Anda di halaman 1dari 39

1

PANDUAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

OLEH
IRHAM FALAHUDIN

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2021
2

KATA PENGANTAR

Alhamdulllah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberikan nikmat dan kekuatan sehingga Pedoman Praktikum
Ekologi Hewan dapat diselesaikan dengan baik. Sholawat beriring salam
semoga senantiasa tercurah untuk junjungan dan panutan kita Nabi
Muhammad SAW beserta seluruh keuarga, sahabat, dan para pengikut beliau.
Pedoman Praktikum Ekologi Hewan ini merupakan panduan penting
untuk semua bentuk pelaksanaan kegiatan praktikum ekologi hewan di Prodi
Biologi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang. Panduan ini
diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh mahasiswa untuk meingkatkan
keterampilan riset sederhananya dalam bidang kajian ilmu ekologi
hewan.selain itu untuk dosen mampu mengarahkan kegiatan yang terarah
sesuai dengan riset terkini. Pedoman ini diharapkan mempermudah
pelaksanaan berbagai kegiatan praktikum dan bahkan memacu peningkatan
proses maupun hasil pendidikan dalam bidang ekologi hewan di Prodi Biologi
Fakultas Sain dan Teknologi UIN Raden Fatah.
Oleh karenanya semua mahasiswa dapat melakukannya secara mandiri
dan tersturktur dengan dosen baik secara individu maupun kelompok.
Akhirnya semoga bermanfaat dan saran serta evaluasi selalu diharapkan untuk
penambahan kemampuan soft skill mahasiswa dalam bidang ilmu ekologi
hewan.
Demikian pedoman ini dibuat, terima kasih semoga dapat melaksanakan
kegiatan yang ada di dalamnya secara ilmiah dan sesuai prosedur yang
ditetapkan. Terima kasih

Palembang, 16 Agustus 2021


Pengampu MK

Irham Falahudin
3

ACARA: 1
RESPON HEWAN TERHADAP LINGKUNGAN
(PENGUKURAN FAKTOR ABIOTIK HEWAN DARAT)

A. Pendahuluan
Ekologi adalah ilmu yang mempeajari saling hubungan antara
organisme dengan organisme lain, serta saling hubungan antara organisme
dengan lingkungannya. Dalam ekologi hewan setidaknya mencakup tiga
aspek pokok yaitu: deskriptif, kuantitatif dan analitik sintetik.
Hewan adalah organisme yang bersifat motil, artinya dapat berjalan dari
satu tempat ketempat lain. Jenis jenis hewan tertentu tinggal disuatu
lingkungan hidup yang sesuai dengan ciri-ciri kehidupannya. Sehingga ada
yang hidup di tanah disebut dengan teresterial, di pohon arboreal dan di air
dikenal dengan aquatik. Berpindah atau tidaknya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.
Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan hewan.
Begon (1996) membedakan faktor menjadi dua yaitu kondisi dan sumber
daya. Respon hewan terhadap kedua faktor ini akan mempengaruhi kehidupan
hewan pada suatu habitat.

B. Tujuan
Tujuan setelah kegiatan praktikum ini mahasiswa di harapkan dapat mengukur
dan menganalis faktor abiotik dan biotik baik hewan didarat maupun hewan
di air dengan parameter ukur sebagai berikut:
1. Suhu
2. Cahaya
3. Kelembaban
4. Penguapan
5. Curah hujan
6. Angin
7. Kadar air tanah
8. Suhu Tanah
9. pH tanah
10. Organik Tanah
11. Porositas tanah
4

C. Alat dan Bahan


Alat : pH meter, Soil Tester, Anemomter, termomter max-min, lux meter, Bor
tanah, kotak sampel tanah, Oven, corong botol,
Bahan: tanah, air (aquades),

D. Cara Kerja
1.Pengukuran suhu udara
a. Ambil thermometer min-max, kemudian letakkan didaerah terlindung
biarkan selama 30 menit, catat dan ukurlah angka yang tertera pada
alat tersebut.
b. Lakukan kegiatan tersebut selama 1 minggu untuk melihat suhu
minimum dan maksimum udara, kemudian catat hasilnya.
2. Pengukuran Cahaya
a. Pasanglah batere Luxmeter yang akan digunakan.
b. Kemudian standarkan terlebih dahulu, hidupkan, lalu mengunakan
luxmeter ukurlah intensitas cahaya di dalam dan luar laboratorium,
serta di tempat terbuka di sekitar kampus dengan menyalakan alat
tersebut selama 30 menit.
c. Kemudian catat intensitas cahaya pada angka yang tertera pada lux
meter
3. Kelembaban udara

- Dengan menggunakan Sling psichrometer ukurlah kelembaban udara


di dalam dan luar laboratorium, serta di tempat terbuka dan di bawah
pohon di sekitar anda pada pukul 14.00 dan 16.00 WIB.
- Bandingkan data kelembaban udara pada masing-masing lokasi
tersebut berdasarkan tempat dan waktu.
- Termometer kering untuk mengukur suhu udara saat itu, dan
termometer yang satu lagi untuk mengukur suhu udara lembab saat itu.
5

- Karena itulah makanya pada bagian bawah reservoar termometer


bawahnya diselimuti dengan kapas/kain yang dilembabkan dengan air.
- Pada pemakaian hygrometer dilakukan pengipasan, dan pada sling-
psychrometer dilakukan pemutaran agar air yang ada pada kapas/kain
menguap sehingga udara di dekat reservoir termometer itu lembab.
- Selisih suhu udara antar termometer basah dan yang tidak basah pada
alat itu digunakan untuk menaksir kelembaban udara relatif.
- Taksiran kelembaban udara relatif berpegang pada suhu udara basah
dan yang tidak basah itu dilakukan dengan
- memperhatikan suatu tabel yang biasanya disertakan pada alat
tersebut..

4. Penguapan udara:

- Pengukuran kelembaban udara dengan evaporimeter piece dengan


membuat secara sederhana seperti gambar berikut ini:

Dengan menggunakan Evaporimeter Piche ukurlah


penguapan air di dalam dan luar laboratorium, serta di
tempat terbuka dan di bawah pohon di sekitar labotarium
anda pada pukul 14.00 dan 16.00 WIB. Bandingkan data
penguapan air pada masing-masing lokasi tersebut
berdasarkan tempat dan waktu.
Kemudian hitung penguapan dengan rumus:
(Vt1 - Vt2) : (t2 - t1)
- Evaporasi = -----------------------
L
- di mana: Vt1 = Volume air pada waktu t1
- Vt2 = Volume air pada waktu t2,
- t1 dan t2 = Waktu mula dan akhir selang pengamatan
- L = luas kertas saring

5. Curah Hujan
Untuk mengukur curah hujan dengan alat ombromter. Jika tida ada
maka menggunakan gelas ukur dengan corong di atasnya. Kemudian
ketakkan gelas tersebut ditempat terbuka, selama 24 jam, amati selama
6

1 minggu. Setelah itu diambil dan catat air yang masuk. Seperti gambar
berikut ini:

6. Angin
Dengan menggunakan alat anemometer, pasang ditenpat terbuka,
dengan melihat arah angin. Perhatikan dan catatlah kecepatan dan arah
angin saat praktikum pada alat tersebut selama 15 menit.

pengukur kecepatan angin yang terpasang di luar


laboratorium anda.

