalah dan aktivitas keuangan umum yang berada dalam lingkup sistim
keuangan. Dalam kasus keuangan negara, misalnya, kebijakan keuangan Islam
akan memandang keuangan negara serupa pompa yang menghisap segala
pemasukan keuangan dari pihak yang mempunyai kelebihan, lalu mendistri-
busikannya kepada yang membutuhkan sehingga tercipta keseimbangan.
Keseimbangan ini yang akan membawa kepada peningkatan produksi dan
pertumbuhan ekonomi sejati yang jauh dari inflasi; sesuatu yang berpotensi
menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian nasional (Fauzi, 1981).

Kebijakan keuangan Islam mempunyai dasar dan aturan yang harus


dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan yang terkait dengan
keuangan. Berikut beberapa dasar-dasar siyasah maliyah dalam Islam.

11. Dasar-dasar Siyasah al-Maliyah dalam Islam (Inayah, 1998)

 Al-Uluhiyyah ar-Rabbaniyah: sumbernya mestilah Al-Qur’an dan


Sunah Nabi Saw, termasuk aplikasi ijtihad fiqh.
 Spirit dan Materi: Kebijakan keuangan harus dibangun diatas
kaidah syara’ secara umum, begitu juga dalam hal perpajakan dan
pembelanjaan. Legislator keuangan Islam menyusun seluruh kom-
ponen dan sistim keuangan yang meliputi spirit serta materi secara
bersamaan. Semua itu mengikat antara harta sebagai benda dan
harta sebagai bagian dari ibadah serta ketaatan kepada Allah Swt:

48
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

َّ ‫ا‬ ‫َّ ا ا ا‬ ‫ٖ ا‬ ٖ ُ ُ ُ ٗ‫ا‬ ‫ا‬ ۡ ُ


‫ن ل ُه ۡ ۗم‬ٞ ‫خذ م ِۡن أ ۡم اوٰل ِ ِه ۡم اص ادقة ت اط ٖ ِه ُره ۡم اوت ازك ِي ِهم ب ِ اها او اص ِل اعل ۡي ِه ۡمۖ إِن اصل ٰوتك اسك‬
ٌ ‫يع اعل‬
‫ِيم‬ ُ َّ ‫اوٱ‬
ٌ ‫ّٰلل اس ِم‬

Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, yang dengan zakat
itu kamu dapat membersihkan dan mensucikan harta mereka. Dan
berdo’alah untuk mereka, karena do’amu akan membuat tenang jiwa
mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
(Q.S. At –Taubah [9] 103)

 Dikendalikan oleh Syara’: Segala aktivitas dan tindakan ekonomi


para eksekutif harus merujuk kepada aturan-aturan syariat Islam.

Keistimewaan pemikiran Islam dalam sektor keuangan adalah pemikiran


tersebut merupakan curahan langsung dari syari’at Islam. Karena itu, siyasah
al-maliyah dalam Islam memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

 Mewujudkan keadilan distribusi.


 Mempengaruhi produksi dan distribusi melalui kebijakan belanja
yang mencapai target.
 Bertujuan untuk mengurangi proyek-proyek yang terbengkalai.
 Bertujuan mengurangi kemiskinan, kelaparan dan penyakit.
 Melayani seluruh potensi dan sumber daya manusia tanpa
terkecuali.
 Mengurangi kesenjangan materil di antara masyarakat.

12. Sarana dan Prasarana Siyasah Maliyah Islamiyah

A. Sarana Pemasukan Negara

a. Zakat.

Zakat merupakan bagian dari rukun Islam yang kelima dan salah satu

49
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

poin pendukung keuangan dan perekonomian negara. Karena merupakan salah


satu rukun Islam, maka menunaikan zakat termasuk pada ibadah maaliyah
yang membuat para pengingkarnya dikategorikan sebagai orang yang kafir.
Zakat diwajibkan bagi setiap orang baligh dan berakal yang diberi kelebihan
harta oleh Allah dengan syarat-syarat tertentu.

Ada pun jenis-jenis zakat adalah:

 Zakat emas dan perak


 Zakat ternak; onta, sapi dan domba, merupakan pengembangan
pemasukan negara dibidang peternakan bertujuan untuk
mendorong para peternak mengembangbiakkan hewan ternaknya,
karena hitungan pembayaran zakat semakin kecil jumlahnya
sejalan dengan pertambahan kuantitas hewan ternak.
 Zakat biji-bijian dan hasil pertanian merupakan zakat hasil usaha
pertanian.
 Zakat harta karun dan hasil pertambangan; harta karun merupakan
harta simpanan yang disimpan sejak lama oleh pemilik yang tidak
dikenal, harta tersebut harus dikeluarkan zakatnya oleh orang-
orang yang menemukan.
 Zakat Fitrah; adalah kewajiban yang harus dikeluarkan oleh setiap
Muslim yang mendapati Ramadhan dan Idul Fithri

b. Anfal, Ghanimah, Fa’i, dan Khumus

Anfal adalah sama dengan ghanimah (QS. Al Anfal: 1). Ibnu Abbas dan
Mujahid berpendapat bahwa anfal adalah ghanimah, yakni harta kekayaan
orang-orang kafir setelah wilayah mereka berhasil ditaklukkan oleh kaum

50
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

muslimin melalui peperangan. Pihak yang berwenang mendistribusikan ghani-


mah adalah Rasulullah Saw, dan para khalifah setelahnya. Rasulullah Saw,
membagikan ghanimah Bani Nadhir kepada kaum Muhajirin dan tidak kepada
kaum Anshar, kecuali Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah, karena keduanya
fakir. Rasulullah Saw, juga memberikan ghanimah kepada muallaf pada
perang Hunain dalam jumlah yang besar. Hal tersebut juga terjadi pada kurun
Khulafaur Rasyidin. Khalifah berhak membagikan ghanimah kepada pasukan
perang, Ia juga dapat mengumpulkannya bersama fa’i, jizyah dan kharaj untuk
dibelanjakan demi terwujudnya kemaslahatan kaum muslimin.

Fa’i adalah segala harta kekayaan orang-orang kafir yang dikuasai oleh
kaum muslimin tanpa peperangan. Seperti yang pernah terjadi pada Bani
Nadhir, atau orang-orang kafir yang melarikan diri karena takut terhadap kaum
muslimin dengan meninggalkan rumah dan harta mereka, sehingga harta
tersebut dikuasai oleh kaum muslimin. Atau orang-orang kafir yang takut, lalu
melakukan perdamaian dengan kaum muslimin serta menyerahkan sebagian
dari harta benda dan tanah mereka, seperti terjadi pada penduduk Fidak. Harta
fa’i ini menjadi milik Rasulullah Saw, sebagian dibelanjakan beliau untuk
keperluan keluarganya selama satu tahun, adapun sisanya beliau alokasikan
untuk keperluan amunisi dan penyediaan senjata perang. Setelah Rasul wafat,
Abu Bakar dan Umar melakukan hal yang sama.

Adapun khumus adalah seperlima dari bagian yang diambil dari


ghanimah, Firman Allah Swt:

ۡ ‫ُۡۡ ا‬
ٰ‫ب اوٱِلا اتٰ ام‬ ٰ ‫ول او َِّلِي ٱلقر‬ ُ ُ ِ‫َشء فاأا َّن ِ َّّٰلل‬
َّ ‫ُخ اس ُهۥ اول‬
ُ‫ِلرس‬ ۡ ‫ا ۡ ا ُ ْ ا َّ ا ا ۡ ُ ٖ ا‬
‫وٱعلموا أنما غن ِمتم مِن‬
ِ ‫ن‬
ۡ ‫ا‬ ۡ
‫َّ ا ا ا ا ا ٰ ا ۡ ا ا ۡ ا ُ ۡ ا‬ ‫ا‬ ُ ۡ ‫سك ا‬ ‫ا ۡا ا‬
‫ان يا ۡو ام‬
ِ ‫لَع عبدِنا يوم ٱلفرق‬
ُ ‫ام‬
‫نتم ب ِٱّٰللِ وما أنزنلا‬ ُ ‫لسبيل إن ك‬
‫نت ۡم اء ا‬ َّ
ِ ٰ ‫وٱلم‬
ِ ِ ِ ‫ِّي وٱب ِن ٱ‬
ٌ ‫َشءن قاد‬ ۡ ‫ك ا‬ ٖ ُ ٰ ‫ۡ ا ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ُ ا ا‬
‫ِير‬ ِ ‫ان وٱّٰلل لَع‬ ِ ‫ٱِلَّق ٱْلمع‬

51
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

“Ketahuilah sesungguhnya ghanimah yang kalian peroleh dari sesuatu,


maka seperlimanya untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul (Bani Hasyim dan
Bani Muthallib), anak-anak yatim, dan orang-orang miskin.....” (QS. Al-
Anfal [8] 41)

Setelah Rasulullah Saw wafat, bagian Beliau dan kerabatnya dimasuk-


kan kedalam Baitul Mal untuk digunakan bagi kemaslahatan kaum muslimin
dan jihad fisabilillah.

c. Kharaj

Kharaj adalah hak kaum muslimin atas tanah yang ditaklukkan dari
orang-orang kafir harby, baik melalui peperangan maupun melalui jalan
damai. Secara umum kharaj ada dua macam: kharaj ‘unwah dan kharaj shulhi.

Kharaj ’unwah adalah kharaj yang diambil dari semua tanah yang dikua-
sai oleh kaum muslimin dari orang-orang kafir secara paksa melalui perang,
misalnya tanah Irak, Syam dan Mesir. (QS. Al-Hasyr; 7-10). Sedangkan kharaj
shulhi adalah kharaj yang diambil dari setiap tanah yang penduduknya telah
menyerahkan diri kepada kaum muslimin secara damai. Kharaj muncul seiring
dengan terjadinya perdamaian yang disepakati antara kaum muslimin dan
pemilik tanah dari non muslim. Apabila telah disepakati bahwa tanah tersebut
menjadi hak kaum muslimin dan penduduknya tetap tinggal diatasnya dengan
kesediaan membayar kharaj, maka kharaj berlaku secara permanen pada tanah
tersebut. Artinya, tanah yang telah disepakati itu akan tetap sebagai tanah
kharajiyah sampai hari kiamat, walaupun penduduknya berubah menjadi kaum
muslimin atau dijual kepada orang Islam, atau karena sebab-sebab lainnya.

Apabila kesepakatan bahwa tanah tersebut tetap menjadi hak milik


mereka (non muslim), dan tetap dikuasai oleh mereka, hanya harus membayar
sejumlah kharaj yang ditetapkan, maka kharaj tersebut akan berubah menjadi

52
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

jizyah. Dengan demikian, jiziyah bisa gugur bilamana mereka masuk Islam
atau tanah tersebut dijual kepada orang Muslim. Sedangkan untuk menetapkan
besaran kharaj, khalifah dapat bermusyawarah dengan para ahli yang dapat
memperhitungkan luas tanah, atau tanaman yang ada di atasnya, atau diukur
berdasarkan kadar hasil panen yang dihasilkan dari tanaman yang ditanam atau
tumbuh di atas tanah tersebut. Sebagaimana yang dilakukan khalifah Umar
ketika akan menetapkan kharaj atas tanah Sawad.

Untuk menetapkan nilai dari kharaj yang harus diperhatikan adalah


kondisi tanah, tingkat kesuburan, tingkat produksi dan cara pengairannya.
Termasuk juga harga produk pertanian dan letak geografisnya dari pasar dan
kota, serta transportasi dan lain-lain. Walau demikian, penetapan kharaj
sebaiknya tidak berada di luar batas kemampuan pemiliknya.

Kharaj berbeda dengan ‘Usyur. ‘Usyur adalah nilai (harga) yang diambil
dari hasil pertanian tanah ‘usyriyyah. Yang termasuk tanah ‘usyriyyah adalah
sebagai berikut (Kafrawi, 2000):

 Jazirah Arab.
 Tanah yang penduduknya masuk Islam secara damai, seperti
Indonesia.
 Tanah ‘unwah yang dibagikan kepada pasukan perang kaum
muslimin, seperti tanah Khaibar.
 Tanah yang penduduknya melakukan perdamaian dengan kaum
muslimin dengan kesepakatan tanah tersebut milik mereka. Maka
apabila mereka masuk Islam atau dijual kepada seorang muslim,
tanah tersebut menjadi tanah ‘usyriyyah.
 Tanah mati yang dihidupkan kembali oleh orang Islam.

53
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kharaj adalah hak kaum muslimin dan dipergunakan untuk kemaslaha-


tan negara, seperti membayar gaji pegawai, tentara, pengadaan senjata dan
lain-lain. Kharaj juga diberikan kepada para janda dan orang-orang yang
membutuhkan, serta untuk kemaslahatan kaum muslimin. Dalam hal ini,
khalifah menyalurkannya sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya.(2018)

d. Jizyah

Jizyah adalah hak yang diberikan Allah Swt, kepada kaum muslimin dari
orang-orang kafir karena ketundukan mereka kepada pemerintahan Islam.
Jizyah merupakan harta kaum muslimin yang dipergunakan untuk
kemaslahatan kaum muslimin, dan wajib diambil setelah melewati satu tahun
(ditetapkan mulai Muharram s/d Dzulhijjah). Berdasarkan QS At Taubah ayat
29, jizyah wajib diambil selama mereka tidak masuk Islam (kufur). Namun
apabila memeluk Islam, maka kewajiban jizyah atas mereka menjadi gugur.

Jizyah diambil dari orang-orang kafir laki-laki, berakal, baligh dan


mampu membayarnya. Untuk besaran jizyah tidak ditetapkan dengan suatu
jumlah tertentu, namun ditetapkan berdasarkan kebijakan dan ijtihad khalifah,
dengan catatan tidak melebihi kemampuan orang yang wajib membayar jizyah.
Apabila jizyah diberlakukan pada orang yang mampu, sementara dia keberatan
membayarnya, maka dia tetap dianggap mempunyai hutang terhadap jizyah
tersebut.

54
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Berikut ketetapan Jizyah pada masa khalifah Umar (Kafrawi, 2000):

No Kriteria Besarnya Nilai Sekarang

1 Orang kaya 4 dinar 17 gram

2 Menengah 2 dinar 8,5 gram

3 Pekerja 1 dinar 4,25 gram

Tabel. 1

e. Harta Milik Umum

Harta milik umum adalah harta yang telah ditetapkan kepemilikannya


oleh Allah Swt, untuk seluruh kaum muslimin. Allah Swt, membolehkan setiap
individu untuk mengambil manfaatnya, tetapi tidak untuk memilikinya.

Harta milik umum dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) Sarana umum


yang diperlukan oleh seluruh kaum muslimin dalam kehidupan sehari-hari; 2)
Harta-harta yang keadaan asalnya terlarang bagi individu tertentu memiliki-
nya; 3) Barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas. Harta ini merupakan
salah satu sumber pendapatan Baitul Mal yang pembagiannya dilakukan oleh
khalifah berdasarkan pertimbangan kemaslahatan kaum muslimin.

Harta milik umum jenis pertama didasarkan pada sabda Rasulullah Saw,
sebagaimana dituturkan oleh Abu Khurasyi dari beberapa sahabat, “Kaum
muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu: air, padang rumput, dan api.”

Kepemilikan umum jenis kedua didasarkan pada sabda Rasulullah Saw,


“Mina adalah tempat bagi orang-orang yang lebih dulu sampai.” Mina adalah
tempat yang terkenal di luar Mekkah, yaitu tempat singgahnya jamaah haji
setelah menyelesaikan wukuf di Arafah. Dengan demikian, Mina merupakan

55
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

milik seluruh kaum muslimin, dan bukan milik orang perorang. Hal yang sama
berlaku untuk jalan umum, saluran-saluran air, pipa- pipa penyalur air, tiang-
tiang listrik, rel kereta, yang berada di jalan umum. Semuanya merupakan
milik umum sesuai dengan status jalan itu sendiri sehingga tidak boleh menjadi
milik pribadi. Rasul Saw, bersabda: “Tidak ada penguasaan (atas harta milik
umum) kecuali bagi Allah dan Rasul-Nya.”

Kepemilikan umum jenis ketiga adalah barang tambang yang jumlahnya


tidak terbatas. Dalil yang dijadikan dasar untuk barang tambang yang jumlah-
nya banyak dan tidak terbatas sebagai bagian dari kepemilikan umum adalah
hadits yang dituturkan oleh Abidh bin Humal al-Mazani (Deringil, 1998):

Sesungguhnya dia telah bermaksud meminta tambang garam kepada


Rasulullah Saw. Lalu beliau memberikannya. Ketika dia telah pergi, dikatakan
kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, tahukah anda apa yang telah anda
berikan? Anda telah memberikan sumber air yang besar kepadanya.” Rasul
bersabda, ”Suruh dia mengembalikannya!”.

Karena barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas merupakan milik


umum seluruh rakyat, negara tidak boleh memberikan izin kepada perorangan
atau perusahaan swasta untuk memilikinya. Akan tetapi negara wajib melaku-
kan upaya memanfaatkan barang tersebut atas nama kaum muslimin, kemu-
dian hasilnya digunakan untuk memelihara urusan-urusan mereka.

Barang-barang tambang seperti; minyak bumi, gas, api, begitu juga


dengan hutan, air, padang rumput, api, jalan umum, sungai, dan laut, semua itu
telah ditetapkan syara’ sebagai kepemilikan umum. Negaralah yang mengatur
produksi dan distribusi aset-aset tersebut untuk kepentingan rakyat.

56
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dapat dilakukan dengan dua


cara, yakni:

Pertama; Pemanfaatan Secara Langsung oleh Masyarakat Umum (Salih,


2004).

Air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudra, sungai besar, adalah
benda-benda yang bisa dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu.
Siapa saja boleh mengambil air dari sumur, mengalirkan air sungai untuk
pengairan pertanian, juga menggembalakan hewan ternaknya di padang
rumput milik umum. Bagi setiap individu juga diperbolehkan menggunakan
berbagai peralatan yang dimilikinya untuk memanfaatkan sungai yang besar,
misalnya, untuk menyirami tanaman dan pepohonan. Karena sungai yang
besar cukup luas untuk dapat dimanfaatkan seluruh masyarakat walau dengan
menggunakan peralatan khusus; selama penggunaan tersebut tidak membuat
kemudharatan bagi individu lainnya. Setiap individu juga diperbolehkan
memanfaatkan jalan-jalan umum secara individu, dengan tunggangan atau pun
kendaraan. Juga diperbolehkan mengarungi lautan dan sungai serta danau-
danau umum dengan perahu, kapal, dan sebagainya, sepanjang hal tersebut
tidak membuat pihak lain yaitu seluruh kaum muslim dirugikan, tidak
mempersempit keluasan jalan umum, laut, sungai, dan danau (Kafrawi, 2000).

Kedua; Pemanfaatan Di Bawah Pengelolaan Negara

Kekayaan milik umum seperti minyak bumi, gas alam, dan barang
tambang lainnya yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara
langsung oleh setiap individu masyarakat—karena membutuhkan keahlian,
teknologi tinggi, serta biaya yang besar—, menjadi hak negera untuk
mengelola dan mengeksplorasinya. Hasil eksplorasi tersebut akan dimasukkan

57
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

ke dalam kas baitul mal. Dan khalifah adalah pihak yang berwenang dalam
pendistribusian hasil tambang dan pendapatannya sesuai dengan ijtihadnya
demi kemashlahatan umat.

Dalam mengelola kepemilikan tersebut, negara tidak boleh menjualnya


kepada rakyat —untuk konsumsi rumah tangga— dengan mendasarkan pada
asas mencari keuntungan setinggi-tingginya. Namun negara diperbolehkan
untuk menjual dengan keuntungan yang wajar jika dijual untuk keperluan
produksi komersial. Sedangkan jika kepemilikan umum tersebut dijual kepada
pihak luar negeri, maka dalam hal ini pemerintah diperbolehkan mencari
keuntungan seoptimal mungkin.

Hasil keuntungan pendapatan dari harta pemilikan umum didistribusikan


dengan cara sebagai berikut:

Pertama, dibelanjakan untuk segala keperluan yang berkenaan dengan


kegiatan operasional negara yang ditunjuk untuk mengelola harta pemilikan
umum, baik dari segi administrasi, perencanaan, eksplorasi, eksploitasi,
produksi, pemasaran dan distribusi. Pengambilan hasil dan pendapatan harta
pemilikan umum untuk keperluan ini, seperti pengembalian bagian zakat untuk
keperluan operasi para amil yang mengurusi zakat (QS. At Taubah: 60).

Kedua, dibagikan kepada kaum muslimin atau seluruh rakyat. Dalam hal
ini khalifah boleh membagikan secara gratis air minum, listrik, gas, minyak
tanah, dan barang lain untuk keperluan rumah tangga atau pasar-pasar, atau
menjual semua itu dengan harga semurah-murahnya, atau dengan harga wajar
yang tidak memberatkan. Barang- barang tambang yang tidak dikonsumsi
rakyat, misalnya minyak mentah, dijual ke luar negeri dan keuntungannya —
termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri— dibagi keseluruhan rakyat,

58
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dalam bentuk uang, barang, atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis,


rumah-rumah sakit gratis, dan pelayanan umum lainnya. Hasil penjualan juga
untuk menutupi tanggungan Baitul Mal yang wajib dipenuhi, seperti anggaran
belanja untuk jihad fi sabilillah.

f. Harta milik negara berupa tanah, bangunan, sarana umum dan


semua yang dihasilkan.

Setiap tanah atau bangunan yang berkaitan dengan hak umum kaum
muslimin namun tidak termasuk dalam kepemilikan umum, maka fasilitas
tersebut menjadi milik negara. Pengaturan, pengelolaan, dan pembelanjaan
setiap bentuk kepemilikan negara yang juga dapat dimiliki individu— seperti
tanah, bangunan dan harta-harta bergerak, namun berkaitan dengan hak umum
kaum muslimin— diwakilkan kepada khalifah. Karena khalifah memiliki
wewenang terhadap apa yang berkaitan dengan hak umum kaum muslimin.
Inilah pengertian pemilikan negara.

Berbeda dengan kepemilikan umum yang tidak diperbolehkan bagi


khalifah untuk menjadikannya sebagai milik individu, maka dalam hal ini
khalifah dapat memperbolehkan masyarakat untuk memilikinya, mengambil
manfaat, menghidupkan (tanah) dan memilikinya, sesuai dengan pandangan
sang khalifah demi kemaslahatan dan kebaikan kaum muslimin (Quataert,
1983). Adapun bentuk-bentuk kepemilikan negara adalah (2017):

Pertama: padang pasir, gunung, pantai, tanah mati yang tidak dimiliki
individu.

Kedua: al-bathaih, yaitu saluran air (sungai) yang luas berpasir dan berkerikil
sehingga tidak bisa ditanami.

59
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Ketiga: ash-shawafi, adalah setiap tanah dari negeri taklukan, yang ditetapkan
khalifah sebagai milik Baitul Mal karena tidak ada pemiliknya, atau pun milik
negara atau para penguasa negara yang ditaklukkan, atau milik juga pasukan
musuh yang terbunuh.

Keempat: bangunan dan gedung yang ada di negeri taklukan, yang pada
asalnya dikhususkan oleh negara taklukan untuk fasilitas pemerintahan, sarana
layanan umum, sekolah/perguruan tinggi, rumah sakit dan apotik, industri dan
lain sebagainya. Maka bangunan-bangunan tersebut menjadi ghanimah dan
fa’i kaum muslimin, menjadi hak Baitul Mal, dan statusnya adalah milik
negara. Juga termasuk kepemilikan negara adalah setiap bangunan atau gedung
yang dibangun oleh negara atau yang dibeli dengan dana Baitul Mal, yang
dikhususkan untuk fasilitas pemerintahan, kemaslahatan dan direktoratnya,
sekolah/perguruan tinggi, rumah sakit, ataupun sarana layanan umum (pos
telekomunikasi, bank, transportasi umum, industri).

g. ‘Usyur

‘Usyur merupakan hak kaum muslimin yang diambil dari harta dan
barang perdagangan ahlul dzimmah dan kafir harbi yang melewati perbatasan
negara. Ada beberapa hadits yang menjelaskan bahwa khalifah Umar dan
khalifah setelahnya memungut ‘usyur dari perdagangan yang melewati
perbatasan negara. Ziyad bin Hudayr mengatakan, “Umar bin Khathab pernah
mempekerjakan saya untuk memungut ‘usyur (1/10) dan memerintahkan saya
agar memungut ¼ usyur (zakat) dari perdagangan kaum muslimin.”

h. Harta ilegal penguasa, pegawai negara, harta hasil usaha yang


tidak sah, dan harta denda (Gurses, 1984)

Harta ilegal (mal al-ghulul) ialah semua harta yang diperoleh oleh para

60
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

wali, amil, dan pegawai negara dengan cara yang tidak dibenarkah oleh syara’;
baik yang diperoleh dari harta negara maupun harta masyarakat. Selain gaji,
maka setiap harta yang mereka peroleh dengan memanfaatkan kekuasaan dan
jabatan dianggap sebagai harta ghulul. Mereka wajib mengembalikan harta itu
kepada pemiliknya, dan jika tidak diketahui pemiliknya, maka harta itu
diserahkan ke Baitul Mal kaum muslimin.

Adapun macam-macam kekayaan yang perolehannya tidak dibenarkan


oleh syara’ adalah:

Pertama; harta suap, yaitu semua harta yang diberikan kepada seorang
penguasa, amil, hakim atau pejabat lainnya dengan maksud untuk memperoleh
keputusan tertentu demi kepentingan tertentu pula yang semestinya wajib
diputuskan tanpa kompensasi apa pun. Semua harta yang didapat dengan cara
suap dianggap harta haram dan bukan hak orang yang menerima suap.

Kedua; hadiah atau hibah, yaitu setiap (uang) yang diberikan oleh
masyarakat atau pihak lain kepada para penguasa, hakim, amil dan pegawai
negara. Hadiah dan hibah semacam ini dianggap suatu kecurangan,
sebagaimana pernah disabdakan oleh Rasulullah Saw.

Ketiga; harta ilegal para penguasa dan pejabat negara, yaitu semua harta
yang diperoleh dari negara dan masyarakat dengan sewenang-wenang dan
tidak dibenarkan syara’.

Keempat; harta hasil perantara (samsarah) dan komisi (‘amulah), yaitu


seluruh harta hasil makelaran/komisi yang didapat oleh para penguasa, para
amil, dan para pegawai negara dari perusahaan-perusahaan atau orang-orang
tertentu.

61
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kelima; harta korupsi, yaitu harta-harta yang dirampas/dikuasai para


penguasa, para amil, dan pegawai negara dari harta-harta negara,
bagaimanapun caranya.

Adapun harta denda, yaitu harta yang dikenakan terhadap orang-orang


yang berbuat dosa tertentu, perbuatan yang bertentangan dengan undang-
undang negara serta yang melakukan penyimpangan administrasi dan
peraturan-peraturan lainnya. Denda ini ditetapkan berdasarkan sunnah.

i. Khumus Rikaz (Barang Temuan) dan Barang Tambang


(jumlahnya tidak banyak)

Rikaz adalah harta yang terpendam (harta karun) di dalam perut bumi,
baik berupa emas, perak, permata, dan lain-lain, ataupun yang tersimpan dalam
guci-guci dan tempat- tempat lainnya dari zaman jahiliyah maupun zaman
Islam di masa lalu. Barang tambang adalah segala sesuatu yang diciptakan
Allah dalam perut bumi, baik berupa emas, perak, tembaga, maupun timah dan
lain sebagainya. Rasulullah saw mewajibkan dikeluarkannya khumus (1/5)
dari harta tersebut untuk Baitul Mal (Itzkowitz, 1980).

j. Harta yang tidak ada Pewarisnya (Rari, 2001)

Setiap bentuk harta yang ditinggalkan seseorang karena kematian, dan


tidak ada yang berhak atas harta tersebut baik karena waris maupun ‘ashabah,
atau pun harta waris yang tidak habis dibagi, maka harta tersebut dimasukkan
ke Baitul Mal. Termasuk dalam kategori ini adalah harta yang ditinggal wafat
oleh kafir dzimmi dan tidak ada waritsnya, maka menjadi fa’i bagi kaum
muslimin dan dimasukkan ke dalam Baitul Mal.

k. Harta orang murtad

62
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Setiap muslim yang murtad, baik laki-laki maupun perempuan, maka


darahnya tidak lagi ma’shum (dilindungi), termasuk juga hartanya. Bagi orang
murtad diberlakukan hukum murtad yaitu dihukum mati dan hartanya menjadi
fa’i dan dimasukkan ke Baitul Mal. Namun ini tidak jadi diberlakukan
bilamana yang bersangkutan bertaubat dalam tempo waktu 3 hari.

Berkaitan dengan hukuman bagi mereka yang murtad, Rasulullah Saw,


bersabda: Barang siapa mengganti agamanya (murtad dari Islam) maka
bunuhlah (HR. Bukhory (2/251), Abu Dawud (4351), an Nasa’i (2/170), at
Tirmidzi (1/275-276), Ibnu Majah (2535), Daruquthni (336), al Baihaqi
(8/195), Ahmad (1/282)) dengan sanad yang shahih.

l. Pajak

Pajak (dharibah) adalah harta yang diwajibkan Allah atas kaum


muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka yang tidak bisa dipenuhi
oleh baitul maal karena kondisi keuangan yang tidak memungkinkan. Dengan
kata lain, pada dasarnya hal tersebut merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh baitul maal. Namun karena kondisi keuangan yang tidak
memungkinkan, maka kewajiban tersebut —yang harus dilaksanakan terlepas
dari kondisi dan kemampuan baitul maal— menjadi kewajiban setiap muslim
di negara tersebut. Untuk pemenuhan tersebut, maka dharibah atau pajak
dikenakan atas diri mereka. Di antara hal atau kewajiban yang masuk kategori
tersebut adalah:

 Pembiayaan jihad, baik aspek pembentukannya, pelatihannya, dan


persenjataannya. Pada kondisi tidak adanya harta di Baitul Mal,
negara mendorong kaum muslimin untuk memberikan sumbangan
sukarela. Namun apabila tidak terpenuhi juga, maka negara dapat

63
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

mewajibkan dharibah sesuai kebutuhan.


 Pembiayaan industri senjata perang (jihad) dan sejenisnya.
Ketiadaan industri ini menjadikan kaum muslimin tergantung
kepada negara-negara kafir. Ketergantungan ini berpotensi
menimbulkan ancaman bagi negara dan kaum muslimin. Individu
diperbolehkan untuk memenuhi sebagian kebutuhan senjata, tapi
apabila belum terdapat industri senjata, maka negara wajib
membangunnya, terlepas dari ada atau tidak ada dana di baitul
maal. Dalam kondisi kas baitul maal yang tidak mencukupi untuk
memenuhi hal ini, maka dharibah dapat diwajibkan. (Rodney
Wilson, 2006)
 Pembiayaan orang-orang fakir, miskin, dan ibnu sabil. Dalam
kondisi kas baitul maal tidak mencukupi untuk melaksanakan hal
tersebut, maka kewajiban itu menjadi tanggungan kolektif kaum
muslim. Untuk itu, dharibah dapat diwajibkan.
 Pembiayaan untuk gaji/upah para pasukan, pegawai negara, qadhi,
pengajar, dan selain mereka yang memberikan pelayanan
kemaslahatan kaum muslimin.
 Pembiayaan untuk kemaslahatan kaum muslimin, memberikan
layanan umum, serta hal-hal yang sangat vital bagi kaum
muslimin. Seperti jalan umum, sekolah, perguruan tinggi, rumah
sakit, masjid, pemenuhan air bersih dan yang semisal.
 Pendanaan untuk keadaan darurat, seperti bencana alam, kelapa-
ran, dan serangan musuh.

Dharibah ini hanya diwajibkan bagi seorang muslim yang telah mampu
memenuhi kebutuhan pokok dan sekunder, sesuai dengan standar kebutuhan
hidup pada saat itu. Dan sekali lagi, kewajiban atas kelebihan harta tersebut
hanya sebatas kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh Baitul Maal saja.

64
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

B. TURKI UTSMANI DAN KAPITULASI ASING

1. Sejarah Singkat Turki Utsmani

Kesultanan Utsmaniyah dalam bahasa Turki Utsmaniyah, disebut


Devlet-i Aliyye-yi Osmaniyye ( ‫) دولة عليه عثمانية‬, [6] atau Osmanli Devleti
(‫)عثمانلي دولتي‬. Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan
sebutan Osmanli Devleti atau Osmanli imparatorlugu. Sebagian besar media
Barat menyebutmya dengan nama "Ottoman" dan "Turkey" secara bergantian.
Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920-1923 ketika Rezim Turki
yang ber-ibu kota di Ankara memilih “Turki” sebagai nama resmi negara,
nama yang telah digunakan oleh orang-orang Eropa sejak zaman Bani Seljuk.

Turki Utsmani adalah imperium lintas benua yang didirikan oleh suku-
suku Turki di bawah pimpinan Ertugrul dan Osman Khan di barat laut Anatolia
pada tahun 1299. Seiring dengan penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II
tahun 1453, negara Utsmaniyah berubah menjadi sebuah imperium besar yang
menggantikan Romawi.

Gambar. 1

65
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sepanjang abad 16 dan 17 Turki berada pada puncak kekuasaan di bawah


pemerintahan Suleiman agung. Kesultanan Utsmani ini menjadi salah satu
negara terkuat di dunia dengan imperium multinasional dan multibahasa.
Kekuasaannya mampu mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia
Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika (Lewis 1963, hlm. 151).
Pada awal abad ke-17, wilayah Kesultanan Utsmani terdiri dari 32 provinsi dan
sejumlah negara vasal. Selama beberapa abad, di antara negara-negara vasal
tersebut ada yang dianeksasi ke dalam teritorial kesultanan dan sebagian lagi
diberikan otonomi dengan beragam tingkatan. Konstantinopel dijadikan
sebagai ibu kota dengan teritorial wilayah yang luas di sekitar cekungan
Mediterania. Selama lebih dari enam abad Kesultanan Utsmaniyah menjadi
pusat interaksi dunia Timur dan Barat, kondisi ini berakhir setelah Perang
Dunia Pertama usai. Berakhirnya Kesultanan Utsmani berujung dengan
kemunculan rezim-rezim politik baru di Turki, pembentukan wilayah Balkan
dan Timur Tengah (Mikail, 2011, hlm. 7).

Perkembangan dan Masa Keemasan Turki Utsmani (1299-1402)

Pasca keruntuhan kekuasaan Kesultanan Rum yang dipimpin oleh


dinasti Seljuq Turki pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa
negara merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut dengan Emirat Ghazi. Salah
satu Emirat Ghazi dipimpin oleh Osman I (1258-1326) yang kelak namanya
menjadi asal usul nama Utsmaniyah. Osman I memperluas batas permukiman
Turki sampai pinggiran Kekaisaran Bizantium. Tidak jelas bagaimana Osman
I berhasil menguasai wilayah tetangganya karena belum banyak diketahui
tentang sejarah Anatolia abad pertengahan (Finkel,2007, hlm. 5).

Pada abad yang sama setelah kematian Osman I, kekuasaan Utsmaniyah


mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan. Putra Osman, Orhan,

66
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya sebagai ibu kota
negara Utsmaniyah. Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali Bizan-
tium atas Anatolia di Barat Laut. Kota Thessaloniki direbut oleh Utsmaniyah
dari Republik Venesia pada tahun 1387. Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo
tahun 1389 secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di
wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa.
Pertempuran Nicopolis pada tahun 1396 yang dianggap sebagai perang salib
terbesar berakhir pada Abad Pertengahan telah gagal menghambat laju bangsa
Turki Utsmaniyah (Faridbeik, 1988, hlm.13).

Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis


wilayah Konstantinopel menjadi tugas penting Turki Utsmaniyah yang pada
saat itu mengendalikan nyaris seluruh bekas tanah Bizantium di sekitar kota.
Walaupun demikian, warga Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa
Tatar, Tamerlane menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara pada Tahun
1402. Ia menangkap Sultan Bayezid I dan menciptakan kekacauan di kalangan
penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung
sejak 1402 sampai 1413, putra-putra Bayezid memperebutkan takhta kekua-
saan. Perang saudara ini berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan
sekaligus mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah. Kenaikannya menjadi
penguasa juga mengakhiri Interregnum (jeda pemerintahan) yang dalam
bahasa Turki Utsmaniyah disebut Fetret Devri.

Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (Thessaloniki, Makedonia, dan


Kosovo) sempat terlepas setelah tahun 1402, kemudian berhasil direbut
kembali oleh Murad II antara tahun 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10
November 1444 dalam Pertempuran Varna, Murad II mengalahkan pasukan
Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin oleh Wladyslaw III dari

67
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan Janos Hunyadi, ini adalah pertem-
puran terakhir dalam Perang Salib Varna. Empat tahun kemudian, Janos
Hunyadi mempersiapkan pasukannya yang terdiri dari pasukan Hongaria dan
Wallachia untuk menyerang Turki, namun dikalahkan oleh Murad II dalam
Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448. Putra Murad II, Mehmed II, menata
ulang kekuatan negara dan militernya, lalu menaklukkan Konstantinopel pada
tanggal 29 Mei 1453. Mehmed II mengizinkan Gereja Ortodoks mempertahan-
kan otonomi dan tanahnya dengan syarat harus mengakui pemerintahan
Utsmaniyah. Hubungan yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan
Kekaisaran Romawi Timur menyebabkan banyak dari pemeluk-pemeluk
Ortodoks mengakui kekuasaan Utsmaniyah (Stone, 205:94).

Pada abad ke-15 dan 16 Turki Utsmani memasuki periode ekspansi, pada
masa ini Kesultanan Ustmaniyah berada dalam tingkatan kemakmuran dan
kesejahteraan yang tinggi karena dipimpin oleh Sultan-sultan yang tegas dan
efektif. Sistim perekonomian berada dalam kemajuan yang pesat, pemerintah
berhasil mengendalikan rute-rute perdagangan darat terutama pada jalur
perdagangan antara Eropa dan Asia. Sultan Selim I (1512-1520) memperluas
batas timur dan selatan, kemudian Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis
mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran
Chaldiran. Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan
mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut,
persaingan pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah
yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu. (Hess, 2003,
hlm. 55-75).

Turki Utsmani di Eropa Tengah dan Tanduk Afrika

Suleiman I (1520-1566) menaklukkan Belgrade tahun 1521 dan

68
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menguasai wilayah selatan dan tengah, dimana Kerajaan Hongaria sebagai


bagian dari Peperangan Utsmaniyah-Hongaria. Setelah memenangkan Pertem-
puran Mohacs tahun 1526, Suleiman I mendirikan pemerintahan Turki di
wilayah yang sekarang disebut Hongaria dan teritori Eropa Tengah lainnya.
Kemudian pasukan Suleiman I mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal.
Tahun 1532, ia kembali melancarkan serangan ke Wina, namun dikalahkan
pada Pengepungan Guns. Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara)
menjadi kepangeranan bawahan Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur,
Turki Utsmani merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai
Mesopotamia dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.

Pada saat yang bersamaan Perancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu


karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu
yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Corsica (1553) oleh Perancis adalah
hasil kerjasama antara pasukan raja Francis I dari Perancis dan Suleiman. Pasu-
kan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Barbarossa Khairuddin
Pasya dan Turgut Rais. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Perancis mem-
bantu Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada saat penaklukan
Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turki membuat serangkaian kemajuan
pada armada tempur pada tahun 1543, akhirnya penguasa Habsburg Ferdinand
I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun
1547. Pada tahun 1559 setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan
Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya.
Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk
Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh kekuasaan Utsmaniyah
di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal (Beik, 1988, hlm. 231).
Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan
Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu,
kesultanan ini memiliki kekuatan armada laut yang besar dan mengendalikan

69
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah


bagian utama dari ruang lingkup politik di Eropa. Kesuksesan politik dan
militer Utsmaniyah sering disamakan dengan kesuksesan Kekaisaran Romawi,
sebagaimana disampaikan oleh Ilmuan asal Italia Francesco Sansovino dan
filsuf politik Perancis Jean Bodin (Deringil, 2007, hlm. 709-723).

Sangat disayangkan, struktur militer dan birokrasi pemerintahan yang


efektif pada masa-masa awal Kesultanan Utsmaniyah ini terancam gagal ketika
sultan-sultan selanjutnya tidak tegas dalam memimpin. "Kesultanan
Utsmaniyah perlahan dikalahkan oleh bangsa Eropa dari segi teknologi militer.
Inovasi teknologi yang mendorong perluasan wilayah kesultanan ini sering
dihambat oleh paham konservatisme agama dan intelektual yang terus
berkembang", Itzkowitz (1980, hlm. 96). Meski mengalami kesulitan,
kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar seperti terlihat pada
Pertempuran Wina tahun 1683, pertempuran yang menandakan akhir ekspansi
Utsmaniyah ke Eropa.

Kemudian, penemuan rute baru jalur perdagangan laut oleh negara-


negara Eropa Barat memungkinkan mereka dapat menghindari monopoli jalur
perdagangan yang dikuasai oleh Kesultanan Utsmaniyah. Penemuan rute
Tanjung Harapan Baik oleh Portugal tahun 1488 menjadi penyebab
serangkaian perang laut antara Kesultanan Utsmaniyah dan Portugal di
Samudra Hindia sepanjang abad ke-16. Dari segi ekonomi, meningkatnya
pasokan perak oleh Spanyol hasil dari tambang mereka di Dunia Baru
mengakibatkan mata uang Utsmaniyah mengalami devaluasi tajam dan inflasi
yang tinggi. Inilah salah satu faktor utama yang menyebabkan tingginya inflasi
dan mengganggu stabilitas ekonomi pada masa itu. (Saharuddin, 2017).

70
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Di bawah kepemimpinan Ivan IV (1533-1584), Kekaisaran Rusia meluas


sampai ke kawasan Volga dan Kaspia, mereka menaklukkan beberapa
kekhanan Tatar. Pada tahun 1571, khan Krimea Devlet I Giray yang didukung
Utsmaniyah membakar wilayah Moskwa. Tahun berikutnya pada pertempuran
Molodi invasi Kembali diulang namun gagal. Kekhanan Krimea terus
menyerbu Eropa Timur melalui serangkaian serangan budak dan berhasil
menjadi kekuatan besar di Eropa Timur sampai akhir abad ke-17 (Beik, 1988,
hlm. 232).

Di Eropa Selatan, pada saat pertempuran Lepanto, koalisi Katolik yang


dipimpin Philip II dari Spanyol mengalahkan kekuatan Utsmaniyah. Kekala-
han ini merupakan pukulan telak dan simbol dari kelemahan dan citra keheba-
tan Utsmaniyah. Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta
atas pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran
Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahli,
walaupun armada kapal-kapal mereka masih bisa diperbaiki. Akibat kekalahan
ini kekuatan Angkatan Laut Utsmaniyah berbenah dan pulih dengan cepat,
yang memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573
sekaligus mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas daerah kekua-
saannya dan memperkuat posisinya di Afrika Utara (Beik, 1988, hlm. 301).

Sebaliknya di wilayah kekuasaan Habsburg tidak terjadi perubahan


apapun, sistim pertahanan Habsburg terus diperkuat. Perang Panjang melawan
Austria-Habsburg (1593-1606) membuat pemerintah melengkapi kekuatan
infanterinya dengan senjata api dan melonggarkan kebijakan perekrutan
armada kekuatan. Keputusan ini menciptakan masalah baru yaitu: ketidakpatu-
han prajurit dan pemberontakan di dalam tubuh militer tidak pernah terselesai-
kan. Begitu juga halnya dengan para Penembak Jitu Ireguler (Sekban) juga
masuk dalam perekrutan. Demobilisasi pun berubah menjadi brigandase

71
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

(perampokan), pemberontakan Jelali (1595-1610) memperluas aksi anarkis di


Anatolia sampai pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Ketika populasi
Kesultanan Utsmaniyah mencapai 30.000.000 jiwa pada tahun 1600, kelang-
kaan tanah membuat pemerintah ditekan habis-habisan (Beik, 1988, hlm. 301).

Turki Utsmani Stagnasi dan Perubahan (1683-1827)

Pada periode ini, ekspansi yang dilakukan oleh Rusia membawa


ancaman besar yang terus berkembang. Hal inilah yang mendorong Raja
Charles XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah
setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun 1709
(bagian dari Perang Utara Besar 1700-1721.) Charles XII mendesak Sultan
Utsmaniyah Ahmed III untuk menyatakan perang terhadap Rusia. Kesultanan
Utsmaniyah berhasil memenangkan aksi militer Sungai Pruth yang berlang-
sung pada 1710-1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716-1718, Perjanjian
Passarowitz mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan Oltenia
(Walachia Kecil) ke Austria. Dalam perjanjian ini juga disebutkan bahwa
Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak melakukan agresi
lagi di Eropa.

Pengepungan Ochakov tahun 1788, tentara Turki terus menahan kekua-


tan Rusia yang terus melakukan agresi dan serangan ke wilayah Utsmaniyah.
Perang Austria-Rusia-Turki yang diakhiri oleh Perjanjian Belgrade 1739
berujung kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil
direbut Rusia. Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa-
masa perdamaian karena Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan
Prusia (Quataert, 2005, hlm. 255).

72
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pada 1768 para Haidamak, pemberontak konfederasi Polandia yang


dibantu Rusia memasuki Balta, wilayah perkotaan Utsmaniyah di perbatasan
Bessarabia, dan mereka membantai warganya serta membumihanguskan kota
tersebut. Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang
Rusia-Turki 1768-1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri
perang ini dan memberikan kebebasan beribadah kepada warga Kristen di
provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada akhir abad ke-18, serangkaian
kekalahan perperangan melawan Rusia membuat sebagian kalangan di
Kesultanan Utsmaniyah meyakini bahwa reformasi yang dijalankan Peter
Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus menggunakan
teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut (Tucker,2005, hlm.
1080).

Selim III (1789-1807) berupaya melakukan perubahan besar untuk


pertama kalinya dalam memodernisasi kekuatan pasukan, tetapi reformasi ini
terhambat oleh kelompok pemimpin yang religius dan Korps Yanisari. Korps
Yanisari merasa iri dengan hak-hak militer dan mereka menolak perubahan
serta melakukan pemberontakan. Upaya yang dilakukan Selim III dalam
melakukan perubahan membuat dirinya kehilangan takhta dan nyawa.
Pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh
penggantinya yang dinamis yaitu Mahmud II serta menghapus korps Yanisari
pada tahun 1826.

Revolusi Serbia (1804-1815) menjadi era baru kebangkitan nasional di


wilayah Balkan, dimana Kesultanan Utsmaniyah dipimpin oleh Hurshid Pasha.
Suzeraintas Serbia sebagai monarki herediter dengan kelompok dinastinya
diakui secara de jure pada tahun 1830. Sementara pada 1821 bangsa Yunani
menyatakan perang terhadap Sultan Utsmani. Pemberontakan yang pecah di
Moldavia sebagai bentuk pengalihan dan kemudian diikuti oleh revolusi utama

73
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

di Peloponnesos. Pada tahun 1829 Peloponnesos dan bagian utara Teluk


Korintus adalah wilayah Kesultanan Utsmaniyah pertama yang merdeka dan
melepaskan diri. Pertengahan abad ke-19 Kesultanan Utsmaniyah mendapat
julukan "orang sakit" oleh bangsa-bangsa Eropa. Adapun negara-negara
suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan Montenegro)
meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an dari Kesultanan
Utsmaniyah.

