Anda di halaman 1dari 18

DESAIN PEMBELAJARAN POLA BILANGAN

MENGGUNAKAN MODEL JARING LABA-LABA DI SMP

Marion1, Zulkardi2, dan Somakim2


1
SMP Negeri 1 Tanjung Raja
2
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya
email: marion.rebai@gmail.com

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan lintasan belajar yang dapat membantu peserta didik
memahami Pola Bilangan dengan konteks kerajinan anyaman sekaligus memberi kesempatan siswa
untuk membangun pengetahuannya sendiri menggunakan model pembelajaran Jaring Laba-laba di
SMP. Metode penelitian yang digunakan adalah Design Research tipe Validation Study dengan subyek
penelitian siswa kelas IX SMP Negeri 3 Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Hasil
penelitian diperoleh lintasan belajar yang dapat membantu siswa dalam memahami pola bilangan.
Pembelajaran diawali dengan pengenalan anyaman sebagai starting point, secara mandiri dan atau
berinteraksi dengan sumber belajar lain seperti buku, teman sebaya, diskusi kelas dan penguatan
guru, siswa menemukan pola bilangan dari keteraturan motif anyaman, melanjutkan pola secara
teratur, menemukan dan melanjutkan suku berikutnya barisan bilangan, menentukan suku tertentu
dan suku ke-n barisan bilangan sederhana serta jumlah sampai pola tertentu. Selain itu siswa juga
dapat mendesain motif anyaman terkait pola bilangan yang diketahui.

Kata kunci: "anyaman", model jaring Laba-laba, pola bilangan

THE PATTERN NUMBER LEARNING DESIGN


USING WEBBED MODEL IN JUNIOR HIGH SCHOOL

Abstract
This study was aimed at producing a learning design that can help the students to understand
the number patterns with anyaman craft context while giving students the opportunity to build
his own knowledge using webbed models in junior high school. The method used was Design
Research and the subjects were the students of class IX at SMP Negeri 3 Pemulutan, Ogan Ilir,
South Sumatera. The results showed that the learning design that can help students in understand-
ing the number patterns. Begins with anyaman as a starting point, independently and or to
interact with other learning resources such as books, peers, class discussion and strengthening
of teachers, students discover number patterns of regularity motifs of anyaman, continue the
pattern regularly, nd and continue the sequence, identify a particular term and n-th patterns and
the series. In addition, students can also design the motif of anyaman if the pattern number
has been known before.

Keywords: anyaman, number patterns, webbed models

PENDAHULUAN matematika di SMP, yaitu menggunakan


Pembelajaran pola bilangan dalam pola sebagai dugaan penyelesaian masalah.
Kurikulum 2013 menjadi salah satu Sebagai alasan aktivitas dengan pola-pola
pilar dari delapan tujuan pembelajaran dapat membantu peserta didik dalam

44
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

mengembangkan keterampilan penalaran, (Owens, 2012), konteks kain tajung (Zainab,


membuat konjektur dan menguji ide-ide Zulkardi, dan Hartono, 2013) dan konteks
mereka (Ibid, 2005) dan lebih penting lagi, kerajinan anyaman (Haris dan Ilma, 2011;
pembelajaran pola bilangan dapat mengeks- Cherinda, 2012; Gould,2007). Bahkan
plorasi kemampuan berpikir peserta didik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Anno dan Anno,1983). Dengan demikian (2014) menegaskan agar pembelajaran
tergambar jelas bahwa pembelajaran pola matematika dimulai dari hal bersifat
bilangan sangat penting, karena merupakan kongkrit menuju abstrak.
aktivitas matematika yang mengembang- Sementara itu, pembelajaran pola
kan kemampuan berkir peserta didik. bilangan diarahkan sebagai aktivitas
Namun kenyataannya, sebagian peserta matematika yang mengembangkan
didik kesulitan dalam memahami Pola kemampuan berpikir peserta didik.
Bilangan. Terutama dalam hal pemodelan Sehubungan dengan ini, Marion (2014)
matematis yang merupakan proses yang di- menyarankan penggunaan model Jaring
awali dari mencermati fenomena nyata dan Laba-laba dalam pembelajaran mate-
upaya mematematiskan fenomena tersebut matika. Hal ini dilakukan atas dasar bahwa
(Kaput, 1999; Walle, 2008). Pengalaman peserta didik seyogyanya mengkonstruksi
peneliti sebagai praktisi pendidikan, dari sendiri pengetahuannya (Piaget, 1964)
32 siswa di kelas yang peneliti ampuh, dengan berinteraksi dengan lingkungan
hanya empat sampai enam orang siswa saja belajarnya (Vigotsky,1978). Oleh karena itu,
yang dapat dikatakan cukup memahami penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
pola bilangan berdasarkan strategi siswa lintasan belajar menggunakan model jaring
menyelesaikan soal tentang pola bilangan. Laba-laba yang dapat membantu siswa
Selebihnya tidak memahami, bahkan ada memahami pola bilangan di SMP.
kecenderungan menghafal rumus yang ada Menurut Piaget (1964) membangun
di buku. pengetahuan merupakan proses mental
Kesulitan memahami pola bilangan, melalui proses asimilasi dan akomodasi.
khususnya dalam hal pemodelan matematis Ketidakseimbangan struktur kognitif
wajar terjadi, karena menurut (Sumardyono, (skemata) karena adanya pengetahuan
2004; Kemdikbud, 2014) matematika baru diakomodasi kemudian diasimilasi
memiliki obyek kajian abstrak. Disamping dengan berinteraksi dengan sumber-
itu pembelajaran yang digunakan guru sumber belajar sehingga terbentuk
kurang memperhatikan kemampuan siswa struktur kognitif yang baru yang seimbang
(Widiharto, 2008; Cherinda, 2012), dan (equilibrium). Proses ini berbeda bagi
siswa malu bertanya terutama karena ta- setiap anak, karena dipengaruhi lima hal
kut disalahkan dan tidak diperbolehkan yaitu kematangan mental (maturation),
meninggalkan tempat duduk saat pem- pengalaman interaksi fisik (physical
belajaran matematika untuk bertanya experience), pengalaman matematis
kepada teman yang lebih tahu (Marion, (logical-mathematics experience), interaksi
2014). sosial (social transmition) dan equilibrium
Mengatasi keabstrakan objek melalui proses asimilasi dan akomodasi.
matematika banyak peneliti menyarankan Bell (1981: 272) menegaskan se-
penggunaan konteks dalam pembelajaran tiap siswa berbeda dalam hal perkem-
matematika, di antaranya Zulkardi dan bangan intelektualnya, kemampuan
Ilma (2006), penggunaan konteks budaya matematikanya, kecakapan menyelesaikan

