Anda di halaman 1dari 10

PEMAHAMAN SISWA PADA POKOK BAHASAN PELUANG:

STUDI KASUS DI SATU SEKOLAH MENENGAH


DI JOHOR BAHRU, MALAYSIA

Maizatul Nur Aisyah1, Bambang Sumintono2 dan Zaleha Ismail1


1
Fakulti Pendidikan,Universiti Teknologi Malaysia, Johor Bahru, Malaysia
2
Universiti Malaya, Malaysia

ABSTRAK
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menantang pemahaman siswa; pokok
bahasan peluang dalam topik statistik merupakan hal yang bermanfaat dan mempunyai aplikasi ke
berbagai disiplin ilmu. Namun, pokok bahasan ini termasuk yang kurang dipahami oleh siswa.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pemahaman siswa dalam menyelesaikan masalah peluang
(probabilitas) dan untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh siswa dalam menyelesaikan
masalah peluang. Untuk tujuan tersebut, satu studi kualitatif dengan pendekatan studi kasus telah
dilakukan dengan jumlah sampel secara purposif sebanyak delapan orang pada siswa kelas sepuluh
di sekolah menengah negeri di daerah Johor Bahru, Malaysia. Data penelitian pada tahap awal
didapat dengan memberikan ujian diagnostik kepada sampel, kemudian empat orang diantaranya
dipilih untuk di wawancara secara mendalam mengenai jawaban yang diberikan. Wawancara
difokuskan kepada pola pemahaman siswa dalam menyelesaikan masalah peluang dan masalah
yang di hadapi oleh mereka dalam menyelesaikan masalah peluang tersebut. Data kualitatif
kemudian dianalisis menggunakan kaedah analisis tematik. Hasil studi mendapati beberapa tema
dan pola yang menjelaskan tentang pemahaman siswa dalam menyelesaikan masalah peluang yaitu
miskonsepsi, penguasaan konsep yang lemah dan tidak memahami kalimat dan istilah.

Kata kunci: miskonsepsi siswa, pendidikan matematika, pembelajaran peluang, sekolah menengah
Malaysia

ABSTRACT
Mathematics is one the challenging subject to students‟ understanding, and probability concepts in
statistics is one of the concept that used in many disciplines. However, this topic is one that not
comprehensively understood by students. This study purpose is to seek students understanding
about probability topic and to know problem that students‟ face when solving prability problems. A
qualitative study that employed case study design has been coducted with sampling of eight of year
10 students selected purposively in one public secondary school in Johor Bahru, Malaysia. First
stage of data collection came from diagnostic tests to students; then four of the students are chosen
to be interviewed. Data from interviews and diagnostic test analyse with thematics method. The
study found that students have misconception to probability concept, they have poor understanding
and cannot understand terms used.

Keywords: secondary school of Malaysia, mathmatics education, probability, students‟


misconception

PENDAHULUAN menetapkan kuota 60:40, di mana 60% kuota


untuk belajar siswa ilmu pengetahuan alam
Matematika merupakan bidang ilmu yang
(sains) dan matematik dan 40% siswa ada di
mempelajari tentang angka, bentuk, ruang dan
jurusan ilmu pengetahuan sosial. Matematik
kaitannya (KPM, 2000). Di Malaysia,
merupakan bidang ilmu pengetahuan yang
matematika merupakan salah satu mata
melatih pemikiran manusia untuk berfikir
pelajaran penting dan di pelajari di semua
secara logik dan teratur dalam menyelesaikan
tingkatan dari tingkatan yang terendah hingga
masalah dan membuat sesuatu keputusan.
tertinggi. Di peringkat sekolah menengah,
Matematika merupakan ilmu yang
kebijakan Kementrian Pendidikan
menggalakkan pembelajaran yang bermakna

19
20 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19, Nomor 1, April 2014, hlm. 19-28

