com, Jakarta Bagi pasien hipertensi sangat dianjurkan untuk rutin melakukan kontrol ke
dokter. Hanya saja, ada sebagian pasien yang justru melakukan kontrol secara mandiri dan tidak
pernah ke dokter sama sekali. Lantas, apakah ini berisiko?
Dokter Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Dr. M. Ikhsan Mokoagow, SpPD,
M.Med.Sci mengatakan, selama pasien patuh obat, terkontrol, dan semua tercatat dengan baik,
maka itu tidak akan menjadi suatu masalah. Tapi, ada baiknya setiap tiga sampai enam bulan, atau
paling lambat selama setahun, harus melakukan pemeriksaan ulang.
"Siapa yang tahu efek samping obat, kalau tidak melakukan pemeriksaan laboratorium? Misal, orang
dengan hipertensi pada suatu saat ada gangguan ginjal. Kalau tidak diperiksa laboratorium, kita tidak
akan pernah tahu," kata Ikhsan dalam acara 'Kepatuhan Pengobatan Faktor Penting Keberhasilan
Penanganan Penyakit Kronis' di Sere Manis, Jakarta, Selasa (15/5/2014)
Ikhsan menambahkan, di sinilah peran dokter dan pasien saling bermitra. Sebab, ada pasien yang
mengalami bengkak, tapi menganggap itu biasa saja. Padahal, apa yang dialaminya adalah efek
samping dari obat yang dikonsumsi. Bila dokter tidak memberitahu dan pasien masih melanjutkan,
maka akan berisiko di pasien itu sendiri.
Dalam penggunaan obat, pasien juga harus mengetahui rejima dari obat itu sendiri. Ketercocokan
pasien terhadap rejima obat, tergantung masing-masing individu. Tidak semua obat yang cocok di
tubuh pasien A, akan cocok juga pada tubuh pasien B, C, dan D.
"Rejima obat itu tergantung individual. Semua tergantung dari pasien itu sendiri. Tidak semua cocok.
Maka itu, ada baiknya untuk mengonsultasikan kondisi ke dokter," kata Ikhsan menerangkan.
Dalam kesempatan itu, Ikhsan juga menjelaskan terkait kebiasaan pasien hipertensi yang mengalami
susah tidur, ketika tekanan darah meninggi. Menurut dia, banyak faktor untuk mengetahui
penyebab pasien tidak bisa tidur. Belum tentu, hipertensi yang dideritanya menjadi penyebab
utama.
"Barangkali si pasien minum minuman berkafein di malam hari, akibatnya susah tidur. Bisa juga
ketika tidur, televisi dalam keadaan menyala yang membuat pasien bangun lagi. Ini semua harus
dievaluasi. Kalau tensi terkendali, maka tidak akan terjadi," kata Ikhsan menjelaskan.
Ikhsan berpesan pada para pasien untuk tidak mengaitkan sesuatu dengan apa yang
dialami saat itu. Perlu pemeriksaan lebih lanjut, untuk benar-benar dapat itulah
penyebab utamanya.
"Belum tentu karena hipertensi si pasien tidak bisa tidur. Bisa jadi ketika hipertensi
tidak terkontrol dan dia tidak bisa tidur karena sebab lain, tensinya meninggi.
Banyak keterikatan untuk masalah seperti ini," kata Ikhsan menekankan.
Info
Thinkstockphotos Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Meski tak menimbulkan gejala yang
mengganggu, namun hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit jantung, stroke, hingga gagal ginjal.
Untuk itu, mengendalikan tekanan darah lebih dari sekedar mengatasi
penyakit hipertensi itu sendiri, melainkan mencegah komplikasi
kerusakan organ lain.
Langkah terpenting dalam mengontrol tekanan darah adalah dengan
modifikasi gaya hidup.
"Pasien hipertensi meskipun sudah minum obat bukan berarti jadi bebas
pola makannya, tetap harus menjalani gaya hidup sehat," ujar salah satu
pendiri Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dr. Arieska Ann
Soenarta, SpJP (K) dalam jumpa pers 11th Scientific Meeting of InaSH di
Jakarta, Kamis (23/2/2017).
Ann mengatakan, tingginya tekanan darah sangat dipengaruhi oleh gaya
hidup. Berikut ini 6 modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan untuk
mengontrol tekanan darah seperti dirangkum Kompas.com dari InaSH.
1. Stop merokok
Zat berbahaya dalam asap rokok dapat merusak pembuluh darah.
Secara perlahan, pembuluh darah bisa menyempit dan mengeras.
Akibatnya, risiko terjadinya tekanan darah tinggi semakin meningkat.
Berhenti merokok merupakan pilihan tepat untuk mencegah terkena
hipertensi, sekaligus mengendalikan tekanan darah bagi yang sudah
memiliki hipertensi.
2. Olahraga teratur
Gaya hidup aktif dengan olahraga teratur sangat penting untuk menjaga
kesehatan tubuh secara menyeluruh, termasuk menjaga tekanan darah
sehat.
Menurut penelitian, latihan fisik sedang selama minimal 30 menit sehari
saja dapat menurunkan risiko terjadinya hipertensi sebesar 30-50
persen. Pasien hipertensi ringan yang melakukan aktivitas fisik sedang
juga mengalami penurunan tekanan darah sistolik sebesar 5-7 mmHg.
