Daftar pokok
1 Riwayat Hidup
2 Dasar Ilmu Jiwa
2.1 Tahap Bayi (masa ketergantungan)
2.2 Masa kanak-kanak (masa permulaan pendidikan)
2.3 Masa anak tanggung (masa untuk belajar)
3 Asas-asas Pendidikan
3.1 Dasar Teologi
3.1.1 Ajaran tentang Allah (Allah yaitu kesatuan asli)
3.1.2 Ajaran tentang Allah (Kesatuan Allah dan
implikasinya untuk pendidikan)
3.2 Allah yaitu kesatuan yang tritunggal
3.2.1 Pengertian tentang Yesus
3.2.2 Pengertian Teologis tentang Manusia
3.2.3 Tabiat Manusia
3.2.4 Tugas Manusia
3.2.4.1 Pendidikan sbg pengalaman rohani
3.2.4.2 Asas Perkembangan
3.2.4.3 Penyampaian Guna melewati bahasa
simbol (simbol)
3.2.4.4 Berupaya bisa dengan Berbuat
4 Praktek Pendidikan
4.1 Tujuan umum
4.2 Kurikulum
4.3 Metodologi
4.4 Peranan Guru
4.5 Peranan Keluarga
5 Kesimpulan
6 Rujukan
7 Bacaan Lanjutan
8 Tautan Luar
Riwayat Hidup
Dalam dasar ilmu jiwa ini Froebel tidak memberikan batas-batas umur tertentu. Dia
hanya memakai tiga tahap yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, dan pada masa
tanggung. Selain itu, hal itu dituturkan Froebel karena perkembangan menurut
Froebel terjadi bukan karena umur tetapi apabila seorang anak sudah bisa
memenuhi kebutuhannya berpihak kepada yang benar itu sbg anak maupun sbg
orang dewasa. Argumen berlainan Froebel tidak memakai batas-batas umur tertentu
yaitu setiap tahap yang diberikan Froebel memiliki ciri khas tertentu.
Pada ronde ini Froebel menamakannya sbg tahap “pendahuluan” ronde “dasar
pendidikan. Pada tahap ini orangtua dituntut untuk aktif dan orangtua mesti
memperhatikan bayi sebelum bayi menunjukkan sikap yang dibuat atau gerakan
seperti menangis. Hal itu perlu diterapkan untuk sang bayi agar terjadi kesatuan
baru yaitu pertumbuhan batin dimana sang bayi akan menghormati orang yang telah
tersedia disekitarnya. Pada tahap perkembangan ini bayi juga dinamakan Saugling
yaitu menghisap, maksudnya pada tahap ini bayi menangkap keanekaragaman dari
sekitarnya. Oleh karenanya, orang di sekitar bayi tersebut bisa mengembangkan
lingkungan yang sehat, terlindung, menarik, dan murni. Selain itu, Froebel juga
sangat menekankan bahwa setiap gerakan bayi haruslah diteliti mulai dari bayi
tersebut tersenyum, sedang diam, dan juga saat bayi tersebut telah tersedia dalam
pangkuan ibu.
Froebel mengatakan bahwa tahap ini yaitu masa permulaan pendidikan karena pada
tahap ini anak sudah mulai bisa mengucapkan kata benda. Namun, kata yang
pertama yang dikatakan anak tersebut biasanya sedikit salah dan
yaitu kewajiban orang tua atau pendampingnya untuk menjadikan semakin baik
perkataan tersebut dengan mengucapkan kata yang dituturkan anak tersebut
dengan ada. Selain pengucapan, Froebel juga menekankan mengenai jadi pemain
dan menarik hubungan sela jadi pemain dengan pengalaman pendidikan. Menurut
Froebel, jadi pemain yaitu babak dimana perkembangan kepribadian sedang
terjadi. Oleh karenanya, ruang gerak anak tidak boleh dibatasi karena apabila cara
seorang anak dibatasi maka itu sama dengan mengikat nalar anaknya karena beliau
tidak tidak terikat untuk menjelajahi lingkungannya. Masa kanak-kanak ini habis
apabila seorang anak sudah memiliki pengalaman lahiriah dan menjadikannya sbg
pengalaman batiniah.
