Anda di halaman 1dari 46

PANDUAN PRAKTIKUM

EKOLOGI UMUM

Disususn Oleh:
TIM PENYUSUN

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2019
PRAKTIKUM 1
PENGENALAN ALAT DAN PENGUKURAN FAKTOR LINGKUNGAN

Tujuan
1. Mengetahui macam-macam alat, fungsi, dan cara kerja dari beberapa alat yang
digunakan dalam pengamatan lingkungan abiotik di ekosistem teresterial.
2. Mengetahui macam-macam alat, fungsi, dan cara kerja dari beberapa alat yang
digunakan dalam pengamatan lingkungan abiotik di ekosistem akuatik.

Dasar Teori
Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik atau interaksi antara
makhluk hidup dengan lingkungannya, makhluk hidup dengan makhluk hidup lain,
dan lingkungan dengan lingkungan lain. Unit utama ekologi adalah ekosistem.
Ekosistem adalah suatu sistem hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Ekosistem terbagi menjadi dua bagian, yaitu ekosistem terestrial
(darat) dan ekosistem akuatik (perairan).
A. Ekologi terestrial (darat)
Ekologi terestrial (darat) merupakan salah satu ekosistem yang menyusun
permukaan bumi. Ekosistem ini dikenal dengan salah satu ciri utamanya, yaitu
memiliki biomassa tumbuhan yang besar. Ekosistem terestrial secara khusus
dipelajari karena banyaknya variasi tentang waktu dan geografi. Selain itu, interaksi
antara organisme hidup dengan beberapa faktor lingkungan darat akan menjadi
faktor pembatas yang utama di daratan. Kondisi organisme di ekosistem ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Iklim Mikro
1. Cahaya
Cahaya matahari merupakan gelombang electromagnet yang di samping
membawa energi cahaya juga membawa energi panas. Penangkapan energi
matahari melalui fotosintesis sangat fundamental bagi kehidupan di ekosistem.
Aspek cahaya yang penting antara lain Intensitas Cahaya (lux, watt), kualitas
cahaya (bergantung pada panjang gelombang cahaya) dan lama penyinaran
(fotoperiode). Intensitas cahaya diukur dengan luxmeter.
2. Temperatur
Temperatur atau suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan di
ekosistem terestrial. Laju metabolisme organisme poikiloterm sangat
dipengaruhi oleh suhu lingkunga sekitar. Ada interaksi negatif antara suhu
dengan ketinggian tempat (altitude) dan posisi garis lintang (latitude). Suhu
dapat diukur dengan termometer (oC, oF atau oK).
3. Kelembaban Udara
Kelembaban udara sering diukur dengan nilai relatifnya, yaitu
kelembaban relatif udara (relative humidity/HR) yang menggambarkan
perbandingan antara tekanan uap air pada saat itu dengan uap air jenuh pada suhu
yang sama. Kelembaban relative udara (%) dapat diukur menggunakan alat
hygrometer.
4. Arah dan Kecepatan Angin
Arah dan kecepatan angina dapat menjadi faktor pembatas di tempat
terbuka, pantai, tebing, dll. Karena angina dapat menepiskan lapisan udara yang
jenuh uap air, mempengaruhi keseimbangan panas antara organisme dan
lingkungan. Selain itu antara parameter angin dan faktor iklim seperti
kelembaban udara, evaporasi, dan curah hujan. Arah angin dapat ditentukan
secara sederhana dengan meletakkan suatu kerucut ringan di suatu tiang di
tempat terbuka, sedangkan kecepatan angin dapat diukur menggunakan alat
anemometer (m/s atau km/jam).
b. Faktor Geografis
1. Ketinggian
Ketinggian tempat diukur dari permukaan air laut dengan altimeter (m
dpl) atau GPS (Global Positioning System). Perbedaan ketinggian akan
mempengaruhi faktor iklim yang selanjutnya iklim akan mengakibatkan
perubahan struktur dan penyebaran tumbuhan dan hewan.
2. Kemiringan
Lahan dapat memiliki kemiringan yang berbeda-beda, misalnya datar (0-
1o), landai (2-3o), agak miring (3-7o), miring (8-11o), agak curam (12-15o), curam
(16-25o), sangat miring (26-35o) dan tebing (>36o). Kemiringan tanah dapat
diukur menggunakan alat busur derajat atau klinometer. Kemiringan tanah juga
dapat dinyatakan dengan satuan %, dengan ketentuan 45o sama dengan 100%.
c. Faktor Edafik dan Sifat Kimia Tanah
1. Temperatur Tanah
Temperatur tanah akan menentukan kecepatan penguraian serasah
(humifikasi dan mineralisasi), aktivitas flora dan fauna tanah serta penyerapan
nutrisi oleh akar tumbuhan. Pengukuran temperatur tanah dapat dilakukan dengan
termometer tanah atau soil tester.
2. Keasaman Tanah
Hubungan antara pH tanah dengan organisme sudah lama diketahui,
sehingga dikenal dengan adanya organisme asidofil dan basophil. Oleh karena itu,
penetuan pH tanah sangat diperlukan dalam bidang ekologi terestrial. Ada dua cara
yang dapat digunakan untuk mengukur pH tanah, antara lain secara langsung
dengan menggunakan alat soil tester atau secara tidak langsung melalui pengukuran
pH suspensi tanah dengan menggunakan pH-meter atau kertas pH. Tanah kering
yang tidak mengandung kerikil sebanyak 10 gram terlebih dahulu dicampur dengan
25 mL akuades. Diaduk hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit.
Pengukuran pH tanah dilakukan terhadap suspense tanah yang sedang teraduk
homogen (bisa menggunakan magnetic stirres).
B. Ekosistem akuatik (perairan)
Ekosistem akuatik (perairan) pada hakekatnya dibedakan menjadi
ekosistem lentik (menggenang) dan ekosistem lotik (mengalir). Perbedaan diantara
kedua tipe ekosistem akuatik tersebut terletak pada 3 kondisi yang akan
menentukan sifat fisika dan kimia perairan sehingga akan berpengaruh pada jenis
biotanya, antara lain:
1. Arus, merupakan faktor pembatas utama yang mengakibatkan perbedaan
kehidupan organisme di kedua tipe ekosistem perairan tersebut
2. Proses pertukaran bahan organik tanah dan air di sekitar perairan juga akan
menentukan jenis biota yang mampu tinggal dengan keadaan tersebut
3. Kelarutan gas di ekosistem perairan sehingga akan berpengaruh terhadap
beberapa parameter abiotik lainnya.
Selain itu, penentuan sifat fisik-kimia air lainnya antara lain:
1. Suhu air
Alat yang digunakan adalah termometer air raksa/alkohol, dengan cara
thermometer ditenggelamkan dalam air dengan seutas tali kemudian dibiarkan
sampai air raksa/alkohol tidak bergerak (±5 menit). Kemudian dibaca suhu yang
tertera sesuai posisi air raksa/alkohol dalam termometer. Cara lain dengan
menggunakan termometer digital dengan cara memasukkan probe (elektrode)
secara langsung dalam air dan dibaca nilai yang tertera.
2. Kecerahan air
Alat yang digunakan adalah Secchi Disc. Pengukuran kecerahan dilakukan
dengan memasukkan alat tersebut melalui seutas tali ke dalam perairan sampai
warna hitam-putih dari alat tersebut tidak kelihatan. Jarak antara jari yang
memegang tali (tepat di permukaan air) dengan secchi disc pada saat hilangnya
warna tersebut merupakan kecerahan perairan tersebut. Klasifikasi pengukuran
kecerahan air, antara lain:
a. Perairan berkecerahan baik : > 60 cm
b. Perairan berkecerahan sedang : < 30 cm
c. Perairan berkecerahan buruk : < 10 cm
C. Pengukuran pH
Pengukuran pH perairan dapat dilakukan dengan alat pH meter portabel.
Sebelum digunakan alat tersebut harus terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan
larutan buffer (pH 4, pH 7, dan pH 10). Nilai pH dapat dibaca dengan memasukkan
probe langsung ke dalam permukaan air. Cucilah probe tersebut menggunakan
akuades setiap selesai mengukur sampel air maupun sebelum digunakan untuk
mengukur sampel air yang lainnya.
D. Dissolved Oxygen
Dissolved oxygen atau oksigen terlarut merupakan jenis oksigen yang
berasal dari organisme fotoautotrof dan dimanfaatkan oleh organisme lain untuk
kehidupan sehari-hari secara normal. Kadar oksigen terlarut dapat dibaca dengan
memasukkan probe langsung ke dalam permukaan air. Cucilah probe tersebut
menggunakan akuades setiap selesai mengukur sampel air maupun sebelum
digunakan untuk mengukur sampel air yang lainnya.
Interaksi dari beberapa lingkungan abiotik tersebut nantinya akan
berpengaruh terhadap jumlah, komposisi, keanekaragaman jenis, produktivitas
serta kondisi fisiologi organisme perairan. Menurut Goldman and Home (1983),
organisme hidup di ekosistem perairan dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Plankton
Plankton yaitu organisme yang berukuran sangat kecil (umumnya
mikroskopis), mempunyai gerakan yang ralatif kecil/lemah sehingga
pergerakannya sangat dipengaruhi oleh gelombang , arus maupun gerakan air.
Pengumpulan plankton dapat dilakukan dengan cara mengambil contoh air yang
menjadi obyek penelitian. Pengambilan contoh air dapat disesuaikan dengan
kedalaman tertentu menggunakan alat water sampler sehingga diketahui
volumenya. Contoh air tersebut kemudian disaring dengan menggunakan jaring
plankton yang dilengkapi dengan tabung pengumpul plankton.
Cara lain yaitu dengan cara menarik jaring plankton tersebut dari atas perahu
atau jembatan, baik secara vertikal maupun horizontal dalam perairan. Apabila
pengambilan plankton dilakukan dengan cara ini, volume air yang disaring dapat
diketahui dengan rumus berikut:

