Anda di halaman 1dari 7

Pada pemasaran komoditi non-pertanian lokasi produsen terkonsentrasi dan barang yang

dihasilkan dapat direncanakan secara cermat, mengenai jumlah, mutu dan waktu pembuatan
barang. Pro dusen produk non-pertanian pada umumnya menghasilkan barang dalam jumlah
besar, sehingga produsen dapat mendistribusikan secara langsung melalui pedagang besar, agen
dan pengecer serta konsumen (distribusi barang). Sifat distributif diindikasikan dengan
penurunan volume yang ditransaksikan dari pedagang besar, agen dan pengecer serta konsumen.

Sebaliknya komoditi pertanian dihasilkan secara terpencar pencar, berupa bahan mentah yang
perlu pengolahan lebih lanjut dan dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga untuk menutup
biaya-biaya yang diperlukan lembaga pemasaran dalam melakukan fungsi-fungsi pemasaran
diperlukan volume perdagangan yang cukup besar. Pemasaran komoditi pertanian dari proses
konsentrasi yaitu pengumpulan produk-produk pertanian dari petani ke tengkulak, pedagang
pengumpul dan pedagang besar serta diakhiri proses distribusi yaitu penjualan barang dari
pedagang ke agen, pengecer dan konsumen.

Dengan mengkomparasikan sifat pemasaran non-pertanian dan pemasaran pertanian di atas,


maka dapat dikemukakan definisi pe masaran pertanian (agricultural marketing). Ada beberpa
definisi definisi pemasaran pertanian yang dikemukakan oleh beberapa ahli atau institusi, antara
lain:

1) FAO pada tahun 1958 mendefinisikan pemasaran hasil pertanian atau tataniaga hasil pertanian
merupakan serangkaian kegiatan ekonomi berturut-turut yang terjadi selama perjalanan komoditi
hasil-hasil pertanian mulai dari produsen primer sampai ke tangan konsumen.

2) Breimeyer (1973) dengan mengutip "What Happens School" yang menyatakan bahwa
pemasaran pertanian adalah kegiatan kegiatan yang terjadi diantara usaha tani dan konsumen.
Definisi ini menegaskan bahwa pemasaran pertanian terjadi setelah usaha tani (marketing post
the farm) dan produksi terjadi pada usahatani (production on the farm). Dengan demikian
pemasaran pertanian hanya mempelajari aliran komoditi hasil-hasil pertanian yang terjadi antara
usahatani dan konsumen akhir.

3) John Philips (1968) mendefinisikan pemasaran pertanian semua aktivitas perdagangan yang
meliputi aliran barang barang dan jasa-jasa secara fisik dari pusat produksi pertanian ke pusat
konsumsi pertanian.
Selain definisi di atas juga ada beberapa penulis yang menyatakan bahwa pemasaran pertanian
itu tidak saja meliputi aliran komoditi pertanian yang terjadi setelah proses produksi pada
usahatani, tetapi pemasaran pertanian juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan
proses produksi usahatani. Definisi yang semacam ini diantaranya dikemukakan oleh:

1) Pemasaran pertanian menurut Abbott dan Makeham (1979) di mulai pada tingkat usahatani,
yaitu mulai pada saat petani merencanakan pertanian yang depanen biasanya tidak dapat
memenuhi kebutuhan konsumen secara langsung sebab: 1). Lokasi produksi letaknya berbeda
dengan lokasi konsumen, sehingga dibutuhkan transportasi untuk mencapai konsumen, 2)
Produksi pertanian bersifat musiman, sementara itu konsumsi bersifat reguler dan kontinyu dari
tahun ke tahun, 3). Produk pertanian biasanya dalam bentuk mentah, sehingga tidak dapat
dikonsumsi secara langsung oleh konsumen. Dalam negara-negara yang sudah berkembang,
maka proses pengolahan produk-produk pertanian ini lebih kompleks lagi yaitu meliputi
penyimpanan, pengolahan, termasuk pendinginan dan bentuk-bentuk aktivitas lainnya yang
dibutuhkan pada distribusi penjualan tingkat pengecer. Menurut J.C Abbot dan J.P Mahekam,
pemasaran pertanian ini juga meliputi penjualan produk, pestisida bahan kimia lainnya, pakan
ternak, mesin, alat dan peralatan pertanian.

