Anda di halaman 1dari 72

Berlitz OLD

Berlitz now
Bahan-Bahan Ta’hil untuk Guru KMI Model Gontor

Ferry Hidayat
Konsultan ELT Pondok Modern Tazakka
Kelahiran Metodenya
Pencipta “Berlitz Method” (Metode Berlitz) adalah Maximilian
Delphinius Berlitz (14 April 1852 – 6 April 1921). Beliau
adalah ahli bahasa dari Rhode Island, Amerika Serikat.
Beliau pindah dari negeri asalnya, Jerman, bersama dengan
ayah dan ibunya yang Yahudi ke Amerika pada tahun 1872.

Bakat kebahasaannya mula-mula terasah saat Berlitz bekerja


sebagai Guru Bahasa Perancis dan Bahasa Jerman di Warner
Polytechnic College. Di situ beliau mengajar kedua bahasa
asing tersebut ke anak-anak SMA di Amerika.

Ada kejadian menarik yang terjadi di


Warner Polytechnic College, yang menjadi
inspirasi Berlitz untuk mendirikan kursus
bahasa asing miliknya sendiri. Suatu hari
Berlitz merasa sakit, lalu ia meminta ijin
untuk tidak mengajar di hari itu. Lalu, ia
meminta asistennya untuk menggantikannya
mengajar Bahasa Perancis. Sang asisten,
yang bernama Nicholas Joly, adalah seorang
Perancis yang tidak bisa berbicara Bahasa
Inggris sama sekali. Hal itu amat Maximilian Delphinius Berlitz (1852 –
1921), ahli bahasa dari Jerman yang
mencemaskan Berlitz. Bagaimana kalau pindah ke Amerika dan mendirikan
Berlitz School of Languages
seorang murid bertanya kepadanya?
Bagaimana Nicholas menjawab pertanyaannya?
Bagaimana siswa-siswa yang diajarnya dapat mengerti
penjelasannya? Berpuluh-puluh pertanyaan muncul di benak
Berlitz. Akan tetapi, pikir Berlitz, ini situasi darurat.
Jadi, walau dengan berat hati, Berlitz pun tetap memilih
Nicholas Joly untuk menggantikannya mengajar.

1
Berlitz rupanya sakit berat. Butuh 1½ bulan untuk sembuh
total. Begitu sembuh, Berlitz pun masuk kelas. Ia merasa
rindu sekali dengan murid-muridnya, sekaligus ingin tahu
seberapa kacau kelas itu sejak diajar oleh asistennya.

Sungguh mengagetkan! Setelah satu setengah bulan diajar


Nicholas Joly, si asisten Perancis, murid-murid Berlitz
malah bisa bicara Perancis! Murid-muridnya malah bilang
bahwa mereka amat senang diajari Nicholas Joly. Mendengar
hal itu, Berlitz pun memanggil kembali asistennya yang tidak
bisa bahasa Inggris itu untuk mengajari kembali murid-
muridnya, sambil ia mengamati apa yang membuat murid-
muridnya mulai bisa berbicara bahasa Perancis.

Rupanya, apa yang dilakukan Nicholas Joly sungguh berhasil


membuat murid-murid Berlitz “terpaksa” bicara Bahasa
Perancis. Nicholas Joly tidak bisa berbahasa Inggris, maka
pada saat ia mengajar ia sama sekali tidak menggunakan
Bahasa Inggris. Nicholas Joly juga tidak bisa menerjemahkan
bahasa Perancis ke bahasa Inggris, maka ia pun menggunakan
gerakan tangannya, gerakan tubuhnya atau gesture-nya untuk
membuat murid-murid Berlitz mengerti maksudnya. Nicholas
Joly juga membawa barang-barang sungguhan ke kelas. Ia
membawa pensil, pulpen, penghapus, buku, spidol, lalu ia
menunjukkannya sambil mengucapkan kata Perancis, dan murid-
murid Berlitz menirukan bunyi kata Perancis itu. Nicholas
juga mempergunakan barang-barang yang sudah ada di kelas
sebagai pelajarannya. Ia menunjuk ke arah papan tulis, lalu
ia mengucapkan “Tableau blanc!” beberapa kali, kemudian
murid-murid menirukan bunyinya. Begitu seterusnya, hingga
murid-murid Berlitz bertambah kosakata Perancisnya dari hari
ke hari.

Maximilian Berlitz pun menyimpulkan apa yang disaksikannya


di kelas. Murid-murid akan mampu berbicara Perancis lebih
cepat jikalau mereka dibiasakan langsung menggunakan kata-
kata Perancis di dalam kelas.

2
Berlitz pun menyadari kesalahan yang dilakukannya selama ia
mengajar Bahasa Perancis dan Bahasa Jerman di Warner
Polytechnic College. Berlitz terus-menerus menerjemahkan
kata-kata Perancis atau Jerman ke bahasa Inggris setiapkali
ia mengajar. Akibatnya, murid-murid jadi ketergantungan
dengan terjemahannya.

Memang, jika ditimbang-timbang, Berlitz berniat baik: ia


menerjemahkan kata Perancis ke bahasa Inggris supaya murid-
muridnya gampang memahami dan menguasai bahasa Perancis.
Tetapi, setelah mengamati seksama metode pengajaran Nicholas
Joly di kelasnya, Berlitz pun sadar bahwa niat baiknya itu
(yakni, menerjemahkan terus bahasa Perancis ke bahasa
ibunya[Inggris]) malah membuat murid-muridnya jadi tidak
terbiasa bicara langsung bahasa Perancis.

Satu ide brilian pun muncul di benak Berlitz. Mulai detik


itu, Berlitz akan menirukan cara asistennya, Nicholas Joly,
mengajar bahasa Perancis. Ia berjanji pada dirinya sendiri
untuk stop menerjemahkan bahasa Perancis ke Inggris. Ia akan
langsung mempraktekkan bahasa Perancis di kelasnya. Ia pun
mengubah niat baiknya: ia akan langsung menggunakan bahasa
Perancis agar murid-muridnya bisa juga langsung
menggunakannya. Sejak saat itu, jika Berlitz ditanya orang
“apa nama metode mengajarmu sekarang?”, ia akan menjawabnya
dengan “Metode Langsung!”, The Direct Method. Sejak itu,
istilah Direct Method pun terkenal dan menggantikan metode
menerjemahkan kata per kata ke bahasa ibu (yang disebutnya:
translation method) yang selama ini Berlitz gunakan.

Setelah setahun diajari Berlitz dengan metode barunya,


murid-murid Berlitz pun lancar berbicara Perancis dan
Jerman. Semakin lama nama Berlitz semakin terkenal dan
menjadi buah bibir masyarakat Amerika Serikat. Ia pun
berencana mendirikan satu sekolah bahasa milik sendiri yang
dinamakan “Berlitz School”. Ia merealisasikan rencananya
dengan membeli sekolah Warner Polytechnic College yang
mengalami bangkrut pada tahun 1878. Ia menyulapnya menjadi

3
sekolah bahasa dan mengganti namanya dengan “Berlitz School
of Languages”.

Ia membuka lowongan guru-guru baru untuk mengajar di


sekolahnya. Ia men-training mereka dengan Direct Method-nya.
Setelah diseleksi ketat, mereka pun mulai mengajar di kelas.
Tak cukup hanya itu. Begitu mereka mengajar di kelas,
Berlitz mengecek kelas-kelas satu per satu. Pintu kelasnya
dibuat setengah terbuka sehingga Berlitz bisa mengintip,
mengamati, mengecek, melihat langsung apakah guru itu
menerapkan Direct Method ataukah translation method. Bahkan,
di setiap kelas, dipasangnya mikrofon supaya ia bisa
mendengarkan kata-kata yang diucap guru-gurunya di kelas.
Jika seorang guru kedapatan didengarnya menerjemahkan satu
kata atau menggunakan translation method, maka Berlitz
langsung menegurnya, bahkan mengusirnya dari sekolahnya. Itu
contoh betapa ia
Mulai detik itu, Berlitz akan menirukan menerapkan Direct Method-
nya dengan amat ketat.
cara asistennya, Nicholas Joly, mengajar
bahasa Perancis. Ia berjanji pada dirinya Ketatnya disiplin Berlitz
sendiri untuk stop menerjemahkan bahasa dalam menerapkan Direct
Perancis ke Inggris. Ia akan langsung Method justru membuahkan
mempraktekkan bahasa Perancis di hasil yang duahsyatttt.
kelasnya. Ia pun mengubah niat baiknya: Sekolahnya kian maju
ia akan langsung menggunakan bahasa karena lulusannya benar-
Perancis agar murid-muridnya bisa juga benar bisa bicara bahasa
asing dengan lancar.
langsung menggunakannya. Sejak saat itu,
Maka, Berlitz pun membuka
jika Berlitz ditanya orang “apa nama sekolah “Berlitz School”
metode mengajarmu sekarang?”, ia akan yang kedua di kota Boston
menjawabnya dengan “Metode pada tahun 1880. Sekolah
Langsung!”, The Direct Method. kedua inipun sukses.
Hingga tahun 1947,
majalah LIFE yang terbit
di Amerika memberitakan bahwa “Berlitz School” di AS sudah
berjumlah 18 outlet. Menyusul Berlitz membuka cabang
sekolahnya di negara-negara Eropa, Spanyol, dan Afrika. Baru
pada tahun 1966, “Berlitz School” membuka cabangnya di

4
wilayah Asia. Pertama-tama di Jepang, lalu Thailand, setelah
itu ke semua negara Asia. Wikipedia mencatat bahwa pada
tahun 2011, “Berlitz School” berjumlah 560 outlet di seluruh
dunia.

Walaupun sudah banyak “Berlitz


School” yang didirikannya, Berlitz
baru membukukan teori-teorinya
mengenai Direct Method dan men-
sistematisasi-kannya pada tahun
1892 dalam sebuah buku yang diberi
judul “the Berlitz Method for
Teaching Modern Languages”,
terdiri dari 2 jilid. Buku ini
terus mengalami cetak-ulang pada
tahun 1906, lalu tahun 1909, lalu
tahun 1911, tahun 1916, lalu tahun
1919, lalu tahun 1927, 1939, 1943,
1951, terakhir tahun 1960.

Kemungkinan besar, Kulliyatu’l-


The Berlitz School of Languages (1878) yang pertama
didirikan Berlitz di Rhode Island, Amerika Serikat.
Mu’allimin al-Islamiyah (KMI) di
Sekolah ini dulunya adalah Warner Polytechnic
Pondok Modern DARUSSALAM Gontor
College yang kemudian bangkrut dan dibeli Berlitz.

mengambil Direct Method dari buku


Berlitz edisi tahun 1927an, dimana isinya sudah banyak
berubah dan berlainan dengan isi buku Berlitz di tahun 1892.
Seperti apa perubahannya, akan khusus dibahas di bab-bab
selanjutnya.

5
Metamorfosis Buku
Dalam bab sebelumnya telah disinggung sedikit mengenai buku
yang ditulis oleh Berlitz, yang di dalamnya ia merumuskan
dan men-sistematisasi-kan Direct Method ciptaannya. Buku itu
diberinama The Berlitz Method for Teaching Modern Languages,
terbit dalam 2 jilid di tahun 1892.

Buku ini mengalami cetak ulang hingga


beberapa kali. Konon, semuanya berjumlah
lebih dari 100 kali cetak-ulang. Dalam
cetak-ulang bukunya itu, Berlitz
melakukan revisi-revisi mengenai isi
bukunya. Akibatnya, isi antara buku yang
direvisi tahun 1909 berlainan dengan
buku yang direvisinya tahun 1919. Buku
yang direvisinya tahun 1927 berlainan
dengan buku revisian tahun 1960.

Selain revisi-revisi tadi, Berlitz pun


Buku The Berlitz Method for Teaching melakukan diversifikasi produk. Pada
Modern Languages, Jilid 1, yang
diterbitkan pada tahun 1909 di kota
tahun 1970, “Berlitz School of
New York. Languages” menerbitkan produk buku
kursus baru, yang disebut dengan Berlitz
Multi-Media. Sesuai dengan namanya, Berlitz Multi-Media
adalah buku kursus baru yang dilengkapi dengan kaset audio
dan buku latihan (work book), sehingga si pengguna buku
dapat mengulangi-ngulang pelajarannya di rumah. Isi buku
dalam Berlitz Multi-Media jauh berbeda dari isi buku The
Berlitz Method for Teaching Modern Languages terbitan tahun
1892.

Terakhir, pada tahun 2002, “Berlitz School of Languages”


menerbitkan lagi satu buku baru yang diberi judul
BerlitzEnglish: Language for Life. Buku ini disertai dengan

1
CD-ROM dan Website, sehingga si
pengguna bisa mengulang-ngulang
pelajarannya di rumah dengan komputer
pribadi atau mengerjakan latihan-
latihan secara online di
www.berlitzenglish.com.

Dengan bergantinya produk buku Berlitz,


maka konsekuensinya ialah isi buku
sungguh-sungguh sangat berubah jika Buku Berlitz Multi-Media, terbitan tahun 1970,
dibandingkan antara buku Berlitz pertama yang disertai dengan kaset audio dan buku
latihan (work book).
(The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages) terbitan tahun 1892, buku Berlitz kedua (Berlitz
Multi-Media) terbitan 1970, dan buku Berlitz ketiga
(BerlitzEnglish: Language for Life) ini.

Hanya saja, dengan


Yang tidak pernah berubah di dalam setiap metamorfosis buku beserta
bukunya adalah Direct Method-nya Berlitz. isi-isinya, ada satu hal
Tidak boleh ada translation sama sekali di yang tidak pernah berubah
kelas. Tidak boleh menggunakan bahasa dalam “Berlitz School”.
Apakah itu? Itu adalah
ibu saat menjelaskan pelajaran di kelas.
Direct Method. Itu adalah
Langsung mempraktekkan bahasa yang The Berlitz Method.
dipelajari di kelas. Langsung memakai Prinsip-prinsip pengajaran
bahasa yang dipelajari di kelas. bahasa dalam Direct Method
atau “Metode Berlitz”
tidak boleh berubah sampai
kiamat! Buku-buku boleh saja berubah karena revisi dan
diversifikasi produk, tetapi prinsip-prinsip fundamental
yang diajarkan Berlitz tidak berubah sama sekali, tidak akan
berubah, dan tidak boleh berubah.

Berubahnya buku dan berubahnya isi buku adalah tanda bahwa


Berlitz sungguh mengikuti zaman dan mengikuti trend zaman.
Isi buku yang tidak relevan digantinya dengan isi buku yang
relevan. Isi buku yang tidak update digantinya dengan yang
update. Bahkan, Berlitz pun mengikuti trend teknologi di

2
setiap zaman. Di “Zaman Walkman” dan
“Zaman Kaset”, Berlitz menerbitkan
buku Berlitz Multi-Media, sementara di
“Zaman Internet” dan “Zaman Komputer”,
Berlitz menerbitkan buku
BerlitzEnglish: Language for Life.