V=πr2d, dengan

Keterangan :
V : Volume air yang disaring
r : Jari-jari jaring plankton
d : Jarak yang dilewati jaring plankton

Contoh plankton yang tersaring dalam tabung pengumpul selanjutnya


diawetkan dengan formalin 4% (sebanyak 5 tetes untuk setiap contoh air). Untuk
menjaga agar klorofil fitoplankton tidak mudah rusak maka pada setiap contoh air
diberikan larutan CuSO4 jenuh sebanyak 3-4 tetes.
2. Nekton
Nekton yaitu organisme yang berukuran besar dan mampu berenang bebas
dalam air.
3. Bentos
Bentos yaitu organisme yang hidup di dasar suatu perairan dasar dari
perairan tergenang umumnya didominasi oleh lumpur. Pengambilan contoh
organisme bentos di perairan yang tergenang dapat dilakukan menggunakan alat
Ejikman Grab. Caranya, mulut alat tersebut dibiarkan terbuka saat alat tersebut
diturunkan ke dalam perairan. Pada saat mulut alat tadi menyentuh dasar perairan,
tali pengikatnya kemudian dipegang sedemikian rupa sampai rentangannya
kencang (lurus), kemudian pemberat (messenger) dilepaskan. Pemberat tersebut
akan turun dan akhirnya menghantam trigerring mechanisms. Pada saat ini akan
disusul dengan menutupnya mulut (jaw) dari alat tersebut sehingga lumpur dasar
terperangkap di dalam alat tersebut.
Contoh lumpur yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam ember,
untuk selanjutnya dicuci dengan air bersih dan disaring dengan ayakan (saringan)
bertingkat yang mempunyai ukuran tertentu. Penyaringan dilakukan untuk
menghilangkan lumpur dan kotoran yang dapat menggangu pemilihan organisme
bentos. Selesai dibersihkan, organisme bentos tersebut diawetkan dengan formalin
4%. Selanjutnya organisme bentos yang tersaring diamati dengan bantuan
mikroskop untuk diidentifikasi jenisnya dan dihitung jumlah kerapatannya.
Dasar perairan mengalir umumnua didominasi oleh batuan atau kerikil.
Pengambilan contoh organisme bentos di perairan yang tergenang dapat dilakukan
menggunakan alat Jaring Surber. Penggunaan alat tersebut adalah sebagai berikut,
Letakkan bagian frame foot dari jala tersebut dengan arah yang berlawanan dengan
arus air. Selanjutnya substrat atau dasar perairan yang terdapat di dalam frame foot
diaduk-aduk dengan tangan atau kuas secara hati-hati, sehingga bentos yang
melekat di batuan atau kerikil di dasar perairan akan terbilas, hanyut dan
tertampung di jaring surber. Contoh bentos yang diperoleh kemudian disortir dan
dipisahkan dari sampah serta kotoran yang masih melekat. Contoh bentos yang
terpilih kemudian diawetkan dengan formalin 4% dan dilakukan identifikasi serta
dihitung jumlah kerapatannya.
Ekosistem merupakan bagian dari lingkungan yang memiliki komponen-
komponen, antara lain abiotik, biotik, fisika, kimiawi, dan sebagainya. Contoh
faktor biotik adalah makhluk hidup baik itu manusia, hewan, ataupun tumbuhan.
Contoh faktor abiotik yaitu suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, dan sebagainya.
Beberapa contoh faktor abiotik tersebut adalah sesuatu yang harus diukur oleh
karena itu diperlukan alat-alat khusus yang tepat untuk mengukur faktor-faktor
abiotik. Oleh karena itu, penting bahwa kita harus mengenal dan mengetahui anam
alat serta spesifikasi alat tersebut. Bukan hanya itu saja kita pun harus memahami
bagaimana cara kerja alat tersebut dan bagaimana prinsip kerjanya.
Alat alat yang terdapat dilaboratorium ekologi mempunyai fungsi dan cara
kerja yang berbeda. Oleh karena itu perlu adanya pengenalan alat-alat yang meliputi
fungsi dan kegunaan alat, cara pemakaian dan prinsip kerja sehingga ketika
melakukan praktikum ekologi di lapangan mahasiswa mampu mengoperasikan
alat-alat tersebut dengan benar dan tepat. Kesesuaian dan cara pemakaian alat akan
sangat berpengaruh terhadap data yang diambil. Berikut ini alat-alat yang biasa
digunakan pada pengamatan ekologi, yaitu:
1. Lux Meter, befungsi untuk mengukur tingkat pencahayaan dalam satuan
candela pada suatu tempat, semakin jauh dari sumber acahaya maka akan
semain kecil intensitasnya.
Cara kerja:
a. Geser tombol ”off/on” kearah On.
b. Pilih kisaran range yang akan diukur (2.000 lux, 20.000 lux, atau 50.000
lux) pada tombol range.
c. Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan
daerah yang akan diukur kuat penerangannya.
d. Lihat hasil pengukuran pada layar panel.
e. Pada tombol range ada yang dinamakan kisaran pengukuran. Terdapat
3 kisaran pengukauran yaitu 2000, 20.000, 50.000 (lux). Hal tersebut
menunjukan kisaran angka (batasan pengukuran) yang digunakan pada
pengukuran. Memilih 2000 lux, hanya dapat dilakukan pengukuran
pada kisaran cahaya kurang dari 2000 lux. Memilih 20.000 lux, berarti
pengukuran hanya dapat dilakukan pada kisaran 2000 sampai 19990
(lux). Memilih 50.000 lux, berarti pengukuran dapat dilakukan pada
kisaran 20.000 sampai dengan 50.000 lux. Jika Ingin mengukur tingkat
kekuatan cahaya alami lebih baik baik menggunakan pilihan 2000 lux
agar hasil pengukuran yang terbaca lebih akurat. Spesifikasi ini,
tergantung kecangihan alat.
f. Apabila dalam pengukuran menggunakan range 0-1999 maka dalam
pembacaan pada layar panel di kalikan 1 lux. Bila menggunakan range
2000-19990 dalam membaca hasil pada layar panel dikalikan 10 lux.
Bila menggunakan range 20.000 sampai 50.000 dalam membaca hasil
dikalikan 100 lux.
2. Spektrofotometer, berfungsi untuk mengukur jumlah cahaya pada panjang
gelombang tertentu yang melewati sebuah materi dengan cahaya yang
ditembakkan.
Cara kerja:
Nyalakan alat dan tunggu hingga 10-15 menit, kemudian lakukan
pengaturan pada alat dengan cara menekan tombol set atau atur sesuai
panjang gelombang yang diinginkan dan tekan tombol sekali lagi untuk
menyimpan settingan. Masukkan kuvet yang berisi aquadest ke dalam alat
dan tekan tombol blank, maka panjang gelombang akan terstandarisasi.
Keluarkan kembali kuvet yang berisi air tersebut, kemudian masukkan
kuvet yang berisi sampel yang berupa larutan metilen biru dengan
konsentrasi 10-4 diencerkan menjadi 8 x 10-5, 6 x 10-5, 4 x 10-5 dan 2 x 10-5.
Tunggu hingga pembacaan gelombang pada layar penunjuk berhenti dan
menunjukkan angka yang tetap.
3. Hygrometer, alat untuk mengukur kelembapan udara dengan menunjukan
temperature.
Cara penggunaannya dengan meletakkan di tempat yang akan diukur
kelembabannya, kemudian tunggu dan bacalah skalanya. Skala kelembaban
biasanya ditandai dengan huruf h dan kalau suhu dengan derajat celcius.
4. Thermometer untuk mengukur suhu udara biasa
- Thermometer air raksa
Cara kerja: bersihkan ujung thermometer dengan pembersih yang
mengandung alcohol, kibaskan ujung thermometer yang tidak berisi air
raksa bebrapa kali dengan cukup kuat agar air raksa kembali pada
tabung atau berada di bawah angka 350C, celupkan pada air atau benda
yang ingin di ukur suhunya lalu diamkan selama 3-5 menit, lalu bacalah
ujung air raksa yang menunjukkan suhu tersebut.
- Thermomter digital
5. Soil Tester, fungsinya adalah untuk mengukur pH dan kelembapan tanah.
Cara kerja: nyalakan thermosmeter dengan menekan tombol on, letakkan
thermometer pada air atau objek lain yang ingin di ukur, biarkan selama 3-
5 menit sampai bunyi yang menunjukkan pengukuran suhu, lalu bacalah
suhu yang di tunjukan pada thermometer.