45
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

masalahnya, kematangan emosi dan per- sebagaimana saran Piaget (1964), ber-
gaulannya, gaya belajarnya, motivasi interaksi dengan lingkungan sosial seperti
belajar di sekolahnya dan latar belakang yang disarankan Vigotsky (1978) dan
matematikanya. Sebagai konsekuensinya, dengan memanfaatkan semua sumber
Bell menegaskan pembelajaran matema- belajar yang ada. Hal ini beralasan bahwa
tika yang paling efektif adalah pembelajar- siswa dalam membangun pengetahuan
an yang memfasilitasi perbedaan tersebut. matematikanya memiliki kecenderungan
Perbedaan tersebut menurut kesimpulan seperti Laba-laba membangun jaringnya,
Hasrul (2009) mempengaruhi cara belajar yakni dimulai dari pusat jaring kemudian
peserta didik. meluas seiring hausnya akan pengetahuan
Sebagian peserta didik dapat belajar yang lebih luas bergerak secara bertahap
dengan baik dalam cahaya terang sementara secara spiral keluar sehingga membentuk
yang lain lebih butuh pencahayaan suram. sarang Laba-laba sampai terbentuknya
Sebagian dapat belajar jika berkelompok equilibrium pengetahuan yang utuh dan
sedangkan yang lain lebih memilih valid. Ilustrasi model Jaring Laba-laba yang
menyendiri lebih efektif belajarnya. Contoh dimaksud terlihat pada Gambar 1.
lain sebagian peserta didik memerlukan Langkah-langkah pembelajaran model
latar belakang musik agar dapat belajar Jaring laba-laba menurut Gambar 1 adalah
dengan baik, sedangkan yang lainnya dapat (1) tahap Berkir Mandiri (Self-Thinking),
belajar jika dalam keheningan, dan banyak dimulai dengan siswa diberi kesempatan
lagi contoh lainya. Bire, Geradus dan Bire berfikir mandiri untuk menyelesaikan
(2014:175) menegaskan gaya atau cara tugas atau masalah matematika; (2) tahap
belajar siswa baik visual, auditorial mau- Memanfaatkan Media Belajar (Literature),
pun kinestetik secara simultan/bersama- yaitu jika menemui kesulitan siswa diberi
sama maupun secara terpisah/masing- kesempatan secara individu dan man-
masing dapat mempengaruhi prestasi diri memanfaatkan media belajar yang
belajar siswa. Sementara itu Vigotsky dimilikinya baik berupa buku penunjang,
(1978) berpendapat bahwa proses belajar alat peraga maupun media lainnya untuk
akan terjadi secara efisien dan efektif membantunya menyelesaikan tugas atau
apabila si anak belajar secara kooperatif masalah matematika yang diberikan;
dengan anak-anak lain dalam suasana (3) tahap Tutorial Sebaya (Peers), yaitu
lingkungan yang mendukung dalam jika masih mengalami kesulitan siswa
bimbingan atau pendampingan seseorang diberi kesempatan berdiskusi dan atau
yang lebih mampu. bertanya kepada teman sebaya baik yang
Model pembelajaran Jaring Laba- dekat tempat duduknya maupun jauh
laba menurut Marion (2014) adalah dari tempat duduknya; (4) tahap Diskusi
model pembelajaran tanpa terikat oleh Kelas (Class Discussion), yaitu siswa di-
tema sebagaimana model pembelajaran beri kesempatan mempresentasikan hasil
Jaring Laba-laba yang dikembangkan kerjanya dalam diskusi kelas dan siswa
oleh Fogarty (1991), namun lebih kepada lain memberikan masukan atau tanggapan;
pendekatan strategi pembelajaran. Model (5) tahap Penguatan (Reinforcement), yaitu
ini, menurut Marion adalah merupakan siswa mendapat tanggapan dan penguat-
model pembelajaran yang memberi an dari guru sebagai fasilitator terhadap
kesempatan kepada siswa untuk mem- pengetahuan yang telah dibangunnya serta
bangun pengetahuannya secara mandiri, jika diperlukan menerima penugasan lebih

46
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

Gambar 1. Model Pembelajaran Jaring Laba-laba (Marion, 2014)