3. Membatasi asupan garam
Konsumsi garam yang berlebihan selama ini dikenal sebagai penyebab
terbanyak terjadinya hipertensi. Bagi mereka yang sudah terkena
hipertensi, asupan garam dibatasi jadi 3,5-4 gram garam per hari.
Hindari makanan yang diolah dengan menggunakan garam dapur dan
baking powder serta soda seperti roti, biskuit, keripik asin, kue asin,
hingga makanan kering lainnya yang asin.
Hindari pula makanan kaleng hingga makanan yang banyak ditambah
bumbu penyedap, kecap, atau saus tomat. Terapkan pola makan bergizi
seimbang yang lebih banyak konsumsi sayur serta buah-buahan.
4. Menjaga berat badan ideal
Sebanyak 30-60 persen pasien hipertensi ternyata obesitas. Bagi pasien
yang obesitas, harus menurunkan berat badan untuk mengendalikan
tekanan darah dengan baik.
Untuk mencegah hipertensi, jagalah berat badan ideal sesuai indikator
Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu tak lebih dari 22,9 kilogram per meter
kubik dan tak kurang dari 18,5. Untuk lingkar pinggan, pria tak lebih dari
90 cm dan wanita tak lebih dari 80 cm.
5. Membatasi konsumsi alkohol
Membatasi asupan alkohol ternyata turut memengaruhi tekanan darah.
Mengurangi konsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan darah sistolik
rata-rata 3,8 mmHG pada pasien hipertensi. Konsumsi alkohol pun
sebaiknya dihindari untuk gaya hidup lebih sehat.
6. Hindari stres
Stres adapat meningkatkan hormon-hormon yang mempersempit
pembuluh darah. Ketika stres, tekanan darah bisa meningkat tanpa
disadari.
Jadi, menghindari hipertensi juga dilakukan melalui pikiran atau
kesehatan mental. Kelola stres bisa dilakukan dengan meditasi, rileksasi,
berpikir positif, atau menghindari hal-hal yang memicu stres.
Mereka menyebut tekanan darah tinggi sebagai pembunuh diam-diam karena begitu banyak
orang yang menderita kondisi ini tetapi tidak mengetahuinya. Statistik menunjukkan bahwa
sekitar 25% (atau sekitar satu dari empat) orang dewasa di Indonesia memiliki tekanan
darah tinggi.
Dengan peningkatan tingkat obesitas dan diabetes tipe 2, tidak mengherankan bahwa
tekanan darah tinggi akan mengikuti.
Rentang di antara tingkat tinggi dan normal disebut “prehipertensi” oleh National Institutes of
Health, untuk membantu dokter waspada terhadap orang-orang yang berisiko terkena
penyakit ini.
Terlepas di mana kategori Anda berada, evaluasi dan kontrol tekanan darah harus dilakukan
oleh dokter Anda.
Ikuti rekomendasi ini untuk membantu mengambil alih tekanan darah Anda, dengan atau
tanpa bantuan obat-obatan:
Tekanan darah
Tekanan darah akan naik seiring dengan berat badan, sehingga menurunkan berat badan
adalah salah satu cara terbaik untuk menurunkan tekanan darah Anda. Sesuai dengan
pedoman nasional dan penelitian terbaru, kehilangan berat badan mampu menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolik, dan berpotensi menghilangkan tekanan darah tinggi.
Untuk setiap 10 kg yang terbuang dari kelebihan berat badan Anda, Anda bisa menurunkan
tekanan sistolik 5-20 poin.
Makanan
Makan makanan rendah lemak yang kaya buah-buahan dan sayuran dan susu rendah
lemak dapat menurunkan angka sistolik Anda 8-14 poin. Pola makan untuk mengontrol
hipertensi meliputi:
Bergerak
Bergerak aktif. Setidaknya 30 menit setiap hari jalan cepat atau kegiatan aerobik lain bisa
menurunkan 4-9 poin dari tekanan sistolik Anda.
Batasi sodium
Awasi asupan dosum Anda. Pola makan orang dewasa rata-rata mengonsumsi 4.000 mg
sodium sehari, yang didapat dari garam. Anda dapat menguranginya ke tingkat yang
direkomendasikan, yaitu hanya 1.500-2.300 mg sodium, dengan:
Membuat pilihan makanan sehat. Makanan dalam keadaan segar dan alami mengandung
sodium jauh lebih sedikit daripada makanan yang telah diolah. Sodium biasanya digunakan
untuk membantu mengawetkan makanan.
Kurangi makanan olahan. Sodium banyak ditemukan di makanan instan, sup, sayuran
kaleng, daging olahan (daging, sosis, ham, daging kaleng, dan ikan kalengan), dll.
Garami makanan Anda saat disajikan di atas piring, bukan pada saat memasak karena
keasinannya kurang terasa dan Anda akan membubuhi terlalu banyak garam. Sejumput
garam kira-kira mengandung 200 mg sodium.
Baca label makanan dan pilih merek yang rendah sodium
Bumbui makanan dengan rempah-rempah segar dan kering dan bumbu bebas garam
Jika Anda minum alkohol, batasi satu sampai dua gelas per hari untuk pengurangan 2-4
poin sistolik.
