Anda di halaman 1dari 25

Nerhood

Kicauan burung yang indah mengawali pagi di kerajaan Rancastle, kerajaan ini memiliki wilayah yang
subur dengan pemandangan yang hijau, siapa pun akan berdecak kagum saat melihatnya. Kerajaan
Rancastle memiliki wilayah yang luas, hampir seluruh wilayah yang terdapat di bagian asia timur
dikuasai oleh kerajaan Rancastle. Pagi yang cerah dan suhu menjadi lebih dingin menandakan bahwa
musim mulai berganti. Burung-burung pergi bermigrasi untuk menyambut musim dingin. Suara
kicauannya menjadi ucapan selamat tinggal darinya. Kicauannya yang indah membuat seorang gadis
enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya

Dia penikmati pemandangan di luar jendela kamarnya, menampilkan pemandangan pagi yang indah
dan terasa lebih dingin dengan ditemani nyanyian burung-burung yang indah, melihatnya terbang ke
sana kemari, sampai akhirnya terdengar suara ketukan pintu kamarnya yang mengganggu.

"Nara kamu sudah bangun?"

Terdengar suara laki-laki dari balik pintu kamarnya sambil mengetuk pintu beberapa kali, berharap
bahwa pemiliknya membuka pintu itu. Bukannya segera bangkit perempuan yang dipanggil Nara itu
malah menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan memeluk erat bantal gulingnya, berharap
orang itu berhenti mengganggunya.

"Nara....?" Aku tahu kamu mendengarku, jangan sampai aku mendobrak pintu ini.... kamu akan
menyesal!" ucapnya sambil mengetuk pintu lebih kencang, mencoba mengancam pemilik kamar.

Merasa kesal dengan suara ketukan yang semakin keras, akhirnya Nara bangun menghampirinya
dengan menyertakan kakinya.

"Apa yang kamu lakukan?, apa tidak bisa pelan sedikit?,  kamu menggangguku tahu!," ucapnya
dengan nada kesal.

" Kamu marah? bukannya aku yang seharusnya melakukan itu? aku sudah baik-baik tadi, tapi kamu
sengaja tidak mendengarnya." Bantah laki-laki itu.

"Yaaa baiklah, aku sedang tidak ingin ribut dengan kakak pagi ini, ada apa?" tanya Nara.

"Kamu tidak ingat kalau hari ini harus latihan?" ucap laki-laki itu.

"Ini masih pagi, aku masih lelah karena kemarin, apa tidak bisa nanti siang?"

"Apa ada orang latihan nanti siang? cepat siap-siap dan sarapan, aku tidak suka menunggu,"
sahutnya dengan gaya kerennya.

"Tidak bisa menunggu apanya, dia bahkan menyuruhku bersiap-siap dan sarapan, bukankah itu
membutuhkan waktu," sahut Nara sambil menggerutu pelan.

Sambil berlalu Kakaknya dengan sengaja mengacak-acak rambut Nara sampai berantakan.

"Yaaaa, dasar menyebalkan," teriaknya dengan kencang.


Menjadi anak dari raja yang hebat tidak membuat dia menjadi manja dan tidak melakukan apapun.
Elnara Beyza Meshach adalah anak terakhir dari raja Meshach yang memimpin kerajaan Rancastle.
Selain hebat dia juga perempuan yang pintar dan ramah kepada siapapun yang dia temui. Terlebih
lagi dia mempunyai parah yang cantik, mata biru yang jernih membuatnya disukai banyak laki-laki,
tak jarang laki-laki sulit mengalihkan pandangan darinya. Nara memiliki dua kakak laki-laki yang
hebat, pintar, dan tampan. Kakaknya yang pertama bernama Erland Faith Meshach dia terkenal
sebagai pangeran yang pintar membuat strategi perang dan petarung yang hebat, hal itu yang
membuat kerajaan Rancastle semakin hebat. Sementara kakaknya yang kedua bernama Halean
Andries Meshach, dia hebat dalam bertarung dan banyak perempuan yang jatuh hati padanya
karena dia pangeran yang baik dan humoris. Kakaknya sangat menjaga Nara dengan baik dan
mengajarinya banyak hal agar Nara dapat menjaga dirinya sendiri. Termasuk mengajarinya cara
menggunakan pedang, memanah, dan menunggangi kuda.

Tidak mau mendengar omelan kakaknya lagi, Nara bergegas siap-siap dengan menggunakan pakaian
khusus yang biasa dia gunakan saat berlatih. Pakaian itu berwarna biru dongker, membuat dia
terlihat cantik dengan kulit putihnya yang halus. Hari ini dia akan berlatih pedang di halaman istana
yang luas dengan pemandangan bunga yang indah saat musim semi dan musim panas bersama
kakak keduanya. Sebelum latihan dia sarapan terlebih dahulu, di sana terlihat seorang perempuan
paruh baya yang sedang menyantap makanannya, perempuan paruh baya itu bernama Ellie yang
mewarisi wajah cantiknya pada anak bungsunya.

"Good morning, Mom." Sapanya sambil memeluk mamanya.

"Kamu sudah bangun, ada apa tadi? Ratu Ellie mendengar suara kamu berteriak, bertengkar dengan
kakakmu?" tanya Ratu Ellie.

"Biasa kakak, selalu membuatku kesal," jawab Nara.

"Kamu ini selalu saja. Kamu tahu ketika kamu berteriak suaranya terdengar sampai luar? " Ucap Ratu
Ellie dengan wajah meledek putrinya.

Putri Nara yang terkejut dengan ucapan Mamanya seketika berhenti mengangkat sendok. Dia tahu
bahwa mamanya itu sedang meledeknya seperti kak Halean.

“Benarkah? Bukannya itu bagus, Ayah jadi tidak perlu menggunakan pengeras suara?” ucapnya
dengan nada menantang.

“Itu ide bagus” sambil menunjukkan jempolnya pada Nara.

“MA.. “ucapnya dengan melihat Mamanya yang terlihat senang dengan candaannya. Ternyata
Mamanya sama saja dengan kak Halean yang sering membuatnya naik pitam. Membuat Nara
menggelengkan kepalanya.

"Oh iya dimana Ayah, dia tidak sarapan?" Ujar Nara.

"Ayahmu ada urusan mendadak jadi dia pergi tadi pagi," jawab Ibunya.

"Ahhh begitu..." ucap Nara, melanjutkan makannya dengan tenang sampai selesai. Setelah selesai
Nara bergegas ke tempat latihan.
Pemandangan di kerajaan Rancastle adalah favorit bagi Nara, terlebih jika memasuki musim semi
dan gugur, dia tidak pernah melewatkan momen di mana bunga-bunga bermekaran dan berguguran
di dua musim itu. Biasanya dia akan berada di taman atau pergi keluar bersama kakaknya, bukan
hanya untuk melihat bunga bermekaran dan berguguran tetapi juga menyapa para penduduk di luar
kerajaan atau membagikan bantuan untuk penduduk yang membutuhkan.

Dari jarak jauh Nara sudah melihat kakaknya yang sedang berlatih pedang. Halean Andries Meshach
dengan lihainya memainkan pedang yang ada di tangannya, membuat siapa saja yang melihat
terpukau dengannya. Berbeda dengan Erland Faith Meshach yang memiliki kepribadian serius
Halean memiliki kepribadian yang menyenangkan serta terkadang membuat lelucon dan menjahili
orang lain. Dia menjadi sangat berbeda ketika berada di medan perang atau sedang berlatih, dia
akan menjadi serius seolah-olah siap untuk menyerangmu. Namun jika berada di sekitar penduduk
atau bersama keluarga, dia menjadi pria yang humoris, murah senyum, ramah. Melihat adiknya
berjalan ke arahnya, dia segera berhenti dan meledeknya.

"Sudah selesai tuan putri?" Ledek Halean.

"Iya pangeran maaf membuatmu menunggu, kamu tahu bukan sekarang salju mulai turun, kita tidak
bisa latihan terlalu lama, terlebih lagi suhu semakin dingin," jawab Nara dengan nada meledeknya.

"Berhenti membuat alasan Nara sayang," ucap Halean.

"Berhenti memanggilku sayang, aku masih kesal denganmu," ucap Nara.

"Iyaa baiklah, aku akan sering memanggilmu sayang,"  ucap Halean.

"Aku bilang berhenti !" Teriak Nara dengan tatapan tajam.

