"eeee, ojo adoh-adoh nduk, yang dekat sini saja. Nanti kambingnya makan pohonnya
orang-orang, bisa dilabrak nanti nduk" teriak mbok Rusmi pada Rara yang sedang
angon kambing. Semakin jauh tak tampak lagi mbok Rusmi, saking girangnya hingga ia
tak lagi ingat apa yang sedang dilakukan. Di sebuah kebun milik pak Japar yang
terkenal kaya dan suka marah itu Rara membiarkan kambingnya memakan daun-daun
ketelanya. "hai siapa itu" Rara kaget dimana sumber suara itu, belum sempat melongok
ke arah suara, ia sudah berhadapan dengan pemuda yang layaknya menjadi artis di
Ibukota. Oohh indahnya hidup ini. Dengan terbata-bata ia mengucap lirih "em em,, a
aku cuma ngikutin kambing itu." Mukanya merah muda merona seperti dinding
pengumuman yang banyak dipajang di pemukiman RTnya. Taman bunga hatinya
bersorak meriah seperti mendapat santunan air bah yang mampu menghidupinya selama
berabad-abad. Perasaan ini lain dengan yang terdahulu, mendidih tapi tak menguap.
Kaku mulutnya terus membuka lebar persis cerobong asap PT. DEWI JAYA.
"Nona yang cantik, anda pernah sekolah apa tidak? itu kan punya orang lain, ngapain
kambingnya dibiarkan makan disini?" cerca si pemuda yang pantas jadi bintang film itu.
Rara semakin terheran-heran melihat pemuda itu, ia tak menjawab dan tetap terpaku.
"halloooo..... Kamu bisa bicara kan?"
"woooooy" suara pemuda itu semakin memuncak.
"i i iya mas, tadi bicara apa ya?" jawab Rara sekenanya.
'emmm dasar cewek aneh' gerutu pemuda itu di dalam hatinya. "kamu siapa? orang
mana? kenapa membiarkan kambingnya memakan tanaman orang lain." Pertanyaan
sekaligus pengintrogasian layaknya gembong mafia.
"Aku Rara mas, dari desa sebelah, aku gak tau kalau kebun ini miliknya mas, kan gak
ada tulisannya KAMBING DILARANG MAKAN TANAMAN DI KEBUN INI. Toh
nanti tanamannya juga tumbuh lagi, iya kaaaaan?" balas Rara dengan nada sedikit
kemayu dengan gaya stupid era tahun tujuh puluhan.
"terus kamu siapa? kenapa disini? apa kebun ini punya kamu." Lanjutnya "emmmm,
aku tau! sambil mengacungkan telunjuknya ia berfikir keras untuk meneruskan
kalimatnya "kamu pasti penjaga kebun ini ya?"
"Eh mbak, siapa tadi nama kamu? oh iya ingat, mbak Rara mending mbak dan
kambingnya dibawa pulang sekarang, atau kalau tidak tak sembelih kambingmu!"
Hardik pemuda yang belum mengenalkan diri itu. Rara cemberut seperti anak kecil
yang tak dibelikan ibunya balon.
Sore itu angin barat menghembus dengan membawa nyanyian cinta, mega-mega
yang tampak seperti lelehan crayon anak TK menghapus seluruh memory permasalahan
yang belum terselesaikan. Ia kembali meneteskan air suci yang semakin lama semakin
mengucur tak berhenti. Sebuah permasalahan perjodohan karna ayahnya yang terobsesi
menjadi besan dari pengusaha elektronik terbesar di kota itu. Sebuah perjodohan yang
mengakibatkan penyesalan. Sejak Rara pergi dari rumah semua perjodohan itu sudah
dibatalkan dengan kekeluargaan. Kini Rara betah tinggal di desa bersama mbok Rus
mantan pengasuhnya sejak kecil. Dua bulan lebih Rara hanya tinggal diam di rumah,
kasih sayang mbok Rusmi pun tak kurang dari seorang ibu kandung. Di rumah kecil
yang terbuat dari bambu yang dihuni hanya dua orang anak Hawa dan seekor kambing
jantan kesayangan itu, selalu muncul kebahagiaan. Seperti halnya malam ini, mbok Rus
mendengarkan lagu cinta yang keluar dari bidadari kecilnya yang telah tumbuh dewasa.