2). Thomson (1951) menyatakan bahwa pemasaran pertanian adalah semua kegiatan dan
aktivitas agen perdagangan yang menghu bungkan pergerakan bahan pangan pertanian terolah
dan bahan baku, serta permintaan atau penawaran turunnya, seperti tekstil, dari usaha tani sampai
kepada konsumen akhir, dimana aktivitas aktivitas ini berpengaruh terhadap petani, pedagang
perantara dan pengolahan, yang biasanya terjadi pada pemasaran industri.

3). Cramer dan Jensen (1979) dengan mengutip definisi pemasaran yang dikemukakan oleh
Asosiasi Pemasaran Amerika menyatakan bahwa pemasaran langsung dengan aliran barang-
barang dan jasa-jasa dari produsen ke konsumen atau pemakai akhir. Titik produksi, yaitu
usahatani atau usaha ternak, merupakan sumber penawaran. Pemasaran pertanian juga meliputi
penawaran input oleh perusahaan-perusahaan untuk melayani usahatani atau usahaternak.
Pemasaran ini terjadi perpindahan pemilikan juga menciptakan kegunaan waktu (time utility),
tempat (place utility) dan kegunaan bentuk (form utility) pada komoditi komoditi pertanian.

Oleh karena adanya definisi yang beragam di atas, maka buku ini mengikuti definisi yang
menyatakan bahwa pemasaran pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan
hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat dan guna bentuk, yang dilakukan oleh
lembaga-lembaga pemasaran dengan melaksanakan satu atau lebih fungsi-fungsi pemasaran.

C. MENGAPA PEMASARAN PERTANIAN DISEBUT KEGIATAN YANG PRODUKTIF

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali dijumpai petani produsen hanya menikmati bagian harga
yang sangat kecil sekali dibandingkan dengan harga yang dibayarkan konsumen. Sebagai
ilustrasi dalam pemasaran tomat petani menerima harga sebesar Rp800,- per kilogram,
sedangkan konsumen bersedia membayar sebesar Rp 3.000,- per kilogram. Dalam ilustrasi ini
seolah-olah keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran sangat besar. Tetapi telaah lebih
mendalam dapat dilihat bahwa lembaga pemasaran harus mengeluarkan biaya-biaya untuk
menjalankan fungsi-fungsi pemasaran dan menanggung resiko kerugian akibat proses pemasaran
yang dilakukan. Jika tidak terdapat insentif yang cukup, tentu tidak terdapat lembaga pemasaran
yang mengalirkan barang dari produsen sampai kepada konsumen akhir.

Ditinjau dari aspek ekonomi kegiatan pemasaran pertanian dikatakan sebagai kegiatan produktif
sebab pemasaran pertanian dapat meningkatkan "guna waktu" (time utility), guna tempat" (place
utility), "guna bentuk" (form utiliy) dan "guna pemilikan" (possesion utility).

Produksi beberapa produk pertanian bersifat musiman, sedangkan konsumsinya terjadi setiap
saat sepanjang tahun, oleh sebab itu komoditi pertanian tersebut perlu disimpan agar dapat
tersedia setiap saat. Sebagai contoh, produksi beras relatif banyak antara bulan Februari sampai
Mei. Agar beras tersebut dapat tersedia sepanjang tahun, maka produksi yang berlebihan yang
terjadi pada bulan-bulan tersebut harus disimpan, misalnya oleh BULOG, agar dapat tersedia
bagi konsumen pada setiap waktu. Dengan demikian, untuk meningkatkan "guna waktu" harus
dilakukan aktivitas pe nyimpanan yang membutuhkan biaya penyimpanan (storage cost). Lokasi
produksi pertanian seringkali terpisah jauh dari tepat produsen. Agar produksi pertanian ini dapat
dimanfaatkan oleh konsumen, maka komoditi pertanian tersebut harus diangkut dari lokasi
produsen ke lokasi konsumen. Sebagai contoh, salah satu sentra produksi beras adalah
Banyuwangi, sedangkan salah satu lokasi konsumen adalah Malang. Agar beras ini bermanfaat
bagi konsumen di Malang, maka beras yang ada di Banyuwangi harus dipindahkan ke Malang.
Dengan demikian, untuk meningkatkan guna tempat pemindahan (tranfer cost).
Komoditi pertanian ini biasanya berupa bahan mentah. Agar dapat memenuhi kebutuhan
konsumen secara langsung, maka komoditi ini perlu diolah. Sebagai contoh, konsumen
mengkonsumsi beras dalam bentuk nasi. Dengan demikian, untuk meningkatkan guna bentuk
harus dilakukan pengolahan, yang membutuhkan biaya pengolahan (processing cost).