6. pH meter, pH meter adalah sebuah alat elektronik yang digunakan untuk


mengukur pH (keasaman atau gaya basa) yang cair (khusus probes
meskipun kadang-kadang digunakan untuk mengukur pH of semi-solid zat).
J khas terdiri dari pH meter yang khusus mengukur probe (a glass elektroda)
terhubung dengan meter elektronik dan langkah-langkah yang
menampilkan pH membaca.
Cara kerja: mencelupkan alat ke air lalu melihat skala dan menekan
tombol
7. Meteran, berfungsi Meteran digunakan sebagai alat untuk mengukur
panjang, lebar, dan tinggi suatu benda atau bangun.
Tipe-tipe meteran;
a. Meteran pita
Meteran ini digunakan untuk mengukur panjang dan lebar lembaran
kain.
b. Meteran rol besar
Meteran ini digunakan sebagai alat untuk mengukur panjang dan lebar
tanah.
c. Meteran saku (rol kecil)
Meteran ini digunakan untuk mengukur bangun atau benda yang
panjangnya kurang dari 10 meter. Orang yang sering menggunakan alat
ini adalah tukang bangunan. Alat ini dinamakan meteran saku karena
dapat dimasukkan ke dalam saku dan dibawa kemana-mana.
Cara kerja meteran: Menyiapkan benda yang akan dikur dengan meteran
ini, kemudian ukur panjang, lebar atau mungkin tinggi benda tersebut. Lihat
dan amati berapa hasil yang didapatkan.
8. Jala Surber, Alat yang berukuran 25cm x 40cm ini merupakan alat untuk
mengambil sampel (benthos) pada daerah yang berarus air kuat dan dasar
perairan berpasir halus (sedikit berlumpur).
Cara kerja: Alat yang berukuran 25cm x 40cm ini merupakan alat untuk
mengambil sampel (benthos) pada daerah yang berarus air kuat dan dasar
perairan berpasir halus (sedikit berlumpur).

9. Jaring Plankton, Fungsi dari Jaring Plankton ini adalah untuk menangkap
bethos, yaitu sejenis organisme yang menempel di perairan . Prinsip Kerja
Jaring Plankton adalah Semua jaring plankton berbentuk kerucut, dengan
mulut rasio panjang 1:03-1:05. Jaring kecil (lima sampai delapan inci dan
diameter 15-20 inci panjang) cocok untuk amatir.
Cara Kerja Jaring Plankton:
Mulut dipegang terbuka dengan sebuah cincin melingkar kaku, dan ditarik
melalui air pada satu baris yang berakhir pada ‘tali kekang’ sepotong tiga-
mana melekat pada cincin mulut. Jaring selalu terbuat dari ‘Nitex “(merek
dagang terdaftar). Ini jaring nilon diobati sehingga bukaan mesh persegi
dimensi yang dikenal tetap konstan apapun yang Anda lakukan dengan
bersih. Ujung runcing bersih telah mengumpulkan botol PVC (atau ‘ember’)
yang mudah dilepas – ini adalah di mana hewan ditangkap berakhir.
10. DO meter, untuk mengukur kadar oksigen dalam air dengan satuan %.
Cara penggunaan: Mengkalibrasi alat pada skala nol, Kemudian
memasukkan probe DO meter ke dalam permukaan air/larutan yang diukur
kadar O2-nya, dan Membiarkan beberapa saat dan melihat angka yang
ditunjukkan oleh alat.
11. Stopwatch dan Bola pimpong bertali
Kegunaan untuk mengukur kecepatan arus air dengan satuan meter/detik.
Cara penggunaan:
a. Mengukur tali dan mengikat bola pimpongnya misalnya 5 meter.
b. Kemudian satu orang berdiri membelakangi arus untuk melepaskan
bolanya. Satu orang lagi memegang stopwatch untuk menghitung
waktunya.
c. Melepaskan bola bersamaan dengan perhitungan waktu, kemudian
menghentikan stopwatch setelah bola mencapai jarak 5 meter sesuai
dengan panjang talinya. Melihat angka yang ditunjukkan oleh stopwatch.

12. pH kertas (pH lakmus), kegunaannya untuk mengukur pH larutan/air.


Cara penggunaan:
a. Mencelupkan ujung kertas lakmus/kertas pH lakmus pada larutan,
membiarkan beberapa saat sampai warna ujungnya berubah.
b. Membandingkan warna hasil celupan tadi dengan warna pH yang telah
ditentukan oleh besar pH tertentu.

13. Refraktometer, untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan
memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air,
karena memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai ditempat yang
mendapatkan banyak cahaya atau lebih baik kalau digunakan dibawah sinar
matahari jadi sehabis kita mengambil sampel air laut kita langsung
menghitungnya
Cara pengggunaan:
a. Sebelum dipakai, refraktometer dibersihkan dengan tisu mengarah ke
bawah
b. Pada bagian prisma refraktometer ditetesi dengan tetes cairan, semisal
aquadest atau larutan NaCl 5%. Cairan dituangkan hingga melapisi
seluruh permukaan prisma. Gunakan pipet untuk mengambil cairan
yang ingin diukur.
c. Tutup secara hati-hati refraktometer dengan mengembalikan pelat ke
posisi awal. Prisma jangan dipaksakan masuk jika sedikit tertahan.
d. Untuk mendapat hasil salinitas, tengok ke dalam ujung bulat
refraktometer. Bakal terlihat satu angka skala atau lebih. Skala salinitas
biasanya bertanda 0/00 yang berarti "bagian per seribu", dari 0 di dasar
skala hingga 50 di ujungnya. Ukuran salinitas terlihat pada garis
pertemuan bagian putih dan biru..
e. Setelah dipakai, Refraktometer wajib dibersihkan hingga kering
menggunakan tisu atau kain lembut.
f. Refraktometer sebaiknya disimpan di tempat kering.
g. Jangan sekali-kali menyentuh lensa (bagian optik) dengan tangan,
apabila lensa kotor segera bersihkan dengan kertas lensa.
h. Jangan meninggalkan prisma masih dalam keadaan basah oleh sampel,
bila Refraktometer tidak digunakan lagi.
i. Apabila alat tidak digunakan harus ditutup.