Yang tidak pernah berubah di dalam


setiap bukunya adalah Direct Method-
nya Berlitz. Tidak boleh ada
translation sama sekali di kelas.
Tidak boleh menggunakan bahasa ibu
saat menjelaskan pelajaran di kelas.
Buku BerlitzEnglish: Language for Life, terbitan Langsung mempraktekkan bahasa yang
tahun 2002, disertai dengan CD-Rom untuk
komputer pribadi dan latihan online di dipelajari di kelas. Langsung memakai
www.berlitzenglish.com.
bahasa yang dipelajari di kelas.

3
Perubahan Isi Buku (1)
Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai perubahan isi
buku Berlitz yang mengikuti perubahan produk buku dan
perkembangan teknologi mutakhir. Dalam bab ini akan
dijelaskan lebih mendalam mengenai perubahan isi buku
Berlitz yang berjudul The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages, yang telah direvisinya beberapa kali.

Untuk maksud tersebut, penulis menggunakan 2 jilid dari buku


The Berlitz Method for Teaching Modern Languages, yaitu the
First Book (Jilid Pertama) yang terbit tahun 1909, dan The
Second Book (Jilid Kedua) yang terbit tahun 1906. Kedua buku
itu akan dibandingkan dengan buku revisian tahun 1927.

Buku revisian tahun 1927 adalah buku yang digunakan Sekolah


KMI di Gontor untuk pelajaran Reading. Majelis Guru KMI
Gontor menamakan buku ini dengan nama lain, yakni English
Lesson, bukan The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages. Walaupun namanya berbeda, isi bukunya tetap sama
dengan buku The Berlitz Method ini.

Dalam bab ini, akan diketengahkan beberapa contoh saja dari


perubahan isi buku supaya para pembaca bisa membandingkannya
disini.

First Lesson (The First Book)


Jika kita bandingkan First Lesson di buku terbitan tahun
1909 dengan yang tahun 1927, maka terdapat beberapa
perubahan yang cukup signifikan. Misalnya, dalam buku tahun
1909 terdapat kalimat “Is this the pen?”, sedangkan dalam
buku tahun 1927 kalimatnya berubah menjadi “Is this a pen?”.
Juga, di buku tahun 1909 terdapat pertanyaan “What is the
color of the table?”, sedangkan di buku terbitan 1927
pertanyaan itu berubah jadi “What color is this table?”

1
Di sebelah kiri adalah First Lesson dari buku The Berlitz Method for Teaching Modern Languages terbitan tahun 1909,
sedangkan di sebelah kanan adalah yang terbitan tahun 1927. Sekolah KMI di Pondok Modern Gontor menggunakan
buku terbitan tahun 1927 di sebelah kanan.

Perubahan Nomorisasi Lesson


Jika dibandingkan antara buku terbitan 1909 dengan buku
terbitan 1927 dalam hal nomorisasi lesson, maka perubahannya
pun cukup signifikan. Misalnya, dalam buku tahun 1909,
pelajaran mengenai as long as, not so long as, longer than,
the longest dicantumkan dalam Second Lesson, sedangkan dalam
buku tahun 1927, pelajaran tersebut dicantumkan dalam
halaman tersendiri setelah teks The Clock and The Watch
(halaman 41).

2
Di buku The Berlitz Method for Teaching Modern Languages tahun 1909, pelajaran tentang as long as, not so long as,
longer than, dan the longest dimasukkan dalam Second Lesson (sebelah kiri), sedangkan di buku terbitan tahun 1927,
pelajaran itu dicantumkan setelah judul The Clock and The Watch (sebelah kanan).

Catatan-Catatan Cara Mengajar


Jika dibandingkan antara buku tahun 1909 dengan buku tahun
1927, nampak jelas bahwa di buku tahun 1909 terdapat notasi-
notasi (catatan-catatan) yang ditulis Berlitz mengenai cara
mengajar suatu Lesson, sementara di buku tahun 1927, notasi-
notasi tersebut hilang. Apakah sengaja dihilangkan Berlitz,
lalu dipisah menjadi satu buku tersendiri mengenai metode
pengajarannya, hal itu masih merupakan misteri. Jika memang
notasi itu semestinya masih ada, mengapa kita tidak
menemukannya di buku terbitan 1927, yang menjadi buku
pegangan KMI? Atau jangan-jangan, pihak KMI saja yang
menghapus notasi-notasi dari buku tersebut, lalu ditulis
ulang oleh Penerbit Trimurti, sehingga dalam buku itu tidak
lagi ditemukan notasi-notasi Berlitz. Penulis menduganya
demikian, dengan alasan bahwa buku itu adalah untuk pegangan
santri. Jadi, biarlah notasi-notasi itu dihapus. Notasi-
notasi tersebut cukuplah dikonsumsi oleh para guru bahasa

3
Inggris KMI saja. Tetapi, apakah betul ustadz-ustadz KMI
diberitahu akan notasi-notasi Berlitz tersebut? Jawabannya
hanya pembaca yang lebih tahu.

Di buku The Berlitz Method for Teaching


Modern Languages tahun 1909, terdapat
notasi-notasi (catatan-catatan) mengenai cara
mengajarkan pelajaran, sementara di buku
tahun 1927, notasi-notasi tersebut hilang atau
sengaja dihilangkan untuk murid.

Kategorisasi Pelajaran
Jika dibandingkan antara buku Berlitz tahun 1909 dengan yang
tahun 1927, maka akan ditemukan pula hilangnya kategorisasi
pelajaran. Dalam buku tahun 1927, terdapat kategorisasi
pelajaran. Berlitz membagi pelajaran di dalam bukunya ke
dalam dua kategori: (1) Preparatory Lesson atau Object
Teaching; dan (2) Elementary Reading and Conversations atau
Teaching through Context.

Pelajaran yang di kategori pertama (Preparatory


Lesson/Object Teaching) adalah First Lesson hingga
Fourteenth Lesson, sedangkan pelajaran yang di kategori
4
kedua (Elementary Reading and Conversations) adalah judul
The Clock and The Watch, The Year, Day and Night, The
Weather, The Past, The Past (Continued), The Future, The
Animals, Man, The Invitation, The Departure, The Arrival,
dan terakhir, judul A Walk through New York.

Pelajaran dalam kategori pertama adalah pelajaran mengenai


benda-benda yang dapat dilihat, diraba, yang gampang
dipersepsi oleh murid-murid, sedangkan pelajaran dalam
kategori kedua adalah pelajaran yang bersifat lebih abstrak,
sulit dipersepsi dengan panca-indera, tetapi dapat
dimengerti lewat konteks bacaan.

Kategorisasi ini hilang dalam buku terbitan 1927.

Di buku The Berlitz Method for Teaching Modern Languages tahun 1909, terdapat dua kategori pelajaran, yakni
pelajaran Preparatory Lesssons dan pelajaran Elementary Reading and Conversations, sedangkan di buku terbitan
1927 kategorisasi ini hilang atau sengaja dihilangkan.

5
Konsekuensinya adalah para ustadz KMI yang mengajarkan buku
ini tidak tahu kategorisasi tersebut dan tidak tahu cara-
cara mengajarkan suatu Lesson dikarenakan notasi-notasi
tersebut hilang. Sungguh amat disayangkan bahwa perubahan
isi buku lantaran revisi justru malah membuat kita para guru
KMI rugi.

6
Perubahan Isi Buku (2)
Dalam bab sebelumnya telah dijelaskan sedikit bahwa pada
tahun 1970, “Berlitz School” menerbitkan buku kursus baru
yang dinamakannya Berlitz Multi-Media. Buku kursus ini
disertai dengan Audio-cassette dan Work Book (buku latihan).
Kemudian, di tahun 2002, “Berlitz School” pun menerbitkan
buku baru yang disebutnya BerlitzEnglish: Language for Life.
Buku ini disertai dengan CD-ROM dan latihan-latihan online
di www.berlitzenglish.com.

Kedua buku baru ini, selain mengubah isi buku yang


sebelumnya, juga mengubah cara pengajaran bahasa Inggris di
kelas. Dalam bab ini, akan dibahas secara detil apa
perubahan isi buku dan apa perubahan cara mengajar bahasa
Inggris di kelas, yang dimaksud penulis. Untuk pembanding,
akan digunakan buku The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages terbitan tahun 1927—buku pegangan sekolah KMI
Gontor.

Masuknya Listening Skill


Jika dibandingkan antara buku The
Berlitz Method (1927) dengan buku
Berlitz Multi-Media (1970), maka
nampaklah perbedaan mendasar antara
keduanya. Pada buku pertama, tidak ada
listening skill dikarenakan belum ada
pelajaran yang berupa kaset audio.
Sedangkan pada buku kedua, ada
listening skill dikarenakan adanya
audio cassette yang menyertai buku.
Pada buku pertama, murid langsung
Buku Berlitz Multi-Media bahasa Perancis
mendengarkan pronunciation dan
terbitan tahun 1974. Di dalamnya banyak intonation dari gurunya langsung,
sekali gambar ilustrasi yang membantu
murid mengerti kata-kata Perancis sedangkan pada buku kedua, murid bukan

1
hanya mendengarkan pronunciation & intonation sang guru di
kelas tapi juga bisa mendengarkan pronunciation & intonation
dalam kaset audio rekaman.

Masuknya Integrated Skill


Jika dibandingkan antara buku The Berlitz Method (1927)
dengan buku BerlitzEnglish (2002), maka nampaklah perbedaan
besar. Pada buku pertama, hanya ada 2 skill yang diutamakan,
yakni reading skill dan speaking skill. Sedangkan pada buku
kedua, semua language skill terintegrasi (speaking skill,
listening skill, reading skill, writing skill). Bahkan, pada
buku kedua, terdapat satu skill tambahan yang tidak kalah
pentingnya, yakni technology skill—menjawab soal-soal
latihan secara online.

Sistematika Bab
Jika dibandingkan antara buku The
Berlitz Method (1927), buku Berlitz
Multi-Media (1970), dan buku
BerlitzEnglish (2002) dalam aspek
sistematika bab-bab di dalam buku,
maka nampaklah perbedaan besar di
antara ketiganya. Pada buku pertama,
sistematika bab berdasarkan hal-hal
konkret yang gampang dipersepsi
murid dengan hal-hal abstrak yang
sulit dipersepsi kecuali lewat
konteks bacaan. Maka dari itu,
dibedakan antara Object Teaching
dengan Teaching through Context. Bab Kesatu dalam buku BerlitzEnglish: Language for Life
Sedangkan pada buku kedua, (2006), di mana semua skill (listening, reading, writing,
speaking) diikat dalam satu topik/satu judul.
sistematika bab berdasarkan situasi-
situasi sosial-komunikatif yang riel menurut konteks-konteks
tertentu. Pada buku ketiga, sistematika bab berdasarkan
judul-judul atau topik-topik tertentu untuk mengikat semua
skill tadi di dalam satu topik. Misalnya, jika judulnya
“Introduction”, maka semua skill (listening, reading,
writing, speaking) semuanya berkenaan dengan judul
“Introduction” tersebut.

2
Perubahan Cara Mengajar di Kelas
Sejak berubah menjadi Berlitz Multi-Media (1970), maka
pengajaran di kelas dilengkapi dengan cassette player. Dan
ketika berubah menjadi BerlitzEnglish (2002), maka
pengajaran di kelas dilengkapi dengan komputer, projector,
loud-speakers, headset, serta Internet. Penambahan alat
teknologis di kelas menyebabkan kelas menjadi ruang yang
penuh bunyi, penuh gambar visual, dan penuh latihan
interaktif, sehingga murid-murid bisa diasumsikan lebih
cepat maju dan lebih cepat menguasai bahasa asing tinimbang
pada saat mereka memakai buku The Berlitz Method yang amat
simpel dan amat bersahaja itu.

Disini pulalah letak perbedaan antara Berlitz Old dan


Berlitz Now. Berlitz Old adalah pengajaran Berlitz di kelas
menggunakan buku The Berlitz Method terbitan tahun 1927,
sedangkan Berlitz Now adalah pengajaran Berlitz di kelas
menggunakan buku Berlitz Multi-Media terbitan 1970 atau
BerlitzEnglish: Language for Life terbitan tahun 2002.

3
Bedah Buku English Lesson
Dalam Sekolah KMI (Kulliyatu’l-Mu’allimin/Mu’allimat
al-Islamiyah) di Pondok Modern DARUSSALAM Gontor, Jawa
Timur, digunakan buku Berlitz terbitan tahun 1927; “Berlitz
Old”.

Buku “Berlitz Old” digunakan untuk pelajaran Reading di KMI.


Hanya saja, buku “Berlitz Old” ini ditukar dengan nama lain,
yakni buku English Lesson. Ada buku English Lesson untuk
Kelas 1 KMI, Kelas 2, Kelas 3, Kelas 4, Kelas 5, dan Kelas 6
KMI.

Buku English Lesson Kelas 1-3 diambil dari buku The Berlitz
Method for Teaching Modern Languages Jilid 1, sedangkan Buku
English Lesson Kelas 4-6 dari buku Jilid 2-nya. Dua-duanya
terbitan tahun 1927.

Kecuali buku English Lesson Kelas 6, buku English Lesson


untuk Kelas 1 hingga Kelas 5 KMI adalah kopian utuh dari
buku “Berlitz Old” ini.

Pada tahun 1992, Buku English Lesson Kelas 6 telah direvisi


oleh Ustadz Mustholah Maufur, ketika penulis jadi santri
kelas 6 di Pondok Gontor. Beliau menghapus beberapa teks
dari buku “Berlitz Old” asli, lalu menggantinya dengan teks
lain.

Teks “Berlitz Old” yang dihapus Ust. Mustholah Maufur adalah


teks-teks yang berjudul The Bayeux Tapestry, Hygiene Carried
to Excess, Lord Chesterfield to His Son, Henry IV and The
Peasant, The Tower of London, Big Ben, London Through
Foreign Eyes, Everything to Declare, dan Treasure Island.
Sedangkan teks-teks yang menggantikannya adalah yang
berjudul Mother and Moral Education, The Islamic Schools of

1
Doctrine, Albania, Arabic Calligraphy, A Brief about TV,
Miss Farida and Her Kids, Asia, Special Education in
Malaysia, Rotation of Earth, A Brief about TV: History of
It’s (sic) Invention.

