Anda di halaman 1dari 43

MODUL - 2

PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

KONSULTAN PENDAMPINGAN PENERAPAN SMM PT. AMYTHAS


MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

KATA PENGANTAR

Sistem Manajemen Mutu adalah Sistem Manajemen untuk mengarahkan dan


mengendalikan organisasi dalam hal mutu. Dimana Sistem Manajemen adalah Sistem
untuk menetapkan kebijakan dan sasaran serta untuk mencapai sasaran itu. (Catatan:
Suatu sistem manajemen sebuah organisasi dapat mencakup sistem-sistem
manajemen berbeda seperti Sistem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen Keuangan
atau Sistem Manajemen Lingkungan). Sedangkan Mutu adalah Gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang/jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
pemenuhan persyaratan yang ditentukan atau yang tersirat. (Catatan: Istilah “mutu”
dapat dipakai dengan kata sifat seperti buruk, baik atau baik sekali).

Sistem ini berdasarkan Permen PU No. 04/PRT/M/2009 tentang Sistem Manajemen


Mutu (SMM) Departemen Pekerjaan Umum. Sehingga dalam penerapannya ditujukan
kepada (1) Seluruh Unit Kerja sesuai dengan tugas dan fungsinya wajib memahami dan
menerapkan SMM. (2) Seluruh Satuan Kerja dan Unit Pelaksana Kegiatan (Pekerjaan
Konstruksi dan Non Konstruksi) di lingkungan Departemen sesuai dengan tugas dan
fungsinya wajib memahami dan menerapkan SMM. (3) Penyedia Barang/Jasa di
lingkungan Departemen Pekerjaan Umum baik di pusat maupun di daerah wajib
memahami dan menerapkan SMM.

Modul ini merupakan sumber ilmu dan bahan bacaan bagi Peserta didik, Widyaiswara
/ Pengajar pada kegiatan pembelajaran dan bimbingan teknis di lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.

Tim Penyusun Modul


KPP-SMM

SISTEM MANAJEMEN MUTU


1
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 2

UNIT 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 3


1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 3
1.2. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 4
1.3. Deskripsi Singkat ................................................................................. 4
1.4. Waktu Pelaksanaan ............................................................................ 5
1.5. Fasilitas/Madia .................................................................................... 5

UNIT 2 PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU ............................................. 6


2.1. Kebijakan Mutu ................................................................................... 6
2.2. Sasaran Mutu ...................................................................................... 10
2.3. Dokumentasi dan Rekaman Sistem Mutu ......................................... 12

UNIT 3 PRINSIP MUTU ............................................................................................ 16


3.1. Prinsip 1- Fokus pada Pelayanan Prima ............................................. 16
3.2. Prinsip 2- Kepemimpinan ................................................................... 19
3.3. Prinsip 3- Keterlibatan Sumber Daya Manusia .................................. 24
3.4. Prinsip 4- Pendekatan Proses ............................................................. 26
3.5. Prinsip 5- Pendekatan Sistem ............................................................. 28
3.6. Prinsip 6- Perbaikan Berkesinambungan ........................................... 31
3.7. Prinsip 7- Pendekatan Faktual ............................................................ 33
3.8. Prinsip 8- Hubungan dengan Pemasok yang Saling Menguntungkan 38

UNIT 4 EVALUASI PENERAPAN MODUL ................................................................. 40


4.1. Daftar Pertanyaan Tertulis (DPT) ....................................................... 40

UNIT 5 PENUTUP .................................................................................................... 41

UNIT 6 DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 42

SISTEM MANAJEMEN MUTU


2
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

UNIT - 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka melaksanakan tugas negara dan menjalankan Peraturan


Pemerintah No 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Kontruksi,
Peraturan Pemerintah No 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan
Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 102 Tahun 2000,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional dan Keputusan Presiden RI No 80 Tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta
perubahannya maka Kementerian PU-RI berkewajiban mengatur dan membina
organisasi dan pihak terkait lainnya menjalankan tugas sesuai amanat peraturan
yang berlaku.

Kementerian PU sebagai salah satu kinerja penyelenggaraan pembangunan


maka berkewajiban untuk memberikan hasil kinerja berupa mutu konstruksi
yang dibangun harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


3
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

Untuk mengakomodasi semua sistem yang terkait dengan Penjaminan Mutu


Konstruksi dari seluruh proses kegiatan yang dilaksanakan oleh Kementerian PU
maka dikeluarkan kebijakan berupa Peraturan Menteri PU N0:04/PRT/M/2009
Tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Kementerian Pekerjaan Umum.

1.2. Tujuan Pembelajaran

Setelah mendapatkan pembelajaran dari modul ini, yang diharapkan peserta


didik adalah sebagai berikut:
a) Memahami dan dapat menerapkan SMM sesuai dengan persyaratan yang
tetapkan dan berlaku di lingkungan kerja Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat.
b) Memahami kebijakan Mutu, mulai dari tingkat Kementerian maupun
ditingkat unit kerja dan/atau unit pelaksana kegiatan
c) Mengetahui dan dapat merencanakan sasaran mutu, PK dan SKP
d) Mengetahui dan memahami kebutuhan dokumen yang harus disiapkan
berdasarkan proses-proses yang sesuai dengan tugas dan fungsinya
e) Memahami identifikasi dan tata cara pengelolaan dokumen SMM
f) Memahami fungsi dari 8 (delapan) prinsip mutu.

1.3. Deskripsi Singkat

Sistem Manajemen Mutu merupakan salah alat bantu yang dapat digunakan
hampir disemua sektor kegiatan. Dengan demikian setiap proses dan tahapan
proses kegiatan yang dilakukan unit kerja/ unit pelaksana kegiatan dapat
menggunakan pola sistem ini. Diawalai dengan persyaratan yang harus dipenuhi
sehiingga dapat memenuhi peraturan dan perundang undagan, Norma, standar
dan kaidah yang berlaku. Konsep PDCA diyakini merupakan salah satu yang
dapat membantu dalam penentuan setiap kegiatan.
Sebagai sebuah sistem, kebijakan mutu, sasaran mutu atau Penetapan Kinerja
(PK) serta Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dapat dilaksanakan dan diterapkan
pada setiap fungsi. Sehingga mutu kinerja yang telah ditetapkan tadi dapat
diukur dan dievaluasi.
Untuk melaksanakan persyaratan tersebut maka dibutuhkan acuan yang
didokumentasikan, ditetapkan dan disahkan serta dievaluasi secara periodik
untuk menjadi acuan dalam pelaksanaan proses yang telah disesuaikan dengan
tugas dan fungsinya.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


4
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

1.4. Waktu Pelaksanaan

Lama waktu pelaksanaan pengajaran modul ini adalah 2 JP dengan bobot 10 %


dari total keseluruhan rangkaian modul SMM

1.5. Fasilitas / Media

Fasilitas atau peraltan dan perlengkapan yang digunakan sebagai media


pembelajaran, antara lai :
a) Media yang digunakan adalah alat tulis kantor, proyektor multimedia
b) Peralatan pengolah data dan peraga
c) Ruang kerja yang dilengkapi dengan maja dan kursi kerja
d) Dokumen peraturan dan standar
e) Dokumen Manual, Prosedur, Petunjuk Pelaksanaan dan Instruksi Kerja

SISTEM MANAJEMEN MUTU


5
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

UNIT - 2
PERSYARATAN SISTEM MAANAJEMEN MUTU

2.1.Kebijakan Mutu

Kebijakan mutu merupakan maksud dan arahan secara menyeluruh sebuah


organisasi yang terkait dengan mutu, dan Kebijakan mutu ini dinyatakan secara
resmi oleh manajemen puncak (pimpinan tertinggi dalam sebuah unit kerja /
unit pelaksana kegiatan atau organisasi / perusahaan).

Adapun fungsi kebijakan mutu tersebut antara lain adalah:


1. Merupakan pernyataan resmi dari manajemen puncak berkenaan dengan
arah dan tujuan kinerja mutu (quality performance) yang hendak dicapai;
2. Menjadi landasan atau acuan perumusan sasaran mutu dan pengembangan
dokumen lainnya.
3. Menjadi landasan atau acuan bagi seluruh anggota organisasi dalam
menjalankan kehidupan berorganisasi

Dengan demikian jelas bahwa kebijakan mutu merupakan asas yang menjadi
garis besar dan pondasi rencana dalam hal mutu. Kebijakan mutu
merupakan pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran mutu. Kebijakan
mutu bisa diibaratkan seperti pembukaan undang-undang dasar pada sebuah
negara. Oleh karena itu, seyogianya perumusan kebijakan mutu dilakukan
dengan penuh kesungguhan mengacu pada kondisi real organisasi serta visi dan
misi organisasi. Sehingga kebijakan mutu tidak hanya sekedar kata-kata mutiara
penghias dinding-dinding ruang kerja.

Dalam hal ini, Kebijakan Mutu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yang mengacu pada Permen PU No. 04/PRT/M/2009 tentang SMM
Deptemen Pekerjaan Umum, adalah : MENJAMIN KETERSEDIAAN
INFRASTRUKTUR YANG HANDAL BAGI MASYARAKAT DENGAN PRINSIP EFEKTIF
DAN EFISIEN SERTA MELAKUKAN PENINGKATAN MUTU KEGIATAN SECARA
BERKESINAMBUNGAN.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


6
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

Kebijakan dilaksanakan melalui penataan dan penguatan peraturan perundang-


undangan, organisasi, tata laksana dan SDM serta didukung sistem pengawasan
dan akuntabilitas yang mampu mewujudkan pemerintahan yang berintegritas.

2.3.3 Pengertian Kebijakan Menurut Para Ahli


1. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat tahun 2014
dijelaskan bahwa kebijakan berasal dari kata bijak yang artinya: 1.
Selalu menggunakan akal budinya; pandai; mahir. 2. Pandai
bercakap-cakap; petah lidah. Selanjutnya dijelaskan bahwa
kebijakan diartikan sebagai 1. Kepandaian; kemahiran;
kebijaksanaan; 2. Rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis
besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan,
organisasi dan sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip
atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam usaha
mencapai sasaran; garis haluan. Mustopadidjaja dalam Tahir
(2014:21) menjelaskan, bahwa istilah kebijakan lazim digunakan
dalam kaitannya atau kegiatan pemerintah, serta perilaku negara
pada umumnya dan kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai
bentuk peraturan.

