Anda di halaman 1dari 6

harkat dan martabatnya, tanpa membeda-bedakan ras dan warna kulit, tanpa melihat

apakah ia pejabat atau rakyat biasa, semuanya sama, memakai pakaian putih tanpa
Khutbah Idul Adha Terbaru: Haji, Qurban dan Solidaritas Sosial dijahit, semuanya siap untuk memenuhi panggilan Allah.

‫السالم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬ Mengadakan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji, sebagaimana diketahui, wajib
dilakukan setiap Muslim yang memiliki kemampuan (istita`ah), baik dari segi kemampuan
‫اس ِللَّذِى ِِب َب ّك ًة ُم َباَرَ ًكا َوه ًُدى ل ِْلعَ الَ ِم ْينَ ورَ َفعَ للمُْؤ ِم ِن ْينَ عَ لَما ً ِبال َّت ْك ِبي ِْر وال َّت ْهلِي ِْل وال َّتحْ ِم ْي ِد‬
ِ ‫ت وُ ضِ عَ لِل َّن‬ ٍ ‫× ُس ْبحانَ َمنْ جَ عَ َل أوّ َل َب ْي‬9 ‫هَّلَلا ُ َأ ْك َب ُر‬ financial (keuangan), kesehatan dan kejiwaan, begitu juga kesejahteraan keluarga yang
ِ ‫ َو ْالحَ مْ ُد هَلِل‬. َ‫مي ِن ُس ْبحَ انَ ربِّ الع ِّز ِة عمَّا يَصِ فُ ْونَ َوسَ الَ ٌم عَ لَى المُرْ سَ ِل ْين‬ ‫َأ‬
ِ ‫ْن وجَ عَ َل عْ َظ َم َشع‬
ِ َ‫ّاِئر ِه حَ َّج َب ْي ِت ِه الحَ راَ ِم ِبحَ رَ ِم ِه اال‬ ِ ‫شِ عَ ارً ا ِله ََذا الدي‬ ditinggalkan. Bukan setelah kembali berhaji justru malah stress karena dililit oleh utang.
‫الرسول‬
ِ ‫ الله َّم ص ِّل وسلِّ ْم على مح ّم ٍد‬.‫رَ بِّ العّالَ ِم ْينَ َأ ْش َه ُد َأنْ الَ ِالَ َه ِإالَّ هلَّلا ُ ْالعَ ِز ْي ُز الرّ ِح ْي ُم َوَأ ْش َه ُد َأنَّ مُحَ م ًّدا عَ ْب ُدهُ َورَ س ُْول ُ ُه ال َّنبيُّ الكري ُم‬ Karena ada di antara kalangan saudara-saudara kita naik ke tanah suci bukan karena
َ َّ‫هللا حَ َّق ُت َقا ِت ِه واعْ َلم ُْوا أن‬
َ‫هللا مَعَ ال ُم ّتقِ ْين‬ َ ‫ َفيَا َأ ّيهَا الم ُْخلِصِ ْينَ إ ّتـ ُق ْوا‬. َ‫ال َّس َن ِد العظِ ي ِْم َوعَ َلى آلِ ِه َوَأصْ حَ ِاب ِه اال ْبرَ ِر َأجْ َم ِع ْين‬ adanya kemampuan seperti di atas tetapi didorong oleh hawa nafsu ikut-ikutan dari
keluarganya atau tentangganya atau maelo riaseng hajji kalamanna minreng doi narekko
‫هللا أكبر هللا أكبر أهلل أكبر وهلل الحمد‬ menremui haji. Hal itulah kewajiban ibadah haji ini dijelaskan dalam firman Allah SWT
Surat Ali Imran (3) ayat 97.
Pada hari ini (tgl 10 Dzul Hijjah) kita umat Islam melangsungkan Hari Raya, dan dipagi
hari yang mulia serta penuh berkah ini, kita bersama ratusan juta umat Islam lainnya Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang
diseluruh dunia melaksanakan shalat ‘Idul Adha, baik dilapangan terbuka atau dimesjid- sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. barangsiapa mengingkari (kewajiban haji),
mesjid. Semuanya duduk sama rendah berdiri sama tinggi, menurut aba-aba sang Imam, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.
meletakkan kepala diatas tanah, bersujud. Semua mengakui betapa kecil dan lemahnya
manusia dihadapan Allah yang Maha Besar. Mengadakan perjalanan ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang juga disebut
sebagai “rihlah mubarakah” (perjalanan penuh berkah), bukan hanya sekadar pergi untuk
Advertisement
pemenuhan kewajiban Islam sesuai dengan perintah Allah SWT. Dan, bahkan hal
Shalat ‘Id ini merupakan ikrar bersama di bawah satu naungan dan satu aba-aba untuk
“kesanggupan” atau “kemampuan” (istita`ah) yang disebutkan dalam ayat tersebut lebih
menjunjung kalimat Allah yang luhur. Semua bertekad untuk mengabdikan diri hanya
daripada sekedar soal kemampuan pendanaan dan hal-hal bersifat material dan fisik
kepada Allah, Dzat yang Maha Adil, demi mencapai kehidupan yang penuh ridla dan
lainnya. Tetapi juga mencakup kemampuan dalam hal-hal yang bersifat spiritual dan
ampunan Allah.
psikologis.

