Disusun Oleh:
WARSINI 012021001
SITI SUKAISIH 012021006
SUHANTONO 012021013
MUHAMMAD ZARKONI 012021015
HESTI RACHMAWATI 012021020
OLIVIA TAASRINGAN 012021026
ADE WIDANINGSIH 012021033
STELLA SOUHUWAT 012021073
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.2 Pengertian...................................................................................................6
1.5 Etiologi......................................................................................................9
1.9 Penatalaksanaan.......................................................................................12
BAB II....................................................................................................................14
2.1 Pengkajian...................................................................................................14
2.2.1 Psikososial........................................................................................15
2.2.2 Genogram.........................................................................................16
2.2.4 Spiritual............................................................................................16
2
BAB III..................................................................................................................22
3.1 Pasien.......................................................................................................22
3.2 Keluarga..................................................................................................23
Daftar Pustaka........................................................................................................25
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa merupakan bagian integral dari kesehatan yang tidak dapat
dipisahkan. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, sosial
dan perilaku (Videbeck, 2008). Individu yang sehat jiwa memiliki kemampuan untuk
beradaptasi terhadap stressor lingkungan internal atau eksternal, yang dipengaruhi
oleh pikiran, perasaan dan perilaku sesuai dengan usia dan sejalan dengan norma-
norma lokal dan budaya (Townsend, 2009). Dengan demikian kondisi sehat jiwa
sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk menghasilkan manusia berkualitas.
Untuk prevalensi penyakit fisik berdasarkan data riset kesehatan dasar departemen
kesehatan tahun 2018 diketahui prevalensi nasional untuk penyakit Hipertensi naik
dari 25,8% menjadi 34,1%., Stroke naik dari 7 permil menjadi 10,9 permil, Jantung
7,2%, Diabetes Melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%;dan kanker naik dari 1,4
permil menjadi 1,8 permil. Dari hal tersebut dapat di disimpulkan bahwa intervensi
psikososial juga sangat dibutuhkan oleh pasien disamping intervensi berupa
4
masalah fisik.
Pasien yang mengalami penyakit fisik akan tampak penurunan terhadap kondisi
fisik, ketergantungan terhadap tindakan medis yang mengakibatkan perubahan
dalam kehidupan pasien. Sebagai contoh pada pasien yang memiliki penyakit
diabetes melitus akan mengalami ketidakseimbangan insulin yang menyebabkan
tingginya kadar glukosa dalam darah yang akan menimbulkan berbagai macam
komplikasi seperti gangguan pada penglihatan, gangguan pada ginjal, impotensi,
stroke, kerusakan jaringan pada kaki, kerusakan jaringan pada bagian tubuh
lainnya, dan penyakit jantung (Smeltzer, dkk., 2008). Komplikasi yang dialami oleh
pasien Diabetes mellitus akan mengganggu aktivitas sehari-hari dan hubungan
pasien dengan orang lain sehingga penyakit diabetes melitus tidak hanya
menyebabkan masalah fisik tetapi juga masalah psikososial.
Selain itu pada pasien kanker payudara yang mengalami tindakan pengobatan
berupa pengangkatan organ yaitu mastektomi akan mengalami perubahan pada
gambaran diri atau citra tubuh yang dipersepsikan oleh pasien lebih besar
dibandingkan oleh pasangan mereka (Hamid, 2002). Kondisi demikian dapat
berpengaruh pada keseimbangan fisik, psikologis dan sosial, sehingga pasien akan
sangat terganggu terhadap rasa percaya dirinya yang disebabkan oleh fungsi diri,
gambaran diri, citra tubuh dan mengarah kepada penurunan harga diri.
Masalah psikososial yang dialami pasien dengan penyakit fisik selain disebabkan
oleh manifestasi klinis dan komplikasi dari penyakitnya juga disebabkan oleh
dampak dari diagnosis dan terapi yang mungkin dapat mengakibatkan perubahan
gaya hidup pada pasien. Hal ini mempengaruhi kesehatan psikososial pasien yang
dihubungkan dengan adanya ketakutan, depresi, kecemasan, ketergantungan,dan
perasaan menjadi seseorang yang berbeda (Kyngas & Barlow, 1995 dalam
5
Cavusaglu, 2001). Masalah psikososial yang terjadi pada pasien dengan penyakit
fisik akan mempengaruhi kondisi fisik pasien ,sehingga dapat membuat penyakit
fisik pasien bertambah parah, dengan demikian untuk pasien dengan harga diri
rendah situasional diharapkan memiliki pola pikir yang positif dalam menerima
dan beradaptasi dengan penyakitnya dan dapat mengatasi masalah harga diri rendah
yang dialami serta meningkatkan kualitas hidupnya.