"Ya aku tidak akan berhenti, ucap Halean.

Kesal dengan kakaknya, Nara segera mengambil pedangnya dan mulai latihan, mengacuhkan
kakaknya yang terus saja membuatnya kesal.

Salju yang mulai berjatuhan membuat suhu semakin dingin, mereka bergegas menyelesaikan
latihannya dan menaruh pedang yang digunakan. Nara segera masuk ke kamarnya dan berganti
pakaian. Nara memakai pakaian yang simple dan elegan ditambah dengan kalung berbentuk bulan
sabit yang diberikan oleh Ayahnya. Nara mengambil buku dan membacanya di ruang keluarga. Salah
satu hal yang disukainya adalah membaca banyak buku. Terkadang Nara bisa sangat hanyut dalam
bukunya sampai tidak menyadari kedatangan seseorang.

“Nara berhenti terlalu fokus pada bukumu, mungkin kau akan terkejut ketika seorang pembunuh
mengacungkan pedangnya ke arahmu.” Pangeran Halean duduk di samping, melihat ke arah adik
dan bukunya bergantian.

"Berhenti menggangguku..." Nara bergegas bicara sebelum kakaknya sempat berkata-kata lagi.

"Wahh.. kamu sangat percaya diri karena kamu cantik kan?" jawab Halean.
"Ya memang." Dengan nada meledeknya.

Mendengar itu Halean pun tertawa, saat itu terlihat Erland datang menghampiri kedua adiknya
dengan membawa beberapa barang untuk diletakkan di kamar Halean. Dia baru saja pulang dari
daerah yang lumayan jauh dari kerajaan.

"Berhenti mengganggunya Halean, cepat ambil ini dan bawa ke kamarmu," perintah Erland dan
melangkah menghampiriya.

"Oh... Kak Erland, kamu sudah pulang?" ujar Nara dengan antusias. Meletakkan bukunya dan pergi
memeluk kakaknya.

"Kamu tidak pernah sesenang itu saat aku pulang," ujar Halean.

"Itu karena Kak Erland tampan dan menyenangkan," ujar Nara dengan maksud membuat Halean
kesal.

"Hah... bukankah aku juga tampan?" ujar Halean.

"Kak Halean tidak tampan, hanya enak dilihat saja," jawab Nara sambil tertawa, membuat Erland
yang mendengarnya juga ikut tertawa.

"Kamu hebat dalam membuat api Nara," ujar Erland menanggapi ledekan Nara.

"Api itu sudah mulai membesar kak..." ujar Nara.

"Yaaa... kauu." Balas Halean sambil berteriak.

"Halean cepat ambil ini," ujar Erland  menyuruhnya kembali untuk mengalihkan kemarahan Halean
yang ingin membalasnya.

"Aku? Kenapa harus aku?" ujar Halean.

"Ayah menyuruhku memberikannya padamu," ujar Erland.

Dengan malas Halean mengambil barang yang dibawa Erland.

"Nara, apakah kamu ingin membantuku?, ini menyenangkan," ujar Halean sambil menyodorkannya
pada Nara.

"Miliki hati nurani, tolong..." ujar Nara sambil tersenyum.

"Aku hanya bertanya, siapa tahu kamu ingin melakukannya," ujar Halean sambil memanyunkan
bibirnya.

"Kakak mengajukan pertanyaan yang salah sejak awal." Nara yang langsung lanjut membaca."

Melihat Halean pergi, Erland pun langsung duduk di sebelah Nara.

"Bagaimana keadaan di sana? apa baik-baik saja?" tanya Nara.


"Yaa... cukup baik, walaupun ada sedikit masalah, tapi jangan khawatir aku sudah mengurusnya,"
jawab Erland.

"Kakak memang hebat untuk masalah itu, bukan?" ujar Nara sambil tersenyum bangga dengan
kakaknya.

"Oh iya Nara, bagaimana jika kita besok ke Nerhood," tanya Erland.

"Apa...?" ujar Nara terkejut.

"Iya Nerhood, aku berencana ke sana. Hanya ingin melihat-lihat, kita juga bisa berlatih berburu,
bukan?" ujar Erland menyakinkan.

"Entahlah pasti mama tidak akan mengizinkanku, tapi kakak bisa membujuknya, kan? aku juga ingin
sekali ke sana," ujar Nara

"Baiklah aku akan bilang pada Ibu," ujar Erland.

"Kakak memang yang terbaik," ujar Nara sambil mengacungkan jempolnya.

Di pagi ini salju mulai menutupi jalan, hanya beberapa penduduk sekitar yang terlihat di jalan.
Mungkin yang lain memilih berada di rumah masing-masing menghangatkan tubuhnya. Nara
akhirnya dapat pergi ke Nerhood setelah sebelumnya mendapat penolakan dari Ibu dan Ayahnya
yang khawatir jika Nara ke sana. Tapi setelah dibantu Erland untuk membujuk mamanya, akhirnya
Nara diizinkan ke sana dengan ditemani Erland dan Halean. Nara sangat antusias saat tahu Erland
mengajaknya ke sana karena selama ini Nara hanya mendengarnya dari kedua kakaknya yang sudah
ke Nerhood. Nara memakai baju yang lebih tebal untuk menghalau udara dingin. Nerhood adalah
tempat yang cocok untuk dijadikan tempat berburu, tetapi Nerhood akan sangat berbahaya karena
berada di dekat perbatasan wilayah kerajaan Rancastle. Terkadang ada saja penyusup yang mencoba
memasuki Rancastle melalui hutan tersebut karena itu di pintu masuk Nerhood di jaga ketat oleh
prajurit Rancastle.

"Waahh.. ini menakjubkan," ujar Nara terpesona dengan Nerhood yang memberikan pemandangan
yang indah dan banyak terdapat pohon-pohon unik di dalamnya.  Walaupun sebagian mulai
tertutupi salju yang turun.

"Tetap waspada Nara, Nerhood memang menyuguhkan pemandangan yang indah, tapi kita tidak
boleh lupa dia juga berbahaya," ujar Erland mengingatkan.

"Sepertinya tidak banyak hewan yang bisa di buru," ujar Halean sambil melihat keadaan sekitar.

"Baguslah, aku memang tidak ingin melakukan itu," ujar Nara.

"Kamu masih tidak berani?" Ledek Halean.

"Aku bukan manusia berdarah dingin seperti kakak," ucap Nara.


"Yaa.. jika ada binatang buas yang akan menerkammu, apa kamu akan diam saja?" tanya Halean.

"Kak, kamu memang tidak mengerti apapun yaa..." ujar Nara geram sambil pergi meninggalkannya.

"Hey.. tunggu!" ucap Halean mencoba menyamakan laju kudanya.

Di saat sedang menyusuri Nerhood, Erland seperti merasakan sesuatu. Melihat seperti ada
seseorang yang memperhatikan mereka. Tapi dia mencoba menepis hal itu. Nerhood jelas-jelas di
jaga oleh prajurit Rancastle, apakah ada yang bisa memasukinya.

"Ada apa kak?" tanya Nara penasaran saat melihat Erland berhenti.

"Suasananya tenang," jawab Erland sambil melihat sekeliling.

"Bukannya hutan memang tenaga seperti ini?" ujar Nara.

"Tapi tidak setenang ini," Erland memperhatikan sekelilingnya dengan hati-hati.

"Seperti sedang ada yang mengawasi, apa kamu merasakan hal yang sama kak?" tanya Halean
menyetujui ucapan kakaknya.

"Ya.. kamu benar," ucap Halean.

Tiba-tiba saja muncul beberapa orang, sekitar 8 orang yang langsung menghalangi mereka. Nara
yang melihat itu menjadi panik dengan hal tersebut pasalnya ini pertama kalinya dia berhadapan
dengan hal seperti ini, berbeda dengan kedua kakaknya yang sudah sering ke medan perang. Melihat
hal tersebut Halean dan Erland secara refleks berada di depan Nara untuk melindunginya.

Tanpa aba-aba dua belas orang tersebut langsung menyerang, Erland dan Halean pun langsung
turun dari kuda yang ditunggangi olehnya. Nara yang melihat kedua kakaknya bertarung dengan
orang asing itu tidak ingin berdiam diri saja. Dia langsung mengambil pedang miliknya dan melawan
musuhnya. Dengan kemampuannya dia bisa dengan mudah menghindar dari lawannya, walaupun ini
pertama kalinya dia benar- benar bertarung. Saat ada pedang yang mencoba menusuknya Nara
dengan lihai menangkisnya dan melawan sampai mengenai tangan dari salah satu dari mereka.