14. Binokuler, berfungsi untuk mengamati objek yang jaraknya cukup jauh.
15. Alat bedah, digunakan untuk kegiatan pembedahan, seperti membedah
hewan, manusia, dan sebagainya. Alat bedah terdiri dari:
a. Pinset: digunakan untuk mengambil atau menarik bagian alat-alat tubuh
hewan yang dibedah, memisah organ yang satu dengan yang lain.
b. Tangkai pisau bedah dan daun pisau bedah, digunakan untuk menguliti
hewan yang dibedah, memotong bagian-bagian tubuh dan sebagainya.
c. Gunting bedah (lurus), digunakan untuk menggunting bagian-bagian
alat tubuh yang akan dinikmati untuk mengadakan bukaan pertama
pada bagian tubuh yang akan di periksa.
d. Paku bedah bertangkai (berujung lurus), digunakan untuk memakukkan
(merentang) bagian-bagian alat tubuh pada papan bedah dan
memisahkan bagian alat tubuh yang sangat kecil dan halus.
e. Jarum bertangkai (ujung bengkok, tumpul), digunakan untuk
mengangkat bagian alat-alat tubuh yang terletak dibagian bawah, untuk
menelusuri urat atau pembuluh agar tidak rusak.
f. Lup, digunakan memperbesar objek.
16. Haemocytometer, untuk melakukan perhitungan sel secara cepat dan dapat
digunakan untuk konsentrasi sel yang rendah.
17. Botol HDPE, digunakan untuk kemasan bahan makanan dan minuman.
Botol dengan Material HDPE biasanya memiliki tampilan yang agak keruh.
Sering digunakan untuk mengemas produk yang peka terhadap cahaya,
maupun produk yang mengandung bahan yang bisa mengendap (harus
dikocok sebelum digunakan) misalnya seperti dalam penelitian untuk
menyimpan plankton.
18. Ice Box, digunakan untuk menyimpan sementara objek yang membutuhkan
suhu dingin agar awetan tidak mudah rusak.
19. Corong Kaca, sebagai alat bantu untuk memindah atau
memasukkan larutan ke wadah yang mempunyai dimensi pemasukkan
sampel bahan kecil dan untuk menyaring campuran kimia dengan gravitasi.
20. Neraca Analitik, digunakan untuk menimbang massa/bobot sejumlah kecil
bahan hingga milligram. Cara penggunaan: pastikan bahwa timbangan
sudah menyala, pastikan timbangan angka “nol”, letakkan benda yang
massanya akan diukur pada piringan tempatbenda, baca skala yang tertera
pada display digital sesuai skala satuan timbngan tersebut, untuk
pengukuran yang sensitivitasnya tinggi perlu menunggu 30 menit, karena
hanya dapat bekerja pada batas temperature yang di tetapkan.
21. Oven, suatu peralatan yang berfungsi untuk memanaskan ataupun
mengeringkan. Biasanya digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas
laboratorium, zat-zat kimia maupun pelarut organik. Dapat pula digunakan
untuk mengukur kadar air. Suhu oven lebih rendah dibandingkan dengan
suhu tanur yaitu berkisar antara 105ºC.
22. Gelas objek, untuk menyimpan objek yang akan diteliti dibawah lensa
mikroskop.
23. Kertas Lakmus, untuk menguji apakah suatu zat adalah asam atau basa.
Ketika suatu zat dilarutkan dalam air, larutan yang dihasilkan menyebabkan
kertas lakmus berubah warna. Keasaman atau alkalinitas suatu larutan
ditentukan oleh konsentrasi ion hidrogen, atau kekuatan hidrogen, yang
dinyatakan sebagai nilai pH. Tes lakmus memberikan hasil yang cepat tetapi
tidak dapat menentukan tingkat keasaman atau alkalinitas suatu larutan.
a. Kertas lakmus merah, merupakan kertas lakmus yang berwarna merah,
jika dicelupkan ke dalam sampel larutan asam, tidak terjadi perubahan
warna (tetap).
b. Kertas lakmus biru, merupakan kertas lakmus yang memiliki warna
biru, kertas lakmus biru jika dicelupkan kedalam sampel basa maka
tidak akan terjadi perubahan.
24. Kertas Saring, untuk memisahkan partikel suspensi dengan cairan ,atau untuk
memisahkan antara zat terlarut dengan zat padat desikator yang berguna untuk
mengeringkan padatan.
a. Lipat kertas saring membentuk kerucut.
b. Robek sedikit sudut lipatan sekitar sekitar setengah diameter, lipat bagian
luar dan bagian dalam kerucut,
c. Kemudian kaitkan.
d. Basahi dinding corong dengan akuades, agar dapat melekatkan kertas
saring.
e. Letakan kertas saring pada corong
25. Pipet tetes, untuk membantu memindahkan cairan dari wadah yang satu ke
wadah yang lain dalam jumlah yang sangat kecil yaitu setetes demi tetes.
Pemindahan cairan dengan menggunakan pipet tetes memang memakan waktu
yang sangat lama jika yang di pindahkan sangat banyak.
26. Sarung tangan Lateks, fungsi untuk melindungi tangan dari kotoran, memberi
perlindungan bahan kimia, menghidari tangan terluka oleh benda tajam, dan
terlindung dari bahaya sengatan listrik.
27. Masker, untuk melindungi wajah dari bahan kimia yang dapat terpapar.
28. Mikroskop binokuler, menggunakan lensa objektif dengan ukuran yang besar
sebab pada bagian atasnya terdapat sistem lensa lainnya yang dibuat terpisah
sehingga pada posisi paralel. Pada mikroskop ini juga dijumpai jalur cahaya
yang terpisah pada bagian kanan dan juga kiri. Cara kerja:
a. Lensa okuler terdapat satu, dua, atau tiga buah yang melekat pada bagian
tubuh dan berhadapan langsung dengan mata pengamat serta berfungsi
untuk memperbesar bayangan obyek pengamatan.
b. Cermin yang terdiri dari dua sisi yang berbeda yaitu cermin datar dan
cermin cekung dengan fungsi untuk menangkap cahaya lalu
meneruskannya ke kondensor.
c. Kondensor berfungsi untuk mengumpulkan cahaya yang dipantulkan oleh
cermin dan difokuskan ke objek.
d. Diafragma yang terletak di bagan bawah kondensor berfungsi untuk
mengatur besar kecilnya cahaya yang masuk ke objek yang diamati.
e. Makrometer(Pemutar Kasar)Makrometer berfungsi sebagai pemutar kasar
sehingga objek bisa dilihat jelas ke pembesaran kecil (5x dan 10x)
f. Mikrometer berfungsi sebagai pemutar halus sehingga objek dapat dilihat
dengan jelas pada pemesaran besar (40x daari 100x)
29. Mikroskop stereo
Cara kerja:
a. Lensa okuler terdapat satu, dua, atau tiga buah yang melekat pada bagian
tubuh dan berhadapan langsung dengan mata pengamat serta berfungsi
untuk memperbesar bayangan obyek pengamatan.
b. Cermin yang terdiri dari dua sisi yang berbeda yaitu cermin datar dan
cermin cekung dengan fungsi untuk menangkap cahaya lalu
meneruskannya ke kondensor.
c. Kondensor berfungsi untuk mengumpulkan cahaya yang dipantulkan oleh
cermin dan difokuskan ke objek.
d. Diafragma yang terletak di bagan bawah kondensor berfungsi untuk
mengatur besar kecilnya cahaya yang masuk ke objek yang diamati.
e. Makrometer(Pemutar Kasar)Makrometer berfungsi sebagai pemutar kasar
sehingga objek bisa dilihat jelas ke pembesaran kecil (5x dan 10x)
f. Mikrometer berfungsi sebagai pemutar halus sehingga objek dapat dilihat
dengan jelas pada pemesaran besar (40x daari 100x)
30. Insect net, untuk mempermudah menangkap serangga.
31. Kompas bidik, Kompas bidik atau disebut juga sebagai kompas prisma adalah
kompas yang berfungsi sebagai pembidik besar derajat pada sebuah medan
(bentang alam sebenarnya) untuk diproyeksikan dalam peta. Jenis kompas ini
yang sering digunakan dalam kegiatan-kegiatan alam termasuk dalam
kepramukaan. Cara kerja:
a. Letakkan Kompas di atas permukaan yang datar, setelah jarum Kompas
tidak bergerak maka jarum tersebut menunjuk arah utara magnet.
b. Bidik sasaran dengan menggunakan visir, melalui celah pada kaca
pembesar, setelah itu miringkan kaca pembesar kira-kira bersudut 50°
dengan kaca dial.
c. Apabila visir diragukan karena kurang jelas terlihat dari kaca pembesar,
luruskan garis yang terdapat pada tutup dial ke arah visir, searah dengan
sasaran bidik agar mudah terlihat melalui kaca pembesar.
d. Apabila sasaran bidik 30° maka bidiklah ke arah 30°. Sebelum menuju
sasaran, tetapkan terlebih dahulu titik sasaran sepanjang jalur 30°. Carilah
sebuah benda yang menonjol/tinggi diantara benda lain disekitarnya, sebab
route ke 30° tidak selalu datar atau kering, kadang-kadang berbencah-
bencah. Ditempat itu kita melambung (keluar dari route) dengan tidak
kehilangan jalur menuju 30°.
e. Sebelum bergerak ke arah sasaran bidik, perlu ditetapkan terlebih dahulu
Sasaran Balik (Back Azimuth atau Back Reading) agar kita dapat kembali
kepangkalan apabila tersesat dalam perialanan. Menentukan sasaran balik
dengan rumus:
I. Apabila sasaran kurang dari 180° = ditambah 180°. Contoh: 30° sasaran
baliknya adalah 30° + 180° = 210°.
II. Apabila sasaran lebih dari 1800 = dikurang 180°. Contoh: 240° sasaran
baliknya adalah 240° - 180° = 60°
32. Kamera, fungsi kamera adalah alat yang digunakan untuk mengambil gambar.
saat ini perkembangan kamera dslr sangat pesat dan canggih sekali. bagi yang
masih awam dengan dslr ini, marilah kita sama-sama belajar.
33. Stopwatch, sebagai alat yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang
diperlukan dalam suatu kegiatan,

Alat Bahan
1. Berbagai alat yang telah disiapkan asisten
2. Air
3. Garam
4. Tanah
5. Udara
6. cahaya
Cara Kerja
1. Persiapkan segala alat dan bahan yang diperintahkan asisten
2. Gunakan alat sesuai arahan asisten
3. Bersihkan alat yang digunakan
4. Kembalikan alat ke tempatnya sesuai arahan asisten
PRAKTIKUM 2
ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN

Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur vegetasi tumbuhan dengan beberapa parameter
seperti komposisi jenis, indeks nilai penting (INP) dan indeks keanekaragaman
jenis (H’)
2. Untuk mengaplikasikan metode kuadrat dan metode transek dalam menganalisis
vegetasi tumbuhan.

Landasan Teori
Analisis vegetasi tumbuhan bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis
tumbuhan dan bentuk (struktur) vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis.
Aspek-aspek vegetasi yang perlu diketahui diantaranya ada tidaknya jenis
tumbuhan tertentu; luas basal area; luas daerah penutup; frekuensi; kerapatan;
dominansi; nilai penting. Analisis vegetatif yang dilakukan pada area luas tertentu
umumnya berbentuk segi empat, bujur sangkar, atau lingkungan serta titik-titik.
Untuk menganalisis vegetasi tingkat pohon, tiang dan sapihan, digunakan metode
kuadrat antara lain lingkaran, bujur sangkar, segi empat. Adapun untuk tingkat
semai serta tumbuhan bawah yang rapat digunakan petak contoh titik atau bentuk
kuadrat untuk tumbuhan yang tidak rapat. Variasi ukuran petak contoh tergantung
pada homogenitas vegetasi yang ada.(Fakhrul, 2007: 33)
Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu,
serta herba. Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh
komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang
tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan
hasil interaksi berbagai faktor lingkungan.
Beberapa metode pengambilan sampel yang dapat kita gunakan di
antaranya adalah:
1. Metode Kuadrat
Metode kuadrat adalah salah satu metode analisis vegetasi berdasarkan suatu
luasan petak contoh. Kuadrat yang dimaksud dalam metode ini adalah suatu ukuran
luas yang diukur dengan satuan kuadrat seperti m², cm² dan lain-lain. Metode
kuadrat terbagi menjadi dua metode petak tunggal dan metode petak ganda. Pada
metode petak tunggal hanya terdapat satu petak yang mewakili seluruh areal hutan.
Ukuran minimum petak dapat ditentukan dengan menggunakan kurva spesies area.
Pada petak ganda menggunakan banyak petak dengan letak yang tersebar secara
sistematik. Banyaknya peak dapat ditentukan berdasarkan kurva spesies area.
Ukuran kelompok tumbuhan berbeda-beda sesuai jenis tumbuhan (Soegianto,
1994: 16-17)
Tumbuhan bawah menggunakan plot petak contoh berukuran 20 x 20 m
digunakan untuk tingkat pohon (diameter pohon > 20 cm), liana epifit, parasit, serta
pohon inang. Petak contoh berukuran 10 x 10 m digunakan untuk tingkat tiang,
(diameter pohon 10-20 cm). Petak contoh berukuran 5 x 5 digunakan untuk tingkat
pancang (diameter pohon diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m). Petak contoh
berukuran 2 x 2 m / 1 x 1 m digunakan untuk tingkat semai (seedling) untuk (tinggi
tumbuhan <1,5 cm) dan tumbuhan bawah (penutup tanah).