2. Anderson dalam Tahir (2014:12), kebijakan adalah suatu tindakan


yang mempunyai tujuan yang dilakukan sesorang pelaku atau
sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya
Anderson dalam Tahir (2014:21) mengklasifikasi kebijakan, policy,
menjadi dua: substantif dan prosedural. Kebijakan substantif yaitu
apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah sedangkan kebijakan
prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan tersebut
diselenggarakan. Ini berarti, kebijakan publik adalah kebijakan-
kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah. Nurcholis (2007:263), memberikan definisi
kebijakan sebagai keputusan suatu oragnisasi yang dimaksudkan
untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan
yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam hal:
 Pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik
kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksanaan
kebijakan.
 Penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah
ditetapkan baik dalam hubungan dengan (unit) organisasi

SISTEM MANAJEMEN MUTU


7
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang


dimaksudkan.

3. Pengertian kebijakan yang dikutip oleh Jones (1996:47) dalam


pandangan Prof Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt
adalah: ”a standing decision characterized by behavior consistency
and repetiveness on the part of both thoose who make it and those
who abide by it”Menurut Jones, bahwa kebijakan adalah keputusan
tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan
pengulangan (repetiveness) tingkah laku dari mereka yang
membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
Sekalipun definisi menimbulkan beberapa pertanyaan atau masalah
untuk menilai beberapa pertanyaan atau masalah untuk menilai
berapa lama sebuah keputusan dapat bertahan atau hal apakah
yang membentuk konsistensi dan pengulangan tingkah laku yang
dimaksud serta siapa yang sebenarnya malakukan jumlah pembuat
kebijakan dan pematuh kebijakan tersebut, namun demikian definisi
ini telah memperkenalkan beberapa komponen kebijakan publik.

4. Sementara itu Nugroho (2003: 7) mengemukakan bahwa kebijakan


adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus
ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran
akan diberi sangsi sesuai dengan bobot pelanggaran yang dilakukan
dan dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai
tugas menjatuhkan sangsi. Syafiie (2006:104) mengemukakan
bahwa kebijakan (policy) hendaknya dibedakan dengan
kebijaksanaan (wisdom) karena kebijaksanaan merupakan
pengejawantahan aturan yang sudah ditetapkan sesuai situasi dan
kondisi setempat oleh person pejabat yang berwenang. Untuk itu
Syafiie mendefinisikan kebijakan publik adalah semacam jawaban
terhadap suatu masalah karena akan merupakan upaya
memecahkan, mengurangi, dan mencegah suatu keburukan serta
jadi penganjur, inovasi dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara
terbaik dan tindakan terarah.

5. Friedrich dalam Wahab (1991), mengartikan kebijakan adalah suatu


tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

SISTEM MANAJEMEN MUTU


8
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya


mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.

6. Menurut William Dunn dalam Sahya Anggara (2014:5) menjelaskan


bahwa ada empat ciri pokok masalah kebijakan, yaitu sebagai
berikut:
 Saling kebergantungan. Kebijakan bukan merupakan suatu
kesatuan yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari seluruh
sistem masalah.
 Subyektifitas. Kondisi eksternal yang menimbulkan suatu
permsalahan didefinisikan, diklarifikasikan, dijelaskan, dan
dievaluasi secara selektif.
 Sifat bantuan. Masalah-masalah kebijakan dipahami,
dipertahankan, dan diubah secara sosial.
 Dinamika masalah kebijakan. Cara pandang orang terhadap
masalah pada akhirnya akan menentukan solusi yang
ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.

Empat hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan mengandung


berbagai pertimbangan, terlebih jika menyangkut masyarakat
banyak. Artinya dapat berhubungan dengan prinsip kemanusiaan,
keadilan, kesejahteraan, dan prinsip demokrasi.

7. Kartasasmita dalam Edy Sutrisno (2009:15), mengatakan bahwa


kebijakan adalah merupakan upaya untuk memahami dan
mengartikan (1) apa yang dilakukan, (2) apa yang menyebabkan atau
yang mempengaruhinya, (3) apa pengaruh dan dampak dari
kebijakan publik tersebut.

Pendapat lain dikemukakan oleh Irfan Islami dalam Edy Sutrisno


(2009:16), bahwa kebijakan mempunyai beberapa implikasi, yaitu
sebagai berikut:

 Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk perdananya berupa


penetapan tindakan-tindakan dari Pemerintah.
 Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi
dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.
 Bahwa kebijakan publik itu, baik untuk melakukan sesuatu itu
mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.
 Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi
kepentingan seluruh anggota masyarakat.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


9
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

8. Pengertian kebijakan menurut pendapat Said Zainal Abidin dalam


Dedy Mulyadi (2015:38-39), dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
 Kebijakan Umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau
petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang
bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi
yang bersangkutan.
 Kebijakan pelaksanaan, adalah kebijakan yang menjabarkan
kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah
tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
 Kebijakan teknis, adalah kebijakan operasional yang berada
dibawah kebijakan pelaksanaan

2.2.Sasaran Mutu

Berdasarkan Permen PU No. 4 tahun 2009 dinyatakan bahwa Sasaran Mutu


adalah sesuatu yang dicari atau dituju berkaitan dengan mutu. (Catatan: 1.
Sasaran Mutu biasanya didasarkan pada Kebijakan Mutu organisasi. 2. Sasaran
Mutu biasanya ditentukan bagi fungsi dan tingkatan tertentu dalam organisasi).

pengertian sasaran mutu adalah sesuatu yang diinginkan atau dituju, terkait
mutu. Dengan kata lain sasaran mutu merupakan tujuan yang akan dicapai
dalam melakukan proses pada suatu organisasi. Sasaran mutu secara umum
didasarkan pada kebijakan mutu organisasi. Kebijakan Mutu yang telah
ditentukan bisa sebagai pembuka jalan dalam pembuatan sasaran mutu, itu
merupakan salah satu cara termudah, namun bisa juga menggunakan masukan
dari tingkatan bawah (bottom-up) atau cara - cara lainnya. Semua cara - cara
tersebut setidaknya harus sesuai dengan fokus kepada pelanggan dan
dikomunikasikan ke semua tingkatan dalam perusahaan / organisasi. Sasaran
mutu harus dibuat dalam bentuk target-target yang terukur sehingga
pernyataan yang tertuang dalam kebijakan mutu mempunyai dampak yang
nyata.
Penetapan sasaran mutu dilakukan oleh Kepala Departemen atas persetujuan
dari Top Manajemen berdasarkan Business Plan Perusahaan. Sasaran mutu yang
telah ditetapkan harus disosialisasikan ke Internal Departemen masing-masing
agar semua orang di dalam departemen tersebut mengerti kemana sasaran
mereka dan bagaimana kontribusinya dalam mencapai sasaran tersebut.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


10
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

Metode pembuatan Sasaran Mutu sebaiknya mempunyai prinsip SMART yaitu


harus Specific (Spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai),
Relevant (relevan), Time-Bound (Batas waktu).
1. Specific : target yang ditentukan haruslah spesifik / jelas. Misal
: Penyelesaian pekerjaan sesuai dengan jadwal.
2. Measurable : target harus terukur. Misal : Penyelesaian pekerjaan sesuai
dengan jadwal mencapai minimal 90%.
3. Achievable : target yang ditentukan haruslah yang masuk akal dan bisa
dicapai.Misal : Standar kapasitas produksi sesuai hasil analisa yang telah
ditetapkan adalah 140 pcs / bulan. Dalam hal ini tidaklah mungkin
menetapkan sampai 200 pcs / bulan dengan waktu normal yang telah
ditetapkan.
4. Relevant : Sasaran mutu yang ditetapkan harus relevan atau sesuai dengan
proses / fungsi terkait. Misal : Sasaran mutu untuk bagian Produksi lebih
sesuai "Ketepatan waktu pembuatan rencana produksi" dari pada "Tidak
ada kesalahan untuk pengujian".
5. Time Bound : target harus mempunyai batas waktu yang jelas, hal ini juga
harus memperhatikan factor ‘achievable’ diatas. Misal : Produk diluar spec
tidak lebih dari 5 jenis / bulan.

Setelah Sasaran Mutu dibuat dan disetujui oleh Top Management, maka langkah
berikutnya adalah membuat Action Plan. Action Plan merupakan acuan dari
rincian kegiatan untuk mencapai keberhasilan sasaran mutu yang ada di setiap
bagian. Ini berarti juga merupakan langkah – langkah nyata untuk mencapai
sasaran. Action plan ini ibarat anak tangga yang akan berakhir pada goal atau
sasaran yang ingin kita capai.

Sebelum membuat action plan, harus dipastikan bahwa semua sasaran mutu
sudah tersedia berupa nama sasaran mutunya serta target yg telah ditetapkan
secara benar sesuai metode SMART.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


11
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

2.3.Dokumentasi dan Rekaman Sistem Mutu

Dalam rangka pemahaman pentingnya dokumen dan rekaman pada SMM, akan
dijelaskan substansi materi yang terkait sebagaimana dibawah ini.

2.3.1 Pengertian
1. Dokumen adalah informasi yang ditulis atau direkam pada beberapa
media seperti kertas atau komputer. Sebuah dokumen dapat
menetapkan persyaratan (misalnya gambar atau spesifikasi teknis);
memberikan arahan (misalnya quality plan), atau menunjukkan hasil
atau bukti dari kegiatan yang dilakukan (rekaman misalnya).

2. Rekaman mutu adalah dokumen yang dapat menunjukkan bukti


dilaksanakannya suatu pekerjaan. Rekaman mutu dapat berupa
formulir (form), foto, video, atau rekaman data computer
(softcopy). Namun lazimnya adalah berupa form.

