Pandangan Froebel mengenai anak usia dini diantaranya; setiap tahap perkembangan yang
Friendrich Wilheim Froebel (1782-1852) 13 dialami oleh anak harus dipandang sebagai suatu
kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi, dan potensi itu akan hilang jika tidak dibina dan
dikembangkan. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak amatlah berharga serta
akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang.
Oleh karena itu masa anak merupakan masa emas (The Golden Age) bagi penyelenggaraan
pendidikan. Masa anak merupakan fase/tahap yang sangat fundamental bagi perkembangan
individu karena pada fase/tahap inilah terjadinya peluang yang cukup besar untuk
pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang.
Pendidikan keluarga sebagai pendidikan pertama bagi anak dalam kehidupannya, sangatlah
penting, karena kehidupan yang dialami oleh anak pada masa kecilnya akan menentukan
kehidupannya di masa depan. Froebel memandang pendidikan dapat membantu
perkembangan anak secara wajar. Ia menggunakan taman sebagai simbol dari pendidikan
anak. Apabila anak mendapatkan pengasuhan yang tepat, maka seperti halnya tanaman muda
akan berkembang secara wajar mengikuti hukumnya sendiri.
Pendidikan taman kanakkanak harus mengikuti sifat dan karakteristik anak. Oleh sebab itu
bermain dipandang sebagai metode yang tepat untuk membelajarkan anak, serta merupakan
cara anak dalam meniru kehidupan orang dewasa di sekelilingnya secara wajar. Froebel
memiliki keyakinan tentang pentingnya belajar melalui bermain
3. Model pembelajaran lighart
4. Model pembelajaran Montessori
Maria Montessori hidup sekitar tahun 1870-1952. Ia adalah seorang dokter dan ahli tentang
manusia yang berasal dari Italia. Pemikiran-pemikiran serta metode yang dikembangkannya
masih populer di seluruh dunia. Pandangan Montessori tentang anak tidak terlepas dari
pengaruh pemikiran ahli yang lain yaitu Rousseau dan Pestalozzi yang menekankan pada
pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan Maria Montessori (1870-1952)11 penuh kasih
agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal.
Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/TK sebagai suatu proses yang
berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri yang mengarah
pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri. Menurut Montessori,
persepsi anak tentang dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Untuk itu ia merancang
sejumlah materi yang memungkinkan indera seorang anak dikembangkan. Dengan
menggunakan materi untuk mengoreksi diri, anak menjadi sadar terhadap berbagai macam
rangsangan yang kemudian disusun dalam pikirannya.
di Amerika Serikat dalam pendidikan anak usia dini begitu kuat dan kental sehingga para
orang tua anak usia dini di Amerika menjadikan pendidikan Montessori sebagai advokat di
sekolah-sekolah publik terutama di tahun 1960 an. bagian di Amerika Serikat terdapat dua
organisasi besar yang menyandarkan diri kepada Montessori yaitu Association Montessori
International atau Ami dan The American Montessori Society AMS yang mempromosikan
dan menerapkan konsep dan ide ide orisinil Montessori dalam konteks kultur temporer
Amerika.
Montessori percaya bahwa anak usia dini memiliki intelegensi alamiah yang meliputi aspek
aspek rasional empirical dan spiritual. memandang bahwa perkembangan anak mempunyai
periode rangkaian yang dinamai periode kritis. Pada periode tersebut anak usia dini mencari
atau meminta masukan sensori masukan aturan urutan dan tata tertib sebagai aktivitas yang
bebas untuk dipilih dan dieksplorasi secara mendalam tanpa intruksi dalam keadilan dan
ketenangan dari lingkungan yang membantu dan memilihnya secara baik. oleh karena itu
Oleh karena itu guru harus mendemonstrasikan pelajaran dengan kata-kata singkat patola
anak secara individu maupun kelompok telah siap untuk mempercepat rangkaian kematangan
diri secara benar.
model aktivitas bermain yang dirancang Montessori tidak menonjolkan aturan yang mengikat
anak secara individu maupun kelompok mereka bebas untuk mengatur dirinya sendiri yang
sekaligus dapat membangun konsentrasi dalam mencari atmosfer yang produktif dan kalem.
Konsentrasi yang dibangun dalam bermain merupakan momen yang baik untuk menemukan
kembali berbagai hal proses memasukkan sensori yang dicari dan dibutuhkan anak. Sensori
yang paling berpengaruh adalah penglihatan dan pendengaran.