2. Metode Transek
Transek adalah penampang melintang atau pandangan samping dari suatu
wilayah. Transek merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran
informasi kondisi biofisik suatu wilayah kajian. Pengambilan data yang luas
arealnya belum diketahui, paling efektif menggunakan cara transek.
Keterangan :
− Jalur A (lebar 2 m) dengan petak-petak 2 x 2 meter
− Jalur B (lebar 5 m) dengan petak-petak 5 x 5 meter
− Jalur C (lebar 10 m) dengan petak-petak 10 x 10 meter
− Jalur D (lebar 20 m) dengan petak-petak 20 x 20 meter (Fakhrul, 2007: 37-
38)

Dalam Penentuan Petak Sampling Pada areal sampling dibuat transek yang
terdiri atas petak ukur pertransek seperti terlihat pada Gambar 3.2. Transek dibuat
memanjang memotong topografi dengan jarak antara transek 100 meter. Petak ukur
dibagi dalam empat bagian dilakukan pengukuran pada semua tingkatan tumbuhan,
yaitu sebagai berikut:
1. Petak contoh berukuran 20 x 20 m digunakan untuk tingkat pohon (diameter
pohon > 20 cm), liana epifit, parasit, serta pohon inang.
2. Petak contoh berukuran 10 x 10 m digunakan untuk tingkat tiang, (diameter
pohon 10-20 cm)
3. Petak contoh berukuran 5 x 5 digunakan untuk tingkat pancang (diameter
pohon diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m).
4. Petak contoh berukuran 2 x 2 m / 1 x 1 m digunakan untuk tingkat semai
(seedling) untuk (tinggi tumbuhan <1,5 cm) dan tumbuhan bawah (penutup
tanah).

Analisis Vegetasi Tumbuhan


a. Kerapatan Jenis (K) adalah perbandingan antara jumlah individu setiap
jenis tumbuhan dengan luas area atau plot.

K = ni ………………………………………...(1)
A

Ket : K = kerapatan jenis i


ni = jumlah total tegakan jenis i
A = luas total petak contoh (plot)
b. Kerapatan Relatif Jenis (KR) adalah perbandingan jumlah tegakan jenis
i (ni) dan jumlah total tegakan seluruh jenis (∑ n):

KR = ni x 100% .........................................................(2)
∑n

c. Frekuensi Jenis (F) adalah peluang ditemukannya jenis i dalam plot yang
diamati.

F = pi ...........................................................(3)
∑p
Ket : F = frekuensi jenis i
pi = jumlah plot ditemukannya jenis i
p = jumlah total plot yang diamati
d. Frekuensi Relatif Jenis (FR) adalah perbandingan antara frekuensi jenis i
(F) dengan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑ F):

FR = F x 100% …………..………………………(4)
∑ F)

e. Basal Area (BA)

BA = π DBH2
……………..…………………….(5)
4

Ket : BA = total luas basal area jenis i


π = suatu konstanta yaitu 3,14
DBH = diameter batang pohon jenis i (Diameter at Breast Height).
Penutupan jenis tumbuhan untuk pohon diukur pada ketinggian 1,3 m di
atas permukaan tanah (Rasidi 2003).

f. Penutupan jenis atau Dominansi Jenis (Di) adalah luas penutupan jenis i
dalam suatu unit area :

Di= ∑BA ………………………………….(6)


A

Ket : BA = Basal Area


A = Luas total area pengambilan contoh

g. Penutupan Relatif Jenis atau Dominansi Relatif (DR) adalah


perbandingan antara luas area penutupan jenis i dan luas total area
penutupan untuk seluruh jenis atau perbandingan antara dominansi
individu jenis i (Di) dan jumlah total dominansi seluruh individu (∑D)

DR = Di x 100% ………………………………(7)
∑D
h. Indeks Nilai Penting Jenis i (INP)
INP = KR + FR + DR
(untuk Pohon) .............................................(8)

INP = KR + FR
(untuk Semak, perdu)

i. Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)

H’ = -∑ {(ni/N) log (ni/N)}

H’= Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner


ni = Jumlah individu dari suatu jenis i
N = Jumlah total individu seluruh jenis

Besarnya Indeks Keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wienner:


a. Jika nilai H’ > 3 : keanekaragaman spesies pada suatu transek melimpah
tinggi.
b. Jika nilai 1 ≤ H’ ≤ 3 : keanekaragaman spesies pada suatu transek melimpah
sedang.
c. Jika nilai H’<1 : keanekaragaman spesies pada suatu transek rendah/sedikit.

Alat dan Bahan


1. Alat:
a. Lux meter e. Tali rafia
b. Higrometer f. Patok
c. Termometer g. Meteran jahit
d. Soil tester
2. Bahan:
a. Vegetasi tunbuhan yang berada di suatu kawas

Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Amati kondisi lingkungan yang ada.
3. Tentukan wilayah atau daerah mana yang akan diambil datanya.
4. Ukur parameter lingkungan daerah yang akan diambil datanya.
5. Buatlah transek memanjang memotong topografi dengan jarak 100 meter
6. Tentukan berapa banyak plot yang akan dibuat, pohon dan tiang: 10 x 10 m,
pancang 5 x 5 m, semai 2 x 2 m.
7. Untuk pohon ukur diameter batang pada ketinggian 1,3 m atau setinggi dada.
8. Ambil sampel dari setiap tumbuhan baik daun, bunga ataupun buah untuk
diidentifikasi.
9. Hitung jumlah setiap spesies yang ditemukan.
10. Catat semua data yang telah diperoleh.
11. Ukur komposisi jenis pada setiap plot yang telah dibuat (kerapatan jenis,
frekuensi, frekuensi relatif, dominansi, INP, dan H’).

Tabel 1 Hasil Pengukuran Mikroklimat

Metode Kuadrat
No Data Fisik
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5
1 Suhu Udara
2 KelembapanUdara
3 Kelembapan Tanah
4 Ph Tanah
5 Intensitas Cahaya

Metode Transek
No Data Fisik
Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4 Plot 5
1 Suhu Udara
2 KelembapanUdara
3 Kelembapan Tanah
4 Ph Tanah
5 Intensitas Cahaya
Tabel 2 Lembar data untuk tingkat pohon

No. Petak : Tgl/waktu :


Ketinggian : Lokasi :
Tipe hutan :
Pengumpulan Data:
No Nama Lokal Nama Ilmiah DBH Tinggi (m) Catatan
(cm)

Tabel 3 Hasil Analisis Vegetasi

Spesies K KR F FR BA Di DR INP H’
(%) (%)
Gambar Sketsa Peletakan Plot

Keterangan:
a : Plot Semai
b : Plot Pancang
c : Plot Tiang
PRAKTIKUM 3
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI EKOSISTEM PERAIRAN

Tujuan
Untuk mengetahui keanekaragaman plankton di berbagai ekosistem air.

Landasan Teori
Pada ekosistem perairan terdapat bermacam-macam organisme, dari yang
berukuran kecil sampai besar. Ekosistem perairan terdiri dari tiga tipe perairan,
yaitu perairan air tawar perairan air payau dan perairan air laut. Ketiga ekosistem
perairan tersebut memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda-beda. Ekosistem
air tawar merupakan habitat air yang dekat dengan kehidupan manusia. Kehidupan
organisme air sangat bergantung pada faktor fisika dan kimia air, diantaranya: kadar
garam/salinitasnya sangat rendah, bahkan lebih rendah dari kadar garam
protoplasma organisme akuatik, variasi suhu sangat rendah, penetrasi cahaya
matahari kurang, serta dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Keanekaragaman hewan air dapat dipengaruh oleh faktor lingkungan yang
berubah-ubah dari waktu ke waktu. Karena tiap hewan mempunyai kisaran toleransi
terhadap setiap faktor lingkungan, maka kondisi lingkungan penting peranannya
dalam menentukan kehadiran dan kelimpahan hewan. Suatu spesies hewan yang
kehadirannya dapat memberikan petunjuk mengenai kondisi fisik dan kimia
lingkungan disebut spesies indikator ekologi.
Pada ekosistem air payau biasanya ditemukan pada daerah rawa tempat
pertemuan antara air laut dan air tawar. Ekositem air payau (estuari) sangat
dipengaruhi oleh tingkat salinitas. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari
antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Bentuk estuari
bervariasi dan sangat bergantung pada besar kecilnya air sungai, kisaran pasang
surut, dan bentuk garis pantai (Ikawartika, 2012). Sementara itu, ekosistem air laut
meliliki ciri-ciri kadar mineral yang tinggi, ion terbanyak ialah Cl (55%), namun
kadar garam di laut bervariasi, ada yang tinggi (seperti di daerah tropika) dan ada
yang rendah (di laut beriklim dingin); dan tidak dipengaruhi oleh cuaca dan iklim.
Menurut fungsinya, komponen biotik ekosistem laut dapat dibedakan menjadi 3,
yaitu: produsen (terdiri atas fitoplankton dan ganggang laut lainnya); konsumen
(terdiri atas berbagai jenis hewan, dari hampir semua filum); zooplankton (terdiri
atas bakteri dan hewan-hewan pemakan bangkai atau sampah). Zooplankton
merupakan plankton yang tergolong hewan perenang aktif, yang dapat mengadakan
migrasi secara vertikal tetapi kekuatannya sangat kecil.
Plankton merupakan kumpulan dari organisme plagis yang sangat mudah
hanyut (terapung) oleh gerakan massa air, sehingga pergerakannya relatif pasif.
Plankton memiliki peranan sebagai bioindikator perairan, terutama perairan yang
menggenang, serta dapat ditentukan berdasarkan fluktuasi populasi plankton yang
mempengaruhi perairan tersebut. Berdasarkan fungsinya plankton dibedakan
menjadi 4, yaitu fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton, dan virioplankton.
Selain itu, berdasarkan daur hidupnya dibedakan menjadi 3 yaitu holoplankton,
meroplankton, dan tikoplankton. Berdasarkan ukurannya plankton di bagi menjadi:
1. Ultra nanoplankton yang berukuran < 2 μm;
2. Nanoplankton yang berukuran 2-20 μm;
3. Mikroplankton yang berukuran 20-200 μm;
4. Mesoplankton berukuran 200-2000 μm; dan
5. Megaplankton yang berukuran > 2000 μm.