Wejangan-wejangan si mbok telah mendinginkan perasaannya.
Rara memberanikan diri bertanya, "mbok, nama pemuda itu siapa ya? Sepertinya aku
jatuh cinta..." hehehe tawa Rara renyah. Pipinya yang merah muda menampakkan
kepemilikannya yang menandakan malu. Mbok rus pelan tapi pasti meletupkan sebuah
nama yang indah, Rara memasang telinganya "Yoga Dediyanto." Emmm, cakep juga
seperti orangnya, batin Rara sambil nyengir.
Malam berlalu dengan keangkuhannya, fajar tertatih menyongsong bola cahaya sepanas
cinta yang membara. Rara semakin terpesona akan pemuda itu, tak kenal panas yang
akan menghanguskan kulit mulusnya. Ia mengulangi kejadian waktu itu, membawa
kambing jantannya untuk memakan tanaman itu. Kini Rara sudah tahu akan asal usul
pemuda bernama yoga, ternyata Yoga adalah anak dari pemilik kebun itu, yang mana
ayah dari Yoga adalah orang terkaya di desa. Sudah dua jam ia menunggu kedatangan
Yoga, tapi hasilnya tetap nihil.
"Mbek kita pulang yuk. Ternyata pangeran kebun tidak datang kesini" ucap Rara
sambil menarik kambingnya.
Tiba-tiba seekor ular melintas, "aaaaauw, tolooong..... jerit Rara ketakutan. "Toloooong,
ada ulaaaaar, aku takut."
Dan BBUUKK.... "Aduh sakit." Rara mengeluh sakit dan sempat mengusap kepalanya
karena kepentok ranting pohon. Semua menjadi hitam dan semakin lama semakin
kelam. Mungkin inilah doa dan harapan yang tak dinyana datang bak durian runtuh.
Mungkin tepat penggambaran durian ini, karena Rara pingsan dan pangeranlah yang
membopong dirinya kembali kesinggasananya. Mbok Rus kaget apa yang ada di
depannya, terbaring tubuh anak gadis majikannya. Yoga membantu mbok Rus
mengompres kening Rara yang bengkak, kronologi kejadian dituturkan Yoga begitu
detailnya. Si mbok mengatakan apa yang sebenarnya dirasakan anak gadis mantan
majikannya itu kepada Yoga. Bahwa Rara mencintai Yoga dan tak lupa segala tentang
Rara dihamburkan kepada Yoga. Setelah itu Yoga berpamitan pada mbok Rus "mbok,
saya pamit pulang dulu nggih."
Cinta memang ajaib. Ungkapan yang tepat untuk percintaan Rara dan Yoga,
sepasang anak manusia yang hangat-hangatnya sedang merajuk kenangan indah. Di
gubuk kebun bersejarah mereka mengucap janji manis untuk saling menyayangi. Tak
lupa mereka juga ditemani si jantan sebagai saksi pengikraran kata "CINTA." Restu dari
pihak lelaki telah dikantongi dalam melanjutkan percintaan mereka.
20 Maret 2012
Rara memberanikan diri mengabari orang tuanya, semua itu atas saran Yoga.
Lima bulan sudah Rara tak sekalipun berkomunikasi dengan orang tuanya, ia sakit hati.
Lama Rara menangis, entah menangis bahagia, sedih, menyesal atau kerinduan yang
mendalam. Ternyata ibu Dewi sakit, beberapa bulan ini memikirkan kehidupan
anaknya. Dengan kabar itu semua kerinduan sedikit tercurahkan, tapi ibu Dewi meminta
Rara untuk pulang kerumah walaupun hanya sebentar. Berbagai bujukan dilakukan
Yoga, sehingga Rara menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan. Mbok Rus
sesenggukkan sampai lebam mata tuanya itu, nafasnya berhenti di kerongkongan
menimbulkan suara yang sangat memilukan hati.