Pada tahun 2016, buku English Lesson untuk


Kelas 1 hingga Kelas 5 direvisi juga;
semua buku diberi ilustrasi bergambar dan
diberi anotasi. Walaupun demikian, isi
bukunya tidak berubah sama sekali; tetap
sama dengan isi buku The Berlitz Method
for Teaching Modern Languages terbitan
1927. Jadi, revisi yang dilakukan pada
tahun 2016 tidak mengenai isi buku, tetapi
hanya mengenai perwajahannya saja. Halaman
Buku English Lesson yang telah
jadi berubah. Sayang sekali, karena
direvisi pada tahun 2016. Diberi kecerobohan tukang ketik di Percetakan
ilustrasi gambar tapi isi
bukunya tidak berubah dari
Trimurti, di buku revisian tahun 2016
buku aslinya, The Berlitz malah terdapat kesalahan ketik, kesalahan
Method for Teaching Modern
Languages (1927).
spelling—Human error yang tidak disengaja,
tetapi malah menurunkan kualitas akurasi
kebahasaan bila dibandingkan dengan buku
yang sebelum direvisi tahun 2016.

2
Prinsip Utama Metode Berlitz (1)
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa buku English
Lesson untuk Kelas 1 hingga Kelas 6 KMI diambil sepenuhnya
dari buku Berlitz yang berjudul The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages Jilid 1 dan Jilid 2 terbitan tahun
1927. Oleh karena itu, di bab ini, akan dijelaskan apa itu
Direct Method atau Berlitz Method.

Sebelum mengajar, hendaknya para guru pelajaran Reading di


Sekolah KMI mengetahui dengan baik bahwa buku English Lesson
yang di tangannya diambil dari buku Berlitz asli terbitan
1927. Oleh sebab itu, langkah-langkah dan cara-cara ia
mengajarkan buku English Lesson kepada muridnya di kelas
harus menuruti dan mengikuti langkah-langkah yang dirumuskan
oleh Berlitz di dalam metodenya yang disebut Berlitz Method.

Berikut ini adalah beberapa prinsip-prinsip fundamental dari


Berlitz Method yang harus dipatuhi, diikuti dan dilakukan
para guru Reading di KMI:

Prinsip 1
Dilarang keras menerjemahkan pelajaran bahasa Inggris yang
diajar di kelas ke dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia,
apalagi bahasa daerah!!!!! Dilarang banget!!!! Mamnu’
jiddan! Begini kata Berlitz mengenai pelarangan
menerjemahkan, berdasarkan buku Berlitz asli:

The Berlitz Method is an imitation of the natural process by which a child


learns its mother tongue. In it, translation as a means of acquiring a foreign
language, is entirely abandoned. From the very first lesson, the student hears
only the language he is studying.

Artinya: Metode Berlitz adalah menirukan proses alamiah yang


dialami seorang anak kecil saat ia belajar bahasa ibunya. Di
dalam Metode Berlitz, terjemahan sebagai cara memahami

1
bahasa asing, sepenuhnya harus dihindari. Sejak pelajaran
pertama, sang murid hanya boleh mendengar bahasa yang ia
sedang pelajari (The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages, English Part, First Book, 1909, hal. 1).

The Berlitz Method is based on a system of language instruction generally


called the “Natural Method,” (first used by Professor Henness). In it the pupil is
acquainted with the foreign tongue, not by translation, which is abandoned
altogether, but by conversational exercises in the new language...

Artinya: Metode Berlitz


didasarkan pada satu sistem
pengajaran bahasa yang secara
umum disebut “Metode Natural”
(istilah ini digunakan
pertamakali oleh Profesor
Henness). Di dalam Metode
Berlitz, sang murid dikenalkan
dengan bahasa asing, tapi tidak
dengan penerjemahan, hal mana
sepenuhnya dihindari, tetapi
dengan latihan-latihan percakapan
dalam bahasa baru...(Methode
Berlitz fur den Unterricht in den
neueren Sprachen, Jilid 1,
Berbahasa Jerman, 1889, hal. 3).
Berlitz menulis apa yang dimaksud dengan Berlitz
Method di halaman 1 buku The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages (1909), Jilid 1.

Mengapa terjemahan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia atau


bahasa daerah dilarang oleh Berlitz? Ini alasan-alasan
beliau:

In all translation-methods, most of the time is taken up by explanations in the


student’s mother tongue, while but few words during the lesson are spoken in
the language to be learned. It is evident that such a procedure is contrary to
common sense.

Artinya: Dalam metode terjemah, waktu banyak tersita di


kelas oleh penjelasan dalam bahasa ibu sang murid, sementara
hanya sedikit sekali kata yang diutarakan dalam bahasa yang

2
dipelajari. Ini menunjukkan bahwa cara itu bertentangan
dengan akal sehat.

He who is seeking to acquire a foreign language by means of translation,


neither gets hold of its spirit nor does he become accustomed to think in it; on
the contrary, he has a tendency to base all he says on what he would say in
his mother tongue, and he cannot prevent his vernacular form assimilating the
foreign idiom, thereby rendering the latter unintelligible or, at least, incorrect.

Artinya: Orang yang ingin menguasai suatu bahasa asing


dengan metode terjemah tidak akan bisa sampai pada ruh
bahasa asing itu, juga tidak akan terbiasa berpikir dalam
bahasa asing itu; sebaliknya, orang itu akan cenderung
mendasarkan segala perkataannya pada bahasa ibunya dan ia
juga tidak bisa menghindari pengaruh bahasa ibunya terhadap
idiom asing, sehingga ia mengira bahwa idiom itu tidak
masuk-akal, atau setidaknya, idiom itu nampak tidak benar.

A knowledge of a foreign tongue, acquired by means of translation, is


necessarily defective and incomplete; for there is by no means for every word
of the one language, the exact equivalent in the other. Even language has its
peculiarities, its idiomatic expressions and turns, which cannot possibly be
rendered by translation.

Artinya: Pengetahuan mengenai bahasa asing yang diperoleh


lewat terjemah sungguh-sungguh tidak sempurna, sebab setiap
kata dari suatu bahasa tidak memiliki kesamaan yang persis
dalam bahasa yang lain. Bahkan, bahasa itu memiliki ciri
khas sendiri-sendiri, memiliki ungkapan idiomatik sendiri-
sendiri, yang tidak mungkin dipahami lewat terjemah.

...the ideas conveyed by an expression in one language, are frequently not the
same as those conveyed by the same words in the other. This undeniable fact
alone suffices to show clearly that all translation-methods are deficient, and
proves that every language must be learned out of itself.

Artinya:...ide-ide yang disampaikan dalam ungkapan yang


dimiliki satu bahasa biasanya tidaklah sama persis dengan
ide-ide yang disampaikan dengan kata-kata yang sama dalam
bahasa lain. Fakta yang tidak bisa disangkal ini cukup
menunjukkan secara jelas bahwa semua metode terjemah tidak
sempurna dan membuktikan bahwa setiap bahasa harus

3
dipelajari lewat bahasa itu sendiri; bukan lewat bahasa
lain.

This is also confirmed by the well-known experience of a traveler in a foreign


country. He learns with little trouble and in a comparatively short time to speak
fluently the foreign language, whilst the student at school, in spite of his
wearisome work with grammar and translation exercises, vainly strives for
years to obtain the same result.

Artinya: Alasan ini makin diperkuat dengan pengalaman


seorang pelancong ke suatu negeri asing. Ia belajar dengan
sedikit kesulitan saja dan dalam waktu yang relatif singkat
berbicara dengan lancar bahasa asing di negeri itu,
sementara seorang murid di suatu sekolah, meskipun belajar
tata-bahasa dengan tekun dan terus-menerus berlatih
terjemah, perlu perjuangan bertahun-tahun untuk mendapatkan
hasil yang serupa dengan pelancong tadi (The Berlitz Method
for Teaching Modern Languages, Jilid 1, 1909, hal. 1-2).

Intinya, semua bahasa sedunia memiliki keunikannya sendiri-


sendiri yang mustahil bisa dikuasai dengan metode
terjemahan. Berlitz sudah membuktikan beratus-ratus tahun
yang lalu bahwa menguasai bahasa asing akan berhasil dengan
baik jika bahasa asing itu terus dan terus dan terus dipakai
tanpa terjemahan sama sekali. KMI Gontor pun sudah
membuktikannya sendiri.

4
Prinsip Utama Metode Berlitz (2)
Prinsip 2
Berlitz mengharuskan para guru untuk mengajar bahasa asing
secara bertahap-tahap; mulai dari yang kongkret, lalu
dilanjutkan dengan yang agak abstrak, hingga akhirnya ke
yang paling abstrak.

Penahapan ini harus ada. Jangan sampai murid Kelas 1 KMI


diajari pelajaran bahasa Inggris yang mengandung hal-hal
yang abstrak. Juga sebaliknya, jangan sampai murid Kelas 6
KMI malah diajari pelajaran bahasa Inggris yang mengandung
hal-hal yang kongkret. Itu terbalik. Yang betul adalah murid
Kelas 1 diajari pelajaran yang berkenaan hal-hal yang
kongkret, lalu begitu mereka duduk di Kelas 2, mereka
diajari pelajaran yang lebih tinggi tingkat kesulitannya
dari yang pertama dan mengandung hal-hal yang mulai abstrak.
Makin tinggi kelas KMI-nya, maka makin abstrak hal-hal yang
dipelajarinya.

Misalnya, untuk kelas pemula (yakni Kelas 1 KMI), guru harus


mengajarkan apa yang disebut Berlitz sebagai “Object
Lesson”. Apa itu Object Lesson? Object Lesson adalah
pelajaran yang berkaitan dengan obyek-obyek kongkret dengan
menggunakan visual aid (alat peraga), sehingga murid dapat
dengan mudah mengerti. Berlitz menjelaskan apa yang
dimaksudnya dengan Object Lesson:

In order to make himself understood, the teacher in Berlitz method resorts at


first to object lessons. The expressions of the foreign language are taught in
direct association with perception; the student thus forms the habit of using the
foreign tongue spontaneously and easily, as he does his mother tongue, and
not in the roundabout way of translation.... the various words and
constructions are understood much more easily by means of the practical and
striking examples of object lessons than the abstract rules of theoretical
grammar.

1
Artinya: Supaya dirinya gampang dimengerti, guru yang
menerapkan Berlitz method harus lebih dulu mengajarkan
object lesson. Ungkapan-ungkapan dalam bahasa asing yang
diajarkan harus berkaitan langsung dengan apa yang mereka
lihat; sang murid akan jadi terbiasa menggunakan bahasa
asing secara spontan dan tanpa kesulitan, sebagaimana ia
terbiasa dengan bahasa ibunya, bukannya dengan metode
terjemahan... kata-kata dan kontruksi-konstruksi kalimat
dalam bahasa asing jadi lebih gampang dimengerti lewat
object lesson yang praktis daripada aturan tata-bahasa yang
abstrak-teoritis (The Berlitz Method for Teaching Foreign
Languages, Jilid 1, 1909, hal. 2-3).

...showing the object (or picture) or pointing to it...showing colored


papers...Showing two long pencils, one a little longer than the other... If
necessary, pictures of well known persons may be used... While pronouncing
“this” the teacher should point to an object within his reach, ...

Artinya: ... tunjukkan obyeknya (atau gambarnya) atau


arahkan tangan anda kepada obyek itu... tunjukkan kertas-
kertas berwarna... Tunjukkan dua pensil panjang, yang
satunya sedikit lebih panjang dari yang satunya lagi... Jika
perlu, gambar-gambar orang terkenal bisa saja digunakan...
Ketika mengucap “this” sang guru harus menunjuk ke satu
obyek yang di dekatnya... (The Berlitz Method for Teaching
Foreign Languages, Jilid 1, 1909, hal. 9-14).

The advantages claimed for this method are:

1. The lessons are mostly based on object-teaching, thus associating


perception directly with the foreign expressions...

Artinya: Keunggulan dari metode Berlitz ini adalah: 1.


Pelajaran-pelajarannya kebanyakan didasarkan pada pengajaran
yang menggunakan obyek-obyek terlihat, yang langsung
mengkaitkan antara persepsi murid dengan ungkapan-ungkapan
asing yang dipelajari...(Nippon Go Kyo Washio, Jilid 1,
1912, sampul muka).
The Berlitz method proceeds from the beginning entirely by object lessons.
The teacher shows various objects in the room and begins a simple
conversation, first giving the name of the objects, and then their more salient
qualities and relations. He articulates distinctly every word while pointing to the

2
object and writing on the blackboard... By directly connecting perception with
the foreign expressions, the pupil, even from the first lesson, answers without
referring to his mother tongue, and in this manner soon thinks as well as
speaks in the new language, and becomes well initiated in its spirit,
peculiarities and idioms.

Artinya: Metode Berlitz sepenuhnya dimulai dari pelajaran


mengenai obyek-obyek kongkret. Sang guru menunjuk obyek-
obyek di kelasnya dan mulai bercakap cakap singkat, pertama-
tama ia menyebut nama obyek-obyek itu, lalu ia menjelaskan
hubungan-hubungan dan kualitas-kualitas yang lebih detil. Ia
mengucap setiap kata secara berbeda sambil menunjuk dengan
jarinya ke arah obyek dan menuliskannya di papan tulis...
Dengan langsung mengkaitkan apa yang mereka lihat dengan
ungkapan-ungkapan bahasa yang dipelajari, maka sang murid,
bahkan dari permulaan pelajaran, akan dapat menjawab
pertanyaan gurunya tanpa harus merujuk ke bahasa ibunya, dan
dengan begitu ia akan berpikir dan berbicara dengan bahasa
barunya dan menjadi mengerti akan ruh bahasanya, keunikan-
keunikan dalam bahasa baru itu serta idiom-idiomnya.
To avoid the dry instruction in theoretical grammar, we have presented the
subject in the grab of practical and entertaining illustrations, closely connected
with object teaching...

Artinya: Untuk menghindari pengajaran tata-bahasa yang


membosankan, kita mengajarkan suatu pelajaran dengan bantuan
ilustrasi yang menarik dan ilustrasi yang mudah, yang
berkaitan erat dengan penggunaan obyek-obyek terlihat
(Methode Berlitz fur den Unterricht in den neueren Sprachen,
1889, hal. 5-7).
We call the teacher’s attention to the large colored wall-pictures... They will be
a great help in making even the elementary lessons interesting and effective
and give the teacher a better opportunity to illustrate the different colors,
dimensions, places, positions, etc.