Komoditi pertanian yang sudah mengalami peningkatan guna waktu, tempat dan guna bentuk ini
baru bisa memenuhi kebutuhan konsumen, apabila sudah terjadi pemindahan hak milik dari
produsen ataupun lembaga pemasaran kepada konsumen. Agar terjadi pemin dahan hak milik ini
harus dilakukan transaksi yang membutuhkan biaya transaksi (transaction cost).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran pertanian merupakan
kegiatan produktif, karena dapat meningkatkan guna waktu, tempat, bentuk dan guna milik.

D. MENGAPA PEMASARAN PERTANIAN DIANGGAP SEBAGAI DISIPLIN ILMU


YANG BERDIRI SENDIRI?

Sebelum diuraikan mengapa pemasaran pertanian dianggap sebagai disiplin ilmu yang berdiri
sendiri, ada baiknya jika tinjau terlebih dahulu karakteristik produk pertanian. Sebab hal ini
sangat berkaitan erat dengan disiplin ilmu yang mempelajarinya. Jerry Law dalam penelitiannya
mengenai struktur pasar pertanian, mengemukakan lima karakteristik yang membedakan produk
pertanian dengan produk lainnya, yaitu:

1) Produk pertanian gampang rusak perishability, oleh sebab itu produk pertanian harus
secepatnya dikonsumsi atau diolah serta membutuhkan pengawetan.

2) Dalam melakukan aktivitas penjualan maupun pembelian produk pertanian, penjual dan
pembeli dihadapkan pada berbagai ting kat "grade" barang, tetapi secara umum produk pertanian
dapat dikatakan homogen.

3) Produk pertanian banyak memakan tempat dikaitkan dengan nilainya dibanding produk-
produk non-pertanian, sehingga ber pengaruh terhadap fasilitas-fasilitas pemasaran yang harus
dise diakan oleh lembaga-lembaga pemasaran Apabila sewa ruangan atau pengepakan produk
pertanian lebih mahal dapat memungkinkan lembaga pemasaran berpindah usaha pada komoditi
lainnya.
4) Produk pertanian memerlukan proses pengolahan lebih lanjut. Produk pertanian pada
umumnya berupa bahan mentah sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumen, produk
pertanian tersebut perlu diolah lebih lanjut dan terus-menerus, hal ini secara langsung
berpengaruh terhadap slope dan posisi kurva penawaran dan

5) Rasio biaya tetap dan biaya variabel secara langsung berpe ngaruh terhadap respon penawaran
produsen, yaitu mengenai slope dan posisi kurva penawaran pasar. Oleh karena karakte ristik-
karakteristik inilah pemasaran pertanian harus dipertim bangkan sebagai disiplin ilmu yang
berdiri sendiri.

Lebih lanjut Bateman (1976) dalam artikel yang berjudul "Agri cultural Marketing: a Review of
the Literature of marketing Theory dan of Selected Application mengemukakan tujuh alasan
untuk menjawab: "Mengapa pemasaran pertanian merupakan disiplin yang berdiri sendiri, yang
harus dibedakan dengan pemasaran pada umumnya?", yaitu:

Pertama, pemasaran dikembangkan dengan menitik-beratkan sebagai disiplin ilmu bisnis,


dengan mengemukakan keputusan dan mencapai tujuan bisnis. Sedangkan pemasaran pertanian
dikembang kan pertama kali dengan menitik-beratkan kebijakan melalui campur tangan
(intervensi) pemerintah.

Kedua, adanya alasan-alasan nyata bahwa mahasiswa mempelajar pemasaran pertanian karena
tertarik terhadap persoalan persoalan yang dihadapi petani, yang relatif kecil mendapat perhatian
dan pelaku-pelaku bisnis. Kesempatan-kesempatan petani menggunakan konsep pemasaran
mengalami hambatan, karena ukuran usahataninya relatif kecil dan kendala peningkatan
pendapatan petani melalui perbaikan pemasaran menjadi sia-sia.

Ketiga, konsentrasi perhatian pemasaran pertanian terhadap bahan pangan yang merupakan salah
satu bidang telaah pemasaraan pada umumnya sangat berkaitan erat dengan. kepentingan
produsen dan konsumen, sehingga sangat terbuka dipengaruh kepentingan-kepentingan politis
oleh pembuat kebijakan. Kesulitan ini bertambah lagi dibanding pemasaran non pertanian,
apabila dikaitkan dengan masalah distribusi keuntungan antara produsen, konsumen dan lembaga
pemasaran.