Tekanan darah meningkat sesuai dengan usia, sehingga seiring bertambahnya usia
semakin penting untuk mengetahui jumlah tekanan darah kita dan apa yang bisa kita
lakukan untuk menjaganya agar tetap berada dalam kisaran “normal.”
Hal ini bisa diatasi dengan menyesuaikan rencana makan Anda untuk menikmati lebih
banyak jenis makanan, dan lakukan aktivitas fisik secara teratur. Bertanggung jawablah atas
diri Anda dan tekanan darah Anda mulai hari ini.
Bagikan
halo dok ,saya yulius ,dok mau tanya dunk jika Dm dan hipertensi
apa saja sih yang bisa menyebabkan komplikasi bagi organ tubuh
mana saja yang bisa terserang 2 penyakit ini ,dan sya mau tanya
beda tdk amplodipine 2 kali sehari 1 tablet yang 5 mg dengan 1
kali 1 amplodipine 10,mg buat di minum gmn penjelasan nya dok ..
Hai Yulius Hipertensi dapat merusak pembuluh darah di seluruh bagian tubuh,
terutama pembuluh darah kecil seperti di jantung, ginjal, mata dsb, sehingga
komplikasi yang sering dapat ditimbulkan bila hipertensi tidak terkontrol antara lain:
Kerusakan pembuluh darah koroner jantung sehingga dapat
menyebabkan serangan jantung
Gagal jantung akibat pembengkakan jantung
Kerusakan fungsi ginjal yang berlanjut menjadi gagal ginjal kronis
Kerusakan pembuluh darah mata sehingga dapat menyebabkan
kebutaan mendadak
Pecah atau tersumbatnya pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan stroke
Aneurisma. Pelebaran pembuluh darah akibat kerusakan
dindingnya, berisiko pecah.
Sedangkan pada diabetes melitus (DM) dengan kadar gula darah yang tinggi, komplikasi yang
sering sama dengan seperti hipertensi diatas dikarenakan DM juga menyebabkan kerusakan
pembuluh darah. Komplikasi lain yang juga dapat timbul:
Luka yang sulit sembuh, disebabkan terjadi penurunan daya tahan
tubuh, kadar gula yang tinggi merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri, serta kerusakan saraf pada penderita DM
sehingga luka berulang yang tidak disadarinya. Bila luka dibiarkan
dapat semakin meluas sehingga diperlukan tindakan amputasi
Kesemutan permanen akibat kerusakan saraf peraba
Kerusakan saraf mata
Katarak
Mudahnya terjadi infeksi jamur, tuberkulosis (TBC), dsb dengan
mekanisme seperti yang dijelaskan diatas pada poin pertama
Waktu kerja amlodipin berlangsung lama selama 24 jam oleh sebab itu pemberiannya 1 kali
sehari. Bila dianjurkan dosis 10 mg maka diberikan 1 kali 1 tablet, sedangkan bila tidak tersedia
sediaan 10 mg, dapat diberikan 2 tablet 5 mg sebanyak 1 kali sehari. Informasi terkait dapat
Anda baca pada artikel berikut ini: Hipertensi Diabetes melitus Amlodipine. Semoga
membantu ya. Terima kasih dr.Yan william
Hai Yulius Hipertensi dapat merusak pembuluh darah di seluruh
bagian tubuh, terutama pembuluh darah kecil seperti di jantung,
ginjal, mata dsb, sehingga komplikasi yang sering dapat
ditimbulkan bila hipertensi tidak terkontrol antara lain:
23 MAR 2014
Bagikan :
Tweet
Saat kehamilan perlu dilakukan serangkai pemeriksaan laboratorium untuk mencegah hal-hal buruk
yang bisa mengancam janin. Hal ini bertujuan untuk skrining/mendeteksi jika terdapat kelainan yang perlu
dilakukan pengobatan atau tindakan lebih lanjut.
Berikut adalah delapan pemeriksaan laboratorium yang penting selama kehamilan dan manfaatnya,
1. Hematologi Lengkap
Pemeriksaan hematologi lengkap merupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan pada
darah dan komponennya yang dapat menggambarkan kondisi tubuh secara umum. Hematologi lengkap
dapat dilakukan selama kehamilan pada trimester pertama, trimester kedua dan saat persalinan.
Kelainan yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium selama kehamilan antara lain anemia
(hemoglobin rendah) yang umum terjadi pada ibu hamil, kekurangan zat besi, kekurangan asam folat dan
bahkan thalassemia yang merupakan kelainan produksi hemoglobin yang bersifat genetik.
Tujuannya yaitu :
2. Glukosa
Virus hepatitis sangat potensial untuk ditularkan kepada janin di dalam kandungan, maka pemeriksaan
laboratorium penting dilakukan selama kehamilan
VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) yaitu skrining untuk penyakit sifilis.
TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay), pemeriksaan lanjutan untuk konfirmasi
penyakit sifilis.
5. Anti HIV
Anti HIV (Antigen Human Immunodeficiency Virus) bertujuan mendeteksi adanya infeksi virus HIVyang
berpotensi menular pada janin. Jika ibu hamil terinfeksi HIV harus segera diterapi dengan antivirus dan
persalinannya dilakukan secara bedah sesar untuk mencegah bayi tertular virus HIV.
