id 39
digilib.uns.ac.id
Gambar 5 : Stasiun 1
2. Stasiun 2
Pada penelitian ini stasiun 2 terletak di Desa Tugurejo, Kecamatan Tugu,
Kab. Semarang yang terletak pada kawasan wisata mangrove edupark memiliki
letak geografis 6o57’30,23”S-110o21’39,22”T. Penanaman awal mangrove
edupark bertujuan untuk menjaga pantai dari bencana abrasi karena stasiun 2 ini
dekat dengan bandara Ahmad Yani Semarang agar landasan pacu pesawat udara
tidak terkena imbas dari pergeseran tanah akibat abrasi. Ciri khas pada stasiun 2
ialah terdapat tanaman mangrove berupa Avicennia sp yang mampu menahan
39
library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id
gelombang pasang air laut, karena dalam akar Avicennia sp terdapat jaringan
aerenkim yang berfungsi membantu transportasi oksigen dan menjadikan
tumbuhan untuk beradaptasi dengan baik di habitat berlumpur yang kekurangan
oksigen.
Gambar 6 : Stasiun 2
3. Stasiun 3
Pada penelitian ini stasiun 3 terletak di Desa Tugurejo, Kecamatan Tugu,
Kab. Semarang dekat dengan kawasan pantai maroon yang memiliki letak
geografis 6o57’30,66”S-110o21’39,21”T. Pantai maroon merupakan pantai yang
letaknya dekat dengan bandar udara Ahmad Yani Semarang dan mangrove
edupark (stasiun 2). Tujuan penanaman mangrove tersebut ialah untuk
menghindari abrasi air laut, melestarikan ekosistem-ekosistem pantai maroon
dan ekosistem mangrove yang berada di pantai maroon. Ciri khas dari stasiun 3
ini ialah adanya tanaman mangrove berupa Rhizophora sp serta tanaman ini
mampu memenuhi kebutuhan oksigen dengan bentuk akar-akar tunjangnya yang
mencuat keluar dari permukaan tanah. Akar-akar tersebut banyak terdapat pori-
pori. Pada waktu air surut, oksigen terserap kedalam tanaman melalui lentisel
dan turun ke akar.
library.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id
Gambar 7 : Stasiun 3
Status tropik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat
diukur dari unsur hara (nutrien) dan tingkat kecerahan serta aktivitas biologis lainnya
yang terjadi di suatu badan air (Shaw et al,.2004). Berdasarkan status tropiknya secara
umum kualitas perairan dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu : oligotrofik,
mesotrofik dan eutrofik (Straskraba et al,.1993). Perairan dikatakan eutrofik jika
memiliki nutrien tinggi dan mendukung tumbuhan dan hewan air yang hidup di
dalamnya. Perairan tipe oligotrofik pada umumnya jernih, dalam dan tidak dijumpai
melimpahnya tanaman air serta alga. Kondisi tersebut menggambarkan nutrien yang
rendah sehingga tidak mendukung populasi ikan yang relatif besar. Perairan tipe
mesotrofik berada di antara tipe eutrofik dan oligotrofik dengan kondisi nutrien sedang.
Adapun hasil dari penelitian status tropik perairan Mangrove Tapak, Tugurejo
Semarang ada pada tabel di bawah ini :
1. Klorofil a
Pada penelitian ini diperoleh hasil pada masing-masing stasiun 1 diperoleh
kadar klorofil a sebesar 0,015 mg/L, stasiun 2 sebesar 0,740 mg/L dan stasiun 3
sebesar 1,092 mg/L. Konsentrasi klorofil a secara alami pada setiap stasiun
berbeda-beda, tetapi tidak terlalu memiliki banyak perbedaan dikarenakan
perbedaan kedalaman masing-masing stasiun. Data tersebut terlihat bahwa
stasiun 3 (Tabel 3) merupakan yang paling banyak mengandung klorofil a
dikarenakan dekat dengan perairan laut yaitu pantai maroon dan berhubungan
dengan ukuran sel fitoplankton pada daerah yang kaya akan unsur hara
didominasi oleh ukuran sel yang besar, sehingga akan mempengaruhi jumlah
klorofil a pada perairan stasiun 3 (Irawati, 2014). Kandungan klorofil a terendah
terdapat pada stasiun 1 dikarenakan pada stasiun tersebut dekat dengan
pemukiman penduduk dan pertanian sehingga limbah-limbah rumah tangga dan
limbah pertanian ikut terbawa dalam aliran air mangrove dan menyebabkan
sebaran klorofil a rendah. Faktor lain yang menjadi penyebab perbedaan tinggi
dan rendahnya sebaran klorofil a terdapat pada waktu pengambilan sampel
klorofil a dilakukan pada musim kemarau-penghujan. Kadar klorofil a pada
perairan bergantung pada musim, bila musim hujan kandungan klorofil a
perairan tinggi karena curah hujan membawa unsur hara ke perairan dari daratan
(Susanti, 2012).
