Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan lintasan belajar yang dapat membantu peserta didik
memahami Pola Bilangan dengan konteks kerajinan anyaman sekaligus memberi kesempatan siswa
untuk membangun pengetahuannya sendiri menggunakan model pembelajaran Jaring Laba-laba di
SMP. Metode penelitian yang digunakan adalah Design Research tipe Validation Study dengan subyek
penelitian siswa kelas IX SMP Negeri 3 Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Hasil
penelitian diperoleh lintasan belajar yang dapat membantu siswa dalam memahami pola bilangan.
Pembelajaran diawali dengan pengenalan anyaman sebagai starting point, secara mandiri dan atau
berinteraksi dengan sumber belajar lain seperti buku, teman sebaya, diskusi kelas dan penguatan
guru, siswa menemukan pola bilangan dari keteraturan motif anyaman, melanjutkan pola secara
teratur, menemukan dan melanjutkan suku berikutnya barisan bilangan, menentukan suku tertentu
dan suku ke-n barisan bilangan sederhana serta jumlah sampai pola tertentu. Selain itu siswa juga
dapat mendesain motif anyaman terkait pola bilangan yang diketahui.
Abstract
This study was aimed at producing a learning design that can help the students to understand
the number patterns with anyaman craft context while giving students the opportunity to build
his own knowledge using webbed models in junior high school. The method used was Design
Research and the subjects were the students of class IX at SMP Negeri 3 Pemulutan, Ogan Ilir,
South Sumatera. The results showed that the learning design that can help students in understand-
ing the number patterns. Begins with anyaman as a starting point, independently and or to
interact with other learning resources such as books, peers, class discussion and strengthening
of teachers, students discover number patterns of regularity motifs of anyaman, continue the
pattern regularly, nd and continue the sequence, identify a particular term and n-th patterns and
the series. In addition, students can also design the motif of anyaman if the pattern number
has been known before.
44
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
45
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
masalahnya, kematangan emosi dan per- sebagaimana saran Piaget (1964), ber-
gaulannya, gaya belajarnya, motivasi interaksi dengan lingkungan sosial seperti
belajar di sekolahnya dan latar belakang yang disarankan Vigotsky (1978) dan
matematikanya. Sebagai konsekuensinya, dengan memanfaatkan semua sumber
Bell menegaskan pembelajaran matema- belajar yang ada. Hal ini beralasan bahwa
tika yang paling efektif adalah pembelajar- siswa dalam membangun pengetahuan
an yang memfasilitasi perbedaan tersebut. matematikanya memiliki kecenderungan
Perbedaan tersebut menurut kesimpulan seperti Laba-laba membangun jaringnya,
Hasrul (2009) mempengaruhi cara belajar yakni dimulai dari pusat jaring kemudian
peserta didik. meluas seiring hausnya akan pengetahuan
Sebagian peserta didik dapat belajar yang lebih luas bergerak secara bertahap
dengan baik dalam cahaya terang sementara secara spiral keluar sehingga membentuk
yang lain lebih butuh pencahayaan suram. sarang Laba-laba sampai terbentuknya
Sebagian dapat belajar jika berkelompok equilibrium pengetahuan yang utuh dan
sedangkan yang lain lebih memilih valid. Ilustrasi model Jaring Laba-laba yang
menyendiri lebih efektif belajarnya. Contoh dimaksud terlihat pada Gambar 1.