Kemunduran dan Modernisasi (1828-1908)

Pada masa Tanzimat (1839-1876), serangkaian reformasi konstitusional


pemerintah membuahkan hasil, yaitu: terbentuknya pasukan wajib militer
modern, reformasi sistim perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual,
perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki
pabrik modern, serta pendirian Kementerian Pos Utsmaniyah di Istanbul pada
tanggal 23 Oktober 1840. Periode reformis ini memuncak dengan penyusunan
Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama kesultanan
ini tidak berlangsung lama, parlemen hanya bertahan selama dua tahun dan
kemudian dibubarkan oleh Sultan.

Reformasi juga terjadi pada bidang pendidikan dan menghasilkan tingkat


pendidikan yang lebih tinggi. Di bidang ini, penduduk Kristen perlahan
meninggalkan penduduk muslim yang mayoritas. Pada tahun 1861, terdapat
571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen dengan jumlah siswa
sebanyak 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim yang pada
waktu itu kemajuannya terus melambat dikarenakan waktu untuk belajar
bahasa Arab dan teologi Islam yang panjang (Pamuk, 1978: 121). Di kemudian
hari, tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan
mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Hal ini dapat

74
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dilihat di tahun 1911, 528 sampai 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki
oleh etnis Yunani (yang notabene pemeluk agama Kristen) (Geyikdagi, 2001,
hlm. 32)

Pada masa ini juga terjadi perang Krimea (1853-1856) yang merupakan
bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar di Eropa yang
memperebutkan pengaruh di teritorial Kesultanan Utsmaniyah yang melemah.
Beban perang yang berdampak pada minimnya finansial negara memaksa
pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri senilai 5 juta pound
sterling pada tanggal 4 Agustus 1854 (Geyikdagi, 2001, hlm. 33). Dampak lain
dari perang ini mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000
diantaranya pindah ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk
gelombang imigrasi. Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis
Sirkasia dilenyapkan. Mereka diusir dari tanah airnya di Kaukasus dan
terpaksa mengungsi ke wilayah Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000
sampai 700.000 orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber memberi
angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi dan/atau
dibunuh.

Perang Rusia-Turki (1877-1878) berakhir dengan kemenangan mutlak


Rusia, mengakibatkan penyusutan drastis wilayah Utsmaniyah di Eropa.
Bulgaria dijadikan sebagai wilayah kepangeranan yang merdeka di dalam
Kesultanan Utsmaniyah dan Rumania mendapatkan kemerdekaan penuh.
Serbia dan Montenegro juga mendapatkan kemerdekaan penuh walaupun
dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-
sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun
pemerintah Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan
dalam kurun tiga minggu. Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri
Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di

75
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak


pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Seiring dengan menyusutnya wilayah
Kesultanan Utsmaniyah, banyak penduduk Muslim Balkan pindah ke teritori
Utsmaniyah dan sebagian lain masuk kejantung kesultanan di Anatolia. Pada
tahun 1923 hanya Anatolia dan Thracia Timur saja yang masih dikuasai oleh
penduduk Muslim (Pamuk, 1978, hlm. 331).

Kekalahan dan Pembubaran (1908-1922)

Era Konstitusional Kedua dimulai pasca Revolusi Turki Muda (3 Juli


1908) melalui pengumuman sultan tentang penggunaan kembali konstitusi
1876 dan pembentukan kembali Parlemen Utsmaniyah. Pengumuman ini
menjadi awal pembubaran Kesultanan Utsmaniyah. Era ini didominasi oleh
politik Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang kelak dikenal
dengan sebutan Turki Muda. Memanfaatkan perpecahan sipil, Austria-
Hongaria secara resmi menganeksasi Bosnia dan Herzegovina pada tahun
1908, kemudian mereka menarik tentaranya dari Sanjak Novi Pazar suatu
wilayah yang diperebutkan oleh Austria dan Utsmaniyah guna menghindari
perang. Dalam peperangan Italia-Turki (1911-12), Kesultanan Utsmaniyah
kehilangan Libya dan Liga Balkan yang menyatakan perang terhadap
Kesultanan Utsmaniyah.

Kekalahan dalam perang Balkan (1912-13) mengakibatkan Utsmaniyah


kehilangan teritori Balkan-nya, kecuali Thracia Timur dan ibu kota historis
Adrianopel. Terdapat Sektiar 400.000 penduduk Muslim yang merasa
khawatir akan menghadapi kekerasan etnis dari Yunani, Serbia, dan Bulgaria
mengungsi dan ikut mundur bersama pasukan Utsmaniyah (Beik,1988:388).
Justin McCarthy memprediksi bahwa sejak 1821-1922 pembersihan etnis
Muslim Utsmaniyah di wilayah Balkan mengakibatkan banyak kematian dan

76
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

juta-an penduduk Muslim terusir dari kawasan itu. Tahun 1914 Kesultanan
Utsmaniyah sudah dipukul mundur hampir di seluruh Kawasan Eropa dan
Afrika Utara. Meski demikian wilayah Kesultanan ini masih dihuni sekitar 28
juta penduduk Muslim. 15,5 juta di antara mereka berada diwilayah Turki
modern, 4,5 juta di Kawasan Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, sekitar
2,5 juta berada di kawasan Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan
bayangan Kesultanan Utsmaniyah wilayah Jazirah Arab (Pamuk, 1978, hlm.
313).

Pada November 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang


Dunia I di blok Kekuatan Tengah. Kesultanan ini ambil bagian dalam teater
Timur Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun
pertama peperangan, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan
Kut. Mereka mengalami kampanye militer Kaukasus melawan Rusia. Amerika
Serikat secara resmi tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang terhadap
Kesultanan Utsmaniyah walaupun kemudian berusaha mendominasi wilayah-
wilayah yang tadinya dimiliki oleh Turki Utsmani.

Tahun 1915, saat Angkatan Darat Kaukasus Rusia terus menyerang ke


Anatolia timur. Dibantu sejumlah milisi Armenia Utsmaniyah, pemerintah
Utsmaniyah mulai mendeportasi dan membantai penduduk etnis Armenia.
Aksi ini kemudian dikenal dengan nama Genosida Armenia. Genosida juga
dilakukan terhadap etnis minoritas Yunani dan Assyria. Pada dasarnya segala
bentuk genosida ini didalangi oleh Rusia, Perancis dan Inggris. Semua itu
mereka lakukan untuk memperebutkan wilayah Asia Tengah dan memberikan
alternatif jalur perdagangan dari India, sedangkan Rusia ingin melakukan
perluasan wilayahnya sejalan dengan ambisi Perancis.

77
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pemberontakan Arab melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah


dimulai pada tahun 1916. Dalam perang ini, Utsmaniyah sempat unggul
selama dua tahun pertama peperangan. Gencatan Senjata Mudros yang
ditandatangani pada 30 Oktober 1918 mengakhiri peperangan di wilayah
Timur Tengah, kemudian diikuti dengan pendudukan Konstantinopel dan
pemecahan Kesultanan Utsmaniyah. Berikutnya adalah perjanjian Sevres,
dimana dalam perjanjian ini pemecahan Kesultanan Utsmaniyah menjadi
resmi. Dan akibat dari kemunduran demi kemunduran ini, pada kuartal terakhir
abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat sekitar 7-9 juta Muslim Turki
mengungsi dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan, dan pulau-pulau
Mediterania ke Anatolia dan Thracia Timur.

Di akhir Kesultanan Utsmaniyah, terjadi Perang Kemerdekaan Turki


(1919-1922) yang kemudian dimenangkan oleh Gerakan Nasionalisme Turki
di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasha (atau Mustafa Kemal Ataturk).
Kemenangan ini berlanjut dengan pembubaran Kesultanan Utsmaniyah pada
tanggal 1 November 1922. Pada 17 November 1922, Sultan Mehmed VI, yang
merupakan sultan terakhir meninggalkan negara. Dan pada tanggal 29 Oktober
1923, Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki. Pada
tangga 3 Maret 1924, Kesultanan Utsmaniyah resmi dibubarkan.

2. Pemerintahan Turki Utsmani

Tata negara Kesultanan Utsmaniyah adalah sistim yang sangat sederhana


dan terbagi menjadi dua dimensi utama, pemerintahan militer dan
pemerintahan sipil. Sultan adalah jabatan tertinggi dalam sistim ini. Sistim
pemerintahan sipil dibuat berdasarkan unit-unit pemerintahan daerah dan
karakteristik wilayahnya. Kesultanan Utsmaniyah menggunakan sistim tata
negara (Kekaisaran Romawi Timur) yang dikuasai oleh kaum ulama. Tradisi-
tradisi Pemerintahan Turki Pra-Islam masih berperan penting bagi pemerintah

78
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Utsmaniyah, walaupun sudah banyak terjadi perubahan dengan mengadopsi


sistim administrasi dan hukum dari Iran Islam (Kapucu, 2008, hlm. 77).
Menurut pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara adalah mempertahan-
kan dan memperluas wilayah kekuasaan Muslim dan menjamin keamanan
serta keselarasan pada wilayah perbatasan. Hal ini sesuai dengan konteks
praktik Islam Ortodoks dan Kedaulatan Dinasti.

Jabatan tertinggi dalam Islam adalah khalifah, pemahaman ini dianut


oleh Sultan sehingga nama negara juga disandarkan kepada nama khalifah
(khalifah Utsmaniyah). Sultan Utsmaniyah, pâdişâh atau pembantu raja,
menjadi pemimpin tunggal kesultanan dan dianggap sebagai perwakilan
pemerintahannya, meski kendalinya tidak selalu mutlak. Politik negara
melibatkan sejumlah penasihat dan menteri dengan membentuk dewan yang
disebut dengan Divan, dan setelah abad ke-17 namanya berubah menjadi
"Porte". Keanggotaan Divan pada saat negara Utsmaniyah masih berupa
Beylik terdiri dari para tetua suku. Komposisi keanggotaan ini kemudian
diubah agar melibatkan pejabat militer dan elit politik lokal (seperti penasihat
keagamaan dan politik). Sejak awal 1320, seorang Wazir Agung ditunjuk
untuk melanjutkan tugas-tugas tertentu Sultan. Wazir Agung terbebas dari
kendali Sultan dan memegang kuasa penunjukan, pemecatan, dan pengawasan
yang nyaris tidak terbatas. Mulai akhir abad ke-16, Sultan menarik diri dari
politik dan Wazir Agung menjadi kepala negara defacto (Black, 2001, hlm.
97).

Sultan baru atau penerus kesultanan selalu dipilih dari putra-putra sultan
sebelumnya. Sistim pendidikan sekolah di istana yang sangat ketat dan kuat
bisa mengeliminasi calon pewaris sultan yang tidak mampu menggalang
dukungan elit penguasa terhadap pewaris Sultan. Sekolah istana juga mendidik
calon pejabat negara terbagi dalam beberapa jalur tunggal. Jalur pertama,

79
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

madrasah (Turki Utsmaniyah: Medrese), jalur ini dirancang khusus untuk umat
Islam dan mendidik cendekiawan serta para pejabat negara sesuai dengan
tradisi Islam. Pembiayaan sekolah ini (Medrese) ditanggung oleh wakif,
sehingga anak-anak dari keluarga miskin bisa menaikkan status sosialnya dan
merubah pendapatannya (Imber, 1988, hlm. 231). Jalur kedua adalah sekolah
ber-asrama tanpa pungutan biaya apapun, jalur ini dirancang untuk anak-anak
dari umat Kristen (Enderûn). Sekolah ini mampu merekrut 3.000 siswa tiap
tahunnya dengan umur antara 8 sampai 20 tahun, diantara mereka satu sampai
empat puluh keluarga berasal dari komunitas-komunitas di Rumelia dan/atau
Balkan. Proses ini disebut Devshirme (devşirme).

Dalam perjalanan sejarah Utsmaniyah, terdapat beberapa periode ketika


lembaga di bawah Sultan memiliki pengaruh yang amat kuat sehingga dapat
mempengaruhi kebijakan dan arah politik Kesultanan. Di antara periode
tersebut adalah ketika lembaga Wazir Agung menguat dan mengambil alih
berbagai tugas eksekutif pemerintahan. Contoh lain adalah ketika di suatu
periode lembaga Harem Kesultanan yang dipimpin oleh Valide Sultan
memainkan peran penting dalam perpolitikan dan menjadi pengendali negara.
Periode ini dikenal dengan periode “Kesultanan Wanita”. Selain itu, sejarah
juga menunjukkan bahwa dalam beberapa peristiwa, para gubenur lokal
mengambil tindakan dan kebijakan independen tanpa menunggu persetujuan
pusat dan walau kebijakan dan tindakan tersebut bertentangan dengan
kebijakan pusat.

Pasca Revolusi Turki Muda tahun 1908, negara Utsmaniyah menjadi


monarki konstitusional, Sultan tidak lagi memegang kekuasaan eksekutif.
Parlemen dibentuk dan perwakilannya dipilih dari provinsi-provinsi negara,
kemudian wakil-wakil yang terpilih membentuk Pemerintahan Imperium
Kesultanan Utsmaniyah.

80
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pemerintahan yang eklektik tampak dalam surat-surat diplomatik


kesultanan, biasanya dikirim ke Barat dalam bahasa Yunani (Kapucu, 2008,
hlm. 78). Surat-surat resmi dibubuhi dengan Tughra yang merupakan
monogram kaligrafi atau tanda tangan para Sultan Utsmaniyah yang
jumlahnya 35 orang. Tugra dipahat di lambang Sultan dan mengandung nama
Sultan beserta ayahnya. Pernyataan dan doa-doa "kemenangan abadi" juga
dipahat di lambang-lambang negara. Tughra pertama kalinya dimiliki oleh
Orhan Gazi, dan Tughra yang bergaya hiasan ini kelak adalah asal-usul dari
pembentukan kaligrafi Utsmaniyah-Turki.

Gambar. 2. Tughra Mahmud II.


Sumber: https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Tughra_Mahmud_II_bw.png

a. Hukum Turki Utsmani

Dalam sistim hukum pada masa Turki Utsmaniyah, hukum keagamaan


diberlakukan bersamaan dengan hukum sekuler (Qanun atau Kanun). Penera-
pan dua hukum secara bersamaan ini terjadi setelah reformasi hukum yang

81
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

merupakan hasil tekanan negara-negara Barat akibat krisis dan kekalahan


perang yang berkepanjangan. Kesultanan Utsmaniyah selalu disusun dengan
sistim yurisprudensi lokal. Urusan hukum di Kesultanan Utsmaniyah adalah
bagian dari skema besar untuk menyeimbangkan kewenangan pusat dan
daerah. Kekuasaan Utsmaniyah di beberapa wilayah lebih fokus pada urusan
hak tanah, sehingga pemerintahan daerah diberi ruang yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan millet2 setempat (Benton, 2001, hlm. 109-110).

Yurisdiksi Kesultanan Utsmaniyah sedikit lebih rumit, karena tujuannya


adalah untuk memungkinkan integrasi budaya dan agama dari kalangan yang
berbeda. Kesultanan Utsmaniyah memiliki tiga sistim pengadilan: Pertama
untuk kalangan umat Islam. Kedua, untuk kalangan Non-Muslim termasuk
pejabat Yahudi dan Kristen yang menguasai komunitas agamanya masing-
masing, dan yang ketiga adalah pengadilan dagang. Keseluruhan sistim ini
diatur oleh Qanun administratif, sebuah sistim hukum yang dibuat berdasarkan
Yassa dan Tore Turki yang telah berkembang sebelum kemunculan Islam.
Ketiga kategori pengadilan ini tidak sepenuhnya eksklusif. Pengadilan Islam,
misalnya, sebagai satu-satunya pengadilan primer kesultanan bisa dipakai
untuk menyelesaikan konflik atau sengketa perdagangan antara pihak yang
berbeda agama. Biasanya penuntut Yahudi dan Kristen memilih pengadilan
Islam agar mendapatkan putusan yang lebih kuat terhadap suatu masalah.
Negara Utsmaniyah tidak mencampuri sistim hukum keagamaan Non-Muslim,
meski secara hukum negara punya hak untuk melakukannya melalui gubernur.
Kedua sistim peradilan yang berlaku (Muslim dan Non-Muslim) diajarkan di
dua sekolah hukum kesultanan yaitu Istanbul dan Bursa (Benton, 2001, hlm.
109-110).

2
Millet adalah peradilan independen untuk “hukum pribadi” dimana komunitas dapat
menerapkan hukum mereka

82
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Sistim peradilan Islam Kesultanan Utsmaniyah berbeda dengan sistim


peradilan tradisional Eropa. Pihak yang hadir di pengadilan Islam adalah Qadi
(hakim). Sejak penutupan itjihad, para Qadi diseluruh Kesultanan Utsmaniyah
tidak terlalu fokus pada keputusan hukum sebelumnya, melainkan pada adat
setempat dan tradisi daerah tempat mereka bekerja. Sayangnya, sistim
pengadilan Utsmaniyah tidak punya struktur pengadilan banding, sehingga
muncul strategi kasus hukum jaksa (penuntut) bisa membawa kasus peradilan
dari satu sistim pengadilan ke sistim pengadilan yang lain sampai mereka
mendapatkan putusan hukum yang sesuai harapan.

Pada akhir abad ke-19, sistim hukum Utsmaniyah dirombak besar-


besaran. Proses modernisasi hukum dimulai dengan Dekrit Gulhane tahun
1839. Reformasi tersebut mencakup "pengadilan adil di hadapan umum untuk
semua terdakwa tanpa memandang agamanya", pembentukan sistim "kompe-
tensi terpisah, agama dan sipil", dan pengakuan kesaksian Non-Muslim.
Hukum tanah (1858), hukum sipil (1869-1876), dan hukum prosedur sipil juga
diberlakukan (O, Connor, Grub, 1997, hlm. 223-224).

Reformasi hukum Utsmaniyah sangat dipengaruhi oleh sistim peradilan


yang berlaku di Perancis. Ini dapat dilihat dari penggunaan sistim pengadilan
tiga tingkat. Sistim peradilan yang disebut Nizamiye ini diperluas sampai ke
tingkat pengadilan lokal dengan penerapan akhir Mecelle, yaitu hukum sipil
yang mengatur tentang pernikahan, perceraian, tunjangan, wasiat, dan status
pribadi lainnya. Untuk memperjelas pembagian kompetensi hukum, dewan
pengurus menetapkan bahwa segala urusan keagamaan diserahkan ke
pengadilan agama dan urusan status perceraian diserahkan ke pengadilan
Nizamiye (Beik, 1988, hlm. 334).

b. Militer Turki Utsmani

83
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Satuan militer pertama Kesultanan Utsmaniyah adalah angkatan darat


yang dibentuk oleh Utsman I, mereka direkrut dari anggota suku-suku yang
terdapat di perbukitan Anatolia barat pada akhir abad ke-13. Sistim militer pun
berubah menjadi organisasi yang rumit seiring kemajuan kesultanan. Anggota
Militer Utsmaniyah berasal dari sistim perekrutan dan bertugas untuk
pertahanan yang kompleks.

Korps utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi Yanisari, Sipahi,


Akinci, dan Mehteran. Mereka pernah menjadi salah satu pasukan tempur
termaju di dunia karena dilengkapi dengan persenjataan senapan lontak dan
meriam, bahkan mereka adalah pengguna pertama dari senjata-senjata
tersebut. Saat pengepungan Konstantinopel, Pasukan Turki Utsmaniyah sudah
mulai memanfaatkan senjata falconet, jenis dari meriam pendek namun lebar.
Sedangkan kavaleri Utsmaniyah bergantung pada kecepatan dan mobilitas
yang tinggi bukan pada persenjataan berat. Mereka menggunakan busur dan
panah pendek dengan mengendarai kuda cepat Turkoman dan Arab (pencetus
kuda balap Thoroughbred). Mereka sering menerapkan taktik yang mirip
dengan taktik Kekaisaran Mongol, seperti berpura-pura mundur sambil
mengurung musuh dengan formasi bulan sabit lalu melancarkan serangan.
Kemunduran kinerja angkatan darat terjadi sejak pertengahan abad ke-17 dan
setelah Perang Turki Besar. Pada abad ke-18, sempat muncul sedikit keberha-
silan melawan Venesia. Sayangnya, pasukan Rusia bergaya Eropa di utara
kembali mengalahkan tentara Turki dan memaksa Kesultanan Utsmaniyah
menyerahkan teritorialnya (Milner, 1990, hlm. 3-6).

Modernisasi Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-19 dimulai oleh


militer. Pada tahun 1826, Sultan Mahmud II menghapus korps Yanisari dan
membentuk angkatan darat modern Utsmaniyah. Pasukan tersebut diberi nama
Nizam-i Cedid (Orde Baru). Angkatan Darat Utsmaniyah juga merupakan

84
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

organisasi pertama yang mempekerjakan tenaga ahli luar negeri dan mengirim-
kan para perwiranya ke pusat pelatihan di negara-negara Eropa Barat. Karena
itu pula, gerakan Turki Muda dirintis ketika para prajurit muda dan terlatih ini
pulang ke negaranya. Angkatan Laut Utsmaniyah turut ambil bagian dalam
perluasan wilayah kesultanan di benua Eropa. Ekspansi ini berawal dari
penaklukan Afrika Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke wilayah
Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair tahun
1830 dan Yunani tahun 1821, kekuatan Angkatan laut dan kendali Utsmaniyah
atas wilayah jajahannya di seberang laut mulai melemah. Sultan Abdul Aziz
yang berkuasa pada tahun 1861-1876 berusaha membangun angkatan laut
yang kuat dengan merekrut armada terbesar ketiga di dunia setelah Britania
Raya dan Perancis. Galangan kapal di Barrow, Inggris, membangun kapal
selam pertamanya untuk Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1886 (Walls,
2001, hlm. 8)

Meski begitu, kondisi perekonomian Utsmaniyah yang melemah tidak


dapat mempertahankan armada laut dalam jangka panjang. Sultan Abdul
Hamid II tidak mempercayai para laksamana yang memihak dengan reformis
Midhat Pasha. Sultan mengklaim bahwa armada yang besar dan mahal tidak
berguna untuk melawan Rusia saat Perang Rusia-Turki. Ia mengunci sebagian
besar armadanya di dalam Tanjung Emas dan membiarkan kapalnya berkarat
selama 30 tahun berikutnya. Setelah Revolusi Turki Muda tahun 1908, Komite
Persatuan dan Kemajuan berupaya mengembangkan pasukan laut yang kuat.
Yayasan Angkatan Laut Utsmaniyah didirikan pada tahun 1910 untuk membeli
kapal-kapal baru melalui sumbangan masyarakat.

Sejarah penerbangan Angkatan Udara militer Utsmaniyah dapat dilacak


hingga tahun 1909 antara Juni 1909 - Juli 1911 (Imber, 2002: 177-200).

85
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kesultanan Utsmaniyah mulai mempersiapkan para pilot dan pesawat tempur-


nya melalui pendirian sekolah penerbangan (Tayyare Mektebi) di Yeşilköy,
pemerintah mulai melakukan pelatihan para penerbangnya pada tanggal 3 Juli
1912. Pendirian Sekolah Penerbangan mempercepat kemajuan program
penerbangan militer, menambah jumlah perwira yang terdaftar pada Angkatan
Udara serta memberi pilot-pilot baru peran aktif di Angkatan Darat dan
Angkatan Laut Utsmaniyah. Bulan Mei 1913, Program Latihan Pengintaian
Khusus yang pertama di dunia dirintis oleh Sekolah Penerbangan Utsmaniyah,
kemudian dibentuklah divisi pengintaian untuk pertama kalinya. Bulan Juni
1914, berdirilah akademi militer yang baru yaitu Sekolah Penerbangan Angka-
tan Laut (Bahriye Tayyare Mektebi). Dengan pecahnya Perang Dunia I, proses
modernisasi Angkatan perang Utsmaniyah berhenti mendadak. Skadron
penerbangan Utsmaniyah bertempur di berbagai front selama Perang Dunia I,
mulai dari Galisia di barat hingga Kaukasus di timur dan Yaman di selatan
(Farid, 1988, hlm. 331).

c. Pembagian Administratif

Pada akhir abad ke 14 Kesultanan Utsmaniyah terbagi menjadi beberapa


provinsi, pada saat itu provinsi adalah unit-unit teritorial tetap yang dipimpin
oleh gubernur yang ditunjuk oleh sultan. Eyalet (pashalic atau beglerbeglic)
merupakan teritori kerja seorang beylerbeyi, dan teritori ini dibagi lagi menjadi
beberapa sanjak. (Yazbak, 1998, hlm. 28)

Vilayet diperkenalkan melalui pengesahan "Hukum Vilayet" (bahasa


Turki: Teskil-i Vilayet Nizamnamesi) pada tahun 1864, program tersebut
sebagai bagian dari reformasi tanzimat (Mahumud, 1998:28). Tidak seperti
sistim eyalet sebelumnya, hukum yang berlaku pada tahun 1864 ini
menetapkan hierarki satuan administratif: vilayet, liva/sanjak, kaza, dan dewan

86
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

desa. Hukum Vilayet pada tahun 1871 menambahkan nahiye di antara kaza
dan desa (Mundi, 2007, hlm. 20).

d. Perekonomian Turki Utsmani

Pemerintahan Utsmaniyah menerapkan kebijakan pengembangan


Kawasan Bursa, Adrianopel, dan Istanbul (semuanya adalah ibu kota Utsmani-
yah) menjadi pusat perdagangan dan industri besar, karena di kota-kota
tersebut para pedagang dan pengrajin memainkan peran besar dalam pemben-
tukan metropolis baru (Inalcik, 2009, hlm. 209). Sampai saat itu, Mehmed dan
penggantinya, Bayezid, juga mendorong dan menerima migrasi kaum Yahudi
dari berbagai daerah di Eropa. Mereka menetap di Istanbul dan kota-kota
pelabuhan seperti Salonica. Perpindahan orang-orang Yahudi ke Turki
Utsmaniyah dari Eropa karena mereka ditindas oleh orang-orang Kristen.
Toleransi yang dimiliki bangsa Turki disambut hangat oleh para imigran
tersebut, khususnya umat Yahudi.

Prinsip dasar sistim perekonomian Turki Utsmaniyah sangat terkait


dengan konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama
keberadaan negara waktu itu untuk memperkuat dan memperluas kekuasaan
Sultan. Cara memperolehnya adalah dengan memaksimalkan semua sumber-
sumber pendapatan negara dari semua lini dengan mensejahterakan kelas
pekerja (Inalcik, 2009, hlm. 209). Kedua hal tersebut bertujuan memberikan
kemakmuran kepada rakyat demi mencegah terjadinya kerusuhan dan
melindungi tatanan kehidupan masyarakat tradisional.

Susunan badan keuangan dan bendahara negara berkembang lebih baik


di Kesultanan Utsmaniyah ketimbang pemerintahan Islam lainnya. Pada abad
ke-17, organisasi keuangan Utsmaniyah merupakan yang paling maju

87
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

dibandingkan organisasi keuangan lainnya yang ada pada saat itu. Organisasi
ini mengembangkan birokrasi juru tulis yang dikenal dengan sebutan "men of
the pen" sebagai kelompok terpisah yang separuhnya diisi ulama yang sangat
berpengalaman. Kelompok juru tulis tersebut berkembang menjadi lembaga
profesional (Black, 2001, hlm. 197). Keefektifan lembaga keuangan
profesional ini berada di balik kesuksesan para negarawan besar Kesultanan
Utsmaniyah (Inalcik, 2009, hlm. 209).

Struktur ekonomi kesultanan sangat ditentukan oleh struktur


geopolitiknya yang sangat strategis. Kesultanan Utsmaniyah berada di antara
dunia Barat dan Timur, sehingga keberadaannya menghalangi para pedagang
yang menempuh rute darat untuk menuju ke wilayah timur. Hal inilah yang
memaksa penjelajah Spanyol dan Portugal untuk berlayar di laut mencari rute
baru ke timur. Kesultanan Utsmaniyah mengendalikan rute perdagangan
rempah yang dulu digunakan oleh Marco Polo. Vasco da Gama menelikung
rute Utsmaniyah dan membuat rute dagang langsung menuju ke India tahun
1498, dan Christopher Columbus berlayar ke Bahama tahun 1492, pada saat
itu Kesultanan Utsmaniyah sedang berada pada puncak kejayaannya.

Beberapa studi modern tentang Utsmaniyah menyatakan bahwa


terjalinnya hubungan antara Turki Utsmani dan Eropa Tengah tercipta karena
pembukaan rute perdagangan laut yang baru. Sejarawan bisa saja menganggap
bahwa penurunan lalu lintas perdagangan darat ke timur setelah Eropa Barat
membuka rute perdagangan laut yang menjauhi Timur Tengah dan Medite-
rania adalah paralel terhadap kemunduran Kesultanan Utsmaniyah itu sendiri.
Namun, perjanjian Inggris-Utsmaniyah yang dikenal dengan Perjanjian Balta
Liman telah membuka pasar baru bagi perekonomian Utsmaniyah ke para
pesaingnya di Inggris dan Perancis, ini dapat dipandang sebagai salah satu
kemajuan bagi perkembangan ekonomi Utsmaniyah (Inalcik, 2009, hlm. 218).

88
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dengan mengembangkan pusat perekonomian dan membuka rute


perdagangan baru, rakyat Turki didorong untuk memperluas lahan pertanian
mereka. Dan dengan menciptakan perdagangan internasional melalui wilayah
jajahannya, pemerintahan Turki Utsmani berhasil melaksanakan fungsi
ekonomi dasar di seluruh wilayah Kesultanan. Meskipun begitu, kepentingan
finansial dan politik negara lebih dominan. Sistim sosial dan politik yang
dijalankan oleh pemerintah, membuat para pejabat Utsmaniyah tidak paham
dan tidak sadar dengan tuntutan serta dinamika prinsip-prinsip ekonomi
kapitalis dan merkantil yang sedang berkembang di Eropa Barat (Inalcik, 2009,
hlm. 209).

Populasi penduduk Kesultanan Utsmaniyah diperkirakan berjumlah


11.692.480 jiwa pada 1520-1535. Angka ini diperoleh dengan menghitung
jumlah kepala keluarga di catatan sumbangan Utsmaniyah dan dikalikan 5
anggota keluarganya. (Erder dan Faruqi, 1979, hlm. 322-345). Jumlah
penduduk pada abad ke-18 lebih sedikit jika dibandingkan dengan populasi
abad ke-16, tidak diketahui dengan pasti apa saja yang menjadi penyebab
menurunnya populasi tersebut. Diperkirakan sebanyak 7.230.660 jiwa pada
sensus penduduk pertama tahun 1831, jumlah ini dianggap terlalu sedikit
karena sensus bertujuan menghitung potensi wajib militer (Erder dan Faruqi,
1979, hlm. 322-345).

Sensus penduduk di teritori Utsmaniyah secara menyeluruh baru dimulai


pada awal abad ke-19. Data hasil sensus sejak tahun 1831 sampai seterusnya
tersedia dalam dokumen resmi, walaupun sensus pada tahun 1831 tidak
mencakup seluruh penduduk, hanya menghitung kaum pria saja dan juga tidak
dilakukan di seluruh wilayah kesultanan. Untuk periode-periode sebelumnya,
perkiraan ukuran dan persebaran penduduk didasarkan pada pola demografi
yang bisa diamati (Shaw, 1978, hlm. 325).

89
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Jumlah penduduk mulai meningkat hingga angka 25-32 juta jiwa pada
tahun 1800, 10 juta jiwa di antaranya berada di provinsi-provinsi Eropa
(kebanyakan di Balkan), 11 juta jiwa berada di provinsi Asiatik, dan 3 juta jiwa
di provinsi Afrika. Kepadatan penduduk tertinggi berada di provinsi Eropa,
sebanyak dua kali lipatnya di Anatolia, tiga kali lipatnya di Irak dan Suriah,
dan lima kali lipatnya di Semenanjung Arabia. Menjelang berakhirnya
kekuasaan kesultanan Utsmaniyah, angka harapan hidup hanya mencapai 49
tahun, angka tersebut lebih tinggi 20 tahun dibandingkan dengan Serbia pada
awal abad ke-19. Wabah penyakit dan kelaparan mengakibatkan banyaknya
penduduk yang meninggal dan perubahan demografi. Pada tahun 1785, sekitar
satu per-enam jumlah penduduk Mesir meninggal akibat wabah penyakit dan
penduduk Aleppo berkurang hingga 20% pada abad ke-18. Enam kali wabah
kelaparan melanda Mesir antara tahun 1687-1731, sedangkan wabah kelaparan
terakhir melanda Anatolia empat dasawarsa kemudian (Shaw, 1978, hlm. 325).

Tumbuhnya kota-kota pelabuhan baru membuat masyarakat hidup


berkelompok. Kondisi ini didorong oleh pengembangan perusahaan kapal uap
dan kereta api. Pada tahun 1700-1922 gelombang urbanisasi mulai meningkat,
membuat kota-kota besar maupun kecil tumbuh sejalan dengan geliat
urbanisasi tersebut. Perbaikan kesehatan dan sanitasi membuat kehidupan di
kota-kota menarik perhatian para pendatang untuk menetap dan bekerja. Kota-
kota pelabuhan seperti Salonica di Yunani mengalami peningkatan populasi
dari 55.000 jiwa pada tahun 1800 menjadi 160.000 pada tahun 1912. Populasi
Izmir tumbuh dari 150.000 jiwa pada tahun 1800 menjadi 300.000 pada tahun
1914. Sebaliknya, beberapa daerah mengalami penurunan populasi, seperti
Belgrade yang jumlah penduduknya turun dari 25.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa
dikarenakan perselisihan politik yang terjadi di daerah tersebut. Migrasi
ekonomi dan politik memberi pengaruh besar bagi seluruh kesultanan
Utsmaniyah. Aneksasi Krimea dan Balkan secara berturut-turut oleh Rusia dan

90
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Austria-Habsburg mengakibatkan migrasi penduduk Muslim dalam jumlah


besar. Sekitar 200.000 jiwa penduduk Tatar Krimea mengungsi ke Dobruja,
pada tahun 1783 dan 1913 terdapat sekitar 5-7 juta jiwa membanjiri Kesultanan
Utsmaniyah, dan 3,8 juta jiwa diantaranya berasal dari Rusia. Beberapa
migrasi meninggalkan dampak yang bertahan cukup lama, seperti terjadinya
ketegangan politik antara wilayah-wilayah kesultanan di Bulgaria. Dampak
yang lebih ekstrem terlihat di daerah lain, seperti terbentuknya demografi
sederhana yang muncul dari keragaman penduduk. Begitu juga dengan
kehidupan ekonomi akibat berkurangnya para pengrajin, pedagang, produsen,
dan petani (Quataert, 1978, hlm. 88). Sejak abad ke-19, penduduk Muslim
secara besar-besaran eksodus ke Turki Anatolia dari Balkan, mereka ini
disebut Muhacir. Ketika Kesultanan Utsmaniyah berakhir tahun 1922, separuh
penduduk kota Turki adalah keturunan pengungsi Muslim dari Rusia (Inalcik,
2009, hlm. 209).

Secara umum sejarah perekonomian Utsmani dapat dibagi kedalam dua


periode. Pertama, periode klasik yang berbasis kepada pertanian. Pada periode
tersebut, Khilafah Utsmani memberikan keleluasaan kepada setiap wilayah
untuk mengembangkan potensi pertaniannya. Kedua, pada era reformasi yaitu
era perbaikan pengaturan sistim pemerintahan yang meliputi perbaikan sistim
administrasi publik dan perubahan sistim politik dari tangan militer kepada
sipil, tujuannya untuk memberikan fungsi layanan publik yang lebih baik.

Sayangnya, reformasi birokrasi dan reformasi sistim administrasi yang


dilakukan oleh pemerintahan pusat Utsmani terhadap provinsi-provinsi, justru
menjadi salah satu penyebab kehancuran Utsmani. Pendapat ini dipertegas
oleh El-Ashker; bahwa kekacauan administrasi di wilayah Syria dan Mesir
adalah contoh dari perubahan sistim tersebut. Reformasi birokrasi dan sistim
administrasi terlihat dengan seringnya terjadi pergantian pasha (raja muda) di

91
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

kedua wilayah ini, pada umumnya para pasha hanya rata-rata menjabat selama
dua tahun. Pada periode 1517-1697 terdapat 133 pasha yang bergiliran
memimpin Damaskus. Demikian pula yang terjadi di Mesir selama kurun
waktu 280 tahun pemerintahan Utsmani, terdapat hampir 100 pasha yang
bergiliran memimpin kantor pemerintahan.

Sumber pendapatan Daulah Utsmani banyak diperoleh dari perluasan


wilayah (ekspansi militer) serta sektor fiskal, yaitu pajak. Sayangnya, dari
masa ke masa daerah kekuasaan Turki Utsmani terus menyusut. Selain pajak,
pendapatan negara banyak mengandalkan sektor pertanian yang pada
umumnya masih dilakukan dengan cara konservatif. Khilafah Utsmani belum
banyak mengandalkan pendapatan negara dari industri manufaktur dan
perdagangan. Berbanding terbalik dengan bangsa-bangsa Eropa yang sudah
mengandalkan perdagangan dan Industri sebagai sumber pendapatan utama.
Mereka, kaum kapitalis Eropa, semakin giat mengembangkan industri dan
pabrik-pabrik serta perluasan wilayah. Dalam rangka memenuhi bahan baku
kebutuhan pokok industri dan pabrik-pabrik yang sedang marak dan
berkembang di Eropa, mereka terus memperluas wilayah jajahan dalam rangka
memperoleh hasil pertanian yang dibutuhkan oleh pabrik-pabrik dan industri-
industri tersebut.

e. Kekuatan Ekonomi Utsmaniyah

Sebagai sebuah negara besar pada eranya, Khilafah Utsmani mempunyai


banyak potensi yang menjadi penunjang pendapatan negara dan kekuatan
militernya. Di antara sumber daya dan kekuatan ekonomi tersebut adalah:

 Daratan

Di Anatolia, Khilafah Utsmani mewarisi sebuah jalur Caravanserai dari

92
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

pendahulu mereka Bani Saljuk. Dan dengan jaminan keamanan dari


Kesultanan Turki Utsmani terhadap pengantaran barang dan pergerakan
rombongan pedagang yang melintas, jalur ini menjadi unggulan sumber
kekuatan dan pendapatan perekonomian sisi jalur darat. Pada jalur ini
Kesultanan Utsmani juga menyediakan penginapan bagi para pedagang serta
tempat-tempat peristirahatan bagi hewan-hewan tunggangan mereka. Jalur
Caravanserai sangat efektif dan produktif serta diminati oleh para pedagang,
karena berada di sepanjang wilayah Balkan.

 Laut

Di bawah Sultan Bayazid II, Utsmani mempunyai kekuatan angkatan


laut yang kuat. Angkatan laut ditugaskan untuk memberangus para perompak
dan melindungi kapal dagang. Secara diplomatik, keberadaan angkatan laut
yang kuat akan memberikan keunggulan dan membuat rasa aman bagi
masyarakat di wilayah pesisir. Kekuatan militer laut yang di miliki Utsmani,
selain untuk menghabisi para perompak dan melindungi kapal para pedagang,
juga untuk terus melakukan ekspansi wilayah.

Pengembangan akademi angkatan laut terus digalakkan sebagai salah


satu upaya untuk terus mempertahankan hegemoni Utsmani di laut timur
Mediterania. Keberadaan angkatan laut yang kuat ini juga bertujuan untuk
membantu dan mengawasi hubungan dagang antara Kesultanan Utsmani
dengan Venice. Di samping itu, Turki Utsmani juga menguasai beberapa jalur
perdagangan di beberapa wilayah, yaitu Aegean dan Laut Timur Mediterania
dengan gandum sebagai komoditas utama wilayah tersebut. Sedangkan antara
Laut Merah dengan Teluk Persia komoditas perdagangan utamanya yaitu
rempah- rempah, adapun di Laut Hitam dan Laut Barat Mediterania komoditas
dagang adalah gandum dan kayu.

93
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

 Pertanian

Daulah Utsmani adalah negara pertanian yang mempunyai lahan


pertanian yang subur dan luas. Rata-rata sumber penghasilan penduduk berasal
dari usaha keluarga dengan skala kecil di bidang pertanian. Pendapatan negara
dari sektor pajak pertanian ini memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap
pendapatan negara. Beberapa faktor yang meningkatan produktivitas pertanian
karena adanya perbaikan irigasi, pemberian subsidi, serta peningkatan
peralatan pertanian modern yang dilakukan pada abad 19 M. Daerah yang
menjadi lahan pertanian bagi Turki Utsmani salah satunya berada di
pegunungan Anatolia, salah satu wilayah di provinsi Syria. Sayangnya,
kebijakan politik pemerintah pusat Utsmani yang melakukan reformasi pada
birokrasi dan administrasi juga berdampak pada kemunduran sektor pertanian.
Reformasi tersebut mengakibatkan wewenang pejabat di daerah terlalu besar
yang berujung pada penetapan pajak yang tinggi. Untuk menekan pajak yang
tinggi banyak para petani banyak memberikan suap agar beban pajak mereka
bisa dikurangi (Beik, 1987, hlm. 390).

f. Kaum Intelektual dan Ekonom dimasa Khilafah Utsmani

Intelektual dan Ekonom pada masa ini sangat terbatas jika dibandingkan
dengan pranata aspek keilmuan lain, seperti arsitektur, karya seni, dan
organisasi militer. Perhatian pemerintah terhadap ekonom dan Intelektual
amatlah kurang, sehingga sulit ditemukan pemikir-pemikir besar seperti Ibnu
Khaldun (1332-1404), dan Al- Maqrizi (1364-1441). (Inalcik, 1970, hlm. 918).
Berikut ini adalah beberapa nama intelektual pada masa Utsmani yang
memiliki pemikiran ekonomi:

 Hajji Khalifah

94
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Bangsa Turki mengenalnya dengan sebutan Katib Chelebi. Bersama


Kocu Bey, pada sekitar tahun 1635, beliau menulis tentang fenomena ekonomi
Utsmani dalam perdagangan internasional serta ekonomi domestik; topik yang
cenderung dihindari untuk ditulis oleh para ahli sejarah pada masa ini.

 Cemal Kafadar

Beliau adalah salah seorang pemikir Utsmani yang cenderung pada


pemikiran ekonomi, walaupun tidak sehebat Ibnu Khaldun ataupun al-Marqiz
yang hidup pada penghujung abad ke-16. Kafadar mengkritik kebijakan penu-
runan nilai mata uang logam (debasement) yang diterapkan oleh pemerintah
pusat Utsmani untuk mengatasi inflasi.

 Mustafa Ali

Salah seorang yang cukup berpengaruh dalam bidang ekonomi pada


masa pemerintahan Utsmaniyah (1541-1600 M). Ali mengkritik kebijakan
ekonomi pemerintahan pusat yang terlalu bergantung pada jumlah perputaran
uang yang beredar dalam mengendalikan inflasi, melalui pemikiran politik,
sosial dan analisis sejarah.

El-Ashaker menyatakan ada beberapa hal yang menjadi penyebab


kemunduran peradaban ilmiah di kalangan Muslim pada masa tersebut,
diantaranya penghapusan bahasa arab sebagai bahasa resmi negara. Menurut
El-Ashaker kemampuan berbahasa Arab merupakan pintu bagi seorang
muslim untuk berijtihad terhadap masalah kontemporer. Penyebab lain adalah
pengaruh penetrasi pemikiran Barat di kalangan Umat Islam serta masuknya
misionaris Kristen ke wilayah Utsmani. Kemudian terpilihnya para pejabat
yang sekuler, mereka mengganti perundangan-undangan Kesultanan Utsmani
dengan perundangan-undangan di ambil dari Barat.

95
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

C. SISTIM PEREKONOMIAN DAN KEUANGAN TURKI


UTSMANI

1. Kebijakan Ekonomi yang Proteksionis

Secara teori, berbagai masalah ekonomi di masa pra-modern dibahas


dalam batasan teologi, hukum, dan filsafat. Ia bukan sebagai fenomena yang
terpisah dari aturan masyarakat yang ada. Para pedagang pada tataran praktis
bertindak sesuai dengan aturan praktis implisit yang ada dalam kehidupan
ekonomi mereka, yang kadang-kadang bertentangan dengan cita-cita dan
prinsip-prinsip teologi, seperti dalam kasus transaksi ribawi (Saharuddin,
2015). Untuk mengatasi konflik ini (antara teori dan praktik/ekonomi
syari’ah), pedagang harus mengembangkan sistim yang rumit untuk menghin-
dari pembatasan hukum yang ketat. Dalam konteks ekonomi Islam abad
pertengahan –misalnya— pedagang menggunakan hiyal setiap kali "teori"
menjadi penghambat bagi transaksi. Ekonomi hiyal menggunakan perangkat
dan literatur hukum untuk menghindari larangan syariat Islam pada kegiatan
ekonomi tertentu, misalnya riba. Penggunaan praktik seperti itu begitu luas di
kalangan para pedagang, hingga banyak ulama yang berkonsentrasi
mendalami masalah hiyal ini (Udovitch, 1970). Namun, meskipun kehidupan
ekonomi memiliki prinsip tersendiri yang tidak terlepas dari aturan agama
yang ketat, hingga kini prinsip-prinsip ini telah dibakukan dalam beberapa
teori melalui penelitian-penelitian ilmiah.

Ahli sejarah ekonomi pada dasarnya mereka mengabaikan tradisi


pemikiran ekonomi non-Barat, terutama pada periode pra-modern.3 Senada

3Untuk studi yang komprehensif tentang pemikiran ekonomi Ottoman pra-modern dan

terutama akar Islamnya, lihat Fatih Ermi§, "Pemikiran Ekonomi Ottoman Sebelum Abad ke-19" (Ph.D.

96
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dengan hal tersebut, pengetahuan kita tentang pemikiran ekonomi Utsmani


pra-modern juga masih sangat terbatas. Namun demikian, sebuah studi yang
dilakukan oleh Kafadar (1986), menjelaskan bahwa negarawan Utsmani
sepenuhnya menyadari tantangan ekonomi internal dan eksternal dalam abad
ke-16. Sehingga, meskipun praktik mereka di lapangan tidak didasarkan
kepada konsep dan ide, tetapi pengaturan perekonomian sudah berjalan dengan
tatanan yang cukup rapi dan sistimatis (Kafadar, 1986).

Halil Ynalcyk, ketika menjelaskan tentang ekonomi modern dalam


administrasi politik "bisnis ramah lingkungan bagi keluarga prasejahtera" di
zaman klasik kekaisaran Utsmani, mengatakan:

Mengikuti tradisi lama negara-negara Timur Tengah, pemerintah


Utsmani meyakini bahwa pedagang dan pengrajin sangat diperlukan
dalam menciptakan metropolis baru. Pemerintah menggunakan segala
cara untuk menarik dan membuat mereka menetap di ibukota baru. Di
antara cara tersebut adalah dengan memberikan pembebasan dan
kekebalan pajak. Cara lainnya adalah membentuk lokalisasi para
pedagang dan tempat pemukiman mereka serta pendirian pusat-pusat
perdagangan untuk menetapkan harga dasar dan harga tertinggi.
Dengan demikian akan didapatkan kendali terhadap inflasi, ketahanan
pangan dan lain sebagainya (Inalcik, 1970, hlm. 207-18). Selain itu,
melalui sistim wakaf, negara menjamin pembentukan dan pemeliharaan
lembaga ekonomi yang melayani pasar lokal dan trans-regional, seperti
bedestans, caravanserais, dan bazaars (Genq, dalam Quartaert, 1994).
Singkatnya, karena kas negara bergantung pada pajak, termasuk pajak
dari perdagangan, tugas negara di bidang ekonomi adalah melindungi
dan memperluas aktivitas komersial di dalam kekaisaran.