dan menantang pemikiran seseorang yang situasi negatif juga boleh di temui, di mana
mempelajarinya (KPM, 2000). mereka sendiri tidak dapat meramalkannya.
Dengan cara tersebut, mereka dapat
Namun demikian, matematika terkenal
mengumpul informasi situasi sebenarnya
sebagai mata pelajaran yang tidak menarik,
melalui pengalaman mereka dalam kehidupan
sukar dan membosankan menurut siswa jika
nyata dan pengalaman ini sangat diperlukan
dibandingkan dengan pelajaran lain seperti
untuk membantu mereka membuat keputusan
bahasa, ilmu sosial atau olahraga (Aplin &
yang terbaik.
Saunders, 1996; Lee & Cockman, 1995) dan
juga sains (Allchin, 1999). Hal ini terjadi Menurut Piaget dan Inhelder (dalam
terutama karena cara pengajaran yang Bryant & Nunes, 2012), kanak-kanak pada
digunakan oleh guru tidak dapat menarik peringkat “concrete-operational” tidak dapat
minat siswa dan menyebabkan mereka gagal membedakan antara ramalan dan kondisi
dalam memahami matematika (Nik Aziz, acak, maupun merumuskan ramalan dan acak
1989). Saat yang sama penguasaan tersebut. Dalam tahapan ini mereka mulai
matematika oleh siswa di Malaysia juga belajar untuk membedakan antara situasi yang
dalam kondisi yang mengkhawatirkan, akan berlaku atau mungkin berlaku
dimana kebanyakan mereka masih lemah (Goldberg, 1966). Studi yang dilakukan oleh
dalam menguasai soal yang melibatkan Bryant and Nunes (2012) mengenai
penalaran, penjelasan dan juga dalam pemahaman kanak-kanak dalam peluang,
memberi pendapat berbentuk kalimat mereka menyatakan bahawa kondisi acak
deskriptif, sehubungan kurangnya mereka (random) merupakan sesuatu yang amat
dilatih dalam proses penyelesaian masalah penting dalam kehidupan seharian; dan
(Zaidatun, Jamalludin & Nur Wahida 2008). kemampuan orang dewasa, karena
pengalamanya, jauh lebih baik dibanding
Salah satu pokok basahan matematik
anak-anak. Sedangkan riset yang dilakukan
yang sukar untuk di kuasai oleh siswa ialah
oleh Kuzmak dan Gelman (1986), mendapati
topik peluang (probabilitas). Dalam silabus
bahwa anak-anak berusia empat tahun
pendidikan matematika, pokok bahasan
ternyata dapat membedakan antara urutan
peluang diberikan di kelas sepuluh yang
secara acak dan bukan acak. Studi tersebut
meliputi tiga subtopik yaitu ruang sampel,
dilakukan dengan memperhatikan anak-anak
peristiwa dan peluang dalam sesuatu
usia 3 sampai 7 tahun yang menggunakan
peristiwa. Behr et al. (1983), menyatakan
bola berwarna-warni dan mencoba
bahwa salah satu sebab siswa lemah dalam
menyusunnya.
peluang dan statistik adalah karena mereka
tidak dapat menguasai bilangan rasional, Selain itu, kombinasi merupakan hal
perbandingan, pecahan yang digunakan dalam penting lainnya yang penting dikuasai karena
menghitung dan menentukan peluang. kita dapat menebak peluang akan sesuatu
peristiwa yang terjadi. Menurut Keren (1984)
Menurut Fischbein dan Schnarch (1997)
dan Chernoff (2009), mengetahui urutan
di sekolah dasar peluang merupakan satu
kombinasi sesuatu peristiwa merupakan
topik yang tidak jelas dan formal, tetapi siswa
langkah penting untuk menyelesaikan masalah
mempelajarinya melalui pengalaman dalam
yang melibatkan peluang. Namun,
kehidupan mereka, yang menjadikan mereka
kebanyakan penelitian terhadap anak-anak
membahas tentang satu peristiwa. Peluang
jarang yang membahas hal ini, dan hanya
diperkenalkan supaya siswa mampu
menekankan pada pemahaman mereka tentang
berhadapan dengan situasi yang tidak
kondisi acak dan kemampuan mereka dalam
menentu dan berubah-ubah, meramalkan,
mengukur dan membedakan peluang (Bryant
membuat keputusan antara berbagai
& Nunes, 2012).
kemungkinan yang berbeda, menyelesaikan
masalah dan membina pemikiran yang Menurut Thretfall (2004) kandungan
berbeda (Fischbein & Gazit, 1984). Melalui topik peluang di tingkat pra-sekolah atau
pembelajaran peluang tersebut, ia dapat sekolah dasar perlulah berkaitan dengan
membantu siswa menerima hakikat bahwa kehidupan keseharian yang dialami oleh
Maizatul Nur Aisyah, Bambang Sumintono dan Zaleha Ismail, Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Peluang: Studi
Kasus di Satu Sekolah Menengah di Johor Bahru, Malaysia 21