Nara yang sangat fokus melawan orang yang berada di depannya tidak menyadari kehadiran orang
lain di belakangnya yang mencoba menyerang. Secara mendadak orang tersebut bersiap
menghunuskan pedangnya ke arah Nara. Halean yang berada lumayan jauh dari Nara melihat hal
tersebut dan langsung berteriak mengagetkan Nara.

"Nara awas... di belakangmu!" ujar Halean panik.

Nara yang mendengar langsung menoleh ke belakang dan sangat kaget saat melihat orang tersebut
akan mengayunkan pedang ke arahnya, sontak dia langsung menutup matanya.

"Tidak... Naraa..." Teriak Erland.

Saat Nara menutup matanya, dia tidak merasakan apapun seperti tusukan pedang yang seharusnya
dia rasakan. Nara pun membuka matanya, betapa kagetnya Nara saat tahu bahwa ada pedang
seseorang yang berada tepat di depannya mencoba untuk menahan pedang musuhnya. Segera
mungkin laki-laki tersebut mendorong  pedang miliknya sampai musuhnya tersebut terdorong ke
belakang. Sempat terjadi pertarungan diantara keduanya sampai laki-laki itu dapat mengalahkan
musuhnya itu.

Nara yang merasa lega karena kematian tidak menghampirinya, sontak terduduk di tanah dan masih
merasa syok karena hal tersebut. Halean dengan cepat mengalahkan musuh di depannya dan
menghampiri adiknya tersebut.

"Nara kamu tidak apa-apa?, maaf aku-"

Belum sempat Halean menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Nara menangis.

"Kakak, kenapa orang itu mau membunuhku, aku tidak melakukan apapun padanya," ujar Nara
sambil terus menangis dan menarik baju Halean sampai dia terduduk di depannya. Halean yang
terkejut dengan sikap Nara tersebut hanya tersenyum dan segera menenangkan adiknya itu dengan
memeluknya.

Erland segera menghampiri keduanya dan membantu Nara untuk berdiri.

"Sudah Nara, ayo bangun," ujar Erland menjulurkan tangannya. Nara yang merasa sedikit tenang
lantas segera bangun. Erland pun menghapus sisa air mata adiknya tersebut. Halean yang
mengalihkan pandangannya kepada laki-laki yang tadi menyelamatkan Nara, terkejut karena dia
mengenal orang tersebut.

"Oh.. kamu bukannya anak panglima Elfredo?" tanya Halean sambil menunjuknya, merasa tidak
asing.

"Iyaa kamu benar pangeran Halean, saya Aaron Aldric Elfredo anak dari panglima Elfredo," ujar
Aldric memperkenalkan diri.

"Senang bertemu denganmu kembali, bukannya kita masuk ke camp pelatihan di tahun yang sama?"
ujar Halean sambil tersenyum.

"Iya benar, senang bertemu denganmu lagi pangeran," ujar Aldric.

"Terima kasih Aldric, kamu datang tepat waktu," ujar Erland.

"Pangeran Erland tidak perlu berterima kasih padaku, itu tugasku," ujar Aldric sambil menundukkan
kepalanya.

"Apa yang kamu lakukan di sini, kamu sendirian?, dan tidak menggunakan kuda." tanya Erland.

"Itu tadi sebenarnya saya sedang mengecek keadaan saja dan tidak berniat masuk ke Nerhood
terlalu dalam. Tapi tiba-tiba saya mendengar suara orang yang sedang bertarung, makanya saya
segera ke sini." jawab Aldric menjelaskan.

"Di sini mulai berbahaya, sebaiknya kamu tidak melakukan hal itu lagi," ujar Erland mengingatkan.
"Baik terima kasih telah mengingatkanku” ujar Aldric.

"Sebaiknya kita segera meninggalkan tempat ini," ujar Halean sambil menuntun Nara dan
membantunya naik ke kudanya.

"Aldric kamu bawa kuda Nara dan tolong minta pasukan lain untuk mencari tahu siapa orang-orang
itu," ucap Erland memberikan perintah.

"Baik akan saya lakukan," ucap Aldric sambil naik ke kuda Nara mengikuti ketiganya kembali ke
istana.

Di tengah perjalanan Healen mencoba untuk berbicara pada Nara yang sejak tadi masih terdiam.

"Nara kamu baik-baik saja?" tanya Halean.

"Yaaa..” dengan suara yang lemas.

“Kakak jangan bilang kejadian tadi pada mama, dia pasti khawatir dan tidak memperbolehkan aku
keluar nantinya, Mengerti?" ujar Nara.

"Wahh kelihatannya kamu baik-baik saja, terlihat dari caramu yang mulai memerintah, cara kamu
menangis juga lucu. Kamu memberi kejutan hari ini Nara," ujar Halean yang mencoba menjahili
Nara.

"Ahhh kakak berhenti melakukan itu!" teriak Nara.

Di tempat yang berbeda, di dalam sebuah ruangan yang cukup gelap. Berdiri seorang pria dengan
pedang yang berada di tangannya sedang menghadap ke arah jendela. Seperti sedang menunggu
suatu kabar yang sangat penting. Lalu masuklah beberapa orang yang langsung berlutut di
hadapannya dengan menggunakan pakaian hitam serta wajah yang ditutupi.

"Bagaimana?" tanya pria yang berdiri itu.

"Maaf, kami gagal menjalankan misi," jawab orang yang berbaju hitam itu.

"Gagal?, apa kalian tidak melakukan apa yang aku suruh?" ujar pria itu.

"Kami sudah melakukannya dengan baik, bahkan kami menggunakan orang terbaik untuk
melakukannya, tapi.." ujar orang berbaju hitam, belum sempat dia melanjutkannya.

"Orang terbaik kamu bilang? lalu bagaimana kamu bisa menjelaskan kegagalan itu, apa membunuh
tiga orang itu tidak bisa!" ujar pria tersebut dengan suara yang membentak.

"Maaf, tuan tahu dia bukan orang yang bisa diremehkan, selanjutnya saya tidak akan
mengulanginya," ujar orang berbaju hitam itu.

"Itu sebabnya aku menyuruhmu menggunakan orang yang terlatih! dan apa?maaf?" ujar pria itu dan
tanpa berkata lagi. Dengan gerakan yang cepat dia membunuh semua orang yang berada di
hadapannya itu.
"Aku tidak butuh kata maaf," ujar pria tersebut. Lalu memanggil seseorang yang berada di luar
ruangan untuk membuang jasad orang- orang berbaju hitam itu.

Beralih ke Kerajaan Rancastle, saat Nara memasuki pintu gerbang Rancastle dengan tergesah-gesah
Ratu Ellie menghampirinya.

"Kamu tidak apa-apa? apa ada yang terluka?" tanya Ratu Ellie.

"Memangnya ada apa?" jawab Nara polos.

"Ada apa? kamu pikir Ibu tidak tahu?" ujar Ratu Ellie.

"Aku..." Sambil menatap Halean yang berada di sebelahnya, berharap bahwa dia bisa membantunya
mencari alasan. Sedangkan orang yang ditatapnya hanya mengedikkan bahu.

"Mama bisa lihat sendiri aku tidak apa-apa, bukan? dan juga bagaimana Mama bisa tahu secepat
ini?" ujar Nara pada akhirnya.

"Menurutmu? dengar, Malam tidak akan memberimu izin ke sana lagi, mengerti Erland?" ujar Ratu
Ellie.

Erland yang kaget namanya disebut langsung menenggok ke arah Ibunya.

"Mama kenapa kamu menyalahkan kakak, dia tidak salah apa-apa, tadi-" ujar Nara yang belum
menyelesaikan kalimatnya.

"Masuk ke kamar dan istirahat Nara!" ujar Ratu Ellie dengan tegas.

"Ya Baik," ucap Nara yang langsung pergi saat melihat Ibunya yang marah.

"Kalian berdua pergi ke ruangan Ayahmu, dia sudah menunggumu," ujar Ratu Ellie.

"Baik Ma," ujar Erland yang diikuti Halean.