Alat dan Bahan


Alat dan bahan praktikum yang digunakan terdiri dari: plankton net, botol
HDPE, Haemocytometer, DO meter, ice box, lugol/iodine 5%, corong kaca,
termometer, kertas saring, neraca analitik, iodine/lugol, oven, mikroskop, pH meter,
salt tester/saltmeter, ember berukuran 5L, gelas ukur 500 mL, objek glass, cover
glass, minyak imersi, pipet tetes, dan kertas lensa.

Cara Kerja
1. Siapkan alat dan bahan untuk praktikum.
2. Ukur parameter lingkungan secara fisika dan kimia.
3. Sampel air diambil dengan menggunakan ember dengan jarak lempar 5 meter
dan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali.
4. Sampel air yang diambil selanjutnya ditumpahkan ke dalam plankton net dan
disaring beberapa kali, kemudian dibilas dengan air sebanyak 500 ml.
5. Tuangkan air ke dalam botol HDPE dan teteskan iodine.
6. Aduk sampel air secara perlahan dan merata.
7. Masukkan sampel ke dalam ice box atau kulkas.
8. Plankton diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi.
9. Hitung kelimpahan plankton menggunakan haemocytometer.
10. Hitung keanekaragaman jenis plankton yang diamati.

Perhitungan Jumlah dan Kelimpahan Plankton

𝑽𝒓 𝟏
𝑵=𝒏𝒙 ( )𝒙
𝑽𝒐 𝑽𝒔
Keterangan:
N: Jumlah sel/liter Vo: Volume air yang diamati
n: jumlah sel yang diamati Vs: Volume total air yang tersaring
Vr: Volume air tersaring

Kelimpahan jumlah individu per satuan luas volume

Di = ni/A

Keterangan:
Di: Kelimpahan jenis ke i A: Luas Kotak Penggambilan contoh
ni: Jumlah individu ke i

Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener

H’ = -∑Pi ln Pi (1) ln Pi (1)

Keterangan:
H’: indeks keanekaragaman
Pi: proporsi jenis ke-i (ni/N)
ni: jumlah individu jenis ke-i
N: jumlah total individu seluruh jenis
Indeks dominansi Simpson

D = ni2 / N2 x 100 %

Keterangan:
D: Indeks dominansi N: jumlah total individu seluruh
ni: jumlah individu jenis ke-i jenis

Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan


Sampel air
No Parameter

Tabel 2. Hasil Pengamatan Plankton


Sampel Jumlah Ln (Ni (Ni/n) x
No Jenis Ni/ n D (%)
air (Ni) / n) Ln (Ni/n)

Tabel 3 Kelimpahan Plankton


No Spesies Jumlah Kelimpahan
PRAKTIKUM 4
METODE SAMPLING HEWAN TANAH

Tujuan
a. Mengetahui metode-metode sampling hewan tanah
b. Mengetahui dan menaksir populasi hewan tanah (makrofauna) pada suatu
habitat.
c. Menaksir populasi hewan yang aktif di permukaan tanah

Ladasan Teori
Tanah sebagai tempat hidup berbagai organisme menyediakan makanan
bagi masing-masing jenis organisme yang hidup di dalamnya, misalnya serasah
yang jatuh di tanah akan dapat digunakan oleh tumbuhan lagi bila terpecahkan
sampai ke tingkat mineral. Pemecahan serasah di tanah tidak terjadi secara langsung
dari seresah ke tingkat mineral, tetapi melalui proses humifikasi yang melibatkan
hewan-hewan tanah.
Kehidupan hewan tanah sangat bergantung pada habitatnya, karena
keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat
bergantung ditentukan keadaan daerah itu. Maka dapat diketahui keanekaragaman
suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor
lingkungannya, yaitu faktor lingkungan biotik dan abiotik.
Keanekaragaman suatu komunitas tergantung pada kekayaan jenis dan
tingkat kemerataan jumlah individu dari tiap jenis yang ada. Pada keanekaragaman
yang tinggi akan terbentuk rantai makanan lebih panjang dan lebih banyak
simbiosis yang terjadi, sehingga akan meningkatkan kestabilan.
Kepadatan populasi suatu jenis atau kelompok hewan tanah dapat
dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit contoh, atau persatuan luas,
atau per satuan volume, atau per satuan penangkapan. Kepadatan populasi sangat
penting untuk menghitung produktifitas, tetapi untuk membandingkan suatu
komunitas dengan komunitas lainnya parameter ini tidak tepat. Untuk itu biasanya
digunakan kepadatan relatif. Kepadatan relatif dihitung dengan membandingkan
kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit
contoh tersebut. Kepadatan relatif dinyatakan dalam bentuk persentase.
Cara pengambilan contoh hewan tanah dan taksiran kepadatannya sangat
tergantung pada jenis hewannya. Metoda pengambilan contoh hewan tanah sangat
banyak macamnya, tetapi tidak satupun diantaranya dapat digunakan untuk semua
kelompok hewan tanah. Masing-masing metode hanya memberikan hasil yang
shahih untuk kelompok hewan tanah tertentu. Berikut beberapa metode sampling
hewan tanah, yaitu metoda sortir dengan tangan (Hand Sorting Method) dan metoda
perangkap jebak (Pit Fall Trap).
Metoda sortir dengan tangan menghendaki kesabaran dan ketelitian serta
membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Metoda ini dapat dilakukan hanya
untuk hewan-hewan tanah yang berukuran besar seperti cacing. Berdasarkan
ukuran tubuh, hewan tanah dapat dibedakan atas 3 kelompok, yaitu:
a. Mikrofauna, bila ukuran tubuh 20-200 mikron
b. Mesofauna, bila ukuran tubuh 200 mikron-1 cm
c. Makrofauna, bila ukuran tubuh lebih dari 1 cm
Penerapan metode sortir dengan tangan ini dilakukan langsung di lapangan
atau pada habitat yang diteliti, yaitu dengan memilih langsung hewan dari contoh
tanah yang diambil. Metode sortir dengan tangan sangat cocok untuk menaksir
populasi cacing tanah. Efisiensi dari metode ini berkisar antara 59-90%.
Metode sampling hewan yang lain adalah perangkap jebak (Pit Fall Trap).
Metode ini digunakan dalam usaha mengumpulkan hewan tanah yang aktif di
permukaan tanah seperti hewan-hewan dari kelompok Arthropoda tanah. Jumlah
hewan yang tertangkap sangat tergantung pada lokasi penempatan perangkap,
vegetasi atau ketersediaan pakan di sekitar perangkap, perubahan beberapa faktor
fisika-kimia tanah dan perilaku hewan akibat perubahan kondisi cuaca serta
perubahan dalam tingkat kehidupan hewan tanah itu sendiri. Jumlah dan jenis
hewan tanah yang terperangkap juga tergantung pada dalamnya lubang perangkap
dan keadaan tanah disekitar perangkap.
Perangkap jebak pada prinsipnya dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
perangkap jebak tanpa menggunakan umpan dan perangkap jebak menggunakan
umpan. Pada perangkap jebak yang tidak menggunakan umpan, yang berkeliaran
di permukaan tanah yang secara kebetulan menuju ke perangkap akan jatuh terjebak
masuk perangkap, sedangkan pada perangkap dengan menggunakan umpan, hewan
yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh adanya umpan dalam
perangkap. Hewan yang jatuh ke dalam perangkap akan terawetkan oleh formalin
atau bahan pengawet yang ada di dalam perangkap tersebut.