Dalam ronde ini, anak sudah mulai mendapat pendidikan secara formal
dan sistematis berpihak kepada yang benar itu di bawah bimbingan guru maupun di
bawah bimbingan orang tua. Titik beratnya ialah usaha untuk memperoleh ilmu
tentang hal-hal yang lahirial, khas, dan khusus. Dalam tahap ini, Froebel juga
menekankan bahwa anak memiliki kecenderungan untuk mengerjakan sesuatu dan
dalam mengerjakan sesuatu alangkah berpihak kepada yang benarnya bila orangtua
memperhatika apa yang dikerjakan anak dan memberikan dukungan dan apabila
pekerjaan tersebut selesai maka orang tua selayaknya memuji perkerjaan anak
tersebut. Dalam tahap ini juga anak sudah mulai bertalian dengan orang-orang di
sekitarnya sbg contoh orang-orang di sekitarnya menyadari bahwa anak ini memiliki
sifat yang buruk. Namun, menurut Froebel sifat buruk yang muncul dari anak ini
disebabkan oleh lingkungannya. Menurut Froebel, seorang anak menjadi nakal
karena di lingkungannya beliau tidak diperlakukan dengan berpihak kepada yang
benar.
Asas-asas Pendidikan
Dasar Teologi
Melewati ciri utama tersebut maka Fröbel menyimpulkan bahwa pendidikan yaitu
babak yang membimbing dan memperlengkapi seseorang mesti bersifat rohani dan
tidak hanya bersifat intelektual saja. Segala ilmu yang didapat oleh manusia juga
inginnya membantu manusia tersebut untuk memahami dirinya sbg jati diri dari
pengejawantahan Allah dan ilmu tersebut inginnya diiringi dengan penelitian yang
membantu diri dari orang tersebut. Ketika seseorang sudah mulai berpikir
bagaimana beliau mendapatkan ilmu ilmu maka beliau sudah mulai terlibat dalam
ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan juga mencakup orang berefleksi atas guna
kehidupannya dan untuk membantu orang tersebut untuk mencari kenal caranya
atau petunjuk-petunjuk yang berasal dari ilmu ilmu tersebut itulah teori pendidikan.
Berdasarkan pokok setiap ruang lingkup ini terdapat tiga keuntungan yaitu Fröbel
mempelopori penggunaan istilah yang memperkaya kemampuan orang untuk
memikirkan dan membicarakan pendidikan secara terperinci, pokok teologi atau
iman pribadi yang dianut para pemikir yang sudah kita pelajari tentu saja
memengaruhi pandangan terhadap pendidikan, tetapi hanya Fröbel sajalah yang
dengan sengaja memberikan gambaran pedagogsis yang tersirat dalam pandangan
teologisnya, dan yang terakhir Fröbel yakin bahwa karena jati diri ilahinya, maka
setiap orang berhak dan wajib melibatkan diri dalam pemikiran yang berpotensi
menghasilkan kehidupan yang paling hadir nilai, yaitu kehidupan yang
mencerminkan Kesatuan Ilahi dalam dirinya.
Dalam ronde ini, Fröbel juga memberikan tanggapan mengenai agama. Menurut
Fröbel, agama yaitu usaha insani untuk menyadarkan diri akan perasaan bahwa
pada asalnya manusia bersatu dengan Allah sbg dasar atau pendorong untuk
mengamalkan kesatuan itu dalam seluruh kondisi dan hubungannya. Fröbel
mengatakan bahwa agama akan terus mengalami perubahan dan perkembangan.
Hal ini dituturkannya berdasarkan pengalamannya ketika berupaya bisa mengenai
lingkungan kehidupan dan juga ketika beliau melihat tumbuhan. Selain itu, Fröbel
juga mengatakan bahwa pendidikan agama itu diperlukan untuk memperlancar
perasaan seseorang mengenai kesatuannya akan Allah dan bahwa beliau berasal
dari Allah. Namun, pendidikan agama ini tidak akan berjalan lancar apabila anak
tersebut tidak memiliki agama. Oleh karenanya, orangtua seharusnya dari kecil
memberikan ilmu kepada anak mengenai agama agar anak tersebut bisa memenuhi
jati diri sbg makhluk ilahi yang mencari kesatuan dengan Allah.