lanjut dari guru; dan (6) tahap Pembentukan rekomendasikan dalam Kurikulum 2013,
Komunitas (Networking), yaitu siswa diberi yaitu meliputi kegiatan mengamati, me-
motivasi misalnya melalui penugasan un- nanya, mengumpulkan informasi, mengolah
tuk memperluas wawasan pengetahuannya informasi dan mengkomunikasikan.
melalui komunitasnya, baik itu keluarganya, Kegiatan mengamati dilakukan pada tahap
temannya, maupun masyarakat lain dan bekerja mandiri (self-thinking). Kegiatan
bahkan memanfaatkan kemajuan teknologi menanya, mengumpulkan informasi
internet dan perpustakaan. dan mengolah informasi dilakukan pada
Langkah-langkah pembelajaran ini tahap pemanfaatan media sumber belajar
dilakukan siswa secara individu, mandiri (literature) dan tutorial sebaya (peers).
dan otomatis sesuai kebutuhan masing- Terakhir kegiatan mengkomunikasikan
masing sampai dicapai pemahaman dan dilakukan pada tahap presentasi, diskusi
penyelesaian masalah dipelajari. Siswa kelas (class discussion) dan penguatan oleh
dibiarkan meninggalkan tempat duduknya guru (reinforcement) serta pembentukan
jika diperlukan untuk membaca buku komunitas belajar (networking).
penunjang, bertanya kepada teman dan Selanjutnya pola bilangan menurut
atau menjelaskan kepada teman, bertanya Walle (2002:13) meliputi pola berulang dan
kepada guru dan mempresentasikan hasil pola berkembang. Pada pola berkembang
kerjanya. Dengan kata lain siswa diberi memiliki komponen numeris, yaitu jumlah
kesempatan senyaman mungkin untuk objek setiap langkah (Walle, 2002) yang
membangun pengetahuannya sendiri memungkinkan kita menemukan angka
(Piaget, 1964; Bell, 1981: 100) pada pola kesekian atau jumlah objek
Langkah-langkah pembelajaran pada langkah kesekian. Misal bagaimana
model jaring Laba-laba ini sejalan dengan cara menemukan bilangan ke-20, ke-100
langkah pembelajaran saintik yang di- atau bahkan ke-n dari urutan barisan

47
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

bilangan persegi 1, 4, 9, .... Dalam hal ini pembelajaran pola bilangan di Kelas
siswa akan menemukan hubungan yang VII lebih ditekankan kepada pengenalan
merupakan contoh fungsi. Menurut Walle beragam pola, pengenalan simbol-simbol
(2002:14) ada dua hubungan yang mungkin suku tertentu dan suku ke-n serta simbol
ditemukan siswa dalam menentukan jumlah sampai n pola, contoh-contoh cara
bilangan pola kesekian, yaitu hubungan mengenaralisasinya dan kegunaannya
rekursif dan hubungan fungsional. secara visual. Sedangkan di Kelas VIII tidak
Hubungan rekursif menyatakan dibahas secara khusus, namun tersirat dalam
perubahan dari langkah kesatu ke langkah pembelajaran materi teorema Pythagoras
berikutnya, misalnya pada barisan 1, 4,9, (Kemendikbud, 2014).
16, ..., bilangan kedua diperoleh dengan Di kelas IX diperkenalkan penerapan
menambah bilangan kesatu dengan tiga, pola bilangan dalam kehidupan sehari-
bilangan ketiga sama dengan bilangan hari, menggunakan benda-benda nyata
kedua ditambah lima, bilangan keempat menemukan pola bilangan, pengenalan
sama dengan bilangan ketiga ditambah beragam pola bilangan, barisan bilangan,
enam, dan seterusnya. Kemudian hubungan barisan aritmetika dan barisan geometri
fungsional menyatakan hubungan nomor dan menentukan suku ke-n serta jumlah
langkah ke langkah, misalnya untuk barisan: sampai n suku deret bilangan. Tahapan
1, 4, 9, 16, ..., bilangan kesatu diperoleh dari pembelajaran pola bilangan ini sesuai
12, bilangan ke-2 diperoleh dari 22, bilangan dengan rekomendasi Kemendikbud (2014)
ke-3 diperoleh dari 32, bilangan ke-4 sama agar proses pembelajaran pola bilangan
dengan 42, dan seterusnya. hendaknya dimulai dengan hal-hal yang
Pembelajaran pola bilangan pada bersifat kongkrit menuju abstrak.
Kurikulum 2013 sesuai Peraturan Menteri Sejalan dengan itu, penggunaan konteks
Pendidikan dan Kebudayaan Republik sebagai starting point dalam pembelajaran
Indoensia nomor 58 tahun 2014 tentang matematika dapat meningkatkan motivasi
Kurikulum SMP dimana pembelajarannya belajar siswa (Sukmadinata, 2009; Zainab,
dilakukan secara bertahap pada Kelas VII, Zulkardi, dan Hartono, 2013). Selain
Kelas VIII dan kelas IX seperti terlihat itu juga dapat membantu siswa ketika
pada Tabel 1. mereka kurang memahami materi yang
Tabel 1 menunjukkan bahwa ber- dipelajari (Boaler, 1993: 14). Bahkan
dasarkan Kompetensi Dasar tersebut, Hartoyo (2009: 77) menemukan bahwa

Tabel 1. Kompetensi Dasar Pola Bilangan di SMP


Kelas Kompetensi Dasar
VII 1.5 Memahami pola dan menggunakannya untuk menduga dan membuat
generalisasi (kesimpulan)
4.1 Menggunakan pola dan generalisasi untuk menyelesaikan masalah
VIII 4.3 Menggunakan pola dan generalisasi untuk menyelesaikan masalah nyata
IX 3.10 Menerapkan pola dan generalisasi untuk membuat prediksi
4.4 Mengenal pola bilangan, barisan, deret, dan semacam, dan memperumum-
nya; menggunakan untuk menyelesaikan masalah nyata serta menemukan
masalah baru
Sumber: Kemendikbud, 2014: 42-46