"Mbok jangan sedih ya, Rara janji akan kesini lagi" isak tangisnya "mungkin aku cuma
sebentar disana, aku juga ingin berniat mengamalkan ilmuku disini, aku sudah bicara
sama mas Yoga mbok."
"Hati-hati ya nduk."
"Sayang, jangan lupa mengabari mas ya."
"Mungkin mas akan kangen manja dan senyummu itu, sayangku." lanjut Yoga
Sebuah perpisahan yang indah, namun menguras air mata. Senyum keikhlasan, senyum
kasih sayang, dan senyum cinta merupakan sebuah puzle kehidupan yang silih berganti
menduduki singgasananya. Lambaian tangan bidadari itu membuat mbok Rusmi
menjatuhkan kepalanya kepelukan Yoga. Hari berlalu begitu berat bagi janda yang
sudah berkeriput itu, dan pastinya juga rasa itu dialami kambing jantan yang telah
mempertemukan cinta sejati.
SUGIARTO SAMAN
Rara menangis dipelukan Yoga, manja sekali. Hanya Yoga yang mampu menenangkan
Rara saat itu. Ia bernostalgia, bagaimana ia pertama kali bertemu dengan tambatan
hatinya. Kambing itu telah berjasa karena telah menemukan cinta sepasang anak adam.
Mereka pernah berjanji akan merawat si jantan dan akan mencarikan betinanya.
Ia teringat saat keduanya bermadu kasih di hamparan rumput hijau sambil angon si
jantan. Mereka menamai si jantan dengan kambing penjual cinta. Rara pulang dengan
wajah ditekuk menjadi sembilan lipatan, matanya yang sembab, menimbulkan
pengintrogasian dari orang tuanya. Keluh kesahnya membuat hati mbok Rusmi menjadi
serba salah telah menggadaikan kambingnya. Tapi setitik cahaya mulai muncul
menerangi kegundahan hati putrinya. Pak Hasan akan membantu mereka, dengan
menebus kambing itu. Hari itu juga mereka menebus kambing itu. Rara tersenyum puas
karena kambing itu telah pulang kekandangnya. Mbok Rusmi mulai mengucurkan air
matanya, saat mendengar bahwa Rara dan Yoga akan melaksanakan pernikahan.
2 Agustus 2012
Tepat di hari ulang tahun Yoga mereka melangsungkan pernikahan terakbar
disepanjang sejarah desa itu. Daun berwarna kuning melenkung begitu indah. Tak lupa
akan janjinya, si kambing pun dihias dengan ditemani belahan jiwanya si kambing
betina. Layaknya seorang ratu dan raja Rara Andira dan Yoga Dediyanto disandingkan
di singgasananya, semua mata berbinar, kumpulan doa-doa mengiringi untuk menuju
kebahagiaan dunia dan akhirat. Matahari mulai bergegas meninggalkan keramaian dan
berganti bulan yang menyemarakkan sunah-sunah para nabi terdahulu. Keheningan
malam menyelimuti insan manusia, tapi tak digubris oleh sepasang manusia yang mulai
mereguk indahnya cinta itu. Embusan nafasnya menggemparkan seluruh isi surga,
tetesan keringatnya mampu membasahi keringnya bumi pertiwi, dan dendangan
cintanya melebihi dari karya-karya Kahlil Gibran. Cerita cinta sepasang manusia telah
menjadi pelajaran berharga bagi kaumnya. Kesedihan memanglah awal dari
kebahagiaan, dan apabila cobaanlah yang menyambut kehidupan maka kehidupan itu
akan lebih bermakna dari kehidupan-kehidupan lainnya.
Setahun kemudian, 20 maret 2013.
Pangeran kecil lahir dengan tangisan kebahagiaan, senyuman kesempurnaan
wanita tersungging di bibir Ibu muda yang masih terbaring lemah. Sebuah nama
tertuliskan Ardyansyah Fredy Prayoga menjadi langkah baru di kehidupan barunya.
…SELESAI…