Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang


Didalam satuan pendidikan pastinya dibutuhkan suatu pengawasan atau supervisor agar
kinerja yang dilakukan oleh kepala sekolah, guru, staf satuan pendidikan lainnya bisa berjalan
sesuai tujuan satuan pendidikan tersebut, supervisi dibutuhkan untuk membantu kinerja tenaga
kependidikan agar mereka dapat melakukan pekerjaan mereka secara efektif dan efisien, yang
mana supervisi ini sangat berpengaruh terhadap tercapai atau tidaknya suatu tujuan satuan
pendidikan tersebut.
Adapun dalam peningkatan mutu sekolah seorang supervisor harus mengetahui dan
memahami model-model yang ada di dalam supervisi pendidikan islam, karena dengan
supervisor tersebut memiliki pemahaman terhadap model-model supervisi pendidikan islam
maka dalam melakukan tugas supervisor tersebut memiliki acuan terhadap model apa yang
cocok untuk diterapkan di satuan pendidikan tersebut, karena perlu kita ketahuai tidak semua
model-model supervisi pendidikan islam itu cocok dengan semua lembaga. Jadi, untuk
memantapkan pemahaman kita terhadap model-model supervisi pendidikan islam maka kami
akan memaparkan maklaah kami yang berjudul “Model-model Supervisi Pendidikan Islam”.

B.  Rumusan Masalah


1.      Apa pengertian model-model supervisi ?
2.      Apa macam-macam model-model supervisi?

C.  Tujuan Masalah


1.      Mengetahuai pengertian model-model supervisi.
2.      Mengetahui macam-macam model-model supervisi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Model-model Supervisi Pendidikan Islam


Model supervisi pendidikan islam adalah pola atau kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan mengkodinir, menstimulir dan
menuntun pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan di suatu sekolah baik secara
individual maupun kelompok agar lebih efektif melaksanakan fungsi pendidikan yang
berlandasakan syariat islam.1[1]
Menurut Makawimbang dalam kegiatan supervisi pendidikan islam ini lumrah dan tidak
asing lagi dikenal dengan model-model supervisi pendidikan yang secara sadar atau tidak
seorang supervisor pendidikan islam telah mengaplikasikannya dengan seksama dan
menjalankan tugasnya. Adapun model supervisi pendidikan islam ini bisa saja cocok dengan
daerah tertentu ataupun bahkan ada yang tidak cocok dengan daerah satuan pendidikan islam jadi
sebisa mungkin seorang supervisor pendidikan islam itu harus menyesuaikan model yang akan
diterapkan dengan lembaga yang akan diterapkannya agar proses supervisi bisa berjalan dengan
efektif dan efisien.
Adapun seorang supervisor pendidikan islam harus memiliki pemahaman tentang
pemahaman mengenai model-model supervisi pendidikan islam karena apabila mereka dapat
memahami model-model tersebut maka ada keuntungan tersediri bagi siapapun yang berprofesi
sebagai supervisor, minimalnya mereka nantinya siap dengan tantangan yang ada dala satuan
pendidikan .
Lantas seorang supervisor khususnya kepala sekolah harus selalu berikhtiar untuk memilih
model-model supervisi yang cocok untuk diterapkan di satuan pendidikan, karena bagus tidaknya
model-model supervisi yang diterapkan tersebut mempengaruhi mutu pendidikan yang menjadi
target utama.2[2]

1[1]Abd. Kadim Masaong,supervisi Pembelajaran dan Perkembangan Kapasitas Guru (Bandung:


Alfabeta,2012),hlm.3
Untuk memantapkan pemahaman kita mengenai model-model supervisi pendidikan islam
maka penulis akan merinci seperti apa model-model supervisi pendidikan islam yang nantinya
akan jadi pertimbangan bagi seorang supervisor pendidikan islam yang nantinya akan
mencocokkan antara model-model supervisi pendidikan islam yang cocok diterapkan dalam
ranah satuan pendidikan pendidikan yakni sebagai berikut.