48
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

penggunaan konteks dapat meningkatkan Study. Penelitian dilakukan dua siklus


efektivtias pembelajaran pada mahasiswa. yaitu piloting experiment dan teaching
Konteks budaya anyaman dapat digunakan experiment menggunakan langkah-langkah
sebagai starting point dalam pembelajaran penelitan desain menurut Gravemeijer dan
matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Cobb (2006:19) yaitu (1) tahap persiap-
Hartoyo (2012) bahwa motif-motif anyaman an (preliminary design stage) meliputi
memperlihatkan adanya pola-pola yang pengkajian literatur, diskusi bersama guru
teratur dan bahkan berulang, sehingga model dan merancang Learning Instructi-
mengandung matematika. Selanjutnya onal Trajectory (LIT) dengan instrumen
secara bertahap siswa dapat meningkatkan Hypotheticall Learning Trajectory (HLT);
kemampuan matematika formal melalui (2) tahap ujicoba pembelajaran meliputi
empat tahapan (Gravemeijer, 2010) yaitu piloting experiment dan teaching expe-
situations level, model of level, model for riment dengan subyek 6 orang siswa kelas
level, dan formal level seperti ditunjukkan IX SMP Negeri 3 Pemulutan Tahun Pelajar-
Gambar 3. an 2014-2015 semester genap di Pemulutan,
Pada tahap situasional (situations Kabupaten Ogan Ilir dan (3) tahap analisis
level), pengetahuan yang diperoleh ber- retrospektif (retrospective analysis), yaitu
dasarkan situasi dan strategi-strategi yang analisis yang membandingkan HLT dengan
bersifat situasional digunakan di dalam lintasan belajar siswa yang sebenarnya se-
penyelesaian konteks yang disajikan. hingga diperoleh jawaban atas pertanyaan
Tahap referensial (model of) digunakan penelitian.
model-model dan strategi-strategi yang Data penelitian ini dikumpulkan me-
mengacu pada situasi yang menggambarkan lalui tes, pengamatan, wawancara, dan
permasalahan. Selanjutnya strategi- dokumentasi berupa hasil aktivitas belajar,
strategi ini diperumum mengarah kepada hasil belajar siswa, foto dan rekaman video.
matematika formal (general level) dan Data yang diperoleh dianalisis dengan
tahap terakhir siswa bekerja dengan membandingkan hasil pengamatan selama
prosedur-prosedur konvensional dan notasi proses pembelajaran dengan dugaan
tanpa memerlukan konteks (formal level). lintasan belajar (Hypothetical Learnig
Trajectory) dengan triangulasi data dan
METODE interpretasi silang.
Metode penelitian yang digunakan HLT dirancang dalam tiga pertemuan.
adalah Design Research tipe Validation Pertemuan pertama memiliki tiga kegiat-

Gambar 3. Level Pengembangan Matematika Gormal (Gravemeijer, 2010: 40)

49
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

an dengan tujuan (1) melalui aktivitas Proses pembelajaran menggunakan


eksplorasi hasil kerajinan anyaman, siswa langkah-langkah pembelajaran model
dapat mengenali motif anyaman dan Jaring Laba-laba (Marion, 2014). Sebagai
menggambarkan satu pola dari motif kontrol langkah-langkah pembelajaran
anyaman dan melanjutkan pola-pola yang dilakukan siswa secara individu,
berikutnya secara teratur; (2) melalui dibuat kesepakatan bersama bahwa siswa
aktivitas pengamatan terhadap pola-pola memberi kode huruf A pada lembar
gambar motif anyaman tersebut, siswa kerjanya jika yang bersangkutan memahami
dapat menemukan barisan bilangan se- dan dapat menyelesaikan masalah yang
bagai representasi bangun datar pemben- terdapat pada lembar kerja secara mandiri
tuk setiap pola secara berurutan; dan (3) (self-thinking), huruf B jika memahami
melalui latihan soal barisan bilangan, siswa dapat menyelesaikan masalah setelah
dapat menemukan hubungan rekursif pada membaca buku penunjang (literature),
barisan bilangan, yaitu melanjutkan suku- huruf C jika setelah bertanya dan atau
suku berikutnya dari barisan bilangan. berdiskusi dengan teman (peers), huruf D
Pertemuan kedua memiliki empat jika setelah diskusi kelas (class discussion)
kegiatan dengan tujuan (1) melalui aktivitas dan E jika setelah ada penguatan dari guru
mewarnai persegi satuan sebagai model of, (reinforcement). Selanjutnya huruf F jika
siswa dapat menemukan barisan bilangan setelah ada penugasan lebih lanjut setelah
sebagai representasi banyak persegi satu- kegiatan pembelajaran.
an penyusun setiap gambar pola dari motif Peneliti menduga bahwa aktivitas-
anyaman; (2) melalui aktivitas mengamati aktivitas tersebut yang dilakukan siswa
pola gambar, siswa dapat menemukan secara individu mengikuti langkah-
hubungan fungsional suku ke-n barisan langkah pembelajaran model jaring Laba-
bilangan; (3) melalui latihan soal barisan laba dapat membantu siswa memahami
bilangan, siswa dapat menggunakan pola bilangan.
hubungan fungsional suku ke-n barisan
bilangan dalam pemecahan masalah; dan HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
(4) melalui aktivitas mewarnai persegi Aktivitas awal pada pertemuan per-
satuan, siswa dapat merancang sendiri pola tama menunjukkan belum sejalan dengan
untuk motif anyaman terkait dengan baris- HLT. Aktivitas siswa belum mengikuti
an bilangan yang diberikan. langkah-langkah model jaring Laba-laba
Selanjutnya pada pertemuan terakhir, yang seharus secara otomatis berusaha
meliputi tiga kegiatan dengan tujuan (1) menggali informasi dari lingkungannya
melalui kegiatan eksplorasi pola-pola untuk membaca literatur dan atau bertanya
anyaman sebagai representasi deret bilangan dan berdiskusi dengan teman jika mengalami
asli, siswa dapat menemukan deret sampai kesulitan. Siswa masih terbiasa cara belajar
n suku bilangan asli pertama; (2) melalui yang lama, menunggu instruksi atau pen-
kegiatan eksplorasi pola-pola anyaman jelasan guru. Akibatnya siswa belum mampu
sebagai representasi suatu deret bilangan mengenali dan menggambar pola dari motif
sederhana, siswa dapat menentukan deret anyaman yang dimaksud pada lembar
sederhana sampai n suku pertama; (3) aktivitas seperti terlihat pada Gambar 4.
melalui kegiatan mewarnai persegi satuan, Pada Gambar 4 terlihat Efendi, Triadi
siswa dapat merancang sendiri motif dan Ranti menggambar ilustrasi benda
anyaman berdasarkan deret yang diberikan. nyatanya berupa keranjang dan tikar.