Artinya: Kami mengajak para guru untuk memperhatikan gambar


dinding besar yang berwarna... Gambar-gambar ini sangat
membantu bahkan dalam membuat pelajaran-pelajaran tingkat
permulaan lebih menarik dan lebih efektif, serta memberikan
guru kesempatan yang lebih besar untuk mengilustrasikan
warna-warna berbeda, bentuk-bentuk berbeda, tempat-tempat
3
berbeda, letak-letak berbeda, dsb (The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages, Jilid 2, 1919, hal. Viii).
Setelah para murid sudah menguasai pelajaran-pelajaran mudah
yang mengenai hal-hal yang kongkret (Object Lesson), maka
bolehlah kita teruskan ke tahap selanjutnya: memberikan
pelajaran yang bersifat sedikit abstrak. Jangan sampai
tertukar. Kelas 1 KMI malah diberi pelajaran mengenai hal-
hal abstrak, sedang Kelas 5 KMI diberi pelajaran tentang
obyek-obyek kongkret.
Disini kita para guru mesti hati-hati. Jangan sampai niat
kita mengajari hal-hal yang abstrak justru malah membuat
kita menggunakan bahasa ibu, apalagi bahasa daerah. Dilarang
keras menerjemahkan walaupun pelajarannya cukup abstrak!!!!!
Lantas, bagaimana cara kita mengajari murid tentang hal-hal
abstrak tapi tanpa menerjemahkannya ke bahasa ibu?
Bagaimana? Berlitz menjawab: dengan mengajarkannya lewat
konteks (Teaching through context). Bagaimanakah mengajar
bahasa asing lewat konteks, yang dimaksud Berlitz disini?
Berlitz menjelaskan apa yang dimaksudnya dengan “Mengajar
lewat konteks”:
What cannot be taught by means of object lessons, is elucidated by being
placed in proper context; i.e. the new words are used among previously
learned expressions in such a manner that the meaning of the new becomes
perfectly clear from its connection with what precedes and follows...

Artinya: Kata-kata asing yang tidak dapat diajarkan dengan


obyek-obyek kongkret, maka hendaknya diajarkan dengan cara
menempatkannya ke konteksnya yang benar; maksudnya, kata-
kata baru diletakkan di tengah-tengah kata-kata yang sudah
diajarkan sebelumnya sehingga makna dari kata-kata yang baru
menjadi sangat jelas, karena dikaitkan dengan kata yang ada
sebelumnya dan yang sesudahnya...(The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages, Jilid 1, 1909, hal. 3).
...the vocabulary is gradually enriched with abstract words and idiomatic
expressions, which are generally employed so as to render their signification
evident through context, or in such a manner that the teacher will find in the
preceding lessons the words necessary for explaining the new phrases.

4
Artinya: ...kosakata secara bertahap diperkaya dengan kata-
kata abstrak dan ungkapan idiomatik, yang biasanya digunakan
oleh guru supaya arti katanya terlihat jelas melalui
konteksnya, atau digunakan sedemikian rupa sehingga sang
guru menemukan dalam pelajaran sebelumnya kata-kata yang
penting untuk menerangkan kata-kata baru.
... the exercises are so arranged that, what the pupil cannot be directly shown,
he learns through the context... Thus the foundation of the vocabulary and
phraseology of the foreign tongue is laid, and when this suffices, every new
word or phrase is carefully explained by the stock of words already thoroughly
mastered.

Artinya: ... latihan-latihan sengaja disusun sedemikian


sehingga, apa yang tidak bisa diperagakan di depan murid,
dapat ia pelajari melalui konteks... Seperti itulah dasar
kosakata dan dasar frasa-frasa dari bahasa asing dibangun,
dan jika bangunannya sudah cukup kuat, maka setiap kata baru
atau setiap frasa baru dapat dijelaskan dengan bantuan stok
kata yang sudah amat dikuasai sebelumnya.
... the introduction of a new term among those already learned; the meaning of
the unknown term being fully obtained from the sense conveyed by the
remaining terms. It is somewhat like the determination of the unknown from
the known in an algebraic equation.

Artinya: ... memperkenalkan suatu kata baru di antara kata-


kata yang sudah dipelajari murid; arti dari kata baru
sepenuhnya diperoleh dari arti yang diisyaratkan oleh kata-
kata lainnya. Ini hampir serupa dengan persamaan dalam ilmu
Aljabar dimana kita mengetahui angka yang tidak diketahui
dari angka yang telah diketahui (Methode Berlitz fur den
Unterricht in den neueren Sprachen, Jilid 1, 1889, hal. 6).
Setelah murid semakin lama diajari dengan tahapan kedua,
yakni Teaching through Context, maka muridpun sudah siap
untuk diajari dengan tahapan ketiga: diajari kata-kata yang
kian abstrak. Berlitz menyebut tahapan ketiga ini dengan
“Teaching by Explanation”. Berlitz menjelaskan apa yang
dimaksudnya dengan Teaching by Explanation:

5
In the more advanced lessons, the new words are frequently explained by
simple definitions containing the previously acquired vocabulary...

Artinya: Dalam pelajaran-pelajaran yang sudah tingkat


tinggi, kata-kata baru seringkali dijelaskan dengan melalui
definisi-definisi singkat, yang mengandung kosakata yang
telah dikuasai sebelumnya...
... the teacher should be perfectly familiarized not only with the contents of that
lesson but also with those of the preceding ones. Unless he knows well the
vocabulary already learned, he is not certain of employing only known words
in his explanations; and trying to explain a new expression with others equally
new would, of course, be nonsense.

Artinya: ... sang guru harus sepenuhnya menguasai tidak


hanya isi dari pelajarannya tapi juga isi pelajaran yang
sebelum-sebelumnya. Jika ia tidak menguasai kosakata yang
telah ia ajarkan, maka ia tidak akan mungkin bisa
menggunakan kata-kata itu ketika ia menjelaskan kata-kata
baru; menjelaskan satu ungkapan baru tapi menggunakan
ungkapan-ungkapan yang juga baru, tentu saja, tidak mungkin
dilakukan (The Berlitz Method for Teaching Modern Languages,
Jilid 1, 1909, hal. 3 & 7).

6
Prinsip Utama Metode Berlitz (3)
Prinsip 3
Pronunciation suatu kata harus lebih dulu diajarkan daripada
Spelling-nya. Ucapan suatu kata harus diajarkan lebih dulu
daripada tulisannya. Tidak boleh terbalik. Metode Berlitz
bertumpu sangat kuat pada speaking (bukannya writing), maka
oleh sebab itu, pelajaran pronunciation didahulukan daripada
pelajaran spelling.

Berlitz menjelaskan mengapa pronunciation harus lebih dulu


daripada spelling:

All new words and expressions should be written on the blackboard, but only
after they have been practiced a little. The student must at first learn through
the ear, in order to acquire a good pronunciation. If he sees the spelling before
having learned the spoken words, he will unconsciously attach to the letters
the pronunciation of his mother tongue and will thus be prevented from fully
grasping and imitating the foreign sounds.

Artinya: Semua kata-kata baru dan semua ungkapan baru harus


ditulis di atas papan tulis, tetapi harus setelah kata-kata
baru tersebut dilatih lebih dulu. Sang murid harus mula-mula
belajar dengan menggunakan telinganya supaya ia bisa
mengucapkan kata itu dengan baik. Jika ia melihat tulisan
kata itu sebelum ia menguasai ucapannya, maka ia secara
tidak sadar akan mengkaitkannya dengan huruf-huruf yang
diucap dalam bahasa ibunya dan ia tidak akan sepenuhnya
menyerap dan meniru ucapan dari bahasa asing yang sedang
dipelajarinya (The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages, Jilid 1, 1909, hal. 7).

... the teacher reads one or several sentences, makes the student read them,
corrects his pronunciation, ... When the student is a little advanced, dictations
should also be given...

1
Artinya: ... sang guru membaca satu atau beberapa kalimat,
lalu ia menyuruh sang murid membaca kalimat tersebut, lalu
ia mengoreksi ucapannya,... Saat sang murid sudah sedikit
mahir mengucap, maka pelajaran dikte juga harus diberikan...
(The Berlitz Method for Teaching Modern Languages, Jilid 2,
1919, hal. iii-iv).

Dalam metode Berlitz, pronunciation menempati posisi


terpenting. Untuk itu, para guru KMI harus memperbaiki
pronunciation mereka sebelum mereka mengajar di kelas.
Mereka harus berkonsultasi pada konsultan bahasa dari guru
senior (Musyrif Lughoh). Mereka juga harus sering-sering
berkonsultasi pada kamus bahasa Inggris standar yang
menjelaskan bagaimana cara mengucap kata-kata yang akan
diajarkan mereka di kelas. Mereka juga harus mengerti
phonetic symbol (simbol fonetik) yang ada di kamus itu,
sehingga tidak salah ucap. Lebih baik lagi jika mereka
memiliki software kamus yang memiliki fasilitas multimedia,
yang sekali click, langsung memperdengarkan suara.

Begitu sangat pentingnya penguasaan pronunciation dalam


metode Berlitz, sehingga Berlitz melarang keras siswa-siswa
yang belajar di “Berlitz School” untuk mencoba-coba
mengucap-ucap sendiri kata-kata baru yang belum diajarkan
guru di kelas mereka. Kata Berlitz:

The student should never be allowed to prepare lessons ahead; as however


diligent and talented he may be, he cannot help mispronouncing (if he do not
pronounce aloud, he does at least mentally) and misconstruing a number of
expressions. He does this without being aware of it.

Artinya: Sang murid tidak boleh diijinkan menyiapkan


pelajaran sendiri sebelumnya; walaupun ia sangat rajin dan
sangat berbakat, ia bisa saja salah mengucap (meskipun ia
tidak mengucapnya keras-keras, setidaknya ia mengucapnya di
dalam hati) dan salah mengartikan ungkapan-ungkapan yang
belum dipelajarinya. Ia bisa melakukan kesalahan ini tanpa
ia sadar (The Berlitz Method for Teaching Modern Languages,
Jilid 1, 1909, hal. 8).

2
ADVICE TO THE STUDENTS. 1. Do not prepare any lessons, else you risk
acquiring a faulty pronunciation and an erroneous understanding...

Artinya: NASEHAT UNTUK MURID. 1. Jangan sekali-kali


menyiapkan pelajaran apapun di rumah sebelum diajarkan di
kelas, sebab Anda akan beresiko salah ucap dan salah
mengerti...(Methode Berlitz fur den Unterricht in den
neueren Sprachen, Jilid 2, 1900, hal.4).

Pronunciation para guru KMI harus benar. Harus betul. Harus


tidak boleh salah. Karena kalau salah, maka itu susah sekali
diubah menjadi benar.

Jika ada murid KMI yang mengucapkan satu kata dengan ucapan
yang salah, maka para guru KMI harus hati-hati ketika
mengoreksinya; sang guru tidak boleh sama sekali mengulang
kata yang disalah-ucap oleh si murid tadi. Sang guru
langsung saja mengoreksinya dengan ucapan yang benar. Ucapan
yang salah tidak boleh diulangnya. Mengapa dilarang? Berlitz
menjelaskan:

When correcting a mistake, the teacher should merely pronounce the correct
expression without quoting the mistake. Repeating the mistake, would
accustom the student’s ear to the sound of the mistake, while it should be, on
the contrary, familiarized with the correct form. The latter should be repeated
several times so as to efface all remembrance of the mistake.

Artinya: Ketika mengoreksi kesalahan ucapan, sang guru harus


mengucapkan suatu kata dengan ucapan yang benarnya saja,
tanpa mengulang kata yang salah ucap. Mengulang kata yang
salah ucap justru akan membuat telinga sang murid terbiasa
mendengar suara yang salah, padahal mereka harus terbiasa
dengan suara yang diucap dengan benar. Ucapan yang benar
harus diulang beberapa kali supaya murid tidak ingat dengan
ucapan yang salah (The Berlitz Method for Teaching Modern
Languages, Jilid 1, 1909, hal. 8).

3
Prinsip Utama Metode Berlitz (4)
Prinsip 4
Pelajaran Grammar dalam metode Berlitz harus bersifat
implisit (tersembunyi/tersirat), bukannya eksplisit
(nampak/terlihat/tersurat).

Pelajaran Grammar yang eksplisit adalah seperti ini: sang


guru masuk ke kelas lalu ia mengumumkan bahwa ia akan
mengajar present continuous tense. Ia lalu menjelaskan
formulanya (Present Continuous Tense = Subject+Be+Verb+ing).
Setelah itu, ia menuliskan beberapa contoh kalimat yang
berbentuk present continuous tense. Lalu, sang guru
menerangkan arti dari kalimat yang dibuatnya. Agar muridnya
bisa, maka sang guru menyuruh murid membuat kalimat sendiri
dengan formula yang telah diajarkannya. Setelah itu, sang
guru pun menjelaskan fungsi dan kegunaan dari present
continuous tense. Terakhir, sang guru menyuruh murid
menyelesaikan latihan-latihan di dalam buku latihan.

Sebaliknya, pelajaran Grammar yang implisit adalah begini:


sang guru masuk ke kelas lalu ia mengucapkan beberapa
kalimat. Ia mengucapkan kalimat seperti ini: I am walking to
my desk (ia lalu berjalan menuju mejanya). I am opening my
notebook (ia lalu membuka buku tulis yang ada di atas
mejanya). I am taking a pen (ia lalu mengambil pulpennya). I
am writing on my notebook (ia lalu menulisi buku tulisnya).
Setelah selesai mengucapkan semua kalimat, ia pun
mengulanginya dari pertama: I am walking to my desk, I am
opening my notebook, I am taking a pen, I am writing on my
notebook. Lalu, ia menyuruh murid-murid mempraktekkan apa
yang guru tadi lakukan. Stop hingga di situ saja. Ia tidak
pernah menerangkan apa itu present continuous tense di sini.
Ia membiarkan sang murid menyimpulkannya sendiri di otak

1
mereka masing-masing. Itulah yang dimaksud Berlitz dengan
pelajaran Grammar yang implisit.

Dalam metode Berlitz, pelajaran Grammar tidak boleh sama


sekali diajarkan secara eksplisit. Dilarang keras!!! Kenapa?
Karena justru metode Berlitz diciptakan sebagai lawan dan
penolakan atas metode pengajaran Grammar yang eksplisit
seperti tadi.

Biarlah pelajaran Grammar diajarkan dalam pelajaran yang


tersendiri; jangan dalam pelajaran Reading. Pelajaran
Reading ya Reading. Pelajaran Grammar ya Grammar. Jangan
dicampur-campur, apalagi kalau Grammar malah lebih
diutamakan. Itu sungguh menyalahi metode Berlitz!!! Itu
bukan metode Berlitz, melainkan metode grammar-translation—
metode yang justru dilawan oleh metode Berlitz!!!