Alat dan Bahan


a. Metode Sortir Dengan Tangan (Hand Sorting Method)
1. Meteran 6. Alkohol 70 %
2. Patok kayu 7. Cangkul/ skop/ cetok
3. Tali rafia 8. Formalin 4%
4. Plastik kecil 9. Soil tester
5. Botol koleksi 10. Pinset
b. Metode Perangkap Jebak (Pit Fall Trap)
1. Alkohol 70% 4. Cawan petri
2. Formalin 4% 5. Botol koleksi
3. Bejana (botol selai, gelas 6. Kuas kecil
atau ember kecil) 7. Pinset

Cara Kerja
a. Metode Sortir Dengan Tangan (Hand Sorting Method)
1. Tentukan habitat yang akan ditaksir populasi hewannya misalnya semak,
padang rumput dan hutan. Buatlah catatan singkat mengenai area studi anda
(jenis habitat, lapangan rumput utuh, lapangan rumput yang dikenai dampak
pijakan, jenis rumput dominan, kebun, jenis- jenis tanaman dan lain-lain).
2. Buatlah garis transek sepanjang 10 m, tiap-tiap 2 m dibuat plot kuadrat
ukuran 25 cm x 25 cm.
3. Buatlah taksiran kasar mengenai persentase liputan vegetasi penutupnya.
4. Lakukan pengukuran suhu tanah dan pH tanah (dengan soil tester) dekat
batas kuadran.
5. Pada tiap-tiap plot, tanahnya digali dengan menggunakan cetok sampai
kedalaman 10 cm.
6. Tanah galian ditaruh di lembaran plastik putih, bagian tanah dipisahkan satu
sama lainnya dengan menggunakan tangan (Metode Hand Sorted).
7. Hewan tanah dan cacing tanah yang ditemukan dibersihkan dan disimpan di
botol koleksi dengan menggunakan larutan alkohol 70%.
8. Apabila di dalam ada terdapat telur-telur cacing tanah (berwarna keputihan,
lunak, dan bentuknya agak membulat dengan kedua ujungnya agak lancip),
kumpulkan telur-telur itu bersama dengan cacing tanahnya.
9. Meskipun hewan obyek hanya cacing, namun diminta untuk mengumpulkan
hewan-hewan komponen makrofauna lainnya yang dijumpai dalam
cuplikan. Kumpulkan dalam kantung plastik yang diisi larutan alkohol 70%,
samakan nomor kodenya dengan nomor kode cuplikan cacing tanah.
10. Tahap 5 sampai 9 diulang lagi secara bertahap pada kedalam 20 cm dan 30
cm.
11. Hewan tanah dan cacing tanah yang ditemukan dibawa ke laboratorium
untuk difoto dan diidentifikasi jenisnya.
12. Hasil pengamatan dimasukkan ke dalam tabel.
Tabel Hewan tanah yang ditemukan

Jumlah Hewan Atau Cacing


Nama Jumlah
Plot Tanah Pada Kedalaman
Spesimen Total
10 cm 20 cm 30 cm
I

II

III

13. Ambillah segenggam kecil tanah yang bersih dari serasah ataupun
perakaran dari plot, dan masukan dalam kantung plastik lain, jangan lupa
memberi nomor kode yang sama dengan nomor cuplikan cacing tanah.
14. Berdasarkan data yang ada, lakukan analisis terhadap:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
a) 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑠𝑚𝑝𝑙𝑖𝑛𝑔 𝑢𝑛𝑖𝑡)

𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠


b) 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = 𝑋 100%
𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
c) 𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑒ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟𝑎𝑛 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑗𝑒𝑛𝑖𝑠
𝑋 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛 𝑢𝑛𝑖𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ

Berdasarkan frekuensi kehadiran, maka dapat ditentukan konstansi hewan


tersebut pada habitat yang diamati, yaitu:
a. Aksidental: jika FK 0-25%
b. Assesori: jika FK 25-50%
c. Konstan: jika FK 50-75%
d. Absolut: jika FK 75-100%

b. Metode Perangkap Jebak (Pit Fall Trap)


1. Tentukan habitat yang akan ditaksir kepadatan populasi hewannya
2. Catatlah suhu tanah, pH tanah, kadar air tanah dan keadaan vegetasi di
sekitar lokasi tempat pemasangan perangkap.
3. Buat lubang tempat meletakkan bejana sebagai perangkap.
4. Tanamkan bejana sampai permukaannya sejajar dengan permukaan tanah.
Jarak antar bejana lebih kurang lima meter.
5. Masukkan kurang lebih 200 ml alkohol 70% atau formalin 4% sebagai
larutan pembunuh dan pengawet dalam bejana yang telah ditanam. Jika
pemasangan perangkap dilakukan pada musim hujan, maka perangkap
dipayungi dengan seng setinggi kurang lebih 20 cm dari permukaan tanah.
6. Pasanglah perangkap ini selama 24 jam (boleh juga 72 jam),
7. Ambil perangkap dan hewan yang terperangkap pindahkan ke botol koleksi
dan selanjutnya bawa ke laboratorium.
8. Identifikasikan dan kelompokkan hewan tanah tersebut menurut taksanya
dan hitunglah jumlahnya.
9. Dari hasil identifikasi dan penghitungan jumlah individu, hitunglah
kepadatan dan frekuensi kehadiran.
PRAKTIKUM 5
PENGAMATAN SERANGGA NOKTURNAL DAN SERANGGA
DIURNAL

Tujuan Praktikum
1. Untuk mengetahui serangga nokturnal dan diurnal yang ditemukan.
2. Untuk mengetahui keanekaragaman serangga nokturnal dan diurnalyang
ditemukan.
Teori Dasar
Keanekaragaman spesies adalah perbandingan antara jumlah spesies dan
jumlah total individu dalam suatu komunitas yang berkaitan dengan kestabilan
lingkungan dengan komunitas yang berbeda. Keanekaragaman memiliki peranan
penting untuk menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap system alam
oleh turut campurnya manusia.
Keanekaragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies
dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies di antara jumlah total
individu dari seluruh spesies yang ada. Keanekaragaman yang tinggi menunjukan
bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu
terjadi interaksi spesies yang tinggi pula. Jumlah spesies dalam komunitas adalah
penting dari segi ekologi, karena keanekaragaman spesies akan bertambah bila
komunitas stabil. Ganggauan parah dapat menyebabkan penurunan yang nyata
dalam keanekaragaman. Keanekaragaman yang besar juga mencirikan sejumlah
besar populasi(salim.2013)
Keanekaragaman serangga baik dalam hal kelimpahan dan kepunahan
maupun kekayaannya juga sangat terkait dengan tingkat tropik lainnya. Hal ini
disebabkan adanya interaksi yang terjadi, baik diantara kelompok fungsional
serangga maupun dengan tumbuhan yang selanjutnya akan membentuk
keanekaragaman serangga itu sendiri. Penurunan keanekarangaman spesies
serangga herbivora dapat menimbulkan ”efek domino” terhadap keanekaragaman
musuh alami serangga-serangga tersebut. Kemungkinan ini cukup beralasan karena
serangga mendukung hampir setengah dari jumlah spesies predator dan parasitoid.
Sebagai mahluk yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, serangga
mudah terpengaruh oleh kondisi fisik lingkungan. Oleh karenanya serangga hama
dapat dikendalikan secara fisik, yakni melalui pengaturan faktor-faktor fisik
diantaranya suhu, kelembaban, suara dan cahaya. Serangga dapat dibedakan dalam
berbagai jenis menurut kemampuan adaptasi terhadap faktor fisik.Jenis serangga
fototropik positif adalah salah satu jenis serangga yang tertarik terhadap
cahaya.Setiap cahaya yang terpancar memiliki satuan intensitas tertentu. Intensitas
cahaya ini dapat mempengaruhi perilaku serangga (hama). Besarnya intensitas
cahaya yang diperlukan sangat berpengaruh terhadap sumber energi listrik yang
dibutuhkan. Suatu rancangan catu daya listrik, akan sangat berpengaruh terhadap
efesiensi energi. Jenis-jenis serangga yang mudah terpengaruh terhadap intensitas
cahaya memberikan data untuk merekomendasi bahwa cahaya dapat diterapkan
sebagai pembasmi serangga hama, dan kemudian serangga yang tertangkap juga
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang berkualitas. Salah satu sifat serangga
adalah memiliki ketertarikan terhadap cahaya, dalam praktek secara tradisional hal
ini telah lama diaplikasikan misalnya menggunakan lampu petromak untuk
menangkap laron (serangga), menangkap lalat buah dengan warna kuning,
menangkap lalat dengan warna-warni yang mencolok dan menangkap nyamuk
mengunakan cahaya ultraviolet.
Setelah dilakukan penelitian tersebut, data dianalisis berdasarkan parameter
keanekaragaman Indeks Shannon-Wiener dengan rumus sebagai berikut:
𝑱=𝟎

𝑯′ = ∑(𝑷𝒊)𝑳𝒏 (𝑷𝒊)
𝑱=𝟏

Dimana;
H’ = Indeks Keragaman N = Jumlah Total Individu Seluruh
Pi = Jumlah Jenis (ni/N) Jenis
ni = Jumlah Individu Jenis ke -1

Kriteria penilaian berdasarkan keanekaragaman jenis:


H’= 1 : Keanekaragaman Rendah
1 < H’<3 : Keanekaragaman Sedang
H’>3 : Keanekaragaman Tinggi
Indeks Kemerataan
Indeks Kemerataan dihitung menurut rumus Pielou. Indeks ini
menggambarkan perataan penyebaran individu dari spesies organisme yang
menyusun komunitas.
𝐇+
𝑬=
𝐥𝐧 𝑺
Keterangan :
E = Indeks Kemerataan (Eveness)
H+ = Indeks Keanekaragaman Shannon –Wiener
S = Jumlah Genus