mereka di mana istilah atau bahasa yang di Akibatnya siswa akan meramalkan suatu
gunakan perlulah mempunyai kaitan dalam peristiwa berdasarkan ciri-ciri yang
lingkungan mereka untuk membuat mereka merepresentasikan hal yang sama.
mampu mempelajari kebarangkalian ini
Berbagai studi yang dilakukan
dengan baik. Sehingga pemahaman ini akan
menemukan tiga hal yang menyebabkan
terus melekat dan diperkuat saat mempelajari
kesulitan siswa memahami konsep peluang.
topik peluang di sekolah menengah dan
Yang pertama karena mereka mengalami
pendidikan tinggi, serta diaplikasikan dalam
masalah dalam memahami konsep bilangan
kehidupan sebagai orang dewasa.
rasional dan argumentasi atau kalimat yang
Pemahaman konsep peluang dapat bersifat proporsi, yang sering di gunakan
dibentuk salah satunya melalui permainan dan dalam perhitungan, membuat laporan dan
eksperimen, yaitu dengan dadu dan uang menginterpretasi peluang (Behr et al., 1983).
logam yang membantu siswa dalam Hal ini berdampak mereka sukar memahami
memahami konsep-konsep seperti kebebasan, konsep peluang yang mempunyai kaitan
peluang, dan peristiwa saling eksklusif. dengan konsep pecahan, angka desimal dan
Namun begitu dalam pengajaran topik persentase. Berdasarkan keputusan laporan
peluang terdapat beberapa jenis miskonsepsi oleh National Assessment of Education
yang sering di alami oleh siswa. Salah satu Progress (NAEP) di Amerika Syarikat,
daripadanya adalah salah faham mengenai didapati bahwa siswa yang lemah dalam
kemunculan peluang positif dan negatif menguasai konsep bilangan rasional akan
(Chiese & Primi, 2009). Siswa yang mempunyai kesulitan dalam pemahaman
mengalami salah faham dalam negative konsep dasar yang melibatkan pecahan, angka
recency ini menganggap bahwa peluang untuk desimal dan persentase (Carpenter et al.,
memperolehi gambar ekor dalam pengundian 1981; Carpenter et al., 1983).
uang logam untuk keempat kali adalah lebih
Kesukaran kedua yang dialami oleh
tinggi jika dilemparkan sebelumnya dan
siswa adalah di sebabkan oleh kontradiksi
memperoleh uang logam gambar kepala tiga
konsep peluang dengan pengalaman sehari-
kali secara berturut-turut.
hari dalam cara melihat lingkungan sekitarnya
Selain itu, salah konsep dan (Kapadia, 1985). Contohnya, jika hari Sabtu
kesalahpahaman yang selalu dihadapi oleh cuaca pada waktu pagi adalah cerah, peluang
siswa dalam menyelesaikan masalah peluang untuk hujan pada siang hari adalah 0,5
adalah dalam hal equiprobability bias. Ini (setengah). Tetapi kebanyakan siswa
tidak lain kecenderungan yang sering menyatakan bahwa peluang untuk hujan di
dilakukan oleh siswa di mana mereka melihat siang hari adalah 0 (kosong) karena mereka
suatu hasil dari peristiwa yang terjadi atau menyatakan bahawa jika pada waktu pagi
eksperimen adalah sama (Anway & Bennet, cuaca cerah, pada waktu siang cuaca juga
2004). Menurut Lecoutre (1992) akan panas. Jawaban yang diberikan itu
„equiprobability bias‟ berlaku bila siswa adalah berdasarkan pengalaman keseharian
menggunakan kaedah yang berat sebelah yaitu mereka di lingkungan sekitar. Kontradiksi ini
siswa menganggap bahwa sesuatu peristiwa bisa menyebabkan berlakunya salah konsep
yang berlaku secara acak sama dengan yang oleh siswa.
dia alami, seterusnya peluang untuk
Kesulitan terakhir berhubungan dengan
mendapatkan hasil yang berbeda akan dilihat
rasa tidak sukanya siswa dengan topik
sebagai peristiwa yang sama. Satu lagi
peluang yang menurut mereka biasanya
miskonsepsi yang sering di alami oleh siswa
diberikan penjelasan yang abstrak dan formal
adalah mengenai representasi heuristik. Para
oleh guru (Freudenthal, 1973). Hal ini jelas
siswa mendefinisikan representasi ini sebagai
akan menghambat pemahaman akan
tahap atau derajat dalam suatu peristiwa
pengembangan konsep yang harus dikuasai
adalah sama mengikuti ciri-ciri sesuatu
saat beban mental ini telah terbentuk.
peristiwa sebelumnya, yang mana hal ini
mencerminkan ciri-ciri utama proses di mana
ia dihasilkan (Tversky & Kahneman, 1982).
22 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19, Nomor 1, April 2014, hlm. 19-28