Keempat, pemasaran sebagai subyek bisnis dibagi dengan sen dirinya berdasarkan geografis
dengan sendirinya ke dalam beberapa spesialisasi, seperti pemasaran konsumen, pemasaran
idnustri dan pemasaran internasional. Pemasaran pertanian sebagai subyek bisnis sangat sulit
dibagi menjadi sub-sub devisi seperti di atas, sebab pembagian pemasaran pertanian ke dalam
pemasaran konsumen dan pemasaran industri sangat tidak beralasan sama sekali.

Kelima, pengambilan keputusan pemasaran secara optimal oleh suatu perusahaan sangat
tergantung lingkungan pasar, yaitu kegiatan perusahaan lainnya. Salah satu aspek lingkungan
pasar tersebut adalah kebijakan pemerintah. Kebijakan pertanian (yang merupakan salah satu
topik bahasan utama pada pemasaran pertanian secara tradisional) akan mengalami tumpang
tindih jika tidak dipisahkan dengan pemasaran pada umumnya.

Keenam, pemasaran pertanian tradisional (yang lebih menitikberatkan masalah pangan dan
kebijaksanaan pemerintah) merupakan salah satu topik bahasan yang lebih kecil dibanding
pemasaran, tetapi mempunyai pengaruh yang sekali. Pemasaran pertanian menyangkut segala
sesuatu yang terjadi antara pintu gerbang petani (farmgate) sampai ke konsumen, termasuk
pengolahan bahan makanan. Sehingga ukuran "sektor pemasaran" dalam hal ini sering
didefinisikan sebagai nilai perbedaan antara yang diterima produsen pada pintu gerbang
usahatani dan pengeluaran sering menyatakan bahwa bidang pekerjaan ini "bukan pemasaran"
(not marketing).

Ketujuh, dalam konteks ekonomi pemerintah mempunyai dua fungsi pokok, pertama
memproduksi dan menawarkan barang barang dan jasa-jasa sendiri, dan kedua, bertindak sebagai
pengatur (regulator) agar tercapai efisiensi ekonomi, jika barang atau jasa diproduksi oleh pihak
swasta. Apabila kedua peran pemerintah tersebut, lebih banyak berorientasi bisnis, maka akan
dihadapkan masalah-masalah untuk bagaimana mempertemukan "apa yang diinginkan
konsumen" dan "apa yang diproduksi" yang meliputi perencanaan, promosi, distribusi dan
penetapan harga. Kegagalan pembuat kebijakan untuk membuat kebijakan yang berorientasi
pada pasar menyebabkan harga relatif yang diterima petani sangat rendah, sehingga nilai tukar
produk-produk pertanian juga mengalami penurunan. Pada akhirnya tidak dapat merangsang
petani untuk produksi, sehingga tidak tersedia cukup produk-produk pertanian untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Dengan demikian, pemasaran pertanian bukan menyangkut aktivitas bisnis
semata mata, tetapi juga menyangkut kepentingan sosial.

E. BIDANG-BIDANG PENELITIAN PEMASARAN PERTANIAN


Sebagia disiplin ilmu yang berdiri sendiri, pemasaran pertanian tentu memiliki aspek "ontologi"
yaitu untuk menjawab "apakah yang diketahui dengan mempelajari ilmu pemasaran itu?" Atau
dengan perkataan lain, "apakah yang menjadi bidang telaah ilmu pemasaran pertanian itu?".
Bidang-bidang penelitian pemasaran pertanian sangat beragam sekali. Pada umumnya bidang-
bidang yang diteliti dalam pemasaran pertanian meliputi: marjin pemasaran, rekayasa ekonomi,
perancanaan fasilitas, grading, preferensi konsumen, respon penawaran dan permintaan, analisis
permintaan dan penentuan harga, teori lokasi dan integrasi pasar (Quilkey, 1986).

Shepherd (1949) lebih spesifik lagi mengatakan bahwa ruang lingkup pemasaran pertanian
dibedakan menjadi arti sempit dan arti luas. Dalam arti dilaksanakan untuk menyampaikan
produk produk pertanian dari tempat panen sampai meja konsumen. Se dangkan dalam arti luas
ruang lingkup pertanian ini meliputi seluruh kekuatan yang menimbulkan masalah-masalah
pemasaran pertanian. Oleh karena itu ruang lingkup pemasaran ini dalam arti luas meliputi
penelitian permintaan konsumen (dikaitkan dengan pendapatan, elastisitas dan perubahan
permintaan). Lebih anjut dengan mengutip pendapat Norton (1949) bahwa produsen ke

Anda mungkin juga menyukai