Anda di halaman 1dari 11

1.

Model pembelajaran Pestalozzi


Johan Heinrich Pestalozzi lahir di Zurich, Swiss pada tanggal 12 Januari 1746, dan
meninggal di Brugg pada tanggal 17 Februari 1827. Ayahnya seorang dokter ahli bedah
terkemuka berbangsa Italia yang beragama Protestan , namun beliau meninggal ketika Johan
berusia lima tahun. Dengan demikian Johan tumbuh dan besar di bawah asuhan ibunya.
Pengajaran pertama dia dapat dari kakeknya yang seorang pendeta.
Johann Heinrich Pestalozzi adalah seorang ahli pendidikan Swiss yang hidup antara 1746-
1827. Pestalozzi adalah seorang tokoh yang memiliki pengaruh cukup besar dalam dunia
pendidikan. Pestalozzi berpandangan bahwa anak pada dasarnya memiliki pembawaan yang
baik. Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada anak berlangsung secara bertahap
dan berkesinambungan.
Pestalozzi memiliki keyakinan bahwa segala bentuk pendidikan adalah berdasarkan pengaruh
panca indera, dan melalui pengalamanpengalaman tersebut potensi-potensi yang dimiliki oleh
seorang individu dapat dikembangkan.
Pestalozzi percaya bahwa cara belajar yang terbaik untuk mengenal berbagai konsep adalah
dengan melalui berbagai pengalaman antara lain dengan menghitung, mengukur, merasakan
dan menyentuhnya. Pandangannya tentang tujuan pendidikan ialah memimpin anak menjadi
orang yang baik dengan jalan mengembangkan semua daya yang dimiliki oleh anak.
Pestalozzi memandang bahwa segala usaha yang dilakukan oleh orang dewasa harus
disesuaikan dengan perkembangan anak menurut kodratnya. Hal ini disebabkan pendidikan
pada hakekatnya adalah suatu usaha pemberian pertolongan agar anak dapat menolong
dirinya sendiri di kemudian hari.
Pandangan Pestalozzi Pestalozzi (1746-1827) 10 tentang anak dapat disimpulkan bahwa anak
harus aktif dalam menolong atau mendidik dirinya sendiri. Selain itu perkembangan anak
berlangsung secara teratur, maju setahap demi setahap. Implikasi atau pengaruhnya adalah
bahwa pembelajaranpun harus maju teratur selangkah demi selangkah. Selain itu Pestalozzi
memandang bahwa keluarga merupakan cikal bakal pendidikan yang pertama. Sehingga
baginya seorang ibu memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam memberikan
dasardasar pendidikan yang pertama bagi anak-anaknya.
Dari pandangannya tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa lingkungan terutama
lingkungan keluarga memiliki andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian seorang
anak pada awal kehidupannya. Kasih sayang yang didapatkan anak dalam lingkungan
keluarganya, akan membantu mengembangkan potensinya. Dalam pandangan Pestalozzi
kecintaan yang diberikan ibu kepada anaknya, akan memberikan pengaruh terhadap keluarga,
serta menimbulkan rasa terima kasih dalam diri anak.
Pada akhirnya, rasa terima kasih tersebut akan menimbulkan kepercayaan anak terhadap
Tuhan. Dari uraian di atas, nampak bahwa Pestalozzi menghendaki bentuk pendidikan yang
harmonis yang seimbang antara jasmani, rohani, social dan agama
2. Model pembelajaran Proebel
Froebel yang bernama lengkap Friendrich Wilheim August Froebel, lahir di Jerman pada
tahun 1782 dan wafat pada tahun 1852. Pandangannya tentang anak banyak dipengaruhi oleh
Pestalozzi serta para filsuf Yunani. Froebel memandang anak sebagai individu yang pada
kodratnya bersifat baik. Sifat yang buruk timbul karena kurangnya pendidikan atau
pengertian yang dimiliki oleh anak tersebut.

Pandangan Froebel mengenai anak usia dini diantaranya; setiap tahap perkembangan yang
Friendrich Wilheim Froebel (1782-1852) 13 dialami oleh anak harus dipandang sebagai suatu
kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi, dan potensi itu akan hilang jika tidak dibina dan
dikembangkan. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak amatlah berharga serta
akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang.