2.3.2 Persyaratan Dokumentasi SMM


Persyaratan dalam SMM menekankan terhadap pentingnya perusahaan
untuk mengidentifikasi, melaksanakan, mengelola dan terus menerus
meningkatkan keefektifan dari proses-proses serta mengelola interaksi
antara proses-proses tersebut untuk mencapai sasaran perusahaan.
Paling tidak terkait dengan proses-proses yang dibutuhkan untuk : (1)
merealisasikan produk dan (2) mengimplementasikan SMM secara
efektif seperti proses audit mutu internal, proses tinjauan manajemen,
proses analisa data dan proses manajemen sumber daya.

Satu hal penting agar penerapan SMM bisa lebih memberikan nilai
tambah bagi perusahaan maka diperlukan perencanaan mutu. yaitu
dengan penyusunan dokumen mutu terhadap perencanaan manajerial
dan operasinal.

Penerapan SMM akan memerlukan beberapa dokumen yang harus


dibuat agar dapat menjamin bahwa penerapan SMM itu berlangsung
secara terarah, terkendali dan terukur.

Hal–hal yang terkait dengan persyaratan dokumentasi adalah sebagai


berikut :

SISTEM MANAJEMEN MUTU


12
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

1. Dokumentasi
Dokumentasi SMM terkait klausal 4.2.1 meliputi :
a) Pernyataan terdokumentasi dari kebijakan dan sasaran mutu;
b) Manual mutu;
c) Prosedur terdokumentasi dan catatan yang dibutuhkan oleh
standar internasional, dan
d) Dokumen dan catatan ditetapkan organisasi, agar dapat
memastikan rencana dan operasi pengendalian yang efektif dari
proses-proses.

2. Rekaman
Rekaman SMM terkait klausal 4.2.4 meliputi :
a) Rekaman harus ditetapkan dan dipelihara untuk memberikan
bukti kesesuaian terhadap persyaratan dan bukti operasi yang
effektif dari SMM terkendali.
b) Pengendalian organisasi harus terdokumentasi dan ditetapkan,
agar proses pengendalian punya acuan untuk identifikasi,
penyimpanan, perlindungan, pengambilan, waktu simpan dan
pemusnahan.
c) Mudah dapat dibaca, siap ditunjukkan dan diambil, sehingga
perlu ditetapkan prosedur dokumentasi yang terkendali.

2.3.3 Jenis Dokumentasi SMM


1. Manual Mutu (Quality Manual)
Manual Mutu atau Pedoman Mutu adalah sebuah dokumen yang
berisi pernyataan dan komitmen yang dibuat perusahaan tentang
penerapan SMM yang berfungsi sebagai pedoman. Biasanya
manual mutu dibuat dengan menginterpretasikan klausul-klausul
SMM yang disesuaikan dengan penerapan yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut.

2. Struktur Organisasi dan Business Process Mapping


Menunjukkan struktur organisasi yang menggambarkan hierarki
tugas yang ada di suatu perusahaan secara global. Kemudian adanya
dokumen business process mapping, yaitu dokumen yang mampu
menjelaskan interaksi antar bagian yang ada di perusahaan mulai
dari pesanaan pelanggan sampai produk atau jasa diterima
pelanggan. Kedua dokumen ini nantinya akan dijadikan pedoman

SISTEM MANAJEMEN MUTU


13
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

yang penting dalam penyusunan uraian tugas (job description) dan


juga prosedur kerja SMM.

3. Kebijakan Mutu dan Sasaran Mutu


Kebijakan mutu adalah sebuah dokumen berisi pernyataan
komitmen perusahaan terkait penerapan SMM di perusahaan.
Sedangkan sasaran mutu adalah target-target yang hendak dicapai
oleh perusahaan yang terarah dan terukur dalam setiap periode
waktu.

4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja adalah dokumen yang berisi panduan pelaksanaan
suatu pekerjaan. Prosedur kerja hendaknya dapat memenuhi
ketentuan berikut:
a) Mampu menjelaskan tujuan pembuatan prosedur serta ruang
lingkup penerapan prosedur kerja tersebut
b) Tidak mengandung istilah-istilah yang multitafsir. Sehingga
perlu dijelaskan makna istilah yang dimaksud.
c) Mampu menjelaskan langkah-langkah pekerjaan dengan jelas
beserta pihak-pihak yang bertanggung jawab menjalankan
pekerjaan tersebut.
d) Memastikan bahwa semua rekaman mutu (form atau bukti
lainnya) yang dibutuhkan senantiasa diisi.

Catatan: Prosedur wajib: (1) Pengendalian Dokumen, (2)


Pengendalian Rekaman, (3) Pengendalian Produk Tidak Sesuai, (4)
Internal Audit, (5) Tindakan Perbaikan dan (6) Prosedur Tindakan
Pencegahan.

5. Petunjuk Pelaksanaan
Petunjuk Pelaksanaan merupakan dokumen standar kerja yang
dibutuhkan oleh tiap-tiap Unit Kerja/Unit Pelaksana Kegiatan untuk
memastikan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian proses
dilakukan secara efektif sesuai SMM

6. Instruksi Kerja
Instruksi kerja SMM dibuat untuk menjelaskan langkah-langkah
kegiatan yang lebih detail daripada prosedur kerja atau bisa jadi
menjelaskan detail kegiatan untuk tiap tahapan kegiatan yang

SISTEM MANAJEMEN MUTU


14
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

disebutkan di prosedur kerja. Instruksi kerja hanyalah dokumen


untuk membantu memahami prosedur kerja ISO 9001 dengan baik.
Tidak ada ketentuan dari ISO 9001 untuk membuat instruksi kerja.

7. Rekaman Mutu
Rekaman mutu adalah dokumen yang dapat menunjukkan bukti
dilaksanakannya suatu pekerjaan. Rekaman mutu dapat berupa
formulir (form), foto, video, atau rekaman data computer
(softcopy). Namun lazimnya adalah berupa form. Contohnya form
surat permohonan pembelian, form check sheet pemeriksaan
mesin, dan sebagainya.

Bagi penyedia jasa bahwa ada beberapa kegiatan yang diwajibkan


memiliki rekaman mutu, diantaranya kegiatan seleksi dan evaluasi
supplier, evaluasi kepuasan pelanggan.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


15
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

UNIT - 3
PRINSIP MUTU

3.1.PRINSIP 1 – Fokus Kepada Penerima Manfaat

3.1.1 Pengertian pengguna layanan


a) Secara umum diartikan orang yang menggunakan barang/jasa
secara tetap. Loyalnya Pengguna Layanan akan dipengaruhi oleh
“mutu” suatu produk. Mutu yang diharapkan adalah penilaian
Pengguna Layanan mengenai keseluruhan kesatuan keunggulan
produk.
b) Dalam lembar penjelasan pengertian kosa kata lampiran -1 Permen
tersebut butir no 21) : Pengguna Layanan diartikan adalah :
Organisasi atau orang yang menerima hasil pekerjaan. Pengguna
Layanan terdiri dari : (1) Pengguna Layanan Internal adalah Pihak-
pihak yang terkait dengan proses selanjutnya dalam suatu kegiatan.
(Pimpinan, Pejabat Setingkat dan Staff) dan (2) Pengguna Layanan
Eksternal adalah pihak-pihak luar yang terkait dengan kegiatan di
lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.

3.1.2 Hal-hal yang menggambarkan Pengguna Layanan:


a) Orang/pengunjung yang paling penting di kantor.
b) Pengguna Layanan tidak bergantung kepada kita, tapi kitalah yang
bergantung padanya.
c) Pengguna Layanan bukan pengganggu pekerjaan kita, merekalah
yang jadi tujuan kita bekerja. Kita tidak membuat mereka bekerja
dengan melayani mereka, mereka yang membuat kita bekerja
dengan kesempatan yang diberikan kepada kita.
d) Pengguna Layanan bukan orang luar dalam aktivitas kita, mereka
merupakan bagian dari aktivitas kita.
e) Pengguna Layanan bukan angka - angka statistik yang beku, mereka
adalah darah dan daging yang berperasaan dan punya emosi, seperti
kita, juga penuh dengan bias dan prasangka.
f) Pengguna Layanan bukan orang yang mesti kita ajak berdebat atau
bertengkar, karena tak ada yang bisa menang berdebat melawan
Pengguna Layanan .

SISTEM MANAJEMEN MUTU


16
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

g) Pengguna Layanan adalah orang yang menyampaikan keinginannya


kepada kita.
h) Pengguna Layanan menentukan sukses sebuah organisasi dan para
pekerjanya, karena merekalah sumber kehidupan kita.
i) Pengguna Layanan bukanlah raja, lebih dari itu Pengguna Layanan
adalah sahabat dan bahkan keluarga yang harus mendapatkan kasih
sayang, perhatian, kemuliaan dari kita.
j) Pengguna Layanan adalah fokus dari seluruh effort (prestasi) kita.

3.1.3 Pentingnya Fokus Pada Pengguna Layanan


a) Organisasi bergantung pada Pengguna Layanan mereka, karena itu
manajemen organisasi harus memahami kebutuhan Pengguna
Layanan sekarang & yang akan datang. Organisasi harus memenuhi
kebutuhan Pengguna Layanan dan juga harus giat berusaha untuk
melebihi ekspektasi Pengguna Layanan .
b) Pengguna Layanan adalah sebagai penilai terhadap keberhasilan
pembangunan atau penyelenggaraan pemerintahan, Pengguna
Layanan lah yang akan mengangkat citra dan reputasi suatu
organisasi.
c) Bagi instansi pemerintah, untuk Peningkatan Mutu Pelayanan bagi
Aparatur Pemerintah (Inpres 1/95) dan Penyelenggaraan Pelayanan
Publik (Kep-Menpan 63/KEP/M.PAN /7/2004).
d) Kepuasan Pengguna Layanan merupakan pengukuran gap antara
harapan Pengguna Layanan dengan kenyataan yang mereka terima
atau rasakan. Jika apa yang diterima oleh Pengguna Layanan sesuai
dengan harapan atau melebihi harapan, maka Pengguna Layanan
akan merasa puas/sangat puas.
e) Pengguna Layanan cenderung memberi penilaian terhadap tingkat
pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah dari 2 (dua)
dimensi :
(1) Dimensi Prosedural, yaitu : sistem dan prosedur yang telah
tertata guna menyampaikan produk dan atau pelayanan.
(2) Dimensi Personal, yaitu : bagaimana penyedia layanan
berinteraksi dengan Pengguna Layanan (bagaimana sikap,
perilaku, dan kemampuan lisan).