Bagaimana jika ada murid yang tidak mengerti Grammar


tersebut lantaran Grammar diajarkan secara implisit? Tidak
mungkin mereka tidak mengerti jika metode Berlitz sungguh
sungguh diterapkan. Kok bisa? Apa jaminannya? Berlitz
menerangkan:

Where rules are to be given, they are illustrated by striking examples.

Artinya: Setiapkali aturan-aturan grammar diajarkan, maka


aturan-aturan itu harus dijelaskan dengan contoh-contoh dan
ilustrasi-ilustrasi yang jelas (Nippon Go Kyo Washio,
berbahasa Jepang, Jilid 1, 1912, sampul muka).

In the Berlitz Method we teach from the start, the various inflexions, forms of
words and modes of constructing sentences, not only sistematically, but,...
also in a novel and attractive way. The pupil, without ever conjugating,
declining or memorizing grammatical rules, is thoroughly drilled in each
inflection and form, before he passes to new ones, and these exercises are
continued until all the more important elements of the language have been
practiced.

Artinya: Dalam metode Berlitz kita para guru mengajar sejak


awal bermacam-macam perubahan bentuk kata dan berjenis-jenis
kalimat yang tidak hanya secara sistematis, tetapi juga

2
secara menarik dan baru. Sang murid, dengan tanpa sengaja
menghapal-hapal perubahan bentuk dan sengaja menghapal
aturan-aturan grammar, mereka terus-menerus dilatih mengubah
bentuk dan dilatih mengubah kata sebelum mereka lanjut ke
pelajaran baru berikutnya, dan latihan-latihan ini terus
diulang-ulang hingga semua unsur kebahasaan yang penting
dikuasai.

To avoid the dry instruction in theoretical grammar, we have presented the


subject in the garb of practical and entertaining illustrations, closely connected
with object teaching. The student, though in reality studying grammar, does
not perceive that he is familiarized with the rules of that dreaded wearisome
science, but enjoys the exercises as an attractive and useful conversation.

Artinya: Untuk menghindari pengajaran grammar yang kering


dan teoritis, kita harus mengajarkannya dalam bentuk
ilustrasi yang mudah dan ilustrasi yang menyenangkan, yang
erat kaitannya dengan obyek-obyek yang terlihat dan
kongkret. Sang murid, walaupun sebenarnya sedang belajar
grammar, ia tidak merasa bahwa ia sedang latihan aturan-
aturan ilmu grammar yang njelimet, tapi ia malah menikmati
latihan-latihan tersebut sebagai suatu percakapan yang
menarik dan berguna (Methode Berlitz fur den Unterricht in
den neueren Sprachen, Jilid 2, 1889, hal. 7).

Jadi, mengajar Grammar dengan metode Berlitz harus dengan


obyek-obyek kongkret, ilustrasi-ilustrasi mudah dan jelas,
gambar-gambar yang menarik, dengan menggunakan alat-alat
peraga (visual aid) yang bisa mengantarkan murid kita
mengerti aturan-aturan grammar tanpa sadar bahwa ia sedang
belajar grammar.

3
Prinsip Utama Metode Berlitz (5)
Prinsip 5
Modify! Modify! Modify! Jangan takut pada perubahan! Jangan
alergi pada perubahan! Justru metode Berlitz mengharuskan
kita para guru KMI untuk memodifikasi terus pelajaran
Reading kita. Pelajaran kita harus terus dimodifikasi dan
terus diperbarui dan terus disesuaikan dengan kondisi,
situasi, tempat, suasana, kemampuan murid, kapasitas murid,
tingkat kesulitan pelajaran yang akan diajarkan, dst.

Buku pegangan hanyalah berfungsi sebagai panduan saja,


bukannya kitab suci yang tidak boleh diubah-ubah sejak ia
ditulis hingga Hari Kiamat tiba. Buku Berlitz hanyalah
berfungsi sebagai panduan saja agar guru tidak asal mengajar
dan agar jelas apa saja topik yang harus diajarkan di kelas.
Tetapi, jika situasi kelas dan kondisi kelas tidak
memungkinkan untuk diajar dengan pelajaran yang ada di buku,
maka Berlitz justru mengharuskan kita untuk memodifikasinya.
Mengubah pelajaran di buku Berlitz supaya sesuai kondisi
kelas kita yang sesungguhnya.

Mengenai keharusan memodifikasi pelajaran, Berlitz berkata:

The examples in the book must be modified so as to suit circumstances and


surroundings; and as the progress of the student is in proportion to the amount
of drill he receives, the teacher should greatly multiply the examples – being
careful, however, not to give anything too difficult, but merely to imitate the
expressions laid down in the book.

Artinya: Contoh-contoh yang tertulis di buku harus


dimodifikasi supaya sesuai dengan situasi dan kondisi
seputar kelas; dan karena kemajuan murid bergantung pada
latihan yang ia terima di kelas, maka sang guru harus terus-
menerus memperbanyak contoh-contoh tersebut – tetapi ia
harus hati-hati supaya jangan memberi contoh yang terlalu

1
sulit. Cukup sang guru menirukan ungkapan yang sudah
tertulis di dalam buku (The Berlitz Method for Teaching
Modern Languages, Jilid 1, 1909, hal. 7).

Jadi, ungkapan yang tertulis di buku Berlitz hanya berfungsi


sebagai pemandu dan pembimbing saja. Sedangkan penambahan
contoh dan modifikasi contoh sepenuhnya bebas dilakukan oleh
sang guru, karena yang paling tahu kondisi kelasnya adalah
guru kelas itu sendiri.

Sebaik apapun dan sekeren apapun dan sesempurna apapun suatu


buku, jika tidak sesuai dengan kondisi sesungguhnya dari
kelas yang kita ajar, maka buku tersebut tidak akan banyak
berguna, bahkan hanya sedikit bermanfaat. Buku teks Berlitz
justru diciptakan sebagai jembatan kesuksesan murid, bukan
sebagai penghalang kesuksesan murid. Jika jembatannya tidak
mengantar menuju kesuksesan, maka jembatan itu harus
dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tujuan murid menuju
sukses tercapai.

Berlitz sendiri melakukan modifikasi pada buku-bukunya, dan


modifikasi yang dibuatnya tidaklah sedikit tetapi sangat
banyak. Itu menunjukkan bahwa Berlitz tidak anti modifikasi,
bahkan pada buku ciptaannya sendiri.

Bacalah kembali bab-bab yang berjudul “Metamorfosis Buku”,


“Perubahan Isi Buku (1)”, dan “Perubahan Isi Buku (2)”. Di
situ diterangkan betapa Berlitz terus-menerus melakukan
modifikasi isi bukunya, sehingga buku yang pertama
ditulisnya mengalami terus perubahan-perubahan pada buku
yang ditulis dan direvisi selanjutnya.

Perubahan isi buku Berlitz sengaja dibuatnya agar sesuai


dengan kondisi kelas dan situasi kelas yang dihadapi Berlitz
berdasarkan pengalamannya langsung mengajar di kelas itu.

2
Mengajar dengan Berlitz Old (1)

Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana cara mengajar bahasa


Inggris di KMI pada pelajaran Reading dengan menggunakan
buku karangan Berlitz. Pembahasan mengenai hal ini akan
dibagi menjadi dua bagian: (1) mengajar menggunakan buku
Berlitz lama terbitan 1927 yang berjudul The Berlitz Method
for Teaching Modern Languages, Jilid 1 & 2; disini disebut
“Berlitz Old”; dan (2) mengajar menggunakan buku Berlitz
baru terbitan 2002 yang berjudul BerlitzEnglish: Language
for Life, Book 1 & Book 2; disini disebut “Berlitz Now”.

Mengajar dengan “Berlitz Old”

Seperti yang telah dijelaskan dalam bab yang berjudul


“Perubahan Isi Buku (1)” bahwa di dalam buku Berlitz
terbitan 1909 sudah terdapat perubahan-perubahan bila
dibandingkan dengan buku Berlitz terbitan 1927, yang
dipegang oleh KMI Gontor. Perubahan yang amat fundamental
adalah hilangnya notasi-notasi bagaimana cara mengajarkan
buku Berlitz dan hilangnya kategorisasi pelajaran.

Disini kita akan menghadirkan kembali notasi-notasi tersebut


dan menghadirkan kembali kategorisasi pelajaran yang hilang
di buku terbitan 1927, karena ternyata notasi-notasi dan
kategorisasi tersebut sangat penting dan sungguh amat
disayangkan jika dihapus. Justru, notasi-notasi dan
kategorisasi tersebut amat berguna bagi kita karena kita
jadi tahu latar-belakang, motif, dan alasan Berlitz di balik
pelajaran yang ia susun dalam bukunya. Untuk maksud itu,
kita akan merujuk buku Berlitz terbitan 1909 (Jilid 1) dan
terbitan 1919 (Jilid 2).

Akan tetapi, sebelum membahas cara mengajar dengan buku


“Berlitz Old”, alangkah baiknya jika dibahas terlebih dulu

1
mengenai kategorisasi pelajaran yang dibuat Berlitz dalam
dua jilid bukunya itu.

Kategorisasi Pelajaran
Berlitz menulis dua buku: (1) The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages Jilid 1; dan (2) The Berlitz
Method for Teaching Modern Languages Jilid 2.

Dalam buku Jilid 1, Berlitz membagi bukunya ke dalam dua


bagian: (1) Preparatory Lesson atau Object Teaching; dan (2)
Teaching through context. Sedangkan dalam buku Jilid 2,
Berlitz menyebut bagian-bagiannya dengan Teaching by
Explanation. Di bab ini, akan dikupas habis tentang buku
Berlitz Jilid 1 saja.

Di dalam buku Berlitz Jilid


1, terdapat 2 kategori
pelajaran: (1) Preparatory
Lesson atau Object Teaching;
dan (2) Teaching through
Context.

Preparatory Lesson artinya


“Pelajaran Persiapan”.
Maksudnya apa? Preparatory
Lesson adalah pelajaran-
pelajaran yang bertujuan
untuk menyiapkan para murid
untuk memahami pelajaran-
pelajaran berikutnya yang
bersifat lebih abstrak.
Preparatory Lesson adalah
pelajaran-pelajaran tentang
obyek-obyek kongkret. Karena
itulah, nama lain dari Preparatory Lesson ialah Object
Teaching, yakni “mengajari murid-murid tentang obyek-obyek
kongkret”. Sedangkan Teaching through context ialah
pelajaran-pelajaran mengenai hal-hal abstrak yang diajarkan
lewat context.

2
Context ialah kata-kata yang letaknya sebelum atau sesudah
atau ditengah-tengah kata-kata yang sebelumnya sudah
diajarkan. Manfaat Context ialah memudahkan sang murid untuk
memahami kata-kata baru yang bersifat abstrak.

Mengenai Preparatory Lesson, tidak ada perbedaan antara buku


terbitan 1909 dan terbitan 1927 pegangan KMI Gontor. Dalam
buku terbitan 1909 dan 1927, yang masuk kategori Preparatory
Lesson ialah “First Lesson”, “Second Lesson”, “Third Lesson”
terus hingga “Fourteenth Lesson”.

Setelah “Fourteenth
Lesson”, maka pelajaran
selanjutnya masuk kategori
Teaching through context”.
Disinilah terdapat
perbedaan antara buku
terbitan 1909 dan terbitan
1927 yang dipegang KMI.

Dalam buku terbitan 1909,


yang termasuk kategori
Teaching through context
ialah pelajaran “The Clock
and the Watch”, “The Year”,
“Day and Night”, “The
Weather”, “The Past”, “The
Past (continued)”, “The
Future”, “The Animals”,
“Man”, “The Invitation”,
“The Departure”, “The Arrival”, “A Walk through New York”,
“Appendix I: Verb-Table”, dan “Appendix II: Exercises in
Pronunciation”.

Sedangkan dalam buku terbitan 1927 yang dirujuk KMI, yang


masuk kategori Teaching through context ialah pelajaran “The
Clock and The Watch (Introduction)”, “The Clock and The
Watch (Reading and Conversation)”, “Metals, Materials, Other

3
Substances”, “The Year (Introduction)”, “The Year (Reading
and Conversation)”, “Day and Night (Introduction)”, “Day and
Night (Reading and Conversation)”, “The Weather
(Introduction)”, “The Weather (Reading and Conversation)”,
“A Taxi”, “The Past (Introduction)”, “The Past (Reading and
Conversation)”, “The Past (Continued)”, “The Past continued
(Reading and Conversation)”, “Present Perfect
(Introduction)”, “Present Perfect (Reading and
Conversation)”, “A Dialogue”, “Future Tense (Introduction)”,
“Future Tense (Reading and Conversation)”, “Travelling
(Introduction)”, “Travelling (Reading and Conversation)”,
“The Departure (Introduction)”, “The Departure (Reading and
Conversation)”, “The Arrival (Introduction)”, “The Arrival
(Reading and Conversation)”, “In London (Introduction)”, “In
London (Reading and Conversation)”, “In London (Continued)”,
“In London continued (Reading and Conversation)”, “In the
Country (Introduction), “In The Country (Reading and
Conversation)”, “Animal (Introduction)”, “Animal (Reading
and Conversation)”, “Human Beings (Introduction)”, “Human
Beings (Reading and Conversation)”, “The Family”, Appendix
I: Notes and Letters, dan Appendix II: Table of Important
Irregular Verbs, Appendix III: Practice with Elementary
Sounds.

Kesimpulannya, buku terbitan 1927 lebih banyak materi


Teaching through context-nya daripada buku terbitan 1909.

Mengenai pelajaran-pelajaran Teaching through context,


Berlitz menuliskan notasi khusus sbb:

The pieces in the second part of this book, after having read and discussed in
class, should be committed to memory at home. Special care should be taken
in learning those treating of the tenses.

Artinya: Pelajaran-pelajaran di bagian kedua dari buku ini


(maksudnya, pelajaran Teaching through context—FH.), setelah
dibaca keras dan didiskusikan jawabannya secara lisan di
kelas, harus dihapalkan di rumah. Harap guru hati-hati
dengan pelajaran-pelajaran yang khusus berkaitan dengan

4
penggunaan Tenses (Methode Berlitz fur den Unterricht in den
neueren Sprachen, berbahasa Jerman, 1900, hal.4).

Jadi, pelajaran-pelajaran dalam Teaching through context,


harus dihapal murid di rumah.

5
Mengajar dengan Berlitz Old (2)

Di dalam buku Berlitz Jilid 1, pelajaran-pelajaran yang


masuk kategori Object Teaching atau Preparatory Lesson
dibagi lagi oleh Berlitz ke dalam dua kategori: (1)
pelajaran tanpa buku; dan (2) pelajaran yang harus memakai
buku.