Menurut Glencross (1998) dan Castro tidak dapat mengembangkan ide mereka
(1998), kebanyakan kesalahan yang di dengan kata-katanya sendiri, sehingga
lakukan oleh siswa dalam menyelesaikan kesulitan dalam memahami soal dalam bentuk
masalah peluang disebabkan oleh kegagalan kalimat.
memahami konsep dasar, miskonsepsi dan
Hal yang terakhir, siswa juga sering
kurangnya strategi pembelajaran metakognitif
melakukan kesalahan dalam menyelesaikan
yang digunakan. Menurut Falk dan
masalah peluang disebabkan mereka tidak
Konold (1992), miskonsepsi dalam
memahami istilah atau bahasa yang di
pendekatan akan terjadi apabila siswa
gunakan, atau istilah dan bahasa yang
menganggap sesuatu peristiwa yang terjadi,
digunakan sukar difahami oleh siswa
akan terjadi dengan berurutan. Padahal siswa
(Hawkins et al., 1992). Sebagai contoh, siswa
seharusnya perlu meramal kemungkinan
yang tidak dapat memahami istilah peristiwa
sesuatu peristiwa yang terjadi pada percobaan
dalam topik peluang, akan mencoba
lain daripada menganggap mereka akan
menterjemahkan peristiwa itu sebagai
mendapat hasil yang sama pada percobaan
kejadian, sedangkan dalam topik peluang
seterusnya. Di sebabkan oleh miskonsepsi ini
peristiwa itu merupakan keadaan yang harus
siswa tidak dapat berfikir secara mendalam
memenuhi syarat-syarat tertentu.
menggunakan logika mengenai sesuatu
peristiwa yang akan terjadi karena mereka Penelitian ini dilakukan untuk
akan menganggap bahwa jika peristiwa yang mengetahui lebih lanjut tentang pemahaman
sama berulang mereka akan mendapat hasil siswa dalam topik peluang, yaitu untuk
yang sama. menganalisis pemahaman siswa dalam
masalah peluang; serta mengetahui masalah
Selain itu, siswa juga tidak dapat
yang dihadapi mereka dalam penyelesaian
menyelesaikan masalah peluang karena
soal peluang.
mereka tidak mempunyai pengalaman atau
kemahiran menggunakan metoda heuristik
dalam menyelesaikan masalah peluang ini
METODE
(Kahneman et al., 1982). Metoda heuristik ini
merupakan keterampilan siswa dalam Penelitian ini menggunakan pendekatan
menyelesaikan sesuatu masalah dengan kualitatif, dimana studi ini dijalankan untuk
mencantumkan masalah-masalah yang memahami situasi yang berlaku terhadap
terlibat, memecah masalah yang komplek responden dalam konteks yang sifatnya alami
kepada masalah-masalah yang kecil, mencari (Patton, 1985). Dengan pendekatan kualitatif,
faktor-faktor yang menyebabkan masalah peneliti berperan dalam menguraikan faktor
terjadi, dan seterusnya mengaitkan dengan „kenapa‟ dan „bagaimana‟ sesuatu berlaku
situasi sebelum ini. dalam konteks yang dipahami oleh responden
(Creswell, 2012). Bagaimana siswa
Didapati juga siswa mengalami masalah memahami peluang dan cara mereka
dalam menyelesaikan masalah peluang di menyelesaikan masalah tersebut menjadi
sebabkan oleh mereka hanya menghapal fokus penelitian ini. Studi kasus digunakan
persamaan (rumus) dan pola penyelesaian sebagai disain penelitian untuk mendapatkan
yang diajarkan oleh guru tanpa berusaha informasi yang terperinci tentang objek
memahaminya (Kempthorne, 1980). Hal ini penelitian.
umumnya disebabkan metoda pengajaran
yang tidak menarik ataupun guru hanya Penelitian ini mengambil sampel secara
menggunakan buku teks semata-mata tanpa purposif sebanyak delapan orang responden,
menjalankan aktivitas lain selain yang masing-masing empat siswa laki-laki dan
terkandung dalam buku teks tersebut. Hal ini perempuan. Semua responden berasal dari
juga berdampak siswa tidak mempunyai kelas sepuluh pada satu sekolah menengah
kemahiran lisan dalam menyelesaikan negeri di Johor Bahru, Malaysia. Pemilihan
masalah peluang, karena apabila mereka siswa dilakukan berdasar syarat yang
menghafal sesuatu persamaan atau prosedur ditetapkan oleh peneliti pada guru sekolah
penyelesaian tanpa memahaminya, mereka yaitu dengan keragaman kemampuan siswa.
Maizatul Nur Aisyah, Bambang Sumintono dan Zaleha Ismail, Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Peluang: Studi
Kasus di Satu Sekolah Menengah di Johor Bahru, Malaysia 23