Disertasi yang tidak dipublikasikan, Universitat Erfurt, 2011). Ph.D. tidak dipublikasikan lain disertasi
berfokus pada pemikiran ekonomi Ottoman pra-modern dalam konteks perdagangan gandum dan
peraturan harga; lihat Tujuh M. Agir, "Dari Kesejahteraan untuk Kekayaan: Ottoman dan Kebijakan
Perdagangan Gandum Kastilia dalam Waktu Perubahan" (Disertasi Ph.D. yang tidak dipublikasikan,
Princeton University, 2009).

97
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Upaya-upaya permanen saat itu untuk memperluas pasar dilatarbela-


kangi kebutuhan fiskal, salah satunya adalah menjaga kondisi sosio-ekonomi.
Sehingga, status quo dengan pemahaman "menjaga posisi setiap orang"
menjadi perhatian ekonomi utama bagi negara Utsmani (Inalcik, 1970, hlm.
218).4 Dalam konteks ini, Mehmet Genç (2000, hlm. 45) merangkum prinsip-
prinsip utama administrasi ekonomi Utsmani pra-abad ke-19 sebagai provisio-
nisme, tradisionalisme dan fiskalisme. Provisionisme memprioritaskan penye-
diaan logistik dan perekonomian perkotaan secara terus menerus, terutama di
ibukota untuk memastikan ketertiban dan stabilitas seluruh kekaisaran. Dan
karena harga komoditas dasar dan kebutuhan pokok dapat menyebabkan
pergolakan sosial dan politik, para negarawan Utsmani selalu memprioritaskan
pengamanan ketersediaan komoditas pangan untuk menjaga stabilitas ekonomi
dan politik.

Prinsip kedua, tradisionalisme, memiliki dua dimensi. Pertama, menjaga


struktur sosio-ekonomi tetap stabil tanpa mobilitas substansial yang bersifat
horizontal dan vertikal di antara kelas sosial. Dan kedua, tidak menyimpang
dari prinsip-prinsip sosial ekonomi tradisional yang sudah berlaku dalam
hukum oleh syariah dan hukum adat. Akhirnya, fiskalisme mengacu pada
prioritas kebijakan fiskal dalam keputusan ekonomi dan optimalisasi pendapa-
tan negara serta minimalisir pengeluaran untuk menjaga keuangan negara
supaya tetap kuat (Genç, 1984, hlm. 52). Prinsip ini tidak dituangkan dalam
teori-teori ekonomi yang dibakukan dalam bentuk buku-buku yang ditulis oleh
para pakar. Ini juga menunjukkan kontrol dan pengelolaan pemerintahan yang
aktif dan sadar atas lingkungan ekonomi di Kekaisaran Utsmani. Hal ini tidak

4
The same principle was put forward by the Church as well. “It [the Church] actively
discouraged people from wanting to better themselves because to be socially ambitious, to
want to be upwardly mobile, was a sin.” (Wood, Medieval Economic Thought, 153.).

98
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mengherankan sama sekali mengingat fakta bahwa prinsip-prinsip dan praktik-


praktik ini mencerminkan pengetahuan institusional sistim politik di masa
senja negara ini, karena mereka memerintah dengan sistim ekonomi dan politik
yang sangat kompleks di wilayah yang sangat luas. Singkatnya, anggota kelas
penguasa Utsmani, termasuk yang berada pada posisi eselon tertinggi mereka
selalu sadar terhadap kondisi ekonomi dan senantiasa aktif baik sebagai
administrator negara maupun pengusaha untuk terus melakukan inovasi sistim
perekonomian.5

Namun dalam asumsi kontradiktif yang mendominasi banyak literatur,


disebutkan bahwa keterbelakangan ekonomi Utsmani di era modern disebab-
kan oleh ketidakpedulian umat Muslim-Utsmani konservatif terhadap feno-
mena ekonomi yang terjadi pada saat itu.6 Beberapa sejarawan dan para
pemikir ekonom terkemuka Utsmani juga menegaskan bahwa perbedaan
pemahaman sistim ekonomi dan ketidaktahuan mereka terhadap fenomena
ekonomi ini kadang-kadang diwujudkan dalam bentuk mentalitas tradisional,
pemikiran mereka tentang ekonomi berasal dari pemahaman sufistik yang
tidak sesuai dengan era modern. Hal ini menjadi hambatan utama bagi
pengembangan kapitalisme di Kekaisaran Utsmani dan menjadi penyebab
terhadap kemunduran dan keruntuhan kekaisaran (Ulgener, 1951; Genç, dan
Sayar, 2000, hlm. 23).

Pendapat di atas tidak dapat menggambarkan apa maksud dari pernya-


taan “yang begitu baik" tentang "keterbelakangan ekonomi Utsmani" yang

5
Keadaan ini berlangsung sampai reformasi, see Donald Quataert, Social Disintegration and
Popular Resistance in the Ottoman Empire, 1881-1908: Reactions to European Economic Penetration
(New York: New York University Press, 1983), 150.
6Untuk kritik atas asumsi ini, dengan analisis yang mengiluminasi tentang perusahaan

komersial internasional pedagang Muslim Ottoman di era modern awal, lihat Cemal Kafadar, "A Death
in Venice (1575): Pedagang Muslim Anatolia yang Berdagang di Serenissima," Journal of Turkish
Studies No. 10 (1986): 191-217.

99
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

berada di luar ruang lingkup tulisan ini. Namun, penting untuk dicatat bahwa
gambaran besar pemikiran ekonomi pra-modern Utsmani menunjukkan bahwa
keterbelakangan ekonomi Utsmani tidak dapat dikaitkan hanya dengan
ketidakmampuan intelektual semata. Selain itu, pernyataan "ketidakpedulian
Utsmani" hanya asumsi abad kesembilan belas yang terbentuk di bawah
hegemoni intelektual paradigma industrialis dan eurosentris.

2. Struktur Perekonomian Turki Utsmani

Perekonomian Turki Utsmani dari 1299-1923 telah mengalami pasang


surut dan Inflasi selalu terjadi pada setiap pergantian penguasa, bahkan pada
masa keemasannya. Namun pada saat-saat terjadinya perang besar dan operasi
militer yang mereka lakukan di Eropa dan di Asia tidak menimbulkan inflasi.

Sejarah ekonomi Turki mempunyai dua periode yaitu periode klasik


(keemasan) dan periode reformasi. Pada periode klasik ditandai dengan
kekuatan sistim perekonomian yang bergantung pada hasil pertanian yang
beragam di setiap wilayah Utsmani yang sangat luas (Yildirim, 1998, hlm.
117-126). Periode kedua adalah periode reformasi, secara intensif melakukan
perbaikan struktur pemerintahan, administrasi, jabatan dan posisi-posisi
strategis dalam pemerintahan, serikat kerajinan (industri kecil dan menengah)
(Iyas, 1984, j. 4, hlm. 84).

Pemerintah Utsmani sangat memperhatikan pembangunan dan pemeli-


haraan struktur dan infrastruktur pemerintahan di berbagai provinsi, terutama
provinsi yang menjadi pusat industri dan perdagangan dunia, seperti Bursa,
Edirne, dan Istanbul. Seluruh produk industri terpusat di Istanbul yang
merupakan kota distribusi komoditi perdagangan ketika masa jaya imperium
ini. Para pakar, pengrajin, insinyur, dan pedagang juga berkumpul di Istanbul.
Mereka berasal dari berbagai provinsi di Turki Utsmani. Dan berkumpulnya

100
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mereka di Istanbul karena dibawa pada saat penaklukan Tibris dan Mesir
(Inalcik, 1970, hlm. 209). Begitu juga orang-orang Yahudi, mereka berkumpul
di Istanbul untuk menyelamatkan diri dari pembantaian yang terjadi di Spanyol
tatkala kekuasaan muslim berakhir di Andalus. Turki Utsmani juga menfasili-
tasi orang-orang Yahudi yang hijrah ke Eropa Timur yang waktu itu termasuk
bagian dari provinsi Turki Utsmani di Eropa. Pengembangan ekonomi di Eropa
Timur banyak dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih, Bayazid II, dan Salim I
untuk menggeliatkan perekonomian Turki Utsmani sebagai kekuatan Ekonomi
yang dominan di Eropa (Inalcik, 1970, hlm. 217).

Turki Utsmani mengatur sistim keuangan dan perbendaharaan negaranya


jauh lebih baik dari negara Islam sebelumnya, bahkan lebih baik dibandingkan
imperium dan kerajaan lain semasanya. Hal ini berlangsung sampai abad ke-
17, setelah itu negara-negara Eropa berhasil mencapai kemajuan yang pesat
mulai meninggalkan Turki Utsmani secara perlahan di bidang pengelolaan
keuangan. Kementerian Turki Utsmani dipimpin oleh seorang menteri
keuangan (Daftardar) (Black, 2001, hlm. 199). Penanganan keuangan yang
baik telah memberikan pengaruh kepada perkembangan keuangan negara dan
menunjang penaklukan berbagai wilayah yang dilakukan oleh Turki Utsmani.
Persiapan angkatan perang, logistik militer, senjata dan amunisi telah
dianggarkan dengan baik oleh kementerian keuangan sehingga peperangan-
peperangan besar yang terjadi pada masa keemasan tidak berpengaruh banyak
kepada keuangan negara (Yapp, 1990, hlm. 314). Pengaruh yang baik dari
kementerian keuangan juga dapat dilihat pada keperluan riset dan teknologi
pada waktu (Inalcik dan Quartaert, 1971, hlm. 20).

3. Keseimbangan Faktor Produksi dan Mata Uang yang Beredar

Ibnu Khaldun seorang sosiolog muslim terkenal dan alim menegaskan


bahwa kekayaan negara bukanlah ditentukan dari seberapa banyak jumlah

101
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

uang yang ada dan beredar di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat
produksi negara tersebut dan sirkulasi neraca pembayaran yang positif. Suatu
negara bisa saja mencetak uang sebanyak mungkin, namun bila hal itu bukan
refleksi dari pertumbuhan sektor produksi yang pesat, maka uang yang
melimpah itu tidak ada nilainya. Sektor produksi yang menjadi motor peng-
gerak pembangunan, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pendapatan
pekerja, menimbulkan permintaan atas faktor-faktor produksi lainnya (Abdul
Qadir, 1942, hlm. 443-441). Pendapat ini juga menunjukkan, bahwa perdaga-
ngan internasional telah menjadi bahasan utama para pemikir waktu itu.
Negara yang banyak mengekspor berarti mempunyai kemampuan produksi
lebih besar dari kebutuhan domestiknya, sekaligus menunjukkan bahwa negara
tersebut lebih efisien dalam produksi (Boulakia, 1971, hlm. 1105-1118).

Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa uang tidak perlu mengandung


emas dan perak, namun emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang
mengandung emas dan perak merupakan jaminan Pemerintah, dalam arti uang
tersebut adalah nilai dari emas dan perak. Jika Pemerintah sudah menetapkan
nilai dari emas dan perak, maka Pemerintah tidak boleh mengubah nilai
tersebut. Kemudian pemerintah wajib menjaga nilai mata uang yang telah
dicetak karena masyarakat menerima uang tersebut tidak lagi berdasarkan
berapa kandungan emas dan perak di dalamnya. Sebagai contoh, Pemerintah
mengeluarkan uang nominal Rp. 280.000 yang setara dengan setengah gram
emas. Apabila kemudian Pemerintah mengeluarkan uang nominal Rp. 280.000
seri baru dan ditetapkan nilainya setara dengan seperempat gram emas maka
uang akan kehilangan makna standar nilai.

Oleh karena itu, Ibnu Khaldun selain menyarankan digunakannya


standar emas atau perak, beliau juga menyarankan konstanitas harga kedua
benda berharga tersebut (Deliarnov, 1997, hlm. 33). Harga barang-barang lain

102
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dapat berfluktuasi sesuai dengan kondisi dan situasi ekonomi, namun tidak
boleh untuk harga emas dan perak. Dalam keadaan nilai uang yang tidak
berubah, kenaikan harga atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh
kekuatan permintaan dan penawaran. Setiap barang akan mempunyai harga
keseimbangan, jika bahan makanan yang ada dipasar lebih banyak daripada
yang diperlukan, maka harga akan menjadi murah dan begitu pula sebaliknya.

Bagi Ibnu Khaldun, dua logam mulia emas dan perak adalah ukuran
nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya
tidak dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun
mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya,
pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang diberikan
oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah emas dan
perak tertentu. Jadi, uang logam bukan hanya ukuran nilai tetapi dapat pula
digunakan sebagai cadangan nilai (Ibn Al-Sabil, 1970). Oleh karena itu
mencetak uang adalah ketentuan Aqidah dan tidak boleh tunduk kepada
aturan-aturan temporal (Udovitch, 1970).

Perak dan mata uang perak merupakan komoditi perdagangan yang


penting dalam perekonomian Daulah Utsmaniah dengan negara-negara Barat.
Perdagangan ini sebagai upaya menopang geliat perekonomian Kerajaan
Utsmaniah. Dan untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah menghapuskan
segala macam bentuk pajak impor berdasarkan perjanjian kapitulasi yang
sudah lama berlaku (Ulgen, 1990). Kebijakan ini membuat perak yang berasal
dari Eropa menjadi sangat murah dan membanjiri pasar-pasar Daulah
Utsmaniyah yang berada di wilayah Timur (Shaw dan Shaw, 1977).

a. Mata Uang Daulah Utsmaniyah (The Gold Sultani); Mata Uang


Internasional

103
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sultan Mehmed II mempunyai durasi pemerintahan yang cukup panjang,


sentralisasi dan intervensi merupakan dua fitur utama dari visi misi pemerinta-
hannya. Selain kedua fitur tersebut, Mehmed II juga menerapkan kebijakan
ekspansi wilayah yang agresif sebagai wujud keinginannya untuk mendirikan
kerajaan besar di Mediterania Timur. Setelah penaklukan Konstantinopel,
komonitas, dan penggabungan wilayah-wilayah baru termasuk Bosnia di
Barat, Krimea di utara, dan sebagian besar Anatolia di timur, Utsmani mulai
melihat dirinya sebagai penguasa kekaisaran universal dan pewaris dua tradisi;
Romawi dan Islam (Inalcik, 1970, hlm. 295-300).

Kondisi Daulah Utsmaniyah di seluruh Mediterania Timur mulai


mempromosikan perdagangan internasional dan sekaligus menguasai semua
rute-rute perdagangan yang ada, baik darat maupun laut. Ini merupakan
strategi penting dari Daulah Utsmani secara umum. Perdagangan antar wilayah
dan jarak jauh merupakan hal yang sangat strategis, baik untuk meningkatkan
ketersediaan barang di pasar lokal maupun untuk menaikkan pendapatan pajak.
Sejalan dengan misi tersebut, pembentukan angkatan laut Utsmani di Laut
Aegea dan Laut Adriatik dirancang untuk melayani keperluan militer dan
komersial. Di samping itu, Kerajaan Utsmani juga mendukung perdagangan
yang sarat dengan lalu lintas komoditi eksport-import di Laut Hitam dan
penyeberangan dari Anatolia menuju Persia dan sebaliknya (Inalcik, 1960,
hlm. 131-47; 1973, hlm. 121-126)7 Keinginan ini dapat dipastikan bersinggu-
ngan dengan kepentingan Venesia yang memegang posisi hegemonik dalam
perdagangan maritim di Mediterania Timur. Oleh karena itu perang
Ottoman— Venetian yang dimulai sejak tahun 1463-1479 tidak sepenuhnya

7Ottoman efforts to gain control over the trade routes in the eastern Mediterranean gained
momentum during the reign of Bayezid II (1481-1512); lihat P. Brummett, Ottoman Seapower and
Levantine Diplomacy in the Age of Discovery (Albany, NY: State University of New York Press, 1994),
131-174; also H. Inalcik, 'Trade,'' in H. Inalcik and D. Quataert (eds.), An Economic and Social History
of the Ottoman Empire, 1300±1914 (Cambridge University Press, 1994),188-314.

104
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

berakhir (Shaw, 1976).

Dalam mempromosikan perdagangan dan untuk memegang kendali atas


perdagangan jarak jauh, alat pembayaran adalah salah satu instrumen yang
terpenting. Selama 150 tahun pertama, akçe (koin) perak dipakai melayani
kepentingan ekonomi negara dan kerajaan Utsmani, sebagai alat tukar dan
sarana pembayaran yang sah, terutama dalam transaksi lokal. Akan tetapi,
dengan adanya ekspansi teritorial dan klaim kekaisaran oleh Utsmani, maka
penerbitan uang sebagai sarana pembayaran yang diakui di seluruh Meditera-
nia Timur dialihkan kepada emas.

Di saat yang sama, setelah berabad-abad di abad pertengahan alat


pembayaran hanya bergantung pada perak semata, negara-negara Eropa baru
mulai mengeluarkan koin emas di paruh kedua pada abad ketiga belas. Koin
emas yang berasal dari Italia lebih banyak diperdagangkan dari pada koin-koin
yang lain dan mempunyai pengaruh dalam perdagangan jarak jauh. Koin-koin
tersebut mendominasi jalannya perdagangan pada jalur menuju Laut
Mediterania dan Laut Hitam. Florin emas (Florence) mulai dicetak pada tahun
1252, adapun ducat Venetian, payet atau zecchino muncul dengan standar
yang sama dan dicetak pada tahun 1284 dan menjadi koin yang termasyhur di
kalangan bangsa Eropa di Levant sekitar tahun 1350. Kemudian sekitar
pertengahan abad kelima belas, ducat mendominasi sebagai alat pembayaran
nomor satu dalam perdagangan jarak jauh. Dominasi tersebut tidak hanya di
Levant, tapi juga di tempat lain seperti Mediterania dan sebagian besar negara-
negara Eropa (Spufford, 1988, 1986) (Cipolla, 1956). Merespons hal tersebut,
negara-negara Eropa mulai dari Spanyol hingga Hongaria memutuskan untuk
mengadopsi standar florins dan ducat sebagai mata uang emas mereka. Di
Timur Dekat, pada tahun 1425 Mamluk mulai mencetak koin emas dengan
standar setara ducat yang disebut ashrafi, kemudian koin tersebut berhasil

105
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

menggantikan ducat sebagai mata uang emas utama di Mesir dan bertahan
sampai penaklukan Ottoman tahun 1517 (Bacharach, 1973, hlm. 77-96).
Setalah itu, imitasi ducat mulai muncul di banyak lokasi negara-negara barat
Eropa dan Mediterania timur (Ives dan Grierson, 1954).

Ada banyak referensi yang membahas tentang sirkulasi dukat emas Turki
dan florin di negara-negara Eropa selatan dan Timur; Italia, Wallachia,
Moldavia, Ukraina, dan tempat-tempat lainnya di sepanjang pantai Laut Hitam
mulai sejak awal tahun 1425. Walaupun kepingan yang beredar tersebut bisa
jadi ducat yang sesungguhnya atau Florins yang dicetak oleh Utsmani, atau
boleh jadi orang-orang Eropa yang keliru menganggap bahwa Ashrafis Mesir
sebagai koin Utsmani karena ditemukan tulisan arab yang ditambahkan pada
koin tersebut8. Terlepas dari hal tersebut, dapat dipastikan bahwa Utsmani
mulai memproduksi ducat Venesia di percetakan koin milik mereka sendiri di
Istanbul, Edirne, dan Serez di Makedonia setelah penaklukan Istanbul. Pada
saat itu pemerintah Utsmani melakukan pelelangan hak pencetakan koin ducat
dan pelelangan tersebut berbeda dengan hak memproduksi akçe (koin perak)
(Sahillioğlu). Sebuah kanunname dari Mehmed II yang merujuk ke masa
setelah tahun 1456 ia memberikan instruksi terperinci untuk pengelolaan
pencetakan ini termasuk standar pencetakan frengi flori.9 Pemerintah Utsmani
bisa saja memiliki banyak tujuan dalam mencetak koin ducat tersebut; seperti
menambah sirkulasi koin-koin yang populer. Selain itu, pemerintah juga

8
N. Beldiceanu and I. Beldiceanu-Steinherr, ''Les Informations les plus Anciennes sur les
Florins Ottomans,'' A Festschrift presented to Ibrahim Artuk on the Occasion of the Twentieth
Anniversary of the Turkish Numismatic Society (Istanbul: Turkish Numismatic Society, 1988),49±58;
F. Babinger, ''Zur Frage der Osmanischen Goldpragungen im 15. Jahrhundert under Murad II. und
Mehmed II,'' SuEdost-Forschungen 15 (1956), 550-53; H. Sahilliog^lu ''Kuru- lusEtan XVII. Asron
Sonlarona Kadar Osmanlo Para Tarihi,'' 106-110.
9 The precise date of this kanunname is not known. See N. Beldiceanu, Les Actes des Premiers

Sultans ConserveAs dans les Manuscrits Turcs de la BibliotheAque Nationale aA Paris, I: Actes de
Mehmed II et Bayezid II (Paris-La Haye: Mouton and Co, 1960), 65±66; and A. AkguEnduE z, Osmanlo
Kanunnameleri ve Hukuki Tahlilleri (Istanbul: Fey Vakfo, 1990±94), vol. I, 441-42.

106
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mendapatkan keuntungan dari biaya pencetakannya, meskipun standar ducat


Utsmani sama dengan ducat yang diproduksi oleh Venesia. Harga lelang yang
dibayarkan oleh pengusaha swasta kepada pemerintahan Utsmani dalam hal
pengelolaan pencetakan frengi flori jelas menunjukkan kegiatan yang mengun-
tungkan.10 Dengan mencetak ducat versi mereka sendiri, pemerintah Utsmani
bisa saja mencoba untuk menghilangkan ducat imitasi yang dicetak di bawah
standar dari peredaran.

Koin emas pertama Utsmani disebut dengan sultani atau hasene-i


sultaniye yang mulai dicetak di Istanbul pada tahun 882 H/1477-1478 dengan
prasasti: ''Sultan Mehmed putra Murad, Semoga Tuhan memberikannya
kemenangan mulia; menyerang Kostantaniye tahun 882 H.” Pada sisi
sebelahnya tertulis: “Penguasa kekuatan serta jaya dilautan dan didaratan”.
Tulisan pada sisi koin tertulis; “Sultan kedua benua, Tuan dari dua laut, putra
Sultan dari Sultan”, koin ini mulai dipergunakan pada pemerintahan Bayezid
II (1481-1512), dan berlanjut sampai pada akhir abad ketujuh belas
(Schaendlinger, 1973 dan Pere, 1968). Untuk ukuran berat dan keindahan koin,
ducat Utsmani mengikuti standar ducat Venetian sebagaimana juga dilakukan
oleh negara-negara lain di sekitar Mediterranea.11 Koin emas Sultani ini tidak
memiliki sisi nilai sampai abad kesembilan belas, nilai yang terkandung pada
koin itu hanya ditentukan oleh pasar. Namun, pemerintah mengumumkan tarif
resmi dan menetapkan koin Sultani diterima sebagai alat pembayaran resmi
oleh negara. Nilai yang di umumkan ini biasanya cukup dekat atau identik
dengan harga pasar, kondisi ini terus berlanjut hingga paruh kedua pada abad

10Ibid.h.178-81
11In the Ottoman kanunnames of this period, the mints were instructed to strike 129 sultani
pieces from 100 mithkal of pure gold. The mithkal here refers to the Ilkhanid measure weighing one and
a half dirhams of Tebriz or 4.61 grams. Sahilliog^lu, ''Bir Asorlok Osmanl Para Tarihi,'' 110.

107
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

keenam belas.12

Terdapat semacam ironi dalam pengadopsian standar ducat pada koin


emas Utsmani. Bagaimana pun, Venesia adalah wilayah Utsmani untuk simbol
hegemoni di Timur Mediterania. Namun pada saat yang sama, Utsmani secara
pragmatis mengakui bahwa standar ducat Venesia telah menjadi standar
internasional yang diakui dalam perdagangan jarak jauh di Mediterania dan
wilayah-wilayah lain. Padahal koin emas dengan standar berbeda tidak akan
memiliki kesempatan untuk bertahan lama. Bukti langsung hasil cetakan tidak
tersedia, tetapi sumber yang ada mengindikasikan bahwa produksi koin Sultani
yang baru, dicetak lebih besar pada kuartal kedua abad keenam belas. 13 Pada
awalnya, koin Sultani kebanyakan dicetak di Istanbul dan Seres. Namun,
selama pemerintahan Selim I (1512-1520), mereka mulai mencetak koin pada
lokasi yang baru di Anatolia timur, Suriah, dan Mesir. Volume produksi
percetakan koin sultani meningkat tajam selama masa pemerintahan Sulaiman
I (1520-1566), hal ini didukung oleh situs penambangan emas di Balkan,
Sidrekapsi, dan Karatova —selain Istanbul dan Kairo— yang muncul sebagai
lokasi terkemuka.14 Dapat dipastikan bahwa penaklukan Mesir dan pembaya-
ran pajak tahunan oleh Mesir ke perbendaharaan negara di Istanbul yang
dilakukan dalam bentuk emas, memberikan peningkatan yang signifikan
terhadap produksi koin Sultani(Grierson, 1971; Spufford, 1988; Braudel, 1972,
hlm. 462-542; Spooner, 1972).

12
Ibid.,108-112. For the exchange rates of the sultani in the seventeenth century,
13 Sahilliog^lu, ''Bir MuE ltezim Zimem Defteri'' memberikan bukti tidak langsung dari harga
lelang untuk pengelolaan permen yang menghasilkan emas serta koin perak dan tembaga. Jumlah permen
yang bukti ini tersedia terbatas bagaimanapun juga.
14 For Ottoman gold coins and the locations of mints in the fifteenth and sixteenth century, also

see R. Kocaer, Osmanlo Alton Paralaro (Istanbul: GuE zel Sanatlar Matbaaso, 1967); K. M. Mackenzie,
''Gold coins of Suleyman the Magni®cent from the Mint at Sidre Qapsi,'' Nomismatika Chronika 10
(1991), 71-80; Schaendlinger, Osmanische Numismatik, 91-108. For Ottoman gold mines, see H.
Sahilliog^lu, ''Alton,'' I^slam Ansiklopedisi vol. II (Istanbul: TuE rkiye Diyanet Vakfi, 1989), 532-36;
also chapter 2, pp. 36-38.

108
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Standar koin sultani tersebut tetap terjaga dalam waktu yang lama dan
terus dipertukarkan pada nilai nominal yang seimbang dengan ducat venesia
di sebagian besar wilayahnya sampai pada abad keenam belas. Nilai tukar
antara dua koin mulai berubah untuk mengimbangi ducat di awal abad ketujuh
belas.15 Boleh jadi ini disebabkan oleh penurunan kualitas emas koin Utsmani
walaupun ketidakstabilan akçe (koin perak) juga menyebabkan penuruna
konsentrasi koin emas Utsmani.16

b. Koin asing

Pemerintahan Utsmani mengizinkan bahkan mendorong sirkulasi mata


uang asing untuk beredar di wilayahnya. Alasan utama menerima koin asing
adalah untuk menambah jumlah mata uang yang beredar dipasar lokal.
Kemudian, mata uang asing juga bisa mendukung perdagangan jarak jauh,
salah satu perdagangan yang cukup penting bagi Pemerintahan Utsmani,
karena akan menambah pemasukan negara baik dari sisi fiskal maupun
logistik. Hingga kebangkitan koin Sultani pada abad ke-16, koin mata uang
asing cukup mendominasi perekonomian pada waktu itu dan merupakan alat
pembayaran utama perdagangan jarak jauh di berbagai wilayah kekuasaan
Utsmani.

Informasi penting sekitar abad ke-13 dan ke-16 yang berkaitan dengan
nilai mata uang dari berbagai jenis mata uang asing, banyak tersedia dalam
berbagai inventaris. Inventaris warisan atau tereke defterleri yang berisi aset
dan barang milik orang yang sudah meninggal tersedia dalam catatan

15The exchange rate tables prepared by H. Sahilliog^lu, ''XVII. Asron Ilk Yarosonda

ICstanbul'da TedavuEldeki Sikkelerin Raici,'' TuErk Tarih Kurumu, Belgeler 1/2 (1965), 227±34 show
that the 10-akcEe piece exchanged for 12 akcEes before disappearing.
16 Ketepatan kandungan specie yang dari koin emas Ottoman belum dipelajari. Studi

spektroskopi pada spesimen yang ada akan menyelesaikan masalah ini dan lainnya yang serupa dalam
sejarah moneter Ottoman. Untuk nilai tukar sultan dan ducat pada abad ketujuh belas,

109
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

pengadilan di beberapa kota wilayah Utsmani. 17 Tories biasanya mencantum-


kan jenis mata uang yang ditemukan di antara aset-aset orang yang meninggal
yang didapat dari para pengumpul koin. Bukti-bukti ini harus digunakan
dengan sangat hati-hati dan cermat karena banyak hal. Sebab, seseorang
cenderung menyimpan hasil kekayaannya dalam bentuk koin emas dan sangat
jarang dalam bentuk koin perak. Oleh karena itu nilai-nilai koin yang teramati
khususnya berkaitan dengan tipe koin emas dan nilai yang berbeda-beda dalam
tereke defterleri juga tidak memberikan indikasi yang pasti terhadap nilai
penting dari koin yang mereka pergunakan sebagai alat tukar dalam kehidupan
sehari-hari. Sumber informasi lain yang hampir sama adalah dokumen yang
tersedia dari sumber arsip, informasi yang merangkum secara periodik
inventaris perbendaharaan Utsmani.18

Sumber-sumber ini menunjukkan bahwa ducat Venetian dan ashrafie


Mesir adalah koin yang paling berharga dibandingkan dengan sekian banyak
jenis-jenis koin emas asing yang beredar di wilayah Utsmani selama abad
kelima belas dan abad keenam belas.19 Berbagai imitasi dari ducat Venetian
yang dicetak di bagian Timur Mediterania juga disimpan dan dijaga dalam kas
negara. Tetapi lantaran kualitasnya yang rendah, koin-koin imitasi tersebut
ditukarkan dengan diskon sebesar 5% dibandingkan dengan ducat. Oleh
karena itu di semua inventaris, koin-koin sultani meningkat nilai jualnya

17Penggunaan gualifier, ''warisan" lebih tepat untuk inventarisasi ini daripada ''pengesahan

hakim" karena sifat yang berbeda dari sistim peradilan Ottoman. “Probate'' menunjukkan kehendak
sebagai dasar hukum untuk disposisi perkebunan, yang tidak diakui dalam hukum Islam. Dalam istilah
antropologis, “warisan” menunjukkan transmisi hak atas properti yang dibedakan dari ''suksesi'' atau
transmisi offices atau peran. Saya berhutang budi kepada Joyce H. Matthews, untuk perbedaan ini.
18Sebagai contoh, lihat Sahilliog^lu, “Osmanlo Para Tarihi,'' 106-9.
19Potongan kepingan emas Hongaria dicetak dengan emas dari tambang di Hongaria yang

merupakan sumber utama emas bagi sebagian besar Eropa sejak abad ketiga belas. Mereka diproduksi
terutama untuk digunakan di luar negeri dan sebagai imitasi langsung dari Florentine florin. Pada
waktunya, penampilan mereka berubah tetapi berat dan kemurniannya tetap sama dengan koin Italia.
Spufford, Uang dan Penggunaannya, 320.

110
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

setelah kuartal pertama abad ke-16.20

Penggunaan koin perak dimasa awal pemerintahan Utsmani tidak begitu


populer, boleh jadi karena pada pemerintahan sebelumnya “kesultanan Bani
Saljuk” sulit untuk mendapatkan bahan baku perak. Koin perak baru mulai
popular pada akhir masa Sultan Sulaiman al-Qanuni, pada saat itu perak mulai
mudah untuk didapatkan. Begitu juga dengan koin emas, logam mulia ini
semakin sulit untuk didapatkan dan peredarannya juga terbatas, emas lebih
banyak digunakan sebagai perhiasan oleh kaum wanita. Pada akhir masa
pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qanuni, Spanyol menemukan tambang emas
di Meksiko, sejak saat itu perak dan emas mulai banyak beredar. Spanyol lebih
banyak menjual perak karena lebih mudah dan praktis untuk dijadikan mata
uang. Koin perak dikenal dengan nama groschen dan banyak beredar meme-
nuhi pasar Eropa Barat. Adapun koin emas yang masih bertahan pada masa itu
adalah Gigliatti, koin yang berasal dari Italia dan beredar di Anatolia barat
selama paruh pertama pada abad keempat belas sebelum kedatangan koin emas
Eropa (Spufford, 1988). Pada awalnya koin emas ini banyak dipakai oleh
Venesia dan Jenewa sebagai pengganti florin yang mengalami penurunan
kadar emas secara terus menerus. Adapun koin perak Eropa tidak menonjol di
pasar Utsmani sampai paruh kedua abad keenam belas. Perak Eropa mulai
popular di pasar Utsmani ketika koin perak besar yang dikenal dengan
groschen terus berdatangan dari Eropa Barat, koin ini sebagian besarnya
dicetak dengan perak Amerika.

20 Untuk tabel apendiks lihat Sahillioğlu, "Osmanlo Para Tarihi,'' 108-109 and 141-42; and

Sahillioğlu, "The Role of International Monetary Movements,'' 269-304,. Untuk imitasi ducat kualitas
rendah, lihat P. Grierson and H. E. Ives,. The Venetian Gold Ducat and its Imitations (New York, NY:
The American Numismatic Society, 1954).

111
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

c. Emas - Perak - Tembaga

Pada kuartal pertama abad keenam belas terdapat tiga tingkatan sistim
moneter Utsmani, masing-masing level menjelaskan tentang perbedaan
ekonomi dan perbedaan jenis koin yang dipakai. Di bagian atas, koin
dijelaskan tempat di mana koin emas tersebut digunakan, yaitu koin emas
paling banyak digunakan oleh para pedagang dalam melakukan pembayaran
dengan nilai yang besar, baik perdagangan dalam negeri maupun interna-
sional.21 Pengguna koin emas lainnya mencakup para pemodal, penukar uang,
pejabat-pejabat di pemerintahan sampai taraf tertentu, pemilik perusahaan-
perusahaan manufaktur dengan skala besar dan menengah. Begitu juga tuan-
tuan tanah di desa-desa dengan ukuran luas yang dikomersialkan seputar
Anatolia dan Balkan, serta para sipahis yang bertugas mengumpulkan pajak
baik dalam bentuk uang maupun barang-barang dari penduduk pedesaan,
mereka ini juga mengenal dan menggunakan koin emas. 22

Fungsi koin emas tidak hanya terbatas pada alat tukar saja, melainkan
juga dipergunakan sebagai alat penghitung untuk menentukan nilai. Koin
Sultani dan Ducat selalu digunakan secara bergantian dan sering disebut
sebagai kepingan emas. Secara turun temurun koin emas digunakan sebagai
alat penyimpan kekayaan, hal itu terbukti dengan adanya temuan terekes yang
disimpan oleh orang yang telah wafat. Terekes (harta peninggalan) pegawai
pemerintah atau anggota kelas askeri diwilayah Edirne dan Istanbul sejak

21 For the use of gold coins in long-distance trade, see H. Inalcik, "Bursa''; and H. inalcik,

''Osmanlo Idare, Sosyal ve Ekonomik Tarihiyle I£ lgili Belgeler: Bursa Kado Sicillerinden SecEmeler,"
TuErk Tarih Kurumu, Belgeler 10±14 (1981), 1±91; for the use of gold coins in intercontinental trade
during the fifteenth and sixteenth centuries, see V. M. Godinho, L'Economie de lEmpire Portugais aux
XVe et XVIe SieAcles (Paris: S.E.V.P.E.N., 1969); and Spufford, Money and its Use.
22 For example, H. Inalcik, 'Osmanlo Idare''; and. H. Inalcik , The Middle East and the Balkans

under the Ottoman Empire, Essays on Economy and Society (Bloomington, IN: Indiana University
Turkish Studies and Turkish Ministry of Culture Joint Series, 1993); and B. W. McGowan, Sirem
Sancaglo Mufassal Tahrir Defteri (Ankara: TuErk Tarih Kurumu, 1983).

112
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

paruh kedua abad keenam belas. Adapun orang-orang kaya yang berasal dari
wilayah Bursa, lumrah bagi mereka menyimpan kekayaannya dalam bentuk
emas, bahkan orang-orang kayanya bisa menyimpan ratusan atau bahkan
ribuan keping emas (Barkan, 1966, hlm. 31-46; Öztürk, 1997, hlm. 227-230).

Gambar. 03 Mata Uang Kertas Utsmaniyah 100 Lira

d. Uang kertas Utsmaniyah 100 Lira.

Sebutan mata uang pada permulaan pemerintahan Turki Utsmani


dinamakan dengan Ghurus atau Qurusy yang dicetak dari logam bronzi yang
terbuat dari tembaga, dan pada akhir masa pemerintahan namanya berubah
menjadi Lira, sama dengan mata uang Turki pada saat sekarang ini (Ozlem,
2010). Pada saat itu setiap mata uang yang dicetak diberi nama dengan nama
sultan yang berkuasa. Satu Lira sama dengan seratus enam puluh dua Qirsy
(Quartaert, 1975, hlm. 23). Lira Utsmaniyah berarti mata uang emas yang
stabil dan sukar untuk diguncang inflasi. Ketika perang dunia pertama, Turki

113
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Utsmani mulai mencetak mata uang kertas, disebabkan oleh biaya perang yang
sangat banyak dan hutang yang melilit(Shaws, 1975, hlm. 33).

e. Mata Uang Mamluk

Selain Turki Utsmani, Dinasti Mamluk juga merupakan kerajaan Islam


yang berkuasa di Mesir, Syam, dan Hijaz sejak tahun 1250 sampai 1517
Masehi. Kerajaan ini menyimpan banyak catatan historis tentang sistim mata
uang. Catatan historis terbesar mengenai hal ini terlihat dalam berbagai ulasan
al-Maqrizi (1366-1441/766- 845) yang termuat dalam beberapa bukunya
seperti Ighasah al-Ummah bi Kasyfi al-Gummah, al-Suluk li Ma‘rifati Duwal
al-Muluk, dan al-Mawa‘iz wa al-I‘tibar. Karya-karya tersebut menjadi rujukan
penting para ahli dewasa ini dalam menelusuri sejarah dan seluk beluk Dinasti.

Permasalahan mendasar sistim mata uang di masa kekuasaan Mamluk


adalah inflasi yang terjadi dalam berbagai sektor ekonomi. Inflasi tersebut
meliputi berbagai kenaikan pada harga bahan makanan pokok, biaya produksi,
biaya transportasi, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan terjadinya kelapa-
ran di seluruh negeri yang berujung pada tingginya angka kematian (Al-
Maqrizi, 1997). Keadaan ini menunjukkan bahwa inflasi di era Dinasti
Mamluk sangat parah. Bahkan, tingkat keparahannya melebihi inflasi Asia
tahun 1997-1998, walaupun publik saat itu menghadapi kenaikan harga yang
melampaui batas kewajaran, namun tidak mengakibatkan korban kematian.

Permasalahan inflasi di era kekuasaan Mamluk telah mendapat sorotan


yang sangat besar dari para ahli karena masalah ini merupakan tolak ukur
kelemahan sistim mata uang saat itu. Para ahli memberikan catatan penting
bahwa permasalahan inflasi tersebut ditandai oleh dominasi mata uang fulus
yang terbuat dari tembaga dan penggunaannya yang berlebihan. Pada awalnya,

114
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mata uang tersebut hanya berfungsi sebagai alat tukar pada transaksi kecil.
Namun keadaan berubah drastis, ketika ia kemudian berfungsi sebagai alat
tukar untuk transaksi besar, seperti jual-beli perhiasan, kuda, dan investasi.

Penggunaan yang berlebihan tersebut mengakibatkan pergeseran peng-


gunaan mata uang dari dinar dan dirham ke mata uang fulus. Keadaan ini
menggambarkan bahwa mata uang yang buruk telah mengendalikan mata uang
yang bagus, yang secara khusus disebut bad money drives out good money.
Johan Söderberg (2004) dalam penelitian berjudul Prices in the Medievel Near
East and Europe menguatkan adanya peristiwa ini. Ia mengemukakan bahwa
harga-harga yang disandarkan pada mata uang dinar dan dirham di abad
pertengahan selalu bergejolak dan sering mengalami ketidakpastian. Ketidak-
pastian tersebut telah membuat celah dominasi baru mata uang fulus.

Namun demikian, kejatuhan sistim mata uang di masa kekuasaan


Mamluk masih dipertanyakan, yakni apakah semata karena kesengajaan dalam
sistim administrasi pemerintahan ataukah karena perubahan alamiah pada
ketersediaan bahan baku mata uang. Adel Allouche (1994) dalam penelitian
berjudul Mamluk Economics A Study and Translation of Al-Maqrizi’s
Ighathah menjawab bahwa permasalahan tersebut merupakan kesengajaan
yang telah dilakukan dalam administrasi moneter di masa Mamluk. Allouche
menyimpulkan tiga bentuk kesengajaan yang saling berkaitan:

Pertama adalah keburukan administrasi pemerintah (wilayah al-


khaṭṭath al-sulthaniyyah) dan sogok-menyogok dalam pengangkatan jabatan
pemerintah (al-manaṣhib bi al-risywah), seperti jabatan menteri, hakim,
gubernur, muhtasib, dan lain-lain. Dengan kata lain, tidak mungkin seseorang
mendapatkan jabatan penting ini kecuali dengan uang. Perilaku sogok-
menyogok ini menghasilkan pejabat-pejabat yang bermental korup, yang

115
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

hanya memanfaatkan urusan negara untuk kepentingan pribadi. Maka, timbul


bentuk kebijakan yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat dan
pembangun ekonomi yang lebih luas. Akibatnya, pengeluaran negara terjadi
secara berlebihan dan tidak diimbangi dengan kemampuan belanja negara.

Kedua adalah kenaikan pajak yang berlebihan (ghala’ al-awthan). Hal


ini terjadi karena pemerintah menyadari bahwa pendapatan negara sangat
kecil. Kenaikan pajak ini sangat dipaksakan sehingga menyulitkan masyarakat
yang mayoritas petani. Kenaikan pajak yang cukup tinggi ini juga berimbas
kepada kenaikan harga input pertanian, termasuk pula biaya sewa lahan. Petani
semakin menderita, mereka enggan melakukan produksi. Mereka memilih
untuk meninggalkan tempat tinggal mereka, dan tidak mau bertani lagi.

Ketiga adalah peningkatan peredaran mata uang fulus (riwaj al-fulus).


Kebijakan penetapan mata uang fulus sebagai mata uang utama ini didasarkan
pada kehendak para pejabat yang ingin menghabiskan uang negara untuk
kepentingan pribadi dan kelompok. Hal ini sangat mungkin dilakukan karena
mata uang fulus yang terbuat dari tembaga sangat mudah diciptakan (Al-
Maqrizi, 1956). Pencetakan mata uang fulus secara besar-besaran inilah yang
mengakibatkan gejolak inflasi di masa kekuasaan Mamluk. Dengan demikian
jumlah uang fulus yang terlalu berlebihan dalam arti melebihi produksi barang
dan jasa telah menyebabkan terjadinya kenaikan harga-harga atau yang dikenal
sebagai inflasi.

Tiga poin ulasan Allouche (1994) tersebut didasarkan pada temuannya


terhadap kesaksian-kesaksian tertulis al-Maqrizi (1366-1441/766-845).
Berdasarkan tiga ulasan tersebut, Allouche (1994) menyimpulkan bahwa
perubahan sistim mata uang di era kekuasaan Mamluk (yakni dari dinar dan
dirham ke mata uang fulus) disebabkan oleh kesengajaan pemerintah yang

116
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mencetak mata uang fulus secara berlebihan. Akan tetapi, dalam berbagai data
rupanya perubahan sistim mata uang tersebut tidak semata disebabkan oleh
kesengajaan administrasi moneter pemerintah Mamluk, namun disebabkan
pula oleh keterbatasan jumlah pasokan emas dan perak. Keterbatasan jumlah
emas dan perak tersebut menghambat pencetakan mata uang dinar dan dirham,
sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan transaksi berbasis dinar dan
dirham. Dengan demikian, terjadinya pergantian sistim mata uang pada zaman
tersebut disebabkan oleh faktor keterbatasan atau ketidakmampuan jumlah
mata uang dinar dan dirham untuk mengimbangi kebutuhan transaksi.
Menurut sebagian pendapat, ini adalah kelemahan sistim mata uang berbasis
komoditas seperti emas dan perak.

Indikasi mengenai hal ini dapat dilihat dalam tiga hal, yakni: Pertama,
dinar seringkali tidak dijadikan sebagai patokan pengukuran harga (Ágoston
& Masters, 2009). Hal ini ditandai dengan rendahnya volume penggunaan
mata uang dinar bila dibandingkan dengan dirham, bahkan jauh lebih rendah.
Kedua, kadar dinar dan dirham selalu berubah-ubah (Al-Maqrizi, 1997). Dari
tahun ke tahun kadar zat emas dan perak pada mata uang logam mulia tersebut
selalu turun. Ketiga, pencetakan mata uang fulus sering dilakukan oleh
pemerintah Mamluk dalam rangka mempercepat terpenuhinya kebutuhan
transaksi publik (Al-Maqrizi, 1997). Tindakan pemerintah ini semakin
menguatkan adanya indikasi keterbatasan jumlah emas dan perak di saat itu.
Data seperti ini dapat dilihat dalam berbagai tulisan para tokoh pemikir dan
sejarah yang hidup di Mesir pada abad ke-13 sampai 15 Masehi.

Jika keberadaan indikasi-indikasi ini terbukti benar, maka hal tersebut


dapat mengubah kedudukan teori yang mengatakan bahwa perubahan sistim
mata uang di era kekuasaan Mamluk, yakni dari mata uang dinar dan dirham
ke mata uang fulus, disebabkan oleh faktor kesengajaan administrasi moneter

117
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Mamluk untuk memenuhi ambisi politik ekonomi elit-elit penguasa kesultanan


tersebut. Teori tersebut berubah menjadi lemah sehingga tidak dapat lagi
dijadikan sebagai sandaran pendapat. Hal ini juga dapat merekonstruksi
pandangan tentang perubahan sistim mata uang di era kekuasaan Mamluk
dengan kesimpulan bahwa perubahan sistim mata uang di era kekuasaan
Mamluk disebabkan oleh keterbatasan jumlah emas dan perak. Mata uang
tembaga fulus adalah pilihan di tengah keterbatasan tersebut. Dengan demikian
jika asumsi ini terbukti benar, maka dominasi mata uang tembaga fulus
merupakan cerminan keterpaksaan pemerintah Mamluk, akibat dari
ketidakmungkinan menjalankan sistim mata uang yang ideal(Ágoston &
Masters, 2009).