lain sebagian peserta didik memerlukan Langkah-langkah pembelajaran model
latar belakang musik agar dapat belajar Jaring laba-laba menurut Gambar 1 adalah
dengan baik, sedangkan yang lainnya dapat (1) tahap Berkir Mandiri (Self-Thinking),
belajar jika dalam keheningan, dan banyak dimulai dengan siswa diberi kesempatan
lagi contoh lainya. Bire, Geradus dan Bire berfikir mandiri untuk menyelesaikan
(2014:175) menegaskan gaya atau cara tugas atau masalah matematika; (2) tahap
belajar siswa baik visual, auditorial mau- Memanfaatkan Media Belajar (Literature),
pun kinestetik secara simultan/bersama- yaitu jika menemui kesulitan siswa diberi
sama maupun secara terpisah/masing- kesempatan secara individu dan man-
masing dapat mempengaruhi prestasi diri memanfaatkan media belajar yang
belajar siswa. Sementara itu Vigotsky dimilikinya baik berupa buku penunjang,
(1978) berpendapat bahwa proses belajar alat peraga maupun media lainnya untuk
akan terjadi secara efisien dan efektif membantunya menyelesaikan tugas atau
apabila si anak belajar secara kooperatif masalah matematika yang diberikan;
dengan anak-anak lain dalam suasana (3) tahap Tutorial Sebaya (Peers), yaitu
lingkungan yang mendukung dalam jika masih mengalami kesulitan siswa
bimbingan atau pendampingan seseorang diberi kesempatan berdiskusi dan atau
yang lebih mampu. bertanya kepada teman sebaya baik yang
Model pembelajaran Jaring Laba- dekat tempat duduknya maupun jauh
laba menurut Marion (2014) adalah dari tempat duduknya; (4) tahap Diskusi
model pembelajaran tanpa terikat oleh Kelas (Class Discussion), yaitu siswa di-
tema sebagaimana model pembelajaran beri kesempatan mempresentasikan hasil
Jaring Laba-laba yang dikembangkan kerjanya dalam diskusi kelas dan siswa
oleh Fogarty (1991), namun lebih kepada lain memberikan masukan atau tanggapan;
pendekatan strategi pembelajaran. Model (5) tahap Penguatan (Reinforcement), yaitu
ini, menurut Marion adalah merupakan siswa mendapat tanggapan dan penguat-
model pembelajaran yang memberi an dari guru sebagai fasilitator terhadap
kesempatan kepada siswa untuk mem- pengetahuan yang telah dibangunnya serta
bangun pengetahuannya secara mandiri, jika diperlukan menerima penugasan lebih
46
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
lanjut dari guru; dan (6) tahap Pembentukan rekomendasikan dalam Kurikulum 2013,
Komunitas (Networking), yaitu siswa diberi yaitu meliputi kegiatan mengamati, me-
motivasi misalnya melalui penugasan un- nanya, mengumpulkan informasi, mengolah
tuk memperluas wawasan pengetahuannya informasi dan mengkomunikasikan.
melalui komunitasnya, baik itu keluarganya, Kegiatan mengamati dilakukan pada tahap
temannya, maupun masyarakat lain dan bekerja mandiri (self-thinking). Kegiatan
bahkan memanfaatkan kemajuan teknologi menanya, mengumpulkan informasi
internet dan perpustakaan. dan mengolah informasi dilakukan pada
Langkah-langkah pembelajaran ini tahap pemanfaatan media sumber belajar
dilakukan siswa secara individu, mandiri (literature) dan tutorial sebaya (peers).
dan otomatis sesuai kebutuhan masing- Terakhir kegiatan mengkomunikasikan
masing sampai dicapai pemahaman dan dilakukan pada tahap presentasi, diskusi
penyelesaian masalah dipelajari. Siswa kelas (class discussion) dan penguatan oleh
dibiarkan meninggalkan tempat duduknya guru (reinforcement) serta pembentukan
jika diperlukan untuk membaca buku komunitas belajar (networking).