Tes HBsAg, Anti HCV, TORCH, VDRL, TPHA, anti HIV dilakukan pada trimester pertama kehamilan.
6. Urine (Urinalisa)
Tujuan dari pemeriksaan laboratorium ini yaitu untuk mendeteksi infeksi saluran kemih dan kelainan
lain di saluran kemih serta kelainan sistemik yang bermanifestasi di urine/air seni. Jika infeksi di saluran
kemih tidak diobati, dapat menyebabkan kontraksi dan kelahiran prematur atau ketuban pecah dini. Tes ini
dilakukan pada trimester pertama atau kedua kehamilan.
7. Hormon Kehamilan
Tes ini dilakukan pada trimester pertama, yang terdiri dari pemeriksaan laboratorium :
Hormon bHCG darah, yaitu hormon kehamilan dalam darah untuk mendeteksi kehamilan di trimester
awal yang meragukan karena belum tampak pada USG.
Hormon Progesteron: Hormon yang mensupport kehamilan, untuk mendeteksi apakah hormon ini
cukup kadarnya atau perlu suplemen progesteron dari luar.
Hormon Estradiol: hormon yang mensupport kehamilan, untuk mendeteksi apakah kadarnya normal
atau tidak.
8. Virus TORCH
Toxoplasma IgG dan IgM: antibodi terhadap parasit toxoplasma gondii yaitu untuk mendeteksi apakah
terdapat infeksi Toxoplasma.
Rubella IgG dan IgM: antibodi terhadap virus campak Jerman, untuk mendeteksi apakah terinfeksi
virus tersebut atau tidak.(Baca : Mengenal Bahaya Virus Rubella)
Cytomegalovirus (CMV) IgG dan IgM: antibodi terhadap virus Citomegalo, untuk mendeteksi apakah
terinfeksi virus CMV atau tidak.
Herpes Simplex Virus 1 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 1, untuk mendeteksi
apakah terinfeksi HSV1.
Herpes Simplex Virus 2 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 2, untuk mendeteksi
apakah terinfeksi HSV2.
Idealnya tes dilakukan pada trimester pertama begitu positif hamil. Tujuannya untuk mengenali
status kesehatan ibu hamil dan infeksi yang ada bisa segera mendapat terapi.
Pada awal trimester ketiga sebaiknya beberapa pemeriksaan dicek ulang seperti hematologi, tes glukosa
darah dan urinalisa. Hal ini untuk mengevaluasi ulang karena pada trimester ketiga beberapa penyakit bisa
muncul seperti diabetes dan preeklamsia. Selain itu kondisi anemia bisa muncul kembali akibat hemodilusi
pada tubuh ibu hamil.
Tes darah adalah pemeriksaan dengan menggunakan sampel darah yang diambil
menggunakan suntikan sebanyak 50 cc kemudian dilakukan pengecekan di
laboratorium. Tes darah saat hamil, bisa dilakukan saat kandungan berusia minimal
8 minggu, 10 minggu atau 12 minggu bahkan saat mendekati persalinan. Tes darah
yang dilakukan bukan tanpa alasan, namun memiliki banyak manfaat untuk ibu
hamil. Tes darah juga bisa dilakukan dengan suntikan di ibu jari.
Tes darah tentu saja sangat berfungsi bagi ibu hamil. Sayangnya tidak semua ibu
hamil memahami hal ini. Banyak ibu hamil yang nurut-nurut saja saat disuruh
untuk melakukan tes ini-itu, namun sedikit sekali ibu hamil yang menanyakan dan
mengetahui sebenarnya fungsi dari tes darah ini. Berikut ini manfaat dan fungsi
dari melakukan tes darah saat kehamilan :
Salah satu manfaat dan tujuan dari tes darah adalah untuk mengetahui golongan
darah ibu hamil. Banyak ibu hamil yang tidak mengetahui golongan darahnya. Jika
sampai ini terjadi, kondisi tersebut akan menyusahkan pihak medis untuk
melakukan transfusi saat mengalami masalah kehamilan tertentu. Untuk
melakukan transfusi darah, diperlukan golongan darah yang sesuai dengan darah
ibu hamil.
Jika transfusi yang dilakukan tidak menggunakan golongan darah yang cocok
akibatnya bisa menyebabkan penggumpalan darah di dalam tubuh ibu hamil. Oleh
sebab itulah, deteksi golongan darah dengan menggunakan tes darah sangatlah
diperlukan.
Salah satu fungsi penting tes darah saat hamil adalah untuk mengetahui kadar zat
besi dan hemoglobin di dalam tubuh ibu hamil. Ibu hamil biasanya akan
mengalami anemia hal itu dikarenakan darah di dalam ibu hamil akan dibagi
menjadi dua yaitu untuk ibu hamil dan untuk bayi yang dikandungnya. Semakin
aktif bayi di dalam kandungan, semakin banyak pula bayi membutuhkan gizi ibu
hamildalam aliran darah di dalam tubuhnya.
Hal itulah yang membuat ibu hamil akan kekurangan aliran darah di dalam
tubuhnya dan terkena anemia. Pengecekan kadar hemoglobin dan kadar zat besi di
dalam tubuh ibu hamil berguna untuk menghindari anemia pada saat hamil dan
saat melahirkan. Saat melahirkan, ibu hamil membutuhkan jumlah hemoglobin
atau zat besi yang cukup. Jumlah normal zat besi yang dibutuhkan oleh ibu hamil
adalah 11,5. Kurang dari kadar tersebut bisa membuat ibu hamil terkena anemia.