Jika dilihat dari kandungan klorofil a-nya, maka Mangrove Tapak termasuk
kategori oligotrofik dikarenakan kandungan klorofil a yang terukur merupakan
ekspresi dari fitoplankton atau produsen primer. Produktivitas primer ditentukan
oleh kandungan klorofil a. Jika di suatu perairan terjadi blooming mikroalga,
tentu akan mengakibatkan kandungan klorofilnya akan tinggi. Namun yang
terjadi di mangrove Tapak mikroalga kalah bersaing dengan tumbuhan tingkat
tinggi sehingga populasinya rendah dan tumbuhan air yang mendominasi.
Klorofil a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktifitas primer perairan. Sebaran dan rendahnya konsetrasi klorofil-a
sangat terkait dengan kondisi suatu perairan. Beberapa faktor fisika dan kimia
yang mengontrol dan mempengaruhi sebaran klorofil a adalah intensitas cahaya,
dan nutrien (nitrat, fosfat dan silikat). Menurut Levinton (1982), menyatakan
library.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id
kedalaman perairan. Dinamika fosfor juga dipengaruhi oleh suhu dan pH.
Pengambilan sampel fosfat dilakukan pada musim kemarau-penghujan sehingga
menyebabkan perubahan pada suhu dan pH. Menurut Siregar.,et al (2013),
tingginya konsentrasi fosfat di dasar dibandingkan dengan permukaan terjadi
karena unsur fosfat memiliki sifat reaktif dan mudah mengendap pada sedimen
sehingga unsur fosfat terakumulasi di dasar. Pada lapisan permukaan konsentrasi
fosfat rendah karena kelimpahan fitoplankton lebih tinggi jika dibandingkan
dengan lapisan kedalaman dibawahnya, sehingga fosfat dipermukaan akan
dimanfaatkan oleh fitoplankton untuk proses fotosintesis. Hal ini dapat
membuktikan bahwa adanya kandungan fosfat yang rendah dan tinggi pada
kedalaman-kedalaman tertentu dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara
lain kelimpahan fitoplankton.
Perbedaan status trofik berdasarkan kandungan fosfat dan nitrat di suatu
perairan adalah umum terjadi karena sifat nitrat yang mudah larut dalam air dan
lebih stabil sementara keberadaan fosfat biasanya relatif kecil daripada
kandungan nitrat (Effendi, 2003). Sumber fosfat perairan berasal dari limbah
pabrik, limbah manusia terutama detergen, pertanian terutama penggunaan
pupuk anorganik seperti TSP/ Triple Super Phosphat, limbah industri serta dari
proses alamiah di lingkungan itu sendiri (Fried et al.,2003). Keberadaan fosfor
diperairan merupakan unsur yang esensial baik tumbuhan tingkat tinggi dan
alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga
akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan ( Giovanardi,
2004).