Oleh karena itu masa anak merupakan masa emas (The Golden Age) bagi penyelenggaraan
pendidikan. Masa anak merupakan fase/tahap yang sangat fundamental bagi perkembangan
individu karena pada fase/tahap inilah terjadinya peluang yang cukup besar untuk
pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.

Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama bagi anak dalam kehidupannya, sangatlah
penting, karena kehidupan yang dialami oleh anak pada masa kecilnya akan menentukan
kehidupannya di masa depan. Froebel memandang pendidikan dapat membantu
perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman sebagai simbol dari pendidikan
anak. Apabila anak mendapatkan pengasuhan yang tepat, maka seperti halnya tanaman muda
akan berkembang secara wajar mengikuti hukumnya sendiri.

Pendidikan taman kanakkanak harus mengikuti sifat dan karakteristik anak. Oleh sebab itu
bermain dipandang sebagai metode yang tepat untuk membelajarkan anak, serta merupakan
cara anak dalam meniru kehidupan orang dewasa di sekelilingnya secara wajar. Froebel
memiliki keyakinan tentang pentingnya belajar melalui bermain
3. Model pembelajaran lighart
4. Model pembelajaran Montessori

Maria Montessori hidup sekitar tahun 1870-1952. Ia adalah seorang dokter dan ahli tentang
manusia yang berasal dari Italia. Pemikiran-pemikiran serta metode yang dikembangkannya
masih populer di seluruh dunia. Pandangan Montessori tentang anak tidak terlepas dari
pengaruh pemikiran ahli yang lain yaitu Rousseau dan Pestalozzi yang menekankan pada
pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan Maria Montessori (1870-1952)11 penuh kasih
agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal.

Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/TK sebagai suatu proses yang
berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri yang mengarah
pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri. Menurut Montessori,
persepsi anak tentang dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Untuk itu ia merancang
sejumlah materi yang memungkinkan indera seorang anak dikembangkan. Dengan
menggunakan materi untuk mengoreksi diri, anak menjadi sadar terhadap berbagai macam
rangsangan yang kemudian disusun dalam pikirannya.

Montessori mengembangkan alat-alat belajar yang memungkinkan anak untuk


mengeksplorasi lingkungan. Pendidikan Montessori juga mencakup pendidikan jasmani,
berkebun dan belajar tentang alam. Montessori beranggapan bahwa pendidikan merupakan
suatu upaya untuk membantu perkembangan anak secara menyeluruh dan bukan sekedar
mengajar. Spirit atau nilai-nilai dasar kemanusiaan itu berkembang melalui interaksi antara
anak dengan lingkungannya. Montessori meyakini bahwa ketika dilahirkan, anak secara
bawaan sudah memiliki pola perkembangan psikis atau jiwa.

Model bermain montessori telah banyak dikembangkan oleh satuan pendidikan. Montessori


telah banyak mengilhami proses pendidikan anak usia dini terutama yang bertalian dengan
perkembangan psikologis. Pengaruh Montessori cukup kuat di Swedia pada tahun 1950 an di
Perancis dan Amerika Serikat tahun 1960 an terutama yang bersifat pusat pembentukan
karakter anak usia dini seperti aktivitas secara spontan dan aktivitas sosial sehingga di
Swedia banyak dibentuk metode interest Center. metode ini bertujuan untuk menstimulasi
perkembangan anak secara intelektual emosional sosial dan psikal. Selain itu metode
pembelajaran dalam internet center dilakukan secara informal seperti free play, with material
available, Together For music,songs, conversation, story telling, rhythmic exercise, dancing,
gymnastics, and so forth. Anak-anak secara individual maupun didorong oleh guru untuk
beraktivitas dan berpartisipasi dalam bekerja dengan inisiatif sendiri sehingga mereka dapat
belajar, membaca, menulis, dan berhitung melalui aktivitas bermain. Pembelajaran yang
dikembangkan di dalam interst center ini didasari tiga model yaitu learning or transmission
model, development psychology model, integration model.