Pangeran Erland dan Pangeran Halean menuju ke ruangan Ayahnya tersebut. Ruangan yang biasanya
menjadi tempat Raja Meshach menghabiskan waktunya memerintah Rancastle. Raja Meshach
terlihat sedang duduk di kursinya dengan beberapa lembar dokumen yang sedang dibacanya.

"Kalian tidak apa-apa?" tanya Raja Meshach mengalihkan perhatian pada dua putranya tersebut.

"Iya kita baik- baik saja, Ayah tidak perlu khawatir," jawab Erland.

"Ya, aku lega mendengarnya, aku akan segera menyelidiki hal tersebut," ujar Raja Meshach.

"Biar aku saja yang urus Ayah, aku sudah perintahkan orang untuk itu," ujar Erland.

"Kamu yakin? mereka bukan hanya mencelakaimu tapi juga Halean dan Nara. Kamu harus pastikan
dapat menemukan dalangnya," ujar Raja Meshach.

"Ya Ayah benar, mereka hampir mencelakai Nara," ujar Erland mengingat kejadian tadi yang hampir
mencelakai Nara.
"Ayah tidak usah khawatir, aku akan membantu Kak Erland," ujar Halean menyakinkan Raja
meshach.

"Baiklah, aku akan mengandalkan kalian. Kembalilah ke kamar dan istirahat. Kalian harus
memulainya besok," ujar Raja Meshach.

Halean dan Erland pun kembali ke kamar masing -masing, saat melewati kamar Nara, Erland pun
berhenti karena ingin memastikan sesuatu.

"Nara... kamu sudah tidur?" ujar Erland sambil mengetuk kamarnya. Beberapa saat kemudian Nara
membukanya.

"Oh kakak, ada apa?" tanya Nara.

"Tidak, aku hanya ingin memastikan kamu tidak apa-apa," ujar Erland.

"Ya, aku baik-baik saja," jawab Nara sambil tersenyum.

"Yasudah, istirahatlah," ujar Erland sambil mengelus rambut Nara dan melangkah pergi. Belum jauh
melangkah, tiba-tiba Nara memanggilnya.

"Oh iya kakak, siapa orang yang menyelamatkanku tadi?" tanya Nara penasaran.

"Oh itu Aldric, anak dari Panglima Elfredo yang meninggal di medan perang, kamu tahu bukan,
teman dekat Ayah," jawab Erland.

"Aldric...? ucap Nara sambil mengingat.

"Kenapa?, apa ada masalah?" ujar Erland.

 "Ya? oh tidak apa-apa," ujar Nara yang langsung menarik selimutnya.

Hari pengangkatan putra mahkoda sebentar lagi, tapi persiapan sudah di mulai sekarang. Sekitar 2
hari lagi kerajaan Rancastle akan mengadakan perayaan pengangkatan putra mahkota yaitu
Pangeran Erland. Tidak lupa Kerajaan Rancastle memberikan undangan ke beberapa kerajaan
lainnya. Kerajaan Haland salah satunya, karena jarak mereka yang lumayan jauh, Raja Antony
memilih datang lebih dulu. Raja Meshach menyambut mereka dengan baik. Raja Antony membawa
seluruh keluarganya termasuk tiga anak laki-lakinya yaitu Pangeran Hans, Pangeran lucky, dan
Pangeran Andres. Raja Meshach dan Raja Antony sudah berteman cukup lama, persahabatan
mereka terjalin cukup erat hingga sekarang.

"Selamat datang Raja Antony di Rancastle," ujar Raja Meshach mengulurkan tangan untuk
menyambut sahabatnya itu.

"Aku senang sekali datang ke sini, terima kasih atas sambutannya," ujar Raja Antony.

Raja Meshach pun memperkenalkan anak-anaknya kepada Raja Antony dan sebaliknya.
"Tunggu, bukannya kamu punya seorang putri?" tanya Raja Antony.

"Oh iya Nara, dia sedang sakit jadi tidak bisa menyambutmu, maaf," ucap Ratu Ellie.

"Tenang saja Ratu aku hanya ingin melihatnya, terakhir kali bertemu sekitar umur lima tahun,
bukan? aku penasaran bagaimana penampilannya sekarang," ujar Raja Antony sambil tersenyum.

"Nara? Raja Meshach punya seorang putri?" tanya Pangeran Andres dengan suara pelan.

"Aku tidak tahu pasti tentang hal itu, kenapa?" ujar Pangeran lucky.

"Tidak, aku hanya bertanya," ucap Pangeran Andres yang merasa bingung. Karena yang dia tahu Raja
Meshach tidak mempunyai seorang anak perempuan.

Raja Meshach pun mempersilakan tamunya masuk dan beristirahat di kamar yang telah disediakan.

Keesokan harinya, para pangeran makan bersama di suatu ruangan yang

berbeda dengan raja dan ratu. Mereka saling berkenalan dan bercerita satu sama lain. Ada banyak
hidangan lezat yang tersaji dihadapan mereka. Di tempat lain terlihat ada sekitar dua orang pelayan
kerajaan memasuki kamar Nara.

"Maaf Putri Nara, Pangeran Halean meminta Anda untuk datang sarapan bersama dengan Pangeran
dari Kerajaan Haland," ujar salah satu pelayan.

"Apa?” bukannya acara Kak Erland besok ? “ pikirnya, bahkan tidak ada yang memberitahunya jika
keluarga Kerajaan Haland datang.

“Bilang padanya aku akan sarapan nanti," jawab Nara di tengah kebingungannya.

"Baiklah," ujar salah satu pelayan lalu pergi meninggalkan kamarnya.

Nara keluar dari kamarnya karena merasa bosan, dia juga sudah sedikit membaik. Tapi bukan untuk
bergabung sarapan tapi berkeliling melihat persiapan acara untuk besok. Saat sedang berkeliling
Nara melihat sebuah tongkat, entah apa yang dia pikirkan, Nara malah memainkan tongkat itu dan
tidak sengaja terlempar dan mengenai wajah Pangeran Andres. Nara yang merasa bersalah pun
menghampirinya.

"Kau baik-baik saja, aku ti- " Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, Pangeran Andres sudah
memarahinya.

"Ya, kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan?" ujar Pangeran Andres yang menutupi wajahnya
dengan kesal.

"Aku benar-benar minta maaf," ucap Nara sambil memohon.

"Aku tidak but-" Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, Pangeran Halean datang
menghampiri keduanya.
"Ada apa ini?" tanya Pangeran Halean.

"Kakak? aku benar-benar tidak sengaja melakukan itu, Kak" ucap Nara.

"Ah Kakak?" ujar Pangeran Andres terkejut.

"Iya ini Nara adikku, apa yang dia lakukan padamu?" tanya Pangeran Halean.

"Dia memukulku dengan tongkat, kamu lihat wajahku sampai memar," ucap Pangeran Andres.

"Tidak kak, aku tidak sengaja melakukannya," ujar Nara membela diri.

"Aku tidak akan membiarkan hal ini," ucap Pangeran Andres menakuti sambil meninggalkan
keduanya.

Nara dan Halean menuju ke ruang keluarga dan masih berdebat tentang kejadian yang menimpa
Pangeran Andres. Di ruang keluarga sudah ada Pangeran Erland yang sedang membaca beberapa file
laporan.

"Bagaimana ini kakak?" ujar Nara yang masih gelisah.

"Sudahlah, biarkan saja. Lagipula itu hanya memar. Saat dia berkelahi pasti juga memiliki luka," ujar
Pangeran Halean.

"Kak, apa maksudmu. Luka karena bertarung dengan ketidaksengajaan jauh berbeda tahu," ucap
Nara.

"Nara lagi pula kamu kan dekat dengan Raja Antony, dia tidak mungkin membunuhmu karena itu,
bukan?" ujar Halean.

"Apa yang sedang kalian bicarakan?" tanya Erland yang mulai terganggu dengan suara perdebatan
mereka berdua.

"Nara tidak sengaja melukai wajah Pangeran Andres tadi," ucap Halean.

"Melukai? Nara melukainya?" ucap Erland sambil menatap Nara, terkejut.

"Bukan yang seperti di bayangan kakak, aku tidak sengaja melakukannya, aku tadi sedang
memegang tongkat dan terlempar begitu saja," ucap Nara menjelaskan kronologi kejadian, berharap
kakaknya itu bisa membantu masalahnya.