SISTEM MANAJEMEN MUTU


17
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

f) Gambaran prosedural terhadap personil pelayanan :


(1) Perilaku acuh pada Pengguna Layanan (tidak ada upaya
memberikan mutu kepada Pengguna Layanan ).
(2) Perilaku tidak menyampaikan mutu kepada Pengguna Layanan
(ada upaya, namun SDM belum mendukung)
(3) Mutu perilaku fokus kepada Pengguna Layanan (mutu
perilaku professional).

3.1.4 Implementasi SMM terhadap Fokus Pengguna Layanan (Permen PU No:


04/Prt/M/2009)
a) Salah satu prinsip utama SMM adalah bagaimana menghasilkan
produk atau jasa yang sesuai kebutuhan Pengguna Layanan . Untuk
itulah maka manajemen memperhatikan dalam hal perencanaan
realisasi produk (menghasilkan produk), sehingga manajemen harus
merencanakan dan mengembangkan proses-proses yang
dibutuhkan untuk realisasi produk, sinergi perencanaan harus
konsisten dengan persyaratan proses lainnya (lihat tanggung jawab
Manajemen butir 5.1.7).

b) Memenuhi kebutuhan Pengguna Layanan hal penting, tetapi


merealisasikan itu lebih penting, sehingga perlu tekad dan
komitmen yang kuat seluruh dari jajaran manajemen, mulai dari
pimpinan hingga staf. Manajemen puncak harus memastikan bahwa
per-syaratan Pengguna Layanan telah ditetapkan (lihat butir 7.2.1
Permen PU SMM) dan itu dipenuhi dengan tujuan untuk dapat
meningkatkan kepuasan Pengguna Layanan (lihat butir 8.2.1
Permen PU SMM).

3.1.5 Aktivitas yang perlu dilakukan


a) Untuk mendukung penerapan SMM diperlukan membuat berbagai
aturan agar senantiasa berfokus pada pelangggan atau selalu
membina hubungan baik dengan Pengguna Layanan .

b) Mengkondisikan agar manajemen senantiasa dapat berbicara


dengan Pengguna Layanan (menciptakan komunikasi dua arah
sehingga terjalin hubungan saling menguntungkan).
c) Melakukan pengembangan kotak penilaian atau survey.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


18
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

Komitmen untuk selalu meningkatkan layanan harus ditunjukkan/


terlihat dari adanya indikator kepuasan dengan cara menyediakan
kotak penilaian. Bagi merasa puas, bisa memasuk-kan koin berlogo
senyum. Begitu pula untuk mereka yang tak puas bisa memasukkan
koin sesuai dengan perasaannya. Upaya itu bisa dilakukan secara
manual atau secara elektronik, lihat contoh berikut ini
menggunakan alat elektronik, yaitu Pengguna Layanan ingin praktis,
memungkinkan Pengguna Layanan untuk memberikan feedback
secara instan dengan mudah, hanya tekan satu tombol.

3.1.6 Manfaatnya menerapkan prinsip fokus Pengguna Layanan


a) Meningkatkan proses responsive/cepat tanggap terhadap
kebutuhan dan harapan Pengguna Layanan .
b) Meningkatkan efektivitas penggunaan sumberdaya.
c) Meningkatkan kepercayaan dan loyalitas Pengguna Layanan .
d) Meningkatkan komunikasi antara organisasi dan Pengguna Layanan .
e) Mampu mengukur kemampuan kinerja dan kepuasan Pengguna
Layanan dan menindak lanjuti hasilnya.

3.2.PRINSIP 2 – Kepemimpinan

3.2.1 Pengertian Kepemimpinan


a) Kepemimpinan diartikan seni mempengaruhi orang lain.
b) Kemampuan mempengaruhi secara pribadi, dengan menggunakan
komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu.
c) Kepemimpinan merupakan tiga fungsi dari (1) distribusi kewajiban
bagi seluruh anggota organisasi, (2) mengajak aktif anggota
organisasi untuk bersama-sama mencapai tujuan, dan (3) meminta
konstribusi aktif mereka dalam pengambil keputusan.
d) Kemampuan kepemimpinan mengelola penerapan SMM dalam
lingkup organisasinya, sehingga setiap pemimpin atau manajemen
puncak harus menunjukkan kepemimpinan dengan komitmen yang
konsisten untuk penerapan SMM dalam organisasi. Kemampuannya
menciptakan suatu kondisi lingkungan yang kondusif dan serasi
dengan melibatkan semua karyawan guna mencapai sasaran mutu
organisasi. Ketauladanan dan konsistensinya pada SMM akan

SISTEM MANAJEMEN MUTU


19
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

meningkatkan kinerja organisasi yang berdampak pada


karyawannya termotivasi selalu bekerja efektif dan efisien.

3.2.2 Hal – hal yang menggambarkan kepemimpinan


a) Seorang pemimpin yang memegang kendali (komando) dalam
pemerintahan, disini pemimpin sebagai birokratis yang menjalankan
kepemimpinan berdasarkan peraturan dan prosedur yang berlaku.
b) Tetapi semua itu belum cukup bagi seorang pemimpin untuk
mempengaruhi pengikutnya. Ia harus konsekuen menghayati nilai-
nilai kepemimpinan dan mengamalkannya sehingga mendapatkan
respek, kepatuhan dan kepercayaan dari orang-orang yang
dipimpinnya. Untuk itu pemimpin harus memiliki standar etika yang
tinggi. Etika profesional mengisyaratkan pemimpin untuk untuk
mengontrol kelakuan pribadi dalam segala situasi, sehingga
bawahan dapat bersandar (secara moral dan moril) kepadanya
dalam bertindak.
c) Seorang pembina (sifat membangun ke arah perbaikan), seorang
pemimpin juga berperan sebagai pembina yaitu membangun
kehidupan berorganisasi ke arah yang lebih baik. Ia harus mampu
menerapkan sistem reward and punishment dalam rangka membina
SDM sehingga dari waktu ke waktu terdapat perbaikan kinerja
pribadi, kelompok dan organisasinya.
d) Secara sederhana dapat dikatakan sifat pembina adalah
memperbaiki yang salah dan meningkatkan yang benar. Pembina
yang baik tidak membiarkan kesalahan kecil berkembang menjadi
kesalahan besar.
e) Seorang “bapak” (sifat mengayomi), pemimpin juga berperan
sebagai “bapak” bagi bawahan dan anak buahnya. Pengertian
“bapak” di sini mengandung sifat-sifat mengayomi agar bawahan
dan anak buah merasa tenang dalam bekerja karena merasa
mendapat pengayoman dari pemimpinnya. Selain itu seorang
pemimpin memimpin aparatur pemerintah sebagai manusia dengan
segala kompleksitas permasalahan termasuk masalah keluarganya.
Perhatian terhadap kesejahteraan keluarga merupakan kewajiban
pemimpin, karena ia adalah “bapak” bagi masyarakat.
f) Seorang “guru” (sifat keteladanan dan tempat bertanya), pemimpin
juga berperan sebagai “guru” dalam arti menjadi teladan bagi anak
buah, tempat untuk bertanya serta mendapatkan solusi untuk

SISTEM MANAJEMEN MUTU


20
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

mengatasi kesulitan dalam pelaksanaan tugas. Oleh sebab itu


kualitas intelektual seorang pemimpin biasanya di atas rata-rata
kelas. Seorang pemimpin harus senantiasa belajar, bukan hanya
melalui pendidikan formal, tetapi melalui pendidikan sepanjang
hayat dengan banyak membaca dan menimba pengetahuan lewat
pendidikan non formal.
g) Seorang mitra kerja (teman berdiskusi dan memecahkan masalah).
pemimpin juga bisa berperan sebagai mitra atau teman terhadap
bawahan dan anak buahnya. Dengan memperlakukan bawahan
sebagai mitra dalam berbagai aktivitas (diskusi, olah pikir, kegiatan
bersama lainnya) maka pemimpin bisa mendapatkan beberapa
manfaat, yaitu komunikasi dan interaksi yang lebih baik,
menggunakan kelebihan bawahan untuk meningkatkan kinerja
organisasi, dan menggalang kepengikutan (followership) yang lebih
luas.

3.2.3 Pentingnya Kepemimpinan


a. Pemimpin adalah penggerak dan pengendali terpenting dalam suatu
organisasi. Keberhasilan suatu organisasi dimulai dari kecakapan
pemimpin dalam memaksimalkan potensi sumber daya yang
dimilikinya, membangun visi yang jelas tentang masa depan
organisasi, menentukan sasaran organisasi sesuai dengan
kompetensi SDM dalam tugas dan fungsinya masing-masing.
b. Pemimpin bijak akan memperhatikan segala kebutuhan semua
pihak yang berkepentingan termasuk Pengguna Layanan , pemilik,
karyawan (kebutuhan pelatihan), pemasok, pemodal, masyarakat
lokal dan masyarakat secara keseluruhan serta berupaya
menyediakan sumberdaya yang diperlukan dengan mengarahkan
program, menetapkan tujuan dan target yang dirumuskan secara
SMART (Spesific, Measurable, Achievable, Realistic, Time Target).
c. Orientasi tugas/pekerjaan yaitu kepemimpinan yang ditunjukan
dengan fokus pada pekerjaan & tanggung jawab.
d. Orientasi hubungan manusia yaitu kepemimpinan yang ditunjukan
pada kinerja serta hubungan diantara para bawahan.