A. BIOGRAFI TOKOH
Helen Parkhust dilahirkan pada tahun 1887 di Amerika. Tahun 1904, ia menjadi guru di
sebuah sekolah yang memiliki satu ruang kelas besar dengan jumlah murid 40 orang. Murid-
murid di sekolah tersebut berbeda-beda tingkatan sehingga terdapat 8 kelas yang berkumpul
dalam satu ruangan. Pengajaran kadang-kadang dilakukan secara klasikal untuk murid yang
berbeda satu tingaktan kelasnya sedangkan yang lain mengerjakan tugas secara mandiri.
Dalam kondisi ini ruangan kelas menggambarkan seperti ruangan laboratorium anak-anak
sehingga Helen Parkhust menyebutnya sebagai ”Laboratorium Plan”.
Pada tahun 1913, Helen berkenalan dengan Montessori serta memperoleh berbagai
penjelasan tentang sekolah Montessori. Pada tahun 1914, ia untuk memutuskan untuk
mempelajari sekolah Montessori tersebut di Itali. Setelah meletusnya perang dunia pertama,
Helen mengungsi ke Amerika bersama Montessori. Di Amerika Helen menjadi murid
sekaligus asisten Montessori untuk mengembangkan pendidikan di Amerika. Dan ia semakin
tahu keunggulan dan kelemahan sistem pendidikan Montessori. Menurut anggapannya,
Montessori terlalu menekankan pengajaran individual sehingga murid-murid kurang
mendapatkan kesempatan untuk bersosialisasi. Dengan mempertimbangkan kelemahan
tersebut maka pada tahun 1919, ia mencoba konsep pendidikannya untuk anak cacat dan
sekolah menengah di kota Dalton. Keberhasilannya mengembangkan pendidikan tersebut
memberikan nama ciri pendidikan Helen Parkuhust sebagai ”The Dalton Plan”.
2. Guru
Guru harus seorang ahli yang menguasai dan mencintai vak bidang studi masing-masing.
Setiap guru akan memberikan penjelasan secara umum pada murid-murid yang mengunjungi
vak bidang studi sesuai dengan pokok bahasan yang secara umum dipelajari murid-murid.
Selain itu juga, guru harus menguasai perkembanagan setiap murid dalam mengerjakan
berbagai tugas sehingga dapat mengikuti tempo dan irama perkembangan setiap murid dalam
menguasai bahan-bahan pengajaran.
Teori kognitif John Dewey dapat diaplikasikan dalam pembelajaran siswa khususnya pada
pembelajaran kognitif. Pembelajaran kognitif menekankan pada keaktifan siswa dalam
berpikir untuk memecahkan masalah dengan cara merekonstruksi masalah dengan
pengetahuan dan pengalaman yang telah didapat. Hal ini tentunya akan melatih siswa untuk
berpikir secara rasional dalam memecahkan masalah. Proses pembelajaran kognitif harus
dilakukan secara berkelanjutan agar ada perkembangan dalam kemampuan berpikir siswa.
Sugihartono dkk, (2007) menjelaskan misi dari pemerolehan pengetahuan melalui strategi
pembelajaran kognitif adalah kemampuan memperoleh, menganalisis, dan mengolah
informasi dengan cermat serta kemampuan pemecahan masalah. Dalam hal ini siswa dituntut
untuk menjalani proses pembelajaran yang bersifat intensif agar siswa memiliki kemampuan
untuk memperoleh informasi hingga memperoleh kemampuan memecahkan masalah.
Berdasarkan pandangan kognitif tentang bagaimana pengetahuan diperoleh atau dibentuk,
belajar merupakan proses aktif dari pembelajar untuk membangun pengetahuannya
(Sugihartono dkk, 2007).
Teori kognitif merupakan landasan pokok bagi pembelajaran siswa karena teori ini
mengutamakan kemampuan siswa secara verbal. Tujuan pendidikan menurut teori belajar
kognitif adalah (Sugihartono dkk, 2007):
- Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk
menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.
- Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat direkonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari.
- Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru berfungsi sebagai mediator, fasilitator, dan teman yang membuat situasi
menjadi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan kognitif lebih mengarah pada
kemandirian siswa dengan kata lain guru hanya menjadi mediator atau menyampaikan materi
pendidikan. Dengan cara tersebut maka kemampuan siswa menjadi lebih berkembang
sehingga kualitas pendidikan yang dimiliki oleh siswa tersebut menjadi lebih baik. Salah satu
metode pembelajaran kognitif yang paling tepat untuk diaplikasikan pada pembelajaran siswa
adalah model CBSA atau cara belajar siswa aktif. Cara ini dianggap paling efektiv untuk
pengembangan kognisi siswa.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tyler (1996: 20 dalam
Sugihartono dkk, 2007) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan
pembelajaran, sebagai berikut:
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
menjadi lebih kreatif dan imajinatif
- Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru
- Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa
- Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka
- Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Beberapa contoh untuk pembelajaran kognitif antara lain pembelajaran melalui penelitian
ilmiah dan hasil penelitian tersebut didiskusikan di dalam forum diskusi. Manfaat lain dari
kegiatan diskusi ilmiah tersebut adalah melatih siswa berpikir objekif yang secara tidak
langsung berhubungan dengan gejala kognitif.