Di hari yang mulia ini pula, puluhan juta Kaum Muslimin sedang melaksanakan ibadah haji
Karena itulah, meski kita sering menyaksikan banyak orang yang memiliki kemampuan
di tanah suci Mekah, mereka datang berbondong-bondong dari berbagai penjuru dunia,
material dan fisik, tetapi tetap belum melaksanakan ibadah haji. Di sinilah kemampuan itu
ibadah ini merupakan kongres tahunan umat Islam Internasional, dan sekaligus sebagai
pernyataan bahwa semua manusia adalah hamba-hamba Allah yang sama kedudukan,
berkaitan juga dengan hal-hal bersifat spiritual seperti yang tercermin misalnya dalam Ka’bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga dari segi
ungkapan “panggilan Nabi Ibrahim” terlihat memiliki konteksnya yang lebih jelas. kemanusiaan. Di sana, misalnya, ada Hijr Isma’il yang arti harfiahnya “pangkuan Ismail”.
Di sanalah Isma’il putra Ibarahim pernah berada dalam pangkuan ibunya yang bernama
Dan sebab itu pulalah seharusnya kita selalu memanjatkan doa agar setiap kita dan Hajar, seorang wanita hitam, miskin bahkan budak, yang konon kuburannnya berada di
Muslimin dan Muslimat lainnya memiliki kemampuan untuk mendapat “panggilan Nabi tempat itu.
Ibrahim”, pergi ke Tanah Suci menunaikan ibadah haji. Dan untuk mendapatkan
kemampuan menerima “panggilan Nabi Ibrahim”, maka hendaklah kita senantiasa Budak wanita ini ditempatkan Tuhan di sana untuk menjadikan pelajaran bahwa Allah
meningkatkan kualitas rohaniah dan spiritualitas kita melalui berbagai ibadah dan amal memberi kedudukan untuk seseorang bukan karena keturunanannya atau status
saleh dalam berbagai aspek kehidupan kita. sosialnya, tetapi karena kedekatannya kepada Allah dan usahanya untuk Hajar (berhijrah)
dari kejahatan menuju kebaikan dari keterbelakangan menuju peradaban.
Muslimin dan Muslimat Rahimakumullah;
Sa’i adalah lari-lari kecil dari bukit Shafa menuju ke bukit Marwah. Sa’i arti harfiahnya
Selanjutnya, ibadah haji jelas lebih daripada sekadar pelaksanaan secara sempurna adalah uasaha, Shafa artinya adalah kesucian dan ketegaran, ini sebagai lambang bahwa
seluruh tata cara formal ritual haji seperti ditentukan hukum Islam (fiqh) yang mencakup untuk mencapai tujuan hidup ini harus dengan usaha sungguh-sungguh yang dimulai
pemakaian pakaian ihram, wukuf di Padang Arafah, melempar jumrah, tawaf, sa`i dan dengan kesucian dan ketegaran dan harus diakhiri di Marwah yang berarti Ideal manusia,
lain-lain. Jika semua ketentuan fiqhiyah ini dilaksanakan sebaik-baiknya sesuai rukun, sikap menghargai, bermurah hati, dan memaafkan orang lain. Artinya adalah tugas
syarat, dan tata urutannya, maka tentu saja secara formal ibadah haji yang dilaksanakan manusia berupaya semaksimal mungkin dengan bersih serta ketegaran hati untuk
telah sah.Tetapi lebih dari itu, ibdah haji mengandung makna kemanusiaan dan menghargai karya orang dan memaafkan bila ada kesalahan.
pengalaman nilai-nilainya tidak hanya terbatas pada persamaan nilai kemanusian. Ia
mencakup seperangkat nilai-nilai luhur yang seharusnya menghiasi jiwa pemiliknya. Kemudian wukuf di Arafah, padang yang luas lagi gersang. Di sanalah mereka
Pengamalan-pengamalan dalam manasik haji tidak hanya dimaknai sebagai sebuah menemukan ma’rifah (pengetahuan) sejati tentang dirinya, akhir perjalanan hidupnya
amalan rirual belaka akan tetapi mengandung makna-makna yang sangat dalam. serta di sana pula ia menyadari langkah-langkahnya selama ini.

