Anda di halaman 1dari 11

Pendidikan oleh Maria Montessori

Riwayat Singkat
Maria Montessori Lahir di Chiaravalle, Ancona, Italia pada tanggal 31 Agustus
1870 dan meninggal pada bulan Mei tanggal 6 Tahun 1952 pada usia ke 81 di Noordwijk,
Netherland adalah seorang pendidik, ilmuwan, dokter Italia. Ia mengembangkan sebuah
metode pendidikan anak-anak dengan memberi kebebasan bagi mereka untuk melakukan
kegiatan dan mengatur acara harian. Metode ini kelak dikenal dengan Metode Montessori.
Maria Montessori mengenyam pendidikan teknik pada sebuah sekolah teknik dan
lulus dengan pujian. Setelah itu ia masuk ke dalam Regio Instituto Tecnico Leonardo da
Vinci pada 1886 hingga 1890 untuk mempelajari bahasa dan ilmu alam. Pada 1890, ia
melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa kedokteran. Sebuah hal yang dipuji dan
mengagetkan karena ia adalah mahasiswa kedokteran wanita Italia yang pertama. Pada
masa itu, sebuah hal yang mustahil bagi wanita Italia untuk memperoleh pendidikan
kedokteran. Ia lulus dari sekolah kedokteran dengan pujian.

Nilai - nilai pendidikan


1. Pendekatan perorangan dalam belajar
2. Kombinasi pendidikan akademik dan sosial
3. Memupuk rasa keingintahuan anak, dan mereka didorong untuk berani melakukan
eksplorasi.
4. Konsep abstrak dipresentasikan secara nyata
5. Ketrampilan dan rutinitas yang diajarkan di sekolah akan diterapkan anak dalam
kehidupannya sehari-hari hingga dewasa

Tujuan Pembelajaran
Mencapai pola pendidikan baru yaitu :
1. Pendidikan yang Membebaskan Anak dari Ketergantungan terhadap Orang Dewasa
2. Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang untuk Mengoptimalkan Kekuatan Unik
pada Dirinya untuk Mengembangkan Diri
3. Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang kepada Mereka untuk Berinteraksi
dengan Lingkungannya secara Bebasa dengan Penuh Kesabaran, Simpati,
Kehangatan dan Kasih Sayang
4. Pendidikan Anak yang Memberikan Peluang kepada Mereka untuk Berinteraksi
dengan Lingkungannya secara Bebasa dengan Penuh Kesabaran, Simpati,
Kehangatan dan Kasih Sayang
5. Pendidikan anak yang Mampu Memberikan Kondisi dan Perlakuan (Bantuan) yang
Tepat

Model pembelajaran
Penerapan atau implementasi metode Montessori di Indonesia didasarkan pada tiga area
dasar keterlibatan anak yaitu :
1. Pendidikan praktis/ gerak motorik meliputi :
a. Lingkungan yg siap menekankan aktivitas dasar sehari-hari. Misal: berjalan dg
tertib, membawa benda spt baki & kursi, dlsb.
b. Bingkai berpakaian. Misal: mengancingkan, membuka & menutup resleting,
mengikat, menekuk, & menali. (Mandiri & konsentrasi)
c. Aktivitas berbasis air. Misal: menggosok, mencuci, & menuang. (Sarana
pengembangan koordinasi)
d. Latihan kehidupan praktis. Misal: mengelap cermin, sepatu, daun tanaman,
meyapu lantai, membersihkan furnitur, & mengupas sayur.
2. Materi sensorik untuk pelatihan indera meliputi :
a. Melatih indera agar fokus pada beberapa kualitas tertentu yg terlihat seperti
Membedakan banyak rangsangan yg diterima,Membuat anak lebih mengenali
kapasitas tubuh untuk menerima, menafsirkan, & menggunakan rangsangan.
b. Membantu mempertajam kekuatan anak untuk mengamati & membedakan secara
visual, Ketrampilan ini berfungsi sebagai dasar bagi kesiapan membaca awal
anak.
c. Meningkatkan kemampuan anak untuk berpikir sebagai proses yang bergantung
pada kemampuan membedakan, mengklasifikasikan & mengatur.
3. Materi akademik untuk pengajaran menulis, membaca, & matematika :
a. Disajikan secara berurutan yg mendukung menulis sebagai basis pembelajaran
membaca.
b. Montessori yakin bahwa Anak siap menulis pada usia 4 th,Menulis & membaca
pada usia 4 & 5 tahun

Proses pembelajaran
Montessori membagi belajar dalam tiga hal :
1. Pengenalan akan identitas
Contoh, membuat hubungan antara benda yang sedang ditunjukkan dengan nama
benda.
2. Pengenalan akan perbandingan
Tahap kedua ini untuk meyakinkan bahwa anak memahami
3. Perbedaan antara benda-benda yang serupa
Tujuan proses belajar tiga tahap adalah mengajarkan konsep baru dengan
pengulangan. Cara ini juga membantu guru-guru melihat seberapa baik anak-anak
menguasai dan menyerap apa yang sedang diajarkan kepada mereka.