Terdapat dua jenis instrumen yang di gunakan Berdasarkan jawaban yang di berikan
untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, didapati bahawa sebagian besar responden
yaitu ujian diagnostik dan wawancara. Ujian tersebut percaya bahwa hanya terdapat satu
diagnostik diberikan kepada delapan kemungkinan saja yang akan berlaku terhadap
responden terpilih yang diberikan waktu 45 perubahan cuaca tersebut. Jawaban yang di
menit untuk menyelesaikan enam soal dalam berikan oleh responden ini bisa menjurus ke
pokok bahasan peluang dimana mereka harus arah miskonsepsi dalam peluang karena
mengerjakan secara manual dan menjelaskan mereka memang tidak dapat mendata semua
jawabannya secara tertulis. Hasil ujian kemungkinan yang akan terjadi.
kemudian diperiksa dan diberikan nilai.
Dalam wawancara, didapati responden
Empat orang responden dari sampel yang ada
LW33, LW4, dan LW8 menjawab soal
kemudian dipilih untuk diwawancara, untuk
tersebut berdasarkan pengalaman dan
mengetahui pendapat dan penjelasan mereka
pengamatan sehari-hari mereka. Alasan yang
terhadap soal dan jawaban yang diberikan.
di berikan oleh mereka adalah sama yaitu
Wawancara dilakukan selama 30 menit,
mereka menyatakan bahawa hanya terdapat
direkam dan ditranskripsi. Semua data
satu kemungkinan saja yang akan berlaku
kemudian dianalisis secara tematik untuk
kepada perubahan cuaca tersebut. Berikut
mendapatkan tema-tema yang muncul dari
merupakan respon yang diberi oleh siswa
data yang ada.
LW3:
Peneliti : untuk menjawab soal
HASIL DAN PEMBAHASAN ini, apa yang anda
lakukan atau dengan
1. Miskonsepsi
kata lain cara apa yang
Berdasarkan data yang didapatkan, digunakan.
terdapat responden yang mempunyai
LW3 : hmm..saya jawab soal
miskonsepsi dalam menyelesaikan masalah
ini berdasarkan
peluang ini. Ini dapat di lihat melalui jawaban
pengalaman sehari-
responden dalam soal pertama yang
hari..
menyatakan semua kemungkinan yang akan
terjadi terhadap perubahan cuaca pada pukul 2 Selalunya kalau waktu
petang, jika pada jam 10 pagi keadaannya pagi mendung, cuaca
mendung. Hasil ujian tertulis menunjukkan akan kembali cerah
hanya dua orang siswa yang menuliskan seperti biasa.
semua kemungkinan, selebihnya hanya
Penyelidik : Menurut pendapatmu,
menjawab satu kemungkinan saja yaitu hujan
adakah kemungkinan
atau panas. Contoh jawaban diberikan di
hujan pada jam 2?
bawah ini:
LW3 : Saya rasa tidak hujan,
Pada jam 2 petang, kemungkinan besar
sebab kalau hujan pun
cuaca akan hujan (LD11)
dia hanya sebentar
Pada jam 2 petang, cuaca akan kembali saja, setelah itu panas
cerah atau panas(LD2) lagi. Jadi saya yakin
waktu petang cuaca
Kemungkinan besar cuaca akan hujan.
akan kembali cerah.
(PD72)
Jawaban yang diberikan oleh responden bisa
Cuaca akan kembali cerah atau panas.
mengakibatkan miskonsepsi, di mana
(PD8)
responden tidak dapat mendaftarkan semua
kemungkinan. Menurut Kapadia (1985), hal
1
LD: L = lelaki; D = data dari ujian Diagnostik; 7 = ini menjadi miskonsepsi karena terdapat
nomor urut responden; nomor urut yang sama
menunjukkan responden yang sama.
2 3
PD: P = perempuan LW; W = data dari wawancara
24 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19, Nomor 1, April 2014, hlm. 19-28

konflik dalam pemahaman konsep peluang nisbah kelereng hitam dan putih; yaitu
dengan pengalaman sehari-hari siswa. kekeliruan yang mutlak dan perbandingan
relatif.
Pada soal yang kedua (Gambar 1),
jawaban sebagian siswa juga menunjukkan Fikri akan memilih satu buah kelereng
adanya miskonsepsi tentang peluang. Penulis tanpa melihat. Di antara gambar
berpendapat bahwa jawaban miskonsepi siswa berikut, yang manakah Fikri akan
akan mengikuti corak yang disebut oleh mempunyai kemungkinan besar
Watson dan Shaughnessy (2004): siswa yang mengambil kelereng hitam? Jelaskan
salah paham tentang peluang akan bertumpu alasan anda.
pada jumlah kelereng hitam bukannya pada

Gambar 1: Soal kedua

Melalui ujian diagnostik terdapat dua orang kesinambungan antara dua perkara yang jauh
siswa tidak dapat menjawab soal ini dengan berbeda yaitu “paling putih dan paling hitam”.
betul. Berikut ini contoh jawaban yang salah Ini menjurus ke arah salah faham dalam
yang diberikan oleh LD4 : peluang. Menurut Watson dan Shaughnessy
(2004) jawaban sedemikian merupakan salah
Gambar E, karena perbedaan kelereng
satu daripada corak miskonsepsi dalam
hitam dan putih adalah kecil
peluang yang sering berlaku kepada siswa
Jawaban yang diberikan LD4 menunjukkan disebabkan oleh kekeliruan mereka membuat
dia memilih berdasar perbedaan jumlah, perbandingan antara dua perkara yang jauh
dimana dia lebih mengutamakan jumlah berbeda.
kelereng hitam daripada menghitung nisbah
2. Penguasaan konsep dasar
kedua kelereng tersebut. Dalam sesi
wawancara responden yang sama ditanyakan Pemahaman siswa dalam menyelesaikan
kenapa tidak memilih gambar A yang masalah peluang juga melibatkan konsep
mempunyai nisbah yang sama banyak, dia dasar dalam hal pecahan, angka desimal dan
menyatakan bahwa jumlah kelereng dalam persentase. Soal berikutnya yang menguji
wadah sedikit dan sukar untuk mendapat yang ditampilkan seperti di bawah ini:
berwarna hitam. Hal ini menunjukkan bahwa
Peluang adalah angka yang mempunyai
LW4 lebih gemar membuat perbandingan
nilai dari 0 hingga 1. Berdasarkan angka
jumlah dan ini menyumbang ke arah
dibawah ini, yang manakah BUKAN
miskonsepi dalam peluang.
merupakan angka peluang? Pilih dan
Terdapat seorang siswa yang memilih jelaskan jawaban anda.
jawaban gambar D, seperti pernyataan:
A. 0.10 B. C. D. 12% E. 0,001
Gambar D, karena hanya terdapat satu
kelereng hitam saja dan Fikri Dalam soal ini dari delapan orang siswa,
mempunyai kemungkinan mendapatkan hanya seorang responden saja yang dapat
kelereng hitam dengan mudah (PD7) menjawab dengan tepat. Dari jawaban tertulis
Jawaban ini menunjukkan bahwa responden didapati tiga orang siswa mempunyai masalah
PD7 menjawab berdasar persepsi
Maizatul Nur Aisyah, Bambang Sumintono dan Zaleha Ismail, Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Peluang: Studi
Kasus di Satu Sekolah Menengah di Johor Bahru, Malaysia 25