Pendidikan William Heard Kilpatrick. Dilatarbelakangi oleh kondisi dunia pendidikan yang
mengutamakan sains dan teknologi, mengesampingkan seni serta kemanusiaan. Serta terlalu
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut di mulai bahkan di jenjang
pendidikan anak usia dini. Play Based Learning hadir sebagai program pendidikan alternatif,
lewat kegiatan bermain anak-anak belajar dan mengembangkan potensi sesuai minat dan
bakat yang dimiliki tanpa adanya paksaan atau kepentingan orang dewasa. Play Based
Learning memberikan kesempatan kepada anak untuk terlibat secara aktif dalam proses
belajarnya. Penelitian ini juga berusaha untuk memahami pemikiran filsafat pendidikan
William Heard Kilpatrick guna menjadi instrument untuk membedah Konsep Pendidikan
dalam Play Based Learning. Penelitian ini merupakan penelitian kepusatakaan dengan
menggunakan metode hermeneutik filosofis. Objek material penelitian adalah Play Based
Learning beserta persoalan-persoalan di dalamnya. Sementara objek formal penelitian ini
adalah pemikiran-pemikiran pokok dari William Heard Kilpatrick yang relevan dengan Play
Based Learning. Penelitian ini berjalan dengan empat tahapan yakni inventarisasi dan
kategorisasi data, klasifikasi data, analisis dan penyusunan hasil. Hasil analisis penelitian
diolah dengan menggunakan beberapa unsur metodis filosofis yaitu, deskriptif, interpretasi,
kesinambungan historis, holistik dan refleksi kritis. Penelitian ini menunjukkan bahawa
William Heard Kilpatrick menghendaki terselenggaranya pendidikan yang berlandaskan
prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan yang dianggapnya mampu membawa manusia
menuju kehidupan yang lebih baik. Play Based Learning merupakan sebuah konsep
pendidikan yang menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran. Play Based Learning
dalam praktiknya menghadirkan ruang belajar yang natural dan memungkinkan anak untuk
tumbuh dan berkembang sesuai minat dan bakatnya. Filsafat Pendidikan William Heard
Kilpatrick tersirat dalam konsep pendidikan yang ditawarkan oleh Play Based Learning.
Hubungan anatar guru dan murid serta pendekatan pembelajaran yang ditawarkan oleh Play
Based Learning dianggap sejalan dengan pemikiran Filsafat Pendidikan William Heard
Kilpatrick.
Konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vygotsky adalah bahwa belajar bagi anak
dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik. Inti konstruktivisme
Vygotsky adalah interaksi antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan
sosial dalam belajar.
Konstruktivisme adalah suatu teori belajar yang mempunyai suatu pedoman dalam filosofi dan
antropologi sebaik psikologi. Vygotsky memandang bahwa kognitif anak berkembang melalui
interaksi sosial. Anak mengalami interaksi dengan orang yang lebih tahu. Berhubungan dengan
proses pembentukan pengetahuan, Vygotsky mengemukakan konsep zone of proximal
development (ZPD) sebagai kapasitas potesial belajar anak yang dapat berwujud melalui bantuan
orang dewasa atau orang yang lebih terampil (Sujiono, 2012: 115).
ZPD atau scaffolding interpretation merupakan tahapan untuk mencapai taraf perkembangan yang
lebih tinggi. Empat tahapan yang terjadi dalam perkembangan dan pembelajaran:
a) Tindak anak-anak masih dipengaruhi/dibantu orang lain
b) Tindakan anak didasarkan atas inisiatif sendiri
c) Tindakan anak berkembang spontan dan terinternalisasi
d) Tindakan spontan akan terus diulang-ulang hingga anak siap untuk berpikir secara abstrak.
Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan
model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif
sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha
menemukan konsep-konsep dan pemecahan masalah (https://utak-atik-psikologi.blogspot.com).
Zone of Proximal Development adalah wilayah dimana anak mampu untuk belajar dengan
bantuan orang yang kompeten. Batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan masalah yang
di capai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Dan batas yang lebih tinggi ialah level
tanggung jawab tambahan yang dapat di terima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang
mampu.
Ada beberapa prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky dikelas :
Menurut pandangan Piaget (dalam Sujiono, 2012: 120) intelegensi anak berkembang melalui
suatu proses active learning dengan cara memberikan kesempatan kepada anak untuk terlihat
secara aktif dalam kegiatan yang dapat mengoptimalkan penggunaan seluruh panca indera anak.