Montessori menyebutkan tiga ciri utama pelajaran yang diberikan secara individual yaitu:
1. Pelajaran yang diberikan harus singkat
2. Pelajaran harus sederhana
3. Pelajaran harus objektif

Peran Guru
Tugas guru ialah membantu dan mendorong anak-anak yang memungkinkan mereka
untuk mengembangkan kepercayaan diri dan disiplin batin sehingga jika ada yang dirasa
kurang perlu intervernsi bagi perkembangan anak. Intervensi ini biasanya dilakukan
dengan menginterupsi anak-anak dan kemudian terlibat total (engaged) dalam momen
kegiatan, minat, dan proses berpikir anak. Guru karenanya memainkan peran pengarah
di kelas dan terlibat dalam aktivitas self directed anak. Secara rinci, guru menjadi
observer perilaku dan menjadi fasilitator yang mengkondisikan suasan nyaman,
menyenangkan dan produktif bagi anak agar anak-anak lancer bergerak sepanjang proses
belajar. Jadi, guru bergerak di antara pembelajaran penuh konsentrasi menuju fase
pemulihan yang terorganisir. Ini berarti guru hanya mencoba membaca anak lebih dekat
dengan realitas melalui penyelidikan sensorik dan aktivitas praktis untuk kemudian
membiarkan (sembari mengamati) prosesnya pada keingin-tahuan dan kepekaan anak.

Landasan Filosofis
Pendidikan oleh Montessori adalah sistem pendidikan yang membantu setiap anak
meraih potensinya di semua bidang kehidupan. Metode ini dikembangkan oleh Dr. Maria
Montessori, lebih dari 100 tahun lalu dan terbukti sukses diterapkan di berbagai negara
yang berbeda-beda kulturnya. Maria percaya bahwa setiap individu harus mengedukasi
dirinya sendiri, sedangkan guru menyediakan informasi dan bimbingan kepada siswa di
lingkungan yang edukatif. Ia merasa bahwa tujuan pendidikan usia dini haruslah
memupuk keingintahuan anak-anak, kecintaan mereka pada ilmu pengetahuan, serta
keinginan yang kuat untuk terus belajar.

Pendidikan oleh Friedrich Wilhelm August Fröbel


Riwayat Singkat
Friederich Wilhelm August Froebel yang biasa dipanggil Froebel. Froebel lahir di
Oberweißbach, Saalfeld-Rudolstadt, Thuringen, Jerman, 21 April 1782 dan meninggal
diSchweina, Wartburgkreis, Thuringen, Jerman, 21 Juni 1852 pada umur 70
tahun. Froebel merupakan salah satu tokoh pendidikan yang karya dan pemikirannya
masih dijadikan acuan bagi dunia pendidikan modern hingga saat ini. Froebel seorang
tokoh pendidik raksasa yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh sejumlah
pemikir Jerman yang ternama dan berpengaruh pada akhir abad 18 dan awal abad 19,
diantaranya Johann Friederich Herbart (1776-1831).
Froebel anak bungsu dari enam bersaudara. Ayahnya, pendeta Johann Jakob
Froebel melayani enam desa di daerah tersebut. Ibunya meninggal pada saat ia berumur
sembilan bulan. Pada tahun 1792 Paman dari pihak ibunya yang bernama Johann
Cristoph Hoffmann yang melayani di Stadt-Ilm, mengambil Froebel muda yang baru
berusia sepuluh tahun dan memeliharanya selama 5 tahun. Bersama pamannya
Froebelmuda merasakan kasih dan penghargaan sebagai seorang anak. Pada musim
panas tahun 1797, Froebel pindah ke Hirschberg dekat perbatasan ke Bavaria dan belajar
tentang perhutanan, penilaian, land surveying serta geometri.