50
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

Gambar 4. Pola Hasil Aktivitas Siswa yang Tidak Sesuai HLT

Seharusnya yang digambar hanya satu mandiri sesuai langkah-langkah model


pola dari motif yang dipilih seperti yang pembelajaran jaring Laba-laba dan mem-
diharapkan dalam HLT pada Gambar 5. berikan scaffolding (Parsol, 2002) sehingga
Untuk mengatasi situasi tersebut, guru siswa dapat menggambar pola dari motif
memberikan motivasi untuk memanfaat- anyaman dengan benar sesuai HLT seperti
kan semua sumber belajar yang ada secara terlihat Gambar 6.

Gambar 5. Dugaan Lintasan Belajar (HLT) Pola Bilangan

51
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

Gambar 6. Pola Hasil Aktivitas Siswa yang Sudah Sesuai HLT

Selanjutnya siswa secara mandiri yang dimiliki motif anyaman (Hartoyo,


dapat mengembangkan pola tersebut teratur 2012). Keteraturan ini menuntun siswa
sesuai panduan lembar aktivitas siswa memahami bahwa motif anyaman memiliki
sehingga siswa dapat menemukan barisan pola berulang dan juga pola berkembang
bilangan sebagai representasi bangun datar (Walle, 2002). Gambar 7 menunjukkan
penyusun pola seperti yang diduga dalam siswa menemukan pola berkembang dan
HLT seperti terlihat pada Gambar 7. menemukan barisan bilangan ganjil 1, 3,
Gambar 7 memperlihatkan Triadi 5, 7, ... serta menemukan aturannya yaitu
mampu melanjutkan gambar pola secara ditambah 2 untuk menemukan bilangan
teratur, dimulai pola pertama berupa satu berikutnya. Hasil ini menunjukkan siswa
persegi panjang, pola kedua berupa tiga sekaligus menemukan hubungan rekursif
persegi panjang, pola ketiga berupa lima (Walle, 2002) pada barisan bilangan
persegi panjang dan pola keempat berupa tersebut. Hasil latihan siswa pada Gambar
tujuh persegi panjang. Hasil ini menunjukkan 8 menegaskan hal ini.
siswa mulai melihat adanya keteraturan

Gambar 7. Gambar Pola Barisan Bilangan dari Motif Anyaman

Gambar 8. Siswa Dapat Menemukan Hubungan Rekursif Barisan Bilangan

52
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

Lintasan kognitif yang dilalui siswa berdasarkan situasi informal yang diberikan,
dalam memahami materi pada pertemuan dalam hal ini hasil kerajinan anyaman
pertama dapat digambarkan sebagai lintasan (Gravemeijer, 2010). Pemahaman siswa
Laba-laba membangun jaringnya (Marion, pada level awal ini dijadikan dasar untuk
2014). Sebagian besar siswa memahami dan pemahaman pola bilangan selanjutnya.
dapat menyelesaikan masalah yang terdapat Aktivitas pembelajaran pada per-
lembar kerja setelah berkir mandiri (self- temuan kedua diawali dengan penggunaan
thinking), membaca buku (literature) dan model sebagai tahap berikutnya dalam
bertanya atau berdiskusi dengan teman mengembangkan kemampuan matematika
(peers). Sebagai ilustrasi, Triadi dapat siswa. Aktivitas pembelajaran berlangsung
mengenali dan menggambarkan pola dari sesuai dugaan dalam HLT. Siswa mulai
motif anyaman setelah ada scaffolding dari secara otomatis melakukan langkah-langkah
guru, menggambarkan pola, melanjutkan pembelajaran model jaring Laba-laba. Saat
pola dan menemukan barisan bilangan menemui kesulitan siswa secara mandiri
setelah berkir mandiri (lihat kode huruf membuka buku penunjang, bertanya dan
A pada Gambar 7) serta menyelesaikan berdiskusi dengan teman dan bahkan
masalah hubungan rekursif pada barisan beberapa siswa langsung bertanya kepada
bilangan setelah berfikir mandiri dan guru. Suasana kelas terlihat ramai dan
berdiskusi dengan teman (lihat kode huruf tidak teratur. Beberapa siswa yang terlebih
A dan C pada Gambar 8). Ilustrasi lintasan dahulu memahmi materi terlihat sibuk
kognitif Triadi seperti terlihat pada Gambar menjelaskan kepada teman-temannya yang
9. datang bertanya. Siswa yang lain ada yang
Aktivitas-aktivitas pada pertemuan membaca buku penunjang dan ada yang
pertama ini menunjukkan siswa mampu terlihat sangat serius berkir secara mandiri
memahami pola dan barisan bilangan menyelesaikan tugas yang diberikan dalam

Gambar 9. Ilustrasi Jaring Laba-Laba Lintasan Kognitif Siswa Pertemuan Pertama

53
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

lembar kerja. Guru memantau aktivitas digambarnya seperti pada Gambar 10a.
siswa dan memberikan scaffolding baik Pada pertemuan kedua ini, setelah aktivitas
secara individu maupun secara klasikal jika mewarnai persegi satuan, Sarmila secara
diperlukan. mandiri menemukan barisan bilangan
Pada pertemuan kedua ini siswa dapat berbeda yaitu 13, 26, 39, 52, ... (Gambar 10b).
menemukan barisan bilangan melalui akti- Pada Gambar 10a terlihat bsahwa
vitas mewarnai persegi satuan, melanjut- barisan bilangan yang dihasilkan tidak
kan suku berikutnya barisan bilangan menegaskan sebagai representasi bangun
dan menentukan suku tertentu barisan datar yang sama, karena terdiri dari persegi
sesuai HLT. Sebagai contoh, Sarmila pada dan persegi panjang. Sementara pemodelan
pertemuan pertama menemukan barisan pola yang sama dengan mewarnai persegi
bilangan 7, 14, 21, 28, ... dari pola yang satuan seperti pada Gambar 10b membantu