3. Nitrat
Kadar nitrat (NO3-N) di perairan mangrove Tapak di ukur mengacu pada
SNI 6989.79:2011. Nilai nitrat pada stasiun 1 ialah 2,566 mg/L, stasiun 2 ialah
2,333 mg/L dan stasiun 3 ialah 1,665 mg/L. Kadar nitrat pada semua stasiun
lebih dari 1 mg/L, kecuali jika perairan mangrove dimasuki oleh berbagai
senyawa nitrogen dari luar perairan mangrove (Wetzel, 2001). Menurut Mason
(1996), kurang lebih separuh nitrogen yang diaplikasikan di sekitar tanaman
mangrove lolos ke dalam perairan tanah. Kadar minimun yang dapat menunjang
pertumbuhan fitoplankton yaitu 0,1 mg/L, oleh karena itu perairan mangrove
library.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id
Nitrat merupakan unsur hara makro yang dibutuhkan oleh semua jenis
tumbuhan. Berbagai jenis tumbuhan menyerap nitrat secara terus menerus untuk
kebutuhan metabolismenya dalam jumlah banyak. Senyawa nitrogen dalam
perairan mempunyai beberapa bentuk persenyawaan yaitu nitrogen anorganik
yang terdiri atas nitrogen bebas (N2), amonium (NH4+), amoniak (NH3), nitrit
(NO2), nitrat (NO3) dan nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea
(Sawyer, 2003). Selama daur biogeokimia, nitrogen dalam bentuk protein
organik terdegradasi menghasilkan asam amino. Selanjutnya asam amino diubah
menjadi amonium. Amonium akan diubah menjadi nitrit, selanjutnya nitrit akan
diubah menjadi nitrat. Nitrat inilah yang dapat diserap dan dimanfaatkan oleh
tumbuhan sebagai nitrat tersedia. Nitrat yang tidak diserap oleh tumbuhan akan
mengalami denitrifikasi menjadi nitrogen bebas (N2) atau dinitrogen oksida
(N2O). N2O adalah produk denitrifikasi pada kondisi rendah oksigen, sedangkan
N2 adalah produk denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan
berjalan lambat pada kondisi pH dan suhu air yang rendah dan akan berjalan
maksimum pada suhu rata-rata danau (Jorgensen dan Volldenweiden, 1989)
C. Plankton
1. Fitoplankton
Pada penelitian ini penggolongan plankton dan fitoplankton mengacu
pada buku “PLANKTON” A Guide to Their Ecology and Monitoring for
Water Quality karangan Rissik., et al (2009). Plankton memiliki kebutuhan
fisiologi dan respon yang berbeda terhadap parameter fisika dan kimia
perairan, seperti cahaya, temperatur dan nutrien (Wetzel, 2001).
Pertumbuhan fitoplankton didukung oleh serasah yang dihasilkan oleh hutan
mangrove antara lain mengandung N dan P yang tinggi dan akan terlarut
dalam air (Welch dan Lindell, 1980). Fitoplankton adalah organisme yang
hidup melayang–layang di dalam air, relatif tidak memiliki daya gerak,
sehingga eksistensinya sangat dipengaruhi oleh gerakan air seperti arus
(Odum, 1971). Komunitas fitoplankton di mangrove dipengaruhi oleh
kondisi lokal, suhu, nutrien, ruang dan waktu (Reynolds, 1984). Pada
library.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id
2. Zooplankton
Pada penelitian ini penggolongan plankton dan fitoplankton mengacu
pada buku “PLANKTON” A Guide to Their Ecology and Monitoring for
Water Quality karangan Rissik, et al (2009), pada penelitian ini diperoleh
Zooplankton pada semua stasiun 7 jenis (lampiran 1) yang terdiri dari
kelompok Ciliata ada 3 genera, kelas Rotifera ada 2 genera, kelas protozoa
library.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id
ada 1 genera dan ikan ada 1 genera. Spesies yang ditemukan pada masing–
masing stasiun berbeda, pada stasiun 1 didominasi oleh kelompok Ciliati
yaitu Stentor sp dan Vorticella sp, stasiun 2 berupa spesies Arcella sp,
Coleps sp, Keratella sp, larva ikan dan Stentor sp. dan pada stasiun 3 berupa
spesies Arcella sp, Coleps sp, Keratella sp, larva ikan, Stentor sp dan
Vorticella sp. Spesies yang ditemukan pada semua stasiun berbeda-beda, hal
ini diduga karena adanya perubahan lingkungan perairan yang menyebabkan
zooplankton tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan
tersebut. Menurut Novianto (2011), menyatakan bahwa ketersediaan
makanan, kompetisi antar sesama, serta adanya interaksi dengan lingkungan
menyebabkan jumlah tiap jenis berbeda.