Faktanya, hampir semua negara hari ini menggunakan sistim mata uang
fiat dan tidak ada lagi negara yang menggunakan sistim mata uang berbasis
komoditas. Sejumlah krisis keuangan dan nilai mata uang yang sering terjadi
di berbagai negara ditengarai oleh pemakaian sistim mata uang fiat tersebut.
Oleh karena itu, sebagian kalangan menawarkan bahkan mendorong kembali-
nya sistim mata uang berbasis komoditas seperti emas dan perak yang demi
menjaga stabilitas mata uang tersebut. Kalangan ini beranggapan bahwa sistim
mata uang ini dapat menciptakan stabilitas makro ekonomi khususnya tidak
dapat memicu terjadinya inflasi (I. Donal Quataert Halil, 1994).

f. Perdagangan Domestik

Daulah Utsmaniyah memiliki lahan pertanian yang amat luas dan subur
seluruh wilayah yang dikuasainya di negeri Syam lembah sungai Danube,
Dijlah, Furat dan Wadi Nil, pesisir Asia Kecil dan Afrika Utara. Lahan-lahan
yang berada di wilayah ini dikenal sangat subur, memiliki pengairan yang baik
dengan hasil produksi yang berlimpah pula. Lahan-lahan tersebut

118
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menghasilkan gandum, biji-bijian, dan minyak zaitun, pada umumnya banyak


terdapat di Syam, Anatolia dan Balkan (Eropa Timur) (Pamuk, 1987).

Gambar. 04.

Surplus hasil peternakan didapatkan dari wilayah Balkan, Asia Kecil,


dan lembah-lembah Syria. Peternakan yang terdiri dari domba, kambing, onta,
dan kerbau berasal dari dataran tinggi Balkan dan Wadi Nil, sedangkan buah-
buahan seperti anggur, buah Tin, Ceri, Prem, Apel, Persik, Almond, dan
sebagainya didapat dari Suriah, Lebanon, Palestina dan sebagian wilayah
Eropa Utara (Jaha, 2016). Industri pangan yang berasal dari nabati dan hewani
tersebar di seluruh negeri. Saat itu yang paling menonjol dari Turki Utsmani
adalah kerajinan sutra, katun dan sabun (Kabadayi,n.d).

Pada masa keemasan imperium Utsmani ini, industri militer tidak pernah
melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Industri senjata
api, senapan, pistol dan meriam ditangani oleh para insinyur Mejer, Austria,

119
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Perancis dan Swedia. Termasuk juga senjata tradisional seperti pedang,


tombak, panah serta baju besi. Namun industri tersebut mundur seiring
mundurnya Imperium Utsmani, berbanding terbalik dengan kemajuan yang
diraih oleh revolusi industri di Eropa. Sehingga, di Eropa Turki Utsmani
dianggap seperti lelaki sakit (Akarly, 1992).

Daulah Utsmaniah membangun berbagai macam pusat perdagangan


seperti pasar induk (bazaar), pusat pertokoan, dan jalan utama yang digunakan
untuk jalur perdagangan. Ia menjadi tempat peristirahatan para pedagang dan
tempat berkumpul segala macam bentuk komoditi. Di tempat itu pula
ditetapkan harga barang secara bebas tanpa intervensi dari pemerintah sesuai
dengan prinsip Islam yang berlaku di seluruh wilayah Turki Utsmani. Kondisi
ini sangat mirip dengan bursa efek pada sekarang ini, saat saham-saham yang
ditawarkan memiliki indeks harga. Tempat pengumpulan barang dari berbagai
komoditi tersebut dinamakan Badistan (Turkpress, 2018, 11 June). Pusat-pusat
perdagangan ini tersebar di berbagai kota seperti di Bursa dan Edirne, serta di
seluruh ibukota provinsi dan kabupaten wilayah Turki Utsmani. Terdapat
beragam komoditi yang dipasarkan seperti, perata, karpet, pakaian, rempah-
rempah, minyak wangi dan juga kebutuhan sehari-hari seperti makanan dan
bahan-bahan mentah lainnya (Intabih, n.d ).

Pada abad ke-14 perdagangan internasional dikuasai oleh Portugal dan


Venesia. Barang-barang yang bernilai tinggi dikumpulkan di pelabuhan dan
ditransaksikan dengan menggunakan perahu-perahu dan kapal-kapal kecil.
Daulah Utsmaniyah tetap berusaha keras menghidupkan kembali Jalur Sutera
yang merupakan urat nadi perdagangan imperium tersebut. Dengan demikian
perdagangan Kembali beralih ke jalur darat setelah dilakukan melalu jalur laut
dalam waktu yang lama. Fasilitas jalur perdagangan darat telah dipenuhi oleh
gudang-gudang transit, pasar-pasar, dan tempat peristirahatan pedagang.

120
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Negara memberikan jaminan keamanan dan fasilitas yang memadai untuk


para pedagang, hal ini berlangsung dari abad ke-14 M sampai abad ke 17 M
(Lybyer, ).

Terdapat dua kategori pedagang pada masa Daulah Utsmaniyah,


pedagang yang berpindah-pindah dan pedagang yang menetap di kota-kota dan
pusat-pusat perdagangan. Pedagang yang menetap memainkan peran penting
dalam menentukan harga dasar berbagai jenis barang dagangan. Pedagang
yang menetap telah membantu kelancaran pembayaran pajak. Begitu juga
dengan petugas pemungut pajak, mereka bermukim di seluruh wilayah dan
melakukan prognosa harga pasar serta menerapkan regulasi pemerintah dalam
pengendalian harga pasar. Para petugas pemungut pajak juga berfungsi sebagai
polisi ekonomi yang mencegah adanya pasar gelap di seluruh kota-kota dan
pusat-pusat perdagangan (Intabih, ).

g. Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional pada abad ke-14 M dikendalikan oleh


Portugal dan Jenewa (Genoese-Venesia). Komoditi dagang yang bernilai
tinggi dikumpulkan di pelabuhan-pelabuhan. Transportasi perdagangan inter-
nasional dilakukan melalui jalur laut dan diangkut oleh kapal-kapal dagang
yang dikawal oleh tentara. Daulah Utsmaniyah sadar kemajuan sebuah negara
sangat bergantung pada aktivitas perdagangan negara tersebut. Oleh karena itu
mereka menghidupkan kembali jalur sutera yang sudah lama ada dan pernah
menjadi jalur utama perdagangan dunia. Mereka membangun pos-pos transit
perdagangan untuk menjaga keamanan para pedagang. Usaha ini menampak-
kan hasil, jalur sutera yang sebelumnya pernah kosong dan tidak dilalui oleh
para pedagang, telah mulai ramai dan memberikan keuntungan besar kepada
Daulah Utsmaniyah.

121
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

h. Bedesten, Perdagangan dan Aktivitas Sosial

Daulah Utsmaniyah tidak memisahkan antara kehidupan sosial dengan


aktivitas perdagangan serta sektor-sektor kegiatan ekonomi lainnya. Hal ini
diambil dari pengalaman lapangan yang telah berlangsung lama sejak berdiri-
nya negara Islam, sejak masa Rasulullah Saw dan dilanjutkan oleh Khalifah
Rasyidin sampai dinasti Abbasiyah, Ilkhanid, Bani Saljuk dan Mamalik.

Untuk menunjang aktivitas perdagangan, Turki Utsmani membangun


Bedesten, sebuah lembaga dan pusat perdagangan yang mempunyai regulasi
khusus yang telah dicanangkan pada masa Sultan Muhammad Jalbi (1413-
1421 M). Seiring dengan perkembangan dan perluasan wilayah Turki Utsmani,
Bedesten tersebar di seluruh penjuru wilayah dan kota-kota besar seperti
Anatolia, Qaisariyah, dan Istanbul. Bedesten merupakan bangunan persegi
berbentuk simetris seperti benteng pertahanan dan berada di tempat yang tinggi
sehingga dapat dilihat dari kejauhan. Bangunan ini juga mempunyai menara
yang menjulang agar mudah diketahui oleh para pengunjung yang datang dari
tempat-tempat lain. Bentuknya tidak jauh berbeda dengan tempat-tempat
keagamaan yang dilengkapi dengan kubah-kubah.

Bedesten berfungsi seperti bursa pasar layaknya zaman sekarang, fungsi


lainnya seperti lembaga pemungut pajak, penetapan harga, standarisasi
timbangan (Badan Metrologi). Bedesten ikut mengelola kelompok pengrajin
dan industri kecil, seperti pembuatan karpet, pakaian jadi, rempah-rempah, dan
kebutuhan sehari-hari. Kelompok pengrajin yang membutuhkan keahlian
khusus disatukan dalam sebuah tempat yang diberi nama Ahilik (‫)اخوة‬. Para
pengrajin tersebut terbagi dalam beberapa tingkatan tertentu dan dibuktikan
dengan sertifikat yang mereka miliki berdasarkan pendidikan keahlian dan
kejuruan.

122
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Selain berfungsi sebagai badan penetapan harga dan pemungut pajak,


Bedesten juga digunakan untuk menyimpan barang-barang berharga milik
negara atau barang-barang pedagang, seperti emas, permata, pakaian sutera,
dan dokumen-dokumen penting lainnya. Barang-barang yang disimpan
tersebut berada di bawah jaminan pemerintah.

Badesten juga menjadi tempat transit bagi para pedagang yang


berpindah-pindah dan kediaman permanen bagi para pedagang tetap. Selain
sebagai tempat transit, Bedesten juga berfungsi sebagai tempat lost and found
(tempat bagi barang yang tercecer atau tertinggal). Jika ada barang yang
tercecer, maka barang tersebut akan diumumkan dan disimpan sampai
pemiliknya datang mengambil. Masa tunggunya bisa mencapai satu tahun, jika
masa tunggu berakhir dan tidak ada yang mengambil, maka barang tersebut
akan diserahkan kepada Baitul Mal Muslimin. Selain itu Bedesten juga
berfungsi sebagai tempat penyimpanan harta anak yatim sampai dia dewasa
dan mencapai usia baligh.

Seperti dijelaskan di atas pedagang pada masa itu terbagi dua kelompok;
ada yang menetap di Bedesten dan ada pula yang berpindah- pindah (Pamuk,
2000). Pedagang yang menetap ini membantu pemerintah dalam menetapkan
harga dan memberikan informasi pasar untuk mengambil kebijakan lanjutan
yang berkaitan dengan fluktuasi harga di kota-kota besar di seluruh provinsi
Daulah Ustmaninyah. Tidak banyak penyelewengan dan korupsi yang terjadi
di antara pegawai administrasi pada masa keemasan Daulah Utsmaniyah.
Catatan yang ada hanya menunjukkan bahwa penyelewengan ini pernah terjadi
pada tahun 1609 M. Kasusnya adalah penyeludupan minyak wangi dan
pakaian sutera yang dijual di Bedesten. Perkara ini kemudian diadukan kepada
Sultan dan diselesaikan dengan segera.

123
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada masa Turki Utsmani, semua pedagang melakukan transaksi di


Bedesten. Karena itu, pedagang yang melakukan transaksi di tempat lain
dianggap sebagai pedagang ilegal. Secara praktik, lalu lintas barang dan
perekonomian Daulah Utsmani merujuk kepada syari’at Islam dan berlaku
juga pada Bedesten. Berkaitan dengan hal tersebut Rasulullah Saw. bersabda:

‫ا‬
‫ أ ْن ُي ات ال ََّّق ْ ا‬-‫صَّل اّٰلل عليه وسلم‬- ِ‫اّٰلل‬
ُ ‫اْللا‬
.‫ب‬
َّ ُ ُ ‫ا ا ا‬
‫نَه رسول‬

“Rasulullah Saw. telah melarang talaqqil jalab” (HR. Muslim No. 1519)

Yang dimaksud dengan jalab adalah barang yang diimpor dari tempat
lain, sedangkan tallaqi adalah menyongsong kedatangan barang dari tempat
lain sebelum sampai kepasar. Dalam riwayat lainnya terdapat kata rukban yang
berarti pedagang dengan menaiki tunggangan untuk pergi kepasar menjual
barangnya. Maka talaqqil jalab atau talaqqi rukban adalah sebagian pedagang
menyongsong kedatangan barang dari tempat lain akan di jual di pasarnya, dan
para pedagang pendatang itu belum mengetahui harga yang ada dipasar.
Dengan demikian para pedagang lokal tersebut menawar dengan harga yang
lebih rendah atau jauh dari harga yang ada di pasar, sehingga barang para
pedagang luar itu dibeli sebelum masuk pasar dan sebelum mereka mengetahui
harga sebenarnya. Jual beli seperti ini diharamkan menurut jumhur (mayoritas
ulama) karena adanya unsur penipuan/pengelabuan.

ْ‫ا‬ ُّ َّ‫ام اف ان اهاناا انل‬ ‫ُ َّ ا ا ا َّ ُّ ْ ا ا‬


َّ ‫ان فانا ْش اَتى مِنْ ُه ُم‬
‫الط اع ا‬
‫ِب – صَّل اّٰلل عليه وسلم – أن‬ ِ ِ ‫كنا نتلَّق الركب‬
ُ ُ ‫اا‬ ‫ناب ا‬
ِ ‫الط اع‬
‫ام‬ َّ ‫وق‬ ‫يع ُه اح ََّّت ُيبْلغ بِهِ س‬ِ

“Dulu kami pernah menyambut para pedagang dari luar, lalu kami
membeli makanan dari mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

124
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

lantas melarang kami untuk melakukan jual beli semacam itu dan
membiarkan mereka (para pedagang itu) sampai di pasar dan berjualan
di sana” (HR. Bukhari No. 2166).

Jika pedagang luar daerah itu mengetahui bahwa dia menderita kerugian
besar karena harga penawaran kepadanya jauh di bawah harga pasar, maka dia
memiliki hak khiyar untuk membatalkan jual beli (Zuhaili, 1988).

ْ ‫ْ ُ ا ا ا ا ا ٖ ُ ُ ُّ ا ا ُ ا‬
‫اْل ا‬ ْ ‫ا ا ا َّ ُ ْ ا ا ا ا ا ْ ا ا َّ ُ ا‬
‫اش ا ا‬
‫ار‬
ِ ‫ِي‬ ِ ‫ب‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ف‬ ‫وق‬ ‫الس‬ ‫ه‬‫د‬ِ ‫ي‬ ‫س‬ ‫ت‬ ‫أ‬ ‫ا‬‫ذ‬ِ ‫إ‬‫ف‬ ‫ه‬‫ِن‬
‫م‬ ‫ى‬ ‫َت‬ ‫فمن تلقاه ف‬.‫َّل تلقوا اْللب‬

“Janganlah menyambut para pedagang luar. Barangsiapa yang


menyambutnya lalu membeli barang darinya lantas pedagang luar
tersebut masuk pasar (dan tahu ia tertipu dengan penawaran harga yang
terlalu rendah), maka ia punya hak khiyar (pilihan untuk membatalkan
jual beli)”. (HR. Muslim No. 1519).

Pengecualian terjadi jika jual beli semacam itu tidak mengandung dharar
(bahaya penipuan) atau tidak ada tindak penipuan dan pengelabuan, maka jual
beli tersebut sah. Karena ‘illah (alasan syar’i) dari pelarangan tersebut adalah
keberadaan unsur penipuan transaksi.

Dengan demikian, setiap aktivitas ekonomi tidak boleh keluar dari


syari’at Islam meskipun Sultan mengeluarkan kebijakan-kebijakan tertentu,
terlebih lagi jika kebijakan tersebut berkaitan dengan ketahanan pangan. Hal
tersebut sangat rentan dengan Ekonomi Daulah Ustmaniyah yang berbasiskan
pada pertanian sebaimana kebanyakan negara Asia di abad pertengahan
(Mantran, 1989). Walau demikian sumber-sumber utama pemasukan Daulah
Utsmaniyah terdiri dari hal-hal berikut:

Ghanimah, berasal dari rampasan perang yang merupakan pemasukan


utama bagi negara yang terus berlangsung hingga masa Sultan Salim II.
Namun negara tidak banyak menaruh perhatian terhadap militer, sehingga

125
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

kemudian terjadi penciutan devisa negara yang berasal dari ghanimah ini.

Pajak, disebut juga Ushul al-Iltizam. Pemungut pajak dinamakan


multazim; multazim diberikan target minimum dalam memungut pajak.
Apabila dia berhasil memungut melebihi target minimum, maka kelebihan
tersebut menjadi bagiannya. Multazim mengambil pajak dalam bentuk barang
yang kemudian menjualnya ke pasar-pasar dan setelah barang terjual maka
pajak dibayarkan dalam jumlah yang disepakati kepada negara.

Sistim perpajakan Tsimar; dimana negara memberikan lahan kepada


penduduk untuk ditanami. Penduduk yang sudah memperoleh lahan berkewa-
jiban menggaji beberapa pegawai negeri yang dipekerjakan di lahan tersebut.
Dengan demikian, negara mendapatkan dua keuntungan sekaligus, mendapat-
kan jaminan penggajian beberapa pegawai negeri dan menciptakan lapangan
kerja yang dengan sendirinya memperkecil jumlah pengangguran.

Sebagai bukti Daulah Utsmaniyah mengutamakan kemakmuran


masyarakatnya adalah kondisi sejahtera yang membuat hampir tidak pernah
terjadi kelaparan sepanjang sejarah Turki Utsmani. Begitu juga dengan rumah
makan gratis yang terdapat di seluruh wilayah Daulah Utsmaniyah. Hal ini
tidak pernah terjadi di Eropa, apalagi di Inggris yang pernah mengalami
kelaparan panjang. Padahal, di saat bersamaan Ratu Victoria beserta keluarga
kerajaan dan para pejabatnya makan dengan lahap, tanpa memedulikan
rakyatnya yang mati kelaparan.

Dalam syari’at Islam pemasukan negara yang terpusat ke Baitul Mal


terdiri dari 4 unsur, yaitu: (Quartaert, 1994)

1. Zakat yang wajib dibayar oleh umat Islam yang kaya sebanyak 2.5%
dari kekayaan yang ia miliki. Zakat ini kemudian dibagikan kepada

126
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

orang-orang yang berhak berdasarkan ketentuan dari al-Qur’an, seperti


para fakir, miskin, amil zakat, muallaf, budak yang ingin memerdeka-
kan diri, orang yang berhutan dan ibnu sabil.
2. Rampasan perang dan pajak kekayaan, yang merupakan hak para fakir,
anak yatim dan ibnu sabil.
3. Pembayaran pajak non muslim yaitu jizyah yang digunakan untuk
membiayai gaji pegawai sipil dan militer.
4. Warisan yang tidak ada pemiliknya, harta ini dinafkahkan kepada
muslimin dan non muslim yang membutuhkan. Kotak warisan ini
adalah jaminan sosial bagi seluruh masyarakat dan umat Islam.
5. Pajak tambahan yang dipungut ketika negara masih membutuhkan
biaya. Pemungutan pajak dapat dilakukan sebelum jatuh tempo dengan
memberikan fasilitas dan kemudahan terhadap pihak pembayar pajak
sebelum waktunya.
6. Pemerintah Daulah Utsmaniyah belum pernah melakukan pemungutan
pajak tambahan, karena keadaan negara tetap stabil. Sesungguhnya,
apabila sumber pemasukan Baitul Mal dikumpulkan dengan jalan yang
benar dan dinafkahkan dengan cara yang benar pula maka negara tidak
perlu membuat obligasi atau jenis-jenis hutang lainnya yang akan
memberatkan rakyat. Sesuai dengan syari’ah Islam, negara tidak dapat
melakukan intervensi terhadap pasar dan industri. Tingkat harga
diserahkan kepada hukum permintaan dan penawaran. Yang tersisa
bagi negara hanyalah anggaran militer yang telah dibantu oleh
pembayaran jizyah di setiap propinsi (Inalcik dan Quartaert, 1994).

D. PERUBAHAN SISTIM KEUANGAN TURKI UTSMANI

Sejarah mencatat bahwa Turki Utsmani telah menjalin hubungan dengan


Eropa selama berabad-abad (Sahin, 2019). Dengan kekuatan politik, militer

127
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

dan ekonomi, Turki Utsmani berhasil menjadi kekuatan penyeimbang antara


Eropa dan Asia, menjadi salah satu dari tiga kekuatan utama dunia saat itu.
Sehingga, tidaklah mengherankan jika pada saat itu Eropa secara teratur
mengirimkan utusan untuk menunjukkan komitmen dan keinginannya untuk
bersahabat, sekaligus sebagai indikasi pengakuan mereka akan hegemoni
Turki Utsmani di kawasan itu. Keseimbangan tersebut kemudian perlahan
berubah hingga berakhir dengan kebangkrutan Turki Utsmani dan kebangkitan
Eropa menjadi hegemoni dunia baru.

Untuk membahas hal tersebut, ada baiknya kita melihat bagaimana


perubahan yang terjadi di negeri Turki Utsmani dari masa ke masa. Catatan
yang sampai kepada kita menunjukkan bahwa pada akhir abad ke 15 terjadi
konflik antara kaum aristokrasi yang tinggal di berbagai provinsi kerajaan
dengan pemerintah pusat. Konflik tersebut semakin meruncing dan berujung
kepada kebijakan penyitaan tanah di bawah kepemilikan pribadi oleh Sultan
Mehmed II. Sejak saat itu, terjadi pergeseran kekuasaan dari aristokrasi kepada
birokrasi di pusat yang berakibat kepada penurunan pengaruh pemilik tanah,
pedagang, dan renterir terhadap kebijakan ekonomi negara. Pasokan atau
logistik yang terpusat kepada pemenuhan kebutuhan kota, perdagangan jarak
jauh, dan impor berbagai barang demi menjaga stabilitas negara menjadi
kebijakan baru. Walaupun demikian, negara mendukung operasi para
pedagang, gilda dan rentenir selama mereka berkontribusi untuk membentuk
tatanan sosial ini.

Pada abad ke-16, setelah terjadi penaklukan Suriah dan Mesir,


perdagangan jarak jauh dan pengendalian rute perdagangan menjadi lebih
penting (Genç, 1984). Utsmaniah menunjukkan minat khusus kepada peda-
gang asing karena mereka membawa barang yang tidak tersedia di kekaisaran.
Hak istimewa -- yang akan disebutkan sebagai kapitulasi -- kemudian

128
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

diberikan kepada pedagang asing tersebut mulai dari abad ke-16. Menurut
Geņc, prioritas kedua dari negara pusat adalah menghasilkan pendapatan dan
keuangan. Negara mengintervensi kegiatan ekonomi untuk mengumpulkan
pajak. Pihak berwenang Ottoman sadar bahwa ekonomi harus vital dan sehat
agar tetap kuat secara fiskal, tetapi mereka tidak ragu-ragu untuk memaksa
produsen dan mengenakan pajak tambahan dalam periode resesi ekonomi
jangka pendek. Prioritas ketiga terkait erat dengan dua yang pertama, yaitu
mempertahankan tatanan tradisional.

Menurut sumber resmi dari Ottoman, ada tatanan sosial dan keseim-
bangan antara petani, pedagang dan gilda.23 Dalam tatanan tersebut, Negara
berusaha melindungi ketertiban dan keseimbangan di masyarakat (Trip,
2006).24 Sikap negara terhadap pedagang mengakibatkan dilema yang serius.
Di satu sisi, bahwa semua pedagang—kecil atau besar—memiliki peran
penting dalam administrasi ekonomi kota merupakan hal yang dapat diterima.
Namun, di sisi lain, kegiatan pedagang yang berorientasi pada keuntungan
dapat menyebabkan kelangkaan beberapa barang fundamental dan
menempatkan serikat ekonomi kota dalam situasi yang sulit. Dalam kasus-
kasus itu, negara lebih memilih untuk menekan pedagang daripada
mendukung atau melindunginya. Pemerintah Ottoman tidak ragu melakukan
intervensi ke pedagang lokal dan jarak jauh untuk mengelola ekonomi kota

23 Gilda adalah serikat atau perhimpunan pengrajin atau saudagar yang dibentuk guna

memantau kegiatan usaha atau perniagaan mereka di daerah tertentu. Gilda-gilda tertua dibentuk sebagai
konferia atau paguyuban usahawan. Gilda-gilda ini diatur mirip dengan perhimpunan profesi, serikat
pekerja, kartel, dan perkumpulan rahasia. Keberadaannya acap kali bergantung pada anugerah surat paten
dari seorang kepala monarki atau kepala pemerintahan lainnya untuk menguasai dan mengalirkan arus
perniagaan bagi para wirausahawan anggotanya, serta untuk mempertahankan kepemilikan atas sarana
kerja dan pasokan bahan baku. Tinggalan sejarah dari gilda-gilda tradisio nal yang masih kekal sampai
sekarang adalah balai gilda, yakni balai pertemuan para anggota gilda. Jika didapati berlaku curang di
muka umum, seorang anggota Gilda akan dikenai denda atau dikeluarkan dari keanggotaan gilda.
24 Untuk survei analitis berkaitan dengan kemunculan “masalah sosial” dalam pemikiran

Islam modern sebagai respons terhadap kapitalisme modern, lihat Tripp, Charles (2006), Islam and the
Moral Economy: The Challenge of Capitalism, Cambridge University Press, hlm. 35

129
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

dengan mengikuti prioritas-prioritas sebagaimana yang disebutkan di atas.

1. Kapitulasi Asing

Kapitulasi yang berarti pemberian hak istimewa kepada pihak asing,


bukanlah praktik baru dalam masyarakat dunia. Abdbari (1992: 13-15),
seorang sejarawan, mengatakan "Kapitulasi Asing telah ada pada masa
Romawi dan dikenal di Eropa sebelum Islam datang. Romawi membiarkan
wilayah yang ditaklukkan seperti Yunani untuk menerapkan hukum lokal
(Brown, 1914:9-15). Praktik yang sama juga dilakukan oleh Turki Utsmani
pada saat membuat perjanjian kapitulasi pertama tahun 1453 dengan Genoese
(Wikipedia, 2020, 25 Juli). Perjanjian tersebut kemudian dilanjutkan dengan
perjanjian-perjanjian lain dengan berbagai negara, merentang dari abad ke-15
sampai abad ke-19. Diantara perjanjian kapitulasi yang dilakukan oleh Turki
Utsmani adalah:

 Kapitulasi yang dilakukan dengan Venice tahun 1454


 Kapitulasi dengan Perancis 1535 oleh Sultan Sulaiman.
Perjanjian tersebut kemudian diperbaharui pada tahun 1673
dan 1740.
 Kerajaan Inggris (1579, 1675, 1809)
 Kerajaan Belanda (1612, 1634, 1680)
 Kerajaan Austria (1615?)
 Rusia (1711, 1783)
 Swedia (1737)
 Sardinia (1740, 1825)
 Denmark (1746 or 1756)
 Prussia (1761)
 Spanyol (1782)
 Amerika Serikat (1830)

130
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

 Belgia (1838)
 Liga Hanseatik (1839)
 Portugal (1843)
 Yunani (1854 or 1855)
 Brazil (1858)
 Bavaria (1870)

Di fase pertama, kapitulasi tersebut dilakukan pada saat Turki Utsmani


berada di puncak dominasi kekuatan, baik militer, politik, dan ekonomi,
bahkan menjadi satu dari tiga kekuatan besar dunia. Dengan demikian,
kapitulasi dilakukan sebagai strategi perdagangan dengan tujuan menarik
pedagang asing untuk masuk dan bertransaksi di Kerajaan Turki Utsmani,
memberikan pasokan barang yang memang tidak diproduksi oleh Turki.
Dengan kata lain, keberadaan mereka diharapkan dapat menutup kebutuhan
atau “lubang” yang ada dalam masyarakat Turki.

Masalah kemudian muncul ketika Turki Utsmani melewati masa


keemasan lalu memasuki masa stagnasi dan bahkan kemunduran (paruh kedua
abad ke 16). Kemunduran tersebut bukan hanya dalam bidang ekonomi, tapi
juga pada pilar utama negara: politik, pendidikan, dan militer. Perubahan
tersebut juga diikuti oleh berbagai strategi negara-negara Barat yang memper-
gunakan berbagai kepentingan dan masalah dalam kerajaan Turki Utsmani
untuk melakukan revisi dan memasukkan berbagai pasal yang tak lagi
berkenaan dengan misi perdagangan semata. Dengan demikian, kapitulasi
yang awalnya bertujuan ekonomi dan bisnis secara perlahan berubah menjadi
alat politik untuk kepentingan yang lebih besar, baik bagi penguasa Turki
Utsmani pada saat itu maupun bagi kerajaan lain yang terikat atau negara-
negara lain yang mengikatkan diri dengan perjanjian tersebut.

131
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Perjanjian dengan Prancis misalnya, yang diperbaharui pada 1583, pada


awalnya bertujuan untuk mendapatkan dukungan bagi Turki Utsmani dalam
menghadapi Austria. Perancis kemudian memasukkan Raja Inggris dalam
perjanjian tersebut. Sebagian sejarawan membenarkan perjanjian tersebut
dibuat agar Perancis, Inggris dan Belanda dapat mendukung Turki Utsmani
menghadapi musuhnya: Paus di Roma dan keluarga Hapsburg. Akan tetapi
keinginan Sultan ketika membuat perjanjian tersebut berbeda dengan
kenyataan yang dihadapi di lapangan dan kancah peperangan. Walaupun
negara-negara Eropa mempunyai kemaslahatan yang berbenturan, akan tetapi
mereka mempunyai agama yang sama yang mengkhawatirkan perluasan Islam
yang berkesinambungan dilakukan oleh Turki Utsmani.

Hal ini dapat dilihat ketika Perancis ternyata juga memasukkan Paus
Roma dalam perjanjian kapitulasi dengan Turki Utsmani. Padahal, pada saat
yang sama, Turki Utsmani juga sedang mengobarkan peperangan dengan Paus
di Roma (Azawi, 2003: 23). Kemudian, ketika Paus mengumumkan mobilisasi
umum melawan Islam maka seluruh negara Eropa bergerak, mereka
melupakan pertikaian mereka selama ini untuk sementara waktu demi
menghadapi kekuatan Islam yang selalu dianggap merupakan ancaman bagi
mereka.

Masih berkaitan dengan perjanjian dengan Perancis, sebagian sejarawan


berpendapat bahwa Turki Utsmani mereguk manfaat dari perjanjian tersebut.
Dengan adanya perjanjian tersebut Perancis keluar dari koalisi Eropa pada
perang salib melawan Turki Utsmani, terutama perang di lautan untuk mengua-
sai Laut Tengah oleh Charles Quint. Akan tetapi menurut hemat penulis
pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena waktu itu Perancis telah dikepung
oleh Charles Quint dan hanya mempunyai armada laut yang tidak seberapa.
Untuk mempersenjatai 20 kapal perang saja Perancis mengalami kesulitan

132
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dengan personil militer yang tidak terlatih dengan baik seperti yang dimiliki
oleh Turki Utsmani atau keluarga Habsburg. Pada tahun 1526 Perancis berhasil
lepas dari kepungan keluarga Habsburg dengan ditaklukkannya Magzayorzag
dan Honggaria. Kota Buda dan Pest (Budapest) telah menjadi kota baru Turki
Utsmani pada waktu Itu. Pada tahun 1537, bantuan Turki Utsmani terhadap
Perancis datang lagi dengan penyerangan Italia dari selatan oleh armada laut
Utsmani sedangkan Perancis menyerang dari utara melalui jalur darat. Bantuan
Utsmani terus berulang pada tahun 1543 M, ketika Sulaiman memerintahkan
Khaiddun Aruj Barbarossa (Barbaros Hayrettin Paşa / Khair ad-Dien Barba-
rus) untuk melakukan sweeping terhadap wilayah Italia yang terus menyerang
Perancis Selatan. Bantuan demi bantuan yang diberikan atas permintaan
Francois I tersebut tampak diberikan dengan cuma-cuma. Bantuan yang
diberikan membuat Perancis dapat terhindar dari kekuatan pengaruh keluarga
Hapsburg dan di saat yang sama juga memberikan keistimewaan dalam
perdagangan dengan Turki. Asumsi ini lebih dekat dengan kebenaran karena
pada waktu itu Turki Utsmani adalah negara yang kuat. Tapi, apakah izin
Sultan untuk memasukkan Inggris dan Paus Roma —yang telah memberikan
dukungannya terhadap Charles V— dalam perjanjian tersebut sebagai upaya
untuk dapat menahan ekspansi dan dakwah Islam di Eropa, itu masih
memerlukan penelitian dan kajian lebih lanjut. (Azawi, 2003:22)

2. Kapitulasi dengan Jenewa dan Venesia

Sepintas, kapitulasi yang diberikan Muhammad al-Fatih kepada kerajaan


Venesia tidak berbeda isinya dengan yang diberikan oleh Sulaiman al-Qanuni
kepada kerajaan Perancis. Akan tetapi, kapitulasi yang diberikan oleh
Muhammad al-Fatih lebih pantas untuk ditelaah. Sebab, saat itu kemenangan
besar telah dicapai, era sejarah dunia abad pertengahan telah beralih menuju

133
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

abad modern. Penaklukan Konstantinopel telah membuka pasar Eropa bagi


produk-produk yang berasal dari Timur.

Perjanjian yang sama juga dilakukan dengan Moldavia pada tahun 1465.
Jenewa yang terlibat dalam perjanjian itu pun ikut menikmati fasilitas keringa-
nan pajak dan kebebasan melakukan aktivitas perdagangan di seluruh wilayah
Imperium Turki Utsmani. Jenewa juga diberikan hak untuk menempati pulau-
pulau kecil seperti Taxos dam Imbrus. Keistimewaan tersebut didapat karena
Jenewa telah membantu Turki Utsmani untuk berperang melawan Kristen
Ortodok yang merupakan musuh Katolik yang bermukim di wilayah Turki
Utsmani (Kotrani, 1986, hlm. 410).

Dengan begitu, Turki Utsmani telah memberikan warna dalam aktivitas


perdagangan di Eropa karena Venesia merupakan negara yang paling besar
aktivitas perdagangannya pada waktu itu di Eropa. Sedangkan pelaku
perdagangan besar di Eropa yang lain adalah Jenewa (Beik, 1987, hlm. 157).
Rusia juga tidak ketinggalan; ia juga mengajukan permohonan agar dapat
memetik hasil dari perjanjian kapitulasi tersebut melalui para penguasa Cremia
(Inalcik, 1973, hlm. 135).

Pada tahun 1464, kerajaan Florensia di Italia diberikan kemudahan


dalam aktivitas perdagangan. Ini sangat menguntungkan untuk mengimbangi
dan melemahkan kekuatan Venesia yang senantiasa melakukan makar
terhadap Turki Utsmani. Muhammad al-Fatih juga berhasil membatasi ruang
gerak Venesia untuk memasuki pelabuhan Napoli dan memenjarakan para
pedagang Venesia (Rasyidi, 1990, hlm. 135). Kebijakan penguasa terdahulu
telah mendatangkan hasil yang diinginkan, yaitu kerugian yang diderita oleh
Venesia di beberapa kota (Mantran, 2003, hlm. 144). Kesepakatan pada tahun
1479 mengharuskan Venesia membayar dengan sangat mahal agar dapat terus

134
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

melakukan aktivitas perdagangannya di wilayah Mediterania (Khalil, 1953,


hlm. 22).

Perjanjian itu secara resmi melindungi warga Venesia yang ada di


Istanbul dan wilayah lain, hak memiliki budak, memberlakukan wasiat (terkait
dengan kepemilikan), dan penetapan pajak impor sebanyak 2% kecuali perak
mentah atau perak yang sudah dicetak. Perak ini harus mereka sediakan untuk
Sultan guna pencetakan mata uang. Akan tetapi terdapat pasal yang sedemikian
aneh akibat kompetisi politik yang istimewa. Pasal tersebut menyatakan Sultan
dan Jenewa (Genoese) harus membayar hutang kepada pihak yang berpiutang
yaitu masyarakat Venesia yang ada di wilayah Turki Utsmani. Mereka
diperbolehkan memasuki pelabuhan Turki Utsmani dengan aman; diri dan
harta benda harus dilindungi. Pada saat yang sama, pedagang Turki Utsmani
juga berharap mendapatkan perlakuan yang sama dari Venesia (Mantran, 2003,
hlm. 125). Begitu juga dalam perjanjian tersebut tertera tentang perihal
pengangkatan duta Venesia yang bermukim di Galata (sebuah daerah di kota
Istanbul) untuk menangani segala perkara politik, perdagangan maupun
hukum. (Brockelman, 1988, hlm. 440)

Untuk mendapatkan gambaran umum perjanjian kapitulasi yang


dilakukan oleh Turki Utsmani, kita dapat melihat perjanjian antara Turki
Utsmani dengan Venesia tahun 1453, salah satu perjanjian kapitulasi paling
awal dalam sejarah Turki Utsmani. Dalam perjanjian itu disepakati beberapa
hal berikut ini (al-Aziz, 2001, hlm. 21):

 Pasal I, Tidak ada perlindungan bagi pelaku pidana terhadap


negara lain, pencuri beserta hasil curiannya harus diserahkan
dengan segera kepada negara terkait.
 Pasal II, Pedagang kedua negara bebas memasuki kedua wilayah

135
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

negara tanpa ada hambatan, baik ekspedisi darat maupun laut.


 Pasal III, Duke Nasau dan masyarakatnya termasuk dalam
perjanjian ini, sehingga mereka dibebaskan dari pembayaran pajak
dan pembayaran lain dan bebas dalam melakukan aktivitas apa
pun.
 Pasal IV, Seluruh kapal kedua pihak diterima dengan baik dan
tidak dibenarkan mendapatkan perlakuan yang tidak bersahabat.
 Pasal V, Venesia membayar total biaya sebanyak 436 Duka
sebagai bea cukai di Pelabuhan Lepanto, kota-kota di Soctari,
Lisboa dan Drifasto di Albania. Pembayaran ini akan diberikan
kepada Gubernur Istanbul.
 Pasal VI, seluruh budak Venesia dimerdekakan tanpa dipungut
biaya sepeser pun, kecuali bagi yang berpindah ke agama
Muhammad yang harus membayar seribu Piaster sebagai ganti dari
pembebasannya.
 Pasal VII, tanpa memandang kepada kebebasan mutlak bagi
pedagang Venesia yang ada di wilayah Utsmaniah, mereka wajib
membayar 2% dari total nilai barang yang dibawanya; begitu juga
bagi para pedagang Utsmani yang melakukan aktivitas di wilayah
Venesia.
 Pasal VIII, seluruh kapal diperkenankan datang dan pergi di Laut
Hitam serta berlayar ke laut lepas setelah mendapatkan izin dari
Istanbul dan membawa barang persediaan logistik yang
dibutuhkan.
 Pasal IX, komoditi dagang negara-negara Nasrani yang berasal
dari Laut Hitam dan Mediteranian yang dijual melalui pedagang
Venesia tidak diperkenankan membawa barang-barang milik
Muslimin.

136
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

 Pasal X, setiap orang yang bermukim di Bira harus membayar


hutang kepada Venesia kecuali harta sitaan atau harta benda yang
terkait dengan bangsa Genewa.
 Pasal XI, Penduduk Venesia diperkenankan untuk menziarahi
Patriac di Istanbul.
 Pasal XII, masing-masing negara memberikan perlindungan
terhadap personil dan barang dagangan yang dibawa oleh kapal
yang rusak di perairan kedua negara.
 Pasal XIII, apabila penduduk Venesia meninggal tanpa wasiat atau
waris, harta warisannya tidak boleh dipergunakan melainkan
diserahkan kepada konsulat, hakim, atau pasya wilayah untuk
diserahkan kembali kepada konsulat jenderal atau pedagang
Venesia lainnya sampai Duke Venesia memintanya.
 Pasal XIV, tidak diperkenankan menolong musuh negara yang
terkait perjanjian.
 Pasal XV, salah satu pihak tidak diperkenankan melindungi atau
memberi dukungan finansial kepada musuh kedua negara terkait,
dan Sultan berhak menyatakan perang terhadap wilayah, kota,
negeri atau benteng yang melindunginya. Akan tetapi, perang
terhadap wilayah atau benteng tidak berarti memutuskan
perdamaian atau membatalkan perjanjian. Kewajiban ini berlaku
juga bagi Negara Utsmaniyah terhadap Duke Venesia.
 Pasal XVI, bangsa Venesia dapat mengirim konsulnya ke Istanbul
apabila dibutuhkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mereka
memiliki otoritas untuk memutuskan perkara admistrasi dan
permasalahan lain yang mereka hadapi. Sultan di minta untuk
mengarahkan Pasya atau pimpinan distrik militer Romeli agar
memberikan bantuan kepada konsul dalam menyelesaikan

137
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

permasalahan.
 Pasal XVII, Sultan berkewajiban memperbaiki atau mengganti
kerusakan dan kemudharatan yang terjadi atas diri atau harta benda
akibat penaklukan Turki Utsmani terhadap kota Istanbul sesuai
dengan prinsip keadilan.
 Pasal XIII, Venesia berhak memasukan harta benda serta mata
uang ke negara Utsmani, baik yang sudah dicetak atau yang masih
dalam bentuk bahan mentah, tanpa membayar pajak apapun
dengan syarat logam yang belum dicetak hendaklah diperlihatkan
kepada kantor pencetak uang.
 Pasal XIX, Hutang penduduk Istanbul, terutama warga negara
Venesia, dihapuskan setelah Konstantinopel ditaklukan; hutang itu
dipandang tidak lagi syah secara hukum.

Pada saat yang sama, Sultan Muhammad al-Fatih, melakukan proteksi


pasar. Dia hanya membolehkan mengimpor barang-barang pokok, seperti besi,
karet, timah, pakaian wol serta bahan mentah yang dibutuhkan untuk produksi
kebutuhan dasar penduduk negeri. Sultan juga meningkatkan pajak 4-5%
untuk melindungi pedagang Utsmani agar dapat bersaing dengan pedagang
Itali. Kebijakan sultan ini ternyata menggeliatkan perekonomian yang selama
ini lesu dan para pedagang lokal mendapatkan banyak keuntungan. Sultan juga
melarang ekspor bahan makanan ke Italia melalui laut Hitam dan Mediterania
seperti gandum, minyak goreng, garam, dan ikan untuk menjamin ketahanan
pangan bagi negara Utsmani (Inalcik, 1973, hlm. 135).

Namun tidak semua sejarawan berpendapat bahwa perjanjian tersebut


memberikan efek positif bagi Turki Utsmani. Sebagian lain berpendapat
bahwa perjanjian tersebut mengakibatkan hambatan pada pertumbuhan
ekonomi. Hambatan itu terjadi karena adanya penurunan nilai mata uang yang

138
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

tajam dan pada akhirnya memaksa Sultan untuk menyita harta wakaf
masyarakat untuk menutup biaya jihad atau perang (Mantran, Vol I, 2003, hlm.
144). Perjanjian tersebut membuat Turki Utsmani terlalu mengandalkan
pedagang asing dari Eropa sehingga penghasilan dari pajak merosot secara
drastis (Rari, 2001, hlm. 73).

Menurut hemat penulis, perjanjian tersebut memberikan keuntungan


yang besar bagi Turki Utsmani, apalagi kebijakan yang di ambil oleh Sultan
Al Fatih merujuk kepada maqashid syari'ah dalam siyasah al-maaliyah; dalam
hal ini Sultan mengorbankan kepentingan politik demi kemaslahatan kaum
muslimin. Sedangkan pendapat kedua—mengatakan bahwa kapitulasi asing
menjadi penyebab terjadinya penurunan nilai mata uang dan produksi–
cenderung disebabkan visi misi para suksesor atau pengganti Sultan yang tidak
mementingkan kemashlahatan kaum Muslimin. Mereka hanya melihat dari
perspektif yang terbatas dalam titik temu kemaslahatan kaum Ortodok dengan
Katolik Barat setelah penaklukan Konstantinopel (Saharuddin, 2020).

3. Dampak Kapitulasi

Perjanjian kapitulasi ini telah memberi dampak negatif yang sangat besar
bagi masyarakat Turki Utsmani. Misalnya, pada tahun 1740, pemerintahan
Utsmani terikat perjanjian dengan Perancis dalam rangka memberikan warga
negara Perancis hak penuh untuk bepergian dan berdagang di seluruh wilayah
Utsmani. Warga negara Perancis menjual barang dagangan mereka dengan
harga yang lebih murah, mereka mulai menyingkirkan para pedagang lokal dan
akibatnya merongrong perekonomian rakyat. Kapitulasi juga berakibat
hilangnya kedaulatan pemerintahan Utsmani. Dalam perjanjian kapitulasi
disebutkan bahwa, Perancis memiliki kontrol penuh terhadap warga negaranya
dan semua pemeluk Katolik Roma di wilayah Utsmani. Akibatnya, pemerintah
Utsmani tidak lagi memiliki hak untuk menegakkan hukum terhadap warga

139
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

negara Perancis tersebut, terlebih lagi di saat mereka berada di wilayah yang
jauh di perbatasan (Quataert, 2002).

Secara garis besar, kapitulasi asing memiliki dampak negatif sebagai


berikut:

 Perlambatan bahkan kehancuran berbagai bisnis dan industri


dalam negeri akibat kalah bersaing harga dengan produk luar
negeri.
 Peningkatan ketergantungan rakyat Turki Utsmani terhadap
produk impor, dan hal ini berdampak langsung kepada ketahanan
nasional Turki Utsmani.
 Gesekan sosial antara penduduk lokal dengan orang-orang asing
atau dengan sesama penduduk lokal yang sudah mengafiliasikan
diri kepada para pedagang asing, akibat adanya diskriminasi dalam
penegakan hukum dan penerapan pajak.
 Semakin menurunnya pengaruh politik Turki Utsmani terhadap
berbagai daerah dan provinsi, akibatnya beberapa provinsi
bertindak di luar kebijakan pusat dan berusaha melepaskan diri
menjadi negara independen.
 Semakin kuatnya pengaruh bangsa asing dalam berbagai aspek
pemerintahan, sosial, ekonomi, dan militer, akibatnya kekuatan
Turki Utsmani terus melemah dari waktu ke waktu.
 Semakin leluasanya modal asing masuk ke Turki Utsmani atas
nama investasi asing, hal ini membuat hutang luar negeri Turki
Utsmani semakin membengkak dan perekonomian makin tertekan.

Walaupun demikian rakyat Utsmani masih tetap memberikan perlawa-


nan dan resistensi terhadap perubahan negatif yang mereka hadapi ini,

140
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

terutama di bidang ekonomi setelah terjadinya pemaksaan impor dan ekspor,


pembangunan perumahan, industri tradisional dan modern. Kapitulasi pada era
1700-1800-an adalah salah satu alasan terbesar kemerosotan pemerintah
Utsmani selama kurun itu. Berbagai rangkaian kontrak politik yang merugikan
negara dan masyarakat menjadikan posisi politik Utsmani rentan dan tunduk
kepada negara-negara Eropa, sehingga dengan sinis bangsa Eropa menyindir
Turki Utsmani dengan sebutan “Pria Sakit di Eropa”.

E. WESTERNISASI EKONOMI TURKI UTSMANI

1. Awal Westernisasi

Westernisasi Perekonomian Turki Utsmani dapat dikatakan dimulai pada


pertengahan abad ke-19 M, yaitu tahun 1839 M, ketika Sultan secara resmi
mengeluarkan apa yang disebut dengan "Firman Gulhane". Akan tetapi,
perintah tersebut hanya puncak dari serangkaian peristiwa yang merentang
jauh hingga masa setelah Sultan Sulaiman I wafat.