Erland yang mendengar pun tertawa karena hal itu.

"Kenapa kakak tertawa? Kalian ini " ujar Nara kesal dan pergi meninggalkan kedua kakaknya yang
terlihat tidak khawatir.

Di tempat lain Pangeran Andres sedang mengobati lukanya ditemani oleh Pangeran Lucky dan orang
terpercaya Raja Antony yaitu Tuan Daniel.

"Kenapa dia melakukannya?" tanya Tuan Daniel yang sedang mengobatinya.


"Jangan-jangan dia menyukaimu," ujar Pangeran Lucky, sengaja menggodanya.

"Hei! tidak ada orang yang menyukai tapi melukai, terlebih lagi, bahkan aku tidak pernah melihatnya.
Apa kau gila!” jawab Pangeran Andres dengan kesal.

"Aku tidak menyangka dengan hal ini, Putri Nara orang yang baik, dia tidak sengaja melakukannya,
jadi maaf kan dia," ujar Tuan Daniel.

"Benar, lagi pula dia perempuan pertama yang melakukan itu padamu, kan?" ujar Pangeran Lucky
sambil tertawa.

"Kalian ini mudah sekali mengatakan itu?" ujar Pangeran Andres.

"Jadi apakah dia secantik yang orang katakan?" tanya Pangeran Lucky.

"Ya kamu benar, secantik itu," ujar Pangeran Andres.

"Ya, kalau begitu kenapa kamu mempermasalahkannya, malah bagus dia melakukan itu padamu,"
ujar Pangeran Lucky yang langsung mendapatkan pukulan dari Pangeran Andres.

Di tempat lain Pangeran Erland datang ke suatu tempat. Setelah dia menyuruh Panglima Aldric untuk
menyelidiki penyerangan di Nerhood, dia menemukan kejanggalan. Aldric mengatakan bahwa ada
sebuah tempat yang mencurigakan yang ada di Nerhood. Panglima Aldric merasa bahwa baru
pertama kali dia melihat tempat itu, padahal dia sering menyusuri Nerhood. Karena kecurigaannya
itu dia melaporkan hal tersebut kapada Pangeran Erland. Akhirnya Pangeran Erland dan Pangeran
Halean menuju ke sana di temani oleh Panglima Aldric. Sesampainya di sana ternyata mereka berdua
di kepung oleh beberapa orang yang seolah sudah menunggu mereka bertiga. Orang-orang itu
langsung menyerang mereka tanpa berbicara sepatah kata pun.

Orang-orang itu memakai baju hitam dan menutupi wajah mereka dengan topeng. Menyerang
Pangeran Halean, Pangeran Erland, dan Panglima Aldric beramai-ramai tanpa ampun. Mereka
bertiga pun sempat kewalahan karena jumlah musuh yang banyak. Bahkan Pangeran Halean hampir
saja terkena pedang salah satu orang itu, untung saja saat itu Panglima Aldric tepat berada di
belakangnya.

Dengan mengarahkan semua tenaga, mereka bertiga akhirnya dapat menghabisi orang-orang itu dan
memulai sesuatu hal penting yang seharusnya mereka lakukan

"Aku yakin mereka orang terlatih, bukan?" tanya Pangeran Halean yang menancapkan pedangnya ke
tanah.

"Ya kamu benar, aku pikir mudah mengalahkannya, tapi kita melupakan sesuatu," ujar Panglima
Aldric.

"Apa? apa yang kita lupakan?" tanya Pangeran Halean.

"Seharusnya kita tidak membunuh semuanya, ini menjadi sia-sia karena tidak ada satu pun pelaku
yang tersisa," ujar Pangeran Erland.
"Ah aku melupakan itu, tapi tunggu-" ujar Pangeran Halean yang melihat sesuatu yang janggal pada
salah satu orang yang terbunuh.

"Kak, kamu harus lihat ini, sepertinya mereka menggunakan simbol yang sama," ujar Pangeran
Halean.

"Ini simbol matahari dan busur, apa mereka orang yang sama yang menyerang kita di Nerhood," ujar
Pangeran Erland.

"Kita harus segera memeriksanya" ujar Pangeran Halean.

"Aku akan memeriksanya dan melaporkan hasilnya pada Anda nanti," ujar Panglima Aldric.

"Baiklah, ayo kita kembali, Kakak harus istirahat untuk acara besok," ujar Pangeran Halean
mengingatkan.

Sesampainya di Kerajaan Rancastle mereka menaruh kuda dan peralatan yang mereka bawa.

"Sepertinya kalian habis bertarung?" tanya Pangeran Hans yang menghampiri ketiganya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" ujar Pangeran Halean.

"Aku? hanya berkeliling dan tidak sengaja melihat kalian di sini," jawab Pangeran Hans

"Sepertinya kamu senang berkeliling?" tanya Pangeran Halean.

"Kalian tahu Rancastle sangat indah. Apa sedang terjadi masalah?" tanya Pangeran Hans.

"Hanya masalah yang sering terjadi di semua kerajaan," ujar Pangeran Erland merahasiakan kejdian
tersebut.

"Ah begitu, benarkah?" ujar Pangeran Hans yang mencoba untuk menemukan jawabannya.

"Ya, selamat menikmati kegiatan berkelilingmu” ujar Pangeran Halean yang pergi dengan diikuti
yang lainnya. Entah kenapa dia merasa tidak nyaman dengan Pangeran Hans.

"Aneh, sepertinya bukan masalah sepele," ujar Pangeran Hans pelan.

"Aldric, kamu mau kemana?" tanya Pangeran Erland yang melihat Aldric pergi ke arah yang
berlawanan.

"Ya? saya ingin pulang, apa ada sesuatu?" tanya Panglima Aldric yang menghentikan langkahnya.

"Kamu pikir kita memanggilmu karena membutuhkan sesuatu? Bersikaplah santai," ujar Pangeran
HaleanHalean yang merangkul pundak Panglima Aldric

"Ini hampir malam, sebaiknya kamu bermalam di sini, kalau kamu pulang ke rumah bukankah besok
juga kamu harus ke sini lagi?" ujar Pangeran Erland mencoba menyakinkan Panglima Aldric.
"Itu benar, bermalamlah di sini, kenapa kamu melakukan hal yang dapat dilakukan bersamaan, itu
membuang waktu Aldric," ujar Pangeran Halean sambil mengajaknya ke dalam.

"Padahal Ayahmu sering bermalam di sini, kenapa kamu malah sebaliknya, tidak usah merasa tidak
enak Aldric, kamu Panglima di sini," ujar Pangeran Erland.

"Benar apa yang kakakku bilang, kita juga satu angkatan dulu saat di camp pelatihan bukan?" ujar
Pangeran Halean.

"Ya aku hanya-" belum sempat dia melanjutkan Pangeran Erland sudah memotongnya.

"Nara juga akan senang jika kamu di sini," ujar Pangeran Erland tiba-tiba.

"Nara?" ujar keduanya bersamaan.

"Apa?" ujar Panglima Aldric kaget, ini membingungkannya. Kenapa Pangeran Erland tiba-tiba
menyebut Putri Nara.

Pangeran Erland pun pergi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut kepada keduanya yang diam
karena bingung.

"Kenapa tiba-tiba membahas Nara?" ujar Pangeran Halean.

Nara sedang santai duduk di dekat jendela dengan perapian yang menghangatkan tubuhnya dari
udara musim dingin yang semakin menjadi-jadi. Ditemani oleh buku yang dia baca untuk mengisi
waktu.

"Bagaimana? kamu mendapat hukuman?" ujar Halean menjahili Nara sambil tersenyum.

"Apa kakak tidak punya kegiatan, sampai harus mengusik seseorang?" ujar Nara yang tetap fokus
pada bukunya.

"Kenapa? aku bertanya karena aku mencemaskanmu," ujar Halean.

"Ya apa masuk akal jika aku dihukum hanya karena itu, aku tahu dia hanya menakutiku saja," ujar
Nara.

"Benarkah?" ujar Halean.

"Lagi pula aku punya tameng," ujar Nara.

"Tameng apa?" tanya Halean.

"Kakak," ujar Nara santai.

"Apa? kenapa kamu melibatkan seseorang pada masalahmu, mudah sekali mengatakannya," ujar
Halean.

"Apa kakak takut dengannya," ujar Nara sengaja memancing Halean.