di Amerika Serikat dalam pendidikan anak usia dini begitu kuat dan kental sehingga para
orang tua anak usia dini di Amerika menjadikan pendidikan Montessori sebagai advokat di
sekolah-sekolah publik terutama di tahun 1960 an. bagian di Amerika Serikat terdapat dua
organisasi besar yang menyandarkan diri kepada Montessori yaitu Association Montessori
International atau Ami dan The American Montessori Society AMS yang mempromosikan
dan menerapkan konsep dan ide ide orisinil Montessori dalam konteks kultur temporer
Amerika.

Montessori percaya bahwa anak usia dini memiliki intelegensi alamiah yang meliputi aspek
aspek rasional empirical dan spiritual. memandang bahwa perkembangan anak mempunyai
periode rangkaian yang dinamai periode kritis. Pada periode tersebut anak usia dini mencari
atau meminta masukan sensori masukan aturan urutan dan tata tertib sebagai aktivitas yang
bebas untuk dipilih dan dieksplorasi secara mendalam tanpa intruksi dalam keadilan dan
ketenangan dari lingkungan yang membantu dan memilihnya secara baik. oleh karena itu
Oleh karena itu guru harus mendemonstrasikan pelajaran dengan kata-kata singkat patola
anak secara individu maupun kelompok telah siap untuk mempercepat rangkaian kematangan
diri secara benar.

model aktivitas bermain yang dirancang Montessori tidak menonjolkan aturan yang mengikat
anak secara individu maupun kelompok mereka bebas untuk mengatur dirinya sendiri yang
sekaligus dapat membangun konsentrasi dalam mencari atmosfer yang produktif dan kalem.
Konsentrasi yang dibangun dalam bermain merupakan momen yang baik untuk menemukan
kembali berbagai hal proses memasukkan sensori yang dicari dan dibutuhkan anak. Sensori
yang paling berpengaruh adalah penglihatan dan pendengaran.

5. Model pembelajaran Helen Parkust


MODEL PENGAJARAN DALTON (HELEN PARKHUST)

A. BIOGRAFI TOKOH
Helen Parkhust dilahirkan pada tahun 1887 di Amerika. Tahun 1904, ia menjadi guru di
sebuah sekolah yang memiliki satu ruang kelas besar dengan jumlah murid 40 orang. Murid-
murid di sekolah tersebut berbeda-beda tingkatan sehingga terdapat 8 kelas yang berkumpul
dalam satu ruangan. Pengajaran kadang-kadang dilakukan secara klasikal untuk murid yang
berbeda satu tingaktan kelasnya sedangkan yang lain mengerjakan tugas secara mandiri.
Dalam kondisi ini ruangan kelas menggambarkan seperti ruangan laboratorium anak-anak
sehingga Helen Parkhust menyebutnya sebagai ”Laboratorium Plan”.
Pada tahun 1913, Helen berkenalan dengan Montessori serta memperoleh berbagai
penjelasan tentang sekolah Montessori. Pada tahun 1914, ia untuk memutuskan untuk
mempelajari sekolah Montessori tersebut di Itali. Setelah meletusnya perang dunia pertama,
Helen mengungsi ke Amerika bersama Montessori. Di Amerika Helen menjadi murid
sekaligus asisten Montessori untuk mengembangkan pendidikan di Amerika. Dan ia semakin
tahu keunggulan dan kelemahan sistem pendidikan Montessori. Menurut anggapannya,
Montessori terlalu menekankan pengajaran individual sehingga murid-murid kurang
mendapatkan kesempatan untuk bersosialisasi. Dengan mempertimbangkan kelemahan
tersebut maka pada tahun 1919, ia mencoba konsep pendidikannya untuk anak cacat dan
sekolah menengah di kota Dalton. Keberhasilannya mengembangkan pendidikan tersebut
memberikan nama ciri pendidikan Helen Parkuhust sebagai ”The Dalton Plan”.