Pada masa Sultan Sulaiman I, Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan


dengan menjadi salah satu dari tiga kekuatan dominan di dunia, dengan kekua-
saan yang membentang di tiga benua. Kekuatan militernya diakui dan ditakuti
oleh berbagai negara atau kerajaan-kerajaan lain. Demikian pula dengan
kekuatan ekonomi dan pengaruh kebudayaan serta kemajuan pendidikannya.
Sayangnya, ketika Sultan Sulaiman I mulai melemah dan kemudian wafat,
berbagai masalah internal mulai muncul.

Masalah pertama adalah kemenangan devşirme atas kaum bangsawan


Turki dalam pergulatan politik. Devşirme pada awalnya adalah para pejabat
dan tentara yang direkrut oleh Sultan dari berbagai negara taklukan —sebagian

141
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

besar daerah Kristen— dari umur belia. Mereka dipisahkan dari orang tuanya
dan dibawa ke Istanbul untuk kemudian dilatih lalu ditempatkan di berbagai
posisi penting dalam pemerintahan. Tujuan Sultan melakukan hal ini adalah
untuk memastikan kesetiaan bawahannya, di samping sebagai upaya memben-
dung pengaruh kaum bangsawan dan potensi mereka untuk tidak setia atau
melawan kepada perintah Sultan.

Namun, kontrol sultan yang semakin melemah membuat mereka dapat


menekan para bangsawan di berbagai level pemerintahan dan mendapatkan
kekuasaan yang hanya setingkat lebih rendah dari sultan. Dalam dominasi
tersebut, mereka merampas banyak timar (tanah yang dibagikan oleh Sultan
sebagai konspensasi perang) dan menjadikannya sebagai milik pribadi.
Tindakan tersebut secara langsung berdampak pada penyusutan pajak dari
lahan pertanian. Devşirme kemudian juga berusaha mengekalkan dominasinya
dengan mempengaruhi keluarga inti kerajaan dan menghambat para pangeran
dan putri dari pendidikan yang layak. Para pangeran juga dibuat tergantung
kepada mereka untuk dapat menjadi Sultan. Hal ini terus berlangsung sekian
lama sampai kemudian kondisi berubah pada masa Sultan Selim II dan Murad
III naik tahta.

Dominasi kantor Wazir Agung turun drastis dan kemudian berpindah ke


tangan para harem. Turki kemudian memasuki masa Sultan Perempuan (1570-
1578) sebelum akhirnya kekuasaan didominasi oleh Komandan Janissary dari
tahun 1578 sampai 1625. Terlepas dari siapa yang berkuasa, pengaruh negatif
yang ditimbulkan tetap sama, yaitu kelumpuhan administrasi, peningkatan
anarki dan kekacauan, terpecah belahnya masyarakat serta kekerasan yang
semakin meluas.

Permasalahan politik pada abad ke-16 dan 17 tersebut juga diikuti oleh

142
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

masalah ekonomi. Masalah itu dimulai ketika Belanda dan Inggris berhasil
menemukan rute perdagangan baru, lalu menutup jalur perdagangan lama yang
melewati Timur Tengah. Akibatnya, pendapatan kerajaan dari provinsi di
Timur Tengah menurun drastis.

Di samping itu, inflasi juga menjadi masalah serius yang harus dihadapi
oleh Turki Utsmani. Kondisi ini dimulai pada tahun 1500-1600-an pada saat
negara-negara Eropa; Spanyol, Inggris, dan Perancis melakukan eksplorasi dan
penaklukan atas dunia baru di seberang Atlantik. Penaklukan yang mereka
lakukan menghasilkan keuntungan ekonomi yang besar karena mereka
memperoleh emas dan perak dari daerah-daerah yang ditaklukkan, khususnya
Spanyol dan Meksiko. Pada saat itu, kekuatan ekonomi Utsmani berbasis pada
perak, dan semua transaksi ekonomi dibuat dari perunggu, mulai dari mata
uang, pajak, dan pembayaran gaji pegawai. Ketika emas dan perak hasil
rampasan Spanyol dan Meksiko dari wilayah taklukannya masuk ke pasar
dalam jumlah yang besar, maka kondisi mata uang Turki Utsmani terancam.
Kondisi tersebut mendevaluasi nilai mata uang Utsmani secara drastis
(Quataert, 1995).

Data statistik telah menunjukkan betapa buruknya inflasi yang terjadi


pada tahun 1500–1600-an. Jika pada 1580 M, satu koin Emas berharga 60 koin
Perak, maka 10 tahun kemudian nilai satu koin Emas naik drastis dua kali lipat,
menjadi 120 koin Perak. Bahkan, pada tahun 1640 M naik menjadi 250 koin
Perak. Inflasi ini mengakibatkan harga barang-barang kebutuhan di wilayah
Turki melambung tinggi; mengakibatkan kesengsaraan yang luar bisa terhadap
rakyat Turki Utsmani. Walaupun pemerintah pusat terus mencoba mencari
sumber pendapatan lain, proses stagnasi ekonomi di wilayah Turki terus
berlanjut antara tahun 1600-1700.

143
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Sebagaimana disebutkan di atas, kondisi ini menyebabkan keuangan


negara menjadi semakin menyusut, dan sebagai langkah penanganannya Turki
Utsmani melakukan pengurangan kadar mata uang mereka (debasement),
peningkatan tajam pada sektor pajak, dan penyitaan tanah untuk negara,
sebagaimana yang telah disampaikan pada sub judul sebelumnya. Akibatnya,
masyarakat menderita tekanan ekonomi sehingga terjadilah peningkatan
kriminalitas di tengah masyarakat dan korupsi di berbagai lembaga
pemerintahan; termasuk menjadikan timars sebagai milik pribadi.

Inflasi ini juga berpengaruh besar terhadap industri dan perdagangan


tradisional yang tidak dapat menghasilkan produk bermutu akibat pengaturan
harga yang ketat dan kalah bersaing dengan pedagang dari luar negeri. Masalah
terakhir ini erat kaitannya dengan perjanjian kapitulasi asing yang membuat
para pedagang asing memiliki keistimewaan di sektor perdagangan seperti
pajak yang rendah, sehingga mereka bisa menjual barang dagangannya dengan
harga yang lebih rendah dibanding pengusaha-pengusaha dalam negeri.

Berbagai dinamika tersebut yang kemudian ditambah dengan kekalahan


di beberapa medan perang, membuat Turki Utsmani melakukan beberapa
perubahan. Perubahan itu dilakukan oleh beberapa penguasa yang merentang
dari tahun 1618 M hingga 1676; dari periode Sultan Usman II sampai Köprülü
Fazil Ahmed Pasha. Sayangnya, reformasi pada abad ke-17 ini amat terbatas
cakupan dan karakteristiknya sehingga tidak bisa menahan kemunduran Turki.
Reformasi yang dilakukan hanya sebatas kembali kepada sistim pemerintahan
lama, pengembalian status timars dan pajak pertanian serta melakukan kontrol
ketat pada pajak agar selalu berada pada nilai yang telah ditetapkan oleh
undang-undang. Hal lainnya adalah dengan mengganti koin/mata uang yang
telah dikurangi kadar beratnya dengan koin dengan berat penuh. Berbagai
reformasi ini memang memberikan solusi jangka pendek kepada Turki

144
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Utsmani. Namun, sayangnya, tidak untuk berbagai masalah di masa depan.


Termasuk —di antara yang menjadi pemicu masalah tersebut adalah—
kebangkitan Eropa dibanyak sektor, sehingga menjadi entitas yang sama
sekali berbeda dengan yang pernah dihadapi oleh para sultan sebelum ini.

Direntang periode tahun 1681 M hingga 1812 M, Turki terus mengalami


kemunduran di berbagai bidang. Walaupun hasil reformasi yang dilakukan
sebelumnya telah memberikan dampak positif, akan tetapi dampak tersebut
rupanya tidak bertahan lama. Hal tersebut dikarenakan ambisi penguasa Turki
saat itu, yakni Merzifonlu Kara Mustafa Paşa (1676-1683) yang mencoba
melakukan serangan ke Vienna untuk yang kedua kali, namun kalah. Serangan
ini kemudian memicu berbagai front peperangan dengan Habsburg, Rusia, dan
Austria. Walaupun dibantu oleh Perancis dan Swedia dalam beberapa
peperangan, akan tetapi di akhir masa peperangan, Turki Utsmani terpaksa
mengakui kekalahan dan menandatangani berbagai kesepakatan. Pada tahun
1812, Turki Utsmani telah kehilangan seluruh pantai utara Laut Hitam. Dan
sebagai konsekuensi dari peperangan tersebut, Turki Utsmani dipaksa untuk
mengizinkan Rusia dan Austria untuk mengintervensi kebijakan Sultan,
terutama yang berkaitan dengan orang-orang Kristen. Hal ini tentu
menguatkan cengkeraman Bangsa Eropa dalam berbagai urusan dengan
Utsmani.

Hal lain yang menjadi sorotan pada periode tersebut adalah frekuensi
kontak dengan Eropa, baik dalam bidang pengetahuan, politik, maupun militer.
Kontak tersebut secara tidak langsung membawa budaya baru ke dalam budaya
Turki. Kondisi ini dapat dilihat di periode yang disebut dengan Periode Tulip
(1717-1730) (Encyclopedia Britanica, 2020), ketika para pembesar negeri
mulai mengenakan pakaian mirip pakaian orang Eropa, dan mulai mengimitasi
gaya hidup penuh kesenangan yang biasa dijumpai di istana Eropa.

145
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Persentuhan dengan Eropa juga membawa angin perubahan kepada


kekuatan militer Turki Utsmani pada saat itu. Tercatat pada tahun 1734 M,
dibukanya sekolah artileri pertama yang mengadopsi sistim Barat. Walaupun
sekolah ini tidak bertahan lama karena penentangan para ulama, akan tetapi
sekolah tersebut kembali dibuka dengan berbagai pembatasan pada 1754 M.
Pencetakan buku sudah dimulai sejak tahun 1729 M dan pada tahun 1773 M
berdirinya Universitas Teknik Istanbul.

Reformasi Turki Utsmani pada abad ke-17 masih terbatas kepada


reformasi militer dan memuncak setelah Sultan Salim II naik Tahta. Sayangnya
usaha Sultan untuk memodernisasi Janissary mendapatkan penentangan dan
bermuara kepada pembentukan korps baru nizam-i cedid yang menggunakan
senjata dan taktik dari Eropa. Sumber dana yang dipergunakan untuk korps
baru ini juga terpisah, disebut dengan istilah irad-i cedid yang berasal dari
obyek pajak baru dan penyitaan timars yang tidak memenuhi kewajibannya.

Karena akumulasi berbagai faktor, termasuk ekspedisi Napoleon I ke


Mesir, kemunculan berbagai pemberontakan di Eropa Utara seperti
pemberontakan Serbia (1804), dan Perang dengan Rusia (1806-1812), Sultan
Salim II tidak bisa melanjutkan reformasi militer tersebut, lalu mengikuti
keinginan Janissary yang merupakan bagian terbesar kekuatan militernya.
Kelemahan demi kelemahan ini kemudian membuatnya diturunkan dari tahta
dan menjadikan Mustafa IV mengambil alih kekuasaan. Pada masa Mustafa
IV semua pembaharuan dihentikan dan para pendukung penguasa sebelumnya
ditahan atau dibunuh.

Baru ketika Mahmud II (1808-1839) naik tahta, proses reformasi


tersebut dilanjutkan. Reformasi ini dimungkinkan karena walaupun usaha
reformasi Salim II gagal berlanjut, akan tetapi warisannya berupa sekolah

146
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

modern dan banyaknya orang Barat yang masuk ke Turki dapat menjadi batu
loncatan bagi Mahmud II.

Tapi periode pemerintahan Mahmud II bukan tanpa gejolak. Dalam


bidang politik dalam negeri, dia harus berhadapan dengan kenyataan kontrol
pemerintah pusat yang makin melemah atas berbagai wilayah taklukan.
Kemudian juga harus berhadapan dengan penguatan para penguasa lokal, baik
di Iraq, Syiria, Saudi, maupun Mesir. Sedangkan dalam politik luar negeri, dia
harus berhadapan dengan Rusia yang menginvasi negara taklukan Moldavia,
Walachia, dan Romania, serta Inggris yang menginvasi Mesir (1807) setelah
Napoleon I memutuskan untuk mundur, walaupun karena berbagai hal pada
akhirnya Rusia bersedia mengembalikan wilayah yang direbut itu pada 1812
dan Inggris bersedia berdamai pada 1809.

Perdamaian dengan kedua negara besar tersebut pada akhirnya membuat


Mahmud II memiliki kesempatan untuk melakukan reformasi internal yang
bagi sebagian merupakan awal dari Westernisasi di Turki Utsmani. Pembaruan
tersebut dimulai dengan pemberontakan Janissary akibat keinginan sang
Sultan untuk mereformasi militer dengan gaya dan senjata Barat. Pembubaran
tentara tersebut selesai pada tahun 1831 ketika sistim timars juga dihapuskan.

Penghapusan tersebut berarti kemenangan kelompok opisisi yang


memperjuangkan reformasi militer dan menjadi langkah pertama menuju
liberalisme sistim perekonomian. Di sisi lain, peristiwa ini juga menyebabkan
hilangnya dukungan ekonomi industri yang selama ini dikendalikan oleh
militer Janissary yang memproduksi dan menyuplai berbagai kebutuhan dalam
negeri secara mandiri (Quataert, 1995).

Menyusul reformasi di bidang militer, Mahmud II juga melakukan

147
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

pembaruan di struktur pemerintahan dengan memperkenalkan gaya


kementerian Eropa, yang mengakibatkan hilangnya kekuasaan Wazir Agung
atas pemerintahan. Dewan Tertinggi Kepatuhan Hukum (Supreme Council of
Judicial Ordinances) dibentuk sebagai bidang yudikatif baru. Para birokrat
mendapatkan penghapusan praktik penyitaan harta pribadi mereka. Negara-
negara asing diperkenankan kembali untuk membuka kedutaan mereka.

Ancaman lain yang tidak kalah serius dan sedikit banyak berkontribusi
terhadap kemunduran Utsmani serta kesuksesan Westernisasi Turki adalah
Muhammad Ali Pasha, Gubenur Mesir, yang memberontak dan menuntut
kemerdekaan Mesir. Muhammad Ali bahkan berhasil menembus Syria dan
mendekat ke Istanbul, memaksa Mahmud II untuk meminta perlindungan
kepada Rusia pada 1833. Walaupun kemudian Turki dapat merebut kembali
Syria tapi mereka gagal menaklukkan Mesir dan pada akhirnya Muhammad
Ali mendapatkan pengakuan sebagai penguasa pada 1841.

Secara umum, pandangan muslimin terhadap Westernisasi awal


berkaitan erat dengan perubahan dan kemajuan Eropa abad ke-19 yang amat
pesat. Pada saat yang sama, bangsa Utsmani mulai menyadari berbagai
kelemahan mereka. Karena itu, masyarakat Utsmani merasa harus melakukan
pembaharuan dengan mengambil pengalaman dan pengetahuan baru yang
telah dimiliki dan dikuasai oleh Eropa (Khalidi, 2009). Maka timbullah
persepsi untuk mendapatkan restu negara Barat yang sebenarnya sudah banyak
mencampuri urusan dalam negeri Turki Utsmani dan di kemudian hari akan
semakin banyak campur tangan. Hal tersebut dilakukan dengan meniru mereka
dalam segala pola kehidupan yang akan membawa kepada kemajuan dan
meningkatkan kepercayaan terhadap negara, yang sebelumnya kepercayaan itu
telah mulai pudar (Black, 2011).

148
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

2. Tanzimat/Westernisasi

Setelah Sultan Mahmud II wafat (1839), Sultan Abdülmecid I naik tahta


dan melanjutkan reformasi Turki Utsmani. Keputusannya untuk meneruskan
reformasi Turki dituangkan dalam Firman Gülhane pada tahun 1839 yang nanti
akan dikuatkan dengan Firman Hümayun (1856). Firman ini memberikan
dukungan terhadap usaha modernisasi Turki dalam berbagai bidang: militer,
politik, administrasi negara, pendidikan, perdagangan dan lain sebagainya.

Secara ringkas, Tanzimat yang diterapkan itu berisi: pertama, jaminan


Sultan terhadap keamanan jiwa seluruh rakyat tanpa memandang etnis dan
agama. Kedua, mengatur sistim perpajakan nasional, perekrutan militer dan
periode dinas tentara. Ketiga, yang menjadi perhatian reformasi ini adalah
kesetaraan hak asasi manusia dan sistim peradilan.

Di bidang pendidikan, kerajaan mendirikan berbagai institusi pendidikan


terutama dalam pendidikan militer. Kerajaan mendirikan pendidikan teknik
kelautan (1773), teknik militer (1793), kedokteran (1827), dan ilmu militer
(1834). Institusi pendidikan lain yang mendapatkan perhatian dari kerajaan
adalah biro penerjemahan (1833) dan sekolah abdi negara (1859).

Pada 1846, Kementerian Pendidikan Turki Utsmani untuk pertama


kalinya mengeluarkan rancangan pendidikan nasional yang merentang dari
level menengah sampai level universitas. Walaupun kenyataannya program ini
berjalan lamban karena kurangnya dukungan dana, akan tetapi program ini
merupakan fondasi bagi perkembangan sistim pendidikan sekuler di Turki
Utsmani.

Reformasi di bidang pendidikan ini membuat sekolah bertumbuhan


wilayah Turki. Sayangnya, reformasi ini kurang dimanfaatkan oleh kaum

149
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

muslimin sehingga perlahan tapi pasti jumlah siswa non muslim melampui
siswa muslim. Efek jangka panjangnya adalah dominasi kaum non muslim
makin kuat di berbagai bidang.

Di bidang hukum, tanzimat membuat pemisahan hukum sekuler dan


agama. Tujuan utamanya adalah agar hukum Turki Utsmani diakui oleh negara
Eropa. Itu berpeluang untuk membatalkan perjanjian kapitulasi yang mence-
kik, mengembalikan kedaulatan Turki, dan memodernisasi hukum Islam.
Sedangkan dalam pembentukan hukum sipil, pengaruh Perancis amat terasa.

Sayangnya, di bidang ekonomi, Turki Utsmani terikat dengan perjanjian


Balta Liman dengan Inggris tahun 1838. Perjanjian tersebut dibuat sebagai
usaha Sultan untuk menarik dukungan Inggris dalam menghadapi pemberon-
takan Muhammad Ali Pasha yang baru bisa dihentikan setelah Rusia bersedia
membantu. Perjanjian ini memberikan keuntungan ekonomi kepada Inggris
yang sebetulnya berada dalam posisi netral saat itu. Di antara keuntungan itu
adalah rendahnya pajak bagi pedagang Inggris, serta dibatalkannya monopoli
dan perdagangan bebas. Perjanjian ini kemudian dikuatkan dengan Perjanjian
London pada 1840 ketika Austria, Inggris, dan Rusia turun tangan dalam
menekan pergerakan Muhammad Ali Pasha yang hampir merebut Konstan-
tinopel.

Berkaitan dengan perjanjian tersebut, Danieal Gofman mengatakan,


"Tidak seperti negara jajahan Inggris yang lain yang langsung tunduk terhadap
Imperium Inggris Raya, Turki Utsmani tidak bisa diatur begitu saja, apalagi
yang mengarah kepada kebijakan ekonomi. Inggris membutuhkan perundi-
ngan yang alot untuk mencapai tujuannya. Dan usaha reformasi pada abad ke-
19 yang makin gencar merupakan manifestasi dari ambisi London dan Istanbul
(Lewis, 1972). Akibat dari perjanjian tersebut adalah membanjirnya barang

150
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

impor di Turki Utsmani dan terciptanya ketidakseimbangan eksport-import di


sana. Efek lain adalah industri lokal, terutama industri swasta, yang perlahan
mati akibat tingginya pajak yang diterapkan atas mereka.

Pada tahun 1856 M, Turki Utsmani menandatangani Perjanjian Paris


sebagai konsekuensi Perang Krimea yang berlangsung dari tahun 1853 M
sampai 1856 M. Perang ini melibatkan Turki Utsmani yang dibantu oleh
Inggris, Perancis, dan Sardinia melawan Rusia yang didukung oleh Mesir.
Peperangan yang dimenangkan oleh Turki Utsmani bersama sekutunya itu
membuat Rusia harus setuju dengan demiliterisasi Laut Hitam. Dengan
demikian, Laut Hitam bebas dari segala kekuatan militer, demikian pula
dengan pantai-pantainya yang harus bebas dari benteng dan penempatan
senjata. Hal ini secara langsung telah membuat Rusia tertekan.

Namun di sisi lain, perjanjian dan peristiwa ini berdampak negatif bagi
Turki Utsmani. Efek tersebut ditandai dengan makin kuatnya pengaruh Eropa
dalam berbagai urusan Turki Utsmani, maraknya program Westernisasi Turki
dan hilangnya kemerdekaan Turki dalam berbagai bidang, ekonomi, politik,
maupun dalam mengatur kebijakan investasi asing yang menjadi tanpa kendali
(Pamuk, 1999).

Termasuk dalam strategi tersebut adalah pendirian bank asing berbasis


ribawi yang perlahan menggantikan sistim keuangan berbasis syariat yang
selama ini berlaku di Turki Utsmani. Dengan integrasi ekonomi dan keuangan
yang lebih besar dengan Eropa, bank mulai didirikan di Kekaisaran Ottoman
untuk pertama kalinya pada tahun 1840-an. Ini imbas dari pertumbuhan
perdagangan dengan Eropa dan kebutuhan finansial para pedagang. Bahkan,
bank pertama yang memulai operasi di Kekaisaran Ottoman adalah Bank

151
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Komersial Smirna yang dulu didirikan di London pada tahun 1844 oleh seke-
lompok pedagang Inggris dengan modal sebesar 200.000 poundsterling untuk
memenuhi kebutuhan yang berkembang dari pedagang Eropa dan lainnya di
wilayah Izmir. Bank tersebut dipaksa untuk tutup selama krisis keuangan tahun
1847.

Bagi sebagian besar bank yang didirikan pada tahun 1880-an, fokus
operasi mereka adalah penyediaan pinjaman kepada negara. Setelah krisis,
bank pertama yang didirikan di Kekaisaran Utsmaniyah adalah Banque de
Constantinople (Dersaadet Bankaso), didirikan pada 1847 dengan modal
sebesar 200.000 poundsterling. Bank itu memberikan pinjaman jangka pendek
kepada pemerintah dan menstabilkan nilai tukar mata uang kertas Utsmaniyah.
Inisiatif dan modal untuk bank berasal dari dua bankir Galata terkemuka,
J.Alleon dan Th.Baltazzi.

Sayangnya, karena ekspansi dalam volume mata uang kertas, bank tidak
dapat mencegah penurunan nilai tukar untuk jangka waktu yang panjang. Dan
akibat meningkatnya kerugian serta ketidakmampuan negara untuk terus
memberikan dukungan keuangan terhadap kegiatannya, bank itu terpaksa
ditutup pada 1852 (Du Velay, 1903; Tekeli dan Ilkin, 1997). Upaya pemerintah
mendirikan bank lain untuk kebutuhan keuangan dan moneternya segera
mengarah pada pembentukan Bank of Ottoman oleh kelompok Inggris pada
1856, setelah Perang Krimea. Bank memperoleh piagam kerajaan di Inggris
dan didirikan di London dengan modal sebesar 500.000 pound. Dengan pusat
operasional terletak di Istanbul, Bank tersebut diberikan izin untuk membuka
cabang di kota-kota lain di Kekaisaran, kecuali di Mesir. Di kemudian hari,
ketika terjadi perubahan kondisi politik yang menyebabkan Inggris kehilangan
kendali atas Turki Utsmani (walau Cyprus dan Mesir masih diduduki oleh
Inggris), manajemen Bank tersebut telah diambil alih oleh Prancis yang

152
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

berpusat di Istanbul. Pengambil-alihan ini mengakibatkan kerugian besar bagi


Inggris karena bank ini mempunyai banyak cabang di berbagai negara Eropa
(Quataert, 2009).

Kesulitan fiskal yang terus berlangsung dari pemerintah segera


memaksanya untuk melirik institusi Eropa yang lebih kuat. Pada tahun 1863,
para pemilik Inggris dari Bank Utsmani bergabung dengan kelompok
keuangan Perancis dengan 50 persen saham untuk mendirikan Imperial
Ottoman Bank. Bank baru itu dikelola oleh komite di London dan Paris yang
mengarahkan administrasi sehari-hari di Istanbul. Karakteristik penting dari
Imperial Ottoman Bank bersifat ganda, sebagai bank swasta Perancis-Inggris
dan juga bank negara di Istanbul. Bank dipercaya mengurus sebagian besar
transaksi perbendaharaan negara sebagai imbalan atas kewajiban untuk
memberikan pinjaman jangka pendek tertentu kepada negara. Bank tersebut
setuju untuk membantu negara dalam menarik mata uang kertas yang ada dan
koin-koin yang hilang dari sirkulasi. The Imperial Ottoman Bank juga
memiliki posisi istimewa dalam melayani hutang eksternal. Sebagian besar
pembayaran negara Utsmani pada hutang luar negerinya ditangani oleh bank
yang akan membebankan komisi 1 persen untuk layanan ini. Akhirnya,
pemerintah Ottoman berjanji untuk tidak mengeluarkan uang kertas, lalu bank
diberikan monopoli untuk menerbitkan uang kertas yang didukung oleh emas.
Dengan demikian, bank menikmati keuangan dengan profit yang luar biasa
dari keuntungan seigniorage sebagai kompensasi dari moneter yang lebih
stabil.

Selain itu, sejumlah bank komersial kecil didirikan pada bagian awal
tahun 1870-an tetapi kemudian ditutup selama krisis keuangan pada paruh
kedua tahun 1870-an. Demikian pula, kelompok Inggris mendirikan Asosiasi
Keuangan Utsmaniyah dengan modal satu juta pound pada tahun 1866 untuk

153
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

mendukung penanaman kapas di Anatolia barat selama Perang Saudara


Amerika. Lembaga keuangan ini ditutup segera setelah berakhirnya Perang
Saudara Amerika dan jatuhnya harga kapas internasional (Du Velay, 1903;
Tekeli dan Ilkin, 1997).

Dokumen resmi Amerika Serikat yang berasal dari Kementerian


Perdagangan Amerika pada tahun 1926 M mengatakan, "Seluruh bank asing
yang terdapat di seluruh wilayah "Lelaki Sakit" (Turki Utsmani) telah menge-
ruk keuntungan yang sangat besar dengan mendukung neraca perdagangan
asing di seluruh wilayah Utsmaniyah serta telah membantu kaum Yahudi
untuk mendirikan negaranya di Palestina di bawah perlindungan Inggris.

3. Tujuan Westernisasi

Slogan Barat yang menyatakan keinginan mereka untuk membawa


bangsa lain menuju peradaban modern, bertolak belakang dengan politiknya
yang selalu mencari keuntungan di atas kerugian bangsa lain. Dengan
menghancurkan kearifan lokal dengan segala unsur-unsurnya, sumber daya
manusia dan alam yang dimiliki, dan dengan alasan membongkar kebiasaan
lama, kemandirian suatu negara/bangsa dengan mudah disingkirkan. Dan
tindakan ini juga membuat ketergantungan perekonomian lokal kepada
perekonomian global dengan alasan modernisasi (Shaw J Shaw, 1976).

Berkaitan dengan pengaruh Inggris terhadap Turki Utsmani, Donald


Quataert mengatakan, "Inggris sangat membutuhkan negara Utsmani. Hal
tersebut dikarenakan Inggris membutuhkan bahan mentah serta pasar yang
tidak sedikit untuk produk mereka, sementara para pelanggannya di Eropa
cenderung melakukan proteksi terhadap produk dalam negeri”. (Quataert,
1995).

154
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pada masa itu kepentingan Inggris terhadap Turki tumpang tindih. Di


satu sisi, Inggris membutuhkan bahan mentah dan pasar, sedangkan disisi lain
Turki Utsmani merupakan sekat penghalang bagi kemajuan Rusia yang selalu
ingin memperluas wilayah kekuasaan dan perdagangannya yang akan
mengancam kemaslahatan inggris di Irak, Iran serta India. Namun, Inggris
kemudian mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda dengan menganeksi
wilayah Turki Utsmani seperti Cyprus pada tahun 1878 M dan Mesir 1882 M.
Ini tentu menjadi bukti bahwa keuntungan material telah mengalahkan nilai
dan slogan peradaban yang mereka dengungkan.

Para pakar sejarah ekonomi mengatakan bahwa investasi yang dilakukan


oleh pihak Barat di negara Turki Utsmani, yang sebenarnya merupakan hutang,
difokuskan kepada pembangunan infrastruktur. Ini sebenarnya adalah cara
Barat untuk memperlancar perdagangan bahan mentah serta pemasaran hasil
industri Barat ke Turki. Sedangkan sektor industri, pertanian, pertambangan
(metalurgi) tidak diperhatikan, bahkan dihalangi untuk berkembang (Shaw,
1976). Stanford J.Shaw (1991) mengatakan, "Investasi yang ditanamkan
negara-negara Barat kepada Turki dalam bentuk hutang bukan sebagai
dukungan terhadap perindustrian Turki Utsmani tapi justru demi keuntungan
mereka sendiri. Dengan membangun sarana perhubungan, misalnya, mereka
berusaha mendapatkan bahan baku yang lebih banyak dan cepat. Mereka
bahkan menggunakan kapitulasi asing tersebut untuk menahan laju pembangu-
nan industri Turki Utsmani, bahkan telah membuat kemajuan Turki Utsmani
menjadi terhenti sama sekali di segala bidang.

Masih dalam kaitannya dengan kondisi tersebut, sejarawan Charles


Issawi menambahkan “Pertentangan kemaslahatan antara Turki Utsmani dan
Eropa semakin meruncing. Eropa atau Barat berusaha mengendalikan
perekonomian dan membangun kemaslahatan mereka. Sedangkan Negara

155
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Timur berusaha untuk membangun infrastruktur untuk memelihara


kemerdekaan dan kesatuan wilayahnya serta melakukan modernisasi dalam
segala bidang. Dengan begini Eropa sangat ingin memelihara kemaslahatan
mereka dengan adanya kekebalan hukum yang dapat diwujudkan dengan
Kapitulasi Asing yang telah lama ada dan berlaku di negara tersebut; kapitulasi
yang telah memberikan keistimewaan terhadap bangsa Eropa dengan
mendapatkan berbagai fasilitas dan kekebalan hukum. Apabila terjadi tindak
kriminal, baik perdata maupun pidana, maka penanganannya dilakukan oleh
konsul masing-masing negara. Bangsa Asing yang berada di wilayah Turki
Utsmani yang telah mendapatkan kesepakatan kapitulasi tersebut tidak akan
membayar pajak yang tinggi. Perdagangan bebas berlaku untuk mereka tanpa
adanya halangan apa pun, baik halangan dalam bentuk komoditi atau pemba-
tasan maupun dalam bentuk tarief barrier. Lebih jauh lagi, mereka diberikan
kebebasan dalam memanfaatkan infrastruktur, kebebasan penggunaan mata
uang di wilayah Turki Utsmani dan penagihan hutang tanpa jadwal (Issawi,
2006).

Usaha yang dilakukan oleh Barat terhadap Timur dengan pemberian


hutang merupakan hambatan bagi pembangunan masyarakat modern. Nilai-
nilai kemajuan yang didengungkan oleh Barat tidak ada kaitannya sama sekali
dengan apa yang dilakukan oleh mereka dan tak lebih dari sebuah usaha
diskriminasi yang membedakan klasifikasi negara maju, terbelakang, dunia
kedua dan dunia ketiga, dan begitulah seterusnya. Dan jelas bukan usaha yang
dilakukan untuk mengejar ketertinggalan negara-negara Timur untuk berga-
bung dengan peradaban Barat. Akan tetapi yang ada adalah penjajahan dengan
membangun infrastruktur, kerja sama militer, pembentukan kader administrasi
yang akan melancarkan usaha barat dalam persediaan bahan baku dan
pemasaran produksi dan menjaga dominasi mereka secara sempurna terhadap
negeri-negeri Timur serta tanah-tanahnya. Hal ini merupakan jaminan bagi

156
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Barat untuk terus mengalami kemajuan yang berkesinambungan tanpa ada


halangan yang berarti (Haqi, 1988).

Dalam hal ini dapat kita lihat perbedaan visi dan misi antara kedua belah
pihak, yang semuanya berakhir dengan agresi militer, politik dan ekonomi
serta budaya. Walaupun kemaslahatan sesaat dapat diraih, akan tetapi kerja
sama tersebut tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap kemajuan
dalam arti sebenarnya. Kerja sama tersebut tak lebih dari penindasan terhadap
kemajuan negara berkembang. Dan hal tersebut dapat dilihat dari intoleransi
mereka terhadap kemajuan dan kemaslahatan negara berkembang. Apalagi
jika kemajuan dan kemaslahatan tersebut bertabrakan dengan kepentingan dan
kemaslahatan mereka. Tegasnya, sikap dan tindakan yang mereka lakukan
sangat bertolak belakang dengan slogan dan nilai yang mereka gaungkan.

a. Perdagangan Bebas, Penyelesaian Masalah ala Barat

Kemajuan teknologi di Eropa membuat mereka mampu menghasilkan


barang produksi dalam jumlah yang sangat besar. Hal ini tentu menimbulkan
masalah tersendiri karena ketersediaan barang tersebut membutuhkan
penyaluran. Untuk itu mereka mulai membuka pasar-pasar di Timur dan di
seluruh dunia yang adakalanya dilakukan dengan tekanan politik atau dengan
kekuatan dan paksaan (Hagar, 1976). Padahal mereka menyadari akibat dari
kebijakan politik yang mereka terapkan terhadap negara-negara lain adalah
kehancuran industri, produksi dan perekonomian negara-negara tersebut.

Sayangnya, Turki Utsmani menerima kebijakan Eropa ini dengan suka


rela untuk mendapatkan dukungan Eropa dalam krisis Mesir, untuk mengha-
dapi gerakan separatis Muhammad Ali Pasya (Hagar, 1976). Ditambah lagi,
saat itu para pemimpin reformasi (tanzimat) belum berpikir untuk melindungi

157
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Industri, produksi dan perekonomian dalam negeri (Quataert, 1994).

Dari perjanjian demi perjanjian yang disepakati antara Turki dan Eropa,
adalah perdagangan bebas menjadi buah pertama yang dipetik oleh Barat.
Dalam hal ini, Turki Utsmani diberi batasan tarif impor yang tidak bisa diubah
tanpa izin dari pihak Eropa yang sebelumnya telah mengantongi perjanjian
pasar bebas. Turki Utsmani juga dilarang melakukan monopoli perdagangan
luar negeri (monopoli impor), bahkan ia pun kehilangan hak untuk menentukan
tarif barang-barang ekspor.

Kondisi ini sesuai dengan politik ekonomi liberal yang dianut oleh Eropa
beserta para pendukung Westernisasi pada abad ke 19 yang menuntut pengha-
pusan tarrief barrier (batasan tarif) dan melakukan ekspansi perdagangan dan
perekonomian (Hallaq, 2008). Penghapusan batasan tarif tersebut merupakah
salah cara negara anggota yang tercakup dalam perjanjian (negara-negara
Eropa) untuk mencapai keberhasilan dalam membangun perekonomian, baik
dalam produksi pertanian maupun industri, sesuai dengan “pembagian kerja
internasional” menurut mereka. Dan juga sebagai cara Masyarakat Ekonomi
Eropa membuka pasar baru bagi produk mereka (Quataert, 1995).

Akibatnya, produk Eropa —terutama tekstil dan sejenisnya yang


merupakan perdagangan utama dunia abad ke-19 dengan Inggris sebagai
produsen terbesar— membanjiri Turki Utsmani dengan harga murah. Hingga
tahun 1910, kain tenun katun Inggris telah memenuhi 3/4 pasar Turki Utsmani
(Issawi, 1966). Kondisi ini berdampak langsung kepada para pengrajin kain
tenun dan karpet Turki yang terpaksa berhenti dan mencari pekerjaan lain
akibat ketiadaan proteksi tarif dari negara Turki Utsmani. Maka, tidak heran
jika setelah keran impor ini dibuka kembali jadi amat sulit mendapatkan
produksi tenunan lokal, baik itu kain katun, sutra, wool dan lainnya.

158
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dampak lain dari perjanjian tersebut terjadi pada sektor pertanian Turki
Utsmani. Sektor pertanian yang telah lama berhasil mewujudkan swasembada
pangan bagi Turki Utsmani, bertransformasi menjadi sektor industri pertanian
yang bertujuan membekali Eropa Barat dengan pangan dan bahan mentah,
seperti katun (Pamuk, 1999). Perubahan ini dilakukan sebagai cara agar
industri Barat bisa memusatkan perhatiannya dalam produksi serta pemasaran.
Sesuai dengan “pembagian kerja” menurut Eropa Barat, sektor pertanian dan
bahan baku merupakan tugas negara-negara Timur yang terbelakang,
sedangkan sektor industri merupakan tugas negara Eropa Barat yang telah
maju. Ini adalah hal yang membuat perjalanan negara Timur menuju kemajuan
selalu tersandung, lalu mereka kehilangan kemandirian bahkan kehilangan
swasembada pangan.

b. Hutang Luar Negeri dan investasi asing

Turki Utsmani sebenarnya ingin terus bertahan untuk tidak mengajukan


permohonan hutang. Namun, beban besar akibat Perang Krimea melawan
Rusia (1854-1856 M) membuat Turki Utsmani tidak bisa menghindar dari
pengajuan hutang. Terlebih lagi, hutang juga diperlukan untuk menghadapi
agresi militer dari Eropa Barat dan Timur. Sayangnya, hutang yang
membengkak sampai akhir masa kekhalifahan membuat Turki Utsmani
kehilangan kemerdekaan. Sebab, dengan alasan menjaga hak-hak pihak yang
berpiutang, maka negara kreditur merasa berhak mengatur segala kebijakan
yang ditempuh oleh Turki Utsmani. Untuk keperluan tersebut, dibentuk sebuah
komite dan para konsultan serta perwakilan dalam registrasi hutang (registered
of debenture holders) pada tahun 1860 M yang dinamakan “Majelis Tinggi
Keuangan” dengan tugas utama mengawasi reformasi keuangan Turki
Utsmani (Geyikdagi, 2011). Setelah negara menyatakan kebangkrutannya
pada tahun 1875 M, maka disusun badan pengganti majelis tersebut yang

159
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

merupakan perwakilan dari para donor. Badan baru ini menetapkan bahwa 20-
30% pemasukan Turki Utsmani harus digunakan untuk membayar bunga dan
cicilan hutang.

Dengan demikian, majelis ini telah menunjukkan kinerjanya dengan


banyak memberikan keuntungan bagi negara kreditur, akan tetapi tidak
membawa perubahan Turki Utsmani ke arah yang lebih baik. Turki Utsmani
tetap menjadi negara pertanian dan penyedia bahan baku industri bagi negara
Eropa, sekaligus sebagai pasar terbesar bagi produk negara tersebut. (Quataer,
1994). Ditambah lagi, Turki Utsmani malah menjadi tempat penumpukan
modal dari berbagai negara tersebut (Pamuk, 2003). Stanford J Shaw
menyatakan bahwa keuntungan terhadap Turki Utsmani yang direalisasikan
oleh majelis supervisor asing sangat kecil dibandingkan dengan tim ekonomi
yang dibentuk oleh Sultan Abdul Hamid yang berhasil meningkatkan laju
perekonomian sebanyak 43% selama seperempat abad sampai tahun 1907 M
(Shaw, 1991).

c. Investasi Asing Pada Sektor Transportasi (Pembangunan Rel


Kereta Api)

Salah satu proyek investasi asing di Turki Utsmani pada abad ke-19
adalah pembangun jalur kereta api. Pada awalnya, proyek tersebut dibuat
dengan pertimbangan titik temu kemaslahatan Barat dan Timur. Turki Utsmani
membutuhkan dana segar untuk memenuhi kebutuhan pembangunan sarana
transportasi modern. Sedangkan di sisi lain, Barat juga memiliki kepentingan
atau kemaslahatan besar dalam penyediaan bahan mentah dan pemasaran
produk mereka di wilayah Turki Utsmani, yang semua itu akan lebih efisien
jika dilakukan dengan fasilitas modern seperti kereta api.

160
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dari sisi Turki Utsmani, manfaat lain yang diharapkan dari proyek
pembangun kereta api adalah mempercepat proses administrasi, pemungutan
pajak, dan meningkatkan hasil pertanian dengan menghubungkan wilayah-
wilayah sentra produksi dengan kota-kota dan pelabuhan. Hal ini sudah jelas
akan menekan biaya transportasi dan menekan biaya produksi lokal sehingga
diharapkan akan sanggup bersaing dengan komoditi-komoditi impor yang
sudah lama membanjiri negara tersebut. Keuntungan lainnya adalah pertam-
bahan produksi sejalan dengan peningkatan penghasilan dari pajak. Dengan
adanya kereta api akan muncullah perumahan dan perkampungan baru di
sekitar jalur kereta api tersebut yang akan membuat perekonomian semakin
menggeliat. Dengan begitu, terciptalah industri yang berkaitan dengan
metalurgi.

Sedangkan manfaat di bidang politik dengan adanya kereta api adalah


kemudahan lebih besar mengontrol wilayah-wilayah yang jauh dan terisolir.
Jika terjadi bencana, bantuan dapat dengan segera sampai ke wilayah tersebut.
Pemikiran ini didasarkan kepada kenyataan bahwa wilayah Turki Utsmani
memiliki banyak titik gempa. Dari sisi militer, tentara dengan cepat dapat
bergerak apabila terjadi gangguan keamanan atau serangan dari luar seperti
terjadinya pemberontakan di Yunani yang dahulunya merupakan provinsi
Turki Utsmani pada tahun 1897 M, dan di Balkan pada tahun 1912 M serta
Perang Dunia I pada tahun 1914 M. (Blaisdell, 1929).

Sayangnya, harapan keuntungan tersebut tak pernah terwujud. Sebab,


negara investor menginginkan porsi keuntungan investasi yang amat besar.
Lebih jauh lagi, mereka juga membagi negara Turki Utsmani dalam wilayah-
wilayah yang disesuaikan dengan porsi investasi yang ditanamkan oleh
masing-masing negara pada setiap wilayahnya. Di samping itu, negara investor
mensyaratkan keuntungan minimal setiap kilometer baik dari pembangunan

161
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

maupun dari hasil jasa transportasi tersebut. Para pakar sejarah mengatakan
nilai jaminan keuntungan minimum ini sangat tinggi dan sebenarnya menjadi
alat para investor untuk merampas kekayaan Turki Utsmani secara berlipat
ganda, sebab jaminan keuntungan minimal ini akan terus meningkat dari waktu
ke waktu (Issawi, 1966).

Pembangunan kereta api tersebut juga berdampak pada semakin


derasnya arus impor ke Turki yang menghancurkan industri dalam negeri,
memaksa para pedagang lokal menjadi pedagang perantara sehingga banyak
dari mereka yang beralih profesi pada sektor yang lain (S. Pamuk, n.d.).
Bahkan, seiring dengan berjalannya waktu serta melemahnya Turki Utsmani,
tuntutan para investor semakin tidak masuk akal. Mereka meminta kebebasan
dan keleluasaan dalam pergerakan modal, disisi lain mereka melakukan
intervensi politik. Hal tersebut mereka lakukan ketika negara Turki sedang
amat membutuhkan modal besar dalam pembangunan infrastruktur. Fenomena
selalu bertambah dari masa ke masa sehingga Turki Utsmani jatuh dalam
genggaman perbudakan (Geyikdagi, 2011). Dalam hal ini, ekonom Georgy
Kream menyebutkan bahwa transfer keuntungan investasi dari Turki Utsmani
ke Barat telah menyebabkan pembaharuan dan modernisasi di Turki Utsmani
mengalami stagnasi (Ibrahim, 2005). Sebab, pengeluaran yang diberikan untuk
para investor dan negara donor lebih besar dari pemasukan yang diterima oleh
Turki Utsmani pada tahun 1854-1914 (Pamuk, 2003).

4. Hasil "Reformasi" Westernisasi

Reformasi Westernisasi yang diambil oleh Turki Utsmani telah menun-


jukkan hasil yang jauh dari harapan. Sebagaimana yang dipaparkan sebelum
ini, tujuan reformasi adalah membuat Turki Utsmani dapat bertahan mengha-
dapi ancaman politik dan militer Inggris, Perancis, Eropa serta Rusia yang
banyak mencampuri urusan dalam negeri Turki Utsmani. Sayangnya setelah

162
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

reformasi ini berjalan, efek samping yang ditimbulkan luar biasa merugikan.
Ketimbang mendapatkan sedikit kebebasan dan keleluasaan dalam bertindak,
Turki Utsmani malah semakin bergantung kepada negara-negara tersebut
(Syanawi, 2015).

Pembangunan rel kereta api misalnya, sebenarnya bertentangan dengan


kemaslahatan masyarakat setempat yang tidak akan mendapatkan keuntungan
sama sekali. Penanaman modal rel kereta api tersebut merupakan bentuk
monopoli; tidak ada persaingan bebas yang membawa kepada kemajuan, tidak
ada pihak lokal dan swasta lain yang berperan di dalamnya. Hal tersebut
dikarenakan tujuannya adalah sebagai penyempurnaan struktur ekonomi Barat
yang mempunyai kepentingan yang berbeda dengan kebutuhan dalam negeri
Turki Utsmani. Maka yang terjadi adalah struktur masyarakat Timur yang telah
ada sejak lama menjadi hancur, struktur masyarakat pengganti pun ternyata
tidak dapat pula diandalkan untuk bertahan lama (Quataert, 1994).

Sisi negatif lainnya dari pembangunan rel kereta api ini adalah membuat
pertanian dan perdagangan di Turki Utsmani berorientasi pada ekspor (Pamuk,
n.d.). Pertanian Industri ini secara berangsur-angsur membuat ladang gandum
berubah menjadi ladang katun. Kondisi ini membuat Turki Utsmani kehila-
ngan swasembada pangan yang akhirnya berdampak pada rapuhnya ketahanan
pangan dalam negeri. Dalam jangka pendek, pertanian industri memang meng-
hasilkan keuntungan bagi Turki Utsmani. Tapi harga yang harus dibayar oleh
Turki Utsmani adalah beralihnya Ekonomi Turki Utsmani menjadi bagian dari
kesatuan pasar Eropa Barat, yang akan selalu bergantung pada Eropa dan
menjadi pasar dengan daya serap tinggi terhadap produksi industri Eropa.

Dengan begitu kekuatan Eropa Barat semakin besar dan penguasaan


terhadap pasar dunia semakin kuat. Hegemoni Barat terhadap Timur dan

163
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

seluruh dunia semakin sulit untuk dihindari. Keuntungan jangka pendek oleh
Turki Utsmani telah berubah menjadi kemudaratan jangka panjang bersama
dunia Timur yang telah berubah menjadi produsen bahan mentah bagi negara-
negara Eropa Barat. 75% dari fasilitas kereta api digunakan untuk mengangkut
komoditi ekspor Turki ke pasar-pasar Eropa yang membuat mundurnya
pembangunan negara dalam berbagai bidang (Quataert, 1995).

