Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
2[2] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perkembangan SDM (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2010),hlm. 91.
3[3]Jasmani Asf & Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan ( Jogjakarta : Ar-ruzz Media, 2013 ), hlm. 91.
malas berjumpa dengan supervisor di sekolahnya. Perasaan-perasaan yang demikian ini akan
memunculkan image yang kurang baik bagi supervisor itu sendiri. Padahal kepala sekolah, guru
dan supervisor adalah partner dalam memajukan pendidikan.
Model supervisi konvensional pada praktiknya sering menyebabkan supervisor yang
semestinya adalah orang hebat dalam memberikan bimbingan dan pelayanan kepada kepala
sekolah atau guru guna peningkatan mutu pendidikan. Apa yang sesungguhnya diharapkan
dariseorang supervisor seperti yang seharusnya dinyatakan oleh Willes dan Ngalim purwanto ,
yaitu seorang supervisor berurusan dengan persiapan kepemimpinan yang efektif. Untuk
melaksanakan dan mengembangkan perasaan sensitivitasnya terhadap perasaan-perasaan orang
lain ( kepala sekolah, guru, staf sekolah dan para peserta didik ), untuk memperluas ketetapannya
tentang anggapannya terhadap kelompok mengenai hal-hal yang penting agar selanjutnya lebih
dapat melaksanakan hubungan-hubungan kerja sama yang kooperatif, untuk berusaha mencapai
tujuan-tujuan yang lebih tinggi bagi dirinya sendiri, dan untuk lebih sering berhubungan dengan
mereka di dalam kelompok yang bekerja dengannya.
Untuk itu, model supervisi konvensional dalam supervisi pendidikan di era reformasi
seperti sekarang ini seharusnya tidak dipakai lagi oleh supervisor. Model supervisi ini sebaiknya
ditinggalkan dan tidak dipaksakan untuk diterapkan supervisor dalam melaksanakan tugas,
fungsi, dan tanggung jawabnya. Karenanya, supervisor saat ini dapat kedepan semakin berat.
Tugas yang semakin berat ini mustahil bisa dikerjakan tanpa kolaborasi, menjalin kerja sama
dan berhubungan secara harmonis, dan ber-partner dengan pihak-pihak terkait seperti kepala
sekolah, guru, staf sekolah, peserta didik, dan semua unsur pimpinan disekolah.
Keterkaitan konsep terkait dengan model-model supervis dalam pendidikan yang telah
teruji dan mampu memperbaiki keterpurukan lembaga pendidikan dan proses pembelajaran yang
tidak menguntungkan merupakan merupakan alternatif pilihan yang harus dipahami dan
diaplikasikan supervisor pendidikan di dalam melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung
jawabnya, dan sudah tentu harus mempertimbangkan kondisi nyata, objektivitas, dan aspirasi
pihak-pihak yang akan disupervisi.4[4]
Permasalahannya sebenarnya tujuan dari supervisor tersebut baik namun cara
mengomunikasikannya itu kurang bisa menyikapi apa yang dibutuhkan oleh kepala sekolah, guru
dan staf lainnya, apabila kita bisa mengomunikasikannya secara baik-baik,dengan menggunakan
10[10]Maryono, Dasar- Dasar & Teknik Menjadi Supervaisor Pendidikan ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011),
hlm. 75.
11[11]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009 ),
hlm. 90.
Pada tahap ini, supervisor dan guru perlu membangun komunikasi, menyatukan persepsi,
menciptakan suasana yang harmonis, terbuka, dan akrab. Tahap ini snagat fundamental dan
teknis.Selain itu, perlu melkukan diskusi mendalam tentang konsep model supervisi klinis,
tujuanm dan bagaimana operasionalnya. Adapun kativitas dalam tahap ini adalah:
a) Menciptakan suasana terbuka.
b) Mengkaji dan mendiskusikan rencana pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media,
evaluasi hasil belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran.
c) Menentukan fokus observasi.
d) Menentukan alat bantu observasi.
e) Menentukan teknik pelaksanaan observasi.
Pada tahap akhir siklus model supervisi klinis adalah analisis hasil pasca-observasi.
Supervisor mengevaluasi semua kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru tahap demi
tahap dengan tujuan untuk memperbaiki performance guru. Adapun beberapa aktivitas yang ada
dalam tahap ini adalah:
a) Supervisor sgaring dengan guru terima terkait dengan perasaan guru ketika mengajar untuk
menciptakan suasana yang bersahabat sehingga guru tidak merasa diadili.
b) Supervisor memberikan penguatan terhadap kegiatan pembelajaran dikelas.
c) Supervisor dan guru membicarakan kelanjutan kontrak yang telah disepakati berasama.
d) Supervisor menjelaskan dan menunjukkan hasil observasi yang telah diinterpretasi, memberikan
kesempatan kepada guru guru untuk mempelajari dan menginterpretasi, selanjutnya
mendiskusikan bersama.
e) Menanyakan kembali bagaiman perasaan guru setelah bersama.
f) Bersama-berasama supervisor dan guru membuat kesimpulan dari hasil observasi ini.14[14]
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Model supervisi pendidikan islam adalah pola atau kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan mengkodinir, menstimulir dan
menuntun pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan di suatu sekolah baik secara
individual maupun kelompok agar lebih efektif melaksanakan fungsi pendidikan yang
berlandasakan syariat islam.
DAFTAR RUJUKAN
Abd. Kadim Masaong, Abd. Kadim.Supervisi Pembelajaran dan Perkembangan Kapasitas Guru.
Bandung : Alfabeta, 2012.
Asf, Jasmani & Syaiful Mustofa, Supervisi Pendidikan. Jogjakarta : Ar-ruzz Media, 2013.
Maryono, Dasar- Dasar & Teknik Menjadi Supervisor Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011.
Purwanto, M. Ngalim. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2009.
Sahertian, Piet A. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Perkembangan
SDM.Jakarta : PT Rineka Cipta, 2010