4. IMS
Salah satu fungsi tes darah yang dilakukan oleh ibu hamil adalah untuk mengetahui
ada atau tidaknya infeksi menular seksual yang ibu miliki. Hal tersebut berguna
dan bermanfaat bagi ibu hamil untuk mencegah penularan infeksi tersebut terhadap
janin di dalam kandungan ibu hamil. IMS yang diderita ibu hamil jika tidak segera
ditangani bisa ditularkan kepada anak.
5. HIV
Tes darah saat hamil berfungsi untuk mengetahui ada atau tidaknya virus HIV di
dalam tubuh ibu hamil. Jika ibu hamil positif mengidap HIV, janin pun bisa
terinfeksi. Oleh sebab itulah tes darah bisa digunakan untuk mengantisipasi
penularan virus HIV kepada janin yang dikandungnya.
6. TORCH
Virus TORCH ini harus dibersihkan atau dijinakkan. Agar tidak meganggu tumbuh
kembang janin di dalam kandungan. TORCH ( toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus dan herpes ) membutuhkan waktu yang lama untuk
penyembuhan. TORCH pada wanita juga bisa menyebabkan susah hamil.
7. Kelainan Genetik
Tes darah saat hamil juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi apakah bayi yang
dikandung memiliki kelainan genetik. Kelainan genetik itu berupa kolesterol
tinggi, cystic fibrosis atau kelainan yang menyebabkan penyakit multi sistem,
kelainan dari sel darah merah dan juga thalassemia atau kelainan asam amino yang
bermanfaat dalam pembentukan hemoglobin / sel darah merah di dalam tubuh.
Kelainan genetik yang bisa dideteksi meggunakan tes darah. Tidak hanya itu saja,
namun tes darah yang dilakukan bisa untuk mendeteksi kelainan lemak sel.
Terutama sel yang letaknya di dalam otak dan juga sel syaraf.
Pemeriksaan darah yang dilakukan oleh ibu hamil juga bermanfaat untuk
mengetahui jumlah leukosit atau sel darah putih yang ada di dalam tubuh ibu
hamil. Tidak hanya trombosit dan Hb saja yang dicek namun leukosit pun juga
akan dicek dan bisa mempengaruhi kondisi kesehatan ibu hamil. Jumlah sel darah
putih yang diperiksa melalui tes darah bisa berfungsi untuk mengetahui adanya
infeksi yang ada di dalam tubuh ibu hamil, yang bisa menjadi penyebab
keguguran.
Virus hepatitis B tidak boleh diabaikan. Virus hepatitis B bisa menyebabkan janin
yang dikandung oleh ibu hamil mengalami berbagai macam penyakit hati. Penyakit
hati tersebut misalnya adalah sirosis hati, pengerutan hati, kerusakan hati, liver
bahkan kanker hati. Virus hepatitis B bisa membuat janin ibu hamil ikut terinfeksi
dengan virus tersebut.
Oleh sebab itulah deteksi dini virus hepatitis B sangat diperlukan. Jika HBsAg ibu
hamil positif maka paramedis harus mencegah terjadinya penularan virus dari ibu
hamil ke janin. Jika HBsAg nya sifatnya negatif diperlukan pengecekan kembali
saat mau persalinan. Tujuannya adalah untuk menangani bayi yang dilahirkan
dengan mengidap virus hepatitis B.
Jika sel darah merah pada janin rusak, akibatnya adalah perkembangan janin akan
mengalami berbagai macam komplikasi. Komplikasi itu misalnya adalah bayi
mengalami anemia, otak dan jantung mengalami kerusakan berbagai macam
penyakit komplikasi lainnya. Mengetahui rhesus tersebut sama pentingnya dengan
mengetahui golongan darah ibu hamil.
Salah satu fungsi tes darah saat hamil adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
gangguan syaraf dan juga kondisi tulang belakang janin. Pemeriksaan itu disebut
dengan AFP atau alpha fetoprotein.
Tidak setiap waktu ibu hamil bisa melakukan tes darah. Ada saat-saat tertentu saat
ibu hamil bisa melakukan tes darah ini. Berikut ini waktu yang tepat untuk
melakukan tes darah :
Usia Kandungan 8-12 Minggu – Tes darah yang dilakukan dengan mengambil
sampel darah di otot lengan ibu bisa dilakukan saat usia kehamilan ibu menginjak
usia 8-12 minggu. Para medis akan melakukan tes darah dalam rentang waktu
tersebut. Bisa saat usia kandungan 8 minggu, 9 minggu, 10 minggu, 11 minggu
atau bahkan 12 minggu.
Usia 28 Minggu – Saat mendekati persalinan, ibu hamil akan dicek hb nya secara
terus menerus. Cek Hb itu bisa dilakukan saat usia kandungan 28 minggu sampai
mendekati persalinan. Ibu hamil hanya akan dilakukan pengecekan menggunakan
jari tangannya bukan melalui otot tangannya. Pengecekan Hb tersebut penting
untuk mengetahui kadar Hb ibu hamil, jika ibu hamil memiliki hb rendah maka
bisa diantipasi sebelum persalinan tiba.