7. Kadar air tanah


Untuk menentukan kadar air tanah, kita mengambil sampel tanah.
Contoh tanah diambil dan dimasukkan ke dalam botol timbang dan
ditimbang.
Seterusnya tanah itu dikeringkan dengan memanaskannya dalam oven
dengan suhu 105oC sampai beratnya konstan, yaitu sekitar 24 jam.
Berikutnya tanah itu didinginkan dalam desikator dan botol timbang
itu tetap dalam keadaan tertutup.
Setelah dingin, maka tanah itu ditimbang beratnya. Setelah diketahui
berat tanah basah dan berat keringnya itu maka akan dapat dihitung
kadar air tanah tersebut seperti perhitungan di bawah ini.
Berat air = Berat botol dan tanah basah - berat botol dan tanah kering
Berat tanah kering = Berat botol berisi tanah kering - berat botol
7

Kadar air tanah berdasarkan perbandingan berat dengan berat kering


tanah (U) atau "gravimetric watercontent" dapat dihitung sebagai
berikut :

berat air
U = ------------------------ x 100 %
berat tanah kering
sedankan Kadar air tanah berdasarkan perbandingan berat basah (Bb)
adalah:
berat air
Bb = ------------------------ x 100%
berat tanah basah

8. Suhu tanah
Dengan menggunakan thermometer air raksa, untuk mengukur suhu
tanah bagian tanah atau termistor. Termometer tanah terdiri dari
termometer air raksa biasa, yang pada bagian ujungnya atau
reservoarnya dilapisi dengan serbuk logam dan logam yang dapat
ditekankan ke tanah sehingga termometer itu bisa masuk ke dalam
tanah.
Ujung logam yang masuk ke dalam tanah akan menerima suhu tanah
dan meneruskannya ke serbuk logam dan berikutnya ke reservoar
termometer air raksa.
Bila seandainya thermometer tanah tidak ada, suhu tanah dapat juga
diukur dengan termometer air raksa biasa, hanya saja haruslah dibuat
lubang di tanah sehingga termometer itu dapat dimasukkan ke dalam
tanah. Lubang di tanah itu dapat dibuat dengan sebatang logam yang
diameternya lebih kurang sama dengan diameter termometer yang
akan digunakan.
9. pH Tanah
Untuk mengukur tanah dapat mengunakan pH meter tanah.
Caranya adalah: Tanah contoh diaduk-aduk sampai homogen.
Selanjutnya, sebanyak 1 gram tanah itu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambahkan akuades 3 ml, dan dikocok dengan batang
gelas dan dibiarkan selama 5 menit.
8

Seterusnya cairan itu diteteskan pada piring porselin. Seterusnya, pH


diukur dengan kertas pH.
Dengan memperhatikan perubahan warna pada kertas pH dan
membandingkannya dengan standar warna yang ada pada kotak kertas
pH tersebut dapat diketahui pH tanah tersebut.
Pengukuran pH tanah dengan pH meter dilakukan dengan mengambil
tanah contoh di lapangan dan dibawa ke laboratorium.
Pengukuran dilakukan dengan cara mengaduk-aduk tanah contoh
sampai merata dan diambil sebanyak 100 gram. Tanah itu dimasukkan
ke dalam bejana dari gelas dan ditambahkan air destilata sebanyak 250
cc dan diaduk-aduk dengan batang gelas sampai rata. Selanjutnya
didiamkan selama 24 jam dan kemudian diukur pH-nya dengan pH-
meter.
10. Organik tanah
Metoda yang digunakan adalah metoda gravimetric yaitu menghitung
kadar kehilangan CO2.
Caranya:
Ambil tanah dengan ring tanah atau kubus tanah. Kemudian tanah
tersebut dibuat kotak/ring ukuran 10x10cm. Kemudian ditimbang
berat basahnya menggunakan neraca analitik. Tanah yang telah kering
digerus dengan lumpang sampai halus dan diaduk-aduk sampai rata,
kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai beratnya konstan.
Sebanyak 10 gram tanah kering tersebut dibakar dalam tungku
pembakar atau “furnace muffle” dengan suhu 400 oC selama lebih
kurang 24 jam. Kemudian hitung dengan rumus:
1.724 (0.458 b - 0.4)
Kadar organik tanah = ----------------------------- X 100 %
BTK
di mana:
b = BTK – BSP;
BTK = berat tanah kering;
BSP = berat sisa pijar
11. Porositas tanah

E. Pengolahan data
Tabel 1. Data Pengamatan Faktor Abiotik Lingkungan Darat
9

Hasil Pengukuran
No Faktor Abiotik Ket
1 2 .....
o
1 Suhu ( C)
2 Cahaya (oA)
3
... ...

F. Analisis Data
Setelah hasil didapatkan dalam praktikum tersebut, analisis dengan data
skunder dari BMKG atau data lain yang sesuai ada pengukuran yang telah
dilakukan. Kemudian buat kesimpunannya.
Laporan dibuat,
10

ACARA: 2
HEWAN DAN LINGKUNGAN
(PENGUKURAN ABIOTIK LINGKUNGAN AIR)

A. Pendahuluan
Hewan selalu ketergantungan factor lingkungannya, baik mikro maupun
makro. Sama sperti hewan di darat, hewan yang hidup diperairan juga oleh
factor abiotiknya.
Untuk melihat pengaruh kehidupan hewan tersebut dengan lingkungan
abiotiknya, maka dilakukan kegiatan praktikum ini.
B. TUJUAN
Dalam tujuan kegiatan praktikum ini mahasiswa di harapkan dapat mengukur
factor abiotic dan biotik baik hewan didarat maupun hewan di air dengan para
meter sebagai berikut:
1. Kekeruhan air
2. Kecepatan arus
3. Kedalaman air
4. Kadar Garam
5. Karbon dioksida Bebas
6. Oksigen Terlarut
7. Salinitas
8. pH air

C. Alat dan Bahan


Alat : Piring sechhi, termomter max-min, lux meter, paku, palu, tali,
stopwatch, botol sampel, salino meter, gabus/streofom 15x15 cm,
Bahan : air sungai, Penoftalin (PP) 1% sebanyak 100 ml, NaOH 0,02 N
sebanyak 500 ml, H2SO4, MnSO4 dan KOH/KI sebanyak 10 ml,
amilum 1% sebanyak 5 ml
D. Cara Kerja
1. Kekeruhan air
Kekeruhan air disebabkan adanya partikel-partikel debu, liat, fragmen
tumbuh-tumbuhan. Pengukuran kecerahan air dengan Keping Secchi
dilakukan sebagai berikut.
11