Nilai - nilai pendidikan


1. Pertama, bahwa perkembangan alamiah menyatakan dirinya dalam perkembangan
individu dan harus ditunjukkan dalam pengajaran tentang ilmu pengetahuan,
kemanusiaan dan agama
2. Kedua, pendidikan harus diatur demi harmonisnya dengan perkembangan alam yang
natural dari anak-anak
3. Ketiga, pendidikan harus membuka dan mengembangkan keseluruhan pribadi
manusia, agama seharusnya diajarkan dalam rangka mengolah emosi; alam harus
dipelajari sebagai pewahyuan diri Allah dan matematika harus diapresiasikan
sebagai simbol hukum universa. Bahasa juga menghubungkan manusia dengan
hukum dan ritme benda-benda dan harus menjadi bagian dari pendidikan
4. Keempat, seni harus diajarkan karena merupakan talenta umum manusia dan dapat
menghadirkan keharmonisan dalam diri manusia.

Tujuan Pembelajaran
1. Pendidikan Kristiani
2. Froebel tidak menyarankan untuk mendorong anak-anak belajar menghafalkan
simbol iman (katekismus, pengakuan iman dll) karena ada bahayanya dikemudian
hari apabila tidak diikuti dengan teladan dalam praktik kehidupan sehari-hari.
3. Intisari agama Kristen perlu meresap (infuse) secara wajar ke dalam seluruh
pengalaman belajar, seperti : membaca, menulis dan menghitung. Tidak ada usaha
untuk mendorong anak mengucapkan apa saja gagasan dan perasaan “rohani” yang
bukan miliknya.
4. Membimbing manusia untuk berpikir dan memahami menjadi sedemikian rupa
sehingga ia menjadi representasi murni dan sempurna itu hukum batin ilahi melalui
pilihan pribadinya sendiri; pendidikan harus menunjukkan kepadanya cara dan
makna mencapai tujuan tersebut

Model pembelajaran
Dalam pendidikan ini Froebel kemudian menyusun dan mengembangkan kurikulum
pendidikan yang terecana dan sistematis yaitu gift dan occupation: pemberian yang
menyediakan permainan-permainan dan usaha, kerja yang bisa dibuat dengan
permaianan yang ada
Gifts adalah obyek yang dapat dipegang dan dipergunakan anak sesuai dengan
instruksi dari guru dan dengan demikian anak dapat belajar tentang bentuk, ukuran warna
serta konsep yang diperoleh melalui menghitung, mengukur, membedakan dan
membandingkan.
Occupations adalah materi yang dirancang untuk mengembangkan berbagai variasi
keterampilan yang utama adalah psikomotor melalui aktivitas: menjahit dengan papan
jahitan, membuat bentuk dengan mengikuti titik, membuat lilin, menggunting bentuk,
meronce, menggambar, menenun, menempel, dan melipat kertas.

Proses pembelajaran
1. Pengembangan autoaktivitas. Anak didik pada dasarnya merupakan individu yang
aktif. Bila anak belum menunjukkan aktivitas perlu di dorong untuk aktif sehingga
dapat melakukan berbagai kegiatan (pekerjaan) yang produktif
2. Kedua, kebebasan atau suasana merdeka. Autoaktivitas anak akan tumbuh
dan berkembang jika pada anak diberikan kesempatan sesuai potensinya masing-
masing. Melalui suasana bebas atau merdeka, anak akan memperoleh kesempatan
mengembangkan daya fantasi atau khayalnya, terutama daya cipta untuk membentuk
sesuatu dengan kekuatan fantasi anak.
3. Ketiga, pengamatan dan peragaan. Kegiatan ini dimaksudkan terutama dalam
mengembangkan seluruh indra anak.
Peran Guru
Froebel menekankan pada pentingnya peranan guru untuk mempersiapkan
pengalaman belajar, merencanakan pengalaman belajar selengkap mungkin tetapi
bersedia terus mengevaluasi rencana itu demi pengalaman belajar yang lebih dalam bagi
si anak didik. Oleh karena tugas dan peranan guru yang tidak sesederhana itu, Froebel
menitik beratkan pada panggilan hidup seorang guru ketimbang hanya pada bakatnya
saja.

Landasan Filosofis
Belajar dengan Berbuat. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun tugas
belajar swakaji (aktivitas) bahwa anak didik bukanlah bejana pasif yang menerima apa
saja dari susu, melainkan ia adalah seorang yang langsung ambil bagian dalam
pendidikannya sesuai dengan asas yang dikemukakan oleh John Amos Comenius.
Semboyan “belajar dengan bermain” memuat pesan bahwa anak perlu berefleksi atas
kegiatan tersebut dalam terang perasaannya.