"Takut kamu bilang, kenapa aku harus takut dengannya," ujar Halean kesal.

"Sudah, kakak bilang saja sejujurnya, aku akan memakluminya," ujar Nara sambil pergi
meninggalkannya.

"Apa kamu bilang? berhenti di sana, hei Nara," teriak Halean.

Saat ingin kembali ke kamarnya dia secara tidak sengaja melihat Pangeran Lucky sedang berbicara
dengan seseorang dan setelah itu pergi entah kemana.

"Putri Nara?" tanya Pangeran Hans tiba-tiba yang membuat Nara terkaget.

"Ya? ah kamu membuatku kaget, ada apa?" ujar Nara.

"Kamu terlihat sangat fokus melihat ke luar," ujar Pangeran Hans, melihat arah pandang Putri Nara.

"Ya, pemandangannya sangat menarik, aku permisi dulu," jawab Nara sambil berlalu.

"Apa? ya baiklah," ujar Pangeran Hans.

Nara yang penasaran pun memutuskan keluar dan melihat secara langsung. Tapi ternyata tidak ada
yang bisa dia temukan.

"Nara?" ucap Ratu Ellie menghampiri Nara dengan membawa setumpuk buku di tangannya.

"Ah mama, apa yang Ibu lakukan di sini?" tanya Nara.

"Ibu harus membawa buku ini ke ruangan itu," ujar Ratu Ellie sambil menunjuk tempat yang
digunakan untuk menyimpan buku.

"Ah itu, berikan padaku biar aku yang ke sana," Nara mengambil buku dari tangan mamanya dan
pergi begitu saja, sebelum mendapatkan izin dari Ratu Ellie.

Ternyata ruangan itu cukup gelap dan dingin, Nara dengan cepat menaruh buku yang dia bawa
tetapi dia tidak melihat jika ada satu buku yang berada di bawahnya sehingga dia hampir saja
terjatuh jika tidak ada yang memegangnya.

"Kamu baik-baik saja Putri Nara," tanya orang itu.

"Oh terima kasih, kamu siapa?" tanya Nara berusaha untuk memperjelas penglihatannya.

"Saya Panglima Aldric," ujar Panglima Aldric.

"Benarkah? ah ruang ini terlalu gelap, aku tidak jelas melihatmu maaf," ujar Nara.

"Tidak apa-apa putri, tapi sedang apa Anda di sini," ujar Panglima Aldric.

"Ini aku mau meletakkannya," ujar Nara sambil menunjukkannya.

"Sini biar saya bantu," ujar Panglima Aldric.


"Iya terima kasih," ujar Nara sambil memberikan tumpukan bukunya.

Mereka berdua pun keluar bersama dan hendak pergi.

"Putri Nara tidak masuk?" tanya Panglima Aldric bingung karena Nara malah duduk di luar bukannya
beranjak masuk.

"Kamu saja yang masuk, aku ingin di sini dulu," jawab Nara mengalihkan pandangannya pada
halaman istana yang dihiasi lampu-lampu cantik. Melihat hal tersebut Panglima Aldric duduk di
sampingnya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Nara yang kaget melihat Panglima Aldric yang malah duduk di
sampingnya.

"Saya tidak mau nanti ada bahaya," ujar Aldric.

"Apa yang kamu pikirkan, aku bisa menangani itu," ucap Nara menyakinkan.

"Benarkah?" tanya Panglima Aldric.

"Ya, waktu itu aku hanya kaget, itu pertama kalinya aku benar-benar melukai seseorang tahu," ujar
Nara menjelaskan.

Panglima Aldric yang melihat Nara menjelaskan panjang lebar dan terlihat sedikit kesal hanya
tersenyum melihatnya.

"Kenapa? kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nara merasakan suasana yang aneh.

"Tidak, aku hanya teringat sesuatu," ujar Panglima Aldric yang tiba-tiba teringat ucapan Pangeran
Erland tadi.

"Sesuatu, apa itu?" tanya Nara penasaran.

Aldric yang mendengar pertanyaan Nara malah tertawa yang membuat Nara bingung dengannya.

"Ya, kamu menertawakanku," ucap Nara kesal.

Panglima Aldric melepas jas panglimanya dan memakaikannya ke Nara.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Nara yang bingung dengan tindakan tiba-tiba Aldric.

"Aku kira... Put…ri akan kedinginan," ujar Aldric terbata-bata dan dia pun terkejut dengan
tindakannya itu.

"Ah iya aku hampir lupa. Terima kasih sudah menyelamatkanku kemarin," ujar Nara

"Tidak perlu berterima kasih, itu kewajibanku," ujar Panglima Aldric.

"Hah?, ujar Nara kaget.

"Iya itu kewajibanku, melindungi Raja, pangeran dan yang lainnya.

"Ah iya benar," jawab Nara sambil mengangguk.


"Aku hampir saja salah paham," ujar Nara yang tidak terlalu jelas didengar Aldric.

"Apa yang kamu katakan?" tanya Aldric memastikan pendengarannya.

"Tidak bukan apa-apa, ayo masuk," ujar Nara yang langsung pergi begitu saja.

Di ruangan Raja Meshach perbincangan pun terjadi dengan Raja Antony, mereka membicarakan
kerjasama diantara kedua kerajaan itu yang sudah terjalin sangat lama.

"Bagaimana jika kita membuat suatu pembuatan senjata, aku sedang merencanakannya," ujar Raja
Antony.

"Pembuatan senjata?" ujar Raja Meshach.

"Menurutku itu perlu, dibandingkan kita harus membeli dari orang lain, bukan?" ujar Raja Antony.

"Ya, itu memang perlu, apalagi di kondisi seperti ini," ujar Raja Meshach mengingat kejadian
kemarin.

"Ada apa?" tanya Raja Antony yang bisa melihat raut wajah sahabatnya itu berubah.

"Tidak apa-apa," ujar Raja Meshach.

"Aku tahu pasti ada masalah, cepat beritahu aku," ujar Raja Antony.

"Kemarin anakku di serang oleh beberapa orang dan itu hampir menyelakai Nara, aku tahu Nara
pintar menggunakan pedang tapi tetap saja aku mengkhawatirkannya," ujar Raja Meshach.

"Oh benarkah, itu bukan hal sepele, kamu harus cepat menyelidikinya," ujar Raja Antony menggebu-
gebu.

"Aku sudah menyuruh Pangeran Erland untuk mengurusnya," ujar Raja Meshach.

"Kamu harus bilang padaku jika membutuhkan bantuan," ujar Raja Antony.

"Kamu tidak berubah ternyata," ujar Raja Meshach.

"Itu pertemanan, aku jadi teringat Panglima Elfredo, dia membantu kita untuk banyak hal," ujar Raja
Antony mengingatnya.

"Kamu benar, dia menyatukan dua kerajaan, seharusnya dia yang menjadi raja," ujar Raja Meshach.

Di sebuah ruangan besar salah satu anak Raja Antony yaitu Pangeran Andres sedang duduk sambil
melukis sebuah pemandangan dimana para pelayan sedang sibuk mempersiapkan acara penobatan
putra mahkota besok dengan secangkir teh hangat yang sesekali dia minum untuk menghangatkan
tubuhnya. Sedang fokus pada lukisannya dia sekilas melihat Nara yang berjalan ke kamarnya.

"Habis dari mana dia malam-malam begini, dan jas siapa yang dia gunakan, bukankah itu jas untuk
orang yang jabatannya tinggi. Ah sudahlah dia mengalihkan fokusku," ujar Pangeran Andres kembali
melukis.
Pagi yang tenang mengawali hari ini dimana acara penobatan putra mahkota akan dilakukan. Acara
ini akan dilaksanakan  malam hari, karena suhu udara yang bertambah dingin maka Raja Meshach
memerintahkan agar acara dilakukan di dalam ruangan yang sudah di hias sedemikian rupa. Para
pelayan kesana kemari menyiapkannya, termasuk mendandani Raja, Ratu, Pangeran, dan Putri.

"Putri Nara," ujar salah satu pelayan yang mengetuk pintu untuk membangunkan Nara.

"Ada apa? aku masih mengantuk," ujar Nara.

"Anda harus siap-siap untuk acara hari ini, Putri," ujar salah satu pelayan.

Nara yang mengingatnya langsung reflek terbangun dan segera bersiap-siap.