Zooplankton merupakan biota yang berperan penting terhadap
produktivitas sekunder, karena berperan sebagai penghubung produsen
primer dengan konsumen yang lebih tinggi dan zooplankton juga sebagai
konsumen pertama dalam perairan yang memanfaatkan produsen primer
yaitu fitoplankton (Romimohtarti dan Juwana, 2001). Menurut Muhammad
(2005), keberadaan zooplankton pada suatu perairan dapat digunakan untuk
mengatahui tingkat produktivitas suatu perairan, karena kelimpahan
zooplankton pada suatu perairan dapat menggambarkan jumlah ketersediaan
makanan, maupun kapasitas lingkungan/daya dukung lingkungan yang dapat
menunjang kehidupan biota. Oleh karena itu indikator zooplankton dapat
digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lingkungan.
Dinamika zooplankton dipengaruhi oleh berbagai faktor fisika, kimia dan
biologi lingkungan sekitarnya. Faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi
pola imigrasi dan pertumbuhan zooplankton.
library.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id
D. Ikan Belanak
Ikan belanak merupakan jenis ikan pelagis yang bersfiat katadromus hidup di
perairan tawar seperti sungai, estuari dan laut dengan kedalaman sampai 120 m,
o
temperature 7-30 C dan terdapat vegetasi disekitarnya. Ikan belanak tergolong
herbivore A yaitu jenis ikan yang memakan tumbuhan yang hidup di air atau di dalam
lumpur seperti alga, hifa jamur, alga biru dalam beberapa kasus ada ditemukan sejumlah
detritus yang termakan secara tak sengaja oleh ikan belanak. Ikan belanak suka
memakan plankton dan makan klekap (lumut) dan bahan organik di dasar muara sungai.
Ikan belanak pada perairan mangrove di stasiun 1, stasiun 2 dan 3 ikan belanak
merupakan ikan pendatang dari pantai maroon (bukan ikan endemik). Jumlah ikan
belanak dapat dilihat pada Tabel 11. Perairan Mangrove Tapak, Tugurejo Semarang
banyak terdapat vegetasi yang mendominasi sehingga dijadikan temapat berlindung dan
makanan ikan belanak (Firhansyah, 2005). Ikan belanak masuk dalam famili Mugilidae
adalah kelompok ikan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove dan estuari
(Supratomo, 2000) serta ikan ini akan bermigrasi dari perairan payau ke air laut untuk
memijah (Blaber, 1997) dan larvanya banyak dijumpai di perairan pantai dekat dengan
muara sungai (Ditty & Shaw, 1996). Ikan belanak dapat dijumpai pada perairan dengan
substrat lumpur berpasir dan panjang tubuh maksimal dapat mencapai 30 cm (Froese &
Pauly, 2013).
Pada penelitian ini diperoleh ikan belanak pada stasiun 1 sebanyak 10 ekor, stasiun
2 sebanyak 14 ekor dan stasiun 3 sebanyak 16 ekor. Perbedaan jumlah ikan belanak
pada tiap stasiun berbeda karena dipengaruhi oleh letak stasiun penangkapan ikan yang
merupakan faktor utama jumlah ikan belanak. Stasiun 1 jumlah ikan belanak kurang
bila dibandingkan dengan ikan belanak yang berada pada stasiun 2 dan stasiun 3
dikarenakan faktor lingkungan yang mempengaruhinya yaitu salinitas, karena salinitas
perairan stasiun 1 rendah yaitu 1,40 ppt. Hal tersebut berkaitan dengan adaptasi tingkah
laku ikan belanak pada perairan dengan cara membuat lubang dalam lumpur yang akan
library.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id
membawa keuntungan bagi ikan belanak itu sendiri yaitu dalam pengaturan osmosis
tubuhnya bila berada dalam lubang tersebut maka akan berhubungan dengan perairan
interistitial yang mempunyai variasi salinitas dan suhu lebih kecil, sehingga ikan
belanak dapat beradaptasi pada kondisi salinitas tinggi ataupun salinitas rendah pada
perairan (Rokhmin, 2003), selain adaptasi tingkah laku ikan belanak pada stasiun 1
selain sebagai tempat tambak bandeng, stasiun 1 juga sedikit tercemar limbah dari
pabrik kecap sehingga ikan belanak memakan plankton yang tercemar limbah dan tidak
dapat berkembang atau tumbuh seperti ikan belanak di stasiun yang lain.