1. Pemeriksaan urine lengkap, meliputi kadar gula, protein dan bakteri dalam urine.
Utamanya untuk mengetahui ada-tidaknya infeksi saluran kemih karena penyakit
ini dapat menyebabkan kelahiran prematur, keguguran, dan kematian janin.
- Kadar hemoglobin (sel darah merah), untuk mengetahui ada tidaknya anemia.
Penyakit ini membuat ibu hamil menjadi mudah lelah dan dapat berbahaya jika
terjadi perdarahan saat hamil serta melahirkan.
[/caption]
Dari tiga jenis pemeriksaan di atas, hanya tes darah prenatal yang tidak saya laksanakan. Di
awal kehamilan, dokter kandungan menyarankan tes darah prenatal ini. Saat saya putuskan
untuk pindah dokter dan dokter yang baru tidak mensyaratkan hal yang sama, maka
pemeriksaan tersebut tidak saya ambil. Namun pengabaian ini tidak lagi berlaku di tes darah
trimester ketiga yang ternyata penting dilaksanakan, apalagi ternyata ditemukan beberapa
masalah yang membuat saya bersyukur mengetahuinya lebih cepat sehingga dapat segera
ditanggulangi.
Untuk pemeriksaan laboratorium darah, saya diharuskan berpuasa selama 12 jam sebelumnya
ini. Adapun spesimen yang diambil berupa sampel darah dan urin. Tes tersebut dilakukan di
laboratorium rumah sakit yang sama tempat saya kontrol kehamilan (RS Hermina Bekasi
Barat). Biaya sekitar Rp. 1000.000,- lebih sedikit. Cukup mahal, memang. Dalam satu paket
tes ini terdapat empat jenis besar pemeriksaan, yaitu pemeriksaan hematologi (pemeriksaan
jumlah hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit, dan sebagainya), kimia darah
(pemeriksaan diabetes, cek kadar glukosa darah puasa dan glukosa darah 2 jam PP),
imunoserologi (pemeriksaan hepatitis (HBsAg), TORCH (anti toxoplasma IgM), dan serologi
anti HIV), serta urinalisa (pemeriksaan urin lengkap mulai dari warna dan kejernihan, kimia
urin, serta kondisi mikroskopik urin termasuk pemeriksaan keberadaan bakteri dan ragi yang
terkandung dalam urin).
Hasil cek lab keluar tiga hari kemudian, bertepatan dengan jadwal kontrol saya dengan dr.
Nina. Dalam hasil cek lab menunjukkan bahwa umumnya semua normal kecuali pemeriksaan
urinalisa dan diabetes.
Infeksi Saluran Kemih
Dari berbagai sumber yang pernah saya baca, infeksi saluran kemih (ISK) adalah radang pada
saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri dan dalam setiap tahun ada sekitar 15%
perempuan mengalami ISK. Kejadian ISK makin sering terjadi pada masa kehamilan.
Perubahan kondisi hormonal yang terjadi saat hamil akan meningkatkan risiko ISK yang
membuat urin tertahan di saluran kencing. Adanya peningkatan hormon progesteron pada
kehamilan akan menambah besar dan berat rahim, yang berakibat pada otot-otot saluran
kencing mengalami pengenduran. Selain itu, ISK rawan terjadi pada ibu hamil karena
kebersihan daerah sekitar kelamin luar menjadi bagian yang sulit dipantau oleh ibu hamil,
apalagi saat kondisi kehamilan semakin membesar.
Berdasarkan pemeriksaan urinalisa, ditemukan bahwa saya mengidap ISK. Dokter
menjelaskan bahwa ini terlihat dari keruhnya urin saya, tingkat pH urine 6,5 (yang
seharusnya adalah netral di angka 7), serta terdapatnya leukositesterase, bakteri, dan ragi
dalam urin (yang harusnya negatif). Petunjuk yang paling terlihat adalah tingginya kadar
leukosit dalam urin saya (80-100/LPB, padahal nilai rujukan hanyalah sebesar 1-6/LPB).
Sebenarnya gejala ISK seperti sakit saat buang air kecil, anyang-anyangan, sakit di pinggang
belakang bila ginjal sudah terkena infeksi, hingga demam tidak satupun saya rasakan. Hanya
saja, saat itu saya bermasalah dengan keputihan yang terus-menerus. Ternyata hal inilah yang
menyebabkan urin menjadi keruh. Kemudian dokter juga menjelaskan bahwa ISK yang parah
bisa membahayakan kehamilan seperti menyebabkan persalinan prematur, anemia, hipertensi,
dan preeklamsia.
Untuk mengatasinya, dokter meresepkan dua obat yang masing-masing diminum satu kali,
berupa antibiotik yang aman untuk ibu hamil dan satu sachet serbuk effervescent rasa jeruk
yang dilarutkan dalam air. Lepas minum kedua obat tersebut, keputihan saya berkurang
namun masih muncul.