Pelajaran tanpa buku adalah Preparatory Lesson yang


diajarkan kepada murid dan murid dilarang menggunakan buku.
Murid tidak boleh memakai buku. Murid dilarang keras membawa
buku ke kelas. Sedangkan pelajaran yang harus memakai buku
adalah Preparatory Lesson yang diajarkan kepada murid dan
murid wajib membawa bukunya ke kelas.

Apa sajakah Preparatory Lesson yang termasuk dalam kategori


“tanpa-buku” dan mana sajakah Preparatory Lesson yang dalam
kategori “wajib-buku”?

Terdapat perbedaan antara buku terbitan 1909 dan buku


terbitan 1927 mengenai Preparatory Lesson yang tanpa-buku
dan yang wajib-buku.

Menurut buku terbitan 1909, yang termasuk kategori


Preparatory Lesson yang tanpa-buku adalah “First Lesson”,
“Second Lesson”, “Third Lesson” terus hingga “Eighth
Lesson”. Ini berdasarkan notasi Berlitz sbb:

Reading is not begun until after the eighth lesson (The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages, 1909, Jilid 1, hal. 9).

Berdasarkan notasi yang terdapat dalam buku terbitan 1909


ini, dapat disimpulkan bahwa pelajaran “First Lesson” hingga
“Eighth Lesson” adalah pelajaran tanpa-buku.

1
Sedangkan yang termasuk kategori Preparatory Lesson yang
wajib-buku adalah semua pelajaran setelah “Eighth Lesson”,
yakni “Ninth Lesson” hingga “Fourteenth Lesson”. Ini
disimpulkan dari notasi yang ditulis Berlitz di dalam
bukunya sbb:

Before beginning the ninth lesson, all the preceding lessons ought to be read,
so as to accustom the student to the looks of the words and sentences. He
has now a sufficient vocabulary to understand sentences like “Open your
book. We read on page 9. This is not correct” &c. &c. Many other similar
expressions the teacher may introduce whenever an opportunity arises. When
reading the student should be told to answer the questions left unanswered in
the book.

Artinya: Sebelum memulai “Ninth Lesson”, semua pelajaran


sebelumnya harus dibaca oleh murid supaya mereka terbiasa
melihat kata-kata dan kalimat-kalimat di buku mereka.
Sekarang sang murid memiliki kosakata yang memadai untuk
memahami kalimat-kalimat seperti “Open your book. We read on
page 9. This is not correct” dan ungkapan-ungkapan lainnya
yang diajarkan sang guru saat kesempatan itu datang. Ketika
sang murid membaca buku, ia harus menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang sengaja dibiarkan tak-terjawab di buku ini
(The Berlitz Method for Teaching Modern Languages, Jilid 1,
1909, hal.25).

Itu juga diperkuat dengan fakta bahwa pada pelajaran “Ninth


Lesson” hingga “Fourteenth Lesson” terdapat Exercise,
sedangkan pada pelajaran sebelumnya (yakni, “First Lesson”
hingga “Eighth Lesson”) tidak terdapat Exercise. Keberadaan
Exercise mengisyaratkan adanya aktifitas membaca.

Sedangkan menurut buku terbitan 1927, yang termasuk kategori


Preparatory Lesson yang tanpa-buku adalah “First Lesson”,
“Second Lesson”, “Third Lesson” terus hingga “Sixth Lesson”.
Sedangkan yang termasuk Preparatory Lesson yang wajib-buku
adalah “Seventh Lesson”, “Eighth Lesson” terus hingga
“Fourteenth Lesson”.

Ini disimpulkan dari adanya fakta bahwa pada pelajaran


“Seventh Lesson” hingga “Fourteenth Lesson” terdapat
2
Exercise, sedangkan pada pelajaran sebelumnya (yaitu, “First
Lesson” hingga “Sixth Lesson”) tidak ditemukan adanya
Exercise—yang mengisyaratkan bahwa membaca buku itu sungguh
tidak perlu.

Pelajaran tanpa-buku berfokus pada Pronunciation, sehingga


Reading atau Spelling belum perlu. Sedangkan pelajaran
wajib-buku berfokus pada Pronunciation sekaligus Reading
atau Spelling.

Pada saat murid-murid mempelajari pelajaran yang termasuk


kategori tanpa-buku, mereka dilarang membaca buku mereka di
rumah. Artinya, pada saat mereka mempelajari “First Lesson”
hingga “Sixth Lesson”, buku-buku English Lesson mereka
disimpan, ditahan, dan dipegang dulu oleh guru-guru KMI
mereka. Nanti, begitu mereka sudah selesai mempelajari
“Sixth Lesson”, guru mereka memberikannya kepada murid
mereka. Kok begitu? Ini didasarkan pada notasi yang ditulis
Berlitz sbb:

ADVICE TO THE STUDENTS. 1. Do not prepare any lessons, else you risk
acquiring a faulty pronunciation and an erroneous understanding...

Artinya: NASEHAT UNTUK MURID. 1. Jangan sekali-kali


menyiapkan pelajaran apapun di rumah sebelum diajarkan di
kelas, sebab Anda akan beresiko salah ucap dan salah
mengerti...(Methode Berlitz fur den Unterricht in den
neueren Sprachen, Jilid 2, 1900, hal.4).

3
Mengajar dengan Berlitz Old (3)

Terdapat perbedaan antara buku Berlitz Jilid 2 terbitan


tahun 1919 dan buku Berlitz Jilid 2 terbitan tahun 1927,
dalam hal pelajaran-pelajaran yang masuk kategori Teaching
by Explanation.

Dalam buku terbitan 1927—buku yang dipegang KMI sekarang—,


yang termasuk kategori Teaching by Explanation adalah
pelajaran “Conditional Forms”, “Different Uses of May and
Might and Other Uses of Should and Would”, “An Excursion
into the Country”, “Swift and His Servant”, “A Journey by
Air Part I”, “A Journey by Air Part II”, “At the Hotel”, “At
the Post Office”, “A Telephone Call”, “Taking a Flat”,
“Buying Furniture”, “At the Tailor’s”, At the Dressmaker’s”,
“At the Hatshop”, “A Visit Part I”, “A Visit Part II”, “At
the Theatre”, “At the Doctor’s”, “A Seaside Resort”,
“Spring”, “Summer”, “Autumn”, “Winter”, “Conditional Forms
in the Past”, “Holiday Plans”, “Effective Punishment”, “The
Bayeux Tapestry”, “Hygiene Carried to Excess”, “Lord
Chesterfield to His Son”, “Henry IV and The Peasant”, “The
Tower of London”, “Big Ben”, “London Through Foreign Eyes”,
“Everything to Declare”, “The Absent-minded Scientist”, “To
Leave No Stone Unturned”, “The Whistle”, “A Ready Answer”,
“The Judge and The Burglar”, “Tit for Tat”, “The Biter Bit”,
“A Misunderstanding”, “Conversation at Dawn”, dan “Treasure
Island”.

Sedangkan dalam buku Jilid 2 terbitan 1909, yang termasuk


kategori Teaching by Explanation adalah pelajaran “At The
Hotel”, “At the Post Office”, “Telephone”, “Hiring
Apartments”, “At the Furniture Dealer’s”, “At the Tailor’s”,
“At the Dressmaker’s”, “A Visit”, “Illness”, “Autumn”,
“Winter”, “Spring”, “Summer”, “An Excursion into the
Country”, “The Three Wishes”, “Reminiscences of School

1
Life”, “Effective Punishment”, “Truthfulness”, “Kissing
under Difficulties”, “A Child’s Reason”, “Jonah and The
Whale”, “Making Him Pay”, “Irish Wit”, “Blind Obedience”,
“You Can’t Cure by Proxy”, “A Friend in Need is A Friend
Indeed”, “Superstition”, “Conceit”, “Tit for Tat”, “A Test
of Courage”, “Consideration due to Rank”, “Don’t Judge
People by Their Faces”, “The Absend-minded Philosopher”,
“Good Nature of Louis Philippe”, “The Effect of An
Accident”, “Ancient England”, “England under the Early
Saxons”, “King Alfred”, “The Landing of the Normans”, “The
Battle of Hastings”, “Scenes at the Railway Station”, “Peter
the Great and the Deserter”, “Money Makes the Mare Go”, “The
Will”, “A Swindler Exposed”, “When Work is Play”, “The
unknown Painter”, “Malibran and the Young Musician”,
“Anecdote of the Duke of Newcastle”, “The Best Kind of
Revenge”, “The Artist Surprised”, “Partridge at The Play”,
“A Short Trip to Paris”, “The Bashful Man”, “Jack Abbott’s
Breakfast”, dan “The Membranous Croup”.

Jika dibandingkan antara dua buku tersebut, nampak bahwa


kedua-duanya mengalami banyak revisi isi, tetapi semua
pelajaran tersebut tetap masuk pada kategori yang sama:
Teaching by Explanation.

2
Mengajar dengan Berlitz Old (4)

Dalam pelajaran Preparatory Lesson yang wajib-buku, terdapat


apa yang disebut Berlitz dengan “Exercise”. Exercise inilah
yang menjadi penanda utama bahwa pelajaran ini masuk
kategori Preparatory Lesson yang wajib-buku.

Dalam buku Berlitz terbitan 1909, Exercise terdapat dalam


“Ninth Lesson” hingga “Fourteenth Lesson”, sedangkan dalam
buku terbitan 1927, Exercise ada di “Seventh Lesson” hingga
“Fourteenth Lesson”.

Jenis soal dalam Exercise dapat dibagi menjadi tiga jenis


soal: (1) soal yang meminta murid untuk mengisi titik-titik
dengan suatu kata yang sesuai (put-words-in-place-of-the-
dashes); (2) soal yang meminta murid untuk menjawab dengan
informasi dari teks bacaan (answer-the-following-questions);
dan (3) soal yang meminta murid untuk membuat pertanyaan
dari jawaban yang tersedia (ask-questions-for-the-following-
answers).

Dalam buku Berlitz terbitan 1909, ketiga jenis soal tersebut


ada lengkap; sedangkan di buku Berlitz terbitan 1927 yang
dipegang KMI, hanya dua jenis soal yang ada, yakni answer-
the-following-questions dan ask-questions-for-the-following-
answers; jenis soal put-words-in-place-of-the-dashes sudah
ditiadakan.

Bagaimana cara menggunakan Exercise ini di kelas? Berlitz


menuliskan notasi sbb:

From the Ninth Lesson write each exercise (part of it at a time) after having
had it orally at school, and hand it to your teacher for correction.

Artinya: Dimulai dari Ninth Lesson, murid harus mengisi


setiap Exercise (atau sebagiannya) setelah mengucapkan
1
isinya secara lisan di kelas, lalu setelah diisi di rumah
murid menyerahkannya kepada gurunya untuk dikoreksi (Methode
Berlitz fur den Unterricht in den neueren Sprachen,
berbahasa Jerman, 1900, hal.4).

The exercises are to be read (difficult ones the teacher may read first) and are
also to be written at home.

Artinya: Exercise harus dibaca keras di kelas (kata-kata


yang sulit boleh dibaca lebih dulu oleh guru), setelah itu
Exercise harus diisi di rumah (The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages, 1909, hal. 26).

Kita mungkin bertanya-tanya, mengapa Exercise harus dibaca


keras, diucapkan, dan dijawab lebih dulu di kelas sebelum
diisi di rumah. Berlitz menjawabnya sbb:

Even in the exercises new words are frequently introduced. It is therefore


always necessary to do the exercises orally in the lessons (before having them
written out at home) in order to have an opportunity for explanations and
additional drill... It is advisable not only to have the student read the exercises
in the class, but also to have him write them as home-work.

Artinya: Kata-kata baru seringkali dikenalkan ke murid dalam


bagian Exercise. Oleh sebab itu, mengerjakan Exercise secara
lisan di kelas adalah amat penting (sebelum sang guru
menyuruh mereka mengisinya di rumah) supaya sang guru punya
kesempatan untuk menjelaskannya di kelas dan supaya sang
guru punya kesempatan memberikan latihan tambahan... Sang
guru amat disarankan menyuruh murid menjawab soal-soal
Exercise di kelas dan menyuruh muridnya mengisi soal
tersebut sebagai Pekerjaan Rumah (PR) (The Berlitz Method
for Teaching Modern Languages, Jilid 2, 1919, hal. iv).

Jadi, sebelum menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi murid-murid,


maka Exercise harus dipelajari di kelas, dibaca keras,
diucap dan dijawab dengan ucapan yang benar. Pertama, soal-
soal dalam Exercise dibaca dulu oleh sang guru. Setelah itu,
murid-murid menirukan bacaan gurunya. Kemudian, sang guru
menyuruh murid-muridnya untuk menjawab soal-soal Exercise
secara lisan. Jika ada kesalahan ucap, maka sang guru
2
langsung membetulkannya. Terakhir, sang guru menyuruh mereka
untuk mengisi Exercise tersebut di rumah masing-masing
sebagai PR. Di kesempatan berikutnya, murid-murid
menyerahkan PR-nya untuk dikoreksi gurunya.

Mengapa Exercise harus dibaca dan dijawab secara lisan


terlebih dulu di kelas? Ingatlah prinsip utama Berlitz no.3:
Pronunciation harus didulukan daripada Spelling. Ucapan
suatu kata harus diajarkan lebih dulu dari tulisannya.

3
Mengajar dengan Berlitz Old (5)

Dalam pelajaran Preparatory Lesson, terdapat kata-kata yang


sengaja dicetak miring (italics) oleh Berlitz. Apakah
maksudnya? Ternyata, yang dicetak miring adalah kata-kata
baru yang harus diajarkan di kelas oleh setiap guru.

Sebaliknya, dalam pelajaran Teaching through context,


Berlitz tidak lagi menulis kata-kata baru dengan cetak
miring, tapi dengan cetak biasa sebagaimana kata-kata
lainnya. Berlitz menjelaskan sbb:

In the following lessons the new words are no longer made conspicuous by
different type; the teacher should therefore, in his book, underscore all new
words and expressions in order to give the student especial drill in their use.

Artinya: Pada pelajaran berikut (maksudnya, pelajaran


Teaching through context—FH.), kata-kata baru sengaja tidak
dibedakan dengan tipe huruf yang lain; oleh sebab itu, sang
guru harus menggarisbawahi kata-kata baru dan ungkapan-
ungkapan baru di bukunya, supaya sang guru dapat memberikan
latihan khusus dalam hal penggunaannya (The Berlitz Method
for Teaching Modern Languages, Jilid 2, 1919, hal.49).