Ibadah haji dimulai dengan niat sambil menanggalka pakaian biasa dan mengenakan Di sana pula ia menyadari bahwa betapa besar dan agungnya Allah yang kepada-Nya
pakaian ihram, yaitu dengan menggunakan dua helai pakaian yang berwrna putih-putih bersembah seluruh makhluk, sebagaimana diperagakan secara miniatur di padang Arafah.
dan pada saat itu tidak ada lagi perbedaan-perbedaan manusia, baik perbedaan status Kesadaran-lesadaran itulah yang mengantarkannya di padang Arafah untuk menjadi ‘arif
sosialnya, warna kulitnya, bangsanya, semuanya melebur menjadi satu.. Simbol ini (sadar) dan mengatahui.
memberikan makna bahwa pada dasarnya manusia tidak ada perbedaan antara satu
dengan yang lainnya di hadapan Allah.
Menurut Ibn Sina, apabila kearifan telah menghiasi diri seseorang, maka Anda akan “Ketika engkau sampai di miqat dan menanggalkan juga pakaian berjahit, apakah engkau
menemukan orang itu “selalu gembira, banyak senyum karena hatinya telah gembira berniat menanggalkan juga pakaian kemaksiatan dan mulai mengenakan busana
sejak ia mengenal Tuhan” Di mana-mana ia melihat satu saja, melihat Yang Mahasuci itu. ketaatan?”
Semua makhluk dipandangnya sama.
“Apakah juga engkau tanggalkan riya’ (suka pamer, maelo roaseng), kemunafikan, dan
Ia tidak akan mengintip-intip kelemahan atau mencari-cari kesalahan orang. Ia tidak akan syubhat ?”
cepat tersinggung walau melihat yang mungkar sekalipun. Karena jiwanya selalu diliputi
oleh rahmat dan kasih sayang. Demikanlah gambaran singkat makna-makna dibalik “Ketika engkau ber-ihram, apakah engkau bertekad mengharamkan atas dirimu semua
simbol-simbol amalan-amalan di dalam ibadah haji. yang diharamkan oleh Allah?”

Hal itulah yang diharapkan di dalam pelaksanaan ibdah haji sehingga apa yang pernah “Ketika engkau menuju Makkah, apakah engkau berniat untuk berjalan menuju Allah ?”
dijanjikan oleh Nabi sebagai haji mabrur dengan ganjarannya adalah surga. Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ketika engkau memasuki Masjid Al-Haram, apakah engkau berniat untuk menghormati
hak-hak orang lain dan tidak akan menggunjingkan (menceritrekan kejelakan) sesama
‫عَ نْ َأ ِبي هُرَ ْيرَ َة رَ ضِ يَ هَّللا ُ عَ ْن ُه َأنَّ رَ سُو َل هَّللا ِ صَ لَّى هَّللا ُ عَ لَ ْي ِه َوسَ لَّ َم َقا َل ْالحَ ُّج ْال َم ْبرُو ُر لَ ْيسَ َل ُه جَ َزا ٌء ِإاَّل ْالجَ َّن ُة‬ umat Islam ?”