penunjang, bertanya kepada teman dan Selanjutnya pola bilangan menurut
atau menjelaskan kepada teman, bertanya Walle (2002:13) meliputi pola berulang dan
kepada guru dan mempresentasikan hasil pola berkembang. Pada pola berkembang
kerjanya. Dengan kata lain siswa diberi memiliki komponen numeris, yaitu jumlah
kesempatan senyaman mungkin untuk objek setiap langkah (Walle, 2002) yang
membangun pengetahuannya sendiri memungkinkan kita menemukan angka
(Piaget, 1964; Bell, 1981: 100) pada pola kesekian atau jumlah objek
Langkah-langkah pembelajaran pada langkah kesekian. Misal bagaimana
model jaring Laba-laba ini sejalan dengan cara menemukan bilangan ke-20, ke-100
langkah pembelajaran saintik yang di- atau bahkan ke-n dari urutan barisan
47
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
bilangan persegi 1, 4, 9, .... Dalam hal ini pembelajaran pola bilangan di Kelas
siswa akan menemukan hubungan yang VII lebih ditekankan kepada pengenalan
merupakan contoh fungsi. Menurut Walle beragam pola, pengenalan simbol-simbol
(2002:14) ada dua hubungan yang mungkin suku tertentu dan suku ke-n serta simbol
ditemukan siswa dalam menentukan jumlah sampai n pola, contoh-contoh cara
bilangan pola kesekian, yaitu hubungan mengenaralisasinya dan kegunaannya
rekursif dan hubungan fungsional. secara visual. Sedangkan di Kelas VIII tidak
Hubungan rekursif menyatakan dibahas secara khusus, namun tersirat dalam
perubahan dari langkah kesatu ke langkah pembelajaran materi teorema Pythagoras
berikutnya, misalnya pada barisan 1, 4,9, (Kemendikbud, 2014).
16, ..., bilangan kedua diperoleh dengan Di kelas IX diperkenalkan penerapan
menambah bilangan kesatu dengan tiga, pola bilangan dalam kehidupan sehari-
bilangan ketiga sama dengan bilangan hari, menggunakan benda-benda nyata
kedua ditambah lima, bilangan keempat menemukan pola bilangan, pengenalan
sama dengan bilangan ketiga ditambah beragam pola bilangan, barisan bilangan,
enam, dan seterusnya. Kemudian hubungan barisan aritmetika dan barisan geometri
fungsional menyatakan hubungan nomor dan menentukan suku ke-n serta jumlah
langkah ke langkah, misalnya untuk barisan: sampai n suku deret bilangan. Tahapan
1, 4, 9, 16, ..., bilangan kesatu diperoleh dari pembelajaran pola bilangan ini sesuai
12, bilangan ke-2 diperoleh dari 22, bilangan dengan rekomendasi Kemendikbud (2014)
ke-3 diperoleh dari 32, bilangan ke-4 sama agar proses pembelajaran pola bilangan
dengan 42, dan seterusnya. hendaknya dimulai dengan hal-hal yang
Pembelajaran pola bilangan pada bersifat kongkrit menuju abstrak.
Kurikulum 2013 sesuai Peraturan Menteri Sejalan dengan itu, penggunaan konteks
Pendidikan dan Kebudayaan Republik sebagai starting point dalam pembelajaran
Indoensia nomor 58 tahun 2014 tentang matematika dapat meningkatkan motivasi
Kurikulum SMP dimana pembelajarannya belajar siswa (Sukmadinata, 2009; Zainab,
dilakukan secara bertahap pada Kelas VII, Zulkardi, dan Hartono, 2013). Selain
Kelas VIII dan kelas IX seperti terlihat itu juga dapat membantu siswa ketika
pada Tabel 1. mereka kurang memahami materi yang
Tabel 1 menunjukkan bahwa ber- dipelajari (Boaler, 1993: 14). Bahkan
dasarkan Kompetensi Dasar tersebut, Hartoyo (2009: 77) menemukan bahwa
48
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
49
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
50
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
51
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
52
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
Lintasan kognitif yang dilalui siswa berdasarkan situasi informal yang diberikan,
dalam memahami materi pada pertemuan dalam hal ini hasil kerajinan anyaman
pertama dapat digambarkan sebagai lintasan (Gravemeijer, 2010). Pemahaman siswa
Laba-laba membangun jaringnya (Marion, pada level awal ini dijadikan dasar untuk
2014). Sebagian besar siswa memahami dan pemahaman pola bilangan selanjutnya.