Kondisi seperti ini pernah terjadi di Indonesia ketika dijajah oleh


Belanda pada tahun 1843 M. Hal yang sama juga dilakukan oleh Inggris di
Mesir pada saat mereka menjajah negeri tersebut. Dan ini yang terjadi pada
zaman sekarang di negara kita saat pengaruh Westernisasi ekonomi atau
ekonomi kapitalis makin dalam mengakar di dunia ketiga dengan beban hutang
yang berlipat ganda. Tujuan dari lembaga keuangan dunia yang pertama adalah
pemberian hutang, menghilangkan hambatan perdagangan, serta melakukan
ekspansi yang berkesinambungan. Sehingga, segala hambatan perekonomian
nasional bisa dihilangkan. Dengan leluasa modal asing akan mengucur dengan
deras dan penguasaan terhadap perekonomian nasional oleh asing akan berada
dalam kendali penuh (Pamuk, 2003).

Kita dapat melihat sumber daya alam Turki Utsmani amat besar.
Sayangnya, sepertiga dari sumber daya alam tersebut -- sebagaimana data
statistik tahun 1907-1908 M yang disampaikan oleh Standord J. Shaw -- habis
untuk membayar hutang, sedangkan yang 60% habis untuk membiayai tentara
dan perlengkapannya. Tidak ada lagi yang tersisa untuk pembangunan lain.
Walaupun begitu, program pengembangan ekonomi yang dipergunakan oleh
Sultan Abdul Hamid II dapat bertahan dan mengembangkan pembangunan
ekonomi (Quataert, 1983). Pada masa tersebut, pemasukan negara bertambah
sehingga mencapai 43% (Shaw, 1976).

164
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Pada akhirnya, demokrasi Barat tidak memberikan kontribusi apa-apa,


standar ganda tetap berlaku, kemiskinan akan tetap membelenggu negara
berkembang sebagai hasil eksploitasi negara-negara Barat dan negara maju
lainnya. Maka, pertanyaan yang muncul kembali adalah apakah benar Wester-
nisasi akan membawah kemajuan kepada bangsa- bangsa yang menerapkan
sistim ini secara penuh? Waktu-lah yang akan menjawabnya karena selama ini
ketergantungan penuh terhadap Barat belum terbukti dapat menjadikan dunia
ketiga mencapai kemajuan yang berarti, seperti berubah menjadi negara maju
karena keahlian yang mereka miliki, atau meningkatnya PDB negara tersebut
setara dengan salah satu negara Eropa Barat yang maju.

F. RESPON MASYARAKAT TERHADAP REFORMASI TURKI


UTSMANI

1. Perjuangan Ekonomi Turki Utsmani

Walaupun Barat, khususnya negara-negara besar, telah memasang


halangan, rintangan ataupun perangkap agar Turki Utsmani tidak bisa bangkit
lagi, akan tetapi Turki Utsmani bertahan dan terus berusaha untuk bangkit. Hal
ini dapat dilihat dan dirasakan setelah keruntuhannya. Dan salah satu
barometer kondisi ini adalah negara-negara separatis di Timur Tengah yang
tidak dapat kembali kepada titik awal saat mereka memisahkan diri dari negara
khilafah. Mereka berjalan dengan nasionalisme mereka masing-masing dan
akhirnya menyerah kepada keinginan Barat walaupun mereka mempunyai
sumber daya yang memadai untuk meraih kemajuan dan kemerdekaan yang
didapatkan dari perjuangan masyarakatnya. Dan kenyataan yang ada
menunjukkan bahwa tunduk kepada keinginan Barat tersebut hanya akan
bermuara kepada eksploitasi sumber daya alam yang tidak tanggung-tanggung.

165
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Paling tidak, Turki Utsmani telah mempertahankan kemerdekaan politik


dan kekuatan militer, dua faktor penting dalam perjuangan pengembangan
perekonomian yang selalu ditekan oleh Barat. Baik pada awal masa krisis
sampai masa kolonialisme tiba, tidak satu pun negara Barat pada waktu itu
dapat menjajah Turki Utsmani secara fisik. Walaupun negara Barat selalu
berlomba-lomba dalam mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi dalam
mengeksploitasi negara Turki Utsmani yang dalam keadaan lemah, namun
negara Turki Utsmani tetap terus bertahan hidup. Dampak yang ditimbulkan
oleh penggelontoran modal dan investasi asing pada Turki Utsmani pada
hakikatnya tidaklah seberapa dibanding dengan penjajahan langsung yang
dilakukan oleh Barat di Dunia Timur (Pamuk, n.d.).

2. Perjuangan Perdagangan

Berkaitan dengan perdagangan, Quataert menyatakan bahwa "politik


perdagangan Turki Utsmani sangat fleksibel dan elegan hanya dengan
memberikan batas minimum atas target yang dicapai". Kondisi ini sebenarnya
membahayakan perusahaan-perusahaan Eropa karena dengan politik perdaga-
ngan seperti itu, Turki Utsmani masih memiliki kebebasan politik (Quataert,
1994). Dengan politik tersebut, Ia menambahkan, Turki Utsmani berhasil
dalam memelihara kedaulatannya dan dalam meredam gerakan kelompok
separatis dari mengikuti perintah Barat secara langsung (Quataert, 1983).

Dalam kebijakan fiskal dan bea cukai, Turki Utsmani berhasil melaku-
kan proteksi sebanyak tiga kali lipat ketika melakukan perjanjian perdagangan
bebas pada tahun 1834 M yang ditandatangani dalam posisi terjepit karena
membutuhkan bantuan pihak Eropa. Kemudian, kapitulasi yang selama ini
menjadi duri dalam daging telah dibatalkan pada tahun 1914 M. Quataert
mengatakan Turki Utsmani tidak tunduk begitu saja terhadap komando Eropa
akan tetapi tetap berusaha untuk mendukung dan melindungi industri dalam

166
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

negeri (Quataert, 1995). Dan salah satu bentuk perwujudan terhadap dukungan
perdagangan dalam negeri adalah pembatalan pajak perdagangan dalam negeri
yang sebenarnya juga merupakan pemasukan bagi negara Turki Utsmani yang
sangat membutuhkan pada waktu-waktu krisis tahun 1874 M (Issawi, 1966).

Peraturan pembatalan tersebut dikembangkan untuk melindungi para


pedagang dan industri lokal dan para pengrajin kecil (Quataert, 1994).
Manuver Turki Utsmani dalam menghindari dampak negatif dari perdagangan
bebas ini merupakan tantangan baru bagi Inggris yang telah menikmati
keuntungan dari sistim tersebut selama seperempat abad dari abad ke-19
(Quataert, 1994), karena kebijakan proteksi tarif impor memberikan celah bagi
para pedagang untuk mendapatkan keuntungan dan terlindungi dari hegemoni
Inggris raya (Quataert, 1994).

Para pendukung proteksi tarif bea dan cukai berjuang dengan segala
kekuatannya melawan kelompok ekonomi liberal lokal dan para investor asing
dari Eropa. Perjuangan ini kemudian dimenangkan oleh para ekonom lokal
yang berhasil memproteksi diri dari perdagangan bebas tersebut (Quataert,
1994).

3. Penolakan Terhadap Kebijakan Ekspor Impor

Dalam bidang ekspor impor, aktivitas perdagangan di seluruh wilayah


Turki Utsmani sampai akhir masa keruntuhannya lebih menonjol dari
perdagangan luar negeri (Quataert, 1995). Walaupun saat itu perjanjian pasar
bebas dengan Eropa telah ditandatangani, akan tetapi wilayah-wilayah yang
jauh dari jangkauan pemerintah tetap melakukan kegiatannya. Wilayah-
wilayah itu jauh dari pengaturan tarif atau aturan-aturan lain yang mengikat.
Ini berlangsung terus sampai perang dunia I menghancurkan Turki Utsmani.

167
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Distribusi barang dan komoditas lokal yang berjalan dengan bebas


merupakan unsur penting bagi perekonomian Turki (Syrett, 2014). Dan dengan
sektor perdagangan luar negeri yang memberikan dampak lebih terbatas pada
perekonomiannya, Turki ingin menunjukkan bahwa negara ini masih bebas
dari ketergantungan penuh kepada pasar dunia (Arnold, 2000),.Kondisi
ketidaktergantungan penuh Turki kepada pasar global dapat dilihat dari
kondisi impor yang dilakukan oleh Turki Utsmani pada abad ke 20 sama
dengan impor yang dilakukan oleh negara kecil (Pamuk, 1999). Ini artinya
Turki Utsmani tidak bergantung kepada impor dalam memenuhi kebutuhan
dalam negerinya walaupun sedang berada dalam keadaan lemah dalam segala
hal. Sedangkan dalam hal ekspor, Turki Utsmani tidak mengandalkan hanya
satu komoditi saja tapi memproduksi dan mengekspor beragam komoditas
(Qotrani, 1986).

Keadaan ini bertolak belakang dengan masa kemerdekaan dan separa-


tisme, ketika volume impor Turki Utsmani pada masa perang dunia I tahun
1914 M mencapai 14% dari total produksi, sedangkan volume impor mencapai
19%. Di wilayah Mesir, setelah melepaskan diri dari khalifah dan jatuh ke
dalam genggaman penjajah, persentase ekspornya mencapai 28% sedangkan
impor 34% (Issawi, 1966). Dan ketika wilayah separatis mendapatkan kemer-
dekaannya, persentase impor negara-negara Arab tersebut justru meningkat
hingga mencapai 87% pada tahun 1975 M (Fauzi, 1981). Arab hanya
berpegang kepada satu ekspor saja yaitu minyak bumi sekitar 90% dari
keseluruhan ekspornya pada tahun 1979 M. Minyaklah yang menutupi seluruh
total produksi lokal yang diperlukan oleh negara-negara Arab yang semua
berasal dari impor luar negeri. Karena itu tidak heran jika negara-negara Arab
sangat sukar lepas dari ketergantungan impor dan perdagangan luar negeri
(Grammont & Benton, 1986).

168
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Kondisi ini merupakan indikasi terhadap ketergantungan mutlak kepada


Barat bagi negara-negara Arab (Karim, 1998). Sedangkan perdagangan
bilateral antara negara Turki dan separatisme Arab tidak menunjukkan sesuatu
yang signifikan, tidak lebih dari 8% dari total perdagangan negara-negara Arab
tersebut pada tahun 2007. Abdul Wahab Amin, mengatakan, “Negara-negara
Arab telah gagal untuk menjadi tuan di pasar-pasar mereka sendiri, mereka
kehilangan kendali dalam mengatur sistim perekonomian nasional (Kramer,
1999).” Beliau kemudian menegaskan bahwa komoditi ekspor non migas
negara-negara Arab ini hanya mencapai 8% saja (Kramer, 1999).

4. Independensi Hubungan Perdagangan

Dalam hal barang-barang konsumtif, walaupun kementerian Inggris


berusaha keras untuk memproduksi tenunan untuk dipasarkan di seluruh
wilayah Turki Utsmani, akan tetapi pabrik-pabrik tenunan tersebut tidak bisa
memenuhi selera masyarakat Timur yang mempunyai ciri khas tersendiri
dalam tenunannya. Walaupun harga tenunan impor lebih murah, akan tetapi
tetap saja tidak disukai oleh kebanyakan masyarakat Turki Utsmani di
wilayah-wilayah seperti Iraq, Syria dan Anatolia; terutama mereka yang
berdomisili di pedesaan. Pabrik-pabrik cabang yang didirikan oleh Inggris di
Aleppo tidak dapat bersaing dengan kain wool buatan lokal yang dipakai di
Anatolia dan Semenanjung Arabia. Tenunan wool Turki Utsmani jauh lebih
disenangi dari tenunan katun yang berasal dari Inggris atau pabrik-pabrik kain
katun milik Inggris yang didirikan di wilayah Turki Utsmani.

Adapun tentang ketahanan pangan, Turki Utsmani juga masih dapat


bertahan terhadap Westernisasi dalam ekonomi pertanian. Caranya, Turki
Utsmani memberikan batas bagi intervensi asing terhadap sawah ladangnya
terutama ladang-ladang gandum yang berada di wilayah-wilayah sentra
produksi. Lagi pula, industri pangan tidak begitu berkembang di Turki

169
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Utsmani karena kecenderungan tanah yang dapat menerima keragaman hayati


pada tanaman. Sehingga, usaha untuk menanam tanaman industri tidak
berjalan dengan mulus. Karena itu, Tanaman yang diekspor ke luar negeri tetap
saja tanaman yang beragam (Quataert, 1995).

Komoditi ekspor lainnya juga beragam (Pamuk, 2003). Kepemilikan


tanah dalam skala menengah ke bawah yang tetap dimiliki oleh pribadi-
pribadi, lebih menguntungkan terhadap pemungutan pajak. Hal ini
bertentangan dengan kemaslahatan asing yang mengeksploitasi properti yang
sangat banyak (Pamuk, n.d.). Pengelolaan secara majemuk akan mempersulit
investor karena kondisi tanah di wilayah Turki Utsmani mempunyai
keragaman dan tingkat kesuburan yang berbeda-beda pula (Quataert, 1995).
Dan pada akhir masa, negara ini telah mencapai keseimbangan dalam ekspor
impor biji-bijian termasuk gandum (Pamuk, 1999).

Pada masa kolonialisme, berbagai negara hanya dapat menanam


tanaman yang dibutuhkan oleh industri saja (Quataert, 2002). Karena itu, tidak
heran jika negara seperti Mesir telah menjadi “keranjang roti” yang sangat
besar bagi Eropa, padahal sebelumnya ia merupakan tempat lumbung gandum
dan penyimpanan roti bagi beberapa imperium selama ribuan tahun (Quataert,
1994). Inggris misalnya, yang menjajah Mesir, telah melakukan ekstensifikasi
lahan katun yang ternyata di belakangan hari meninggalkan masalah, yaitu
pada abad ke 20 (The Monetary Pattern of Sixteenth-Century Coinage,
”Transactions of the Royal Historical Society”, n.d.). Ekstensifikasi tersebut
yang kemudian menjadikan Inggris memaksa Mesir untuk produksi tanaman
sejenis (tanaman industri) saja yaitu katun. Akibatnya, Mesir kehilangan
kendali atas perekonomiannya (Imlah, 2011).

170
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dalam jangka panjang, masalah yang timbul adalah menyangkut ketaha-


nan pangan. Mesir menjadi bergantung secara penuh kepada Amerika Serikat
dalam masalah gandum. Kondisi yang sama juga dialami oleh Palestina yang
sebelum Perang Dunia I merupakan negara pengekspor gandum ke Turki,
Mesir dan negara-negara Eropa dengan kualitas gandum sebagai salah satu
yang terbaik di dunia. Setelah masa pendudukan Inggris, Palestina diubah
menjadi perkebunan jeruk di samping menjadi daerah pengimpor gandum dan
tepung gandum (Geyikdagi, 2011). Akibatnya tanah-tanah di Palestina
menjadi tidak stabil setelah diberi pupuk-pupuk kimia.

Data statistik tahun 2009 menunjukkan ketergantungan pangan terus


terjadi di negara-negara separatis yang telah mengimpor lebih dari setengah
kebutuhannya, seperti gandum, minyak nabati, gula, kacang-kacangan dan
susu (Syrett, 2014). Untuk memenuhi kebutuhan pangan, negeri-negeri Arab
telah mengeluarkan dana lebih dari 27 milyar dolar, meningkat dua kali lipat
dibandingkan tahun 2000 (Carl, 2013). Artinya peningkatan harga minyak oleh
negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah akan berakibat kepada
peningkatan harga komoditi pangan impor oleh negara-negara Barat (Ibrahim,
2005). Dengan demikian, negara Arab dikuasai dengan senjata pangan yang
dikatakan oleh Earl Butz sebagai Food as Weapon (Solet, 2007), dan tidak lagi
bisa menggunakan minyak untuk memperbaiki dan menyelesaikan permasalahan

internal mereka. Kondisi ini mengindikasikan tingkat keparahan krisis di


negara-negara separatis yang telah kehilangan ketahanan pangannya (Imlah,
2011).

5. Perjuangan Keuangan

Pada tahun 1875 Turki Utsmani mengumumkan kebangkrutan negara


akibat ketidakmampuan membayar hutang. Ironisnya, tak lama setelah itu
negara tersebut berperang melawan Rusia (1877-1878) sehingga beban

171
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

hutangnya semakin berat. Untunglah kemudian Sultan Hamid II berhasil


memanfaatkan pertikaian yang terjadi antara negara-negara besar pada
konferensi Berlin tahun 1878 dengan mengusulkan penggabungan dan
penurunan nilai hutang tersebut. Argumen Sultan, apabila hal ini tidak
dilakukan maka yang terjadi adalah bencana keuangan di Eropa, dan seluruh
negara donor tidak lagi mendapatkan piutang dan saham serta obligasi, yang
bunganya telah mereka nikmati selama puluhan tahun (Shaw, 1976). Secara
keseluruhan, penghapusan ini telah membawa keuntungan yang besar. Hanya
di beberapa wilayah Turki Utsmani yang terkena dampak negatifnya, yaitu
wilayah-wilayah berada di bawah kendali Inggris secara langsung, yang
mereka sendiri sebenarnya ingin memisahkan diri dari Turki Utsmani, seperti
Mesir. Pemerintahan Mesir ketika itu dikendalikan langsung oleh Earl of
Cromer yang sebelumnya hanya merupakan wakil Inggris untuk wilayah Syam
(Syira).

Hasil yang berbeda dapat dilihat dari wilayah-wilayah yang tetap dalam
kesatuan wilayah Turki Utsmani dengan wilayah separatis yang bekerja di
bawah prinsip dan sistim diktator sejak tahun 1883-1907. Argumentasi terebut
membuat negara kreditur serta para investor asing menerima hasil yang tidak
sebesar yang mereka bayangkan. Nilai hutang luar negeri beserta obligasi
Turki berkurang menjadi 15%, sedangkan hutang sebelumnya telah berkurang
menjadi 50%. Kaisar Rusia mencoba memanfaatkan kesempatan ketika Sultan
Turki meminta pengurangan penggantian kerugian perang. Caranya adalah
dengan kompensasi Turki Utsmani harus mendukung kebijakan luar negeri
Rusia. Akan tetapi, Sultan dengan tegas menolak menjual pendirian dan
kemaslahatan rakyatnya dan lebih memilih untuk membayar kerugian perang
kepada Rusia selama seratus tahun, yang kemudian dituangkan dalam
kesepakatan antar kepala negara. Dengan demikian, negara Turki Utsmani
berjuang untuk mengurangi dampak kebijakan negara-negara donor dalam

172
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

melakukan intervensi terhadap kebijakan pemerintah Turki Utsmani dalam


pembayaran hutang melalui eksploitasi sumber daya alam (Shaw, 1976).

Hal tersebut di atas berbeda jauh dengan yang terjadi di wilayah otonom
Mesir, yang sebenarnya ia telah melepaskan diri dari Turki Utsmani. Mesir
yang telah dikuasai oleh para pemilik piutang, terutama pada masa Khidewi
Ismail, harus merasakan penggunaan jasa penagihan hutang oleh Inggris yang
turun langsung ke lapangan. Mereka menyiksa para petani Mesir walaupun
pada waktu itu (1878) terjadi musim paceklik di Said yang mengakibatkan
puluhan ribu penduduk meninggal dunia. Para kreditur tetap ingin menagih
hutang tepat waktu dengan alasan apa yang menimpa para petani tersebut
bukanlah disebabkan oleh para kreditur asing tersebut. Meskipun Inggris
dikenal sebagai bangsa yang beradab, namun mereka biadab dalam hal
menagih hutang (Vlami, 1992).

Sir Julian Goldsmith, dalam Majalah Times pada tahun 23 Agustus 1889,
menyatakan karena Khidewi Ismail pada akhirnya meniru cara Sultan Abdul
Hamid dalam menghadapi para kreditur dalam menghapuskan sebagian
hutangnya agar ia terhindar pula dari pembayaran hutang yang sangat berat.
Kebijakan tersebut yang membuat Khidewi Ismail tetap duduk di singgasana
dan rakyat Mesir bisa bahagia di tengah keadaan yang menimpanya (Solet,
2007).

6. Perjuangan Menghadapi Investor

Para investor jelas memiliki program khusus ketika mereka


menanamkan modal. Mereka membuat struktur ekonomi semu untuk
mengelabui informasi yang hakiki dan membuat struktur perekonomian
sebuah wilayah menjadi bagian dari perekonomian yang bergantung kepada
negara Barat yang menjajahnya. Tapi dalam praktik di Turki Utsmani, tidak

173
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

semua program tersebut berjalan dengan mulus. Hal tersebut dikarenakan


banyak terjadi pergulatan di lapangan berkaitan dengan implementasi berbagai
program tersebut, terutama yang bertentangan dengan kebijakan dan
kemaslahatan pemerintah Turki Utsmani (Kramer, 1999).

Pergulatan tersebut dapat dilihat dalam upaya keras yang dilakukan oleh
Inggris untuk menghentikan proyek jalur kereta api Turki Utsmani terutama
jalur Hijaz yang dibangun dengan modal umat Islam di seluruh dunia (Kramer,
1999). Begitu juga dengan jalur Baghdad yang dibangun dengan modal
Jerman, walaupun Jerman tidak banyak turut campur (pemaksaan) dalam
kebijakan proyek ini (Inalcik, 2000). Turki Utsmani juga kadang membatalkan
proyek yang telah dilaksanakan oleh investor karena tidak sesuai dengan
perjanjian sebelumnya, walaupun konsul-konsul mereka berusaha menekan
pemerintah Turki Utsmani. Cara lain yang dilakukan oleh pemerintah Turki
Utsmani adalah membangun proyek tandingan sebagaimana yang dilakukan
pada proyek jalur kereta api ke Haifa-Damaskus oleh Inggris dan jalur kereta
api Beirut–Damaskus yang dilaksanakan oleh Perancis. Ketika proyek-proyek
ini tidak sesuai dengan perencanaan sebelumnya maka Turki Utsmani mem-
bangun jalur tandingan yaitu jalur Hijaz-Istanbul yang kemudian mengurangi
keuntungan proyek Perancis.

Dengan demikian, proyek investasi Barat belum dapat sepenuhnya


menguasai perekonomian Turki Utsmani, bahkan hanya 10% saja hasil yang
dapat diwujudkan dari investasi tersebut (Geyikdagi, 2011). Ibrahim Isawi
mengatakan (Ülgener, 2000) “Meningkatnya investasi lokal dibandingkan
dengan investasi luar negeri menandakan berdaulatnya sebuah negara”.

174
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

7. Perjuangan Terhadap Aset Tak Bergerak (Property)

Pada tahun 1858, hukum agraria yang baru telah mengatur bahwa
kepemilikan tanah masyarakat diubah menjadi kepemilikan dalam skala besar
yang dimiliki oleh kelompok kecil. Namun ternyata kepemilikan tanah dalam
skala kecil dan skala menengah tetap saja berlaku di tiap-tiap wilayah Turki
Utsmani. Penyatuan kepemilikan dalam skala besar tersebut ternyata sukar
diwujudkan karena kebijakan pemerintah pada praktiknya tidak mendukung
hal tersebut. Hal ini berlangsung dari abad ke-19 sampai permulaan abad ke-
20. Munculnya kepemilikan dalam skala besar yang dimiliki oleh kelompok
kecil merupakan salah satu ciri-ciri Westernisasi (Jadallah, 1953). Ini pulalah
yang terjadi pada masa kemandatan Inggris terhadap Palestina sebelum Yahudi
mulai membanjiri wilayah tersebut (Inalcik, 1970).

Para sejarawan yang kebarat-baratan mengatakan sistim pertanahan di


Turki Utsmani adalah sistim feodal (Fauzi, 1981). Walaupun demikian, feoda-
lisme yang ada di Turki Utsmani berbeda dengan sistim feodal yang ada di
Eropa (Lauren, 2001). Bentuk feodalisme Barat adalah suatu bentuk perbuda-
kan, antara tuan tanah dan para budak, yang penuh dengan kezaliman.
Penganalogian bentuk feodalisme tersebut di media massa dan film dengan
bangsawan yang mempunyai gelar Pasya adalah bentuk pemalsuan dan
pencemaran sejarah Turki Utsmani.

Walaupun orang asing diperbolehkan memiliki aset tak bergerak seperti


tanah dan rumah sesuai dengan titah Sultan yang dinamakan al-Hamayun
tahun 1856 dan undang-undang tahun 1867, akan tetapi kepemilikan yang
didapatkan tidak dalam skala besar. Keinginan para investor asing untuk
memiliki tanah dalam jumlah yang besar terkendala benturan dengan para
penduduk, serta para pegawai pencatat tanah yang tidak bersahabat, dan
sulitnya para investor untuk mendapatkan buruh tani dalam skala besar. Di

175
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

tambah lagi, pengadilan Turki Utsmani juga menentang pihak asing untuk
memiliki lahan-lahan yang luas walau para konsul negara asing tidak pernah
bosan untuk mengadukan perkara-perkara tersebut kepada mahkamah tinggi di
Istanbul (Jadallah, 1953).

Berkaitan dengan kepemilikan tanah untuk orang asing tersebut,


Quataert mengatakan bahwa memiliki tanah di wilayah Turki Utsmani
bukanlah urusan yang mudah karena akan mendapatkan perlawanan dari
masyarakat (Quataert, 2002). Perlawanan masyarakat Utsmaniyah telah
membatalkan rencana pembangunan kediaman serta perluasan lahan-lahan
pertanian oleh bangsa Eropa. Walaupun kondisi jumlah penduduk Turki
Utsmani yang masih sedikit dan berpotensi menjadi solusi masalah demografi
bagi negara Eropa —hal yang membuat Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat
berusaha keras untuk mendapatkan hak tersebut— akan tetapi Turki Utsmani
menolak untuk menerima mereka semua. Sebab, mereka adalah para
pembantai muslimin sepanjang sejarah (Abu Bakar, 2003).

8. Perjuangan Terhadap Industri

a. Industri Tradisional

Pada umumnya industrialisasi di Turki Utsmani tidak jauh berbeda


dengan yang berlaku di Eropa. Di Turki, pekerjaan tersebut dilakukan oleh
militer dan masyarakat sipil dengan kualitas yang sangat baik. Hasil industri
tersebut diekspor ke Eropa sampai pada abad ke-19 (yildiz, 2004). Memang
setelah terjadi revolusi industri di Eropa maka ekspor Turki Utsmani menjadi
berkurang drastis, akan tetapi saat itu Turki mampu membangun pabrik-
pabrik, tepatnya pada pertengahan abad ke-19. Dengannya, ia terlepas dari
dampak buruk perjanjian pasar bebas yang ditandatangani pada tahun 1838.
Quataert mengatakan bahwa dalam situasi Turki yang sulit ini, walaupun usaha

176
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

industrialisasi tidak sepenuhnya mengalami kegagalan akan tetapi produk


tertentu Turki justru mencapai puncaknya pada awal abad ke 20 (Jadallah,
1953).

Berkaitan dengan industri mesin, seperti Barat, Turki telah melakukan


pembaharuan industri tenunan yang selama ini telah menjadi komoditi ekspor
yang utama (Quataert, 2002). Sevket Pamuk (S. Pamuk, 1999) mengatakan,
”Industri tenun dan tekstil Utsmani telah mengalami kemajuan pesat pada
tahun 1988-1914 dan telah berperan dalam menutupi kebutuhan pasar
internasional. Lebih jauh lagi, kerajinan tradisonal juga mengalami perkem-
bangan yang cukup signifikan (Quataert, 2002).” Industri tenun di Suriah juga
mengalami pembaharuan yang cukup berarti dan telah dapat bersaing dengan
produk-produk tenun asing, terutama yang berasal dari Inggris. Ditambah lagi,
mesin-mesin tenun Eropa tidak dapat meniru tekstil dari Turki yang terbuat
dari sutra, benang emas dan perak, di samping corak-corak lokal lebih disukai
oleh orang-orang Timur. Penduduk lokal terus berusaha untuk mengembang-
kan kemampuan mesin-mesin tenun mereka sesuai dengan kebutuhan corak
dan jenis kain yang mereka miliki (Quataert, 2002).

b. Industri Modern

Pusat Industri adalah Istanbul, Adhena dan Bursa di Anatolia, Salonika


di provinsi Turki di Eropa, Beirut, Jabal Lebanon, Damaskus, dan Aleppo yang
merupakan propinsi Turki di Arab (I. Donal Quataert Halil, 1994). Walaupun
Turki Utsmani telah mengalami kelemahan secara menyeluruh pada akhir
hayatnya, akan tetapi tetap saja riset berjalan dan menemukan sebuah
penemuan baru agar tidak semata-mata menjadi negara konsumtif yang
tergantung secara penuh kepada Eropa Barat.

177
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pada pertengahan abad ke- 20 mulai bermunculan kompleks perin-


dustrian di Istanbul, seperti industri mesin, pencairan logam dan metalurgi,
mesin tenun, percetakan, galangan kapal, dan pabrik mesiu. Lokasi kompleks
industri tersebut terus meluas dan melewati batas kota (Quataert, 2002). Pada
tahun 1868, Turki telah berhasil memproduksi telegraf yang bekerja lebih baik,
terutama di wilayah Utsmani (Piri Reis, 1988). Bahkan lebih dari itu, Turki
Utsmani telah melakukan riset dalam pembuatan kapal selam yang juga
diidamkan oleh Eropa Barat (Hagar, 1976). Pembangunan hanggar juga
dilakukan dalam sebuah usaha untuk memproduksi pesawat terbang.

Jika saja Barat dan Rusia tidak berusaha keras untuk menghambat
jalannya perkembangan dan kemajuan Turki Utsmani ketika itu, maka kondisi
saat ini bisa jadi akan sangat berbeda. Sayangnya, Eropa Barat -- melalui
kapitulasinya – telah menghambat Turki Utsmani dari berbagai macam aspek,
baik itu ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Setelah umat Islam menjadi lemah pada masa Turki Utsmani, Barat
menggunakan slogan reformasi di Turki bagaikan Belanda menggunakan
politik Etika (Dutch Ethical Policy) di Indonesia. Slogan ini kemudian
dijadikan sebagai alasan untuk melakukan campur tangan urusan dalam negeri
negara yang akan dieksploitasi. Mereka mulai dengan membuat negara
tersebut secara perlahan semakin tergantung kepada Barat sampai perekono-
mian negara tersebut pada akhirnya menjadi alat penopang perekonomian
negara-negara maju. Eksploitasi ekonomi tersebut juga ditunjang oleh kebija-
kan standar ganda Barat yang membedakan antara negara mereka dan negara
koloni yang menjadi penghasil bahan baku bagi negara mereka. Kebijakan
tersebut membuat pihak pribumi yang pro-Barat menghadapi pilihan yang
sulit, yaitu tunduk kepada seluruh prinsip dan perintah Barat dan menerima
standar ganda, yaitu seperti perlakuan tuan kepada budaknya. Kondisi ini yang

178
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

kemudian membuat kelompok modernis menyatakan perang atas ketamakan


Barat sebagaimana yang dilakukan oleh Kelompok Ittihad ve Terakki
Cemiyeti pada masa Perang Dunia I (1914-1918).

Dari paparan di atas, Umat Islam di bawah naungan Turki Utsmani


ternyata tidak menyerah pasrah begitu saja atas segala upaya Barat dalam
menaklukkan negara mereka. Mereka terus melakukan perjuangan untuk dapat
lepas dari segala ketergantungan kepada Barat, terutama ketergantungan
ekonomi dan perdagangan luar negeri. Walaupun dalam keadaan lemah seperti
itu, perjuangan demi perjuangan tetap dilakukan agar tidak terjatuh kepada
kelumpuhan total dan ketergantungan total kepada Barat dalam segala bidang.

G. INDONESIA DAN REFLEKSI ATAS TURKI UTSMANI ABAD


19-20 M

1. Kolonialisme dan Ideologi Pembangunan Pasca Kemerdekaan

Setiap negara yang telah dijajah oleh kekuatan asing –biasanya penjajah
ini datang dari negara-negara maju (Barat)—selalu melalui berbagai rintangan
dalam menentukan ideologi pembangunannya setelah kemerdekaan berhasil
tercapai. Padahal menentukan ideologi yang akan menjadi cetak biru proses
pembangunan bangsa itu sangat penting. Sebab, hanya dengan ideologi terse-
but suatu negara akan dapat berkembang sesuai dengan aspirasi kemerdekaan
(Karim, 1998).

Masalah-masalah yang dihadapi dalam mencari bentuk ideologi yang


tepat akan selalu menghasilkan dilema. Sebab, selama era kolonisasi orang-
orang di negara jajahan tidak memiliki kesempatan yang tepat untuk
membahas hal yang sangat penting tersebut. Jarak sosial antara penjajah dan
orang-orang yang dijajah jauh membentang. Ini menyebabkan orang-orang di

179
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

negara terjajah hidup dalam tradisi lokal yang penuh mitos tentang supremasi
dan kekebalan para pemimpin lokal feodal. Struktur sosial ini adalah hasil dari
bentukan penjajah di negara yang dijadikan koloni.

Perihal pembentukan raja lokal misalnya, hal ini pada kenyataannya


sering dikaitkan dengan kepentingan untuk mempertahankan posisi penjajah.
Dengan berbagai strategi yang direncanakan, para penjajah melegitimasi
keberadaan raja-raja lokal yang mendukung kepentingan mereka. Berbagai
bentuk tradisi dan sistim nilai yang dikembangkan oleh raja dan sultan menjadi
standar nilai bagi kehidupan masyarakat. Orang-orang pun melihat bahwa
sistim nilai yang dikembangkan oleh penguasa lokal adalah sebagai standar
nilai umum untuk kehidupan sehari-hari mereka. Sistim nilai yang merupakan
bagian dari kehidupan masyarakat adalah salah satu alternatif untuk dipilih
dalam menentukan ideologi negara masa depan. Namun, keunggulan dalam
berbagai aspek kehidupan yang ditunjukkan oleh penjajah juga memberikan
pilihan lain dalam menentukan ideologi negara. Dilema ini kemudian menjadi
wacana yang relatif populer, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan.

Bab ini berupaya mendeskripsikan bagaimana pengaruh kolonialisme


dalam perjalanan negara eks-kolonialis pasca kemerdekaannya, khususnya di
Indonesia, dengan merefleksikan kondisi yang kurang lebih sama dengan yang
pernah dialami oleh Turki Utsmani di penghujung 19-20 M.

2. Kebijakan Ekonomi Masa Penjajahan

Untuk membantu pemerintahan Belanda dalam mengelola berbagai


kegiatan sosial ekonomi masyarakat terjajah, beberapa pemuda Indonesia yang
berprestasi diberi kesempatan untuk belajar, di Indonesia bahkan di Belanda.
Para sarjana ini kemudian kembali ke Indonesia untuk bekerja melayani
kepentingan Belanda atau bekerja di sektor swasta. Berbekal pengetahuan

180
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

yang cukup, para sarjana ini mulai memahami pentingnya kemerdekaan bagi
suatu bangsa. Kesempatan yang diberikan kepada masyarakat pribumi oleh
penjajah untuk menerima pendidikan rupanya telah membuka mata mereka
tentang perlunya memperjuangkan kemerdekaan (Mansur, 1998).

Beberapa dari mereka terlibat dalam pembahasan wacana tentang


orientasi nilai atau ideologi yang mesti digunakan sebagai fondasi pemba-
ngunan bangsa. Wacana ini diungkapkan misalnya dalam tulisan para sarjana
ini sebelum kemerdekaan diperoleh pada tahun 1945.

Sutan Takdir Alisyahbana, salah satu cendekiawan Indonesia pada masa


itu, menyatakan dalam tulisannya bahwa nilai-nilai budaya Barat yang
condong ke intelektualisme, materialisme, dinamisme, dan individualisme
harus menjadi model bagi orientasi nilai budaya Indonesia. Hanya dengan
mengikuti pola budaya itu, Indonesia bisa menjadi negara maju seperti negara-
negara Barat. Juga, dengan orientasi nilai Barat itu orientasi nilai-nilai budaya
Indonesia yang cenderung statis, feodal, dan terikat oleh tradisi lama dapat
diubah. Menjadikan nilai Barat sebagai kiblat, beliau anggap sebagai satu-
satunya cara bagi Indonesia untuk mengejar dunia Barat.

Namun, Sanusi Pane dan beberapa sarjana lain tidak setuju dengan apa
yang telah diungkapkan oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Mereka menganggap
nilai-nilai budaya Barat tidak pantas untuk diterapkan di negara-negara Timur,
termasuk Indonesia. Menurut mereka, sistim nilai yang sudah lama dimiliki
oleh orang Indonesia dapat digunakan sebagai fondasi untuk perbaikan
Indonesia. Budaya Indonesia yang menempatkan solidaritas sosial dan
spiritualisme di atas semuanya adalah kekuatan penting yang dapat digunakan
sebagai landasan untuk orientasi nilai-nilai budaya bangsa. Kemajuan yang
pernah dicapai oleh negara-negara Timur, seperti India dan Cina, serta

181
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Indonesia di era kejayaan Kerajaan Majapahit adalah alasan kelompok ini


untuk tidak setuju dengan gagasan Sutan Takdir Alisyahbana.

Kedua kubu di atas bertahan atas pendapat masing-masing dan mencoba


membelanya dengan argumen yang menunjukkan superioritas Barat dan
Timur. Namun, dapat dikatakan bahwa wacana yang dikompilasi dalam buku
“Polemik Kebudayaan” yang diedit oleh Achdiat K. Mihardja (1977) tidak
secara mendalam membahas konsep modernisasi, meskipun wacana itu
sebenarnya terkait dengan proses modernisasi yang juga datang dari Barat
(Ahmad Mansur, 1998).

Perlakuan yang sangat tidak adil dari penjajah telah menciptakan


pandangan yang sangat negatif dari kalangan orang Indonesia terhadap dunia
Barat yang diwakili oleh Belanda, terutama dalam kaitannya dengan kebijakan
politik dan ekonomi Belanda terhadap Indonesia.

Selama awal kemerdekaan, pandangan negatif terhadap Belanda ini


bahkan lebih kuat. Hal ini disebabkan oleh keengganan Belanda untuk
menyetujui serah terima Irian Barat ke Republik Indonesia yang baru merdeka
(Irian Barat adalah bagian dari wilayah Hindia Timur Belanda). Maka untuk
melawan dominasi Barat, konferensi Asia-Afrika berskala besar pertama, yang
juga disebut Konferensi Bandung, diadakan pada tanggal 18 hingga 24 April
1955 di Bandung, Indonesia. Dihadiri oleh negara-negara merdeka baru di
Asia dan Afrika dan diorganisir oleh Indonesia, India, Burma, Pakistan, Sri
Lanka dan Mesir. Dua puluh sembilan negara yang mewakili lebih dari separuh
penduduk dunia mengirim delegasi. Soekarno menamai grup ini NEFOS (New
Emerging Forces). Konsensus utama konferensi ini adalah bahwa kolonialisme
dalam semua manifestasinya adalah dikutuk. Secara implisit, konferensi ini
telah menyensor Barat serta Uni Soviet. Dengan kekuatan politik itu, Soekarno

182
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

mulai menjauhkan diri dari Blok Barat dan menjadi lebih dekat dengan Blok
Timur. Pada akhirnya dia memilih untuk menjalin hubungan dekat dengan
Republik Rakyat Tiongkok.

Di bawah kepemimpinan Soekarno, perasaan antipati terhadap Belanda


menghasilkan penciptaan kebijakan nasionalisasi yang sangat mempengaruhi
setiap perusahaan milik Belanda di Indonesia, termasuk perkebunan besar di
Sumatera Timur pada tahun 1957. Ini kemudian diikuti oleh nasionalisasi
perusahaan asing lainnya seperti milik Inggris. Nasionalisasi perusahaan asing
ini dimaksudkan untuk memperkuat ekonomi Indonesia karena dengan kontrol
negara terhadap perusahaan asing, ekonomi negara dapat dikembangkan lebih
lanjut (Noer, 1988).

Sayangnya, rencana itu tidak berjalan dengan baik, terutama disebabkan


karena hampir tidak ada masyarakat adat yang memahami sistim manajemen
perusahaan asing. Di perusahaan-perusahaan perkebunan selama penjajahan
Belanda, misalnya, tidak ada orang pribumi yang bekerja di tingkat manajer
perkebunan. Posisi tertinggi yang dimiliki orang pribumi hanyalah sebagai
mandor. Akibatnya, tidak ada orang Indonesia yang mampu mengelola
perusahaan dengan baik. Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nasionali-
sasi perusahaan asing tidak menguntungkan dalam mengembangkan ekonomi
Indonesia.

Kegagalan kebijakan ekonomi politik ini menghasilkan antipati yang


lebih kuat di kalangan orang-orang Indonesia terhadap Belanda dan Barat.
Sikap ini juga merupakan alasan politik di balik keputusan Indonesia saat itu
untuk mengundurkan diri dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. Menariknya,
keputusan politik ini juga mempengaruhi kebijakan politik dan budaya
pemerintahan Soekarno. Segala sesuatu yang memiliki pengaruh Barat

183
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

dianggap tidak pantas untuk diadopsi, termasuk pandangan politik atau budaya
populer, seperti musik, pakaian, dan tarian. Upaya melestarikan karakter
nasional Indonesia selalu ditekankan sebagai bentuk perlawanan terhadap
hegemoni Barat. Dapat dimengerti bahwa penerapan kebijakan politik menjadi
tampak dibesar-besarkan. The Koes Bersaudara, sebuah grup musik, dipenjara
karena mereka memainkan musik yang mirip dengan musik The Beatles. Grup
musik populer ini dikirim ke penjara pada tanggal 29 Juni 1965, dan dirilis
pada 30 September 1965. Tarian ala Barat juga dilarang dan diganti dengan
tari sosial yang dianggap mencerminkan karakter Indonesia, seperti
Serampang Dua Belas tarian Melayu asal dari Sumatra Timur. Orang-orang
Indonesia yang memiliki nama-nama Barat, terutama nama-nama Belanda,
seperti Mince, Tience atau Lince, dipaksa untuk mengganti nama mereka
dengan nama-nama Indonesia.

Selama pemerintahan Soekarno yang berlangsung hingga 1966, apa pun


yang dianggap dipengaruhi oleh budaya Barat benar-benar dihilangkan dari
kehidupan orang Indonesia. Dengan mottonya “Kembali kepada Kepribadian
Bangsa”, pemerintah Indonesia mencoba menemukan sistim nilainya sendiri.
Bahasa Belanda tidak lagi diajarkan di sekolah-sekolah, meskipun bahasa
Inggris masih diperbolehkan. Oleh karena itu, tidak ada generasi muda
Indonesia yang mampu membaca buku dan dokumen yang ditulis dalam
bahasa Belanda. Ini ironis karena pemahaman bahasa Belanda diperlukan jika
seseorang ingin melakukan penelitian tentang peristiwa sejarah di Indonesia
sebelum kemerdekaan, karena banyak dokumen dari era itu ditulis dalam
bahasa Belanda tersebut (Nugroho, 2008).

Hal ini berbanding terbalik dengan kebijakan Tanzimat Daulah


Utsmaniyah yang terlalu ke Barat-Baratan dalam hal budaya sehingga pemba-
haruan di bidang ekonomi dan teknologi menjadi terlupakan. Westernisasi

184
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

menyebabkan Daulah Utsmaniyah sangat bergantung pada Eropa dalam


hutang luar negeri dan alih teknologi. Selain itu, kebijakan tersebut juga
menggeser tradisi dan budaya yang ada di dalam Daulah Utsmaniyah terutama
yang berada di wilayah Eropa dan Anatolia. Pada masa sultan Mahmud,
misalnya, para pejabat dianjurkan untuk mengganti pakaian tradisional dengan
pakaian ala Barat.

3. Kebijakan Orde Baru

Setelah Soekarno menyerahkan tahtanya kepada Soeharto pada tahun


1966, gerakan anti-Barat yang dipromosikan oleh Soekarno tidak dipakai lagi.
Krisis politik dan ekonomi yang menimpa Indonesia diatasi Soeharto dengan
mengarahkan negara lebih dekat ke dunia Barat. Banyak jenis bantuan
mengalir dari dunia Barat untuk pengembangan ekonomi Indonesia. Bank
Dunia dan beberapa lembaga keuangan internasional lainnya mulai menyedia-
kan pinjaman keuangan, baik untuk membiayai infrastruktur ekonomi maupun
untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia. Pada waktu itu, ada
ribuan mahasiswa Indonesia yang menerima pendidikan di AS, Australia, atau
negara-negara Eropa. Program yang mengirim mahasiswa Indonesia ke
negara-negara Komunis yang amat signifikan di era Soekarno, segera dihenti-
kan. Semua kebijakan pemerintah berorientasi pada dunia Barat (Notosusanto,
1992).

Selama era Soeharto, wacana modernisasi yang sebenarnya terjadi di


dalam masyarakat. Modernisasi adalah upaya untuk mengubah masyarakat
tradisional menjadi masyarakat yang dapat memperoleh tingkat pertumbuhan
ekonomi yang memadai, memiliki teknologi yang maju dan organisasi sosial
yang baik. Ini menjadi wacana yang sangat populer di antara para sarjana dan
politisi. Namun, tidak dapat dihindari bahwa wacana modernisasi ini terkait
erat dengan wacana 'Barat'. Konsep modernisasi Barat yang berakar di dunia

185
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Barat sering dibandingkan atau dikaitkan dengan budaya Barat itu sendiri.
Akibatnya, konsep modernisasi tidak dapat dipisahkan dari sistim nilai Barat,
kisah tentang Fiksi dan Fakta pasar bebas pun terus berlanjut dalam perjalanan
gagasan pasar bebas.

Sebenarnya semenjak tahun 1990-an, para pengusung gagasan pasar


bebas sudah menyadari efek dari penerapan kapitalisme pasar bebas yang
memunculkan pemiskinan massal di banyak negara. Memahami kondisi
demikian, mereka menyadari pentingnya memoles wajah cantik desain pasar
bebas agar dapat diterima sebagai konsensus di masyarakat. Era ini kemudian
memunculkan narasi indah tentang good governance, yang mengisahkan
hubungan harmonis antara negara, pasar dan masyarakat sipil di era free
market democracy. Lebih indah dari era sebelumnya, menurut pendukung
good governance, pendekatan neo-institusionalis yang mendirikan tiang
pancang institusional yang baik di tiga level itu (yakni negara, pasar dan
masyarakat sipil) akan menghadirkan kisah bahagia tentang asimilasi
demokrasi dan pasar bebas yang membentuk pemerintahan bersih dan
masyarakat yang adil dan makmur.

Namun demikian, lagi-lagi desain good governance sebagai bentuk


mutakhir dari desain neoliberalisme/pasar bebas di banyak tempat hanya men-
jadi fiksi indah dan bahkan memunculkan fakta ekonomi politik primitif. Di
Indonesia, pertemuan antara kapitalisme dan demokrasi pada era pasca
otoritarianisme menimbulkan realitas proses transmutasi praktik neolibera-
lisme di lingkungan politik yang koruptif. Terminologi transmutasi di sini
merujuk pada istilah dalam ilmu kimia untuk menjelaskan perubahan sebuah
entitas menjadi suatu entitas baru melalui proses persenyawaan kimiawi.
Dalam konteks neoliberalisme, proses transmutasi praktik neoliberalisme
terjadi bukan disebabkan oleh benturan dialektik antara kekuatan pro-pasar dan

186
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

kekuatan populis anti-pasar (Noer, 1988).