“Dan haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga”. “Ketika engkau sa’i, apakah engkau merasa sedang lari menuju Tuhan diantara cemas dan
harap ?”
Mabrur-nya haji tidak diukur dari cara memperoleh bekal/rezeki. Tidak juga dari tempat
tinggal atau dari tingkat kepayahannya dalam melaksanakan haji. Haji adalah perjalanan “Ketika engkau wuquf di Arafah, adakah engkau merasakan bahwa Allah mengetahui
ruhani dari rumah-rumah yang selama ini mengungkung mereka menuju Rumah Tuhan. segala kejahatan yang engkau sembunyikan dalam hatimu ?”
Haji yang mabrur adalah haji yang berhasil mencampakkan sifat-sifat hewaniah dan
menyerap sifat-sifat rabbaniyyah (ketuhanan). Untuk menjadi Haji yang mabrur itu perlu “Ketika engkau berangkat ke Mina, apakah engkau bertekad untuk tidak mengganggu
transformasi spiritual seperti yg digambarkan oleh percakapan antara Zainal Abidin orang lain dengan lidahmu, tanganmu, dan hatimu ?”
(Seorang sufi besar) dengan Asy-Syibli yang baru datang kembali dari menunaikan ibadah
haji. Zainal Abidin bertanya kepadanya, “Dan ketika engkau melempar jumrah, apakah engkau berniat memerangi Iblis selama
sisa hidupmu ?”
Ketika itu, Asy-Syibli menjawab “tidak”, Zainal Abidin mengeluh, ” Ah …., engkau belum yang mengendalikan harta itu, dan mengeluarkan sebagian daripadanya, sehingga dapat
miqat, belum ihram, belum thawaf, belum sa’i, belum wuquf, dan belum sampai Mina.” mendatangkan manfaat yang maksimal baik bagi diri, masyarakat, dan agama Allah.
Asy-Syibli menangis. Pada tahun berikutnya, dia berniat merivisi manasik hajinya.
‫هللا أكبر هللا أكبر أهلل أكبر وهلل الحمد‬
Kata “mabrur” dalam hadits ini memiliki keterkaitan dengan kata al-birr yang berarti
“kebajikan” atau “perbuatan baik” yang dikerjakan atas dasar taqwa kepada Allah SWT. Kemampuan mengendalikan harta dan, sebaliknya, tidak dikuasai harta atau bahkan apa
Kata al-birr ini sering sekali digunakan di dalam banyak ayat al-Qur’an. Salah satunya saja yang dicintai seseorang dalam kehidupannya—termasuk anak, keluarga dan karib
yang sangat relevan dengan khutbah kali ini adalah firman Allah yang artinya: kerabat—merupakan salah satu tujuan dan ibadah qurban yang juga dilaksanakan dalam
rangkaian hari raya Id al-Adha ini.
“Kamu tidak akan mendapat kebajikan sebelum kamu mendermakan sebagian harta yang
kamu cintai dan apa yang engkau nafkahkan sesuatu Maka sesungguhnya Allah Lebih jauh lagi, kewajiban melaksanakan ibadah qurban tidak lain merupakan ungkapan
mengetahui-Nya”. (Qs. Ali Imran: 92) rasa syukur dan terimakasih kepada Allah SWT atas berbagai rezeki dan nikmat yang telah
diberikan kepada hambaNya yang beriman dan berislam. Perintah itu terkandung dalam
Bagi mereka yang memiliki kemampuan pendanaan, pengeluaran biaya untuk menunaikan Surat al-Kautsar (108), yang artinya:
ibadah haji dapat dipandang sebagai sebuah bentuk “derma”, “infaq” atau “shadaqah”
seorang pribadi kepada Allah SWT. Karena seluruh dana yang dibelanjakan untuk Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah
keperluan ini hanyalah untuk mencapai keredhaan Allah, bukan untuk tujuan dan niat lain. shalat karena Tuhanmu, dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci
kamu dialah (orang) yang terputus”.
Tetapi lebih dari itu, al-birr dalam ayat di atas juga mengandung makna mendermakan
atau menginfaqkan harta yang dicintai kepada orang-orang yang membutuhkan. Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah SWT;
Mendermakan harta—sekalipun mungkin hanya sebagian kecil dari yang kita miliki—tidak
selamanya mudah. Maka jelas bahwa ibadah qurban dan ibadah haji yang mabrur semestilahnyalah tercermin
pula dalam meningkatnya perbuatan al-bir pasca pelaksanaan haji atau ketika sudah
Apalagi jika harta yang dimiliki itu diyakini diperoleh secara halal dengan usaha-usaha kembali ke kampung halamannya, yaitu termasuk di dalamnya adalah memberikan dan
yang sah, halal yang sering sekali tidak selalu mudah atau bersusah payah. Namun, di meningkatkan derma, infaq dan shadaqah, atau mengorbankan sebagian yang kita miliki
sinilah letak kunci prinsip ajaran Islam bahwa harta yang kita miliki itu adalah “ujian”; kepada mereka yang membutuhkan. Jika semua hal ini dapat kita lakukan, maka kita
ujian apakah kita akan dikuasai dan diperbudak atau diatur oleh harta, sehingga tidak dapat mewujudkan solidaritas sosial atau kesetiakawanan di dalam masyarakat kita.
mau mendermakan sebagian kecil daripadanya. Atau sebaliknya, kita sang pemilik justru
Kebutuhan untuk meningkatkan perwujudan dan realisasi mabrur dan al-birr yang Sifat-sifat tersebut selalu mengalahkan segala cara mulai tingkatan penipuan, korupsi,
menghasilkan solidaritas sosial itu jelas terasa sangat mendesak di tanah air kita dalam kolusi sampai kepada tindakan yang sadis lainnya. Untuk itulah dengan cara seperti ini