3.2.4 Kesiapan Prinsip Kepemimpinan (Permen PU No: 04/Prt/M/2009)


Melalui kepemimpinan dan tindakan, pucuk pimpinan dapat
menciptakan suatu lingkungan tempat orang melibatkan sepenuhnya

SISTEM MANAJEMEN MUTU


21
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

dan didalamnya sistem manajemen mutu dapat dioperasikan secara


efektif. Dasar-dasar manajemen mutu dapat dipakai oleh pucuk
pimpinan sebagai dasar bagi perannya, diantaranya sebagai berikut :

a) Menetapkan, memelihara kebijakan mutu dan tujuan mutu


organisasi (memenuhi pasal 2 dan lihat Kebijakan Mutu Kementerian
PU telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Maret 2009 oleh
Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto).
b) Mempromosikan kebijakan mutu dan tujuan mutu diseluruh
organisasi untuk meningkatkan kesadaran, motivasi dan pelibatan
(telah diterbitkan Permen PU No: 04/Prt/M/2009 dalam bentuk
buku dan dilakukan Bimbingan teknis).
c) Memastikan pemusatan perhatian pada persyaratan Pengguna
Layanan di seluruh organisasi (ingat! Kebijakan “Menjamin
Ketersediaan Infrastruktur Yang Handal Bagi Masyarakat”, lihat butir
– butir : diantaranya 4.1.7 persyaratan umum, 4.2.2 SMM PU butir
3)
d) Memastikan bahwa proses yang sesuai ditetapkan dan
memungkinkan persyaratan Pengguna Layanan pihak yang
berkepentingan lain dipenuhi dan tujuan mutu dicapai (lihat Bab IV
SMM-PU atau butir 4.2 – 4.4, diantaranya butir 4.2.4 Sasaran Mutu,
4.2.5 Prosedur Mutu).
e) Mematiskan bahwa ditetapkan, diterapkan dan dipelihara sistem
manajemen yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan mutu ini
(lihat Bab V Tanggung Jawab Manajemen/butir 5.2 Pengelolaan
Mutu).
f) Memastikan tersedianya sumberdaya yang diperlukan (lihat Bab VI
Pengelolaan SD dan butir-butirnya).
g) Memastikan pelaksanaan kegiatan terkendali (lihat Bab VII :
Penyelenggaraan Kegiatan dan butir-butir terkait : RMU, RMP, RMK)
h) Meninjau secara periodik sistem manajemen mutunya,
memutuskan tindakan berkenaan dengan kebijakan mutu dan
tujuan mutu (lihat Bab VIII Pengukuran, Analisis dan Perbaikan).
i) Memutuskan tindakan bagi perbaikan sistem manajemen mutu
(lihat Bab IX untuk penyesuaian penerapan SMM-PU).

SISTEM MANAJEMEN MUTU


22
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

3.2.5 Aktivitas Yang perlu Dilakukan Dalam Kepemimpinan SMM


a) Harus mampu mendorong keseluruhan komponen organisasi untuk
mampu menjalankan keseluruhan proses yang bermutu guna
memenuhi kebutuhan dan harapan Pengguna Layanan.
b) Harus mampu mempertimbangkan berbagai kebutuhan pihak-pihak
yang berkepentingan dalam pelaksanaan dan penerapan SMM
dimaksud, baik pengembangan program sarana prasarana maupun
dalam menyediakan SDM yang kompeten, melaksanakan pelatihan
dan memberikan kebebasan untuk berkreasi kepada SDM untuk
pengembangan model-medel perbaikan mutu yang dimungkinkan
untuk dapat diterapkan pada unit kerjanya, namun tetap mengacu
pada pemantapan kebijakan mutu yang telah ditetapkan dalam
SMM.
c) Mampu mengembangkan dan mengimplementasikan nilai – nilai
dan pengembangan peran kepemimpinan yang etis dan adil dengan
tetap berorientasi tugas dan mebina hubungan harmonis, konsisten
dan berkelanjutan guna memantapkan kepercayaan dan dukungan
menjalankan SMM tersebut.
d) Mampu memberikan inspirasi, membangkitkan semangat,
membesarkan hati pihak-pihak yang berperan, mendorong dan
memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap kontribusi
kinerja pekerja/unit kerja yang betul-betul berprestasi mengangkat
citra mutu pada organisasinya.

3.2.6 Manfaat Menerapkan Prinsip Kepemimpinan


a) Dengan Pimpinan Puncak (top management) berfungsi sebagai
leader dalam mengawal implementasi sistem bahwa semua gerak
organisasi selalu terkontrol dalam satu komando dengan komitmen
yang sama dan gerak sinergi pada setiap unsur peran yang ada.
b) Dengan penerapan prinsip kepemimpinan maka akan terbangun
dan terarahnya organisasi dalam hal – hal yang menyangkut untuk
suatu proses sebagai berikut :
 Menetapkan kebijakan mutu, struktur organisasi, sasaran mutu,
prosedur, instruksi kerja serta mengidentifikasi dan
menyediakan sumber daya.
 Menciptakan lingkungan kerja dimana semua personel ambil
bagian dalam pencapaian target atau sasaran mutu organisasi.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


23
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

 Membangun komitmen “continual improvement” Sistem


Manajemen Mutu.
 Membangun dukungan seluruh anggota untuk memahami dan
termotivasi menuju sasaran dan tujuan mutu organisasi yang
telah ditetapkan.
 Menjalankan aktivitas evaluasi, untuk dapat disesuaikan dan
diterapkan dalam satu kesatuan cara yang lebih baik ke
depannya.
 Meminimumkan kesalahan komunikasi diantara tingkat-
tingkatan dalam tatanan organisasi.

3.3. PRINSIP 3 – Keterlibatan Personil

1. Pengertian
SMM akan dapat berjalan efektif jika setiap orang dalam organisasi dapat
terlibat dan memilki peran dalam sistem tersebut. Dengan peran itu agar
mereka sadar bahwa mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab serta
kewajiban untuk menjunjung mutu kinerjanya.

2. Gambaran Keterlibatan Personil


Prinsip keterlibatan ini, mendasari pada asumsi bahwa proses terjadi dari
merubah input menjadi output, yang merupakan kegiatan yang saling
terkait dan berinteraksi antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain,
sehingga jika ada banyak orang yang tidak memiliki kepedulian terhadap
mutu, maka upaya untuk menghasilkan produk yang bermutu juga tidak
mungkin dapat terwujud.

3. Pentingnya Keterlibatan Personil


Penerapan SMM dengan prinsip tersebut akan mengkondisikan organisasi
untuk mampu :
a) Melibatkan semua personil pada setiap level dalam memenuhi
kebutuhan Pengguna Layanan dan mereka agar dapat terlibat penuh
untuk mendapatkan kemampuannya serta dapat digunakan demi
kepentingan organisasi, diri mereka, rekan sekerja dan Pengguna
Layanan .
b) Melibatkan dukungan personil, dimulai dengan menjalin komunikasi
dengan Pengguna Layanan dan mengirimkan informasi kepada semua

SISTEM MANAJEMEN MUTU


24
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

pihak yang terkait dalam rangka memenuhi persyaratan Pengguna


Layanan .
c) Melakukan komunikasi antar pihak tentang persyaratan mutu yang
dituliskan dan proses produksi atau jasa dijamin dapat diselenggarakan
sesuai dengan instruksi tertulisnya.
d) Mengidentifikasi dan menetapkan kompetensi personil yang
diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.
e) Menganalisa kebutuhan, penyediaan dan mengevaluasi pelatihan serta
memelihara catatan pelatihan yang sangat diperlukan dalam SMM.
f) Mengendalikan sumber daya serta lingkungan kerja yang kondusif
untuk mencapai kesesuaian produk.

4. Kesiapan SMM dalam Keterlibatan Personil


Kesiapan personil untuk mampu melakukan penerapan SMM terkait
dengan pelaksanaan kegiatan pengelolaan organisasi terhadap persyaratan
manajemen mutu yang harus ada, yaitu :
a) Tanggung jawab dan wewenang (lihat butir 5.5.1 SMM).
b) Komunikasi internal (lihat butir 5.5.2 SMM)
c) Lingkungan kerja (lihat butir 6.4 SMM)
d) Perbaikan berkesinambungan (lihat butir 8.5.1 SMM)
e) Tindakan Koreksi (lihat butir 6.4 SMM)
f) Tindakan Pencegahan (lihat butir 8.5.3 SMM).

5. Aktivitas Yang perlu dilakukan


a) Memahami pentingnya kontribusi dan peranan karyawan bagi
perusahaan
b) Mengidentifikasi hambatan kinerjanya
c) Membangun rasa memiliki masalah dan tanggung jawab mengatasinya
d) Mengevaluasi kinerjanya dibandingkan sasaran kinerja individu
e) Secara aktif mencari peluang meningkatkan kompetensi, pengetahuan
dan pengalaman
f) Secara sadar bertukar pengetahuan dan pengalaman
g) Secara terbuka mendiskusikan masalah dan isu yang ada.

6. Manfaat Penerapan
Keterlibatan personil akan membangun kompetensi dan semangatnya
untuk menerapkan SMM, yaitu :

SISTEM MANAJEMEN MUTU


25
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

a) Personil dalam organisasi menjadi termotivasi, memberikan komitmen


dan terlibat, sehingga akan berperan aktif dalam melaksanakan SMM
sebagai keputusan strategic pimpinan guna mencapai kinerja prima
untuk kepuasan Pengguna Layanan nya.
b) Menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas serta meningkatkan
produktivitas dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
c) Karyawan menjadi bertanggung jawab terhadap kinerja mereka,
sehingga mampu mengelola dan mengoptimalkan segala sumber daya
yang ada.
d) Personil setiap hari menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam
SMM, sehingga mereka sangat mengetahui persis seluk-beluk dan plus-
minus perlakuan kinerjanya.
e) Personil memahami pentingnya kontribusi yang mereka berikan dan
peran mereka dalam keberhasilan kinerja mencapai target.
f) Personil tidak akan membiarkan masalah – masalah yang mereka
temui, karena mereka langsung bertanggung jawab untuk
menyelesaikan bersama solusinya.
g) Personil akan mampu mengukur sendiri atau mengevaluasi kinerjanya
terhadap kesesuaian atau tidak dari visi dan tujuan organisasi.
h) Personil aktif mencari kesempatan untuk mengembangkan
kompetensi, keilmuan dan pengalaman serta menunjukkan keuletan
berprestasi.
i) Personil terbuka untuk berdiskusi tentang berbagai masalah yang ada.
j) Untuk personil lebih giat lagi berpartisipasi untuk melakukan usaha
penjaminan mutu dan melaksanakan perbaikan mutu berkelanjutan.