Pendidikan oleh Rabindranath Tagore


Riwayat Singkat
Rabindranath Tagore lahir di Jorasanko Kalkuta India 7 Mei 1861 dan meninggal
pada umur 80 tahun tepatnya 7 agustus 1941. Ayahnya bernama Debandranath Tagore
dan ibunya Sarada Devi. Masa kecil Tagore ia jalani di Jorasanko sampai umur 11 tahun.
Pengetahuan di tingkat dasar Ia peroleh melalui home schoolling. Kehebatanya dibidang
sastra memang sudah terlihat sejak berusia 8 tahun. Tagore dan ayahnya mulai berkelana
sejak tahun 1877. Tagore menuntut ilmu sejarah, astronomi, bahasa sansekerta, dan
sastra klasik India di kota Shantiniketan. Tahun 1877 Ia mulai di kenal luas sebagai
penyair dengan menerbitkan puisi, dan cerita pendek dengan ciri aliran sastra Vaisnava.
Ia juga menulis dan menerbitkan buku dengan judul Bhikharani atau wanita penegemis.
Puisi Tagore yang sangat populer saat itu berjudul the Rousing of the waterfall.
Nilai - nilai pendidikan
1. Memberikan kebebasan bagi sang pelajar
2. Menciptakan lingkungan yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan
kekerabatan yang sehat dengan alam
3. Mengembangkan kreatifitas dan imaginasi sang pelajar

Tujuan Pembelajaran
1. Pendidikan adalah sebuah proses membawa seseorang keluar dari dirinya sendiri
untuk mendapatkan jati diri, terlebih jati diri kemanusiaan, karena hakikat dan
pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia (humanisasi)
2. Pendidikan yang dibutuhkan adalah pendidikan yang membebaskan manusia untuk
selalu sadar akan dirinya dan tidak teralienasi dari masyarakat dan dunianya. Sebuah
proses pendidikan yang tidak tercerabut dari realitas sosial, bukan pendidikan yang
malah menjauhkan manusia atau peserta didik dari kenyataan hidup yang ada.
3. Pendidikan hadap-masalah, merupakan salah satu alternatif agar peserta didik
mampu memahami realitas sosial yang senyatanya. Peserta didik akan selalu
dibenturkan dengan problem-problem kongkret dan aktual yang ada, untuk
selanjutnya berupaya menganalisis menggunakan pisau analisis atau sudut pandang
yang sesuai guna ditemukannya pemecahan yang komprehensif.
4. Konsep Pendidikan Tagore ingin memberikan peserta didik bekal untuk memahami
kehidupan dan bukan hanya pendidikan yang berorientasi bagi pemenuhan bekal
“penghidupan”.

Model pembelajaran
Tagore mendirikan sekolah yang khas, dengan metode yang memberikan
kemandirian pada murid muridnya. dikenal dg nama Shanti Niketan — kini menjadi
universitas besar di India dengan nama Visva Barathi University) yg artinya tempat
tinggal yg damai, sebuah sekolah yg khas dg budaya lokal dan sesuai kebutuhan
masyarakat umum. Konsep Sekolah Shanti Niketan Tagore cukup sederhana, belajar dg
duduk di atas rumput dinaungi pohon yg rindang , tapi pelajaran nya sangat bermakna
dan membekas di murid2 nya (saat ini telah diikuti oleh konsep sekolah alam yang kini
telah ada di beberapa kota di Indonesia: ciganjur jkt, parung bogor, bandung dan
surabaya).
Kurikulum sederhana: diajarkan hal-hal atau keahlian yg sesuai dg keperluan dan
kondisi penduduk lokal setempat, dikembangkan berdasar kearifan lokal (local genius),
bersahabat dg alam, ketrampilan praktis dll, sehingga mereka yg lulus dari sekolah tsb,
benar2 bisa memanfaatkan ilmunya pada kehidupan sehari hari masyarakat setempat.
Tagore ingin mengubah Sistem pendidikan kolonial: karena anak rakyat tanah jajahan
menjadi ‘manusia beradab’ sesuai ukuran penguasa kolonial. Sebagai perlawanan
terhadap pendidikan kolonial Inggris yang hanya ingin menciptakan rakyat jajahan yang
penurut dan sedikit ‘terpelajar’.
Tagore memulai kegiatannya dalam situasi itu. Baginya rakyat tak punya pilihan lain
kecuali mengembalikan kepribadian rakyat India pada akar tradisinya sendiri. Ia
membangun proses pendidikan menyeluruh, dimulai dari sekolah rendah sampai sekolah
tinggi yang bertolak dari pengalaman para siswa. Sementara dalam pendidikan kolonial
anak-anak hanya menjadi obyek dari para guru dan pengambil keputusan, di Shanti
Niketan anak-anak diberi keleluasaan mengembangkan diri dan berlaku sebagai subyek
pendidikan.