B. PANDANGAN DASAR TENTANG PENDIDIKAN


Pandangan dasar Helen Parkhust tentang pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan pengajaran harus disesuaikan dengan sifat dan keadaan individu yang
mempunyai tempo dan irama perkembangan sendiri-sendiri. Dengan demikian seorang anak
akan menguasai berbagai bahan pengajaran tanpa merasa terhambat oleh keunggulan dan
kelemahan anak yang lain. Namun, tetap memberikan kemungkinan untuk berintraksi,
bersosialisasi dan mengerjakan bersama dan bekerja secara mandiri untuk tugas tertentu.
2. Kegiatan pengajaran harus mrupak keterpaduan anatara bentuk klasikal dan bentuk
kegiatan individual.
3. Setiap tugas yang diberikan memberikan kemerdekan dan kebebasan untuk
mengerjakannya. Namun, tertib dan terjadwal membuat target dalam pencapaian setiap
tugasnya.
C. IMPLIKASI MODEL PENDIDIKAN DALTON
Sebagai suatu model khas, model pendidikan Dalton banyak memiliki perbedaan dengan
model pendidikan Montessori. Hal ini merupakan suatu keunggulan tersendiri bagi model
tersebut mengingat penciptannya (Helen Parkhust) cukup intensif melihat kelebihan dan
kelemah model pendidikan Montessori. Beberapa gambaran pelaksanaan model pendidikan
Dalton dapat diungkapkan sebagai berikut :
1. Ruangan Kelas
Ruangan kelas yang luas tetapi dipergunakan untuk memberikan pengajaran klasikal.
Ruangan kelas besar dapat dimodifikasi menjadi kelas-kelas kecil disebut dengan ruangan
vak atau sentra-sentra. Ruangan klasikal dipergunakan untuk menjelaskan hal-hal umum,
pengetahuan pokok yang sukar dipahami anak secara individual. Sementara ruangan vak atau
sentra terdiri atas satu mata pelajaran atau bidang pengembangan. Ada ruang vak ilmu bumi,
ilmu alam, berhitung, membaca dan sebagainya.

2. Guru
Guru harus seorang ahli yang menguasai dan mencintai vak bidang studi masing-masing.
Setiap guru akan memberikan penjelasan secara umum pada murid-murid yang mengunjungi
vak bidang studi sesuai dengan pokok bahasan yang secara umum dipelajari murid-murid.
Selain itu juga, guru harus menguasai perkembanagan setiap murid dalam mengerjakan
berbagai tugas sehingga dapat mengikuti tempo dan irama perkembangan setiap murid dalam
menguasai bahan-bahan pengajaran.

3. Bahan dan Tugas


Bahan pengajaran setiap vak secara umum terdiri dari bahan minimal dan bahan tambahan.
Bahan minimal merupakan bahan pengajaran yang harus dikuasai setiap murid dan
merupakan target kemampuan minimal. Sedangkan bahan tambahan merupakan
pengembangan atau pengayaan dari bahan pengajaran minimal tersebut. Namun demikian
bahan tambahan dapat diberikan ke seluruh murid apabila bahan minimal benar telah dikuasai
dengan tempo yang telah ditentukan.

4. Murid dan Tugasnya


Setiap murid akan memperoleh tugas dan penjelasan secara garis besar dalam bentuk
pengajaran klasikal tentang bahan pengajaran pada suatu vak atau bidang studi. Murid bebas
memilih mana yang ingin dipelajari terlebih dahulu dan bebas menentukan waktu
penyelesaian serta alat-alat yang dipergunakan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Untuk mengembangkan sosiabilitas, guru memperbolehkan murid-murid mengerjakan tugas
tertentu secara bersama-sama. Hanya saja tidak boleh mengerjakan bahan atau tugas saling
meniru satu sama lainnya.