Menurut Fröbel, Yesus yaitu contoh yang sempurna tentang apa gunanya seorang
yang mengejawantahkan kesatuannya dengan Allah. Menurut Fröbel, Yesus tidak
yaitu anak Allah dan di dalamnya tidak tersirat tabiat ilahi bahkan dalam teologi
Fröbel, tidak telah tersedia pembicaraan mengenai Yesus sebagi juruslamat. Selain
itu, dalam teologi Fröbel juga tidak telah tersedia Golgota atau kubur yang terbuka,
argumennya yaitu manusia gagal dalam kehidupannya bukan karena tabiatnya yang
berdosa, melainkan karena kurang pendidikan yang hadir nilai. Menurut Fröbel,
percaya pada Yesus itu berfaedah mengikut Yesus. Menjadi percaya kepada Yesus
berfaedah melibatkan orang pada pengalaman yang semakin lapang daripada yang
hanya berkaitan dengan penggunaan kata-kata tertentu saja. Muslihat Fröbel juga
menantang umat Kristen untuk mengakui bahwa keinginan hidup selaras dengan
gaya hidup Yesus mencakup sebagian dari guna menjadi percaya kepada-Nya.
Menurut Fröbel, manusia yaitu pengejawantahan dari Roh Allah dan setiap orang
layaknya diperlakukan sebagaimana orang tersebut yaitu pengejawantahan dari
Allah. Menurut Fröbel, pengejawantahan ini bertalian dengan seluruh ciptaan
berlainan karena Roh Allah itu meresap dalam seluruh ciptaannya. Fröbel juga
mengatakan bahwa tujuan yang belakang sekali dari manusia sbg anak Allah dan
lingkungan kehidupan ialah untuk mengejawantahkan Roh Allah secara harmonis
dan menyatu.
Tabiat Manusia
Fröbel menolak pandangan dari ajaran ortodoks yang mengatakan bahwa manusia
itu pada dasarnya jahat. Fröbel mengatakan bahwa apabila kita mengatakan bahwa
manusia itu pada dasarnya jahat maka dengan kata berlainan kita sudah menghina
Allah. Oleh karenanya, Fröbel menolak dosa asal. Menurut Fröbel, manusia itu
memiliki sifat yang berpihak kepada yang benar hanya saja sifat tersebut sedang
tertanam dalam diri manusia tersebut dan untuk mengeluarkan sifat berpihak kepada
yang benar tersebut kita berpihak kepada yang benar sbg pembimbing mesti dengan
sabar mencari dan menemukan sifat berpihak kepada yang benar tersebut. Hal ini
juga dikaitkan dengan kondisi sosial dalam warga, Fröbel mengatakan bahwa
pendidikan yaitu sarana untuk menjadikan semakin baik kondisi warga.
Tugas Manusia
Menurut Fröbel, tugas utama manusia bukanlah membongkar apa yang sudah telah
tersedia tetapi membangun apa yang sudah telah tersedia, karena hal itu menuntut
pemikiran yang kreatif begitu pula dengan anak. Fröbel mengatakan bahwa anak
haruslah dilatih untuk menyusun sesuatu karena dengan menyusun maka cara
berpikir dari seorang anak sedang mengembang dan di dalam cara berpikir itu
muncul kreatifitas.
Untuk Fröbel, titik berat pendidikan untuk anak ada pada umur bersekolah di bawah
kelas Sekolah Menengah Pertama.
Asas Perkembangan
Hal ini bisa diterapkan dengan membangun tugas berupaya bisa swakaji (aktivitas)
berfaedah bahwa anak didik bukanlah bejana pasif yang menerima apa saja dari
susu, melainkan beliau yaitu seorang yang langsung naikkan ronde dalam
pendidikannya berdasarkan dengan asas yang dituturkan oleh John Amos
Comenius. Semboyan “belajar dengan bermain” memuat pesan bahwa anak perlu
berefleksi atas cara tersebut dalam terang perasaannya.
Di atas sudah diterangkan beberapa hal penting yang menurut Froebel mesti diteliti
dalam ronde pendidikan. Pada ronde ini akan dijabarkan mengenai Tujuan umum
pendidikan, kurikulum yang beliau untuk menjadi tiga, yaitu kurikulum untuk ibu,
kurikulum untuk taman kanak-kanak dan kurikulum untuk sekolah dasar, lalu
diterangkan pula mengenai metodologi, peranan guru dan hubungan sekolah dan
keluarga.