"Aduh, kenapa aku sampai lupa, Mama akan memarahiku jika terlambat," ucapnya saat sedang
berhias.

Nara memakai gaun berwarna biru dengan rambut tergerai cantik dan kalung bulan sabit yang
diberikan oleh Raja Meshach dibantu oleh beberapa pelayan. Tak lupa mahkota cantik yang dihiasi
permata berwarna biru yang memancarkan kilau biru seindah warna lautan. Setelah Putri Nara
selesai dengan persiapannya, dari kejauhan Ia melihat sebuah jas berada di bangku kamarnya.
Rupanya Putri Nara tidak memberikan jas Panglima Aldric semalam.

"Ah aku lupa itu jas Panglima Aldric, kenapa aku jadi pelupa begini sih, bukankah dia harus
memakainya hari ini," ujar Nara yang langsung mengambilnya.

Di kamarnya Panglima Aldric sedang sibuk mencari jas yang seharusnya dia gunakan untuk acara hari
ini, dia mencoba mengingat kembali di mana terakhir kalinya dia letakkan.

"Benar, aku lupa, jas itu ada pada Putri Nara, aduh…bagaimana ini, aku harus segera
mengambilnya," ucap Panglima Aldric.

Sesampainya di depan kamar Putri Nara, dia ragu untuk mengetuk pintu kamarnya. Dia hanya
mondar mandir sambil berpikir apakah harus mengetuknya atau tidak, sampai membuat beberapa
pelayan bingung melihatnya.

Di tempat penobatan Pangeran Halean sedang memantau persiapan acara dan secara tidak sengaja
dia melihat adiknya Nara seperti sedang kebingungan mencari seseorang.

"Apa yang dilakukannya? seperti sedang mencari seseorang."

"Apa yang dia bawa, aku seperti pernah melihatnya," ucap Pangeran Halean.

"Nara!" Panggil Pangeran Halean yang membuat Nara menengok ke arahnya.

Nara yang melihat kakaknya memanggil tidak menghiraukannya karena dia tahu jika kakaknya akan
meledeknya dan bertanya hal aneh.
"Tunggu, apa kamu melihat Panglima Aldric?" tanya Nara pada menghentikan langkah seorang
pelayan.

"Aku tadi melihatnya di depan kamarmu, Putri Nara" ucap pelayan itu.

"Benarkah?, terima kasih," jawab Nara langsung pergi.

Dari kejauhan Putri Nara melihat Panglima Aldric, tetap di depan pintu kamarnya. Berdiri dengan
memasukkan kedua tangannya di kedua kantung celananya. Postur tubuhnya yang tegak dengan
rambut hitamnya yang di sisir rapih menambah kesan perkasa pada dirinya.

"Panglima Aldric," panggil Nara.

Panglima Aldric yang mendengar ada yang memanggilnya pun langsung menengok ke arah sumber
suara.

"Ini jasmu," ucap Nara sambil memberikannya. Aldric mengambilnya dan langsung memakainya
dengan tergesah-gesah dan tidak sadar kalau jasnya terlipat di bagian belakang.

Putri Nara yang menyadarinya, tiba-tiba mengulurkan tangannya untuk membenarkan jasnya tanpa
berpikir panjang. Sambil mengatakan "Maaf aku lupa mengembalikannya padamu, untung saja aku
tidak menaruhnya di tempat cucian," ujar Nara.

Aldric yang terkejut dengan tindakan Nara pun hanya terdiam.

"Ya tidak apa-apa, baiklah aku pergi dulu," ujar Panglima Aldric menghilangkan kegugupannya.

"Ya hati-" Nara pun berhenti saat tahu apa yang akan dia katakan.

"Ya?" tanya Panglima Aldric.

"Bukan apa-apa," ucap Nara terburu-buru mengoreksi ucapannya.

Para tamu dari kerajaan yang diundang pun mulai berdatangan, Raja Meshach dan Ratu Ellie sudah
berada di depan untuk menyambut para undangan. Disampingnya terdapat Pangeran Erland,
Pangeran Halean, dan Putri Nara. Sedangkan Panglima Aldric beserta pejabat tinggi lainnya berada di
belakangnya. Lalu tibalah rombongan dari Kerajaan Violen bersama kedua anak mereka yang
perempuan bernama Putri Naura dan Putri Autum, mereka bersamalam dengan baik. Tetapi Nara
terkejut saat Putri Naura memanggil Panglima Aldric.

"Oh Panglima Aldric, sudah lama tidak bertemu denganmu, kamu baik-baik saja," tanya Putri Naura
dengan antusias dan senyuman manisnya.

"Ya Putri, senang bertemu denganmu, saya baik-baik saja," ucap Panglima Aldric.

"Kamu semakin tampan saja ya," ujar Raja dari violen tersenyum bangga padanya.
"Kakak apa mereka saling mengenal?" tanya Nara yang mendengar percakapan mereka yang berada
di belakangnya.

"Mungkin, kamu tahu kan Panglima Aldric tampan, dia juga punya posisi yang bagus pada umurnya
yang muda," ucap Pangeran Halean.

"Ya, kakak benar," ucap Nara.

"Ada apa?" tanya Pangeran Halean.

"Apanya yang ada apa?" ucap Nara.

"Coba perhatikan pertanyaan anehmu," ucap Pangeran Halean keterangan.

"Apanya yang aneh," ujar Nara sambil cemberut.

Acara penobatan pun dimulai, Raja Meshach memulai kalimat pembukan serta urutan acara. Nara
duduk bersama dengan Pangeran Halean dan Pangeran dari Kerajaan Haland.

"Nara kamu tahu, kamu jelek saat cemberut," ucap Pangeran Andres tiba-tiba.

"Siapa yang cemberut, berhenti menggangguku!" tegas Nara dengan suara pelan, agar tidak ada
yang mendengarnya.

"Sepertinya suasana hatimu sedang kacau," Pangeran Andres mencoba untuk meledek adiknya itu.

"Berhenti aku bilang, sebelum amarahku memuncak," Putri Nara menatap Pangeran Andres dengan
tatapan seriusnya. Berharap kakaknya yang menyebalkan itu berhenti untuk menjahilinya. Tapi
ternyata tidak berhasil.

“Apakah itu alasan kakak mengatakan itu?” Pangeran Andres mengingat perkataan Pangeran Erland
semalam.

“Apa? Apa yang dikatakan Kak Erland?”

Pangeran Andres yang sadar dengan perkataannya segera memyudahi percakapannya itu.
Menimbulkan rasa penasaran pada Putri Nara.

Acara di mulai dengan sambutan singkat dari Raja Meshach yang dilanjutkan dengan memakaikan
mahkota pada Pangeran Erland yang ditetapkan sebagai Pewaris berikutnya Kerajaan Rancastle.
Acara penobatan pun berakhir dengan baik, para tamu yang hadir menikmati acara yang ditampilkan
dan makanan yang disediakan Kerajaan Rancastle dengan baik.

"Nara, kenapa kamu duduk saja?" tanya Pangeran Erland yang menghampirinya. Melihat adiknya itu
hanya duduk sendirian di tempatnya yang tidak terlihat senang.

"Ah tidak, aku sedang tidak bersemangat dan ingin duduk saja," jawab Nara yang tersenyum kecil ke
arahnya.

"Kamu tidak senang dengan penobatan ini?" tanya Pangeran Erland yang melihat adiknya lesu.
"Apa maksud kakak? bukan itu alasannya, tapi aku sedang tidak mau melakukan apa-apa, kakak
pergilah sapa para tamu," ujar Nara menyakinkan kakaknya itu.

"Aku tidak akan membiarkan itu, ayo ikut aku," ujar Pangeran Erland sambil menjulurkan tangannya.

"Tidak kakak saja, aku akan menunggu kak Halean di sini," Nara dengan keras kepalanya menolak
ajakan kakaknua itu.

"Ayo Nara, kalau kamu duduk aku juga akan duduk," jawab Pangeran Erland yang mengambil posisi
untuk duduk di sebelahnya.

"Ahh kakak selalu saja, baiklah," ujar Nara menyambut uluran tangan Erland.

"Itu baru adikku, kamu sudah berpenampilan cantik seperti ini, tapi malah duduk saja, nanti kalo ada
yang menganggumu bagaimana," ujar Pangeran Erland sambil menarik hidung Nara gemas dan
merangkulnya.