6. Model pembelajaran john Dewey/learning by doing

Teori kognitif John Dewey dapat diaplikasikan dalam pembelajaran siswa khususnya pada
pembelajaran kognitif. Pembelajaran kognitif menekankan pada keaktifan siswa dalam
berpikir untuk memecahkan masalah dengan cara merekonstruksi masalah dengan
pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat. Hal ini tentunya akan melatih siswa untuk
berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah. Proses pembelajaran kognitif harus
dilakukan secara berkelanjutan agar ada perkembangan dalam kemampuan berpikir siswa.
Sugihartono dkk, (2007) menjelaskan misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi
pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah
informasi dengan cermat serta kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini siswa dituntut
untuk menjalani proses pembelajaran yang bersifat intensif agar siswa memiliki kemampuan
untuk memperoleh informasi hingga memperoleh kemampuan memecahkan masalah.
Berdasarkan pandangan kognitif tentang bagaimana pengetahuan diperoleh atau dibentuk,
belajar merupakan proses aktif dari pembelajar untuk membangun pengetahuannya
(Sugihartono dkk, 2007).
Teori kognitif merupakan landasan pokok bagi pembelajaran siswa karena teori ini
mengutamakan kemampuan siswa secara verbal. Tujuan pendidikan menurut teori belajar
kognitif adalah (Sugihartono dkk, 2007):
-     Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
-     Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat direkonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
-     Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi
menjadi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan kognitif lebih mengarah pada
kemandirian siswa dengan kata lain guru hanya menjadi mediator atau menyampaikan materi
pendidikan. Dengan cara tersebut maka kemampuan siswa menjadi lebih berkembang
sehingga kualitas pendidikan yang dimiliki oleh siswa tersebut menjadi lebih baik. Salah satu
metode pembelajaran kognitif yang paling tepat untuk diaplikasikan pada pembelajaran siswa
adalah model CBSA atau cara belajar siswa aktif. Cara ini dianggap paling efektiv untuk
pengembangan kognisi siswa.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tyler (1996: 20 dalam
Sugihartono dkk, 2007) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut:
-     Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri
-     Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
menjadi lebih kreatif dan imajinatif
-     Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
-     Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa
-     Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka
-     Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Beberapa contoh untuk pembelajaran kognitif antara lain pembelajaran melalui penelitian
ilmiah dan hasil penelitian tersebut didiskusikan di dalam forum diskusi. Manfaat lain dari
kegiatan diskusi ilmiah tersebut adalah melatih siswa berpikir objekif yang secara tidak
langsung berhubungan dengan gejala kognitif.

7. Model pembelajaran w.H. Kilpatrick

Pendidikan William Heard Kilpatrick. Dilatarbelakangi oleh kondisi dunia pendidikan yang
mengutamakan sains dan teknologi, mengesampingkan seni serta kemanusiaan. Serta terlalu
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut di mulai bahkan di jenjang
pendidikan anak usia dini. Play Based Learning hadir sebagai program pendidikan alternatif,
lewat kegiatan bermain anak-anak belajar dan mengembangkan potensi sesuai minat dan
bakat yang dimiliki tanpa adanya paksaan atau kepentingan orang dewasa. Play Based
Learning memberikan kesempatan kepada anak untuk terlibat secara aktif dalam proses
belajarnya. Penelitian ini juga berusaha untuk memahami pemikiran filsafat pendidikan
William Heard Kilpatrick guna menjadi instrument untuk membedah Konsep Pendidikan
dalam Play Based Learning. Penelitian ini merupakan penelitian kepusatakaan dengan
menggunakan metode hermeneutik filosofis. Objek material penelitian adalah Play Based
Learning beserta persoalan-persoalan di dalamnya. Sementara objek formal penelitian ini
adalah pemikiran-pemikiran pokok dari William Heard Kilpatrick yang relevan dengan Play
Based Learning. Penelitian ini berjalan dengan empat tahapan yakni inventarisasi dan
kategorisasi data, klasifikasi data, analisis dan penyusunan hasil. Hasil analisis penelitian
diolah dengan menggunakan beberapa unsur metodis filosofis yaitu, deskriptif, interpretasi,
kesinambungan historis, holistik dan refleksi kritis. Penelitian ini menunjukkan bahawa
William Heard Kilpatrick menghendaki terselenggaranya pendidikan yang berlandaskan
prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan yang dianggapnya mampu membawa manusia
menuju kehidupan yang lebih baik. Play Based Learning merupakan sebuah konsep
pendidikan yang menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran. Play Based Learning
dalam praktiknya menghadirkan ruang belajar yang natural dan memungkinkan anak untuk
tumbuh dan berkembang sesuai minat dan bakatnya. Filsafat Pendidikan William Heard
Kilpatrick tersirat dalam konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Play Based Learning.
Hubungan anatar guru dan murid serta pendekatan pembelajaran yang ditawarkan oleh Play
Based Learning dianggap sejalan dengan pemikiran Filsafat Pendidikan William Heard
Kilpatrick.