Tujuan umum
Dengan kata berlainan, tujuan pendidikan menurut Froebel yaitu untuk mendorong
dan membimbing manusia sbg sadar, berpikir dan memahami menjadi sedemikian
rupa sehingga beliau menjadi representasi murni dan sempurna itu hukum batin ilahi
melewati pilihan pribadinya sendiri; pendidikan mesti menunjukkan kepadanya cara
dan makna sampai tujuan tersebut. [3]
a. Pra sekolah Telah tersedia banyak petunjuk yang didapat yang mengatakan
bahwa karya-karya tulis Foebel tentang kurikulum bisa dimanfaatkan oleh para ibu
untuk mendidik anak pra sekolah. Tetapi disini telah tersedia 4 pelajaran yang akan
kita coba bahas dalam bukunya : Mottoes and Commenteries of Frobel’s Mother
play. Dalam buku tersebut, setiap bab terdiri dari selembar lukisan dari ukiran kayu,
sajak pendek dan penafsiran atas lukisan tersebut. Lukisannya berupa seorang anak
pra sekolah yang terlibat dalam beragam cara berdasarkan asas swakaji, seperti :
Dalam sajak berjudul “Si anak Laki-laki dan Bulan Purnama”. Sajak ini
mendorong para ibu agar jangan memberikan jawaban yang salah atas
pertanyaan dan keingintahuan anak, tetapi memberikan jawaban yang bijak,
jujur dan memiliki bibit muslihat yang bisa mengembang menjadi
pemahaman ilmiah dikemudian hari.
Dalam bab yang berjudul “Kerugian”. Melewati penggambaran kondisi yang
sedemikian rupa Froebel menolong para ibu untuk menjelaskan kepada
anak pra sekolah mengenai berperan hati-hati, waspada dan tidak gampang
tergoda.
Pelajaran berjudul “Si Kecil sbg Tukang Kebun”. Melewati cara yang telah
tersedia gunanya seperti berkebun, anak bisa dilatih untuk berperan secara
bertanggung jawab. Disini Froebel menekankan pada melibatkan anak pada
suatu babak pembelajaran melewati cara dan pengalaman.
Pelajaran mengenai “Beribadah di Gereja”. Melewati permainan, anak
memasuki diperkenalkan kepada hal-hal / konsep rohani tetapi bukan
dengan penjelasan definitif dan sulit untuk pemikiran anak pra sekolah
melainkan melewati ungkapan perasaan dan gerak tubuh (ekspresi) iman
sang ibu yang terlihat oleh anak.
Melewati buku dan karyanya, Froebel menolong para ibu untuk ‘mendidik’ anak
umur pra sekolah dengan memakai lukisan/gambar, sajak, kisah atau gerak tubuh
sehingga anak memperoleh suasana berupaya bisa yang menyenangkan sambil
menyiapkan untuk pengalaman berupaya bisa yang semakin teratur dikemudian
hari.
Pemberian (Gifts) terdiri dari 6 pemberian berupa sebuah kotak kayu yang
didalamnya terdapat berjenis-jenis barang yang akan menolong anak untuk
secara bertahap berupaya bisa, mulai dari hal-hal yang sederhana sampai
kepada yang makin konpleks.
a. Gift 1 – kotak kayu telah tersedia isinya 6 bola dari benang wol berwrna, merah,
kuning, biru, jingga, hijau dan ungu, enam buah jarum, sepotong belebas kayu
pendek yang sudah dilubangi -> anak berupaya bisa tentang konsep warna (dasar
dan sekunder) dan berupaya bisa ‘melakukan sesuatu” dengan benda-benda
tersebut.
b. Gift 2 – Sama dengan gift sebelumnya tetapi benang wol ditukar dengan benda-
benda yang bangun-bangunnya berbeda-beda, telah tersedia silinder, kubus dan
bola. -> anak berupaya bisa sifat khas setiap benda dan cara memanfaatkannya
secara kreatif melewati jadi pemain yang terpimpin bersama guru.
c. Gift 3 – terdiri dari 8 kotak kubus yang sama akbarnya yang membentuk sebuah
kotak kubus yang akbar. -> anak berupaya bisa menghitung, berupaya bisa tentang
hubungan sela ronde dan keseluruhan.
d. Gift 4 – Sebuah kotak yang terbangun dari 4 balok persegi panjang, 2 kubus yang
sama akbar, empat balok persegi empat -> anak berupaya bisa walaupun benda-
benda tersebut tidak sama bangun-bangun dan ukurannya tetapi bisa membentuk
satu kesatuan yaitu kubus yang akbar.
e. Gift 5 – Bangun-bangun kubus sedang telah tersedia tetapi kali ini bangun-
bangunnya semakin majemuk, terdiri dari kubus, kubus yang dipotong menjadi dua
agar membentuk dua buah segitiga, kubus berlainan yang dipotong membentuk 4
segitiga -> anak berupaya bisa tentang hubungan-hubungan yang semakin sulit dan
kompleks.