B.  Macam-macam Model-model Supervisi Pendidikan Islam


Dalam setiap literatur yang penulis temui semuanya menyebutkan bahwa model-model
supervisi pendidikan itu terdiri dari empat model yang ke empatnya tersebut berbeda penggunaan
dengan kata lain pada penggunaan model-model ini harus sesuai dengan masalah satuan
pendidikan islam agar dalam kinerja yang dilakukan sebisa mungkin akan efisien dan efektif.
1.    Model Konvensional (Tradisional)
Model supervisi konvensional adalah model yang diterapkan pada wilayah yang tradisi dan
kultur masyarakat otoriter dan feodal. Pada wilayah ini cenderung melahirkan penguasa yang
otokrat dan korektif.3[3]
Seorang supervisor dipahami sebagai orang yang memiliki power untuk mementukan nasib
guru.Karenanya, dalam perspektif behavior, seorang yang menerapkan model ini selalu
menampakkan perilaku atau aksi supervisi dalam bentuk inspeksi untuk mencari kesalahan dan
menemukan kesalahan bahkan sering kali memata-matai objek, yaitu guru. Perilaku memata-
matai ini disebut dengan istilah snoopervision (memata-matai) atau juga sering disebut sebagai
supervisi korektif.
Bila diamati lebih mendalam, praktik supervisi konvensional bersifat kontradiktif dengan
makna dan tujuan supervisi , yaitu membimbing kepala sekolah dan guru guna memperbaiki
kinerja dan meningkatkan professional mereka dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
pimpinan dan pendidik di sekolah.
Memata-matai dan mencari kesalahan dalam konteks membimbing guru cenderung
melahirkan inflikasi negatif terhadap perilaku itu sendiri. Wajar jika kemudian para guru merasa
tidak puas, takut, menjauh, tidak akrab, acuh tak acuh, benci, bahkan menantang ( agresif ) dan

2[2] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perkembangan SDM (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010),hlm. 91.

3[3]Jasmani Asf & Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan ( Jogjakarta : Ar-ruzz Media, 2013 ), hlm. 91.
malas berjumpa dengan supervisor di sekolahnya. Perasaan-perasaan yang demikian ini akan
memunculkan image yang kurang baik bagi supervisor itu sendiri. Padahal kepala sekolah, guru
dan supervisor adalah partner dalam memajukan pendidikan.
Model supervisi konvensional pada praktiknya sering menyebabkan supervisor yang
semestinya adalah orang hebat dalam memberikan bimbingan dan pelayanan kepada kepala
sekolah atau guru guna peningkatan mutu pendidikan. Apa yang sesungguhnya diharapkan
dariseorang supervisor seperti yang seharusnya dinyatakan oleh Willes dan Ngalim purwanto ,
yaitu seorang supervisor berurusan dengan persiapan kepemimpinan yang efektif. Untuk
melaksanakan dan mengembangkan perasaan sensitivitasnya terhadap perasaan-perasaan orang
lain ( kepala sekolah, guru, staf sekolah dan para peserta didik ), untuk memperluas ketetapannya
tentang anggapannya terhadap kelompok mengenai hal-hal yang penting agar selanjutnya lebih
dapat melaksanakan hubungan-hubungan kerja sama yang kooperatif, untuk berusaha mencapai
tujuan-tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya sendiri, dan untuk lebih sering berhubungan dengan
mereka di dalam kelompok yang bekerja dengannya.
Untuk itu, model supervisi konvensional dalam supervisi pendidikan di era reformasi
seperti sekarang ini seharusnya tidak dipakai lagi oleh supervisor. Model supervisi ini sebaiknya
ditinggalkan dan tidak dipaksakan untuk diterapkan supervisor dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya. Karenanya, supervisor saat ini dapat kedepan semakin berat.
Tugas yang semakin berat ini mustahil bisa dikerjakan tanpa kolaborasi, menjalin kerja sama
dan berhubungan secara harmonis, dan ber-partner dengan pihak-pihak terkait seperti kepala
sekolah, guru, staf sekolah, peserta didik, dan semua unsur pimpinan disekolah.
Keterkaitan konsep terkait dengan model-model supervis dalam pendidikan yang telah
teruji dan mampu memperbaiki keterpurukan lembaga pendidikan dan proses pembelajaran yang
tidak menguntungkan merupakan merupakan alternatif pilihan yang harus dipahami dan
diaplikasikan supervisor pendidikan di dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung
jawabnya, dan sudah tentu harus mempertimbangkan kondisi nyata, objektivitas, dan aspirasi
pihak-pihak yang akan disupervisi.4[4]
Permasalahannya sebenarnya tujuan dari supervisor tersebut baik namun cara
mengomunikasikannya itu kurang bisa menyikapi apa yang dibutuhkan oleh kepala sekolah, guru
dan staf lainnya, apabila kita bisa mengomunikasikannya secara baik-baik,dengan menggunakan