8. Model pembelajaran ovide Decroly

9. Model pembelajaran Vygotsky

Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky adalah bahwa belajar bagi anak
dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Inti konstruktivisme
Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan
sosial dalam belajar.

Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu pedoman dalam filosofi dan
antropologi sebaik psikologi. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui
interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Berhubungan dengan
proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep zone of proximal
development (ZPD) sebagai kapasitas potesial belajar anak yang dapat berwujud melalui bantuan
orang dewasa atau orang yang lebih terampil (Sujiono, 2012: 115).

ZPD atau scaffolding interpretation merupakan tahapan untuk mencapai taraf perkembangan yang
lebih tinggi. Empat tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:
a) Tindak anak-anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain
b) Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri
c) Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi
d) Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya. Pertama, menghendaki setting


kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-
strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing zone of proximal development
mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding.

Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif
sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha
menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah (https://utak-atik-psikologi.blogspot.com).

Menurut Vygotsky keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui


interaksi social langsung. Melalui pengoranisasian pengalaman-pengalaman interaksi social yang
berada dalam suatu latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan anak menjadi matang.
Pembelajaran berdasarkan scaffolding yaitu memberikan ketrampilan yang penting untuk
pemecahan masalah secara mandiri, seperti diskusi dan praktek langsung.

Zone of Proximal Development adalah wilayah dimana anak mampu untuk belajar dengan
bantuan orang yang kompeten. Batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan masalah yang
di capai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Dan batas yang lebih tinggi ialah level
tanggung jawab tambahan yang dapat di terima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang
mampu.
Ada beberapa prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky dikelas :

 Belajar dan berkembang adalah aktivitas sosial dan kolaboratif.

 ZPD dapat menjadi pemandu dalam penyusunan kurikulum dan pelajaran.


 Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh dipisahkan dari
pengetahuan anak-anak yang dibangun dalam ‘dunia nyata’ mereka.

10. Model pembelajaran jean Piaget

Menurut pandangan Piaget (dalam Sujiono, 2012: 120) intelegensi anak berkembang melalui
suatu proses active learning dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk terlihat
secara aktif dalam kegiatan yang dapat mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera anak.

Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 fase, yaitu:


a. Sensori Motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini anak berinteraksi dengan dunia sekitar melalui panca indera. Dapat berpikir
kompleks seperti bagaimana cara untuk mendapatkan suatu benda yang diinginkan dan melakukan
apa yang diinginkannya dengan benda tersebut. Kemampuan ini merupakan awal berpikir secara
simbolik yaitu kemampuan untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara
empirik.

b. Pra Operasional (2-7 tahun)


Fase ini merupakan masa permulaan anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun
pikirannya. Cara berpikir anak belum stabil dan belum terorganisir secara deduktif.

c. Operasi Konkret (7-12 tahun)


Anak sudah mempunyai kemampuan berpikir secara logis dengan syarat objek yang menjadi
sumber berpikir tersebut hadir secara konkret. Anak dapat mengklasifikasi objek, mengurutkan
benda sesuai dengan tata urutannya, memahami cara pandang orang lain dan berpikir secara
deduktif.

d. Operasi Formal (12 tahun ke atas)


Anak dapat bepikir secara abstrak seperti kemampuan mengemukakan ide-ide, memprediksi
kejadian yang akan terjadi, melakukan proses berpikir ilmiah yaitu mengemukakan hipotesis dan
menentukan cara untuk membuktikan kebenaran hipotesis tersebut.

Anda mungkin juga menyukai