beberapa tahun terakhir; persisnya sejak mulai berlangsungnya multi-krisis, mulai krisis umat Islam diajarkan budaya memberi dan menjauhi budaya mengambil hak orang lain.
moneter, krisis ekonomi yang selanjutnya disusul krisis politik, yang tak kalah pentingnya
untuk harus diselesaikan adalah krisis moral yang melanda sebagian nasyarakat kita. Menumbuhkan budaya peduli orang lain, bukan budaya mempreteli orang lain.Oleh karena
hingga kini masih terus berlanjut. itu, haji yang mabrur memberikan juga pengertian bahwa di dalam melaksanakan ibadah
tidak hanya bertumpu pada ibadah ritual-personal semata, tetapi juga memperhatikan
Sekarang ini diperkirakan terdapat sekitar 37 juta orang Indonesia yang hidup di bawah ibadah sosial dalam arti bahwa ibadah haji itu bukan hanya sebatas di Tanah Suci Mekan,
garis kemiskinan, sehingga tidak mampu mememuhi kebutuhan-kebutuhan pokok untuk tetapi memberikan dampak positif, baik pada diri sendiri maupun kepada orang lain.
hidup secara baik, sehat dan layak. yang sebagian besarnya adalah saudara kita yang Karena kedua ibadah tersebut berjalan secara beriringan, saling terkait antara satu
seiman. Keadaan yang masih serba sulit itu bertambah lagi dengan terjadinya kenaikan dengan yang lainnya. Namun, diakui pula masih ada di antara saudara-saudara kita kaum
harga berbagai kebutuhan hidup, karena pencabutan subsidi oleh pemerintah. muslimin masih mementingkan ibadah ritual-personal atau ibadah mahdhah, ibadah sosial
masih sangat minim pelaksanaannya.
Artinya adalah untuk keluar dari persoalan di atas diharapkan semua pihak, khususnya
para pemimpin kita benar-benar memposisikan dirinya sebagai pemimpin dengan Hal ini dapat dilihat adanya sebagian saudara-saudara kita sudah berkali-kali naik haji dan
memberikan contoh tauladan bagi yang rakyatnya. Bukan sebaliknya, menjadikan suasana umrah mungkin tidak disadari, keluarganya, tetangganya ada yang tidak bisa atau susah
krisis ini untuk mencari keuntungan di atas penderitaan rakyat. Rakyat dijual, di atas menyambung hidupnya, demikian juga ada jutaan anak-anak bangsa kita yang putus
namakan untuk kepentingan pribadi kelompok, partai dan sebagainya dalam rangka sekolah, karena kekurangan biaya. Dan itu jauh lebih berharga dan bermakna dan
mendapatkan jabatan. Tidak menjadikan orang-orang lemah sebagi obyek eksploitasi. pahalanya besar jika harta itu diberikan kepada mereka yang membutuhkan dari pada
dipergunakan untuk ke tanah suci berkali-kali.Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Dalam kesempatan suasana hari raya kurban ini kita semua dituntut untuk introspeksi diri, wa Lillahi-l-Hamd;
kita semua dituntut untuk membangun kebersamaan, bukan keserakahan apapun
kapasitanya dan kedudukannya. Melalui idul kurban ini kita jadikan sebagai sarana Sebaliknya, ketidak pedulian kita pada realisasi mabrur dan al-birr dapat mengakibatkan
pembiasan memberi kepada orang lain, sekaligus menjadikan sarana untuk menjauhkan terjadinya pelestarian kemiskinan. Dan kemiskinan tidak hanya dapat memunculkan
diri dari sifat tamak, loba, dan serakah. Karena terjadinya penyimpangan dalam kehidupan kerawanan sosial, tetapi juga mengakibatkan munculnya “the lost generation”, lenyapnya
sosial yang berupa eksploitasi kaum lemah dan rakyat adalah berawal dari sifat tamak, generasi bangsa yang memiliki kemampuan intelektual dan kecerdasan. Dalam konteks
loba dan serakah. Islam, “the lost generation” juga berarti hilangnya generasi muda yang memiliki `aqidah
dan keimanan. Kemiskinan dan kefakiran sebagaimana sudah diperingatkan Rasulullah
SAW memang dapat menimbulkan kekufuran, sebagaimana dikemukakan dalam hadits:
‫كاد الفقر أن يكون كفرا‬ Ya Allah Yang Maha Pengampun. Sungguh banyak kesalahan dan kekhilafan yang telah
kami perbuat yang menyebabkan Engkau murka kepada kami. Ampunilah Ya Allah segala
“Hampir saja kefakiran (kemiskinan) itu menjadikan kekufuran”. kesalahan dan kekhilafan kami ini, sehingga terbuka berbagai kemudahan bagi kami untuk
menghadapi berbagai masalah yang kami hadapi.
Karena itu, dalam kesempatan Idul Adha ini, marilah kita kembali meneguhkan keislaman
dan keimanan kita; memperkuat solidaritas sosial kita; dan mengulurkan bantuan kita Ya Allah Yang Maha Mendengar. Dengarkan dan kabulkanlah permohonan kami ini.
kepada anak-anak bangsa yang hidup dalam kenestapaan. Dengan begitu, kita semua
dapat mengambil hikmah Idul Adha dan Idul Qurban untuk selanjutnya merealisasikan ‫ ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي‬. ‫اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات األحياء منهم واألموات برحمتك ياأرحم الرحمين‬
secara aktual dalam berbagai aspek kehidupan kita. ‫األخرة حسنة وقنا عذاب النار‬