Ikan belanak yang ditemukan pada semua stasiun merupakan ikan belanak yang
tidak berhabitat asli di perairan mamgrove Tapak, Tugurejo Semarang melainkan ikan
yang bermigrasi dari pantai maroon dan pantai tirang yang dekat dengan stasiun
penelitian. Migrasi atau ruaya ikan merupakan suatu cara perpindahan ikan ke tempat
yang memungkinkan untuk tetap hidup, tumbuh dan berkembang biak (Fahmi, 2010).
Proses migrasi yang terjadi pada ikan belanak berdasarkan faktor utama yang
mempengaruhinya antara lain respon fisiologis terhadap input internal maupun eksternal
yang diterima (Lucas & Baras, 2001). Faktor internal yang mempengaruhi yaitu
perubahan genetik dan ontogenetik. Perubahan ontogenetik pada ikan belanak
memberikan respon fisiologis untuk melakukan migrasi menuju ke arah perairan
mangrove guna mencari makan dan melakukan pemijahan. Pola persebaran ikan
belanak setiap stasiun berbeda. Stasiun 1 persebaran ikan belanak ke arah tepi, stasiun 2
persebran ikan belanak menyebar ke arah tengah dan pada stasiun 3 persebaran ikan
belanak menyebar ke arah tepi. Perbedaan persebaran tersebut dipengaruhi oleh faktor
banyaknya makanan yang terdapat ditepian dan tengah perairan mangrove.
1. Salinitas
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun
2004 tentang Baku Mutu Air Laut, salinitas perairan diketiga stasiun berada dalam
baku mutu yang sesuai untuk mangrove (s/d 34 ppt). Oleh karena itu, salinitas
perairan di Mangrove Tapak, Tugurejo Semarang termasuk oligohalin (0,5-5 ppt)
dan masih dapat mendukung kehidupan mangrove dan ikan. Nilai salinitas
terendah terdapat pada stasiun 1 yakni sebesar 1,40 ppt, dikarenakan stasiun
pengambilan data (stasiun 1) berada paling jauh dari daerah muara sehingga air laut
kurang berpengaruh langsung. Salinitas tertinggi terdapat pada stasiun 2 dan 3,
yaitu sebesar 2,14 ppt dan 2,16 ppt, hal ini disebabkan karena stasiun 2 dan stasiun
3 berdekatan dengan laut sehingga lebih banyak berpengaruh daripada air tawar.
Salinitas merupakan salah saru parameter lingkungan yang sangat relevan
hubungannya dengan kecernaan dan pertumbuhan ikan (Darwis et al, 2009).
2. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang berperan dalam mengendalikan
ekosistem perairan. Perubahan suhu sangat berpengaruh terhadap proses fisika,
kimia dan biologi badan air. Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan
kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan
peningkatan konsumsi oksigen (Goldman & Home, 1983). Berdasarkan keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air
Laut, suhu perairan diketiga stasiun berada dalam baku mutu yang sesuai untuk
mangrove (28-32oC). Suhu pada tempat penelitian berkisar antara 26oC-28oC, hal
library.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id
perbedaan secara nyata. Konsentrasi kadar oksigen terlarut pada perairan mangrove
Tapak relatif baik untuk menunjang kehidupan plankton dan ikan.
Secara alami oksigen akan masuk kedalam perairan melalui proses fotosintesis
sebesar 90-95% dan yang lain melalui proses difusi dari udara, serta dari perairan itu
sendiri (Schmittou, 1991). Semakin tinggi suhu perairan kelarutan oksigen semakin
rendah. Kadar oksigen terlarut di perairan bila sama dengan kadar oksigen jenuh
atau saturasi, yang melebihi nilai jenuh disebut lewat jenuh dan yang kurang dari
nilai jenuh disebut tidak jenuh. Bila kadar oksigen jenuh maka terjadi keseimbangan
dengan kadar oksigen di atmosfir, tidak ada difusi oksigen dari udara ke perairan
dan sebaliknya akan terjadi bila kondisi jenuh belum tercapai (tidak jenuh) (Effendi,
2000).