3.4. PRINSIP 4 - Pendekatan Proses

1. Pengertian
Prinsip pendekatan proses dalam SMM merupakan sistem manajemen yang
menggunakan landasan IPO (input-process-output). Jadi tidak hanya
memastikan pada proses, tetapi juga memastikan pada komponen input
ataupun output, sebagai ilustrasi lihat pada gambar dibawah ini :

SISTEM MANAJEMEN MUTU


26
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

2. Gambaran Pendekatan Proses


Pendekatan proses akan menuntut koordinasi disetiap bagian/fungsi untuk
mensinergikan realisasi produk, sehingga perlu :
a) Memastikan kesesuaian produk dengan aktifitas implementasi sesuai
sistem untuk selalu mengikuti alur proses yang ada dalam organisasi.
b) Mengendalikan kegiatan dengan orientasi hasil efektif guna kepuasan
Pengguna Layanan , sehingga sumber daya dan aktivitas dapat
dikendalikan sebagai proses yang secara sistematis dapat
mengidentifikasi dan mengendalikan proses yang digunakan selama
proses berlangsung.

3. Pentingnya Pendekatan Proses


Penerapan sistem manajemen mutu diawali dengan mengidentifikasi dan
menetapkan proses kerja yang harus dilaksanakan secara konsisten dan
berkelanjutan. Untuk itu maka organisasi harus mampu melakukan :

c) Rencana dan kendali proses harus ditetapkan secara efektif untuk


mencegah penyimpangan dan ketidaksesuaian yang bakal terjadi.
d)
e) Proses merupakan urutan beberapa kegiatan atau suatu set kegiatan
yang memerlukan sumber daya untuk mengubah masukan menjadi
bentuk keluaran yang sesuai dengan yang diinginkan atau
direncanakan.
f) Tujuan pendekatan proses adalah untuk memudahkan pengukuran
dan pengendalian mutu dan penyediaan sumber daya yang cukup
sesuai spesifikasi yang ditetapkan secara efektif dan efisien.

1. Kesiapan SMM dalam pendekatan proses


1) Menuntut identifikasi urutan dan interaksi memproses pekerjaan
sebagaimana dipersyaratkan klausal butir 4.1 SMM.
2) Membangun tanggung jawab dan akuntabilitas untuk mengelola
aktivitas penting sebagaiman dipersyaratkan klausal butir 5.5.1
SMM.
3) Memfokuskan terhadap faktor-faktor penyediaan sumberdaya,
metoda dan bahan yang akan memperbaiki aktivitas (klausal 6.1
SMM).
4) Mengidentifikasi hubungan aktivitas-aktivitas penting itu di dalam
atau antar fungsi organisasi untuk merealisasikan produk (klausal 7
SMM).

SISTEM MANAJEMEN MUTU


27
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

5) Memanrtau, menganalisis dan mengukur serta mengesahkan


kemampuan aktivitas (klausal butir 8.2 SMM).

2. Aktivitas Yang perlu dilakukan.


Prinsip ini menuntut adanya aktivitas : identifikasi , urutan dan interaksi
memproses untuk diidentifikasi, persyaratan dokumentasi, wakil
manajemen, desain, perencanaan untuk perwujudan produk,
pengesahan proses dan monitoring dan mengukur proses, yaitu:
1) Identifikasi dan menetapkan aktivitas yang penting untuk
memperoleh hasil yang diinginkan;
2) Memetakan urutan dan interaksi dalam organisasi.
3) Merencanakan dalam proses untuk merealisasikan produk.
4) Menganalisis dan mengukur kemampuan aktivitas kunci
5) Fokus terhadap faktor-faktor sumberdaya, metoda, dan bahan
yang akan memperbaiki aktivitas kunci yang telah ditetapkan.

3. Manfaat Penerapan
Manfaat dari penerapan prinsip pendekatan proses, akan
menguntungkan kinerja organisasi dalan hal :
1) Efektivitas penggunaan sumber-sumber daya, sehingga biaya dapat
ditekan.
2) Waktu siklus pelaksanaan kegiatan dapat lebih singkat.
3) Hasil-hasil menjadi meningkat, konsisten dan dapat diprediksi.
4) Kesempatan perbaikan menjadi prioritas dan lebih terfokus

3.5. PRINSIP 5 – Pendekatan Sistem

1. Pengertian
SMM merupakan manajemen yang mendasarkan pada sistem. Sistem
memiliki kata kunci interelasi dan integrasi. Interelasi bermakna bahwa
proses untuk menghasilkan ouput dilakukan melalui proses pada unit-unit
yang saling terhubung. Sedangkan integrasi bermakna bahwa proses pada
sub sistem-sub sistem merupakan proses yang saling terkait ( dalam
mengintegrasikan berbagai proses) struktur keseluruhan sistem yang utuh
dalam upaya merubah input menjadi output. Pendekatan sistem pada
manajemen didefinisikan sebagai identifikasi pemahaman dan pengelolaan
sistem dari proses yang saling terkait untuk pencapaian dan peningkatan

SISTEM MANAJEMEN MUTU


28
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

sasaran perusahaan/organisasi dengan efektif dan efisien dalam mencapai


tujuan-tujuannya.

2. Gambaran pendekatan sistem


Contoh : Gambaran keterkaitan proses dalam suatu sistem internal

3. Pentingnya Pendekatan Sistem


Setiap aktivitas dalam organisasi harus dilandasi dengan adanya sistem yang
harus dikomunikasikan kepada semua level organisasi, agar organisasi
dapat :

a. Menyusun sistem untuk mencapai sasaran organisasi dengan lebih


efektif dan efisien.
b. Memahami keadaan saling ketergantungan diantara proses-proses
pada sistem dengan pendekatan struktur yang harmonis dan integrasi
proses-proses, dengan tugas yang tidak saling tumpang tindih.
c. Memberi pemahaman terbaik pada tugas-tugas / tanggung-jawab yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan bersama, serta mengurangi
hambatan lintas fungsional.
d. Menargetkan dan menentukan bagaimana aktivitas khusus dalam
suatu sistem akan beroperasi.
e. Mengidentifikasikan, memahami, mengendalikan sistem dan interaksi
antar proses guna memberikan kontribusi efektifitas dan efisiensi
organisasi.

f. Mendorong unit-unit bagian proses berkemampuan menetapkan


sasaran mutu tiap proses, menetapkan interaksi dan rangkaian proses
serta memantau dan mengukur efektifitas tiap proses.
g. Bagian proses dapat menjalankan fungsi manajemen melalui sistem
evaluasi yang dilaksanakan secara periodik. Dengan itu maka adanya
berbagai kesalahan dapat segera diatasi, dan dicarikan solusinya,
bahkan pencegahannya. Dengan adanya upaya pencegahan untuk
terjadinya kesalahan tersebut, itulah yang kemudian akan menjadikan
organisasi mampu menjalankan sistem operasi yang efektif dan efisien
serta kemudian mampu meningkatkan daya kompetitif organisasi.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


29
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

4. Kesiapan SMM dalam pendekatan sistem


Manajemen harus mampu memberikan kepercayaan kepada pihak yang
berkepentingan terhadap konsistensi, efektivitas dan efisiensi dari
organisasi untuk menjalankan SMM, terkait klausal
1) Sistem manajemen mutu
2) Tanggung jawab manajemen
3) Pengelolaan sumber daya
4) Realisasi Produk
5) Pengukuran, Analisis dan Perbaikan.

5. Aktivitas Dalam Penerapan SMM


Aktivitas pendekatan system untuk manajemen adalah dalam mengelola
sistem persyaratan dokumentasi, manual mutu, perencanaan sistem
manajemen mutu, pengendalian dokumen dan arsip, komunikasi internal,
tinjauan ulang manajemen, perencanaan realisasi produk, identifikasi dan
mampu telusur, pemeliharaan produk dan perbaikan berkesinambungan
Penerapan SMM dalam menjalankan pendekatan sistem maka diperlukan
upaya atau program kegiatan pengelolaan organisasi untuk mampu :
1) Mengstrukturkan suatu sistem untuk mencapai tujuan perusahaan
dengan cara paling efisien dan efektif.
2) Memahami saling ketergantungan antara proses dalam sistem
tersebut.
3) Pendekatan terstruktur yang mengharmonikan dan mengintegrasikan
berbagai proses.
4) Memberikan pemahaman lebih baik mengenai peranan dan tanggung
jawab yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama sehingga
mengurangi hambatan lintas fungsional.
5) Memahami kemampuan perusahaan dan pengetahui hambatan
sumberdaya sebelum melakukan tindakan.

6. Manfaatnya Dalam Penerapan


1) Integrasi dan pengaturan proses-proses yang akan memberikan hasil
terbaik.
2) Kemampuan untuk memfokuskan upaya pada proses kunci.
3) Memberikan keyakinan kepada pihak berkepentingan tentang
konsistensi, efektivitas dan efisiensi perusahaan

SISTEM MANAJEMEN MUTU


30
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

3.6. PRINSIP 6 – Perbaikan Berkesinambungan (Continual Improvement).

1. Pengertian
Perbaikan berkesinambungan dari kinerja keseluruhan organisasi
harus menjadi tujuan tetap organisasi, bahwa organisasi tidak boleh
puas terhadap hasil yang telah dicapai, yaitu setiap saat setiap waktu
harus memposisikan kinerja untuk lebih baik dan lebih baik lagi. Harus
selalu ada peningkatan kinerja dari setiap periodenya, per bulan atau
tahun ke tahun.