dapat menyelesaikan masalah yang terdapat Aktivitas pembelajaran pada per-
lembar kerja setelah berkir mandiri (self- temuan kedua diawali dengan penggunaan
thinking), membaca buku (literature) dan model sebagai tahap berikutnya dalam
bertanya atau berdiskusi dengan teman mengembangkan kemampuan matematika
(peers). Sebagai ilustrasi, Triadi dapat siswa. Aktivitas pembelajaran berlangsung
mengenali dan menggambarkan pola dari sesuai dugaan dalam HLT. Siswa mulai
motif anyaman setelah ada scaffolding dari secara otomatis melakukan langkah-langkah
guru, menggambarkan pola, melanjutkan pembelajaran model jaring Laba-laba. Saat
pola dan menemukan barisan bilangan menemui kesulitan siswa secara mandiri
setelah berkir mandiri (lihat kode huruf membuka buku penunjang, bertanya dan
A pada Gambar 7) serta menyelesaikan berdiskusi dengan teman dan bahkan
masalah hubungan rekursif pada barisan beberapa siswa langsung bertanya kepada
bilangan setelah berfikir mandiri dan guru. Suasana kelas terlihat ramai dan
berdiskusi dengan teman (lihat kode huruf tidak teratur. Beberapa siswa yang terlebih
A dan C pada Gambar 8). Ilustrasi lintasan dahulu memahmi materi terlihat sibuk
kognitif Triadi seperti terlihat pada Gambar menjelaskan kepada teman-temannya yang
9. datang bertanya. Siswa yang lain ada yang
Aktivitas-aktivitas pada pertemuan membaca buku penunjang dan ada yang
pertama ini menunjukkan siswa mampu terlihat sangat serius berkir secara mandiri
memahami pola dan barisan bilangan menyelesaikan tugas yang diberikan dalam
53
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
lembar kerja. Guru memantau aktivitas digambarnya seperti pada Gambar 10a.
siswa dan memberikan scaffolding baik Pada pertemuan kedua ini, setelah aktivitas
secara individu maupun secara klasikal jika mewarnai persegi satuan, Sarmila secara
diperlukan. mandiri menemukan barisan bilangan
Pada pertemuan kedua ini siswa dapat berbeda yaitu 13, 26, 39, 52, ... (Gambar 10b).
menemukan barisan bilangan melalui akti- Pada Gambar 10a terlihat bsahwa
vitas mewarnai persegi satuan, melanjut- barisan bilangan yang dihasilkan tidak
kan suku berikutnya barisan bilangan menegaskan sebagai representasi bangun
dan menentukan suku tertentu barisan datar yang sama, karena terdiri dari persegi
sesuai HLT. Sebagai contoh, Sarmila pada dan persegi panjang. Sementara pemodelan
pertemuan pertama menemukan barisan pola yang sama dengan mewarnai persegi
bilangan 7, 14, 21, 28, ... dari pola yang satuan seperti pada Gambar 10b membantu
Gambar 10b. Barisan Bilangan dari Pemodelan dengan Mewarnai Persegi Satuan
54
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
sebagian besar siswa mempertegas dan ditemukan, bahkan ada siswa melampaui
memperjelas bahwa barisan bilangan yang HLT dalam menyelesaikan suku ke-50 dari
dihasilkan merupakan representasi bangun barisan 7, 12, 17, 22, 27, ..., seperti terlihat
datar yang sama, yaitu persegi. pada Gambar 12.