"Kakak berhenti melakukan itu," ucap Nara.

Pangeran Erland dan Putri Nara menghampiri para tamu yang sudah datang ke acaranya itu. Saat
sedang menyapa beberapa orang tiba-tiba salah satu Putri dari Kerajaan Violen memanggil. Putri itu
memakai gaun cantik berwarna merah muda dengan senyumnya yang manis menghampiri Pangeran
Erland dan Putri Nara.

"Pangeran Erland," ujar Putri Autum.

Pangeran Erland pun segera menengok ke belakang dimana seseorang itu memanggilnya.

"Selamat atas penobatanmu," ujar Putri Autum.

"Iya dan terima kasih sudah datang," ujar Pangeran Erland.

"Itu pasti, aku akan datang," ujar Putri Autum sambil tersenyum.

"Apa-apaan itu?" ucap Nara pelan.

"Apa?" ujar Pangeran Erland yang menengok ke arah Nara.

"Tidak ada.” Nara yang terkejut dengan kakaknya yang mendengar ucapannya.

"Oh iya aku bawakan buah pir untukmu, di Violen buah pir kami yang terbaik, kamu suka bukan?"
ujar Putri Autum.

Sebelum Pangeran Erland menjawab tiba-tiba Nara menjawabnya.

"Tidak," ujar Nara cepat yang membuat Pangeran Erland terkejut.

"Apa? benarkah," tanya Putri Autum yang merasa kecewa dengan jawaban Putri Nara.
"Ah itu.... ya aku tidak begitu suka, maaf," jawab Pangeran Erland tidak yakin. Karena dia tahu mood
adiknya sedang tidak baik, dia akhirnya hanya mengiyakan.

"Maaf Putri Autum aku pergi dulu," ujar Pangeran Erland sambil menggandeng tangan Nara.

"Nara siapa yang bilang aku tidak suka pir?" tanya Pangeran Erland menghampiri adiknya yang
berlalu begitu saja.

"Jadi kakak mau mengambilnya, ya sudah kakak ambil lagi sana," ujar Nara kesal dan langsung pergi
meninggalkan Pangeran Erland yang kebingungan dengan sikap adiknya itu.

"Bukan itu maksudku Nara, Elnara..." ujar Pangeran Erland mencoba menghentikan adiknya.

Di tempat lain, Pangeran Halean sedang berjalan menuju kamarnya karena ingin mengambil barang
miliknya yang tertinggal, saat itu dia melihat  sebuah sapu tangan tergeletak di lantai, saat dia
mengambilnya dan membukanya ternyata terdapat simbol yang sama dengan simbol yang
ditemukan saat di Nerhood kemarin.

"Ini bukannya simbol itu, kenapa ada di sini?" ujar Pangeran Halean yang mulai curiga.

"Aku harus segera memberitahu kakak,"ujar Pangeran Halean dan pergi.

Pangeran Andres sedang berada di luar dan sibuk dengan lukisannya, saat itu tidak sengaja matanya
melihat Nara, dengan cepat Pangeran Andres menghampirinya.

"Nara!" panggil Pangeran Andres.

"Apa lagi sekarang, kenapa kamu tidak pernah membiarkanku," ujar Nara kesal karena terus
diganggu olehnya.

"Apa maksudmu? coba lihat ini, apakah bagus lukisanku?" tanya Pangeran Andres.

"Waw ini lukisanmu? ini bagus" ujar Nara terpukau dengan hasilnya, melupakan kekesalannya
sejenak.

"Benarkah, apa kamu suka?" ujar Pangeran Andres senang dengan pujian yang Nara berikan.

"Ya lumayan," ujar Nara.

"Apa susahnya bilang suka," ujar Pangeran Andres.

"Kenapa kamu memaksaku, menyebalkan," ucap Nara.

"Ambillah, itu untukmu," ujar Pangeran Andres.

"Benarkah, apa kamu punya maksud tertentu?," ujar Nara tidak yakin.

"Bisa berhenti melakukan itu?" ujar Pangeran Andres.


Pangeran Halean menyampaikan apa yang dia temukan pada Pangeran Erland dan Panglima Aldric.

"Kamu menemukan ini dimana?" tanya Pangeran Erland.

"Di sekitar arah menuju kamarku," ucap Pangeran Halean.

"Bisa jadi pelakunya berada di sini sekarang,"ujar Panglima Adric.

"Kita harus memperkuat penjagaan," ucap Pangeran Erland.

"Halean dan aku tetap di sini untuk jaga Raja dan Ratu, kamu Aldric tolong suruh prajurit lain untuk
memperketat penjagaan tetapi jangan membuat kegaduhan agar tamu yang lain tetap tenang,"
perintah Pangeran Erland.

"Baik, akan saya lakukan," ucap Panglima Aldric.

"Kakak, Nara kemana, aku tidak melihatnya dari tadi," ucap Pangeran Halean yang sadar Nara tidak
ada.

"Ah kamu benar, pasti dia marah padaku," ucap Pangeran Erland menyesal.

"Marah? kamu membuatnya kesal? tanya Pangeran Halean.

"Aku akan mencarinya," ujar Panglima Aldric

memotong pembicaraan keduanya.

"Baiklah aku juga akan bantu, beri tahu aku jika kamu menemukannya," ucap Pangeran Erland.

"Baik," ujar Panglima Aldric sambil berlalu pergi.

Saat sedang menunggu Pangeran Andres menyelesaikan lukisannya, Nara seperti mendengar suara
aneh dari tempat yang tidak jauh darinya.

"Hei Pangeran Andres, kamu mendengar suara itu?" tanya NaraNara yang memfokuskan telinganya
ke arah sumber suara.

"Suara? tidak," Pangeran Andres tidak mendengar apapun dan kembali fokus pada lukisannya.

"Aku akan melihatnya," ujar Nara sambil beranjak dari tempatnya.

"Apa yang kamu lakukan?," ujar Pangeran Andres sambil menarik tangan Nara.

"Lepaskan," ujar Nara yang menepis tangan Pangeran Andres.

"Baiklah, tunggu," ujar Pangeran Andres sambil mengejar Nara.


Karena rasa penasarannya yang tinggi Putri Nara berusaha untuk mencari tahu sumber suara itu
tanpa mempertimbangkan keselamatannya. Setelah berhasil menemukannya Putri Nara dan
Pangeran Andres akhirnya melihat ada beberapa orang yang mengenakan pakaian hitam yang
sedang berusaha masuk ke Rancastle. Nara yang melihat itu tidak bisa membiarkannya dan langsung
mengambil pedang apapun yang berada tidak jauh darinya begitu juga Pangeran Andres. Tanpa
berpikir panjang Putri Nara berdiri di depan segerombolan orang asing yang mencoba memasuki
istananya. Beberapa dari mereka terlihat terkejut dengan kehadiran Putri Nara dan Pangeran Andres
yang secara tiba-tiba di hadapan mereka.

"Apa yang kalian lakukan," ujar Nara dengan suara kencang.

Pangeran Andres yang mendengar suara Putri Nara terkejut dan kagum dengan keberanian
perempuan di sampingnya, dengan keberaniannya sambil menggenggam erat pedang di tangannya.
Seolah-olah tidak ada yang bisa mengalahkannya.

“Putri Nara apa kau gila?, kalau kau ingin terjun ke jurang seharusnya kau memikirkan orang yang
bersamamu” Pangeran Andres mengatakannya dengan suara setelah mungkin.

“Aku tidak pernah menyuruhmu mengikutiku kan?” Nara mengatakannya tanpa mengalihkan
pandangannya dari orang-orang berpakaian serba hitam itu.

Karena aksinya itu diketahui lebih awal oleh Putri Nara, orang-orang itu mengubah strateginya dan
berlari keluar istana.

"Tunggu Nara, kamu tidak bisa melakukan itu.” ujar Pangeran Andres yang menghentikannya.

"Aku harus mengejarnya," jawab Nara.

"Aku tahu tapi kita harus memanggil prajurit lainnya, mereka sengaja pergi karena ingin kita
mengikutinya, mengerti!" ujar Pangeran Andres mengingatkan.

"Tidak ada waktu untuk melakukan itu," ujar Nara keras kepala dan segera mengambil kuda untuk
mengejar Orang-orang betokaian hitam.

"Hei, tunggu Elnara," ucap Pangeran Andres.

Anda mungkin juga menyukai