4[4]Ibid, hlm. 91-93.


bahasa penerimaan bukan penolakan, yang nantinya guru akan sadar dengan sendirinya untruk
memperbaiki kesalahannya.5[5]

2.    Model Artistik


Mengajar adalah suatu pengetahuan.Mengajar merupakan keterampilan tetapi juga suatu
seni. Sejalan dengan tugas pengajar dan pendidik yang kegiatannya memerlukan pengetahuan,
keterampilan dan seni.jadi, model supervisi artistik yang dimaksudkan disini adalah ketika
supervisor melakukan kegiatan supervisi dituntut berpengetahuan, berketerampilan, dan tidak
kaku dalam kegiatan supervisi juga mengandung nilai seni ( Art ).
Model supervise artistik mendasarkan diri pada bekerja untuk orang kain (working for the
others),bekerja dengan oranng lain (working with the others), dan bekerja melalui orang lain
(working through the others).6[6]
Supervisor dalam model supervisi artistik ini ingin menjadikan kepala sekolah, guru, dan
staf sekolah menjadi dirinya sendiri, diajak bekerja sama, saling tukar dan konstribusi ide
pemikiran, memutuskan dan menetapkan bagaimana seharusnya mengelola sekolah yang baik
dan guru mengajar dengan baik untuk sama-sama berusaha meningkatkan mutu pendidikan.
Pada praktiknya, model supervisi artistik ini mempunyai beberapa ciri khusus yang harus
diperhatikan oleh supervisor sebagai berikut.
a)    Memerlukan perhatian khusus agar lebih banyak mendengarkan daripada berbicara
b)   Memerlukan tingkat perhatian yang cukup dan keahlian yang khusus untuk memahami apa yang
dibutuhkan oleh orang
c)    Mengutamankan sumbangan yang unik dari guru-guru untuk mengembangkan pendidikan bagi
generasi muda.
d)   Memerlukan laporan yang menunjukan bahwa dialog antara supervisor dengan yang disupervisi
dilaksanakan atas dasar kepemimpinan dari kedua belah pihak.
e)    Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang dimilikinya
terhadap orang lain.
f)    Memerlukan kemampuan berbahasa tentang cara mengungkapkan apa yang dimilikinya terhadap
orang lain.

5[5] Piet A. Sahertian, hlm. 35.

6[6]Jasmani Asf & Syaiful Mustofa, hlm. 94.


g)   Memerlukan kemampuan untuk menafsirkan makna dari peristiwa yang diungkapkan sehingga
memperoleh pengalaman dan mengapresiasi dari apa yang dipelajarinya.
h)   Menujukkan fakta bahwa sensivitas dan pengalaman merupakan instrument utama yang
digunakan sehingga situasi pendidikan itu diterima dan bermakna bagi orang disupervisi.7[7]

3.    Model Ilmiah


Supervisi ilmiah sebagai sebuah model dalam supervisi pendidikan dapat digunakan oleh
supervisor untuk menjaring informasi atau data dan menilai kinerja kepala sekolah dan guru
dengan cara menyebarkan angket.
Model supervisi ilmiah menurut Sahertian mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a)    Dilakukan secara berencana dan kontinu.
b)   Sistematis dan mengutamakan prosedur dan metode / teknik tertentu
c)    Menggunakan instrument pengumpulan data yang tepat.
d)   Menggunakan alat penilaian berupa angket yang mudah dijawab.
e)    Angket disebar kepada siswa atau guru-guru sejawat.8[8]
Para siswa atau mahasiswa dapat menilai proses pengajaran guru atau dosen dengan
menggunakan check list dan nantinya hasil penelitian tersebut diberikan kepada guru untuk
dijadikan evaluasi terhadap kinerja guru untuk digunakan sebagai perbaikan pada semeseter
selanjutnya.9[9]
4.    Model Klinis
Morris Cogan mendefenisikan clinical supervision sebagai latar dan praktik yang didesain
untuk mengembangkan performa guru dikelas. Senada dengan pendapat tersebut, Flander
melihat pengawasan clinical sebagai sebuah teaching khusus yang mana setidaknya ada dua
orang yang bersangkutan yang akan diperbaiki. Kegiatan ini juga untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja guru dan merangsang perubahan dalam mengajar. Oleh karena itu,
mengajar merupakan suatu usaha membimbing kegiatan siswa yang baik, baik dari mental rohani
maupun jasmani.10[10]