Kurikulumnya terdiri dari empat pelajaran utama : agama, ilmu ilmu lingkungan
kehidupan dan matematika, bahasa dan seni, serta karya seni.
Agama – menurut Froebel, pengalaman agama terlampau penting untuk untuk
dihafalakan saja, oleh karenanya beliau tidak mau mengajarkan pokok katekismus
tetapi beliau memaberikan empat pengalaman yang tergolong dalam vak pendidikan
agama : nyanyian rohani dan doa perbendaharaan gereja, peristiwa-peristiwa dalam
kehidupan Yesus, tabiat Allah yang dituturkan dalam segala ciptaanNya, serta
bimbingan yang menolong anak didik menang atas kesulitan.
Di sini Froebel buka muslihat kita bahwa pendidikan agama bukan hanya sekedar
ilmu tentang agama kita sendiri tetapi sebuah pemahaman yang bertumbuh sejalan
dengan babak kehidupan. Bahkan melewatinya anak diajar untuk merasakan
kehadiran Allah dan melibatkanNya dalam pengalaman wajar yang wajib beliau
atasi.
Metodologi
Telah tersedia beberapa jenis cara yang dipakai Froebel untuk mengembangkan
seseorang berdasarkan tabiatnya, yaitu : berdoa, diskusi, menghafalkan (walaupun
hanya tahap sekunder), mengucapkan jawaban secara bersama-sama (secara
berirama), jadi pemain, swakaji (guru tidak berceramah), meninjau dan memeriksa,
pelaporan (lisan maupun tertulis), berwawancara, mengajarkan berdasarkan pola-
pola (khusunya dalam vak bahasa), menuturkan kisah, latihan dan ulangan.
Peranan Guru
Peranan Keluarga
Di sini Froebel kembali mengangkat peranan ayah yang sama pentingnya dengan
pernan Ibu dalam babak perkembangan dan pendidikan anak. Keluarga mesti
menjadi wadah yang bisa mengembangkan seluruh probabilitas yang tersirat dalam
tabiat anak sbg mahluk yang diciptakan segambar dengan Allah.
Froebel melihat orang tua / keluarga yaitu kunci untuk memperbaharui pendidikan,
hal ini terwujud dalam bangun-bangun buku pegangan untuk kaum ibu.
Kesimpulan
Froebel bisa dituturkan sbg “rasul hak anak untuk mengembangkan kekayaan yang
terdapat dalam masa kanak-kanak”. Bagaimana beliau menaruh dasar-dasar yang
terinci menyiapkan anak pra sekolah (di bawah 6 tahun sekarang) memasuki alam
pendidikan yang sesungguhnya.[4].
Banyak sekali pemikiran dan cara –metode pendidikan anak pra sekolah yang
ditawarkan Froebel, sedang dipakai sampai saat ini, misalnya seperti urutan
pemakaian kotak-kotak pemberian (gifts), bernyanyi dengan menggerakkan bagian
badan, kerajinan tangan dan lain-lain. Walaupun sudah tidak sama persis tetapi
urutan cara berpikir dan konsepnya sedang sama.
Rujukan
1. ^ a b c d e f g h Boehlke, Robert. R; "Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman
Kanak-kanak", dalam Sejarah Perkembangan Muslihat dan Praktek
Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
2. ^ Fröbel, F. (1826) Pada Pendidikan Manusia (Die Nenschenerziehung),
Keilhau / Leipzig: Wienbrach.
3. ^ Friedrich Froebel 1826 Die Nenschenerziehung, hal. 2
4. ^ “Friedrich W.A. Froebel, Pendiri Taman Kanak-kanak”, dalam Boehlke,
Robert. R; Sejarah Perkembangan Muslihat dan Praktek Pendidikan Agama
Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997). Hal. 272-367