Pemahaman pada level kedua ini Gambar 12 menunjukkan siswa
menjadi pijakan menuju pemahaman level memahami hubungan fungsional pada
formal matematika. Aktivitas berikutnya barisan bilangan (Walle, 2002). Siswa
sebagian besar siswa mampu membuat memahami hubungan antara suku, selisih
strategi menentukan suku ke-n barisan dua suku berurutan dan nomor urut
bilangan serta menggunakannya dalam suku. Hal ini menunjukkan siswa sudah
menyelesaikan masalah barisan bilangan. mulai mengembangkan pemahaman
Satu di antara strategi yang dilakukan barisan bilangan pada level matematika
siswa adalah dengan memecah gambar formal. Percakapan 1 mempertegas bahwa
pola kemudian menuliskan perhitungannya siswa mampu menyelesaikan masalah
sehingga diperoleh bentuk umum suku barisan bilangan pada level formal yang
ke-n barisan bilangan seperti terlihat pada dimaksud.
Gambar 11. Aktivitas terakhir pertemuan kedua,
Gambar 11 memperlihatkan langkah- proses pembelajaran sesuai dugaan bahwa
langkah siswa menemukan suku ke-n siswa mampu merancang sendiri motif
barisan bilangan 13, 26, 39, 52, . Pola anyaman sesuai bentuk umum barisan
ke-1 siswa menuliskan 1 x 13, pola ke-2 bilangan yang diberikan. Untuk Un=3n-2,
ditulis 2 x 13, pola ke-3 ditulis 3 x 13 dan rancangan pola untuk motif anyaman
seterusnya pola ke-10 ditulis 10 x 13 serta hasil kreatiftas siswa terlihat pada
terakhir pola ke-n siswa menemukan n x 13. Gambar 13.Tujuan kegiatan ini adalah
Pada aktivitas menyelesaikan masalah mengembangkan kreativitas siswa dalam
suku tertentu barisan bilangan, siswa dapat mengaplikasikan pola ke dalam dunia nyata,
menggunakan bentuk umum yang telah dalam hal ini konteks anyaman.
55
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
Guru : Dapat darimana Sarmila untuk soal nomor 6? Bagaimana strategi Sarmila, coba
ceritakan...!
Sarmila : Suku satu kan 7. Jadi 1 dikali 5 ditambah 2...Jadi suku ke-50....50 kali 5 ditambah 2...
Guru : Sama semua ya, seperti ini?
Sarmila : Ya...
Guru : Kalau suku ke-35?
Sarmila : Jadi....35 dikali 5 ditambah 2...!
Guru : Terus kalau suku ke-n?
Sarmila : Seperti ini ... (sambil menunjukkan Un = n x 5 + 2 )
Guru : Ooo.. jadi polanya sama semua itu...ya?
Sarmila : Ya...
Guru : Apanya yang sama?
Sarmila : Yang samanya....5 tambah 2....
Guru : Yang bedanya yang mana?
Sarmila : Bedanya Cuma... ini (sambil menunjukkan angka 1,2,3,4,5...)
Guru : Oh itu....itu 1,2,3,4,5,... apa itu?
Sarmila : Su-ku...
Guru : Oo...suku...pola ya...kalau U1 jadi suku satu...
Sarmila : Ya...
Guru : Kalau ke-3...?
Sarmila : U3...
Guru : Jadi kalau ditanya suku ke-50,...berapa itu?
Sarmila : 50 dikali 5 ditambah 2....jadi 252...!
56
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
Gambar 14. Kesulitan Siswa Memahami Bentuk Umum Deret Bilangan Asli
57
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
Guru : Lihat pola yang pertama. Pola pertama itu, yang merah ada berapa?
Siswa : Satu...!
Guru : Satu dari dua. Sehingga disini 1 kali dua dibagi dua...hasilnya satu...
Yang nomor dua, lihat kesini dua terus ke atas tiga, ya kan..?
Siswa : Oo..ya, ya...
Guru : Sehingga disini kan, kotak merah ini setengah dari keseluruhan, jadi...
Siswa : 2 kali 3 dibagi dua...
Guru : Nah...mengapa dibagi dua?
Siswa : Karena ini tadi kan setengah...