dalam angka persentase dan pecahan, seperti ingin menyelesaikan masalah tersebut mereka
di bawah ini: keliru untuk menukarkan angka pecahan ke
bentuk lain, suatu kesalahan yang terjadi pada
12%, karena 12 mempunyai nilai lebih
pokok bahasan peluang karena lemahnya
daripada 1(LD1)
konsep dasar (Kempthorne, 1980). Dengan
12%, karena dia telah di kalikan dengan kata lain hal ini terjadi sehubungan dengan
seratus seratus dan merupakan angka kesalahan dalam perhitungan peluang oleh
persentase (LD4) kegagalan memahami konsep dasar serta
12%, karena angka tersebut mempunyai kurangnya strategi pembelajaran metakognitif
nilai lebih besar dari nilai 0 hingga 1(PD6) (Castro ,1998) .

Jawapan yang diberikan oleh LD1 dan PD6, 3. Tidak memahami istilah yang digunakan
responden tidak mengganti angka persentase Kesulitan memahami kalimat dalam soal
menjadi desimal, sehingga mereka tidak dan penggunaan istilah juga terjadi pada siswa
mengetahui nilai sebenarnya (0,12) yang dalam pokok bahasan peluang ini; pada soal
masih berada dalam nilai 0 dan 1. Sedangkan kelima ditanyakan
LD4 menyatakan bahwa 12% merupakan
Sebuah roda yang mempunyai nomor
angka persentase karena sudah dikalikan
9,11,12 dan 15 di putar. Nyatakan semua
seratus; ini menunjukkan responden tidak
unsur nomor yang terlibat yang
dapat melihat nilai persamaan antara angka
memenuhi syarat-syarat yang berikut
desimal dan angka persentase tersebut. Dalam
dalam bentuk himpunan, Bila penunjuk
wawancara didapati bahwa LW4 bukan saja
menunjuk ke arah
mengalami masalah dengan persentase, malah
responden juga mempunyai masalah dengan i) Nomor yang lebih besar daripada 10
angka pecahan:
ii) Nomor yang habis dibagi oleh 3
Peneliti : Jawaban yang anda berikan
Melalui wawancara dengan responden,
adalah 12%. Kenapa memilih
terdapat dua orang mempunyai kesukaran
itu dan tidak memilih jawaban
dalam menjawab soal ini kerana tidak
lain lain seperti 10/7, 5/9 atau
memahami maksud pertanyaan atau istilah
0,001?
yang digunakan dalam soal ini. Berikut
LW4 : Saya memilih 12% sebab merupakan wawancara dengan LW3:
angka sudah dikalikan
Peneliti : jawaban anda untuk soal ‘5i’
dengan 100 dan ia merupakan
adalah {11}? Kenapa hanya
angka persentase. Angka itu
menjawab 11? Kenapa tidak
lebih besar daripada 1,
memasukkan 12 dan 15 juga?
karena mempunyai nilai 12.
Saya tidak memilih 10/7 LW3 : Sebab 11 itu lebih besar dari
sebab apabila dibagikan nomor 10. Saya tidak memilih
menjadi 0,7 dan masih dalam 12 dan 15 sebab penunjuk
angka peluang, begitu juga mesti akan tunjukkan satu
dengan 5/9. Untuk 0,001 dia nomor saja. Jadi saya pilih
mendekati 0 dan masih nomor 11.
termasuk angka peluang. Peneliti : Apakah bisa memahami soal
Jawaban menunjukkan bahwa bagi LW4, 12% ini?
itu merupakan angka peluang. Namun, dia LW3 : Saya cuma tak tahu apakah
gagal menjelaskan angka pecahan kepada saya harus mendaftarkan
angka desimal, saat pecahan 10/7 dengan semua nomor atau cuma satu
membagi 7 dengan 10 yang hasilnya 0,7 yang nomor saja dalam soal ini
merupakan kesalahan konseptual tentang
pecahan. Hal ini terjadi biasanya disebabkan
siswa menghafal tanpa memahami dan saat
26 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19, Nomor 1, April 2014, hlm. 19-28