Hanya saja, dalam buku Berlitz terbitan 1927—yang dipegang


KMI—penulisan kata yang bercetak miring (italics) masih
tetap saja ada meskipun pelajaran tersebut masuk dalam
kategori pelajaran Teaching through context. Misalnya, dalam
pelajaran “The Clock and The Watch” dan “The Year”. Tetapi,
pada pelajaran “Day and Night” tidak ada. Anehnya, di
pelajaran “The Weather”, “The Past I”, “The Past I
(continued)”, “The Past II”, dan “Future Tense”, kata
bercetak miring tertulis lagi, dan di pelajaran selanjutnya
hingga akhir, kata italics itu barulah hilang.

1
Jenis soal dalam Exercise di pelajaran Teaching through
context dapat dibagi menjadi dua jenis soal: (1) soal yang
meminta murid untuk menjawab dengan informasi dari teks
bacaan (answer-the-following-questions); dan (2) soal yang
meminta murid untuk membuat pertanyaan dari jawaban yang
tersedia (ask-questions-for-the-following-answers).

Bagaimana cara menggunakan Exercise ini di kelas? Persis


sama dengan Exercise yang ada di pelajaran Preparatory
Lesson. Jadi, sebelum menjadi PR (Pekerjaan Rumah) bagi
murid-murid, maka Exercise harus dipelajari di kelas, dibaca
keras, diucap dan dijawab dengan ucapan yang benar. Pertama,
soal-soal dalam Exercise dibaca dulu oleh sang guru. Setelah
itu, murid-murid menirukan bacaan gurunya. Kemudian, sang
guru menyuruh murid-muridnya untuk menjawab soal-soal
Exercise secara lisan. Jika ada kesalahan ucap, maka sang
guru langsung membetulkannya. Di akhir pengajarannya, sang
guru menyuruh mereka untuk mengisi Exercise tersebut di
rumah masing-masing sebagai PR. Di kesempatan berikutnya,
murid-murid menyerahkan PR-nya untuk dikoreksi gurunya.

Mengapa Exercise harus dibaca dan dijawab secara lisan


terlebih dulu di kelas? Ingat lagi prinsip utama Berlitz
no.3: Pronunciation harus didulukan daripada Spelling.
Ucapan suatu kata harus diajarkan lebih dulu dari
tulisannya.

2
Mengajar dengan Berlitz Old (6)

Dalam bab sebelumnya, telah diterangkan bahwa buku The


Berlitz Method for Teaching Modern Languages Jilid 2 berisi
pelajaran-pelajaran yang disebut dengan Teaching by
Explanation. Di KMI, buku Jilid 2 ini di-copy-paste sehingga
menjadi buku English Lesson Kelas 4-6.

Pelajaran-pelajaran dalam bagian Teaching by Explanation


adalah pelajaran-pelajaran yang harus diterangkan dengan
menggunakan Explanation (uraian), tanpa meninggalkan aspek-
aspek sebelumnya, seperti Object Teaching (mengajar dengan
menunjuk obyek-obyek kongkret lewat visual aid) dan Teaching
through context (mengajar lewat konteks). Artinya, dalam
pelajaran Teaching by Explanation, semua cara dilakukan
supaya murid mudah mengerti pelajaran.

Pelajaran Teaching by Explanation ini dapat dibagi menjadi 3


jenis: (1) berbentuk percakapan (conversation); (2)
berbentuk esei; dan (3) berbentuk cerita (anekdot dan cerita
pendek).

Bagaimana cara mengajarkan pelajaran Teaching by Explanation


ini di kelas? Bagaimana pula dengan bagian Exercise-nya?
Apakah sama dengan cara mengerjakan Exercise pada bagian
pelajaran Preparatory Lesson? Di sinilah terdapat sedikit
perbedaan. Berlitz menjelaskannya sbb:

It is advisable not only to have the student read the exercises in the class, but
also to have him write them as home-work. When the student is a little
advanced, dictations should also be given; anecdotes and short stories
committed to memory should be related, and the conversations in the book be
imitated among several students.

Artinya: Sang guru amat disarankan menyuruh murid menjawab


soal-soal Exercise di kelas dan menyuruh muridnya mengisi

1
soal tersebut sebagai Pekerjaan Rumah (PR). Saat sang murid
sudah sedikit mahir, maka Dikte pun harus dilakukan guru,
anekdot-anekdot dan cerpen-cerpen harus dihapal dan
diceritakan, serta percakapan-percakapan di dalam buku ini
harus ditirukan oleh beberapa murid (The Berlitz Method for
Teaching Modern Languages, Jilid 2, 1919, hal.iv).

Berdasarkan notasi di atas, dapat disimpulkan bahwa cara


mengajarkan pelajaran Teaching by Explanation sedikit
berbeda dari pelajaran Preparatory Lesson. Karena sudah
sedikit mahir, maka pada pelajaran Teaching by Explanation
murid-murid diajari pula dengan pelajaran Dikte. Jika
pelajarannya berbentuk cerita (anekdot dan cerita pendek),
maka murid-murid diharuskan menghapalkannya dan
menceritakannya di kelas. Jika pelajarannya berbentuk
percakapan, maka murid-murid diharuskan
menirukan/mempraktekkan percakapan tersebut di depan kelas.

2
Mengajar dengan Berlitz Old (7)

Dalam buku Berlitz Jilid 1 terbitan tahun 1909 terdapat


keterangan mengenai tujuan pelajaran (Lesson Objective),
sementara dalam terbitan 1927, keterangan tersebut hilang.

Keterangan mengenai tujuan pelajaran sungguh amat penting.


Tujuan itu menunjukkan kepada setiap guru KMI ghordu’t-
tadris yang harus ia capai dalam satu khishoh. Karena
itulah, di bab ini kita akan menghadirkan kembali keterangan
tentang tujuan pelajaran yang ada di buku Berlitz terbitan
1909 di sini.

Di bawah ini adalah tujuan pelajaran Preparatory Lesson,


yang sudah diadaptasikan untuk buku English Lesson Kelas 1-3
KMI:

Kelas Lesson Tujuan Tujuan Sifat Exercise Dialogue Home


Pelajaran Pelajaran buku work
Vocabulary Grammar
1 First  Objects  Affirmation Tanpa- None None None
and buku
Negation
1 Second  Colours and  Affirmation Tanpa- None None None
Dimensions and buku
Negation
1 Third  Gentleman,  Affirmation Tanpa- None None None
Lady, Boy, Girl and buku
Negation
 Prepositions
On, Under,
In, In front
of, Behind
 Present
continuous
tense:
Standing,
Sitting, Lying
 Pronoun
“One”
Fourth  Motion  Verbs Tanpa- None None None
Taking, buku

1
Putting,
Opening,
Closing,
Pulling,
Pushing,
Going,
Coming
from,
Remaining
 Imperative
 Adverb Here
& There
1 Fifth  Numbers  Plural Tanpa- None None None
 Object buku
Pronouns
1 Sixth  The alphabets  Spelling and Tanpa- None None None
and words pronunciatio buku
needed for n
reading and
writing
 Ordinal number
1  Review of all  Review of all Wajib- Yes None Yes
lessons lessons buku
1 Seventh  Nationality &  Simple Wajib- Yes None Yes
Language Present buku
Tense
 Present
Continuous
Tense
1 Eighth  Articles of  Possessive Wajib- Yes None Yes
Clothing adjective buku
 Part of Body  Verb
Have/Has
 Adjective
Right, Left
 Prepositions
Above,
Below, In
front
 Pronoun
One, The
other, both,
each
1 Ninth  Determiners Wajib- Yes None Yes
Some, Not buku
any, Any,
Many, None
 Pronouns
Some & All
 Nouns
Something,
Anything,
Nothing,
Somebody,
Anybody,

2
Not
Anybody,
Nobody
 Prepositions
Out of & Into
 Imperative
1 Tenth  Five Senses  Preposition Wajib- Yes None Yes
 Flowers With buku
 Food &  Adjective
Beverage Good & Bad,
 Vegetables Pleasant &
 Fruit Unpleasant
 Adverb Well
& Badly
 Verbs
related to
five senses
 Imperative
1 Eleventh  Comparison  Comparative Wajib- Yes None Yes
 Uncount Nouns Adjective buku
& Count Nouns More than &
Fewer than
 As
many...as....
 Not so
many.... as
....
 Determiner
Much-Little,
Many-Few
 Adverb Only
 Adjective
The Same &
The
same...as....
 Adjective
Different &
Different...
from...
1 Twelfth  Kitchenware  Verbs Wajib- Yes None Yes
related to buku
five senses
 Adjectives
related to
food taste
 Adjectives
Beautiful &
Ugly
1 Thirteenth  Ability  Modals Can, Wajib- Yes None Yes
Cannot, buku
Must
1 Fourteenth  Vocabulary  Review of all Wajib- Yes Yes Yes
related to lessons buku
restaurant

3
Sedangkan tujuan pelajaran untuk pelajaran kategori Teaching
through context di dalam buku English Lesson Kelas 1-3 KMI
ialah sbb:

Kelas Lesson Tujuan Pelajaran Sifat buku Exercise Dialogue Homework


1 The Clock and  Introducing the clock and Wajib-buku Yes None Yes
the Watch the watch
 Telling the time
1 The Clock and Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
The Watch about the clock and the
watch
1 The Year  Introducing the year, Wajib-buku Yes None Yes
dates, days, months,
seasons
1 The Year Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about Holidays and
Religious Festivals
1 Day and Night  Introducing sun, moon, Wajib-buku Yes None Yes
stars, light, dark, etc.
 Cardinal points
1 Day and Night Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about English people’s
time table/daily routines
2 The Weather  Introducing expressions Wajib-buku Yes None Yes
about the weather
 Adverbs of time
2 The Weather Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about weather, seasons,
clothes to wear during the
weather
2 A Taxi Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about public
transportations
2 The Past  Introducing the Preterite Wajib-buku Yes None Yes
Tense of The Verb “To
Do”, The Auxiliary Verb
“To Do”, and the
Preterite Tense of
Regular Verbs
 Interrogative form,
Affirmative and Negative
forms of the Preterite
Tense
2 An Invitation Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
to Dinner about an invitation to
dinner (using the Preterite
Tense)
2 The Past  Introducing the Preterite Wajib-buku Yes None Yes
(continued) Tense of Irregular Verbs
 Interrogative form,
Affirmative and Negative

4
forms of the Preterite
Tense
2 At The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Seaside about seaside (using the
Preterite Tense)
2 Past II:  Introducing the Present Wajib-buku Yes None Yes
Present Perfect Tense
Perfect  Regular & Irregular
Verbs
 Affirmative form,
Interrogative and
Negative forms of the
Present Perfect
2 At The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Seaside about the seaside (using
(Continued) The Present Perfect
Tense)
2 A Dialogue Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about holidays (using both
the Preterite Tense and
the Present Perfect Tense)
2 Future Tense  Introducing Future Tense Wajib-buku Yes None Yes
 Future Time Expressions
 Future “Will” & Future
“Going To”
2 Future Tense Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about A Meeting (using
Future “Will” and Future
“Going To”
2 Travelling  Introducing capital cities Wajib-buku Yes None Yes
around the world
 Kinds of train
 Kinds of public
transportations
 Journey, Voyage and
Flight
 Countries and
nationalities
2 Travelling Summary Wajib-buku Yes None Yes
2 Travelling Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about a journey, a voyage,
and a flight
2 The Departure  Introducing vocabulary Wajib-buku Yes None Yes
needed for departure
 Railway station &
Timetable
2 The Departure Summary Wajib-buku Yes None Yes
2 The Departure Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about Departure
3 The Arrival  Introducing vocabulary Wajib-buku Yes None Yes
needed for arrival
 Customs-house
 Customs officials

5
 Booking a room in a
hotel
 London Station
3 The Arrival Summary Wajib-buku Yes None Yes
3 The Arrival Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about Arrival, Menu at a
Restaurant
3 In London  Introducing stores and Wajib-buku Yes None Yes
shops in cities
 Materials
 Department stores
3 In London Summary Wajib-buku Yes None Yes
3 In London Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about landmarks around
London and shopping
3 In London Summary Wajib-buku Yes None Yes
(continued)
3 In London Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
(continued) about landmarks around
London
3 In the Country  Introducing a countryside Wajib-buku Yes None Yes
in England
 Flowers
 Fruit
 Vegetables
3 In the Country Summary Wajib-buku Yes None Yes
3 In the Country Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about animals, flowers and
vegetables in a
countryside
3 Examples Relative clause “Who”, Wajib-buku Yes None Yes
“Which”, “Whom”, “Of
Which”, “Of Whom”, “About
Which”
3 Animal  Introducing animals in a Wajib-buku Yes None Yes
countryside, in a farm, in
summer, in sea, in the
Zoo, on land
 Modal “Can”
3 Animal Summary Wajib-buku Yes None Yes
3 Animal Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about the Zoo and animals
in it
3 Human  Introducing Senses Wajib-buku Yes None Yes
Beings  Action of the mind (to
think, to learn, to know,
to forget, etc.)
 Mental feelings
3 Human Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Beings about differences between
human beings and animals
3 The Family Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about family member &
Relationship

6
3 Notes and Letter to a friend, invitation Wajib-buku Yes None Yes
Letters letter to dinner, accepting
the invitation, refusing the
invitation, formal invitation
letter, accepting the formal
invitation and declining the
formal invitation
3 Notes and Letter to reserve a room in Wajib-buku Yes None Yes
Letters a hotel, telegram, a Reply
letter, a complaint letter

7
Mengajar dengan Berlitz Old (8)

Di bawah ini adalah tujuan pelajaran Teaching by


Explanation, yang sudah diadaptasikan untuk buku English
Lesson Kelas 4-5 KMI:

Kelas Lesson Tujuan Pelajaran Sifat buku Exercise Dialogue Homework


4 An Excursion Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Into The about an excursion into a
Country countryside (Using all the
Modals “May”, “Might”,
“Should”, “Would”, “Used
to”, “Ought to”
4 Swift and His Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Servant about an anecdote about
Jonathan Swift
4 A Journey By Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Air (Part I) about a Journey by Air
4 A Journey By Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Air (Part II) about a Journey by Air
4 At The Hotel Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about rooms in a hotel and
people working in a hotel
4 At The Post Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Office about a post office and
service in the office
4 A Telephone Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Call about a telephone call
4 Taking a Flat Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about a flat
4 Buying Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Furniture about furniture
4 At The Tailor’s Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about a tailor’s
4 At The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Dressmaker’s about a dressmaker’s
5 At The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Hatshop about a hatshop
5 At The Shoe- Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
shop, At the about shops and stores in
Outfitter’s, etc. England
5 A Visit (Part I) Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about a friend’s visit

1
5 A Visit (Part II) Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about a friend’s visit and
having a meal with him
5 At The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Theatre about a theatre
performance
5 At The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Doctor’s about a doctor’s
(Part I)
5 The Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Consultation about a doctor’s
(Part II)
5 A Seaside Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Resort about a seaside resort
5 Spring Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about spring in England
5 Summer Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about summer in England
5 Autumn Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about autumn in England
5 Winter Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
about winter in England
5 Conditional Introducing conditional Wajib-buku Yes None Yes
Forms in the sentence type 3
Past
5 Holiday Plans A Letter about a holiday Wajib-buku Yes Yes Yes
plan and its reply letter
(using conditional
sentence type 3)
5 Effective Reading and Conversation Wajib-buku Yes Yes Yes
Punishment about a punishment in
England (using Modal
“Would” and “Used to” for
expressing habit)

2
Mengajar dengan Berlitz Old (9)

Dalam bab ini, akan diterangkan cara mengajarkan buku


Berlitz Jilid 1 terbitan 1927—yang dipegang oleh KMI—dengan
merujuk pada notasi-notasi yang ditulis Berlitz dalam buku
Jilid 1 terbitan 1909.