2. Gambaran Perbaikan Berkelanjutan.


Untuk menunjukkan adanya perbaikan berkelanjutan maka harus ada
kegiatan yang berulang dari satuan waktu tertentu dengan hasil kinerja
(data kualitatif), agar dapat memperlihatkan bahwa SMM yang
dijalankan itu terkendali, bisa dilakukan dengan pendekatan aplikasi
siklus PDCA, seperti dibawah ini :

Hal-hal yang menggambarkan prinsip ini adalah adanya aktivitas:


1) Secara periodik melakukan pemeriksaan sistem seperti
menjalankan kegiatan internal audit.
2) Secara periodik mengadakan rapat khusus yang membahas
masalah yang berkaitan dengan SMM (biasa disebut rapat tinjauan
manajemen).

3. Pentingnya Perbaikan Berkelanjutan


1) Adanya tuntutan atas peningkatan mutu produk terus meningkat
di dalam lingkungan yang semakin kompetitif sekarang ini yang
menuntut keunggulan mutu produk. Hal yang sangat berarti dalam
meningkatkan kinerja menghadapi tantangan persaingan
kompetitif ini adalah melalui perbaikan berkelanjutan yang
terfokus pada Pengguna Layanan .
2) Adanya standard internasional, sehingga diperlukan pengaturan
dan pengendalian secara sistematik dan transparan. Keberhasilan
dapat dihasilkan apabila implementasi dan maintain SMM yang
dirancang itu dapat senantiasa dilakukan perbaikan berkelanjutan
yang dialamatkan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
Kegiatan ini dilakukan agar tetap dapat meraih mutu sebagai
kegiatan berulang memenuhi persyaratan.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


31
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

3) Adanya kebutuhan untuk perbaikan yang muncul dari kebutuhan


untuk menjadi lebih efektif terhadap sesuatu yang dilakukan, agar
lebih efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk menjadikan
organisasi menjadi yang terbaik di kelasnya.
4) Adanya pengembangan program perbaikan untuk meningkatkan
standar yang lebih tinggi lagi, untuk menumbuhkan pola pikir dan
pola tidak lebih inovatif guna benar-benar mencapai standar baru.
5) Adanya kebutuhan akan pengendalian Standard mutu kinerja yang
telah ditetapkan, guna segala sesuatu yang sudah baik akan dapat
menjadi budaya kerja yang bermutu dalam setiap menjalankan
tugas dan fungsinya di dalam organisasi.

4. Kesiapan SMM dalam perbaikan berkelanjutan


Manajemen mengarahkan kepada semua orang agar :
1) Kita ketahui tidak seorangpun dan sistem yang sempurna, sehingga
harus belajar dari kesalahan dan permasalahan dan secara terus
menerus meningkatkan sistem. Mengadopsi ukuran pencegahan
seperti pelatihan dan audit serta mengenali masalah. Peningkatan
yang berkesinambungan keseluruhan kinerja perusahaan harus
jadi sasaran yang permanen.
2) Perbaikan berkelanjutan akan terkait dengan klausal-klausal SMM
tentang 4.1 persyaratan umum, persyaratan dokumentasi,
komitmen manajemen, kebijakan mutu, sasaran hasil mutu, wakil
manajemen, pengawasan intern, analisa data, tindakan
pencegahan dan mengoreksi dan improvement.

5. Aktivitas Dalam Penerapan SMM


1) Mengevaluasi dampak perubahan oleh SMM terhadap Pengguna
Layanan
2) Mengkualifikasi proses
3) Mencari dan menghilangkan masalah proses
4) Melakukan studi banding proses untuk meningkatkan kinerja
organisasi.
5) Melihat kembali kualifikasi secara berkala
6) Menertibkan dokumen SMM.

6. Manfaat Penerapan
Manfaat penerapan perbaikan berkelanjutan, adalah :

SISTEM MANAJEMEN MUTU


32
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

1) Meningkatkan keunggulan kinerja melalui perbaikan kemampuan


organisasi.
2) Menyesuaikan aktivitas-aktivitas perbaikan mutu pada semua
tingkatan organisasi terhadap tujuan strategik organisasi.
3) Membangun fleksibilitas bereaksi secara cepat terhadap
kesempatan perbaikan yang dapat dilakukan saat ini.
4) Mengumpulkan dan menujukkan bukti /informasi : (1)
Rekomendasi tindakan perbaikan terhadap kondisi yang terkait
dengan persyaratan SMM, (2) mendapatkan bukti rekaman hasil
analisa yang direkomendasi dalam tindakan peningkatan
berkelanjutan.
5) Mengimplementasikan proses perbaikan selanjutnya.
6) Membuat proses efektif untuk dapat mengeluarkan hasil yang
diinginkan
7) Membuat proses efisien dengan meminimasi sumber daya yang
digunakan
8) Membuat proses adaptif, yaitu untuk dapat beradaptasi terhadap
perubahan kebutuhan Pengguna Layanan .
9) Membangun penguatan kompetensi SDM, Tim kerja yang solid dan
akan membentuk menjadi budaya kerja yang professional.

3.7. PRINSIP 7 – Pendekatan Faktual

1. Pengertian
Prinsip dalam rangka pengambilan keputusan yang efektif dengan
didasarkan kepada analisis data dan informasi.
Pengambilan keputusan akan menghasilkan suatu keluaran dari proses
mental yang dihadapkan pada pemilihan suatu jalur tindakan di antara
beberapa alternatif yang tersedia. Untuk itu maka proses keputusan
efektif maka harus didasarkan pada analisis data pengukuran dan
informasi obyektif sesuai fakta yang valid, jelas dan tidak bias. Analisis
data dari berbagai sumber yang jelas dan terdokumentasi untuk
menentukan kinerja organisasi sesuai rencana, sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan.

2. Gambaran penerapan
Pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan
keputusan yang sehat, solid dan baik.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


33
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap pengambilan


keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang (pihak-pihak terkait dapat
menerima keputusan-keputusan yang dibuat itu dengan rela dan
lapang dada.

Norma- norma :
 Jangan bicara masalah tanpa fakta dan data
 Janganlah berbicara perbaikan tanpa fakta dan data yang akurat
 Janganlah bertindak tanpa dasar yang jelas (hati-hati resiko bisa
terjadi)
 Setiap keputusan dalam implementasi SMM selalu didasarkan pada
fakta dan data. Tidak ada data (bukti implementasi) sama dengan
tidak dilaksanakannya SMM.

3. Pentingnya Pendekatan Faktual


Setiap proses pengambilan keputusan selalu menghasilkan satu pilihan
final yang keluarannya bisa berupa suatu tindakan (aksi) atau suatu
opini terhadap pilihan yang diambil, oleh karena itu :

1) Apabila dasar pengambilan keputusan tidak tepat maka akan


membawa organisasi pada jalur yang bias atau tidak fokus lagi pada
tujuan organisasi itu, untuk itu fakta penting, karena fakta
merupakan kejadian yang benar-benar terjadi dalam perlakuan
organisasi.

2) Fakta yang diolah akan menjadi data dan informasi, dengan


metode statistik yang sesuai dan benar maka akan dapat
menggambarkan atau memberikan petunjuk adanya
kecenderungan-kecenderungan perlakuan positif atau negative
yang akan lebih memudahkan proses pengambilan keputusan yang
akurat untuk bertindak.

3) Agar keputusan yang diambil punya dasar dan secara logika dapat
dicerna dengan baik didukung adanya analisa data dengan
informasi yang tepat, sehingga keputusan dapat dipertanggung
jawabkan dan diterima oleh pihak-pihak terkait.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


34
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

4. Kesiapan dalam SMM


SMM mengarahkan organisasi untuk mampu membuat :
1) Keputusan-keputusan berdasarkan informasi yang akurat
2) Meningkatkan kemampuan untuk menunjukan efektivitas dari
keputusan melalui referensi terhadap catatan-catatan factual.
3) Meningkatkan kemampuan untuk meninjau-ulang serta mengubah
opini dan keputusan terkait dengan klausal 5.7 tentang Tinjuan
Manajemen dan klausal 8 tentang Pengukuran, analisis dan
perbaikan.

5. Aktivitas Dalam Penerapan SMM


Memilih untuk mengambil keputusan (solusi) yang terbaik, yaitu dapat
dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut :

1) Memastikan bahwa data dan informasi cukup akurat dan andal


(reliable), membuat data mudah diakses bagi yang memerlukan
2) Menganalisis data dan informasi dengan metoda yang sahih,
melakukan analisis, yaitu evaluasi secara sistematis terhadap
pilihan-pilihan yang ada dengan mempertimbangkan segala
konsekuensinya bagi organisasi.
3) Penilaian, yaitu proses pemikiran dan pertimbangan dari seorang
berdasar pengalaman dan intuisinya dalam mengevaluasi
rancangan suatu keputusan/ tindakan terhadap sebuah
permasalahan yang dihadapinya.
4) Negosiasi., yaitu melakukan perundingan antara beberapa dengan
pihak-pihak terkait/terlibat. Dalam proses negosiasi inilah
pengaruh kebijakan-kebijakan organisasi dapat dilihat dengan jelas.
5) Membuat keputusan dan mengambil tindakan berdasarkan analisis
faktual.

6. Manfaat dari penerapannya


Manfaat dari penerapan pendekatan fakta sebagai dasar pengambilan
keputusan, yaitu :
1) Keputusan-keputusan berdasarkan informasi akurat yang dapat
dipertanggungjawabkan.
2) Meningkatkan kemampuan untuk menunjukkan efektivitas dari
keputusan yang diambil melalui referensi terhadap catatan-catatan
factual itu.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


35
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

3) Meningkatkan kemampuan untuk meninjau ulang, mengubah opini


dan keputusan untuk melakukan perbaikan.