Keping itu dimasukkan ke dalam air secara perlahan-lahan sambil


diperhatikan sampai warna putih dari piringan itu tidak terlihat lagi,
dan dicatat berapa kedalamannya.
Seterusnya piringan itu diturunkan lagi ke dalam air beberapa meter,
dan berangsurangsur piringan itu ditarik ke atas sampai warna putih
terlihat kembali, dan dicatat kedalamannya.
Dari kedua kedalaman itu dihitung rata-ratanya, dan angka itulah
merupakan tingkat kecerahan badan air yang diukur itu yang
dinyatakan sebagai Kecerahan Keping Secchi dan plankton dalam air

2. Kecepatan arus
Pengukuran kecepatan arus air dengan cara yang paling sederhana
ialah dengan menggunakan benda yang mengapung di air, seperti
kertas atau gabus (15x15x5cm)
- Tentukan titik awal di sungai sebagai T0. Dan titik akhir T1, kemudian
siapkan stopwatch sebelum melepaskan benda tsb.
- Benda itu dilepaskan di permukaan air dan akan bergerak di
permukaan air sesuai dengan aliran air.
- Pengukuran kecepatan arus air didasarkan pada jarak (S) yang
ditempuh oleh benda terapung tadi per satuan waktu (t)
- Pengukuran kecepatan arus air dengan alat yang terapung hanya akan
memberikan informasi kecepatan arus air pada permukaan saja. Selain
itu, angin juga akan berpengaruh terhadap hasil pengukuran.
- Untuk memperkecil kesalahan pengaruh angin, maka bila akan
mengukur arus permukaan air dengan benda terapung dipilih benda
yang ringan dan tidak begitu besar.
Hitung Kuat arus: V= S/t (m/s)
3. Kedalaman air
Kedalaman suatu badan air yang diteliti juga dibutuhkan sebagai
informasi tentang lokasi penelitian. Khusus untuk penelitian tentang
bentos maka pengukuran kedalaman air merupakan suatu keharusan.
12

Pengukuran kedalaman air lokasi penelitian dapat dilakukan dengan


menggunakan suatu pancang kayu yang ditandai ukurannya.
4. Kadar Garam/Salinitas
Untuk mengukur menggunakan alat refrakto meter (salino meter).
Refraktometer. Adalah alat ukur salinitas yang umum digunakan dan
dapat dipakai siapa saja. Salinometer. Yakni alat ukur penghitung
kepadatan air. Alat ukur digital (salinity meter) dan data logger.
5. Karbon dioksida Bebas
Untuk mengukurnya menggunakan metoda titrimetric NaOH.
Cara kerja: Sampel air yang akan diukur diambil dengan menggunakan
botol sampel 250 ml. Kemudian dimasukkan 100 ml sampel air
kedalam Erlenmeyer kemudian ditambah 10 tetes penolptalin 1%. Jika
air sampel berubah warna menjadi merah jambu maka titrasi tidak
dilanjutkan karena kandungan CO2 sangat sedikit sekali sehingga
tidak terdeteksi. Jika tidak terjadi perubahan warna dilanjutkan titrasi
dengan menggunakan larutan NaOH 0,02N sampai warna tepat merah
jambu. Catat volume NaOH terpakai.
Kadar CO2 bebas dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
(ml titran x N titran x 44.000)
CO2 bebas (ppm) = -----------------------------------------
ml sampel air
6. Oksigen Terlarut
Pengukuran oksigen terlarut dalam badan air sering dilakukan dengan
metoda Winkler.
Cara Kerja: Sampel air yang akan diukur kandungan oksigen
terlarutnya diambil dengan menggunakan botol sampel air 250 ml.
Diusahakan tidak terdapat gelembung air. Selanjutnya ditambahkan
MnSO4 dan KOH/KI sebanyak 1 ml dan dihomogenkan lalu akan
terbentuk endapan.
Setelah itu, ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat dan dihomogenkan sampai
endapan hilang. Kemudian, diambil 100 ml sampel air tersebut dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan
Na2S203 0,025N sampai berwarna kuning muda, lalu ditambah
amilum 1% sebanyak 5 tetes dan dilanjutkan titrasinya sampai warna
air sampel kuning tepat bening.
13

ml titran x N titran x 8000


ppm 02 = --------------------------------------------------
ml sampel (volume botol-2/volume botol)

7. pH air
Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kolorimetri, dengan
kertas pH, atau dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda
dengan pengukuran pH tanah seperti dinyatakan di depan, hanya saja
di sini pengukuran dilakukan tanpa pengenceran.
Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran pH air adalah cara
pengambilan contohnya harus benar, seperti yang telah dinyatakan di
atas. Bila akan mengukur pH air dari kedalaman tertentu haruslah
contoh sampel air diambil dengan alat botol sampel kemudian dikasih
pemberat, usahakan tidak ada gelembung udara.

E. Pengolahan data
Tabel 2. Data Pengamatan Uji Feeding

Hasil Pengukuran
No Faktor Abiotik Ket
1 2 3
1 Kekeruhan air (m)
2 Kecepatan arus (m/d)
3
... ...

F. Analisis data
Data yang telah didapat dibandingkan dengan data skunder, literas dari hasil
riset atau jurnal
14

ACARA 3:
INTERAKSI HEWAN DENGAN LINGKUNGAN
(RESPON HEWAN PADA PREFERENSI DAN PREVALENSI)

A. Pendahuluan
Hewan selalu ketergantungan dengan hewan lain dan lingkungannya.
Dalam interaksi ini adanya saling makan-memakan, sehingga terbentuk pola
umum dari rantai makanan yaitu produsen→konsumen I→Konsumen
II→konsumen III→ Top konsumen→pengurai.
Tingkatan ini juga disebut tingkat trofik I, trofik II dst. Proses
selanjutnya adalah terbentuknya jaring-jaring makanan dan piramida
makanan. Rantai makanan, jaring-jaring makanan dan piramida makanan,
merupakan penjelasan dari peran organisme di alam terhadap komunitasnya.
Hubungan tersebut terjalin dalam suatu komunitas sehingga terbentuklah apa
yang disebut dengan simbiosis dan kompetisi.
Dari interaksi tersebut akan terjalin suatu aliran energi dan terbentuk
model-model interaksi dalam suatu komunitas didalam ekologi hewan.
Kompetisi adalah hubungan antara dua individu untuk memperebutkan satu
macam sumber daya, sehingga hubungan ini bersifat merugikan salah satu
pihak.
Persaingan ini dapat terjadi jika terjadi ledakan populasi, sehingga
hewan-hewan berdesakan di suatu tempat tertentu. Hubungan kompetitif ini
antara satu hewan dengan yang lainnya dapat berkembang menjadi pemisahan
kegiatan hidup. (partitision). Dalam hal ini hewan tertentu akan mengadakan
spesialisasi dalam hal jenis makanan atau dalam metode mencari tempat dan
makanan. Oleh karena itu respon hewan akan berbeda setiap jenisnya, begitu
juga dengan preferensi dan prevalensi hewan tersebut.

B. Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk:
a. Untuk melihat peran ekologis hewan terhadap respon yang diberikan
rantai makanan dan melihat peran intra dan interspesifik hewan pada
habitatnya
b. Melihat preferensi hewan pada skala laboratorium
c. Mengetahun prevalensi hewan
15

C. Alat dan Bahan


Alat : Camera trap, handycam, termomter max-min, tali, meteran,
teropong, box ukuran 40x40cm
Bahan : alkohol 95% 1 liter, formalin 4% 250ml, aquades 1 liter, umpan
ikan/gula/madu 1 botol kecil, kapas, asam asetat 4%

D. Cara Kerja
1. Preferensi
Kesukaan hewan terhadap pakannya sangat tergantung kepada jenis dan
jumlah pakan yang tersedia. Bila jumlah pakan yang tersedia tidak sebanding
dengan jumlah yang dibutuhkan, perpindahan kesukaan terhadap jenis pakan
dapat terjadi. Kesukaan (preferensi) umumnya merupakan spesifik dari jenis,
tetapi dapat berubah oleh pengalaman. Perpindahan dari satu pakan ke pakan
lain berdasarkan pengalaman sebelumnya disebut dengan “switching”.
Peristiwa ini terjadi dalam populasi bukanlah perpindahan yang bersifat
berangsur-angsur, melainkan perpindahan spesifik akibat ketidakseimbangan
pakan.
Cara kerja:
Koleksilah ulat api pada hewan kelapa sawit. Beri makan daun kelapa sawit
untuk aklimatisasi hewan sebelum percobaan minimal 10 ekor. kemudian
laparkan selama kurang lebih 24 jam. Lakukan juga pengkoleksian beberapa
daun hewan Solanaceae. Berilah alas pada cawan petri dengan kertas saring
yang telah ditetesi dengan 2-3 ml air (kertas saring dalam keadaan lembab).
Kemudian masukkan beberapa daun hewan Solanaceae yang ukurannya
masing-masing sama pada beberapa tempat dalam cawan petri dan ulat yang
telah dilaparkan.
Amatilah selama kurang lebih 30 menit meliputi:
1. Berapa lama waktu yang diperlukan ulat untuk menemukan pakannya?
2. Daun mana yang lebih dulu dimakan serta paling banyak dimakan?
3. Berapa lama seekor kumbang memakan sesuatu jenis pakan?
4. Apakah terjadi switching?

.E. Analisis Data


1. hitung efisiensi ekologis dengan rumus
EF= Pn/Pn-1 x 100%
16

Dimana:
EF efisiensi ekologis
Pn: jumlah makanan yang dimakan
Pn-1: jumlah makanan yang tersimpan dalam trofik.
17

ACARA:4
ADAPTASI HEWAN PERAIRAN PADA EKOSISTEM SUNGAI
PADA BERBAGAI FAKTOR FISIK LINGKUNGAN

A. Pendahuluan
Hewan-hewan di lingkungan perairan akan berbeda dengan hewan di
lingkungan daratan. Hal ini akan berkaitan dengan transformasi energi di
lingkungan perairan. Selain itu hewan-hewan air dapat juga dijadikan sebagai
parameter perairan.
Dalam ekosistem peraian komunitas dapat dipadang sebagai persediaan
energi bagi kehidupan di eksosistem tersebut. Energi yang masuk tergantung
dari cahaya yang masuk kedalam perairan, sehingga ada daerah fotik dan
afotik. Untuk itu adanya ledakan populasi di perairan dapat dipengaruhi oleh
aliran energi. Melihat bagaimana terjadinya aliran energi dapat diukur
berdasarkan daya tembus pandang cahaya dan jumlah organisme yang di
dapat.

B. Tujuan
Kegiatan praktikum ini bertujuan untuk:
1. Melihat perbedaan faktor-faktor fisik yang mempengaruhi kehidupan di
sungai
2. Melihat adaptasi hewan air terhadap perubahan faktor-faktor fisik dan
kemis
3. Mengetahui aktivitas metamorfhosis katak dan ikan pada air
kolam/sungai
C. Alat dan Bahan
Alat : pH meter, salinometer, termometer, piring secci, tali, meteran, botol
sampel, Akuarium 40x40 cm (9 kotak), garam, es batu
Bahan : ikan mujair/ikan mas, kerang2, katak dan berudu.

D. Cara Kerja
1. Lapangan
18

- buatlah transek sungai dengan panjang 50 m, pada setiap 10 meter satu


stasiun pengamatan.
- Masukkan piring secci kedalam air sungai, amati piring tersebut sampai
tidak keliatan lagi, catat hasilnya.
- ambil sampel ari sedikit, kemudian ukur kadar salino meternya dengan
meneteskan air sungai kedalam salino, amati angkanya.
- masukkan termometer kedalam air sungai, lihat perubahan angkanya.
Sama dengan suhu pH air juga sama cara kerjanya.
2. Sampel hewan Sungai
- ambil sampel hewan dengan menggunakan net/jaring, masukkan kedalam
botol sampel, bawa ke laboraorium dan identifikasi apa jenisnya.
3. Laboratorium
- sediakan 3 kotak aquarium yang telah di isi air biasa, garam dan air dingin
(es).
- kemudian masukkan masing2 ikan mujahir/mas kedalam aquarium
tersebut. Lalu amati perubahan insangnya dan kemudian catat berapa
banyak ikan tersebut membuka dan menutup insang atau mulutnya pada
masing-masing aquarium.

E. Hasil
Tabel pengamatan faktor Fisik Air sungai

Sungai
No Indikator Ket
Sta 1 Sta 2 Sta 3
1 Kuat arus
2 Kekeruhan
3 Kadar Garam
4 Suhu air
5 pH air
6 Warna air
7 BOD/DO
.......
19

Tabel pengamatan Adaptasi Ikan

Kondisi Air
No Jenis Ikan Ket
Gara
Biasa Dingin
m
1 Ikan ....
2 Ikan.....
3 Ikan.....

F. Analisis data
a. Hitung kelimpahan dan Jenis
a. Kelimpahan suatu spesies A
Jumlah Individu Suatu Spesies
(K) =
Jumlah unit perangkap
b. Kelimpahan Relatif
Jumlah Individu suatu Jenis
(KR) = x100%
Jumlah Individu seluruh Jenis
c. Frekuensi Relatif
Jumlah perangkap suatu Spesies ditemukan
(FR) = x 100%
Jumlah seluruh perangkap
d. Indeks Diversitas (H')
S
H' = −  pi ln pi
i =1

Keterangan :
H'= indeks diversitas
S = jumlah jenis
Jumlah individu suatu jenis
Pi=
Jumlah individu seluruh jenis

b. Kecepatan arus
V= s/t (V= kecepatan; s= jarak dan t= waktu)
20

ACARA:5
PENYEBARAN HEWAN (EKOLOGI HEWAN TANAH)

A. Pendahuluan
Hewan-hewan tersebar di muka bumi, mulai dari kutub utara sampai
kutub selatan. Perpindahan hewan secara aktif ada yang berlangsung melalui
proses dispersal dan ada yang melalui migrasi.
Pola perpindahan dan penyebaran hewan yang hidup disuatu habitat
terpencar dengan pola tertentu yang berbeda antara populasi yang satu dengan
jenis lainnya. Pola penyebaran hewan tersebut bentuknya ada tiga macam
yaitu acak (random), teratur dan kelompok.