Diakui bahwa keberhasilan program pembangunan pro-Barat selama


periode Soeharto meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, hanya
sedikit orang yang benar-benar dapat menikmatinya, yaitu para elit Indonesia
saja. Mayoritas orang masih terjebak dalam kemiskinan. Modernisasi yang
dimotori oleh Soeharto telah mengubah bangsa Indonesia dari negara tertutup
ketika berada di era Soekarno menjadi negara terbuka. Dan dalam waktu yang
relatif singkat, produk dari dunia Barat masuk ke Indonesia.

4. Kebijakan Ekonomi Pasca Soeharto

Setelah periode Soeharto, pemerintahan pasca Soeharto juga memilih


kebijakan yang membuka Indonesia ke dunia luar. Kemajuan teknologi dan
komunikasi dari luar menjadikan Indonesia sebagai pasar untuk produk-
produk Barat. Gaya hidup dan budaya populer dari Barat, terutama AS,
diadopsi banyak orang di Indonesia. Memiliki kulit putih, misalnya, yang
merupakan salah satu simbol orang Barat, menjadi impian bagi banyak pria
dan wanita muda. Dan karena itu, banyak produk pemutih kulit ditawarkan
dengan janji dapat mengubah warna kulit dalam beberapa minggu saja.

Proses globalisasi telah membawa gagasan baru bagi Indonesia,


termasuk gagasan tentang demokrasi dan hak asasi manusia. Namun, ketika
ide-ide tersebut diterapkan di masyarakat Indonesia, berbagai masalah terjadi.
Kondisi ini terutama disebabkan karena ide baru yang dibawa dari Barat
seringkali bertentangan dengan budaya lokal. Misalnya, pelaksanaan
demokrasi dalam pemilihan Kepala Daerah tidak sesuai dengan nilai-nilai
lokal yang menekankan feodalisme dan telah lama mengakar dalam kehidupan
masyarakat.

187
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Seiring dengan transformasi dalam politik, ekonomi, dan sistim sosial


yang dibawa oleh nilai-nilai modernisasi yang berbeda dari Barat melalui
proses globalisasi, suatu jenis oposisi budaya tertentu muncul. Orang-orang
dalam aliran ini menciptakan model kehidupan lokal yang dianggap sesuai
dengan agama yang mereka anut. Dan dari sekitar 85 persen penduduk
Indonesia yang beragama Islam, sebagian dari mereka merupakan oposisi
budaya yang menuju kepada proses globalisasi dengan menunjukkan
perlawanan terhadap Barat. Mereka dalam hal ini berkaca pada keberhasilan
revolusi Iran yang dilakukan oleh Imam Khomeini (Algar, 2019).

Berkaitan dengan hal tersebut, banyak institusi pendidikan Islam telah


mulai memperbaiki diri dan mencoba mempengaruhi institusi pendidikan
mereka untuk mendasarkan pendidikan modern pada nilai-nilai keislaman.
Simbol Islam yang diekspresikan dalam pola pakaian kaum muslim (hijab) kini
kembali menjadi fenomena masyarakat modern di Indonesia. Banyak bank,
termasuk bank swasta, telah mulai tertarik untuk membuka sistim perbankan
yang didasarkan pada Islam seperti perbankan syari’ah.

Hal yang senada juga terjadi di bidang ekonomi. Pertumbuhan yang amat
pesat pada masa Soeharto membutuhkan dana yang tidak sedikit. Pada titik ini,
investasi atau penanaman modal asing menjadi sangat penting bagi
pertumbuhan ekonomi suatu negara yang menjadi tujuan investasi, khususnya
Indonesia. Untuk keperluan tersebut, maka pemerintah sudah menerbitkan
beberapa undang-undang yang dapat menjadi payung hukum bagi investasi di
Indonesia, undang-undang yang berkaitan dengan penanaman modal adalah
UU No. 25 tahun 2007.

Menurut ketentuan pasal 1 ayat 1 UU. No 25 Tahun 2007 itu, penanaman


modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

188
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

modal dalam negeri maupun asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia. Pasal ini merupakan perbaikan terhadap UU No. 6 tahun
1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang menyatakan bahwa
penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri (yang
merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia berupa hak maupun
benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta
asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan/disediakan guna
menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 UU
No. 1 Tahun 1967) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi
pada umumnya.

Dalam Undang-Undang Penanaman Modal No.25 Tahun 2007 tidak


dibedakan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing.
Oleh karena itu, undang-undang tersebut mengatur semua kegiatan penanaman
modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing. Tidak terdapat
pemisahan undang-undang secara khusus, seperti halnya undang-undang
penanaman modal terdahulu yang terdiri dari dua undang-undang, yaitu
Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman
Modal Dalam Negeri.

Terlepas dari undang-undang yang mengatur dan mengikat investasi


asing di Indonesia, penanaman modal atau investasi memiliki dampak positif
dan juga negatif. Di antara dampak positif yang bisa didapat suatu negara
terhadap adanya Investasi yang diterima adalah:

a. Pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat.

Penanaman modal dilakukan dengan menjalankan usaha di suatu negara.


Berdirinya sebuah usaha membutuhkan berbagai faktor produksi, dan tenaga

189
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

kerja merupakan salah satu faktor produksi tersebut. Dengan demikian penana-
man modal dapat membuka lapangan kerja baru. Dan dalam siklus ekonomi,
pembukaan lapangan kerja baru berarti memberikan kesempatan bagi masya-
rakat untuk memperoleh pekerjaan. Bila masyarakat memperoleh pekerjaan,
berarti terbuka kesempatan bagi masyarakat untuk memperoleh pendapatan.

b. Alih Teknologi

Penanaman modal, terutama dari luar negeri atau asing, pada umumnya
dilakukan oleh negara-negara maju guna memperluas pasar mereka. Namun
dibalik aksi tersebut, mereka juga melakukan alih teknologi. Hal ini juga
dilakukan oleh Indonesia. Sebagai contoh, perusahaan otomotif Honda diminta
membangun usaha perakitan di Indonesia. Untuk kelancaran pabrik, didatang-
kanlah banyak ahli dari Jepang yang kemudian melatih dan memberikan
pengetahuan tentang perakitan mobil kepada sumber daya dari Indonesia.
Lambat laun, pengetahuan yang diberikan tersebut dapat dipergunakan untuk
mengembangkan dunia otomotif di tanah air.

c. Peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak.

Semakin meningkat jumlah perusahaan asing yang beroperasi di


Indonesia, berarti juga peningkatan dalam penerimaan pajak negara. Dan pajak
ini yang akan digunakan oleh negara untuk berbagai sarana dan kebutuhan
masyarakat. Contohnya, pembangunan sarana jalan raya, pasar, dan rumah
sakit.

d. Memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan.

Dengan adanya kegiatan penanaman modal, berarti makin banyak


tersedia barang pemuas kebutuhan masyarakat di pasar, sehingga masyarakat

190
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

dapat dengan lebih mudah mencukupi kebutuhan.

e. Mendorong kemajuan produsen dalam negeri.

Terjadinya kegiatan penanaman modal berarti mendorong masuknya


produk luar negeri ke dalam negeri. Dengan kelebihan di bidang teknologi,
produk asing dapat menjangkau segenap lapisan masyarakat dengan harga
yang lebih murah dan kualitas lebih baik.

Adapun dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya kegiatan


penanaman modal, yaitu (Suryani (Editor), 2012):

f. Terbengkalainya sektor pertanian

Penanaman modal asing banyak dilakukan di sektor industri yang


menyedot banyak tenaga kerja. Hal tersebut dikarenakan sektor industri
menjanjikan pendapatan yang lebih baik. Akibatnya, kegiatan di sektor-sektor
penunjang industri dan sektor non-industri menjadi terbengkalai dan
mengalami kekurangan tenaga kerja.

g. Kerusakan lingkungan

Salah satu komponen yang muncul dalam kegiatan industri adalah


pencemaran lingkungan yang dapat berupa pencemaran udara atau limbah.
Limbah industri ini bila tidak dikelola dengan baik akan merusak lingkungan,
seperti misalnya polusi udara, pencemaran tanah, dan pencemaran sungai.
Pada gilirannya, pencemaran pada lingkungan bisa mengganggu kesehatan
manusia serta kehidupan hewan dan tumbuhan. Maka dari itu perlu ditegakkan
aturan yang jelas mengenai pengelolaan limbah industri tersebut.

191
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

h. Berkurangnya lahan produktif.

Dampak negatif lainnya dari perkembangan perusahaan asing di


Indonesia adalah berkurangnya lahan produktif. Areal yang dapat digunakan
sebagai lahan produktif seperti untuk pertanian akan jauh berkurang karena
dimanfaatkan untuk mendirikan pabrik. Kondisi ini berdampak pula pada
berkurangnya tenaga kerja di bidang pertanian. Makin banyak tenaga kerja
yang tersedot di sektor industri, makin berkurang tenaga kerja pertanian. Pada
saat tidak ada lagi tenaga kerja di bidang pertanian, maka pemilik lahan lebih
memilih mengalokasikan lahan untuk kepentingan industri.

i. Eksplorasi sumber daya alam secara berlebihan

Beberapa perusahaan asing melakukan eksplorasi sumber daya alam


secara berlebihan. Akibatnya sumber daya alam di Indonesia habis atau rusak.

j. Hasil usaha lebih banyak dibawa ke negara asalnya

Dalam beberapa penanaman modal asing, keuntungan yang lebih besar


diberikan kepada penanam modal. Hasil usaha penanaman modal asing banyak
yang dibawa ke negara investor. Untuk itu pemerintah perlu
mempertimbangkan faktor keuntungan dan kerugian secara cermat.

Diakui bahwa investasi asing merupakan kebutuhan bagi banyak negara,


namun cerdas dalam memilih suatu kebijakan dan peraturan yang dapat
memagari investasi asing tersebut amatlah penting. Hal ini merupakan salah
satu upaya negara untuk mendapatkan manfaat yang optimal dari investasi
tersebut dan meminimalisir segala dampak negatif yang ditimbulkan darinya.

192
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

5. Dampak Bank Asing di Indonesia

Kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia di bidang perbankan


terkait pembelian saham bank umum, yakni melalui PP No.29 Tahun 1999,
telah mengakibatkan semakin banyaknya bank asing yang beroperasi di
Indonesia. Dengan adanya peraturan pemerintah itu, kepemilikan asing di
sektor perbankan Indonesia menjadi sangat dominan. Sayangnya, keberadaan
bank asing di Indonesia tidak banyak memberikan kontribusi terhadap
perekonomian Indonesia. Bank asing hanya mengeruk keuntungan besar dari
masyarakat Indonesia untuk dibawa ke negara bersangkutan.

Dibandingkan dengan sektor-sektor industri lainnya, perbankan


menempati daftar paling atas dalam hal keuntungan dan pendapatan. Masuk-
nya asing ke perbankan Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Selain
saham bank di Indonesia murah, tingkat keuntungan perbankan di Indonesia
juga sangat tinggi. Misalnya net interest margin (NIM) bank-bank di Indonesia
rata-rata enam persen. Bahkan Bank Danamon dan Bank Tabungan Pensiun
Nasional (BTPN), NIM-nya mencapai 11% dan 14%.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak bank asing yang
membuka cabang di Indonesia. Bahkan, bank atau investor asing (termasuk
Malaysia) kemudian membeli bank-bank nasional ataupun lembaga keuangan
nasional lainnya. Data lembaga analisis dan publikasi data bisnis menyebutkan
bahwa mayoritas kepemilikan saham sejumlah bank nasional sudah dipegang
oleh asing, seperti Bank International Indonesia, (BII) 97,5 persen sahamnya
dimiliki Maybank, bank terbesar dari Malaysia. Bank Niaga, yang kini menjadi
Bank CIMB Niaga, 97,9 persen sahamnya dimiliki oleh CIMB Group, bank
terbesar kedua Malaysia. Selain itu Bank Ekonomi, 98,94 persen sahamnya
dimiliki HSBC Holdings Plc, bank terbesar ketiga dunia yang bermarkas di
London. Bank NISP kini menjadi Bank OCBC NISP karena 85,06 persen

193
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

sahamnya dimiliki OCBC Bank, bank terbesar kedua Singapura. Bank


Swadesi yang kini beralih nama menjadi Bank of India Indonesia, 76 persen
sahamnya dimiliki Bank of India.

Kemudian, Standard Chartered Bank pun menguasai 44,5 persen saham


Bank Permata. United Overseas Bank juga tidak mau ketinggalan; bank
terbesar ketiga di Singapura itu menguasai 98,99 persen saham Bank UOB
Indonesia. Terakhir, bank terbesar di Timur Tengah, yaitu Qatar National Bank
(QNB) Group telah menguasai 69,59 persen saham Bank QNB Kesawan
(Quataert, 2009).

Terdapat beberapa dampak negatif dari masuknya asing ke perbankan


Indonesia. Pertama, penguasaan pasar aset oleh pihak asing akan semakin
besar sejalan dengan gerak ekspansi bank-bank swasta asing yang tidak bisa
dihentikan. Kedua, bank-bank yang dimiliki asing dengan cabang yang
tersebar di tanah air memungkinkan masuknya pasar kredit mikro yang
memberikan keuntungan besar pada mereka. Ketiga, kredit konsumsi dengan
suku bunga tinggi telah menjadi pasar dominan bagi bank-bank asing.
Keempat, masuknya bankir asing ke Indonesia, yang tadinya diharapkan
berakibat pada terjadinya transfer teknologi dan pengetahuan, faktanya mereka
mengendalikan bank-banknya untuk bermain di pasar konsumsi yang
sebenarnya tidak memerlukan pengetahuan tinggi. Kelima, bank-bank swasta
yang dimiliki asing dengan bankir asingnya bukan jaminan tidak melakukan
praktik moral hazard. Tidak semua bank yang dimiliki asing menerapkan tata
kelola perusahaan yang baik. Keenam, hampir seluruh bank swasta sudah
dipimpin bankir-bankir asing. Tujuh, adanya praktik transfer pricing bank-
bank swasta asing, baik dalam praktik kredit, tenaga kerja yang bermotif
technical assistance, maupun pembelian barang.

194
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa meningkatnya kepemilikan asing


pada sektor perbankan di Indonesia dari tahun ke tahun tidak disertai dengan
pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian dan pembangunan nasional.
Menurut analis finansial, Lin Che Wei, dengan kondisi seperti ini diperkirakan
dalam 5-10 tahun ke depan, pangsa pasar bank BUMN dan swasta yang
dimiliki lokal akan terus menyusut (Abbas, n.d.). Jika ini terus dibiarkan, bila
terjadi krisis, dominasi kepemilikan asing berpotensi meningkatkan risiko
pelarian modal dan akan meninggalkan kebangkrutan di tanah air.

Masuknya asing dalam sektor perbankan tentu tidak dapat dilepaskan


dari komitmen Indonesia pada kesepakatan di tingkat internasional. Di
samping itu, Bank Indonesia juga belum terlalu fokus mengatur ruang gerak
bank milik asing di tanah air. Misalnya, menerapkan izin berjenjang alias
multiple license seperti yang berlaku di negara-negara lain.

Untuk itu, pemerintah bersama regulator harus melakukan beberapa


langkah, diantaranya melakukan pengaturan segmen pasar. Misalnya, bank
milik asing tidak diperkenankan menggarap bisnis mikro, didorong ke segmen
bisnis wholesale dan infrastruktur yang selama ini kurang diminati. Kita mesti
menerapkan multi license kepada bank asing. Kita bukan anti asing, tapi harus
menempatkan asing sesuai dengan porsinya. Tak hanya itu, pemerintah dan
regulator seharusnya menambah modal perbankan. Caranya, dividen bank
BUMN seharusnya digunakan untuk menambah modal, bukan untuk
disumbangkan ke negara.

6. Dampak Investasi Asing di Indonesia

Anggota LP3E Kadin Indonesia telah mengatakan bahwa NTP terbesar


tercapai pada tahun 2012 dengan nilai 105,24. Sedangkan pada tahun 2013
menurun menjadi 104,92. NTP terendah terjadi pada tahun 2009, yakni hanya

195
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

mencapai 99,86. Rendahnya NTP ini membuat petani banyak yang beralih
profesi menjadi pekerja serabutan, tukang bangunan, dan pekerjaan lainnya di
sektor informal.

Generasi muda pun cenderung meninggalkan sektor pertanian dan lebih


memilih bekerja di sektor industri dan sektor jasa. Sebab, sektor pertanian tidak
lagi menjanjikan keuntungan karena seringkali mengalami kerugian.

Banyaknya petani yang beralih profesi membuat produktivitas sektor


pertanian akan berkurang. Hal ini tentu saja dapat mengancam cita-cita
ketahanan pangan yang dicanangkan oleh pemerintah era Joko Widodo.
Produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian menjadi yang paling rendah
dibandingkan dengan sektor lainnya, yakni hanya Rp. 34,44 juta per orang
pertahunnya. Sedangkan, produktivitas tertinggi dipegang oleh sektor pertam-
bangan dan penggalian, yakni sebesar Rp. 718 juta per orang per tahun. Untuk
mencapai ketahanan pangan, pemerintah bukan hanya memikirkan soal
produksi petani saja. Akan tetapi, persoalan insentif bagi petani juga harus
diselesaikan.

Upah nominal buruh selama tujuh tahun terakhir memang mengalami


kenaikan, namun sebenarnya upah riil buruh tani justru menurun. Pada Januari
2014, upah riil buruh tani sempat mengalami kenaikan menjadi Rp. 39.372.
Akan tetapi, kenaikan tersebut tidak bertahan lama. Pada Februari 2015, upah
riil buruh tani kembali turun menjadi Rp. 38.605. Jumlah upah buruh tani
secara nominal dan riil sangat kecil dibandingkan upah buruh di sektor
industri. Dengan demikian, sangat masuk akal apabila sektor pertanian terus
ditinggalkan dan banyak lahan-lahan pertanian yang terbengkalai hingga
akhirnya beralihfungsi.

196
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

7. Dampak dari Pasar Bebas (Pembanjiran Impor Beras)

Petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengeluhkan langkah


pemerintah yang terus menerus mengimpor beras saat petani sedang menik-
mati harga gabah dan beras yang tinggi di panen musim kemarau. Stok beras
nasional masih mencukupi sebesar 1,4 juta ton. Produksi dan pasokan beras
hingga akhir tahun 2015 masih relatif aman. Selain mengecewakan petani,
impor beras juga bertentangan dengan semangat swasembada pangan yang
selalu digaungkan pemerintahan reformasi (Abbas, n.d.).

Sebelumnya, pemerintah mengatakan Indonesia tidak akan mengimpor


beras. Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jabar, Rali Sukari,
mengaku sudah bersepakat dengan Kementerian Pertanian (Kementan) bebe-
rapa waktu lalu. Kementan menyatakan pemerintah belum akan mengimpor
beras hingga akhir tahun mendatang, sebab petani masih dalam tahap panen.

Numun, pemerintah tidak konsisten dengan pernyataannya. Beras impor


telah masuk ke beberapa pelabuhan. Sebanyak 27 ribu ton beras tiba di
Tanjung Priok, Jakarta Utara. Sebanyak 3 ribu ton dikirim ke Merauke. Hingga
31 Maret 2016, sebanyak 50 ribu ton dikirim ke Pelabuhan Dumai, Riau. Dan
4,8 ribu ton ke Manado, Sulawesi Utara. Beras-beras ini merupakan bagian
dari 1 juta ton beras yang diimpor dari Vietnam.

Pemerintah beralasan, keputusan mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton


dari Vietnam dan Thailand hingga akhir tahun itu untuk mengantisipasi
kekurangan stok beras dalam negeri akibat dampak El-Nino dan bencana asap
yang diprediksi mempengaruhi hasil panen petani. Tetapi, karena terlambat
mengantisipasi target pembelian, hanya bisa dipenuhi sebanyak 1 juta ton.
Menteri Perdagangan Thomas Lembong menjelaskan, Filipina telah terlebih
dahulu membeli dalam volume besar. Keterlambatan tersebut akhirnya

197
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

berdampak pada harga pembelian, harga sudah berada di atas 400 dolar AS per
ton. Untuk memenuhi target 1,5 juta ton itu, pemerintah mengambil opsi untuk
mendatangkan beras dari negara lain seperti Pakistan dan Brazil.

Dampak dari kebijakan pemerintah tersebut berujung pada kerugian


rakyat. Impor beras telah merusak harga beras lokal; harga gabah petani pun
jauh menurun. Ketua Umum Serikat Tani Indonesia, Henri Saragih, menentang
kebijakan impor beras. Menurutnya, sebenarnya impor beras saat ini ilegal bila
merujuk pada UU Pangan Pasal 38.

Di pasar dalam negeri telah beredar beras impor ilegal dari Vietnam yang
masuk melalui Kepulauan Riau (Batam). Komoditi ini meresahkan petani
lokal, sebab harganya lebih murah dan sulit dideteksi perbedaannya dengan
beras lokal. Berdasarkan data Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik
(Perum Bulog) Divisi Regional Jambi, beras ilegal yang masuk setiap tahunnya
mencapai 4 juta ton. Importasinya tidak dilakukan oleh Perum Bulog dan tidak
tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS). Namun meski telah mengetahuinya,
pemerintah dan Bulog enggan melakukan investigasi terhadap masalah ini.

Kehadiran pemerintah dalam tata niaga beras harus berpihak kepada


rakyat. Soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa. Demikian intisari
pidato Presiden RI Pertama Soekarno yang tidak ingin menggantungkan perut
rakyat Indonesia pada beras impor. Walaupun begitu, Soekarno juga belum
pernah berhasil dalam ketahanan pangan apalagi swasembada pangan karena
masalah landreform yang gagal menjinakkan pemilik tanah yang terdiri dari
anggota partai politik di pusat, terutama dari Partai PKI, yang menguasai
sebagian besar tanah di Jawa yang tidak ditanami dan tidak pula dimanfaatkan
untuk hal yang bermanfaat.

198
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

Impor beras akan menambah dampak buruk investasi yang dilakukan


oleh para pemodal asing di Indonesia seperti yang telah dibahas sebelumnya
Penanaman modal asing banyak dilakukan di sektor industri. Hal ini berarti
banyak tenaga kerja yang tersedot ke dalam sektor tersebut. Keberadaan
industri yang lebih menjanjikan secara pendapatan, mendorong banyak tenaga
kerja beralih ke sektor industri. Akibatnya, kegiatan di sektor-sektor penunjang
industri menjadi terbengkalai. Akhirnya sektor-sektor non-industri kehilangan
banyak tenaga kerja.

8. Proteksionis Amerika Serikat dan Eropa(Algar, 2019)

Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang mengetatkan perdaga-


ngan antarnegara melalui cara-cara seperti tarif barang impor, batas kuota, dan
berbagai peraturan pemerintah yang dirancang untuk menciptakan persaingan
yang adil (menurut para pendukungnya) antara barang & jasa impor dan barang
& jasa dalam negeri (Ani Suryani (Editor), 2012). Dengan kata lain, istilah ini
sering digunakan dalam konteks ekonomi yang maknanya mengacu pada
kebijakan atau doktrin yang melindungi perusahaan dan pekerja di suatu
negara dengan membatasi atau mengatur perdagangan luar negeri.

Kebijakan ini bertentangan dengan perdagangan bebas yang –memini-


malkan pembatasan perdagangan oleh pemerintah. Di era modern, proteksio-
nisme semakin erat kaitannya dengan anti-globalisasi dan anti-imigrasi.

Uni Eropa siap mengambil keuntungan di sektor perdagangan atas


kebijakan Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump yang terus mena-
rik diri dari sejumlah aktivitas perdagangan bebas global. Blok negara Eropa
tersebut berniat untuk menjadi mitra baru bagi negara yang ditinggalkan AS.

199
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Pulihnya aktivitas perdagangan global tercatat telah membantu mening-


katkan aktivitas ekspor Uni Eropa sejak tahun lalu. Alhasil tingkat kepercayaan
diri Uni Eropa pun meningkat untuk melakukan ekspansi kerja sama dagang
dengan negara lain. Hal itu terbukti dari banyaknya negara Asia dan Amerika
Latin yang mulai mengalihkan pandangannya dari AS ke Uni Eropa sebagai
mitra dagang bebas yang potensial.

Di tengah stagnannya diskusi mengenai perjanjian dagang NAFTA


dengan Meksiko dan AS, Kanada bahkan telah menjalin kesepakatan dagang
bebas baru dengan Uni Eropa, yang mulai berlaku pada September 2017.
Jepang pun juga tengah merapat ke Brussels untuk menjalin kesepakatan
dagang baru. Tokyo dikabarkan tengah mencari mitra dagang potensial baru,
untuk menggantikan AS yang telah menarik diri dari Trans-Pacific Patnership
(TPP).

Perubahan sikap Jepang kepada Uni Eropa tersebut diakui oleh Kepala
Perdagangan Uni Eropa Cecilia Malmstrom. Menurutnya, ada perubahan
drastis dari sikap Jepang terkait ajakan bekerja sama dengan Uni Eropa.
Pasalnya sebelum Trump dilantik, Negeri Samurai itu cukup sulit menyepakati
sejumlah topik kerja sama dagang dengan Uni Eropa, sehingga penyele-
saiannya jadi berlarut-larut.

Malmstrom mengatakan, tarif impor di Uni Eropa telah menjadi salah


satu yang terendah di antara negara maju lain. Hal ini diperkirakan menjadi
daya tarik tersendiri bagi negara lain untuk bermitra dengan blok negara Benua
Biru tersebut.

Dia menambahkan, tema negosiasi yang menjadi fokusnya untuk


menjalin kerja sama dengan mitra baru hanya berkutat di sejumlah kesepakatan

200
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

umum. Tak heran jika selain Kanada dan Jepang, kesepakatan baru dalam
waktu dekat dilakukan dengan Australia, Selandia Baru, Indonesia dan
Malaysia. Namun demikian, Uni Eropa tetap menganggap AS sebagai mitra
penting perdagangan global. Pasalnya, kedua kawasan tersebut telah menun-
jukkan indikasi untuk melakukan pembahasan kerja sama dagang baru. Komisi
Eropa mengatakan, indikasi itu didapat setelah Presiden AS Donald Trump
bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dan Presiden
Dewan Uni Eropa Donald Tusk di Brussels Mei lalu. “Sejauh ini, Juncker
bersikeras untuk mengintensifkan kerja sama perdagangan baru kedua
kawasan yang dinilai sebagai win-win solution bagi kedua belah pihak," jelas
Komisi Eropa. Kedua kawasan dalam hal ini berusaha melaksanakan pakta
kerja sama Transatlantic Trade and Investment Partnership (Imlah, 2011).

9. Perdagangan Bebas yang Hakikatnya Proteksionis

Beberapa waktu yang lalu, WTO mengumpulkan para menteri dari 146
negara –di samping banyak NGO– ke kota resort di Cancun, Mexico. Satu hal
yang hampir saja menggagalkan perundingan ini bahkan sebelum dimulai
adalah isu perdagangan obat internasional. Di satu pihak, negara berkembang
dan kelompok kemanusiaan semacam MSF (Dokter tanpa Batas Negeri)
menginginkan agar orang miskin dapat memperoleh akses pada obat-obatan
generik esensial secara murah. Mereka ditentang oleh perusahaan farmasi
besar yang didukung oleh pemerintah AS dan Uni Eropa. Perusahaan ini
menginginkan agar paten ala Amerika diberlakukan di seluruh dunia sejauh
yang dimungkinkan (Kharudaki, 2003) .

Sikap perusahaan farmasi besar tersebut didasarkan kepada berbagai


argumen ekonomi. Karena pandangan yang luas semacam ini, perundingan
antara kedua pihak –setidaknya seperti yang dilaporkan oleh media massa–
dilihat sebagai sebuah proses yang sah untuk mencapai keseimbangan yang

201
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

sesuai dengan kepentingan publik. Namun, sebagaimana yang dipahami oleh


para ekonom, argumen ekonomi yang paling kuat justru berada di tangan MSF.
Sebuah monopoli atas paten akan diberlakukan sebagaimana tarif cukai, hanya
saja pengumpulnya adalah perusahaan swasta, bukan pemerintah. Seperti
cukai, paten menciptakan distorsi ekonomi dan ketidak-efisienan, di samping
efek redistribusi pendapatan. Dan karena paten dapat meningkatkan harga obat
beberapa kali lipat, hal ini menjadi jauh lebih tidak efisien daripada tarif cukai
yang hanya meningkatkan harga barang dagangan seperti jus jeruk atau baja
sebesar beberapa persen saja. Sebagai contoh adalah obat anti retroviral yang
digunakan untuk mengobati HIV/AIDS: dari obat paten membutuhkan biaya
USD 8000 per tahunnya, sementara obat generiknya hanya memakan kurang
dari USD 300 (Solet, 2007).

Para ekonom yang konsisten dengan dukungan mereka terhadap pasar


bebas –contohnya Jagdish Bhagwati dari Universitas Colombia, salah satu
ekonom paling terkemuka di dunia saat ini– menentang penggunaan WTO
untuk memaksakan monopoli paten.

Isu ini lebih menunjukkan betapa tidak akuratnya dan betapa menyesat-
kannya propaganda bahwa proposal tentang FTAA atau NAFTA (WTO)
sebagai sebuah perjanjian “perdagangan bebas”. Sesungguhnya, riset yang
dilakukan oleh Bank Dunia sendiri menunjukkan bahwa negara berkembang
pasti mengalami kerugian jika menerapkan peraturan WTO tentang properti
intelektual (yakni: paten dan hak cipta) serta kebijakan ekspor-impor.
Kerugian ini lebih besar daripada apa yang mungkin mereka raih dengan
adanya akses pasar ekspor ke negeri-negeri kaya. Dengan kata lain, proteksio-
nisme yang dipastikan oleh adanya perjanjian-perjanjian ini, baik dalam hal
farmasi maupun bidang lain, cenderung didasarkan kepada perspektif ekonomi
murni ketimbang poin tentang penghapusan hambatan dagang oleh negeri-

202
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

negeri maju (Mansur, 1998).

Satu kesepakatan telah dicapai akhir bulan lalu, yang akan memungkin-
kan adanya celah bagi negeri berkembang untuk mengimpor obat generik.
Dengan begitu, pertemuan tingkat menteri di Cancun terselamatkan dari
kemungkinan kegagalan disebabkan isu tersebut. Tapi tidak ada alasan bagi
negeri-negeri berkembang untuk begitu saja melepaskan hak mereka atas
perdagangan bebas dalam bidang farmasi. Ketika argumen ekonomi yang
mendasari sikap para perusahaan farmasi besar tersebut tersingkap, maka
penggunaan WTO untuk memaksakan peraturan paten ala Amerika Serikat ke
seluruh dunia hanyalah menunjukkan tujuan sebenarnya, yakni kerakusan
proteksionis yang telah dapat dilihat sejak dahulu.

10. Kondisi Daulah Utsmaniyah dan Indonesia

Para ahli ekonomi Utsmani pada akhir abad kesembilan belas


menyajikan contoh-contoh "ekonomi Islam" dalam upaya sederhana mereka
untuk mendamaikan prinsip-prinsip ekonomi modern dengan sumber-sumber
pengetahuan Islam tradisional. Pertama, mereka melegitimasi prinsip dan
gagasan ekonomi kapitalis (seperti etika kerja kapitalis atau pasar bebas)
dengan referensi dari Al-Qur'an dan literatur hadits. Kedua, mereka menang-
gapi klaim Eropa tentang kepemilikan ilmu-ilmu modern dengan mencoba
menggali (atau lebih tepatnya menemukan) tradisi panjang pemikiran ekonomi
Islam, dengan menggunakan contoh-contoh dari khulafa ar-rasyidin serta para
sarjana Muslim seperti Ibnu Khaldun (Khaldun, 1988).

Walaupun memiliki latar belakang perekonomian yang berbeda, apa


yang didapatkan Indonesia dari sebab penjajahan adalah sama dengan yang
didapatkan oleh Daulah Utsmaniyah. Dengan dijajah Belanda, Indonesia telah
terseret arus ekonomi liberal. Arus tersebut demikian deras sehingga sukar

203
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

untuk melepaskan diri darinya. Padahal Indonesia, seperti halnya Daulah


Utsmaniyah, ingin mengembalikan sistim perekonomian kepada sistim yang
Islami dengan memunculkan berbagai produk perbankan, asuransi dan tata jual
beli yang Islami. Juga dengan mengupayakan Islamisasi ilmu pengetahuan
yang netral. Ekonomi Liberal ternyata hanya menguntungkan negara-negara
kuat yang sudah mapan dalam menyebarkan produknya ke negara terbelakang
dan berkembang, yang pada akhirnya menyebabkan ketergantungan negara-
negara lemah tersebut.

Walaupun Daulah Utsmaniyah telah tiada akan tetapi Turki belum lagi
kehilangan sejarah masa lalunya. Sebagai contoh, masyarakat masih gencar
mengembalikan sistim perekonomian kepada yang sesuai dengan Islam.
Lembaga pembiayaan di Turki mulai memperluas portofolio bisnis syariah
untuk memanfaatkan permintaan dari usaha kecil. Hal ini menunjukkan bahwa
pasar keuangan Islam di Turki tumbuh pesat melampaui layanan perbankan
konvensional. Salah satu lembaga pembiayaan asal Turki yang baru saja
memperluas portofolio syariah adalah Halic Leasing.

Halic membangun portofolio aset sewaan dan menargetkan bisnis baru


sebesar 25 juta dolar AS sampai akhir 2017. Selain itu, perusahaan tersebut
juga menarik investasi lebih lanjut melalui reksa dana syariah dan memperluas
bisnis ke sektor konstruksi.

Nasabah Turki sangat sensitif; mereka ingin memastikan bahwa produk


dan sumber pendanaan mereka benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. Halic (Syari’ah Murni) didirikan pada 2004 oleh investor Kuwait,
Aktif Bank Turki, Islamic Corporation of the Development of the Private
Sector (ICD), dan Ijara Management Company. Sebagian besar transaksi
pembiayaan yang diberikan oleh Halic berada di sektor manufaktur seperti

204
BAB II ⇒ Kebijakan Ekonomi, Kapitulasi dan Westernisasi

industri otomotif, makanan, kemasan, dan barang konsumsi lainnya (Richard


Saumarez Smith, 2007).

Dengan portofolio yang baik, maka Halic dapat mempertimbangkan


penggalangan dana melalui penerbitan sukuk. Progres perkembangan industri
keuangan Islam di Turki cukup baik, bahkan Bank Dunia memiliki program
yang bertujuan untuk menyediakan pembiayaan syariah jangka panjang bagi
UMKM. Di sisi lain, Turki merupakan negara dengan ekonomi terbesar ke-17
di dunia dengan jumlah penduduk muslim sekitar 76 juta orang. Karena itu,
pemerintah Turki terus berupaya untuk meningkatkan pertumbuhan industri
keuangan syariah agar dapat mempererat hubungan komersial dengan negara-
negara Teluk, dan diversifikasi investasi bagi investor (2009).

205
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

206
BAB III ⇛ Penutup dan Kesimpulan

BAB III

PENUTUP DAN KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Mata uang yang melimpah dalam perekonomian lama memang dapat


menyebabkan kekayaan bagi negara tersebut seperti yang dialami oleh Dinasti
Ikhanid Mongol Muslim yang berkuasa di Bagdhad 1236-1457. Tapi, mata
uang yang melimpah juga dapat menyebabkan inflasi yang sangat parah,
karena semakin banyak uang yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin
banyak barang yang ingin dibeli. Semakin banyak orang menginginkan
barang-barang itu, makin tinggi pula harga yang harus mereka bayar. Hingga
sampai pada satu titik, jumlah barang yang diproduksi tidak bisa mengimbangi
volume perak yang datangkan dari luar negeri. Akibatnya, inflasi meroket dan
menggerogoti nilai perak dan emas.

207
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kondisi ini terjadi pada Daulah Utsmaniyah dimana para petani,


peternak, tukang, dan pelaku industri manufaktur hanya menghasilkan sedikit
dari barang-barang kebutuhan masyarakat. Banyaknya barang-barang yang
harus diimpor dari negara lain menyebabkan biaya yang semakin membengkak
dan menggencarkan aliran perak keluar negeri. Italia, misalnya, mengeksport
perabot kaca kepada mereka, Hongaria menjual tembaga, Inggris menjajakan
wool, Belanda menawarkan senjata dan lain-lain. Begitu pula dengan impor
perak dari Spanyol sampai-sampai pengirimannya sulit ditangani biro
perkapalan. Walaupun begitu, resistensi dari masyarakat Daulah Utsmaniyah
masih tetap ada dan seluruh proses Westernisasi tidak sepenuhnya berhasil.

Pada saat negara-negara Eropa seperti Spanyol, Inggris, Perancis


melakukan eksplorasi dan penaklukan atas dunia baru di seberang Atlantik
sekitar 1500-1600 an, menyebabkan pukulan ekonomi berupa inflasi parah di
Turki Utsmani. Penaklukan mereka di negara-negara jajahan menghasilkan
banyak emas dan perak, terutama yang dibawa oleh Spanyol dari Meksiko.
Aliran masuk perak yang besar dari Amerika ke Eropa secara otomatis
mendevaluasi nilai mata uang Turki Utsmani yang berbasiskan pada perak.

Pemerintah Utsmani terus melakukan pencetakan uang, walaupun


standarisasi emas terus berkurang dari tahun ke tahun. Kondisi diperparah oleh
impor mata uang asing dan perak yang bebas beredar dengan pajak yang
rendah. Akhirnya terjadilah sesuatu yang tidak boleh dilakukan oleh undang-
undang yang berdasarkan syari’at Islam yaitu mencetak uang kertas.

Padahal, sejumlah kajian menunjukkan bahwa persoalan sosial-politik


yang terjadi pada masa kekuasaan Mamluk (1250-1517 M) salah satunya
disebabkan oleh pergantian sistem mata uang, yaitu perubahan dari sistem
uang berbasis komoditas (emas dan perak) menjadi uang berbasis fiat (fulus).

208
BAB III ⇛ Penutup dan Kesimpulan

Tingkat harga-harga cenderung tidak stabil, aktivitas perdagangan melambat,


pengangguran semakin meningkat adalah sejumlah indikator perekonomian
yang terjadi pada saat itu. Persoalan makro ekonomi ini ditengarai akibat
perubahan sistem uang tersebut; hipotesis yang juga diyakini oleh sejumlah
kalangan khususnya bagi mereka yang mendukung kembalinya sistem mata
uang berbasis komoditas (emas dan perak) sebagai alternatif dari sistem fiat
bahwa uang emas dan dinar merupakan solusi atas persoalan-persoalan
ekonomi makro, seperti inflasi, pengagguran, peningkatan sekto riil dan
lainnya.

Akibat yang lebih parah terlihat dalam sistem perekonomian Islam yang
diterapkan oleh Turki Utsmani (berupa sistim wakaf dan Timar) tidak lagi
berjalan dengan efektif ketika terjadi perubahan yang mengarah kepada sistim
perekonomian liberal. Hal tersebut dapat dilihat dari investasi langsung,
pendirian bank konvensional dan pencetakan mata uang yang tidak lagi
dikendalikan oleh pemerintah Turki Utsmani (Ottoman), akan tetapi
dipengaruhi oleh para pemegang obligasi luar negeri yang beredar secara bebas
di pasar uang Eropa.

Walaupun begitu banyak faktor yang menyebabkan imperium ini


menjadi mundur dalam sudut pandang ekonomi. Resistensi masyarakat Daulah
Utsmaniyah dan dana wakaf yang mencakup jaminan sosial berupa pemberian
makan gratis dan pendidikan kepada penduduk yang kurang mampu telah
menopang keuangan pemerintah. Sehingga yang dibutuhkan oleh pemerintah
hanyalah pembiayaan istana, tentara dan pembaruan senjata yang kian hari
kian membengkak dan sangat boros.

Faktor lain yang kemudian berdampak signifikan terhadap kemunduran


daulah ini adalah kapitulasi asing. Kapitulasi ibaratkan pisau bermata dua yang

209
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

merupakan katalisator untuk keuntungan kedua belah pihak, baik Turki


Utsmani maupun Pihak Asing (Eropa Barat). Kapitulasi yang dibangun sangat
berkaitan erat dengan kondisi politik, ekonomi, dan militer baik yang ada di
Turki ataupun di luar Turki Utsmani. Akan tetapi dalam menjalankan roda
pemerintahan para penguasa setelah Sultan Salim termasuk Sulaiman al-
Qanuni, tidak sepenuhnya merujuk kepada prinsip-prinsip perekonomian yang
telah dibuat oleh Rasulullah Saw. Hal tersebut dapat dilihat dari toleransi
terhadap transaksi keuangan yang memiliki unsur ribawi, juga proteksi yang
lemah terhadap kaum Muslimin sehingga tidak dapat menutup celah yang
dapat mengarah kepada pembentukan dominasi. Akibatnya, pada saat negara
dalam keadaan lemah kapitulasi asing menjadi senjata makan tuan yang
memporakporandakan perekonomian Turki Utsmani. Dengan demikian,
kapitulasi adalah salah satu upaya Barat untuk menaklukkan Turki Utsmani
dari sisi politik perekonomian. Berbagai macam cara telah dilakukan oleh
Turki Utsmani untuk melepaskan dirinya dari jeratan hegemoni Barat, akan
tetapi hasilnya tidak seperti apa yang diinginkan.

B. Saran

Kapitulasi Asing terhadap aset negara dan sistim perekonomian serta


pasar bebas yang telah dilakukan oleh Turki Utsmani memberikan pelajaran
yang sangat berharga. Hal tersebut hanya akan menguntungkan negara-negara
maju yang mempunyai sistim perekonomian yang kuat dan merupakan wujud
monopoli global yang sangat merugikan negara dan industri menengah.
Pelajaran lain adalah proteksi pasar menjadi amat penting untuk dilakukan oleh
negara, karena dapat mencegah banjirnya barang-barang impor dan sekaligus
menekan lajunya inflasi. Karena itu, melakukan kontrol yang kuat terhadap
barang-barang impor merupakan bentuk investasi tidak langsung kepada
masyarakat dan industri.

210
BAB III ⇛ Penutup dan Kesimpulan

Pemerintah selayaknya mengambil pelajaran dari sejarah lalu Daulah


Utsmaniyah baik dalam bidang investasi, perbankan, dan moneter. Setelah
kegagalan, Mereka mencoba bangkit dengan berbagai macam bentuk
pembaharuan di segala bidang akan tetapi tidak pernah berhasil akibat tekanan
politik, sosial budaya, bahkan mereka terjerumus kedalam perang yang
berkepanjangan. Indonesia tidak perlu menjadi pasar bagi negara-negara besar
yang mana mereka tidak mau mene

rima produk-produk kita, terutama hasil pertanian yang dapat diandalkan


oleh rakyat Indonesia. Mereka selalu melakukan proteksi yang ketat, kecuali
komoditi yang sangat mereka butuhkan. Seyogyanya Indonesia mengenakan
tarif tinggi terhadap komoditi pangan dan komoditi pokok lainnya yang
sebenarnya bisa diproduksi dalam negeri. Pemerintah Indonesia perlu
membangkitkan kesadaran masyarakat agar tidak menjadi bangsa yang
konsumtif dan bergantung penuh kepada produk-produk asing.

211
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

212
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2018). “Evolution In Waqf Jurisprudence And Islamic Financial


Innovation”, Journal of Islamic Monetary Economics and Finance,
Volume 4, Number 1. pp 161 - 182 p-ISSN: 2460-6146, e-ISSN;
2460-6618. https://doi.org/10.21098/jimf.v4i1.920

Agoston, G., & Masters, B. A. (Eds.). (2009). Encyclopedia of the Ottoman


Empire. New York, NY: Facts on File.

Akarly, E. D. (1992). Economic Policy and Budgets in the Ottoman Empire,


1876-1909, dalam Middle Eastern Studies, vol.28.

Al-Atsqalani, I. H. (1986). Fathul Bari fi Syarh Sahih al-Bukhari (Vol. 12).

Al-Azmeh, A. (2001). Muslim Kingship: Power and the Sacred in Muslim,

213
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Christian and Pagan Politics. London: IB Tauris Publisher.

Algar, H. (2019). “Development of the Concept of velayat-i faqih since the


Islamic Revolution in Iran,” paper presented at London Conference
on vilayat al-faqih, in June 1988, quoted in ‘The Rule of the Religious
Jurist in Iran’ by Abdulaziz Sachedina (second, Vol. 2). Teheran:
Kitabkhanah Daulati.

Al-Masiri, A. W. (1999). Mausu’ah al-Yahudiah wa as-Shahiyuniya (III, Vol.


6). Beirut: Dar al-Syuruq.

Al-Muhami, F, B, M. (2009). Tarij al-dawla al- ’aliyya al- ’utmaniyya. Beirut:


Dar al- Nafa’ is.

Al-Qadir, M. A. (1942). “Ibn Khaldun ke ma’ashi khayalat” (Economic Views


of Ibn Khaldun), Ma’arif (Azamgarh) 50(6), p.433-441.

Al-Qadir, M. A. (1943). “Ibn Khaldun ke ma’ashirati, siyasi, ma’ashi khalayat


(Social, Political and Economic Ideas of Ibn Khaldun) Hyderabad
(Dn.), A’zam Steam Press.

Al-Sabil, I., & Khalid, W. (1970). Islami ishtirakiyat fi ’l Islam (Some Aspects
of Islamic Communism). Fikr- O-Nazar (Karachi) 7(7). p. 513-526.

Al-Salaabi, A. M. (2017). Daulah Usmaniyah AwamilNuhudwa Asbab as-


Suqut (4th ed., Vol. 2). Beirut: Dar an-Nafais.

Arnold, B. T., & James, V. (2000). The Treatment of Armenians in the Ottoman
Empire 1915-1916 Documents Presented to Viscount Grey of
Falloden (uncensored ed.). Princeton: Gomidas Institute.

214
Daftar Pustaka

Awang, A. (2010). Implementasi Pemberdayaan Pemerintah Desa Studi


Kajian Pemberdayaan Kearifan Lokal di berdasarkan Kearifan Lokal
di Kabuten Lingga Provinsi Kepulauan Riau (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar). http://www.gov.za/about-government/government-
programmes/projects-and-campaigns, diakses 12-05-17

Bacharach, J. L. (1973). “The Dinar versus the Ducat”, International Journal


of Middle Eastern Studies 4, p. 77-96.

Bakar, A. A. (2003). Milkiyah Sultan AbdulHamidat-Tsani fi Filistin (1876-


1937) (Vol. 17). Naples: Ulum Insaniyah.

Barkan, L. (1966). Edirne Askerî Kassamı’na Âit Tereke Defterleri (1545-


1659). p. 31-46;

Bathatu, H. (1990). Tabaqat al-Ijtima’iyah wa al-Harakat at-Tsauriyah min


Ahdi al-Utsmani hatta Qiyam al-Jumhuriyah. Beirut: Muasasah al-
Abhats al-Arabia.

Bayat, F. (2003). Dirasat fi Tarikh al-Arab fi Ahdi al-Utmani. Beirut: Dar al-
Madar al- Islami.

Beik, F. (1998), Daulah Iliyah al-Utsmaniyah, Beirut, Muasasah Risalah.