Jawaban dari PW5: Berikut merupakan hasil wawancara yang di


jalankan bersama PW8:
Peneliti : Jawaban yang anda berikan
adalah {12}. Bisa jelaskan Peneliti : Bisa dijelaskan kenapa anda
alasannya? tidak mampu menjawab 7/20 di
kalikan dengan 10 000?
PW5 : Karena 12 merupakan salah
satu angka yang lebih besar PW8 : Saya tak tahu bagaimana
daripada 10. menyelesaikannya, karena
angka yang disebutkan sangat
Peneliti : Nomor 11 dan 15 juga
besar. Saya mengerti cara
merupakan lebih besar dari
memecahkan soal ini namun
10, kenapa tidak memilihnya?
angkanya yang besar, saya
PW5 : Sebab soal menyuruh pilih juga tidak begitu pandai dalam
unsur nomor yang memenuhi menghitung yang melibatkan
syarat besar dari 10, jadi saya pecahan dan angka desimal.
pilih satu nomor saja yang
Respon yang di berikan oleh PW8
memenuhi syarat tersebut.
menunjukkan dia tidak tahu cara untuk
Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh mengerjakan operasi perkalian yang
kedua responden di atas, di dapati keduanya melibatkan pecahan dan bilangan bulat. Hal
mengalami kesulitan atau masalah dalam ini menunjukkan respoden tidak menguasai
menyelesaikan soal ini disebabkan mereka konsep dasar pecahan yang melibatkan
tidak memahami istilah atau bahasa yang di operasi perkalian. Kebanyakan siswa
gunakan dalam soal tersebut (Hawkins et al., mempunyai kesukaran dalam memahami
1992). Hal ini biasa terjadi karena mereka konsep dasar pecahan terutama yang
tidak banyak mengetahui tentang istilah- melibatkan pembagian dan perkalian pecahan.
istilah yang ada dalam pokok bahasan peluang Selanjutnya hal ini juga memberi mereka
seperti unsur, peristiwa dan lainnya. kesukaran untuk menyelesaikan masalah
peluang karena tidak menguasai konsep dasar
4. Tidak memahami konsep peluang yang
melibatkan hitungan pecahan tersebut. Pemahaman yang terbatas dalam
konsep dasar ini menyebabkan banyak siswa
Seperti halnya penguasaan konsep dasar, kurang memahami penyelesaian masalah
aplikasi konsep dasar tersebut dalam matematik, bukan hanya dalam pokok
menghitung peluang juga memberikan bahasan peluang saja (Seah, 2004) .
sumbangan terhadap ketidakpahaman konsep.
Salah satu soal (nomor 6) yang dibuat
mencoba untuk mengetahui hal tersebut: KESIMPULAN
Satu penelitian tentang jenis-jenis Studi ini menemukan bahwa masalah
olahraga dilakukan di satu daerah yang pemahaman siswa dalam pokok bahasan
jumlah penduduknya 10 ribu orang. Jika peluang salah satunya disebabkan karena
penduduk mengikuti jenis olahraga konflik perbedaan dengan pengalaman sehari-
hari yang berbeda dengan konsep peluang,
bersepeda, berapakah jumlah warga yang berikutnya adalah kesalahan yang
yang mengikuti jenis olahraga bersepeda mengarah pada miskonsepsi. Selain itu,
tersebut. mereka juga sukar menyelesaikan masalah
Melalui soal ini, responden di minta mencari peluang oleh karena tidak menguasai dengan
jumlah penduduk sesuai dengan persyaratan baik konsep dasar yang seharusnya sudah
yang ditetapkan. Tujuh daripada responden dikuasai; disamping itu lemahnya penguasaan
dapat mencari bilangan tersebut. Namun, istilah yang digunakan dalam topik peluang
salah seorang daripada responden tidak dapat ini juga berkontribusi pada ketidakmampuan
menyelesaikan operasi tersebut kerana tidak untuk memahami soal dan penyelesaiannya.
mahir dalam konsep perkalian pecahan. Oleh karena itu pengajaran untuk topik
peluang harusnya juga menyegarkan kembali
Maizatul Nur Aisyah, Bambang Sumintono dan Zaleha Ismail, Pemahaman Siswa pada Pokok Bahasan Peluang: Studi
Kasus di Satu Sekolah Menengah di Johor Bahru, Malaysia 27

kemampuan dan pemahaman siswa tentang students. International Electronic Journal of