B. TUJUAN:
Praktikum ini bertujuan untuk
1. untuk mengetahui struktur dan komunitas hewan tanah
2. untuk mengetahui pola kehidupan hewan tanah
3. untuk melihat distribusi beberapa hewan tanah
4. untuk melihat peran hewan tanah dalam kehidupan
5. mengetahui model dispersal

C. Alat dan Bahan


Alat : teropong; meteran, perangkap jebak, termometer, pH meter, Yellow
pan trap
Bahan : alkohol 95% 1 liter, formalin 4% 250ml, aquades 1 liter, umpan
ikan/gula/madu 1 botol kecil, kapas, asam asetat 4%

D. Cara Kerja
C.1. Distribusi Hewan
- Tentukan 3 daerah yaitu kebun sawit, kebun karet dan hutan biasa dengan
luas daerah masing 50 x 50 m. Setiap 5 meter di pasang 1 perangkap.
- Peragkap dipasang selama 1x24jam, kemudian serangga di koleksi dan
dihitung
21

- Kemudian di laboratorium dilaksanakan kegiatan sortir, identifikasi,


mounting dan labeling.
C.2. Analisis Faktor Fisik
a. Menghitung kadar air tanah dan kadar organik tanah
b. tanah diambil cuplikan dengan ukuran 12x15x10 cm, sebanyak 10
sampel dan dimasukkan kedalam box sampel. Kemudian di
laboratorium dilakukan analisis kadar air tanah dan kadar organik
tanah
c. tekstur tanah: tanah di pegang dan dirasakan teksturnya
d. warna tanah: tanah di lihat warna dan jenisnya berdasarkan
karakteristik morfologi tanah.
e. pH tanah: buat lubang sedalam 10cm dan beri aquades sedikti,
kemudian masukkan pH meter. Lihat perubahan pHnya.
f. Suhu tanah: sama dengan pH, ukur juga suhu tanah.

E. Pengolahan data
Tabel 2. Data Pengamatan Penyebaran Hewan tanah pada tiga lokasi

Jumlah Hewan Tanah


No Spesies Ket
Sawit Karet Alami
1
2
3
... ...

Faktor Fisik

Jumlah Hewan Tanah


No Indikator Ket
Sawit Karet Alami
1 Kadar Air Tanah
2 Kadar organik tanah
3 Pori Tanah
4 Suhu Tanah
5 pH tanah
22

6 Tekstur dan Waran tanah


7 Suhu Udara

F. Analisis data
Pola penyebaran populasi dengan Indeks Morisita dapat dicari dengan
menggunakan rumus berikut ini:
Id = n 
X2 −N
N ( N − 1)
Keterangan:
n = Jumlah Plot
N = Jumlah total Individu Seluruh Plot
ΣX2 = Kuadrat Jumlah individu per Plot
Jika dari hasil perhitungan di atas didapatkan hasil seperti berikut;
Id = 1, maka distribusinya adalah random/acak
Id < 1, maka distribusinya adalah seragam/uniform
Id > 1, maka distribusinya adalah mengelompok/ clumped
23

ACARA: 6
DINAMIKA POPULASI HEWAN
(KURVA LULUS HIDUP KUMBANG BERAS)

A. Pendahuluan
Populasi adalah kumpulan individu dari suatu jenis organisme. Dalam
penyebarannya individu-individu tersebut dapat berada dalam kelompok-
kelompok, dan kelompok tersebut terpisah dari organisme satu dengan
lainnya. Pemisahan ini dapat disebabkan oleh kondisi geografis atau kondisi
cuaca dan lain-lain.
Populasi dapat tersebar secara merata atau tidak merata, hal ini
tergantung dari kepadatan, pertumbuhan populasi pada sautu daerah.
Pertumbuhan suatu populasi dapat dilihat dari dinamikanya dalam suatu
komunitas. Pertumbuhan populasi adalah kemampuan populasi untuk
meningkat jumlah individunya yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti angka kelahiran.
Model-model perkembangan populasi yang realistik yaitu dibuat
berdasarkan keadaan populasi yang sebenarnya serta perlu diamati per-
kembangan populasi tersebut dengan mengumpul- kan data kerapatan
populasi atau jumlah individu (N) dalam populasi untuk waktu (t) tertentu.
Pengamatan demikian akan mencakup berbagai umur yang dibagi dalam
selang waktu tertentu. Hasil pengamatan dicatat dalam sebuah tabel yang
dalam kajian dinamika populasi disebut neraca kehidupan atau tabel hidup
(life table). Tabel hidup bermanfaat mengkalkulasi berbagai aspek statistik
yang merupakan informasi populasi seperti kelahiran (natalitas), kematian
(mortalitas), dan peluang untuk hidup/berkembang biak (survivalship)
diturunkan dari data tersebut dapatlah dilakukan aproksimasi untuk berbagai
parameter perilaku perkembangan populasi (Odum, 1971; Agus, 1977;
Anonim, 1982; Schoonhoven, et.al., 1998; Surtikanti, 2004).
Pearl, (1928) dalam Price (1975) memperkenalkan tabel hidup di bidang
ekologi tahun 1928, yaitu merupakan ringkasan kematian bagi anggota-
anggota populasi. Di dalam bidang ekologi, dengan cara penyajian dan analisa
tertentu, tabel hidup dapat menggambarkan sifat populasi yang lebih dalam,
sehingga akan menyajikan parameter- parameter populasi yaitu laju kelahiran
24

(natalitas), laju kematian (mortalitas) dan individu-individu yang keluar dan


masuk dalam populasi (imigrasi dan emigrasi)

B. Tujuan
Kegiatan ini bertujuan untuk:
1. untuk mengetahui cara penghitungan populasi dan Dinamika populasi
kumbang beras
2. mengetahui laju pertumbuhan populasi kumbang beras pada berbagai
makanan.
3. Mengetahui jenis makanan mana saja kemampuan hidupnya tinggi

C. Alat dan Bahan


Alat : gelas cup aqua 9 buah, kain kasa, termometer
Bahan : kumbang beras yang dari keturunan F1 (ukuran, jenis da nasal yang
sama sebanyak: 30 ekor), beras, jagung, kacang hijau, tepung, serbuk
gergaji/kayu

D. Cara Kerja
1) Susunlah gelas cup sebanyak 3 baris (3A, 3B, 3C = total 9 gelas)
seperti gambar berikut:

A B C

2) Masukkan jenis makanan kedalam masing-masing gelas setinggi ½


bagian gelas
3) Gelas A kumbang beras 30 ekor+beras, gelas B kumbang beras
30+jagung dan gelas C kumbang beras 30 +kacang hijau, Gelas D
masukan kumbang beras 30 ekor + tepung dan Gelas E kumbang beras
30 ekor + serbuk kayu.
4) Kemudian setelah itu, tutupi permukaan gelas dengan kain kasa agar
kumbang tidak keluar.
5) Letakkan gelas ditempat yang aman, terkena cahaya matahari dan
mudah diamati
6) Lakukan pengamatan selama 30 hari pada setiap perlakuan, kemudian
catat berapa kumbang yang mati dan yang hidup setiap hari selama 30
hari.
25

7) Kemudian masukkan angka pengamatan tersebut kedalam table


pengamatan
8) Hitunglah laju pertumbuhnan kelima perlakuan kumbang tersebut.
Buat grafik life table dan hitung angka kelulusan hidupnya

E. Hasil/pengolahan data
Tabel Pengamatan

Usia Mx qx Px dx lx Lx Tx ex ex + x
Pengam
atan (X)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Catatan:
Kolom dalam tabel kematian lengkap :
• Umur tepat X (kolom 1) : berarti anggota kohor yg dimaksud telah
menjalani hidup selama tepat X tahun.