7[7]Ibid, hlm, 93-96

9[9]Piet A. Sahertian, hlm.36


Supervisi klinis termasuk juga dari bagian supervisi pengajaran.11[11] Dikatakan sebagai
supervisi klinis karena prosedur pelaksanaanya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab
atau kelemahan yang terjadi di dalam proses belajar-mengajar, dan kemudian secara langsung
pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut.
Selanjutnya, model supervisi klinis ini mempunyai beberapa ciri-ciri sebagai berikut.
a)    Bantuan yang diberikan bukan bersifat instruksi atau memerintah.
b)   Harapan dan dorongan timbul dari guru itu sendiri
c)    Guru memiliki satuan tingkah laku mengajar yang terintegrasi.
d)   Suasana dalam pemberian supervisi penuh kehangatan, kedekatan, dan keterbukaan.
e)    Instrument yang digunakan untuk observasi disusun atas dasar kesepakatan antara guru dengan
supervisor.

Sementara prinsip-prinsip model supervisi klinis, antara lain sebagai berikut :


1.    Pelaksanaan supervisi harus berdasarkan inisiatif dari guru lebih dahulu
2.    Menciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif dan rasa kesejawatan.
3.    Menciptakan suasana bebas untuk mengemukakan apa yang dialaminya.
4.    Objek kajiannya adalah kebutuhan professional guru yang riil dan alami.
Jadi, model supervisi klinis dapat dikatakan bertujuan untuk mengadakan perubahan
terhadap perilaku, cara, dan mutu mengajar guru yang sistematik. Model ini difokuskan pada
peningkatan mengajar melaui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta
analisis yang interaktif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata serta mengadakan
perubahan dengan cara yang rasional.12[12]
Model supervisi pendidikan islam ini lebih difokuskan pada peningkatan mengajar dengan
melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang insentif, yang
cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan
cara yang rasional.13[13]

10[10]Maryono, Dasar- Dasar & Teknik Menjadi Supervaisor Pendidikan ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011),
hlm. 75.

11[11]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009 ),
hlm. 90.

12[12]Jasmani Asf & Syaiful Mustofa, hlm.96-100.


Menurut tahapan operasional model supervisi klinis dalam supervisi pendidikan dilakukan
melalui suatu siklus-siklus yang terdiri dari tiga siklus sebagai berikut.

   Tahap pertemuan awal ( perencanaan )

Pada tahap ini, supervisor dan guru perlu membangun komunikasi, menyatukan persepsi,
menciptakan suasana yang harmonis, terbuka, dan akrab. Tahap ini snagat fundamental dan
teknis.Selain itu, perlu melkukan diskusi mendalam tentang konsep model supervisi klinis,
tujuanm dan bagaimana operasionalnya. Adapun kativitas dalam tahap ini adalah:
a)    Menciptakan suasana terbuka.
b)   Mengkaji dan mendiskusikan rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media,
evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran.
c)    Menentukan fokus observasi.
d)   Menentukan alat bantu observasi.
e)    Menentukan teknik pelaksanaan observasi.

   Tahap pelaksanaan observasi

Pada tahap pelaksanaan observasi, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran dikelas


sesuai dengan perencanaan yang telah disepakati pada tahap pertemuan awal. Kondisi yang
kondusif perlu dijaga sehingga pada pelaksanaan proses pemebeljarana dikelas tidak tersa kaku
dan tidak mengganggu proses pembeljaran, namun sebaliknya sangat fleksibel, luwes, terukur.
Dan professional.Adapun aktivitas yang berlangsung dalam tahap ini adalah.
a)    Supervisor dan guru memasuki ruang kelas tempat berlangsung kegiatan pembelajaran secara
bersamaan dan mengatur posisi masing-masing tanpa harus mengganggu proses pembelajaran
yang telah direncanakan.
b)   Guru menjelaskan maksud kedatangan supervisor dikelas dengan bahasa yang sederhana.
c)    Guru menjalankan pembelajaran seperti biasanya.
d)   Supervisor mengobservasi dan mencatat penampilan guru berdasarkan format observasi yang
sudah di format sebelumnya.

13[13] Piet A. Sahertian, hlm.37.


e)    Setelah proses pembelajaran, guru atau ruang keluar dari kelas dan menuju ruang guru atau
pembinaan guru untuk mendiskusikan hasil observasi.