Pada penelitian ini banyak didapatkan plankton berupa fitoplankton dan
zooplankton, kondisi tersebut erat kaitannya dengan massa air yang mengandung
oksigen pada kedalaman dengan kelimpahan fitoplankton dan alga hijau yang tinggi
akan menghasilkan oksigen dari proses fotosintesis. Kadar oksigen terlarut berkisar
antara 5,00 sampai 7,02 mg/l, menunjukkan nilai kisaran yang cukup mendukung
bagi kehidupan ikan (NTAC, 1968), hal tersebut sesuai dengan kondisi oksigen
terlarut pada semua stasiun di perairan Mangrove Tapak, Tugurejo Semarang.
5. Kecerahan Perairan
Kecerahan merupakan ukuran transparansi air yang dapat ditentukan secara
visual menggunakan secchi disk (Goldman & Home, 1983). Teknik pengukuran
kecerahan perairan dapat digunakan sebagai faktor utama dalam menduga
produktivitas primer suatu perairan yang berhubungan dengan status kesuburan
perairan (Carlos, 1977). Kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun 2 diakibatkan
oleh tumbuhan di sekitar mangrove belum terlalu tinggi, sehingga sinar matahari
leluasa memasuki daerah perairan mangrove. Berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut,
kecerahan perairan diketiga stasiun berada dalam baku mutu yang sesuai untuk
mangrove ialah tidak terbatas.
7. Kedalaman
Kedalaman pada lokasi penelitian berkisar antara 5-7 m. Nilai kedalaman
dipengaruhi oleh penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan. Kedalaman perairan
mempengaruhi kelimpahan plankton dan kemelimpahan ikan belanak. Semakin
dalam perairan tertentu akan semakin berkurang kelimpahan plankton karena
penetrasi cahaya matahari tidak dapat menembus sampai ke dasar perairan dan juga
dipengaruhi oleh faktor kekeruhan perairan. Kemelimpahan ikan belanak
berdasarkan faktor kedalaman perairan berpengaruh terhadap banyaknya ikan yang
didapatkan.
8. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya matahari pada semua stasiun tergolong cukup tinggi
dikarenakan mangrove itu sendiri dekat dengan pesisir panta sehingga peluang
banyaknya intensitas cahaya yang masuk setiap stasiun sangat tinggi. Intensitas
cahaya pada masing–masing stasiun sebesar, 45.400 Lux, 54.500 Lux dan 57.000
Lux. Cahaya matahari pada perairan Mangrove Tapak, Tugurejo Semarang masih
dalam batas wajar dan menyebabkan kemelimpahan plankton serta ikan belanak
yang berhabitat diperairan mangrove.
Cahaya matahari yang masuk ke permukaan air akan dipantulkan dan diserap,
dimana panjang gelombang berbeda dari spektrum cahaya tampak berpenetrasi ke
kedalaman yang berbeda pula. Panjang gelombang biru (Ik. 450 nm) dapat
melakukan penetrasi paling dalam dengan sisa sekitar 1% pada kedalaman 150 m di
perairan yang jernih. Intensitas maksimum cahaya matahari berkisar 2000 µE m
(Laili dan Parsons, 2006). Cahaya matahari dalam suatu perairan sangat penting
dalam membantu proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton dan melalui
proses fotosintesis dapat meningkatkan kandungan oksigen terlarut (Welch, 1952).
Cahaya akan sangat mempengaruhi kehidupan ikan belanak pada saat pemijahan
karena ikan belanak akan di perairan mangrove ketika akan melakukan pemijahan.