• MX (kolom 2) : Jumlah kematian per kelompok umur per 1.000 penduduk


atau ASDR

• qX (kolom 3) : kemungkinan seseorang untuk mati (probability of dying)


antara umur tepat X dan umur tepat X+1.

dX 2 . Mx
qX = atau qx =
lX 2 + Mx

• PX (kolom 4) : kemungkinan seseorang untuk tetap hidup dari umur tepat


X hingga umur tepat X+1.
lX - dX dX
26

PX = = 1- = 1 - qX
lX lX

• dX (kolom 5) : jumlah kematian antara umur tepat X dan X+1.


dx = qx . lx

• lX (kolom 6) : jumlah orang yang masih hidup hingga umur tepat X.


lx+n = lx - dx

• LX (kolom 7) : tahun hidup orang yang dijalani antara umur tepat X dan
X+1.
Khusus untuk umur <1 th biasanya menggunakan rumus :
0L1 = 0,3 l0 + 0,7 l1

• TX (kolom 8) : total tahun hidup orang setelah umur tepat X tahun sampai
semua anggota kohor meninggal.
w
TX =  LX
X

• eX (kolom 9) : angka harapan hidup pada saat umur tepat X.


TX
eX =
lx

1
CDR = CBR =
e0

• ex + x (kolom 10) : angka harapan hidup mereka yang berumur tepat x


pada saat saat lahir.

F. Analisis Data
Hitung analisis kurva life table dengan anova dan biat grafiknya, dokumentasi
foto dan video
27

ACARA: 7
KOMPOSISI DAN STRUKTUR KOMUNITAS HEWAN

a. Dasar Teori
Suatu ekosistem tersusun atas komponen biotik dan abiotic yang saling
beriteraksi, ekosistem juga memiliki fungsi yang terkait dengan siklus
energy dan materi, regulasi dan kebernetik. keanekaragaman dalam ruang
dan waktu organisme dalam sutu ekosistem berubah dinamis. Kondisi
lingkungan yang berbeda memiliki daya dukung dan kendala bagi
pertumbuhan populasi dan komunitas organisme di dalamnya.
Keanekaragaman cenderung akan rendah pada ekosistem yang
secara fisik terkendali (dibatasi oleh factor lingkungan abiotic) atau
mendapatkan tekanan limgkungan. Dan akan cenderung tinggi pada
ekosistem yang di batasi, atau aleh factor biotik.
Keanekaraman banyak dipakai untuk mengindikasikan kondisi
lingkungan suatu ekosistem. Oidentic dum (1971) menyatakan bahwa
keanekaragaman identik dengan kesetabilan suatu ekosistem, yaitu jika
keanekaragaman suatu ekosistem relative tinggi maka kondisi ekositem
tersebut cnderung stabil.

b. Tujuan Praktikum
Setelah kegiatan praktikum ini, diharapkan :
1) Mahasiswa dapat menemukan adanya keanekaragaman tingkat
komunitas dalam suatu ekosistem.
2) Mahasiswa dapat menghitung kepadatan,domainsi dan
keanekaragaman pada suatu lingkungan

c. Alat dan Bahan


1) Alat yang digunakan dalam praktikum ini atara lain: Meteran (50M),
Tali raffia, Gunting, mikroskop, Kertas Label, Kotak Sampel, Plastik,
alat tulis.
2) Bahan yang dibutuhkan antara lain: alcohol 70%, buku identifikasi

d. CARA KERJA:
1. Cari beberapa area di dekat kebun, sawah, suangai yang kondisinya
berbeda (kering, lembab dan lain-lain)
28

2. Buatlah beberapa plot pengamatan secara acak dengan ukuran 5 x 5


m 2. Pada tiap area yang akan di amati.
3. Kemudian pasang perangkap pada masing-masing plot,
4. Tangkaplah hewan yang ditemkan pada setiap plot, kemudian bawa ke
laboratorium
5. Lakukan identifikasi macam-macam jenis hewan yang ada dan
hitung jumlahnya tiap jenis.
6. Catatlah hasil pengamatan pada tabel yang sudah di siapkan.

E. Hasil Lakukan perhitungan: kepadatan,dominan


Area… Area….
Spesies Jumlah Luas
area
Plot
ke…

Plot
ke…

F. Analisis Data
a. Kelimpahan
b. indeks keanekaragaman
c. indek kemerataan
d. indek dominansi
e. nilai penting
29

ACARA PRAKTIKUM 8
KOLEKSI HERBARIUM EKOLOGI HEWAN

a. Pendahuluan
Pembuatan awetan spesimen diperlukan untuk tujuan pengamatan
spesimen secara praktis tanpa harus mencari bahan segar yang baru.
Terutama untuk spesimen-spesimen yang sulit di temukan di alam.
Awetan spesimen dapat berupa awetan basah atau kering. untuk
awetan kering, hewan diawetkan dalam bentuk herbarium, sedangkan
untuk mengawetkan hewan dengan sebelumnya mengeluarkan organ-
organ dalamnya. awetan basah, baik untuk hewan maupun tumbuhan
biasanya dibuat dengan merendam seluruh spesimen dalam larutan
formalin 4%.
Awetan yang telah dibuat kemudian dimasukkan dalam daftar
inventaris koleksi. pencatatan dilakukan kedalam field book/collector
book. sedangkan pada herbarium keterangan tentang tumbuhan
dicantumkan dalam etiket. dalam herbarium ada dua macam etiket,
yaitu etiket gantung yang berisi tentang; nomer koleksi, inisial nama
kolektor, tanggal pengambilan spesimen dan daeran tingkat II tempat
pengambilan (untuk bagian depan) dan nama ilmian spesimen (untuk
bagian belakang).
Pada etiket tempel yang harus dicantumkan antara lain;
1) kepala surat) sebagi pengenal indentitas kolektor/lembaga
yang menaungi,
2) nomer koleksi,
3) tanggal ambil,
4) Taksa: familia, genus, spesies, Nom. Indig (nama lokal),
5) tanggal menempel, (determinasi)nama orang yang
mengidentifikasi spesimen itu, (insula) pulau tempat
mengambil,
6) ketinggian tempat pengambilan dari permukaan air laut,
7) Kabupaten tempat pengambilan, dan (annotatione) deskripsi
spesimen tersebut.
30