Gambar 10a. Barisan Bilangan dari Motif Anyaman

Gambar 10b. Barisan Bilangan dari Pemodelan dengan Mewarnai Persegi Satuan

54
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

sebagian besar siswa mempertegas dan ditemukan, bahkan ada siswa melampaui
memperjelas bahwa barisan bilangan yang HLT dalam menyelesaikan suku ke-50 dari
dihasilkan merupakan representasi bangun barisan 7, 12, 17, 22, 27, ..., seperti terlihat
datar yang sama, yaitu persegi. pada Gambar 12.
Pemahaman pada level kedua ini Gambar 12 menunjukkan siswa
menjadi pijakan menuju pemahaman level memahami hubungan fungsional pada
formal matematika. Aktivitas berikutnya barisan bilangan (Walle, 2002). Siswa
sebagian besar siswa mampu membuat memahami hubungan antara suku, selisih
strategi menentukan suku ke-n barisan dua suku berurutan dan nomor urut
bilangan serta menggunakannya dalam suku. Hal ini menunjukkan siswa sudah
menyelesaikan masalah barisan bilangan. mulai mengembangkan pemahaman
Satu di antara strategi yang dilakukan barisan bilangan pada level matematika
siswa adalah dengan memecah gambar formal. Percakapan 1 mempertegas bahwa
pola kemudian menuliskan perhitungannya siswa mampu menyelesaikan masalah
sehingga diperoleh bentuk umum suku barisan bilangan pada level formal yang
ke-n barisan bilangan seperti terlihat pada dimaksud.
Gambar 11. Aktivitas terakhir pertemuan kedua,
Gambar 11 memperlihatkan langkah- proses pembelajaran sesuai dugaan bahwa
langkah siswa menemukan suku ke-n siswa mampu merancang sendiri motif
barisan bilangan 13, 26, 39, 52, . Pola anyaman sesuai bentuk umum barisan
ke-1 siswa menuliskan 1 x 13, pola ke-2 bilangan yang diberikan. Untuk Un=3n-2,
ditulis 2 x 13, pola ke-3 ditulis 3 x 13 dan rancangan pola untuk motif anyaman
seterusnya pola ke-10 ditulis 10 x 13 serta hasil kreatiftas siswa terlihat pada
terakhir pola ke-n siswa menemukan n x 13. Gambar 13.Tujuan kegiatan ini adalah
Pada aktivitas menyelesaikan masalah mengembangkan kreativitas siswa dalam
suku tertentu barisan bilangan, siswa dapat mengaplikasikan pola ke dalam dunia nyata,
menggunakan bentuk umum yang telah dalam hal ini konteks anyaman.

Gambar 11. Langkah-Langkah Menemukan Suku Ke-n Barisan Bilangan

55
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

Gambar 12. Strategi Sarmila Menentukan Suku ke-50 Barisan 7,12,17,22,27,...

Percakapan 1. Menentukan Hubungan Fungsional Barisan Bilangan

Guru : Dapat darimana Sarmila untuk soal nomor 6? Bagaimana strategi Sarmila, coba
ceritakan...!
Sarmila : Suku satu kan 7. Jadi 1 dikali 5 ditambah 2...Jadi suku ke-50....50 kali 5 ditambah 2...
Guru : Sama semua ya, seperti ini?
Sarmila : Ya...
Guru : Kalau suku ke-35?
Sarmila : Jadi....35 dikali 5 ditambah 2...!
Guru : Terus kalau suku ke-n?
Sarmila : Seperti ini ... (sambil menunjukkan Un = n x 5 + 2 )
Guru : Ooo.. jadi polanya sama semua itu...ya?
Sarmila : Ya...
Guru : Apanya yang sama?
Sarmila : Yang samanya....5 tambah 2....
Guru : Yang bedanya yang mana?
Sarmila : Bedanya Cuma... ini (sambil menunjukkan angka 1,2,3,4,5...)
Guru : Oh itu....itu 1,2,3,4,5,... apa itu?
Sarmila : Su-ku...
Guru : Oo...suku...pola ya...kalau U1 jadi suku satu...
Sarmila : Ya...
Guru : Kalau ke-3...?
Sarmila : U3...
Guru : Jadi kalau ditanya suku ke-50,...berapa itu?
Sarmila : 50 dikali 5 ditambah 2....jadi 252...!

56
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

Gambar 13. Rancangan Motf Anyaman Siswa Terkait Pola Bilangan

Gambar 13 menunjukkan beberapa Perbedaan HLT yang menarik dibahas


siswa mampu mengembangkan adalah kesulitan representasi pola ke
kreativitasnya dalam mengaplikasikan bentuk formal matematika. Pada bagian
pola bilangan ke dalam konteks anyaman. awal diberikan gambar pola untuk bilangan
Lebih jauh diharapkan kreativitas ini dapat asli dan contoh representasi formal
berkembang menjadi pupuk bagi tumbuhnya matematikanya sebagai scaffolding untuk
jiwa kewirausahaan di masa depan. memahami bentuk umum deret bilangan
Pertemuan terakhir, HLT tidak tercapai asli. Namun, siswa kesulitan melanjutkan
sepenuhnya walaupun deret sederhana contoh yang ada menuju bentuk umum
dapat dipahami sebagian besar siswa dan seperti terlihat pada Gambar 14.
langkah-langkah pembelajaran model Gambar 14 menunjukkan kesalahan
jaring Laba-laba berjalan cukup baik. siswa merepresentasikan pola ke bentuk