Jumlah cahaya yang banyak akan mempengaruhi tingkat kematangan ikan serta
cahaya juga mempengaruhi larva ikan secara tidak langsung, hal ini disebabkan oleh
jumlah produksi organik yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya, maka
dari itu perairan mangrove pada tiap-tiap stasiun terdapat banyak ikan belanak
karena pada penelitian ini diperoleh intensitas cahaya yang cukup baik untuk ikan.
library.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id
Ikan bersifat fototaktik (responsif terhadapa cahaya) baik secara positif maupun
negatif.
F. Pengaruh Status Trofik terhadap Kelimpahan Plankton, jumlah ikan
belanak dan pengaruh kelimpahan plankton terhadap jumlah ikan belanak
1. Korelasi
Uji korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel
dengan menggunakan SPSS 15.0. Uji ini untuk mengetahui hubungan status
trofik dengan kelimpahan plankton, jumlah ikan belanak dan kelimpahan
plankton dengan jumlah ikan belanak.
a. Korelasi status trofik terhadap kelimpahan plankton
Pada penelitian ini juga dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui
hubungan status trofik terhadap kelimpahan plankton di perairan
mangrove Tapak, Tugurejo Semarang. Status trofik dan kelimpahan
plankton memiliki korelasi yang signifikan jika nilai sig<0,05. Hasil dari
perhitungan korelasi ialah 0,013 (korelasi positif) dapat disimpulkan
bahwa pengaruh klorofil a terhadap distribusi plankton menunjukkan
kategori sedang, hubungan antara fosfat dengan kelimpahan plankton
sebesar -0,720 (korelasi negatif) dan termasuk kategori sedang. Menurut
Edward & Tarigan (2003), fosfat merupakan salah satu nutrisi yang
diperlukan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangan
hidupnya. Hubungan antara nitrat dengan kelimpahan plankton sebesar
0,491 (korelasi positif) yang berarti bahwa menunjukkan korelasi masuk
kategori korelasi rendah. Hasil analisis korelasi terlihat bahwa klorofil a
perairan sangat mempengaruhi kelimpahan plankton karena klorofil a
pada fitoplankton merupakan zat hijau yang sangat berperan dalam
proses fotosintesis perairan. Banyaknya klorofil a perairan tergantung
dari banyaknya fitoplankton di perairan dan banyaknya fitoplankton
ditentukan oleh kandungan nutrien di perairan terutama oleh fosfor
(Tabel 13 dan Lampiran 10).
library.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id
Tabel 13. Korelasi Status Trofik (Klorofil a, fosfat dan nitrat) terhadap
Kelimpahan Plankton
Status Trofik Sig Nilai korelasi Kategori
Klorofil a 0,731 0,013 Sedang
Fosfat 0,175 -0,720 Rendah
Nitrat 0,851 0,491 Kuat
Tabel 14. Korelasi Status Trofik (klorofil a, fosfat dan nitrat) terhadap
Jumlah Ikan Belanak
Status Trofik Sig Nilai korelasi Kategori
Klorofil a 0,193 0,421 Rendah
Fosfat 0,391 0,581 Rendah
Nitrat 0,582 0,703 Rendah
2. Analisis Regresi
Analisis uji regresi sederhana merupakan uji yang memberikan
penjelasan tentang bentuk, hubungan antara dua variabel bebas dan variabel
library.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id
y = 726727x + 55779
800000
R² = 0,9639
600000
400000
200000
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
Klorofil a (mg/l)
1000000
Kelimpahan plankton
400000
200000
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5
Fosfat (mg/l)
adanya beban masukan unsur hara dari saratan atau sungai (Basmi,
1995). (Gambar 10 dan Lampiran 11).
1000000
400000
200000
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Nitrat (mg/l)
20
10
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2
klorofil a (mg/l)
20
jumlah ikan belanak (Ind/l)
15
y = -4,9543x + 16,704
10 R² = 0,896
0
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4
fosfat (mg/l)
20
Jumlah ikan belanak
15
(Ind/l)
y = -6,5106x + 26,912
10
R² = 0,9933
5
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Nitrat (mg/l)
Gambar 12. Regresi status trofik (nitrat) terhadap jumlah ikan belanak
1000000
400000
200000
0
0 5 10 15 20
Jumlah ikan belanak (Ind)