B. TUJUAN
Diharapkan hasil kegiatan ini mahasiswa mampu membuat spesimen hewan
berdasarkan karakteristik morfologi dalam kegiatan konservasi sederhana.
C. Metode kerja
1. Awetan Hewan Avertebrata
Ada tiga langkah pokok pada pembuatan preparat hewan, yakni : 1)
mematikan objek, 2) Fiksasi, 3) Pengawetan. Untuk mematikan, hewan
dimasukkan ke botol pembunuh. Untuk hewan yang bergerak kuat perlu
dilakukan anestesi dahulu. Ada banyak macam larutan anestesi, Contoh,
magnesium chloride (MgCl2), eter (untuk membius) atau alkohol. Fiksasi
dimaksudkan untuk menstabilkan protein jaringan. Larutan fiksasi juga
bermacam-macam, di antaranya formalin (formaldehyde), larutan Viets,
larutan Bouin.
Cara membuat larutan fiksatif
1. Larutan Viets : campurkan alcohol 80% (6 bagian), dengan gliserin (11
bagian) danasam asetat glacial (3 bagian)
2. Larutan Bouin : Asam asetat glasial (5 ml) ditambah dengan formalin 40 %
(25 ml dan asam pikrat jenuh (75 ml).
Pengawetan merupakan tindak lanjut setelah proses fiksasi, agar objek
menjadi awet, tidak rusak jaringannya, tidak terjadi otolisis sel, dan terhindar
dari serangan bakteri dan jamur. Bahan pengawet yang mudah adalah formalin
(5 – 10 %), alcohol 70 %. Untuk menghindari kerusakan jaringan, fiksasi
dilakukan bertahap. Objek tidak langsung direndam dalam alkohol 70 %,
tetapi mulai dari kadar yang rendah (30 %).
Langkah-langkah :
1. Masukkan objek hewan yang telah diberi etiket gantung ke dalam botol
2. Aturlah posisinya dengan melekatkannya pada potongan kaca
3. Tutuplah dengan tutup yang rapat, dan berilah etiket pada botolnya.
4. Simpan pada tempat yang aman.
Beberapa larutan awetan basah
1. Pengawet umum :
a. Formalin 40 % : air = 1 : 10 ( formalin 4 % )
b. Formalin 40 % 6 bagian Asam asetat 40 %,
1 bagian Alkohol 95 %, 20 bagian Akuades 40 bagian
2. Pengawet Insekta :
a. Formalin 40 %, 40 bagian
31

b. Asam asetat 40 %, 20 bagian


c. Gliserin, 50 bagian
d. Akuades, 280 bagian

Pembuatan Awetan Kering Hewan


Objek disuntik dengan formalin atau dicelupkan dalam formalin yang lebih
pekat, lalu dikeringkan kedalam oven pada suhu 60oC
32

ACARA 9:
PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN
PRENEURSHIP BIOPLASTIK

A. Pendahuluan
Bioplastik adalah bentuk awetan kering mahluk hidup yang berada
dalam plastic sehingga tidak akan rusak dalam waktu ratusan tahun. Untuk
membuat awetan dalam bentuk ini diperlukan ketelitian dan kehati-hatian
yang cukup, namun pembuatanya sangat mudah dan memerlukan waktu yang
tidak lama. Bioplastik dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk sesuai
keinginan dan pembuatan alat cetaknya. Selain sebagai alat untuk penelitian
dan koleksi, bioplastik ini juga dapat digunakan / dibuat dalam bentuk hiasan
seperti pegangan kunci dll. Pada umumnya mahluk hidup yang di awetkan
dalam bentuk ini adalah berbagai macam serangga, bunga dan berbagai bentuk
daun tumbuhan , karena walaupun sudah tersimpan cukup lama, tumbuhan /
bunga tersebut tidak akan layu dan masih nampak segar serta tidak akan rusak
kecuali bila dipecah.

B. Tujuan
Setelah praktikum ini mahasiswa mampu menjadi kolektor ekologi hewan
dan mampu menjadi preneurship ekowan bioplastik

C. Alat dan Bahan


Untuk membuat preparat bioplastik ini diperlukan alat dan bahan yang
sesuai dengan yang di butuhkan, bahan yang digunakan dalam membuat
preparat bioplastik terdiri 4 macam:
1. bahan / objek yang akan di awetkan
33

Obyek makhluk hidup ini dapat dicari dalam 3 cara:


a) Awetan kering/ obyek lain. Obyek lain yang dimaksud adalah untuk
tulisan label atau bisa juga di beri foto.
b) Awetan basah dalam alcohol / formalin
c) Untuk bahan segar harus direndam dalam larutan styrene sebelum dibuat
(boleh lama boleh juga sebentar saja).
2. Styrene
Adalah larutan untuk merendam bahan segar / obyek sebelum di buat /
di masukan ke dalam bioplastik. Berfungsi sebagai penyeteriol, untuk
mensterilkan obyewk yang akan di awetkan
3. Resin
Sifat dari resin adalah beracun, karsinogen (penyebab kanker) dan juga
dapat menyebabkan iritasi kulit.
4. Katalis
Katalis ini sifatnya sama dengan Resin . sehingga pada waktu menggunakan
harus hati-hati agar tidak sampai terkena kulit atau pakaian karena noda
pada pakaian tidak dapat dihilangkan dan dapat menyebabkan kerusakan
pada kain. Berfungsi sebagai pengeras.
5. Cobalt
Cobalt juga berfungsi sebagai pengeras sama seperti katalis.
6. Alat Cetakan / wadah
Cetakan ini bisa di buat dari seng atau aluminium tipis sehingga dapat
di bengkokan menjadi wadah yang sangat rapat dan bentuknya
sesuai dengan keinginan sendiri.
7. Girinda/ Ampelas
Alat ini digunakan untuk menghaluskan bagian tepi preparat setelah
kering / selesai.
8. Compound QQ
Digunakan untuk mengkilatkan preparat yang sudah jadi dengan cara
di gosok dengan kain yang halus dan bersih.
9. Alat penunjang lainya
Alat penunjang lainnya yang di perlukan misalnya:
a. Gunting: untuk memotong bahan / obyek serta digunakan
dalam membuat cetakan
b. Pisau : untuk membuat cetakan
c. Pinset : untuk mengambil obyek/ mahluk hidup
34

d. Jarum : untuk menata obyek dalam larutan


e. Isolasi lakban : untuk mengaitkan / membuat cetakan
f. Sendok : untuk mengadut campuran larutan
g. Kain : untuk menggosok preparat bioplastik setelah jadi
h. Gelas minuman kemasan untuk mengaduk campuran
larutan.