Belge, M. (1985). Tanzimat’tan Cumhuriyet’e Turkiye Ansiklopedisi (Vol. 12).


Istanbul: ileti§im.

Black, A. (2001). The state of the House of Osman (devlet-i al-i Osman), The
History of Islamic Political Thought: From the Prophet to the Present,
Psychology Press, 199

215
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Black, A. (2011). The History of Islamic Political Thought, SecondEdition:


The History of Islamic Political Thought: From the Prophet to the
Present (Second, Vol. 2). Edinburg: Edinburg University.

Blaisdell, D. C. (1929). European Financial Control in the Ottoman Empire: A


Study of the Establishment, Activities, and Significance of the
Administration of the Ottoman Public Debt, Vol. 2. Coumbia:
Columbia University Press; First Edition.

Boulakia, J. D. C. (1971). Ibn Khaldun: A Fourteenth Century Economist,


Journal of Political Economiy 79 (5). p. 1105-1118

Boyle, J. A. (Editor). (1968). The Cambridge history of Iran: The Saljuq


andMongol periods (1st ed). Cambridge: Cambridge University Press.

Braudel, F. (1972). “The Mediterranean and the Mediterranean World in the


Age of Philip II”, 2 vols. vol. I. London: William Collins and Sons, p.
462-542.

Carl, D. (2013). “The Political Geography of Kurdistan”. Journal Eurasian


Geography and Economics, Volume 43, 2002-Issue 4(Issue 4), 271-
299. https://doi.org/10.2747/1538-7216.43A271

Casale, G. (2010). The Ottoman age of exploration. Oxford; New York:


Oxford University Press.

Cipolla, C. M. (1956). Money, Prices and Civilization in the Mediterranean


World, Fifth to Seventeenth Century. Princeton University Press,
p.20-26.

Deliarnov. (1997). Perkembangan Pemikiran Ekonomi. cet. 2. Rajawali Pers.

216
Daftar Pustaka

Deringil, S. (1998). The well-protected domains: ideology and the legitimation


of power in the Ottoman Empire, 1876-1909. London: I.B. Tauris
(December 31, 1998).

Deringil, S. (2007). The Turks and ‘Europe’: The Argumentfrom History. Vol.
43. .

Dominik J, K, S., & Hans-Lukas. (2002). Der Volkermordan den Armeniern


unddie Shoah [The Armenian genocide and the Shoah] (in German).
Hamburg: Chronos.

Du Velay, A. (1903). Essai sur l'histoire financière de la Turquie: depuis le


règne du sultan Mahmoud II jusqu'à nos jours. Arthur Rousseau,
p.126-29.

El-Hasry, A.K.S. (1965). ‫البالد العربية والدولة العثمانية‬. ،‫دار العلم للماليين‬.

Erdim, B. (2018). “From Empire to Republic: Continuities of Ottoman


Imperial Socio spatial Practices in the Modern Capital of the Early
Turkish Republic”. Journal of the Ottoman and Turkish Studies
Association, Vol. 5, No. 2, Fall 2018, 147-169.
https://doi.org/10.2979/jottturstuass.5.2.10

Erickson, E.J., Mesut Uyar. (2017). A Military Hist ory of the Ottomans: From
Osman to Ataturk. Oxford: ABC CLIO.

Fauzi, A. M. (1981). al-Maliyah al-Amah wa Siyasah al-Maliyah. Beirut: Dar


an-Nahdhah al-Arabia.

Findley, C. V. (n.d.). Bureaucratic Reform in the Ottoman Empire: The


Sublime Porte, 1789-1922. New Jersey: Princeton University Press.

217
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Findley, C.V. (2010a). Turkey, Islam, Nationalism andModernity: A History,


1789-2007. Yale University Press; First Edition (1st printing) edition
(September 21, 2010).

Finkel, C. (2007). Osman ’s dream: The story of the Ottoman Empire, 1300-
1923. New York: Basic Books.

Genç, M. (1984). Yuzyilda Osmanli Ekonomisi ve Savas, Yapit 4: p.52—61.

Genç, M. (1994). Ottoman Industry in the Eighteenth Century: General


Framework, Characteristics, and Main Trends, Manufacturing in the
Ottoman Empire and Turkey, 1500-1900, ed. Donald Quataert. State
University of New York Press, 1994, p.62.

Genç, M. (2000). Osmanlı İmparatorluğu’nda Devlet ve Ekonomi. Ötüken


Neşriyat A.Ş., p.45

Genq, V. (2015). §ah ile Sultan Arasinda Bir Acem Burokrati: idris-i
Bitlisi’nin §ah ismail’in Himayesine Girme £abasi / A Persian
Bureaucrat Between the Shah and the Sultan Idris-i Bidlisi’s Attempt
to Get Shah ismail’s Patronage. Osmanli Ara^tirmalari, INo. 1(53),
15. Retrieved from http://ekonomikarastirmalar.org/-
index.php/UEAD

Geyikdagi, V. N. (2011). Foreign Investment in the Ottoman Empire:


International Trade and Relations 1854-1914 (Library of Ottoman
Studies) (4 st). London: I.B. Tauris (January 28, 2011).

Gokbilgin, M. T. (1970). Kanuni Sultan Suleyman’n Macaristan Siyaseti.


Kanuni Armagan, Ankara: Turk Tarih Kurumu.

Grammont, B. H. B., Benton, H. (1986). L ’Empire ottoman, la republique de


Turquie et laFrance. Istanbul, 1986: Editions Isis.

218
Daftar Pustaka

Grierson, P. (1971). The Monetary Pattern of Sixteenth-Century Coinage,


Transactions of the Royal Historical Society, Fifth Series 21 (1971),
45-60;

Grierson, P. (1971). The Monetary Pattern of Sixteenth-Century Coinage: The


Prothero Lecture 1970. Transactions of the Royal Historical
Society, 21, 45-60. doi: 10.2307/3678919

Gurses, M. (1984). Osmanli Imparatorlugu’nda Devlet Ve Ekonomi (second,


Vol. 2). Istanbul: Yapit.

Gurses, M. (2014). Conflict, Democratization, and the Kurds in the Middle


East: Turkey, Iran Iraq andSyria (1st ed.). New York: Palgrave
Macmillan.

Hagar, Y. (1976). al-Uruba wa Mashir as-Syarq al-Arabi: Harb al-Isti’mar ala


Muhammad Ali ala Nahdhah al-Arabia, Beirut: Mu’asa al-Arabiya
Lidirasat wa an-Nasyr. Beirut: Mu’asa al-Arabiya Lidirasat wa an-
Nasyr.

Hakki, I. (1998). Daulah Utsmani ah wa Alaqatuha al-Kharijiyah, Beirut, Dar


al-Ma'arif.

Hallaq, H. (2008). Mawqif ad-Daulah Usmaniyah min Harakah as-


Shahiyuniyah 18971909. Beirut: Dar an-Nahdha al-Arabiah.

Hamit Kapucu, N. P. (2008). Turkish Public Administration From Tradition to


the Modern Age. Istanbul: USAK Uluslararasi Stratejik Arastirma
Kurumu (2008).

Haqi, I. (1988). Daulah Usmaniyah wa Alaqatuha al-Kharijiyah. Beirut: Dar


an-Nafais.

219
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Hess, A.C. (2009). “The Ottoman Conquest of Egypt (1517) and the Beginning
of the Sixteenth-Century World War”. International Journal of
Middle East Studies, Vol. 4, No. 1, 55-76.
https://doi.org/10.1017/S0020743800027276

Husain, M. (2011). A Concise History of Islam. New Delhi: Vij Books India.

Ibrahim, Y. I. (2005). Siyasah al-Iqtishadiyah fi Ithar ad-Daulah al-Islami.


Kairo: Dar an-Nahdhah Al-Arabiyah.

Imber, C. (2009). The Ottoman Empire, 1300-1650: The Structure of Power


(978 th-0230574519 ed., Vol. 1). London: Palgrave Macmillan.

Imlah, A. H. (2011). conomic Elements in the Pax Britannica; Studies in British


Foreign Trade in the Nineteenth Century. Cambridge: Harvard
University Press.

Inalcik, H. (1970). Ottoman Economic Mind and the Aspects of Ottoman


Economy, Studies in the Economic History of the Middle East: From
the Rise of Islam to the Present Day, ed. Michael A. Cook. Oxford
University Press, 207-18.

Inalcik, H. (1960). “Bursa and the Commerce of the Levant”. Journal of the
Economic and Social History of the Levant 3. p. 131-47.

Inalcik, H. (1970). Studies in the economic history of the Middle East: from
the rise of Islam to the present day. Oxford: Oxford University Press,
1970. Hlm. 209, 217

Inalcik, H. (1973). The Ottoman Empire, the ClassicalAge, 1300-1600.


London: Weidenfeld and Nicolson, p. 121-26.

220
Daftar Pustaka

Inalcik, H. (2000). Economic and Social Economic of Ottoman Empire.


Cambridge: Harvard University Press.

inalcik, H. (2000). The Ottoman Empire: The classical age 1300-1600.


London: Phoenix Press.

Inalcik, H. (2017). Osmanillarda Taiyyet Rusumu. Belletin de Franko, xxiii


(959), 116.

Inalcik, H., & Quataert, D. (1997). An Economic and Social History of the
Ottoman Empire, Cambridge University Press, p.471.

Inalcik, H., & Quataert, D., (1994). An Economic and Social History of the
Ottoman Empire, 1300-1914. Cambridge: Cambridge University
Press.p.341

Inalcik, H., (1970). The rise of the Ottoman Empire, P. M. Holt, A. K. S.


Lambton, and B. Lewis, (eds.). The Cambridge History of Islam, vol.
IA. Cambridge University Press. p. 295-300.

Inalcik, H., Faroqhi, S., & Donald, Quataert. (1997). an Economic and Social
History of the Ottoman Empire. Cambridge University Press, p. 120,
218.

Inayah, G. (1998). al-Maliyah wa Tasryi’ ad-Dharibi. Amman: Dar al-


Bayaariq.

Intabih, N. (n.d.), Marakiz an-Nasyat al-Iqtishadi fi Daulah Usmaniyah,


Majallah Hura, Nasyt al- Iqtidhadi fi ad-Daulah al-Utsmaniyah.

Issawi, C. (1966). The Economic History of the Middle East. Chicago: Chicago
University Press.

221
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Issawi, C. (2006). An Economic History of the Middle East and North Africa
(1 edition (April 19, 2006)). London: Routledge.

Issawi, C. (2010). An Economic History of the Middle East and North Africa,
Routledge, London

Issawi, Charles Philip, ed. (1980). The Economic History of Turkey, 1800-
1914. Publications of the Center for Middle Eastern Studies ; No. 13.
Chicago: University of Chicago Press.

Itzkowitz, N. (1980). Ottoman Empire andIslamic Tradition (Phoenix Book)


(1st Edition). Chicago: University of Chicago Press.

Ives, H. E., & Grierson, P. (1954). The Venetian Gold Ducat and its Imitations.
New York, NY: The American Numismatic Society.

Iyas, I. (1984). Bada’i az-Zuhur fi Waqai’ ad-Duhur. Kairo Dar al-Hadits, Jilid
4 h.384

Jadallah, A. K. (1953). Alaqah al-Imtiyazat al-Ajnabiyah bi al-Islah al-


Qansoliy fi Ahd IsmailBasya (1875-1868M) (1 st, Vol. 2). Cairo:
Cairo Universiti.

Jaha, S. (2016), al-Mushwarf Tarikh. Dar al-Ilm Lil Malayin, Jilid 8.

Janin, H., & Kahlmeyer, A. (2007). Islamic law: The Sharia from
Muhammad’s time to the present. Jefferson, NC: McFarland & Co.

Kabadayi, M. (n.d.). Inventory for the Ottoman Empire Turkish Republic


1500-2000.

222
Daftar Pustaka

Kafadar, C, (1986). When Coins Turned into Drops of Dew and Bankers
Became Robbers of Shadows: The Boundaries of Ottoman Economic
Imagination at the End of the Sixteenth Century. Disertasi Ph.D yang
belum dipublikasikan, McGill University, p.114

Kafadar, C. (1977). A Rome of One ’s Own: Cultural Geography andIdentity


in the Lands of Rum. London: Palgrave.

Kafrawi, A. M. (2000). Buhuts fi al-Iqtishadal-Islami (first, Vol. 2).


Iskandariyah: Muasasah al-Jamiah.

Khaldun, I. (1988). Muqadimah Ibnu Khaldun. Beirut: Muasasah ar-Risalah.

Khaled, E.-R. (2015). Islamic IntellectualHistory in the Seventeenth Century:


Scholarly Currents in the Ottoman Empire and the Maghreb.
Cambridge: Cambridge University Press.

Khalidi, W. (2009). Filistin wa Sira’atuha ma’a Shahiyuniyah waIsrail. Beirut:


Muasasah Risalah.

Kharudaki, M. (2003). Al-KurdwaSiyasah al-Kharijiyah Amerika. Beirut: al-


Farabi.

Kramer, M. (1999). Ambition, Arabism, and George Antonius in Arab


Awakening and Islamic Revival: The Politics of Ideas in the Middle
East. New Brunswick: Transaction.

Lauren, B. (2001). Law and Colonial Cultures: Legal Regimes in World


History, 14001900. Cambridge.

Lewis, B. (1972). Istanbul and the Civilization of the Ottoman Empire.


(Revised). Oklahoma: University of Oklahoma Press.

223
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Lowenthal, M. (1962). The Diaries of Theodor Herzl. New York: The


Universal Library.

Lybyer, A. (1913). The Government of the Ottoman Empire in the Time of


Suleiman the Magnificent, Harvard University Press, p.180—181

Mansur, S. A. (1998). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di


Indonesia. Bandung: Mizan.

Mantran, R. (1989). Histoire de l'Empire ottoman. Fayard, p.23-24

Masiri, A, W. (2002). Muqadimah li Dirasah as-Shira ’ al-Arabi al-Israili.


Dimasqus: Dar al-Fikr.

McMurray, J.S. (2001). Distant Ties: Germany, The Ottoman Empire and the
construction of the Baghdad Railway, Preager, London.

Meirison. (2017). “The Development of Islamic Economics in Various Parts


of the World”, Jebi (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 2 No.2
(2017), 189-205. Retrieved from https://journal.febi.-
uinib.ac.id/index.php/jebi/article/view/118. Merevolusi Revolusi
Hijau - Pemikiran Guru Besar IPB (Buku III) (Third Edition). Bogor:
IPB Press.

Mikhail, A. (2012). Nature andEmpire in Ottoman Egypt: An Environmental


History (Studies in Environment and History) (Reprint edition).
Cambridge University Press.

Murad, B. (2009, May 19). The Ottoman Empire. Retrieved November 15,
2018, from The Ottoman Empire Trading Acces website:
WWW.Ottoman.org

224
Daftar Pustaka

Noer, D. (1988). Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Ozoglu, H. (1996). State-Tribe Relations: Kurdish Tribalism in the 16th- and


17th

Öztürk, S. (1997). Askeri Kassama Ait Onyedinci Asır İstanbul Tereke


Defterleri. Tarih İncelemeleri Dergisi, 12 (1), 227-230

Palmer, A. (2011). The decline and fall of the Ottoman Empire. London: Faber
and Faber.

Pamuk S. (1987). The Ottoman Empire and European capitalism, 1820-1913:


Trade, investment, and production. Cambridge University Press.

Pamuk, S. (1999). A Monetary History of the Ottoman Empire. Cambridge:


Cambridge University Press. p.40

Pamuk, S. (2003). 100 Soruda Osmanli-Turkiye Iktisadi Tarihi 1500-1914,


Istanbul (first). Istanbul: K KiTAPLIGI.

Pamuk, S. (2003). Price in The Ottoman Empire,1469-1914, lihat Juga A


Monetary History of the Ottoman Empire, Cambridge Press, p.231

Pamuk, S. (n.d.). Price in The Ottoman Empire,1469-1914. Cambridge:


Cambridge University Press.

Pere, N. (1968). Osmanlolarda Madeni Paralar. Doglan KardesE


Matbaacolok, p.90-177.

Piri Reis, B. (1988). Ministry of Culture and Tourism ofthe Turkish Republic
(1st ed., Vol. 4). Istanbul: The Historical Research Foundation,
Istanbul Research Center.

225
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Qotrani, W. (1986). Ittijahat al-Ijtima’iyah wa as-Siyasah fi Jabal Lubnan


waMasyriq al- Arabi: min Mutasharifah Utsmaniyah Ila Daulah
Lubnan al-Kabir. Beirut: Mansyurat Hasun at-Tsaqafah.

Quataert, D. (1983). Social Disintegration and Popular Resistance in the


Ottoman Empire, 1881-1908: Reactions to European Economic
Penetration (New York University Studies In Near Eastern
Civilization) (1 st). New York: New York Univ Pr (September 1,
1983).

Quataert, D. (1994). Manufacturing in the Ottoman Empire and Turkey, 1500-


1950, New York: State University of New York Press. p. 111

Quataert, D. (2002). Ottomman manufactruring in the Age of The Industrial


Revulution (First Paperbac Edition). Cambridge: Cambridge
University Press.

Quataert, D. (2005). The Ottoman Empire, 1700-1922. 2nd ed. New


Approaches to European History. Cambridge, UK ; New York:
Cambrige University Press.

Quataert, D. (2009). “Dilemma of Development: The Agricultural Bank and


Agricultural Reform in Ottoman Turkey, 1888-1908”. Iternational
Journal of Middle East Studies, 6(2), 6, 210-227.
https://doi.org/10.1017/S002074380002451X

Quataert, D., & Inalcik, H. (1994). Donald Quataert, eds.. An Economic and
Social History of the Ottoman Empire, 1300-1914. (3rd ed., Vol. 2).
Cambridge: Cambridge University Press.

226
Daftar Pustaka

Quataert, D., & Inalcik, H. (1995). An Economic and Social History of the
Ottoman Empire, 1300-1914 (2 st, Vol. 2). Cambridge: Cambridge
University Press (January 27, 1995).

Rakhmat, J. (2004). Psikologi Komunikasi, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,


h.218

Rari, Y. bin A. A. (2001). Daur Imtiyazat al-Ajnabiah fi Suqut ad-Daula al-


Usmaniyah. Riyadh: Jamiah Ibnu Saud.

Saharuddin, D., & Muchsin, W. (2015).” ‫أحكام دراسة المقارنة بين أراء الفقهاء والمحدثين‬
‫( الحكرة واإلحتكار في معامالت المالية‬Monopoly Law and Stockpiling
Commodities in Trade Transactions: A Comparison between Scholars
of Fiqh and Hadith Opinions)”. Ahkam: Vol. XV (2)
DOI:10.15408/ajis.v15i2.2870. http://journal.uinjkt.-
ac.id/index.php/ahkam/index

Saharuddin, D., & Rama, A. (2017).” Currency System And It’s Impact On
Economic Stability, Al-Iqtishad”: Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah
(Journal Of Islamic Economics) Vol. 9 (2). DOI:
10.15408/aiq.v9i2.4749.
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad

Saharuddin, D., Meirison, & Yusna, D. (2020). “Ottoman Trade Policy and
Activities in Europe and Asia”. Al-Falah: Journal of Islamic
Economics, Vol. 5 (1). DOI: 10.29240/jie http://journal.iaincu-
rup.ac.id/index.php/alfalah/index

227
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Saharuddin, D., Meirison, Chusna, I., & Mulazid, A. S. (2019). Capitulation


and Siyasah Syar’iyah Al-Maliyah Impact On Economic Stability of
the 18th & 19th Ottoman Turks. Qudus International Journal of
Islamic Studies, 7 (2), 329-366. https://journal.iainkudus.ac.id/index.-
php/QIJIS/article/view/4847

Sahih al-Bukhari (Vol. 2). (1999). Kairo,: Dar al-Hadits, 1999.

Sahillioğlu, H. (n.d.) Bir Multisim Zimem Defteri, 178-80.

Sahin, E, K. M. K. (2019). “Faithful encounters. Authorities and American


missionaries in the Ottoman Empire”. Journal Turkish Studies,
20(2019), 236. https://doi.org/10.1080/14683849.2019.1612639

Salih, Z. (2004). al-Iqtishadal-Islami. Kairo: Dar al-Gharib.

Salihiyah. M. I. (2010). “Siyasah wa Ijraat Ali Akram Beik (Mutasharif al-


Quds) Hiyal Hijrah, wa al-Istitan al-Yahudi fi Madinah al-Quds”,
Majalah Alam al-Fikr. Al- Majlis al-Watani Li Tsaqafah Wa al-Funun
Wa al-Adab, 4(38 April 2010), 131165.

Sayar, A. Güner. (2009). Osmanlı iktisat düşüncesinin çağdaşlaşması: (klasik


dönem'den II. Abdülhamid'e). 4. bs. Ötüken Neşriyat A.Ş., p. 23

Schaendlinger, (1973). Osmanische Numismatik. Klinkhardt and Biermann,


p.92;

Shaw, J. & Shaw, S. (1976). History of the Ottoman Empire and Modern
Turkey (Vol. 2). Cambridge: Cambridge University Press.

Shaw, S. J et al. [n.d]. Diakses dari https://www.britannica.com/-


place/Ottoman-Empire/Resistance-to-change pada tanggal 27 Juli
2020; Jam 13:57

228
Daftar Pustaka

Shaw, S. J. (1975). “The Nineteenth-Century Ottoman tax Reforms and


Revenue System”, International Journal of Middle East Studies,
vol.6, p.33

Shaw, S. J. (1976). History of the Ottoman Empire and Modern Turkey, vol. I:
1280-1808. Cambridge University Press, p. 62-69.

Shaw, S. J. (1991). The Jews on The Ottoman Empire and the Turkish
Republic. New York: University Press.

Smith, R.S. (2007). Governing Property, Making the Modern State: Law,
Administration and Production in Ottoman Syria (Library of Ottoman
Studies). I.B Tauris.

Solet, J. (2007). Desperate Middle East, Turbulance History And Western


Agitation in Arabic World,Kairo: Dar an-Nafais. Kairo: Dar an-
Nafais.

Spooner, F.C. (1972). The International Economy and Monetary Movements


in France. Harvard University Press.

Spufford, P. (1986). Handbook of Medieval Exchange. London, Royal


Historical Society.

Spufford, P. (1988). Money and its Use in Medieval Europe. Cambridge


University Press, p.176-83, p.283-86, p. 363-77, p.406-408,

Stone, N. (2017). Turkey in the Russian Mirror (4th ed.). Cambridge:


Cambridge University Press.

Suryani, A. (2012). (Editor), R. P. (Editor), Iskandar Zulkarnaen Siregar


(Editor). (2012).

229
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Syahatah, S. (2016). Itijah Tasyri'iyah fi Qawanin Biladal-Arabiyah (Vol. 2).


Maktabah al- Wafa.

Syanawi, M. (2015). Addawlah Usmaniyah Daula Islamiyah Muftara Alaiha.


Kairo: Maktabah Anglo Misriyah.

Syrett, E. F.-. (2014). “Kamu ve Ozel Tuketim Harcamalannrn Hizlandiran


Etkisi”. Turkish Studies Journal of Trade, I(20), 11. Retrieved from
http://ekonomikarastirmalar.org/index.php/UEAD/article/view/259

Syuqairi, A. (2006). al-A ’mal al-Kamilah. Beirut: Markaz Dirasat Wihdah al-
Arabia.

Tarihi, T, I, O. (2003). 1500-1914, Gerçek Yayınları, Istanbul, Birinci Baskı,


1988, Altıncı Baskı (K Kitaplığı), 314 s.

Tarihi,T, I, O. (2003). 1500-1914, Gerçek Yayınları, Istanbul, Birinci Baskı,


1988, Altıncı Baskı (K Kitaplığı), 314 s.

Tekeli, I.Q., & İlkin, S. (1997). Enlarged second edition, Türkiye Cumhuriyeti
Merkez Bankası. Türkiye Cumhuriyeti Merkez Bankası, p.53-54; 62-
69.

Tripp, C. (2006), Islam and the Moral Economy: The Challenge of apitalism,
Cambridge University Press

Turkpress, (n.d.), http://www.turkpress.co/node/21091, Diakses tanggal 11


Juni 2018

UDOVITCH, A. (1970). Partnership and Profit in Medieval Islam.


PRINCETON, NEW JERSEY: Princeton University Press.
doi:10.2307/j.ctt7s3bs

230
Daftar Pustaka

Ulgen, E. (1990). Ahmed Midhat Efendi’de Cali§ma Fikri. Unpublished M.A.


Thesis, Istanbul University.

Ulgener, F. (2000). iktisadi inhitat Tarihimizin Ahlak ve Zihniyet Meseleleri


(second

Ülgener, F.S. (1951). IktisadiInhitat Tarihimizin Ahlak ve Zihniyet Meseleleri.


Istanbul Universitesi iktisat Fakultesi

Vlami, D. (1992). Trading with the Ottomans: The Levant Company in the
Middle East. New York: Barnes and Noble.

Walgito, B. (1996). Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: UGM.

Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Capitulations_of_the_Ottoman_Em-
pire. Diakses pada tanggal 25 Juli 2020 jam 8: 47

Wilson, Rodney. (2006). Islamic Economics. A Short History (Themes in


Islamic Studies) (second, Vol. 2). Netherland: Brill.

Yapp, M. (1990). The Making of the Modern Near East, 1792-1923. Longman,
314

Yazbak, M. (1998). Haifa in the Late Ottoman Period, 1864-1914: A Muslim


Town in Transition (First, Vol. 2). Leiden, Netherlands: Brill.

Yildirim, O. (1998). “The Industrial Reform Commission as an Institutional


Innovation During the Tanzimat”. Arab Historical Review for
Ottoman Studies 17-18, p.117-26.

Yildiz, O. (2004). The IndustrialReform Commission as an Institutional


Innovation During the Tanzimat. Phoenix Press.

Zaidan, A. K. (1998). Dirasat fi Tarikh al-Arab al-Hadits. Beirut: Dar-an


Nahdhah al- Arabiah.

231
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Zuhaili, M. (1992). Tarikh al-Qadha fi al-Islam. Beirut: Muasasah Risalah.

Zuhaili, W. (1988). Fiqh Islam wa Adilatuhu. Dar al-Fikr, Jilid 4.

232
Tentang Penulis

TENTANG PENULIS

Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA. Lahir di


Sarik Lawas Payakumbuh, 11 Juli 1972, Associate
Professor, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Bidang Ekonomi dan Keuangan
Syariah. Peneliti CTIEF (Centre for Theorizing on
Islamic Economics and Finance), UIN Jakarta. Scopus
ID 57214228543, WhatsApp & Hp: (62)
81210558293. E-Mail: desmadi.saharuddin@uinjkt.ac.id, desmadisaharud-
din@gmail.com.

Riwayat Pendidikan. Sekolah Dasar Negeri 01 Kota Baru Sarik Lawas


Payakumbuh, Sumatera Barat 1980- 1985. Tsanawiyah Pondok Pesantren
Perguruan Thawalib Padang Panjang, Sumatera Barat 1986-1989. Aliah
(Kuliatul ’Ulum El-Islamiyah) Pondok Pesantren Perguruan Thawalib Padang
Panjang, Sumatera Barat 1990-1993. S1 Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

233
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

1994-1998. Fak. Syari'ah Islamiyah dan Hukum. S2 Pascasarjana Universitas


Al-Qur’an Al-Karim, Khartoum, Sudan 2001-2003. Konsentrasi Syari'ah-
Muamalah. Thesis; Hukum-Hukum Jual-Beli Menurut Imam al-Bukhari dalam
Kitab Hadis "Shahih Imam al-Bukhari". S3 Sekolah Pascasarjana, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007-2010. Konsentrasi Ekonomi
Islam, Disertasi; “Aplikasi Claim Settlement Pada Asuransi Umum Shari'ah:
Studi Analisis Terhadap Shari'ah Compliance”.

Riwayat Pekerjaan dan Organisasi. Dosen Bahasa Arab IAIN Imam


Bonjol Sumatera Barat, 2000. Dosen STEI IBI Triduta Amanah, Pondok Aren,
Tangerang, 2005–2009. Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dpk STAI-
NU Jakarta, 1 Januari 2005–30 Agustus 2012. Dosen Tetap Fak. Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012 – Sekarang. Auditor Internal
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014–2015.
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama Fakultas
Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015 – 2019. Anggota
Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015–
2019. Anggota Senat Universitas (UIN) Jakarta, 2019-2023. Pengurus Pusat
Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Indonesia, 2015–2019. Pengurus Assosiasi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS) Indonesia, 2016- 2019.
Anggota Ikatan Alumni Mahasiswa Al Azhar, Mesir. Anggota Ikatan Alumni
Mahasiswa Sudan. Anggota MUI Pusat, Komisi Dakwah dan Pengembangan
Masyarakat, 2017–2020. Anggota Tim ADHOC Yayasan Pesantren Perguruan
Thawalib Padang Panjang. Reviewer Pada Journal of Islamic Marketing
(JIMA), Member of Emerald Publishing Scopus Index (Q3) sampai sekarang
dan Beberapa Jurnal Nasional lainnya.

Pelatihan Profesional. Pelatihan Kepatuhan Syariah Calon Dewan


Pengawas Syariah (DPS) Lembaga Keuangan Syariah; Dewan Syari’ah

234
Tentang Penulis

Nasional Majelis Ulama Indonesi Institute (DSN-MUI Institute), Jakarta; 22-


24 Maret, 2018. Sertifikasi Kepatuhan & AML Level 1 Bank Konvensional dan
Syariah; Forum Komunikasi Direktur Kepatuhan Perbankan (FKDKP),
Jakarta; 28-31 Maret 2018

Buku dan Penelitian; ‫ دراسة‬-‫األحكام الفقهية في كتاب البيوع من صحيح البخاري‬


‫المقارنة‬: Thesis, University of Al-Qur’an al-Karim dan Islamic Studies,
Khartoum, Sudan, 2003. Aplikasi Claim Settlement Pada Asuransi Umum
Shari'ah : Studi Analisis Terhadap Shari'ah Compliance”, Disertasi, Sekolah
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Model Strategi Pemisa-
han (SPIN OFF) Pada Asuransi Syariah di Indonesia, Program Bantuan Dana
Penelitian Kompetitif Kolektif. Penelitian Ekonomi dan Bisnis (EBI).
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2015. Perubahan Sistim Mata Uang
di Era Kekuasaan Mamluk; Sebuah Kajian Empiris Apakah Uang Komoditas
atau Uang Fiat Sebagai Sumber Ketidakstabilan Ekonomi. Pusat Penelitian dan
Penerbitan, Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2015. Kapitulasi dan Pengaruhnya Terhadap Sistim
Perekonomian Turky Ustmani. Program Bantuan Dana Penelitian Kompetitif
Kolektif. Penelitian Ekonomi dan Bisnis (EBI). Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2016. Westernisasi Sistim Perekonomian Turki Usmani, Reaksi
Dan Resistensi Masyarakat, Program Bantuan Dana Penelitian Kompetitif
Kolektif. Penelitian Ekonomi dan Bisnis (EBI). Kementrian Agama Republik
Indonesia, 2018. Takaful Funeral Dan Strategi Pengembangan Produk
Asuransi Syariah Indonesia (Studi Owm Ppme Aia Takaful, Netherlands),
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Kementrian Agama Republik
Indonesia, 1440 H - 2019 M. Muhammad sang Nabi tercinta, Penerbit: CMB
Press 2007, Terjemahan dari Karya Muhammad Majdi Marjan. Perdagangan
Bursa Efek Dalam Perspektif Hukum Islam; analisa kritis terhadap perdaga-
ngan bursa efek, Penerbit Al-Mugny Kitab Press, Pebruary 2008. ISBN : 978-

235
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

979-1244-05-3 (Terjemahan). Keajaiban solat subuh (The Miracle of Solat


Subuh), Imprint Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publication, 2008, Terjemahan
dari Karya; Dr. Raghrib Al-Sirjani. Ketika Cinta Bersujud, Zikrul Hakim,
2008, Terjemahan dari Karya Najib Al-Kailani. 86 Langkah Meraih Kebaha-
giaan Hidup, Grafindo Khazanah Ilmu, 2008, Terjemahan dari Karya Prof. Dr.
Abdul karim Bakkar. Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah. Jakarta:
Prenada Media Grup, Cet. I, Januari, 2015. Cet. II, 2016. TAFSIR MUSIBAH;
Book Chapter, Suara Muhammadiyah, Cet. September 2020.

Jurnal dan Artikel; ‫ارأي اإلمام البخاري في بيع الحيوان بالحيوان وأثر إختالف العلماء‬
‫ فيها‬: Jurnal Studi Islam Komprehensif Al-Zahra, Fak. Dirasat Islamiah UIN
Syahid. ISSN 1412-226x, Vol.5, No.1, 2006 . ‫اإلطار الفكري إلستثمار األموال في‬
‫ اإلسالم‬: Jurnal Studi Islam Komprehensif Al-Zahra, Fak. Dirasat Islamiah UIN
Syahid. ISSN 1412-226x, Vol.7, No.1, 2008. ‫من األحكام الفقهية في كتاب البيوع من‬
‫ ما يجوز من البيوع وأخالق البائعين صحيح البخاري‬: Jurnal Studi Islam Komprehensif
Al-Zahra, Fak. Dirasat Islamiah UIN Syahid. ISSN 1412-226x, Vol.9, No.1,
2010. ‫ المعاملة الممنوعة بسبب الغبن في كتاب البيوع من صحيح البخاري‬: Journal of
Education and Islamic Studies of Education and Teacher Traning Faculty of
State Islamic University of Sultan Syarif kasim Riau. Vol.3 Number 1 January
–June 2011 ISSN 2086-4841. Problematika Claim Pada Asuransi Kerugian
Syari’ah : Jurnal Agama & Budaya MIMBAR UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Vol. 28. No. 2. Thn. 2011. ISSN 0854-5138. Asuransi Shari’ah dan
Wording Policy, Jurnal Ekonomi Islam, Fakultas Agama Islam Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Vol. 2, No. 1, April 2012. ISSN: 2087-7056.
Asas Indemnitas dan Kafalah dalam Asuransi Syariah: Jurnal AL-IQTISHAD,
Fak. Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vol. V, No.1,
Januari 2013. ISSN: 2087-135X. Asuransi Syariah dalam Praktik. Esensi.
Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol. 4 No. 3. Desember 2014. Fakultas Eko-
nomi dan Bisnis UIN Syarf Hidayatullah Jakarta. ‫أحكام الحكرة واإلحتكار في معامالت‬

236
Tentang Penulis

‫ دراسة المقارنة بين أراء الفقهاء والمحدثين‬:‫المالية‬, Jurnal Ahkam, Fak. Shariah dan
Hukum, 2016. (http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/view/-
2870). Currency System and Its Impact on Economic Stability, Jurnal Al
Iqtishad, 2017. (http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/-
4749). Strategi Pendistribusian Zakat, Infak, Dan Sedekah (Zis) Di Badan
Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Tangerang Selatan, al Tijary Samarinda,
2017. https://scholar.google.co.id/citations?-user=Kce-QJ0AAAAJ&hl=id .
Ta’lim Salam Al Islamy Khilal Al Maddah Al Arabiyah Lil Aghradh Al
Khoshoh Fi Majal Al Iqtishodiy Lil Marhalah Al Jami’iyah. http://www.ejour-
nal.uniramalang.ac.id/index.php/JRLA/article/view/222. The Principles of
Law of Negligence as Causes of Compensation in the Sharia Economic Law in
Indonesia. https://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/-au/article/view/722.
Efficiency And Effectiveness Of Zakat Payroll System And Digital Zakat On
The Acceptance Of Zakat Funds Baznas 2016-2017. http://journal.febi.-
uinib.ac.id/index.php/maqdis/article/view/209. ‫بيوع الشائعة و معامالت المالية الربوية‬
‫في منظور العلماء و المحدثين‬, Rahmatan Lil Alamin Journal of Peace Education and
Islamic Studies, ISSN (Print) 2622-089X ISSN (Online) 2622-0903, Vol. 2
No. 1 Juni 2019. http://www.ejournal.uniramalang.ac.id/index.php/JRLA/-
article/view/318/194 Capitulation And Siyasah Syar’iyah Al-Maliyah Impact
On Economic Stability Of The 18th & 19th Ottoman Turks, QIJIS: Qudus
International Journal of Islamic Studies, Volume 7, Number 2, 2019, DOI :
10.21043/qijis.v7i2.4847. Significant Relationship Intellectual Capital And
Macro Economics: A Case Study, International Journal of Research –
Granthaalayah. Volume 8 Issue 4, ISSN- 2350-0530 (O), ISSN- 2394-3629 (P)
https://doi.org/10.29121/granthaalayah.v8.i4.2020.67. Takhrij Fikih dan
Permasalahan Kontemporer, Al-Istinbath, Jurnal Hukum Islam, Vol.5, No.1,
2020. Vol. 5. No. 1, Mei 2020, 51-70 P-ISSN: 2548-3374 (p), 25483382 (e)
DOI: 10.29240/jhi.v5i1.1235. Sharia insight factors: Does it matter to shift

237
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

metropolitan decision behavior towards Islamic bank?, Management Science


Letters. homepage: www.GrowingScience.com/msl, doi: 10.5267/j.msl.-
2020.5.039. Ottoman Trade Policy and Activities in Europe and Asia, Al-
Falah: Journal of Islamic Economics Journal Homepage: http://www.journal-
.iaincurup.ac.id/-index/alfalah DOI: 10.29240/alfalah.-v4i1.781. Attributes Of
Islamic Bank Service Quality: A Survey To Map Metropolitan Customer
Satisfaction, International Journal of Business and Society, Vol. 21 No. 2,
2020, 883-897. http://www.ijbs.unimas.my/images/-repository/pdf/Vol21-
no2-paper24.pdf.

International Prosiding; Westernization Of Economyc System Of Turki


Usmani: Reaction And Resistance. The 2nd International Conference on
Finance, Banking, And Finance Stability in collaboration with Journal of
Financial Stability (SMARTFAB). The 5th Sebelas Maret International
Conference on Business, Economics and Social Science (SMICBES). Fakultas
Economi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret, 2018. Change To Currency
System In Power Of Mamluk Era (An Empiris Study Whether Commodity
Money Oe Fiat Money As A Source Of Economic Instability). International
Research Conference On Management and Bussines (IRCMB). Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), 2016. Indonesia’s Halal Industry Development
Strategy; The Road Map Towards The Global Halal Industry Centre. The 3rd
International Research Conference on Business and Economics (The 3rd
IRCBE) Faculty of Economic and Business. Universitas Diponegoro, 2020.
Innovation Techniques Analisys in Macroeconomy on Ratio of Financial
Islamic Bank, International Conference on Ummah: Digital. Innovation,
Humanities and Economy (ICU: DIHEc) 2020. Universitas Nahdatul Ulama
Surabay (UNUSA) and University Malaysia Kelalantan (UMK), 2020.
Capitulation And Its Impack On Economic Stability 18 th And 19th Century
Ottoman Turkey (An Observation Of Al-Siyasah Al-Syar’iyah Al-Maliyah,

238
Tentang Penulis

International Conference on Islamic Finance, Economic and Business


(ICIFEB). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017. Foreign Pressure,
Westernization, and Capitulation in The Turkish Ottoman Caliphate, 2nd
International Conference on Islamic Finance, Economic and Business
(ICIFEB). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

239
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

TENTANG PENULIS

Dr. Meirison, MA. Lahir di Solok, 2 Mei 1970,


Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang.
Riwayat Pendidikan: SDN 3 Padang 1983, SMPN 6
Banjarmasin 1986, SMAN 19 Bandung 1989, LIPIA
Jakarta 1991, Ma'had Lughah al-Arabiyah Kairo, Mesir
1992, Orman School Cairo, Mesir 1993, Al-Wasliyah
Medan (S1) 1998, IAIN Imam Bonjol Padang (S2 Syari’ah) 2004, UIN
SUSKA (S3 Hukum Islam) 2015.

240
Tentang Penulis

Riwayat Pekerjaan; Staf Penyaluran Dolog Sumatera Utara 1996-1997.


Staf/Kerani Gudang Bulog Baru Mata Air Padang 1997-1999. Staf Penyaluran
Dolog Sumbar 1999-2001, Staf Kepegawaian Dolog Sumbar 2001-2003. Staf
Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Imam Bonjol Padang 2003-2007.
Staf Tata Usaha Fakultas Syari'ah IAIN Imam Bonjol Padang 2007-2008. Staf
Kepegawaian IAIN Imam Bonjol Padang 2008-2010. Kasubag Keuangan
IAIN Imam Bonjol Padang 2010-2011. Kasubag Kepegawaian Fakultas
Tarbiyah IAIN Imam Bonjol Padang 2011-2013. Kasubag Perencanaan,
Keuangan dan Akuntansi Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang
2013. Pengajar Pada Fakultas Ushuluddin 2013- Sekarang. Instruktur Bahasa
Arab pada Pusat Bahasa Universitas Andalas Padang 2013- sekarang.
Penerjemah Pusat Bahasa Universitas Andalas Padang 2015-Sekarang. Dosen
Pascasarjana UIN Imam Bonjol Padang.

Buku dan Karya Ilmiah; Hikmah Manasik Haji (Panjimas Jakarta,1995).


Kebenaran Mutlak, (Penerjemah, Sahara Publisher Jakarta, 2007). Fungsi
Bulog dan Ketahanan Pangan di Indonesia dalam Hukum Islam (Balitbang
Kemenag RI, 2015). Buku ”Dampak Westernisasi Terhadap Perekonomian
Turki Usmani“ Pendis Kemenag RI.

Jurnal dan Artikel; ‫نمط الدعوة في إندونيسيا وتحدياته‬, Al-'Abqari: Journal of


Islamic Social Sciences and Humanities 19. Islamic Sharia and Non-Muslim
Citizens in Kanunname During Sultan Abdul Hamid II of the Ottoman Empire
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 27 2019. Iranian Revolution,
Economic Struggle And Independence Under The Pressure, 2019. Hunafa:
Jurnal Studia Islamika 16 (1), 54-77 2019. Tinjauan Islam Terhadap
Kejahatan Ekonomi, Jinayah 4 (2019), 131-152, 2019. Kurds, Islam, and
Secularism, Madania: Jurnal Kajian Keislaman 23 (1) 2019. Legal Drafting in
the Ottoman Period, Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah 17 (1), 39-53 2019.

241
Aplikasi Keuangan Islam dan Sistim Perekonomian Turki Utsmani

Kepemimpinan Wanita di Dunia Islam dalam Tinjauan Hukum Islam


(Tinjuauan Terhadap Syajarah al-Durr Kafa'ah 1 (Vol 19, No 1 2019 JUNE)
2019. Ta’lim Salam Al Islamy Khilal Al Maddah Al Arabiyah Lil Aghradh Al Khoshoh Fi Majal
Al Iqtishodiy Lil Marhalah Al Jami’iyah, Rahmatan Lil Alamin (Journal of Peace
Education and Islamic Studies) 1 2019. Islamic Government System: Between
Abu Zahra and Ibn Taimiyya, Ijtihad 34 (2), 150-160 2018. Riba and
Justification in Practice in Scholars' Views, Jurnal Transformatif 2 (1), 60-85
2018. Problematika Pasar Bersama Umat Islam Dan Solusinya, Maqdis:
Jurnal Kajian Ekonomi Islam 3 (1), 61-70 2018. Monsanto’s Business of Death
in Islamic Perspective In Indonesia, Justicia Islamica 1 (IAIN Ponorogo), 179-
195 2018. Permasalahan Bank Islam Dan Bank Sentral. Al-Masraf: Jurnal
Lembaga Keuangan dan Perbankan 2 (2), 125-134 2017. The Development Of
Islamic Economics In Various Parts Of The World, Jebi (Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Islam) 2 (2), 197-206 2017. Al-Fiqh Al-Islāmiy wa Āṡāruhu ‘alā al-
Qānūn al-Ūrūbiy, Journal of Islamic Studies and Humanities 2 (2), 193-217
2017. Food Security in Maqasid Syari’ah Point of View, ICPESS (International
Congress on Politic, Economic and Social Studies) 2017. Global Economic
Terrorism, Forms and Their Impacts, ICPESS (International Congress on
Politic, Economic and Social Studies) 2017. Implementasi Tanqih Al-Manath
dalam Penerapan Hukum, Nizham Journal of Islamic Studies 2 (1), 94-111
2017. Jenis Kepemilikan dalam Sistem Ekonomi Islam, Maqdis: Jurnal Kajian
Ekonomi Islam 2 (1), 93-109 2017. Bank Syari'ah Menghadapi Tantangan dan
Harapan, Al-Masraf: Jurnal Lembaga Keuangan dan Perbankan 2 (1), 73-83
2017. Hakikat Dan Majaz Dalam Al-Qur’an Dan Sunnah, UINIB Padang.

Seminar Nasional dan Internasional; Seminar Nasional, 10 November


2013 Pekanbaru. Seminar Internasional, Pekanbaru, 5 Januari 2014. Seminar
AICIS, 4-6 November Lampung Selected Presenter (Proceeding) 2016.
Seminar Internasional, Padang, 23 November. Seminar International, Islamic

242
Tentang Penulis

Conference and its Chalenge, Amman Yordania 27-30 April, Oral Persentation
2017. Seminar International, ZaimUniversitesi, Istanbul, 15-18 July 2017, Oral
Presentation. International Seminar ICPESS, Ankara 2017. Seminar
Internasional, Universitas Brunai Darussalan 24-26 April 2018 (Invited
Presenter). Seminar Internasional, Universitas Mara, 29 April 2018.

243
Dr. Desmadi Saharuddin, Lc., MA
Dr. Meirison, MA
B uku ini adalah hasil penelitian pustaka yang dilakukan oleh penulis
dengan menggunakan literatur-literatur perpustakaan dan dokumen-
dokeman sejarah serta manuskrip-manuskrip yang terkait dengan
pembahasan yang didapat dari situs-situs internet. Metodologi penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
metode sejarah kritis-analitis dengan terlebih dahulu melakukan
pengumpulan sumber (Heuristik). Pendekatan sejarah yang digunakan
adalah tinjauan dari sisi sosiologi ekonomi, seperti adanya gerakan,
pemberontakan, budaya, etnis setelah memberikan lukisan sistim sosial
ekonomi dari kurun-kurun tertentu. Pengkajian dari permulaan
terbentuknya sebuah masyarakat sampai menjadi masyarakat yang
kompleks juga disinggung dalam pembahasan. Adapun pendekatan politik
ekonomi merupakan poin yang sangat penting dalam metode penelitian ini,

KEUANGAN ISLAM
SISTIM PEREKONOMIAN TURKI UTSMANI
karena sejarah konvensional identik dengan kekuasaan. Begitu juga dengan
pola perilaku individu dan kelompok dapat membantu menjelaskan apakah
sistim itu berfungsi dengan baik atau tidak, serta perkembangan hukum dan
kebijakan sosial ekonomi yang meliputi etnis, agama, opini publik, birokrasi
dan administrasi. Politik dalam hal ini dikaitkan dengan kemampuan
pemerintah dalam menerapkan sistim keuangan Islam yang merupakan
prinsip dasar dari sistim Daulah Utsmaniyah. Sebuah sistim yang dijalankan
oleh pemerintah sebagai bentuk pengelolaan masalah-masalah umum yang
diukur dengan Syari'at Islam secara menyeluruh. APLIKASI

Anda mungkin juga menyukai