Satu minggu berselang karena keputihan tak kunjung selesai, saya pun waswas dan khawatir
masih mengidap ISK. Akhirnya saya memeriksakan diri ke dokter kandungan di klinik dekat
rumah. Beliau menolak meresepkan obat yang sama karena dianggap obat tersebut keras dan
selang waktu minum harusnya minimal satu bulan. Akhirnya dokter kandungan di klinik
meresepkan tiga antibiotik, yang salah satunya adalah amoxicilin. Karena khawatir dengan
jumlah dan jenis obat yang terlampau banyak dan harus benar-benar dihabiskan, akhirnya
semua obatnya tidak saya minum sama sekali. Sebagai gantinya, saya hanya mencoba lebih
banyak mengonsumsi air putih dan mencegah menahan buang air kecil. Selain itu saya juga
menerapkan pola hidup yang lebih bersih terutama menyangkut kebersihan daerah kelamin.
Selang satu bulan, sebelum sesi kontrol selanjutnya dengan dokter kandungan di rumah sakit,
saya berinisiatif untuk kembali melakukan tes urinalisa. Hasilnya kadar lekosit saya 8-9/LPB,
lekositesterase sudah negatif, pH urin seimbang. Akhirnya saya terbebas dari ISK.
[caption id="attachment_115794" align="aligncenter" width="496" caption="(Gambar dari
www.pixabay.com)"]
[/caption]
Diabetes Gestasional
Dari beberapa sumber yang pernah saya baca, saya jadi mengetahui kalau diabetes
gestasional adalah salah satu sub-tipe dari diabetes melitus yang terjadi pada perempuan yang
sebelumnya tidak pernah didiagnosis diabetes namun mengalami peningkatan kadar glukosa
darah yang tinggi selama kehamilan. Pada wanita hamil, khususnya pada usia kandungan di
atas enam bulan, tingkat glukosa dalam darah akan meningkat melebihi batas normal.
Diabetes melitus gestasional ini disebabkan karena insulin tidak dapat bekerja sebagaimana
mestinya. Hormon kehamilan dapat menghalangi insulin untuk menjalankan fungsinya
memecah gula darah. Akibatnya kadar gula darah (glukosa) dalam tubuh menjadi tinggi.
Umumnya diabetes gestasional tidak menunjukan gejala sama sekali, hanya dapat didiagnosis
dengan pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah sewaktu. Saya menjalani tes glukosa
darah puasa (setelah 12 jam puasa makan), hasilnya normal yaitu 93 mg/dl (atas nilai rujukan
80-100 mg/dl). Setelah tes glukosa darah puasa, suster meminta saya untuk minum segelas air
gula yang telah disiapkan, dan melanjutkan puasa dua jam lagi untuk selanjutnya kembali
jalani tes darah. Tes darah kedua inilah yang disebut dengan tes glukosa darah 2 jam PP.
Setelah meminum air gula, saya mual luar biasa. Salah seorang pasien yang bersamaan tesnya
dengan saya malahan harus mengulang tes karena keburu muntah sebelum dua jam. Dua jam
menunggu pun rasanya menyiksa karena hanya boleh mengonsumsi air putih. Hasil dari tes
ini menunjukkan bahwa kadar gula darah sewaktu saya adalah 171 mg/dl, di mana normalnya
hanyalah 70-120 mg/dl.
Dari hasil tes glukosa darah 2 jam PP ini, dokter kandungan menyimpulkan bahwa saya harus
menjalani diet gula dan kembali melakukan tes diabetes sebulan kemudian. Dokter khawatir
bila kondisi ini dibiarkan, bayi yang saya lahirkan nantinya akan menderita hipoglikemia,
yaitu rendahnya kadar gula yang dapat menyebabkan cacat otak karena si bayi terbiasa
dengan kadar gula tinggi dari darah ibu yang berkebalikan kondisi setelah lahir di mana ia tak
lagi mendapatkan asupan makan langsung dari darah ibu.
Bicara tentang diet gula yang harus dijalani selama sebulan, saya teringat kembali pada hari-
hari di mana saya harus menahan keinginan untuk makan beragam camilan manis yang
disajikan tiap rapat, atau saat jalan-jalan ke mall. Saat itu saya tak lagi menyeduh teh manis
hangat tiap pagi di kantor, membatasi konsumsi nasi dan roti oles selai cokelat malt, dan
berhenti makan alpukat dengan gula pasir yang sebelumnya kerap dilakukan. Karena dokter
tidak memberikan saran untuk berkonsultasi dengan ahli gizi, jadilah saya maka harus pintar-
pintar mengatur sendiri pola makan selama menjalani diet ini, dan mengira-ngira makanan
mana yang boleh dikonsumsi. Tiap beli makanan atau minuman kemasan, yang saya teliti
adalah kadar gulanya. Saya pun berhenti minum susu hamil rasa cokelat yang ternyata
mengandung gula tinggi, dan menggantinya dengan susu UHT tanpa rasa. Di tengah masa
diet, iseng-iseng saya lakukan tes gula darah di apotek dekat rumah. Hasilnya
membanggakan, hanya 86 mg/dl, masih masuk dalam rentang normal. Sebulan setelah tertib
menjalani diet, saat kembali periksa kadar gula darah hasilnya adalah 91 mg/dl. Dokter pun
tidak luput mengapresiasi usaha saya. Tetapi diet gula ini berakhir dengan kurangnya berat
janin pada usia kandungan di bulan tersebut. Mungkin karena sedikit ngemil dan bingung di
awal-awal diet karena susah cari makan yang sesuai kriteria, asupan nutrisi saya jadi
berkurang. Solusinya, konsumsi protein harus ditambah demi mengejar ketertinggalan berat
janin.