‫جَ عَ لَ َنا هللاُ َوِإيَّا ُك ْم ِممَّنْ َيسْ َت ِمع ُْونَ ْال َق ْو َل َو َي َّت ِبع ُْونَ اَحْ َس َن ُه‬

Khutbah Idul Adha Kedua

‫ الحمد هلل رب العالمين حمدا يوافي نعامه ويكافي مزيده‬.‫ هللا أكبر وهلل الحمد‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫ هللا أكبر‬،‫هللا أكبر‬
‫ياربنالك الحمد كما ينبغيـ لجال ل وجهك الكريم وعظيم سلطانك اللهم صل وسلم وبارك علي محمد وعلي ال محمد كما صليت وسلمت‬
‫ أوصيكم وإياي نفسي بتقوى هللا فقد فاز المتقون‬،‫وباركت على إبراهيم أما بعد فيا أيها المسلمون‬.

Marilah kita akhiri khutbah ini dengan memanjatkan doa dengan khusyu’ ke haribaan Allah
SWT.Ya Allah ya Tuhan kami, pada hari ini kami datang untuk menyatakan puji dan
syukur kepada-Mu, serta memohon ampunan atas berbagai kesalahan yang kami perbuat,
kesalahan kedua orang tua kami, saudara-saudara kami, dan para pemimpin kami.

Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Limpahkanlah rasa kasih sayang-Mu kepada
kami, sehingga kami dapat mewujudkan persaudaraan di antara kami dan menjauhkan
sifat tamak, serakah dan mementingkan diri sendiri. Dengan kasih sayang-Mu itu kami
mendambakan terwujudnya masyarakat yang harmonis, saling percaya mempercayai,
tolong menolong, saling menghargai terbuka bertanggung jawab dan saling mencintai.

Anda mungkin juga menyukai