3.8. Prinsip 8 – Hubungan Dengan Pemasok yang Saling Menguntungkan

1. Pengertian
Prinsip hubungan dengan pemasok yang saling menguntungkan
adalah upaya untuk membangun hubungan yang saling memuaskan
dengan pemasok untuk memelihara kerjasama/jaringan kinerja dan
preferensi dalam jangka panjang.
Membangun hubungan (Pengguna Layanan dan Pemasok) dengan
prinsip manfaat bersama memperkuat kemampuan keduanya untuk
menciptakan nilai tambah.
Pengguna Layanan dan Pemasok adalah tergantung pada hubungan
satu sama lain yang saling menguntungkan akan menghasilkan
keuntungan pada semua pihak, seperti peningkatan mutu. Hubungan
ini mulai dengan komunikasi yang jelas dan dibangun pada konsistensi
tujuan dan kepercayaan.

2. Gambaran Penerapan
Mengenal pemasok perlu Seleksi dan Evaluasi Pemasok, karena
keinginan untuk menyepakati persyaratan suatu dokumen kerjasama,
sehingga dokumen yang diajukan juga harus ditentukan sesuai SMM.
Syarat penting pemasok/suplier adalah terkait keandalannya, perlu
seleksi suplier agar dapat diketahui keandalannya, konsistensinya
menjaga mutu produk. Selain itu, pemasok juga harus tepat waktu,
pelayanan kepada Pengguna Layanan , pengiriman dan stabilitas
usahanya. Untuk itu perlu dokumen pengelolaan/manajemen
pemasok dengan segala reputasinya dan prestasinya serta selidiki apa
pernah terjadi masalah pemasok itu dari sekian banyak
pengalamannya. Cari Informasi kepada pihak-pihak yang pernah
berhubungan dengan pemasok itu.

3. Pentingnya prinsip membangun hubungan dengan pemasok


a) Suatu organisasi dan pemasoknya adalah saling tergantung dan
hubungan yang saling menguntungkan dan meningkatkan
kemampuan keduanya untuk mencapai target. Mutu produk yang

SISTEM MANAJEMEN MUTU


36
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

diberikan oleh pihak ketiga (vendor, rekanan, supplier) sangat


mempengaruhi mutu akhir produk suatu organisasi.
b) Pemasok atau Penyedia Jasa merupakan unsur yang tidak dapat
dipisahkan dalam kegiatan suatu organisasi. Pemasok merupakan
bagian dari SMM organisasi yang harus dikendalikan untuk
mencapai suatu nilai hubungan yang saling bermanfaat dan saling
memberikan nilai tambah kinerja untuk menghasilkan produk
bermutu.
c) Membangun komunikasi yang jelas dengan Penyedia Jasa agar
selalu konsisten menerapkan SMM. Kerjasama strategik antara
Pengguna dan Penyedia Jasa akan menjamin kehandalan proses
kerja dengan hasil produk secara tepat waktu, biaya yang murah
(efisien) dan memenuhi standar spesifikasi yang ditetapkan.
d) Membina hubungan yang saling menguntungkan itu didasarkan
pada tahap menetapkan dan mendokumentasikan persyaratan
yang harus dipenuhi oleh pemasok, meningkatkan kemampuan
kedua organisasi untuk lebih baik, seleksi, meninjau dan
mengevaluasi kinerja pemasok untuk mengendalikan produk yang
dipasok sesuai standar.

4. Kesiapan dalam SMM


a) Meningkatkan fleksibilitas dan kecepatan bersama untuk
menanggapi perubahan kebutuhan dan ekspektasi Pengguna
Layanan
b) Mengoptimumkan biaya dan penggunaan sumber-sumber daya
c) Melaksanakan klausal yang terkait dengan klausal 7.4 tentang
Pengadaan.
d) Hasil evalusi dan tindakan yang perlu harus dipelihara.

5. Aktivitasnya dalam SMM


Hal yang harus dilakukan terkait prinsip ini adalah:
1) Membangun hubungan yang menyeimbangkan keuntungan jangka
pendek dengan pertimbangan jangka panjang.
2) Melakukan seleksi dan evaluasi terhadap semua pemasok produk
(barang/ jasa) yang mempengaruhi hasil akhir produk (barang/jasa)
organisasi.
3) Organisasi harus mengevaluasi dan memilih pemasok berdasarkan
kemampuan mereka untuk memasok produk sesuai dengan

SISTEM MANAJEMEN MUTU


37
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

persyaratan organisasi. Kriteria untuk pemilihan, evaluasi dan


evaluasi ulang harus ditetapkan.
4) Cara Melakukan Seleksi dan Evaluasi Pemasok
(1) Melakukan pengisian kuisioner dalam mengevaluasi suplier.
(2) Melakukan pembelian, dilakukan dengan cara trial pembelian
untuk melakukan penilaian.
(3) Mendatangi langsung suplier dan menilai keseluruhan proses
yang ada.
(4) Untuk suplier yang sudah ada, perlu secara berkala menilai
kembali apakah suplier itu masih mampu memenuhi
kebutuhan persyaratan.
(5) Mengevaluasi suplier berdasarkan kinerja masa lalu mereka,
sehingga menyimpan catatan (misalnya log produk inspeksi
masuk, catatan laporan produk suplier tidak sesuai).
(6) Mencari informasi menyeluruh bila memungkinkan,
usahakanlah mencari informasi tentang :
 Kondisi keuangan calon pemasok, waspadalah pada calon
pemasok yang mengalami masalah kesulitan keuangan
 Sangat baik bila menemui calon pemasok secara langsung
guna melihat secara langsung operasi yang dijalankannya.
 Lamanya calon pemasok berkecimpung dalam bisnis.
Perusahaan pemasok yang telah lama didirikan
kemungkinan lebih terpercaya dibanding dengan yang
belum lama, meski kenyataanya memang tidak selalu
demikian.
 Mencari tahu kapasitas produksi si calon pemasok. Hal ini
berkaitan dengan kesanggupan calon pemasok
memenuhi mutu pesanan dalam jumlah besar.
 Menentukan pengharapan-pengharapan seputar layanan
yang bakal diterima dari calon pemasok. Hal ini harus
dinyatakan dengan jelas sebelum memutuskan
menandatangani kontrak pengadaan.
 Mendata jumlah pemasok juga penting untuk tidak
ketergantungan kepada pemasok tunggal.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


38
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

6. Manfaat Penerapan
Manfaat penerapan hubungan dengan pemasok yang saling
menguntungkan adalah :
1) Meningkatkan kemampuan untuk menciptakan nilai bagi kedua
pihak.
2) Meningkatkan fleksibilitas dan kecepatan bersama untuk
menanggapi perubahan masyarakat atau kebutuhan dan harapan
Pengguna Layanan .
3) Mengoptimumkan biaya dan pengunaan sumber-sumber daya.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


39
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

UNIT – 4
EVALUASI PENERAPAN MODUL

4.1. Daftar Pertanyaan Tertulis (DPT)

NO PERTANYAAN
1 2
1 Jelaskan pengertian Kebijakan Mutu ?

2 Sebutkan bagaimana menetapkan kebijakan Mutu ?

3 Jelaskan yang dimaksud dengan Sasaran Mutu ?

4 Sebutkan metode dalam menyususn Sasasran Mutu ?

5 Jelaskan tentang prinsip mutu terkait dengan Kepemimpinan ?

SISTEM MANAJEMEN MUTU


40
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

UNIT – 5
PENUTUP

Berdasarkan uraian penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kebijakan mutu merupakan maksud dan arahan secara menyeluruh sebuah


organisasi yang terkait dengan mutu, dan Kebijakan mutu ini dinyatakan secara
resmi oleh manajemen puncak (pimpinan tertinggi dalam sebuah unit kerja /
unit pelaksana kegiatan atau organisasi / perusahaan).

2. Sasaran mutu adalah sesuatu yang diinginkan atau dituju, terkait mutu. Dengan
kata lain sasaran mutu merupakan tujuan yang akan dicapai dalam melakukan
proses pada suatu organisasi. Sasaran mutu secara umum didasarkan pada
kebijakan mutu organisasi

3. Prinsip Mutu adalah prinsip yang digunakan didalam penerapan agar terciptanya
konsdisi tertib dan efektif dalam penyelenggaraan. Prinsip tersebut adalah :
Prinsip 1- Fokus pada Pelayanan Prima
Prinsip 2- Kepemimpinan
Prinsip 3- Keterlibatan Sumber Daya Manusia
Prinsip 4- Pendekatan Proses
Prinsip 5- Pendekatan Sistem
Prinsip 6- Perbaikan Berkesinambungan
Prinsip 7- Pendekatan Faktual
Prinsip 8- Hubungan dengan Pemasok yang Saling Menguntungkan

SISTEM MANAJEMEN MUTU


41
MODUL – 2
PERSYARATAN SISTEM MANAJEMEN MUTU

UNIT – 6
DAFTAR PUSTAKA

1. Permen PU Nomor. 04/PRT/M/2009 tentang Penerapan SMM Departemen


Pekerjaan Umum, 16 Maret 2009
2. Abdul Wahab, Solichin, 1997, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara, Penerbit P.T. Bumi Aksara, Jakarta.
3. Anggara, Sahya, 2014, Kebijakan Publik, Penerbit CV Pustaka Setia, Bandung.
4. Islamy, Irfan, 2001, Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Cetakan X,
Bumi Aksara, Jakarta.
5. Jones, Charles O, 1996, Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy) Terjemahan
Ricky Ismanto, Penerbit P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
6. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional,
2014, Cetakan VII, Edisi IV, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
7. Mulyadi, Dedy, 2015, Studi Kebjakan Publik dan Pelayanan Publik, Penerbit
Alfabeta, Bandung.
8. Nugroho D, Riant, 2006, Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang,
Penerbit PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
9. Nurcholis, Hanif, 2007, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi
Daerah, Penerbit P.T. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
10. Sutrisno, Edy (2009), Mengenal Perencanaan, Implementsi & Evaluasi
Kebijakan/Program, Penerbit, Untag Press, Surabaya.
11. Tahir, Arifin, 2014, Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaran Pemerintah
Daerah, Penerbit Alfabeta, Bandung.

SISTEM MANAJEMEN MUTU


42

Anda mungkin juga menyukai