Satu lagi, ternyata keputihan yang sebelumnya saya kira sebagi gejala ISK, kemungkinan
besar malah merupakan indikasi tingginya gula darah saya. Kata dokter, ketika gula darah
tinggi inilah bakteri dan jamur ragi senang sekali bersarang sehingga menyebabkan
keputihan. Terbukti ketika gula darah kembali normal, keputihan yang selama ini saya
keluhkan juga berkurang, hanya muncul berupa keputihan yang normal dialami oleh ibu
hamil.
Meski mahal dan cukup membuat khawatir, saya bersyukur sudah menjalani serangkaian tes
darah saat hamil. Karena setidaknya, saya jadi tahu beragam bahaya penyakit dan kondisi
yang mengancam, baik saat kehamilan maupun persalinan, dan lebih paham akan cara
mencegah maupun mengobatinya. Sungguh, bantuan medis seperti ini memang sangat
membantu menjaga kehamilan ibu dan perkembangan kondisi janin.
Shar
Jika transfusi yang dilakukan tidak menggunakan golongan darah yang cocok akibatnya bisa
menyebabkan penggumpalan darah di dalam tubuh ibu hamil. Oleh sebab itulah, deteksi golongan
darah dengan menggunakan tes darah sangatlah diperlukan.
Hal itulah yang membuat ibu hamil akan kekurangan aliran darah di dalam tubuhnya dan terkena
anemia. Pengecekan kadar hemoglobin dan kadar zat besi di dalam tubuh ibu hamil berguna untuk
menghindari anemia pada saat hamil dan saat melahirkan. Saat melahirkan, ibu hamil membutuhkan
jumlah hemoglobin atau zat besi yang cukup. Jumlah normal zat besi yang dibutuhkan oleh ibu hamil
adalah 11,5. Kurang dari kadar tersebut bisa membuat ibu hamil terkena anemia.
4. IMS
Salah satu fungsi tes darah yang dilakukan oleh ibu hamil adalah untuk mengetahui ada atau
tidaknya infeksi menular seksual yang ibu miliki. Hal tersebut berguna dan bermanfaat bagi ibu hamil
untuk mencegah penularan infeksi tersebut terhadap janin di dalam kandungan ibu hamil. IMS yang
diderita ibu hamil jika tidak segera ditangani bisa ditularkan kepada anak.
5. HIV
Tes darah saat hamil berfungsi untuk mengetahui ada atau tidaknya virus HIV di dalam tubuh ibu
hamil. Jika ibu hamil positif mengidap HIV, janin pun bisa terinfeksi. Oleh sebab itulah tes darah bisa
digunakan untuk mengantisipasi penularan virus HIV kepada janin yang dikandungnya.
6. TORCH
Tes darah biasanya akan dilakukan saat mengalami tanda-tanda kehamilan, salah satu fungsi dari tes
darah yang dilakukan tersebut adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya virus TORCH di dalam
tubuh ibu hamil. Jika sampai ibu hamil menderita TORCH, resiko keguguran pada ibu hamil sangat
besar. Tidak hanya itu saja, TORCH juga bisa membuat janin yang dilahirkan akan menderita
kecacatan, komplikasi bahkan bisa menyebabkan kematian.
Virus TORCH ini harus dibersihkan atau dijinakkan. Agar tidak meganggu tumbuh kembang janin di
dalam kandungan. TORCH ( toxoplasmosis, rubella, cytomegalovirus dan herpes ) membutuhkan
waktu yang lama untuk penyembuhan. TORCH pada wanita juga bisa menyebabkan susah hamil.
7. Kelainan Genetik
Tes darah saat hamil juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi apakah bayi yang dikandung
memiliki kelainan genetik. Kelainan genetik itu berupa kolesterol tinggi, cystic fibrosis atau kelainan
yang menyebabkan penyakit multi sistem, kelainan dari sel darah merah dan juga thalassemia atau
kelainan asam amino yang bermanfaat dalam pembentukan hemoglobin / sel darah merah di dalam
tubuh.
Kelainan genetik yang bisa dideteksi meggunakan tes darah. Tidak hanya itu saja, namun tes darah
yang dilakukan bisa untuk mendeteksi kelainan lemak sel. Terutama sel yang letaknya di dalam otak
dan juga sel syaraf.
Oleh sebab itulah deteksi dini virus hepatitis B sangat diperlukan. Jika HBsAg ibu hamil positif maka
paramedis harus mencegah terjadinya penularan virus dari ibu hamil ke janin. Jika HBsAg nya
sifatnya negatif diperlukan pengecekan kembali saat mau persalinan. Tujuannya adalah untuk
menangani bayi yang dilahirkan dengan mengidap virus hepatitis B.
Jika sel darah merah pada janin rusak, akibatnya adalah perkembangan janin akan mengalami
berbagai macam komplikasi. Komplikasi itu misalnya adalah bayi mengalami anemia, otak dan
jantung mengalami kerusakan berbagai macam penyakit komplikasi lainnya. Mengetahui rhesus
tersebut sama pentingnya dengan mengetahui golongan darah ibu hamil.