 Tahap akhir ( analisis dan Diskusi Balikan )

Pada tahap akhir siklus model supervisi klinis adalah analisis hasil pasca-observasi.
Supervisor mengevaluasi semua kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru tahap demi
tahap dengan tujuan untuk memperbaiki performance guru. Adapun beberapa aktivitas yang ada
dalam tahap ini adalah:
a)    Supervisor sgaring dengan guru terima terkait dengan perasaan guru ketika mengajar untuk
menciptakan suasana yang bersahabat sehingga guru tidak merasa diadili.
b)   Supervisor memberikan penguatan terhadap kegiatan pembelajaran dikelas.
c)    Supervisor dan guru membicarakan kelanjutan kontrak yang telah disepakati berasama.
d)   Supervisor menjelaskan dan menunjukkan hasil observasi yang telah diinterpretasi, memberikan
kesempatan kepada guru guru untuk mempelajari dan menginterpretasi, selanjutnya
mendiskusikan bersama.
e)    Menanyakan kembali bagaiman perasaan guru setelah bersama.
f)    Bersama-berasama supervisor dan guru membuat kesimpulan dari hasil observasi ini.14[14]

BAB III
PENUTUP

A.  Simpulan
Model supervisi pendidikan islam adalah pola atau kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan mengkodinir, menstimulir dan
menuntun pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan di suatu sekolah baik secara
individual maupun kelompok agar lebih efektif melaksanakan fungsi pendidikan yang
berlandasakan syariat islam.

14[14]Jasmani Asf & Syaiful Mustofa,hlm.99 -10.


Adapun model-model supervisi pendidikan islam terdiri dari empat model-model supervisi
pendidikan islam yakni : model supervisi konvesional yang mana model ini sedikit kontra
dengan pengertian supervisi karena model ini adalah model yang dimana hanya mencari
kesalahan bukan membimbing atau memberikan penyuluhan. Adapun model yang kedua yaitu
model supervisi artistik maksud dari model ini adalah supervisor lebih menekankan terhadap
aspek persuasifnya (mengajak) orang lain untuk menjadi seperti apa yang diinginkan oleh
supervisor jadi model ini harus lebih bekerja sama, saling tukar ide, pemikiran, jadi disini kepala
sekolah, guru dan staf sekolah lainnya lebih banyak bekerja dan sama-sam berperan. Model
supervisi pendidikan islam yang ke tiga adalah model supervisi Ilmiah adalah model supervisi
dengan praktik menyebarkan angket kepada kepada siswa atu guru sejawat perihal sepak terjang
kinerja sekolah dan guru, yang nantinya hasil tersebut ditarik lagi dan dikumpulkan lalu
kemudian masih diolah sehingga akan menghasilkan dat yang dibutuhkan supervisor yang
nantinya akan diambil tindakan lebih lanjut, model ini cenderung tidak menguntungkan pada
pihak sekolah maupun guru karena nnatinya supervisor akan memberikan pencerahan kepada
mereka yuntuk meningkatkan kinerjanya. Adapun model supervisi pendiikan islam ynag terakhir
yakni model supervisi klinis model supervisi lebih menekankan pada perubahan perilaku, cara
dan mutu mengajar guru yang sistematik.
B.  Saran
Didalam makalah ini penulis menyuguhkan seluk beluk tentang supervisi dan model
supervisi pendidikan islam itu disini tidak banyak menyuguhkan contoh-contoh konkrit tentang
mpenerapan model-model supervisi pendidikan islam. serta pembaca akan mendapatkan
gambaran-gambaran mengeania supervisi pendidikan islam yang mana nantinya akan
dipergunakan untuk mensupervisori sebuah satuan pendidikan islam.
Penulis menyadari didalam penulisan makalah ini terdapat bnayak kesalahan dan
kekurangan terutama cara penulisan yang kurang sistematis, maka dari itu penulis mengharapa
ke penulis lanjutan agar dapat memperbaiki kesalahan penulis dan bisa lebih baik dar penulis
sebelumnya.

DAFTAR RUJUKAN
Abd. Kadim Masaong, Abd. Kadim.Supervisi Pembelajaran dan Perkembangan Kapasitas Guru.
Bandung : Alfabeta, 2012.
Asf, Jasmani & Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan. Jogjakarta : Ar-ruzz Media, 2013.
Maryono, Dasar- Dasar & Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2009.
Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perkembangan
SDM.Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010

Anda mungkin juga menyukai