Alat dan Bahan


1. Alat
a. Lampu badai g. soil tester
b. Baskom h. thermometer
c. Botol kecil i. Insect net
d. Pinset j. Kain putih
e. Bambu atau kayu k. plastik mika
f. pH meter l. Mikroskop stereo

2. Bahan
a. Alkohol
b. Tali rafia
c. Air

Cara Kerja
A. Metode Perangkap Cahaya (light trap) untuk serangga nokturnal
1. Ukur dan catat suhu lingkungan, pH lingkungan dan kelembaban tanah.
2. Baskom diisi dengan air sebanyak setengah bagian baskom tersebut
3. Lapisi lampu badai dengan plastik mika berdasarkan spectrum warna yang
telah ditentukan
4. Buatlah tiang penyangga yang dibuat dari bambu, kemudian gantungkan
lampu badai pada tiang tersebut
5. Perangkap dipasang pada sore hari kemudian biarkan hingga esok pagi
6. Ambil dan hitung jumlah serangga yang telah terperangkap
7. Masukkan serangga yang berhasil tertangkap ke dalam botol sampel yang
berisi alkohol
8. Identifikasi serangga yang berhasil ditangkap
9. Masukkan data pengamatan pada tabel hasil pengamatan

B. Metode Transek Garis (Line Transect) untuk serangga diurnal


1. Tali rapia sepanjang 50 meter dibentangkan pada setiap stasiun untuk
mengukur jumlah populasi insekta.
2. Ukur dan catat suhu lingkungan, pH lingkungan dan kelembaban tanah
pada setiap stasiun
3. Tangkap serangga dengan cara mengayunkan insect net secara zig-zag
4. Serangga yang berhasil tertangkap dimasukkan ke dalam botol sampel
5. Identifikasi serangga yang berhasil ditangkap.
6. Masukkan data pengamatan pada tabel hasil pengamatan

c. Tabel Hasil Pengamatan


Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan
Serangga nokturnal Serangga diurnal
Data Fisik
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
Suhu
pH
Kelembaban

Tabel 2. Hasil Pengamatan Serangga Nokturnal


Stasiun Jumlah
No Jenis serangga (spesies) 1 2 3 4 5 individu

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 3. Hasil Pengamatan Serangga Diurnal


Stasiun Jumlah
No Jenis serangga (spesies) 1 2 3 4 5 individu

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tabel 4. Indeks Keanekargaman Serangga Nokturnal


Jenis serangga (Spesies
No Pi H’ E
nama latin)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tabel 5. Indeks Keanekargaman Serangga Diurnal
Jenis serangga (Spesies
No Pi H’ E
nama latin)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
PRAKTIKUM 6
ESTIMASI POPULASI MAMALIA ARBOREAL

Tujuan
Untuk menaksir kepadatan populasi mamalia arboreal

Landasan Teori
Hewan mamalia merupakan satu-satunya hewan yang memiliki rambut di
tubuhnya. Secara umum, hewan mamalia dapat dinyatakan sebagai hewan
bertulang belakang, berdarah panas, dan juga menyusui. Mamalia memiliki
karakteristik khusus yang membedakannya dengan hewan lain, reptil misalnya.
Beberapa karakteristik yang membedakan mamalia dengan reptil seperti rambut
yang dimiliki oleh mamalia, tiga tulang telinga tengah, kelenjar susu yang hanya
dimiliki oleh hewan mamalia betina, dan juga adanya neocortex pada otak mamalia.
Primata yang disebut sebagai hewan tercerdas merupakan salah satu contoh hewan
mamalia. Berdasarkan tempat tinggal (habitatnya), hewan mamalia dibagi menjadi
dua yakni mamalia darat dan mamalia laut. Dari segi pemanfaatan tegakan strata di
dalam hutan, mamalia dibagi menjadi dua, mamalia arboreal dan juga mamalia
terestrial. Jenis mamalia arboreal merupakan hewan mamalia yang hidup dengan
menghabiskan waktu aktivitas pada strata tinggi (misalnya tinggal di atas pohon-
pohon), contoh mamalia arboreal di antaranya kelelawar, tupai, monyet, dan
sebagainya. Sedangkan mamalia terestrial merupakan jenis hewan mamalia yang
hidup dengan menghabiskan waktu aktivitasnya pada strata bawah, contohnya
adalah gajah, jerapah, badak, dan sebagainya. Biasanya mamalia hidup
bergerombol bersama populasinya.
Populasi adalah sekelompok individu yang ditemukan pada waktu dan
tempat tertentu dan mampu melakukan perkawinan serta menghasilkan keturunan
yang fertil. Kepadatan populasi suatu spesies di suatu tempat tidak pernah tetap,
selalu ada yang datang (lahir dan imigrasi) dan pergi (mati dan emigrasi). Menurut
Odum (1993) ciri-ciri khas dari populasi adalah:
a. Mempunyai kerapatan (density) atau disebut juga kepadatan
b. Mempunyai risalah perubahan-perubahan karena adanya natalitas, mortalitas,
imigrasi, dan emigrasi.
c. Mempunyai potensi biotik tertentu
d. Mempunyai sejarah kehidupan mulai dari timbul sampai diferensiasi serta
mempertahankan diri.
Metode garis transek (Transect line method) atau juga disebut metode strip
transect adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengestimasi
populasi hewan. Pada metode ini kita menghitung jumlah hewan target yang
tampak dalam area disepanjang garis transek. Luas area survei tergantung pada
panjang garis transek dan jarak hewan terhadap garis transek. Dalam pemilihan
hewan target atau hewan yang akan diestimasi populasinya, kita harus
mempertimbangkan kesanggupan mendeteksi (detectability) hewan. Kemampuan
kita mendeteksi hewan dapat dipengaruhi oleh karakteristik hewan (ukuran tubuh,
warna, dan tingkah laku), kondisi vegetasi, faktor gangguan selama pengamatan,
faktor temporal (pembagian waktu dan musim), pengalaman pengamat, dan
kecepatan berjalan di jalur jalur transek. Pengamatan dapat dilakukan untuk satu
atau beberapa jenis hewan sekaligus disepanjang jalur transek yang sama.

Alat dan Bahan


1. Kompas bidik
2. Binokuler
3. Kamera
4. Stopwatch
5. Buku panduan lapang Mamalia
6. Alat tulis

Cara Kerja
1. Lokasi habitat dan hewan target yang akan disurvei ditentukan.
2. Garis lurus dibuat dengan tanda-tanda alami dengan menggunakan kompas
bidik. Panjang garis transek (L) ditentukan dengan pertimbangan luas habitat
dan perkiraan jelajah hewan yang akan diestimasi populasinya.
3. Pengamat berjalan dengan tenang di sepanjang garis transek yang telah dibuat.
Kecepatan berjalan disesuaikan dengan kemampuan pengamatan dan mobilitas
hewan target.
4. Jumlah individu (N) dan/atau jumlah kelompok hewan target (G) yang teramati
dihitung di sepanjang sisi kiri dan kanan garis transek.
5. Jarak dari pengamat ke individu yang teramati diukur (r). Apabila hewan
berkelompok, ukur jarak dari pengamat ke posisi pusat kelompok. Untuk
hewan arboreal pengukuran jarak cukup dilakukan dari permukaan tanah,
bukan dari posisi hewan di atas pohon.
6. Sudut pengamatan (α) yang terbentuk antara garis transek diukur, pengamat
dan hewan target. Pengukuran sudut α bertujuan untuk menghitung jarak tegak
lurus antara hewan yang teramati dengan garis transek (Y).
7. Data pengamatan dicatat pada lembar hasil pengamatan. Pengamatan
dilanjutkan sampai ke ujung garis transek.
8. Sebagai data tambahan, kondisi cuaca dan faktor fisis lingkungan perlu dicatat.

Gambar 5.1. Skema Garis Transek


Ket. :
O = Pengamat
A = Hewan target
r = Jarak dari pengamat ke hewan yang teramati
Y = Jarak tegak lurus antara hewan yang teramati terhadap garis transek
α = sudut pengamatan yang terbentuk antara garis transek, pengamat, dan
hewan target
N = Jumlah total individu yang teramati di kiri dan kanan garis transek
G = Jumlah total kelompok yang teramati di kiri dan kanan garis transek
Contoh lembar hasil pengamatan :
Titik
Waktu Jenis Hewan N G r α Y
Pengamatan

Analisis Data
Kepadatan populasi (D) dihitung dengan rumus :

𝐍 𝐆
D = 𝟐 𝐋 Ῡ individu/m2 ATAU D = 𝟐 𝐋 Ῡ individu/m2

Y = r Sin α
Ket. :
D = Kepadatan populasi
N = Jumlah total individu yang teramati di kiri dan kanan garis transek
G = Jumlah total kelompok yang teramati di kiri dan kanan garis transek
L = Panjang garis transek (m)
Y = Panjang garis tegak lurus dari garis transek ke hewan yang teramati
Ῡ = rata-rata Y
2Ῡ = lebar strip efektif (effective strip width)
r = Jarak dari pengamat ke hewan yang teramati
α = sudut pengamatan yang terbentuk antara garis transek, pengamat, dan
hewan target

Anda mungkin juga menyukai