berbagai konsep dasar yang bisa membantu Mathematics Education. 4(3), 206 – 274.
dia memahami dengan baik pokok bahasan
Chernoff, E. (2009) Sample space partitions:
ini.
An investigative lens. Journal of
Mathematical Behavior, 28, 19–29.
DAFTAR PUSTAKA Creswell, J. W. (2012). Educational Research.
4th edition. Boston: Pearson
Allchin, D. (1999). Values in Science: An
Educational Perspective. Science and Cockburn, A. D. (1999). Teaching
Education. 8: 1-12. mathematics with insight: the
identification, diagnosis dan demediation
Anway, D. and Bennett, E. (2004). Common
of young children’s mathematical errors.
misperceptions in probability among
London: Falmer Press.
students in an Elementary Statistics class.
ARTIST Roundtable Conference on Falk, R. & Konold, C. (1992). The
Assessment in Statistics. 1 – 4 August. psychology of learning probability. In F.
Lawrence University, 1 – 13. Sheldon and G.Sheldon (Eds.), Statistics
for the Twenty-First Century (pp. 151-
Aplin, N., dan J. Saunders. 1996. Values and
164). Washington,Mathematical
Value Priorities of Singaporean and
Association of America.
Australian Swimmers.
[Online].Australian Association for Fischbein, E. and Gazit, A. (1984) Does the
Research in Education. : teaching of probability improve
http://www.swim.edu.au/aare/conf96/AP probabilistic intuitions? Educational
LIN96.422. Studies in Mathematics, 15, 1–24.
Behr, M.,Lesh, R.,Post, T.,& Silver, E. Fischbein, E. & Schnarch, D. (1997). The
(1983). Rational number concepts. In R. evolution with age of probabilistic,
Lesg (Ed.), Acquisition of Mathematical intuitively based misconceptions. Journal
Concepts and Processes (pp. 91-126). for Research in Mathematics Education,
New York : Academic Press. 28, 96-105.
Bryant, P. & Nunes, T. (2012) Children Freudenthal, H. (1973). Mathematics as an
Understanding of Probability. University educational task. Dordrecht, The
of Oxford ,London. Nuffield Foundation Netherlands : D. Reidel.
Carpenter, T. P., Corbitt, M.K.,& Kepner, H. Glencross, M. J. (1998). Understanding of
S., Jr. (1981). What are the chances of chance and probability concepts among
first year university students. In L.
your students knowing probability?
Pereira-Mendoza, L. S. Kea, T. W. Kee,
Mathematics Teacher , 74,342-345.
& W. K. Wong (Eds.), Proceedings of
Carpenter , T. P., Lindquist, M. M., Matthews, the Fifth International Conference on
W., & Silvver, E. (1983). Results of the Teaching Statistics (Vol. 3, pp. 1091-
third NAEP mathematics assessment: 1095).
Secondary school. Mathematics Teacher,
Hawkins, A., Joliffe, E, & Glickman, L.
76, 652-659.
(1992). Teaching statistical concepts.
Castro, C. S., (1998) Teaching probability for London:Longman.
conceptual change. Educational Studies
Kahneman, D., Slovic, P., & Tversky, A.
in Mathematics, 35, 233–254.
(1982). Judgment under uncertainity:
Chiese, F and Primi, C. (2008). Recency Heuristics and biases. Cambridge, UK:
effects in primary–age children and Cambridge UP.
college
28 Jurnal Pengajaran MIPA, Volume 19, Nomor 1, April 2014, hlm. 19-28

Kapadia, R. (1985). A Brief Survey Of Patton, M. Q. (1985), Quality in Qualitative


Research On Probabilistic Notions. In A. Research: Methodological Principles and
Bell, B. Low, & J. Kilpatrick (Eds.), Recent Developments. Invited Address to
Theory, Research And Practice In Division J of the American Educational
Mathematical Education (pp. 261- Research Association, Chicago.
265).Nottingham, UK : Shell Centre for
Seah, T. K. R. (2004). An investigation of the
Mathematical Education.
depth and breadth of students' knowledge
Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM). of multiplication as a basis for the
2000. Sukatan Pelajaran Kurikulum development of multiplicative thinking.
Bersepadu: Matematik. Kuala Lumpur. Unpublished M Ed. thesis, Griffith
niversity.
Kempthorne, O. (1980). The Teaching of
Statistics : Content versus Form. Thretfall, J. (2004). Uncertainty in
American Statistician. 34(1), 17-21. Mathematics Teaching: The National
Curriculum experiment in teaching
Keren, G. (1984) On the importance of
probability to primary pupils. Cambridge
identifying the „correct‟ problem space.
Journal of Education, 34 (3), 297-314.
Cognition, 16, 121–128
Tversky, A., and Kahneman, D. (1982).
Kuzmak, S. D. and Gelman, R. (1986) Young
Evidential Impact of Base Rates. In D.
children's understanding of random
Kahneman, P. Slovic, and A. Tversky
phenomena. Child Development, 57(3),
(Eds.), Judgment under Uncertainty:
559–566.
Heuristics and Biases. Cambridge:
Lecoutre, M. (1992). Cognitive models and Cambridge University Press.
problem spaces in purely random
Watson, J. M., & Shaughnessy, J. M. (2004).
situations. Educational Studies in
Proportional reasoning: Lessons from
Mathematics, 23, 557-568.
research in data and chance. Mathematics
Lee, M. J., dan M. Cockman. 1995. Values in Teaching in the Middle School, 10 , 104-
Children‟s Sport: Spontaneously 109.
Expressed Values Among Young
Zaidatun Tasir, Jamalludin Harun & Nur
Athletes. International Review for the
Wahida Zakaria(2008). Tahap kemahiran
Sociology of Sport. 30: 337-349
metakognitif pelajar dalam
Nik Aziz Nik Pa. 1992. Agenda Tindakan menyelesaikan masalah matematik. In:
Penghayatan Matematik KBSR dan Seminar Kebangsaan Pendidikan Sains
KBSM. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Matematik 2008, 11 - 12 Oktober
dan Pustaka. 2008, UTM.

Anda mungkin juga menyukai