Mengajar “First Lesson”


Sebelum mengajar “First Lesson”, kita tulis dulu keterangan
pelajaran (Lesson Information) di dalam I’dadu’t-Tadris
kita, sbb:

LESSON INFORMATION

 Kategori Pelajaran: Object Teaching / Tanpa-Buku


 Alat Ajar: Gambar, Benda-Benda Otentik Berwarna-warni, Tangan Guru,
Kertas Berwarna
 Tujuan Pelajaran:
a. Murid bisa mengucap kosakata tentang Objects and Colors dengan
ucapan (pronunciation) yang benar
b. Murid bisa menggunakan grammar tentang Affirmation and
Negation dalam ujarannya
 Exercise: -
 Homework: -
 Dictation: -
 Memorization: -
 Conversation: -

Ini berarti bahwa “First Lesson” adalah pelajaran


Preparatory Lesson. Saat mengajarkannya, murid-murid
dilarang membawa buku (tanpa-buku). Karena pelajaran ini
adalah Object Lesson, maka guru wajib membawa gambar,
menggunakan benda-benda otentik berwarna-warni di kelasnya,
menggunakan tangannya untuk menunjuk obyek-obyek kongkret,
dan membawa kertas berwarna. Ada tiga tujuan pelajaran yang
harus dicapai guru saat mengajar pelajaran ini, yakni murid-
murid bisa mengucap kata-kata baru dengan ucapan
(pronunciation) yang benar dan bisa menggunakan grammar

1
bentuk afirmatif dan negatif dalam ujarannya. Dalam
pelajaran ini tidak ada Exercise, tidak ada PR, tidak ada
Dikte, tidak ada cerita yang harus dihapalkan, dan tidak ada
percakapan.
Prosedur Pengajaran
Setelah menulis “Lesson Information” seperti di atas, maka
kita tulis prosedur pengajaran yang akan kita lakukan di
kelas, sbb:
1. Guru membawa benda-benda otentik ke kelas, yakni pencil, book, box,
ruler, pen, dan card.
2. Guru menunjukkan benda-benda otentik tersebut satu persatu dan
membunyikan ucapannya satu per satu dengan ucapan yang benar.
3. Guru bertanya “What is this?”, lalu menjawabnya sendiri (“A pencil.”)
4. Guru bertanya lagi “What is this?”, lalu menjawabnya sendiri lagi (A
book).
5. Guru bertanya lagi “What is this?”, lalu menjawabnya sendiri lagi (A
box).
6. Guru bertanya lagi “What is this?”, lalu menjawabnya sendiri lagi (A
ruler).
7. Guru bertanya lagi “What is this?”, lalu menjawabnya sendiri lagi (A
pen).
8. Guru bertanya lagi “What is this?”, lalu menjawabnya sendiri lagi (A
card).
9. Guru menyuruh murid-murid menirukan apa yang diajarkan olehnya.
10. Guru menggunakan tangannya untuk menunjuk benda-benda otentik di
kelas, yakni blackboard, door, table, window, chair dan wall, lalu
membunyikan ucapannya satu persatu dengan ucapan yang benar.
11. Guru mengulangi prosedur sebelumnya, dari no.3-9.
12. Guru menunjukkan beberapa gambar ke kelas (gambar cinema, classroom,
theatre, mosque, church, dan gambar station) dan membunyikan ucapannya
satu persatu dengan ucapan yang benar.
13. Guru mengulangi prosedur sebelumnya, dari no.3-9.
14. Guru bertanya “Is this a pen?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes, it is.
15. Guru bertanya “Is this a pencil?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes, it
is.
16. Guru bertanya “Is this a ruler?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes, it
is.
17. Guru bertanya “Is this a card?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes, it is.
18. Guru bertanya “Is this a pen?” (sambil menunjukkan tangannya ke
pensil), lalu menjawabnya sendiri “No, it is not.”
19. Guru bertanya “Is this a card?” (sambil menunjukkan tangannya ke
pensil), lalu menjawabnya sendiri “No, it is not.”
20. Guru bertanya “Is this a ruler?” (sambil menunjukkan tangannya ke
pensil), lalu menjawabnya sendiri “No, it is not.”
21. Guru bertanya “What is this?” (sambil menunjukkan tangannya ke
pensil), lalu menyuruh murid-muridnya menjawab “A pencil”

2
22. Guru mengulangi prosedur no.9
23. Guru mengulangi prosedur no.14-22 kepada benda-benda otentik di
kelasnya (door, blackboard, window, table, chair, dan wall).
24. Guru mengulangi prosedur no.14-22 kepada gambar-gambar yang dibawanya
(mosque, church, theatre, cinema, dan station).
25. Guru bertanya “Is this a pen or a pencil?” (sambil menunjuk ke
pensil), lalu menjawabnya sendiri “It is a pencil.”
26. Guru bertanya “Is this a pen or a card?” (sambil menunjuk ke pensil),
lalu menjawabnya sendiri “It is a pencil.”
27. Guru bertanya “Is this a pen or a book?” (sambil menunjuk ke pensil),
lalu menjawabnya sendiri “It is a pencil.”
28. Guru bertanya “Is this a pen or a ruler?” (sambil menunjuk ke pensil),
lalu menjawabnya sendiri “It is a pencil.”
29. Guru mengulangi prosedur no.9
30. Guru mengulangi prosedur no.24-28 kepada benda-benda otentik di
kelasnya (door, blackboard, window, table, chair, dan wall).
31. Guru mengulangi prosedur no.24-28 kepada gambar-gambar yang dibawanya
(mosque, church, theatre, cinema, dan station).
32. Guru menunjukkan kertas berwarna, lalu menunjuknya satu persatu sambil
mengucapkannya dengan ucapan yang benar.
33. Guru berkata, “this pencil is green, this book is blue, this card is
yellow...dst”
34. Guru mengulangi prosedur no.9
35. Guru bertanya “Is this pen green?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes, it
is”.
36. Guru bertanya “Is this book blue?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes, it
is”.
37. Guru bertanya “Is this card yellow?”, lalu menjawabnya sendiri “Yes,
it is”.
38. Guru bertanya “Is this pen blue?”, lalu menjawabnya sendiri “No, it is
not”.
39. Guru bertanya “Is this book yellow?”, lalu menjawabnya sendiri “No, it
is not”.
40. Guru bertanya “Is this card green?”, lalu menjawabnya sendiri “No, it
is not”.
41. Guru bertanya “What colour is this card?”, lalu menjawabnya sendiri
“It is yellow”.
42. Guru mengulangi prosedur no.9
43. Guru mengulangi prosedur no.35-42 kepada benda-benda otentik di
kelasnya (door, blackboard, window, table, chair, dan wall).
44. Guru mengulangi prosedur no.35-42 kepada gambar-gambar yang dibawanya
(mosque, church, theatre, cinema, dan station).
45. Guru mengulangi pertanyaan-pertanyaannya semua para prosedur no.3,
no.14, no.18, no.21, no.25, no.35, no.38, dan no.41
46. Guru mengulangi prosedur no.9
47. Guru mempersilahkan murid-muridnya untuk keluar kelas.

3
Sebagai contoh bagaimana menjalankan prosedur seperti di
atas, silahkan lihat Video 1 dalam CD yang menyertai buku
ini.

4
Mengajar dengan Berlitz Old (10)

Cara mengajar “Second Lesson” hingga “Sixth Lesson” (yakni,


pelajaran tanpa-buku) serupa dengan cara mengajar “First
Lesson”, sehingga tidak perlu diulang pembahasan dan
penjelasannya di sini.

Sebelum memasuki “Seventh Lesson”— yakni, pelajaran yang


wajib-buku,—Berlitz memberi notasi sebagai berikut:

Before beginning the ninth lesson, all the preceding lessons ought to be read,
so as to accustom the student to the looks of the words and sentences. He
has now a sufficient vocabulary to understand sentences like “Open your
book. We read on page 9. This is not correct” &c. &c.... When reading the
student should be told to answer the questions left unanswered in the book.

Artinya: Sebelum memulai pelajaran ke-sembilan (kalau di


edisi 1927, pelajaran ke-tujuh—pen.), semua pelajaran
sebelumnya harus dibaca agar murid terbiasa melihat kata-
kata dan kalimat-kalimat. Sang murid sekarang memiliki cukup
kosakata untuk memahami kalimat-kalimat seperti “Open your
book. We read on page 9. This is not correct” dsb. Ketika
sang murid membaca, ia diminta menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang dibiarkan tak terjawab di dalam buku ini
(The Berlitz Method for Teaching Modern Languages, Jilid 1,
1909, hal. 25).

Jadi, sebelum memulai “Seventh Lesson”, guru harus


menyediakan satu sesi khusus dimana ia menyuruh santri-
santrinya wajib membawa buku ke kelas, membuka bukunya,
membaca pelajaran demi pelajaran dengan keras, mengulang-
ulang pronunciation serta idiom-idiom yang telah
dipelajarinya di kelas, dari “First Lesson” hingga “Sixth
Lesson”.

1
Hanya saja, Berlitz di sini tidak menerangkan dan
menjelaskan bagaimana sang guru menghabiskan sesi tersebut
di kelas. Apakah sang guru menyuruh saja beberapa muridnya
untuk membaca “First Lesson” hingga selesai, lalu ia
menyuruh murid lainnya membaca “Second Lesson”, lalu ia
kembali menyuruh murid lainnya membaca “Third Lesson”, dan
begitu seterusnya hingga “Sixth Lesson”, dan terakhir, sang
guru barulah meneruskan pelajarannya, yakni “Seventh
Lesson”, ataukah tidak begitu — kita tidak menemukan
kepastian.

Jika memang seperti itu, berarti satu sesi khusus tersebut


sungguh menyita waktu. Kita bisa bayangkan: kalau semua
murid disuruh membaca satu persatu, mulai dari “First
Lesson” hingga “Sixth Lesson”, sementara satu khisshoh di
KMI hanya berdurasi 45 menit, maka satu sesi tidak akan
cukup untuk menghabiskan semua bacaan, kecuali dengan
tergesa-gesa atau dengan mengabaikan pronunciation yang
benar, padahal prinsip utama dari Berlitz Method adalah
mengutamakan pronunciation daripada reading.

Belum lagi jika murid-murid kita, saat membaca, lupa dengan


pronunciation yang kita ajarkan, sehingga satu sesi tersebut
justru dihabiskan hanya untuk revisi pronunciation mereka!

Perlu diingat bahwa tujuan Berlitz menyuruh muridnya membaca


dari “First Lesson” hingga “Sixth Lesson” ialah supaya
muridnya “...accustom... to the looks of the words and
sentences..,” karena sang murid “...has now a sufficient
vocabulary to understand sentences...” Jadi, tujuannya hanya
supaya murid terbiasa melihat tulisan atau spelling dari
kata-kata dan kalimat-kalimat di buku. Sebelumnya, murid-
murid dilarang melihat buku atau dilarang melihat tulisan di
buku; kini, sang murid malah wajib melihat semua tulisan di
buku. Jadi, intinya, tujuan membaca adalah melihat tulisan.

Jika demikian halnya, kita bisa membuat alternatif aktifitas


kelas daripada sekadar menyuruh murid membaca, yang justru
adalah boring dan exhausting activity. Penulis mengusulkan

2
untuk menggantinya dengan aktifitas dictation. Tepatnya,
Dictation Game. Murid diberi satu permainan di mana
sejatinya mereka melihat dan mengingat spelling tulisan di
buku. Bahan dictation game diambil sepenuhnya dari buku,
dari “First Lesson” hingga “Sixth Lesson”. Ini, hemat
penulis, lebih dinamis daripada hanya menyuruh murid
membaca.

ATURAN MAIN “DICTATION GAME”


 Guru membagi kelas ke dalam beberapa kelompok (satu
kelompok terdiri dari 3-4 orang)
 Setiap kelompok diberi nama
 Guru menulis nama setiap kelompok di papan tulis
 Guru memberi satu lembar kertas ke setiap kelompok
 Guru memberi tugas di masing-masing kelompok (1 orang
notulen, satu orang ahli/pakar, dan satu orang lagi
editor)
 Tugas notulen adalah menulis jawaban; tugas pakar adalah
memberitahu jawaban; dan tugas editor adalah mengedit
jawaban sebelum menyerahkannya kepada guru
 Guru membagi Dictation Game ke dalam tiga bagian
permainan: bagian pertama, kata per kata; bagian kedua,
kalimat-kalimat pendek; bagian ketiga, kalimat-kalimat
panjang.
 Guru mulai mendikte kata per kata, diambil dari “First
Lesson” hingga “Sixth Lesson”
 Guru lalu mendikte kalimat per kalimat pendek, juga
diambil dari “First Lesson” hingga “Sixth Lesson”
 Guru akhirnya mendikte kalimat-kalimat panjang, dari
“First Lesson” hingga “Sixth Lesson”
 Guru membaca ulang semua kata, semua kalimat pendek, dan
semua kalimat panjang yang telah ia dikte untuk diedit
oleh para editor di setiap kelompok
 Guru menyuruh semua keloompok mengumpulkan kertas
jawabannya
 Guru memeriksa jawaban setiap kelompok

3
 Guru mengumumkan siapa “the winning groups”; juara 1,
juara 2, dan juara 3
 Guru memberikan hadiah/kenang-kenangan kepada the
winning groups

Dengan permainan seperti ini, tujuan Berlitz supaya murid


membaca untuk melihat tulisan, tercapai dengan cara yang
lebih fun.
Begitu selesai permainan ini, maka pada sesi berikutnya,
guru mulai mengajarkan pelajaran-pelajaran yang berkategori
“wajib-buku”, dari “Seventh Lesson” hingga “Fourteenth
Lesson”.

Anda mungkin juga menyukai