Proses pembelajaran
Pendekatan pembelajaran yang dilakukan oleh Rabindranath Tagore dalam sistem
pendidikan yaitu experiential learning. Tagore menganggap bahwa pendidikan adalah
proses sosial yang terus menerus dan harus dikaitkan dengan kehidupan ekonomi dan
sosial masyarakat, sehingga sekolah disebut sebagai miniatur masyarakat. Pola tersebut
terlihat dari model pendidikan Shantiniketan, yang di dalamnya Tagore memberikan
pengalaman belajar di luar ruangan yang sangat menarik dan nyaman.
Tagore membudayakan disiplin internal dalam suasana suka cita dan motivasi tanpa
adanya rasa takut. Budaya tersebut menjadikan peserta didik lebih menikmati proses
belajar tanpa rasa takut dalam lembaga pendidikan. Disiplin diperlukan dalam proses
pembelajaran, akan tetapi disiplin yang berlebihan akan menimbulkan peserta didik takut
dan tidak adanya keinginan untuk aktif dalam pembelajaran, bahkan dapat berdampak
pada peserta didik tidak ingin belajar.

Peran Guru
Guru memiliki peran layaknya tukang kebun yang membantu peserta didik tumbuh
sendiri Guru adalah panduan dan direktur yang mengarahkan perahu, tetapi energi yang
mendorong itu harus datang dari orang-orang yang sedang belajar. Semakin guru
menyadari pengalaman masa lalu peserta didik, harapan, keinginan, dan kepentingannya,
maka guru lebih baik memahami kekuatan di tempat kerja yang perlu diarahkan dan
dimanfaatkan untuk pembentukan kebiasaan reflektif peserta didik. Guru perlu
menghubungkan tugasnya dengan aspirasi peserta didik untuk mencapai pikiran dan
mengembangkan alat yang akan membantu guru menyadari dari latar belakang peserta
didik, perkembangan emosinya, dan sebagainya.

Landasan Filosofis
Ide dasar Tagore dalam pendidikan adalah ‘menolak pembelajaran mekanis modern
yang hanya fokus pada pengembangan pemahaman individu yang diarahkan untuk
mendukung kreatifitas, imaginasi dan kesadaran moral seorang pelajar’. Pendidikan
tidak hanya untuk mencapai sukses dan progress belajar semata! Namun lebih dari itu,
pendidikan haruslah diarahkan untuk ‘pencerahan jiwa’. Menanamkan benih semangat
untuk bersimpati. Saling melayani. Mau berkorban diri untuk sesama dan semesta;
sehingga semua itu akan membawa para pelajar melampaui egosentrisme (egocentrism),
entosentrisme (entocentrism) menjadi kesadaran global (worldcentrism). Tagore
menjelaskan bahwa ‘pendidikan harus diarahkan untuk memampukan seorang anak
untuk memahami dan memenuhi tujuan pada zamannya, bukanya diarahkan untuk
menciptakan kebiasaan yang menciptakan pengkotakan/pemisahan di antara sesama’.
Manusia di dunia ini beragam. Maka itu haruslah, sebagai pendidik, mengarahkan untuk
menumbuhkan cinta kasih dan saling menghormati sesama. Esensi pendidikan adalah
untuk menghancurkan belenggu dari sempitnya pemahaman individual seseorang yang
pada akhirnya diarahkan untuk menumbuhkan semangat persatuan.
Sumber:
 Jurnal Civics Volume 13 Nomor 2, Desember 2016 : Pendidikan Ideal Perspektif Tagore
dan Ki Hajar Dewantara Dalam Pembentukan Karakter Peserta Didik
 http://biografipedia.blogspot.com/2011/06/biografi-rabindranath-tagore.html
 http://www.hariansejarah.id/2017/09/rabindranath-tagore.html
 http://aninsh.blogspot.com/2016/12/model-pembelajarn-montessori.html
 http://hikarimontessorischool.blogspot.com/2011/03/metode-montessori-dan-peran-
guru.html
 http://ayahuwah.blogspot.com/2010/03/pandangan-maria-montessori-tentang.html
 https://biografiteladan.blogspot.com/2012/08/biografi-maria-montessori.html
 https://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Fr%C3%B6bel#Peranan_Guru
 https://sheismariyati.blogspot.com/2016/03/pemikiran-friederich-wilhelm-august.html
 http://aliflukmanulhakim.blogspot.com/2008/09/sketsa-pemikiran-pendidikan.html
 https://belajarmerdekablog.wordpress.com/2016/10/17/mencermati-wawasan-
rabindranath-tagore-bagian-i/

Cholid Haydar Munawir Al Maghfur


K2218020
Pendidikan Bahasa Inggris
Mata Kuliah Ilmu Pendidkan

Anda mungkin juga menyukai