Guru : Iya...cerdas! Nah sekarang coba cek, 2 kali 3 dibagi 2 sama dengan 3, betul tidak?
Guru : Sekarang nomor 4. Disini berapa?4 kali 5 duapuluh. Dibagi dua, sepuluh...betul
sepuluh?
Siswa Betul....
Guru : Coba lanjutkan suku berikutnya....suku ke berapa?
Siswa : Suku kelima. Jadi 5 kali 6....eh, jumlah kotaknya 15... 5 kali 6 tiga puluh. Dibagi
dua...nah, iya...15....
Guru : Kalau n ?
Siswa : n kali buka kurung n ditambah 1 dibagi 2...
58
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
59
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61
60
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...
Gravemeijer, K., & Cobb, P. 2006. Design Peraturan Menteri Pendidikan dan
Research from The Learning Design Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014.
Perspective. In van den Akker, J., Piaget, J. 1964. Development and
Gravemerijer, K., McKenney, S., Learning. Journal of Research in
& Nieveen, N. (Eds.). Educational Science Teaching, 2, 176-186.
Design Research. London: Routledge. Roebuck, K.M. 2005. Coloring Formulas
Haris, D., & Ilma, R. 2011. The Role of for Growing Patterns. Mathematics
Context in Third Graders Learning of Teacher, 98(7), 472-475.
Area Measurement. IndoMS Journal Sukmadinata, N.S. 2009. Landasan
Mathematics Education, 2(1), 55-66. P s i k ol ogi Pros e s P e ndi di k a n .
Hartoyo. 2009. Penerapan Model Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pembelajaran Kontekstual Berbasis S um a r dyon o. 2 004. K ar akt er i s t i k
Kompetensi untuk Meningkatkan Matematika dan Implikasinya ter-
Efektivitas Pembelajaran. Jurnal hadap Pembelajaran Matematika.
Kependidikan, 39(1), 67-78. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Hartoyo, A. 2012. Eksplorasi Etno- Vigostsky, L. 1978. Mind and Society.
matematika pada Budaya Masyarakat Cambrite, MA: Harvard University
Dayak Perbatasan Indonesia-Malaysia Press.
Kabupaten Sanggau Kalbar. Jurnal Walle, J.A.V. 2008. Matematika Sekolah
Penelitian Pendidikan, 13( 1), 14-23. Dasar dan Menengah: Pengembangan
Kaput, J.J. 1999. Teaching and Learning Pengajaran. (Jilid 2). Jakarta:
a New Algebra. In Fennema, E., & Erlangga.
Romberg, T.A. (Eds.). Mathematics Widiharto, R. 2008. Diagnosis Kesulitan
Classrooms that Promote Under- Belajar Matematika SMP dan Alter-
standing, p. 133-155. Mahwah, NJ: natif Proses Remidinya. Yogyakarta:
Erlbaum. PPPG Matematika.
Marion. 2014. Design of Learning Zainab, Zulkardi, & Hatono, Y. 2013.
Mathematics Using Webbed Models. Desain Pembelajaran Materi Pola
Proceeding The 2nd SEA-DR Conferen- Bilangan dengan Pendekatan PMRI
ce, April 26-27. Menggunakan Kerajinan Tradisional
Owens, K. 2012. "Papua New Guinea Kain Tajung Palembang Untuk Kelas
Indigenous Knowl edges about IX SMP. Jurnal Edumat, 4(7), 467-
Mathematical Concepts". Journal of 478.
Mathematics and Culture, 6(1), 15-50. Zulkardi, & Ilma, R. 2006. "Mendesain
Parson, R.D., & Brown, K.S. 2002. Teacher Sendiri Soal Kontekstual Matematika".
as Reective Practitioner and Action Prosiding Konferensi Nasional
Researcher. Belmont, CA: Wadsworth Matematika Ke-13, Semarang, 24-27
Cangage Learning. Juli 2006.
61