Gambar 14. Kesulitan Siswa Memahami Bentuk Umum Deret Bilangan Asli

57
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

formal matematika. Seharusnya siswa me- sampai 40 suku deret 3+6+9+12+15+


nuliskan (1+2+3+4)= = , .... Dengan menganalogikan bentuk
namun siswa justru menuliskan 4x10 3+6+9+12=(1+2+3+4)x= x3=30,
dimana 10 diperolehnya dengan menghitung siswa menghitung jumlah sampai 40
hasil (1+2+3+4). Persepsi ini diperoleh suku = x3=2460. Selanjutnya
dari contoh di atasnya, yaitu (1+2)= muncul beberapa strategi siswa pada
= . Siswa memandang bahwa 3 kegiatan ketiga dalam menghitung deret
diperoleh dari (1+2). Mengatasi hal ini, guru 5+10+15+20+ ... +100. Tomi, Arjun, Dani
membimbing siswa baik secara klasikal dan Sinta secara mandiri (self-thinking)
maupun secara individu sehingga diperoleh menggunakan strategi menghitung satu
pemahaman bentuk umum jumlah sampai per satu semua suku-suku deret sampai
n suku deret bilangan asli yang dimaksud suku terakhir sehingga diperoleh jawaban
seperti terekam dalam Percakapan 2. 1050. Sarmila dan Mia menggunakan
Pemahaman siswa terhadap bentuk rumus yang ada pada buku penunjang,
umum jumlah sampai n suku deret bilangan yaitu . Dari rumus tersebut
asli ini cukup membantu siswa dalam diperoleh jawaban .
kegiatan berikutnya, yaitu memahami Strategi lain adalah dilakukan oleh Jodi,
jumlah sampai n suku dari deret sederhana. Umiroh dan Trisnawati. Terlebih dahulu
Sesuai HLT siswa dapat melanjutkan mereka menuliskan semua suku-suku deret,
langkah-langkah scaffolding yang diberikan kemudian menghitung banyak suku deret
sehingga siswa dapat menentukan jumlah itu dan terakhir menghitung deret tersebut

Percakapan 2. Jumlah n Bilangan Asli

Guru : Lihat pola yang pertama. Pola pertama itu, yang merah ada berapa?
Siswa : Satu...!
Guru : Satu dari dua. Sehingga disini 1 kali dua dibagi dua...hasilnya satu...
Yang nomor dua, lihat kesini dua terus ke atas tiga, ya kan..?
Siswa : Oo..ya, ya...
Guru : Sehingga disini kan, kotak merah ini setengah dari keseluruhan, jadi...
Siswa : 2 kali 3 dibagi dua...
Guru : Nah...mengapa dibagi dua?
Siswa : Karena ini tadi kan setengah...
Guru : Iya...cerdas! Nah sekarang coba cek, 2 kali 3 dibagi 2 sama dengan 3, betul tidak?
Guru : Sekarang nomor 4. Disini berapa?4 kali 5 duapuluh. Dibagi dua, sepuluh...betul
sepuluh?
Siswa Betul....
Guru : Coba lanjutkan suku berikutnya....suku ke berapa?
Siswa : Suku kelima. Jadi 5 kali 6....eh, jumlah kotaknya 15... 5 kali 6 tiga puluh. Dibagi
dua...nah, iya...15....
Guru : Kalau n ?
Siswa : n kali buka kurung n ditambah 1 dibagi 2...

58
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

menggunakan konsep pada kegiatan kegiatan seperti terlihat pada Gambar 16


sebelumnya yaitu, sesuai dengan HLT yakni siswa mampu
(Lihat Gambar 15). mengembangkan kreativitasnya dalam
Kegiatan terakhir pertemuan ketiga merancang motif anyaman berdasarkan
ini, siswa dapat merancang sendiri motif deret yang diberikan. Sehubungan dengan
anyaman berdasarkan deret sederhana ini diharapkan di masa depan dapat
yang diberikan, dalam hal ini siswa diminta menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada
merancang motif anyaman sebanyak lima siswa.
pola dengan paling banyak menggunakan 60 Langkah-langkah Model Pembelajar-
buah persegi satuan. Kegiatan ini bertujuan an Jaring Laba-laba yang dilakukan
mengembangkan kreativitas siswa dalam siswa secara individu untuk memahami
mengaplikasikan deret sederhana ke dalam pola dan barisan bilangan diatas cukup
dunia nyata yaitu konteks anyaman. Hasil beragam. Sarmila dan Triadi misalnya,

Gambar 15. Strategi Menghitung Deret 5+10+15+20+....+100

Gambar 16. Rancangan Motif Anyaman Terkait Deret Tertentu

59
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 1, Mei 2015, Halaman 44-61

mencapai tahapan-tahapan kemampuan bilangan adalah (1) memecah pola gambar


menuju matematika formalnya melalui dalam menemukan bentuk umum suku ke-n
kegiatan berkir mandiri (self-thinking) barisan bilangan, (2) menuliskan persamaan
dan berdiskusi bersama teman sebangkunya yang menyatakan hubungan selisih dua
(peers). Sementara sebagian besar siswa suku berurutan, nomor urut suku dan sisa
lainnya mencapai kemampuan matematika pengurangan hasil kali selisih dan nomor
formalnya setelah melalui upaya berkir urut suku dari bilangan pada suku tersebut
mandiri (self-thinking), membaca buku (Gambar 11) untuk menentukan suku
penunjang (literature), bertanya kepada tertentu dan suku ke-n barisan bilangan, dan
teman (peers) dan setelah diskusi kelas (3) memanfaatkan pola jumlah sampai n
(classroom discussion) serta penguatan oleh suku deret bilangan asli untuk menentukan
guru (teacher reinforcement). jumlah sampai n suku deret sederhana.

SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA


Penggunaan Model Jaring Laba- Anno, M., & Anno, M. 1983. Annos
laba dalam pembelajaran pola bilangan Mysterious Multiplying Jar. New
dengan konteks kerajinan anyaman York: Philomel Book.
dapat membantu siswa memahami pola Bell, F.H. 1981. Teaching and Learning
bilangan dengan lintasan belajar sebagai Mathematics (In Secondary School.
berikut. (1) Mengenali motif anyaman Iowa, USA: Wm C. Brown Company.
dan menggambarkan satu pola dari motif Bire, A.L., Geradus, U., & Bire, J. 2014.
anyaman dan melanjutkan pola-pola Pengaruh Gaya Belajar Visual, Audi-
berikutnya secara teratur. (2) Menemukan torial, dan Kinestetik terhadap Prestasi
barisan bilangan sebagai representasi Belajar Siswa. Jurnal Kependidikan,
bangun datar pembentuk setiap pola secara 44(2), 169-176.
berurutan. (3) Menemukan hubungan Boaler, J. 1993. The Role of Context in
rekursif pada barisan bilangan, yaitu Mathematics Classroom: Do They
melanjutkan suku-suku berikutnya dari Make Mathematics More Real?,
barisan bilangan. (4) Menemukan barisan dari http://m-journal.org/FLMBoaler.
bilangan sebagai representasi banyak pdf. Diunduh 22 September 2014.
persegi satuan penyusun setiap gambar Cherinda, M. 2012. Weaving Explo-
pola dari motif anyaman. (5) Menemukan ration in The Process of Acquisition
hubungan fungsional suku ke-n barisan and Development of Mathematical
bilangan. (6) Menggunakan hubungan Knowledge. Paper on 12 th Inter-
fungsional suku ke-n barisan bilangan national Congress Mathematics
dalam pemecahan masalah. (7) Melalui Education, CEOX, Seoul, Korea,
merancang sendiri pola untuk motif 8-15 Juli 2012.
anyaman terkait dengan barisan bilangan Fogarty, R. 1991. How to Integrated the
yang diberikan. (8) Menentukan jumlah Curricula. Palatine, Ilinois: Skylight
sampai n suku pertama deret sederhana. Publishing, Inc .
(9) Merancang sendiri motif anyaman Gould, S.L. 2007. "Baskets for the Mathe-
berdasarkan deret yang diberikan sebagai matics Classroom", dari http://
upaya menumbuhkan jiwa kewirausahaan. archive.bridgesmathart.org/2007/
Selain itu beberapa strategi yang bridges2007-115.pdf. Diunduh 15
dilakukan siswa dalam memahami pola September 2014.

60
Marion, Zulkardi, dan Somakim: Desain Pembelajaran ...

Gravemeijer, K., & Cobb, P. 2006. Design Peraturan Menteri Pendidikan dan
Research from The Learning Design Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2014.
Perspective. In van den Akker, J., Piaget, J. 1964. Development and
Gravemerijer, K., McKenney, S., Learning. Journal of Research in
& Nieveen, N. (Eds.). Educational Science Teaching, 2, 176-186.
Design Research. London: Routledge. Roebuck, K.M. 2005. Coloring Formulas
Haris, D., & Ilma, R. 2011. The Role of for Growing Patterns. Mathematics
Context in Third Graders Learning of Teacher, 98(7), 472-475.
Area Measurement. IndoMS Journal Sukmadinata, N.S. 2009. Landasan
Mathematics Education, 2(1), 55-66. P s i k ol ogi Pros e s P e ndi di k a n .
Hartoyo. 2009. Penerapan Model Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pembelajaran Kontekstual Berbasis S um a r dyon o. 2 004. K ar akt er i s t i k
Kompetensi untuk Meningkatkan Matematika dan Implikasinya ter-
Efektivitas Pembelajaran. Jurnal hadap Pembelajaran Matematika.
Kependidikan, 39(1), 67-78. Yogyakarta: PPPG Matematika.
Hartoyo, A. 2012. Eksplorasi Etno- Vigostsky, L. 1978. Mind and Society.
matematika pada Budaya Masyarakat Cambrite, MA: Harvard University
Dayak Perbatasan Indonesia-Malaysia Press.
Kabupaten Sanggau Kalbar. Jurnal Walle, J.A.V. 2008. Matematika Sekolah
Penelitian Pendidikan, 13( 1), 14-23. Dasar dan Menengah: Pengembangan
Kaput, J.J. 1999. Teaching and Learning Pengajaran. (Jilid 2). Jakarta:
a New Algebra. In Fennema, E., & Erlangga.
Romberg, T.A. (Eds.). Mathematics Widiharto, R. 2008. Diagnosis Kesulitan
Classrooms that Promote Under- Belajar Matematika SMP dan Alter-
standing, p. 133-155. Mahwah, NJ: natif Proses Remidinya. Yogyakarta:
Erlbaum. PPPG Matematika.
Marion. 2014. Design of Learning Zainab, Zulkardi, & Hatono, Y. 2013.
Mathematics Using Webbed Models. Desain Pembelajaran Materi Pola
Proceeding The 2nd SEA-DR Conferen- Bilangan dengan Pendekatan PMRI
ce, April 26-27. Menggunakan Kerajinan Tradisional
Owens, K. 2012. "Papua New Guinea Kain Tajung Palembang Untuk Kelas
Indigenous Knowl edges about IX SMP. Jurnal Edumat, 4(7), 467-
Mathematical Concepts". Journal of 478.
Mathematics and Culture, 6(1), 15-50. Zulkardi, & Ilma, R. 2006. "Mendesain
Parson, R.D., & Brown, K.S. 2002. Teacher Sendiri Soal Kontekstual Matematika".
as Reective Practitioner and Action Prosiding Konferensi Nasional
Researcher. Belmont, CA: Wadsworth Matematika Ke-13, Semarang, 24-27
Cangage Learning. Juli 2006.

61

Anda mungkin juga menyukai