D. Cara Kerja Membuat Bioplastik:


1. Membuat wadah / alat cetakan
Untuk membuat alat cetakan kita bisa gunakan aluminium tipis, seng atau
plastic yang tahan terhadap resin dengan cara menggunting sesuai
bentuk cetakan yang di inginkan.
Cetakan yang baik adalah fleksibel, permukaannya halus, tahan terhadap
resin serta sesuai dengan obyek dan bentuk seni. Untuk itu harus
pula diperhatikan setting obyek pada cetakan (orientasi, label
ataupun aksesories lainnya)
2. Menyiapkan obyek
Obyek yang disiapkan bisa juga mahluk hidup misalnya kupu-kupu,
belalang, bunga, daun dan lain-lain, bias juga label foto.
3. Membuat preparat bioplastik dengan langkah sebagai berikut:
a. Merendam obyek dalam styrene sampai terendam boleh lama
boleh tidak. Untuk label / obyek kering tak perlu direndam
karena bisa luntur warnanya.
b. Menuangkan resin ke dalam tempat lain (gelas minuman
kemasan ) kemudian menambahkan katalis dan cobalt dengan
perbandingan resin 25 cc, katalis dan cobalt masing-masing 8
s/d 9 tetes. Kemudian kita aduk perlahan-lahan larutan
resindan katalis tersebut dan usahakan jangan sampai muncul
gelembung udara. Aduk larutan tersebut sampai berubah
warnanya.
c. Menyiapakan alat cetakan yang kita buat tadi dan masukkan
adonan resin + katalis ± 2 mm sebagai alas / sesuai denagn
wadah agar proporsional dengan cetakan tadi. Miringkan agar
merata dan masukkan ke dalam open selama ± 3 menit atau
sampai mengental. Pemanasan atau pengeringan ini bisa juga
35

dilakukan dengan lampu pijar 10 watt atau bisa juga hanya di


angin-anginkan.
d. Setelah mengering masukkan adonan lagi sedikit sebagai
penanam atau penjebak agar obyek tidak muncul / timbul
dipermukaan. Setelah itu masukkan obyek dan label atau foto
kemudian tata dengan rapi sesuai dengan keinginan anda
dengan menggunakan jarum atau lidi. Setelah selesai
keringkan lagi dengan cara seperti poin di atas (dalam
memasukkan obyek harus hati-hati agar tidak ada gelembung
udara yang timbul akibat gesekan obyek).
e. Preparat yang sudah kering di ambil dan di tuangi adonan lagi
sebagai penutup, lalu keringkan lagi seperti cara pengeringan
di atas.
f. Setelah preparat betul-betul kering buka wadahnya dengan
cara di sobek dan dalam hal ini membukannya pun harus hati-
hati agar tidak pecah.
g. Langkah selanjutnya, haluskan permukaan dengan gerinda /
amplas bertingkat dari kasar (100 – 600 – 1000) ke halus pada
kondisi basah / berair, serta jangan sampai berdebu karena
debunya dapat menyebabkan kanker / karsinogen.
h. Sebagai langkah terakhir haluskan dengan compound
bertingkat QQ
i. very white dengan menggunakan kain halus sampai
mengkilat. Preparat telah selesai dibuat.

E. Hal-Hal yang perlu Diperhatikan dalam Membuat Bioplastik


1. Dalam membuat adona resin + katalis harus diperhatikan
komposisi perbandingannya dan pada waktu mengaduk harus hati-
hati agar jangan sampai ada gelembung udara dan harus sekali
habis karena sifatnya cepat mengeras.
2. Pada saat memberi resin, sebelumnya harus sudah mengering dan
pada waktu penutupan, obyek harus sudah kering dulu karena di
khawatirkan obyek akan muncul ke permukaan / timbul.
36

F. Ciri-Ciri Pembuatan Bioplastik yang Berhasil dan Gagal


Pembuatan preparat Bioplastik dikatakan akan berhasil dengan baik apabila
hasilnya sebagai berikut :
a) tidak ada gelembung udara pada preparat tersebut
b) tidak ada pecahan yang ditimbulkan karena terlalu panas atau terlalu
banyak katalis maupu nterlalu tebalnya resin
c) Obyek mengkilat
d) Tata letak atau orientasi obyek / label mengandung kreasi seni yang
tinggi.
e) Sudut permukannya halus dan jernih.
Adapun hasilnya preparat di katakan gagal apabila hasilnya sebagai berikut :
a. karena terlalu panas ataupun terlalu banyak katalis serta terlalu
Bergelembung.
b. Pecah-pecah tebalnya resin.
c. tata letak orientasi obyeknya jelek.
d. Obyeknya tampak keruh dan buram.
e. Sudutnya tajam, permukaan kasar dan tidak jernih
37

ACARA 10
MINI RISET

A. Pendahuluan
Kegiatan ini diharapkan mahasiswa mampu melaporkan hasil
penelitian kecilnya dalam bidang kajian ekologi hewan.
Kemampuan riset ini diharapkan dapat menunjang penelitian
akhir skripsi mahasiswa. Langkah yang ditetapkan
menggunakan metode ilmiah dalam penelitian biologi.
B. Tujuan
Setelah praktikum dapat membuat dan presentasi hasil riset
mini sebagai produk karya tulis mahasiswa
C. Alat dan Bahan
Silahkan mahasiswa menentukan alat dan bahannya sesuai
dengan tema riset yang dikaji dalam bidang ekologi hewan
D. Hasil
Penelitian kecil ini dilaksanakan selama praktikum berjalan
dan dibuat dalam bentuk artikel ilmiah (maksimal 15 halaman)
38

PEMBUATAN LAPORAN AKHIR

1. Laporan akhir disusun berdasarkan data dari laporan sementara dengan


format sebagai berikut:
A. Contoh Cover:

Laporan Praktikum

Judul:………..

Oleh:

Kelompok: I

1. Ari Koemiran
2. Siti KDI
3. ........
Pembimbing: Irham Falahudin, M.Si

Prodi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Raden Fatah Palembang
2020

B. Format isi Laporan


PRODI BIOLOGI
1) BAB I Pendahuluan berisi Tujuan Praktikum, Alat dan Bahan, Cara
FAKULTAS TARBIYAH
Kerja
IAIN RADEN FATAH PALEMBANG
2) BAB II Tinjauan Pustaka berisi tentang sumber yang berkaitan
dengan judul praktikum2010 (dari buku, jurnal dan internet)
3) BAB III Hasil dan Pembahasan
4) BAB IV Penutup berisi kesimpulan dan saran
5) Daftar Pustaka: Contoh: Falahudin, I. 2010. Biologi Umum. REFA
Press. Palembang.
2. Laporan di Jilid dan diserahkan pada saat ujian Praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Magurran, A.N. 2003. Measuring Biological Diversity. Australia: Blackwell


Publishing Company
39

Michael, P. 1984. Ecological Methods for Field and Laboratory Investigation.


Mc. Graw Hill Publishing Company. New York.

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. 4rd ed. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Susanto, P. 2000. Pengantar Ekologi Hewan. Dirjendikti. Jakarta

Suin, N. 2003. Ekologi Hewan Tanah. Bumi Aksara. Bandung.

Suin, N. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang

Anda mungkin juga menyukai