1.2 Pengertian
Menurut Muhith, Abdul (2015), gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal
mencapai keinginan. Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti
dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap terhadap
diri sendiri dan kemampuan diri. Adanya perasaan perasaan hilang percaya diri,
merasa gaga karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 2001).
Menurut PPNI (2016), harga diri rendah situasional adalah evaluasi atau perasaan
negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi
saat ini. Gangguan harga diri rendah yang terjadi secara situasional seperti terjadi
trauma yang tiba tiba misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus
sekolah, putus hubungan kerja, perasan malu karena sesuatu terjadi (korban
perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba tiba).
Menurut Damaiyanti (2012) harga diri rendah ada secara situasional dan kronik, yaitu
:
1. Situasional, yaitu terjadi terutama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami atau istri, perasaan malu karena sesuatu (korban
pemerkosaan).
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri yang berlangsung lama yaitu
6
sebelum sakit atau dirawat. Klien mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.
Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada
klien gangguan jiwa.
Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki
harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap
suatu kejadian. Apabila dari harga diri rendah situasional tidak ditangani segera,
maka lama kelamaan dapat menjadi harga diri rendah kronik. Semakin rendah harga
diri seseorang akan lebih berisiko terkena gangguan kepribadian. Pada beberapa
penelitian mengaitkan rendahnya harga diri dengan adanya kecemasan sosial. Sebuah
penelitian menyatakan jika orang yang memiliki harga diri yang rendah akan
memiliki perasaan takut gagal ketika terlibat dalam hubungan sosial (Fitria, 2013).
1. Situasional
Keadaan trauma yang terjadi secara tiba-tiba, misal harus dioperasi, kecelakaan,
dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat
dapat terjadi harga diri rendah karena privasi yang kurang diperhatikan, perlakuan
petugas yang tidak menghargai.
2. Maturasional
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan maturasi adalah :
a. Bayi/ usia bermain/ pra sekolah.
Berhubungan dengan kurang stimulasi atau kedekatan, perpisahan dengan
orang tua, evaluasi negatif dari orang tua, kurang dukungan dari orang tua.
b. Usia sekolah
Berhubungan dengan kegagalan mencpai tingkat atau peringkat objektif,
kehilangan kelompok sebaya, umpan balik yang negatif
7
c. Remaja
Berhubungan dengan jenis kelamin, gangguan hubungan teman sebagai
perubahan dalam penampilan, masalah-masalah pelajaran kehilangan
orang terdekat.
d. Usia sebaya
Berhubungan dengan perubahan yang berkaitan dengan penuaan
e. Lansia
Berhubungan dengan kehilangan (orang, financial, pensiun)
3. Kronik
Perasaan negatif terhadap diri telah berlansung lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat.
Pasien mempunyai cara berpikir yang negativ. Kejadian sakit dan dirawat akan
menambah persepi negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon
yang maladaptif.
Keterangan :
a) Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu
masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara lain aktualisasi diri dan
konsep diri positif
b) Respon maladaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana
individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon maladaptif
8
gangguan konsep diri adalah harga diri rendah, kekacauan identitas dan
depersonalisasi (tidak mengenal diri.
c) Aktualisasi diri adalah merupakan pernyataan tentang konsep diri yang positif
dengan melatar belakangi pengalaman nyata yang sukses dan diterima.
d) Konsep diri positif, merupakanindividu yang mempunyai pengalaman
positifdalam beraktifitas diri yang ditandai dengan mengungkapkan keputusan
akibat penyekitnya dan keinginan yang tinggi.
1.5 Etiologi
Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut
lebih dari kemampuannya.
1. Faktor Biologis
Kerusakan lobus frontal
Kerusakan hipotalamus
Kerusakan system limbic
Kerusakan neurotransmitter
2. Faktor Psikologis
Penolakan orang tua
Harapan orang tua tidak realistis
Orang tua yang tidak percaya pada anak
Tekanan teman sebaya
Kurang reward system
Dampak penyakit kronis
3. Faktor Sosial
Kemiskinan
Terisolasi dari lingkungan
Interaksi kurang baik dalam keluarga
9
4. Faktor Cultural
Tuntutan peran
Perubahan kultur
10
Subjektif :
Sulit berkosentrasi
Objektif
Kontak mata kurang
Lesu dan tidak bergairah
Pasif
Tidak mampu membuat keputusan
Core Problem
HargaDiriRendah
Ketidakefektifan mekanisme
Causa
koping
Masalah keperawatan yang dapat diambil dari pohon masalah diatas adalah :
1. Ketidakefektifan mekanisme koping
2. Harga diri rendah.
3. Isolasi sosial.
4. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
5. Resiko tinggi perilaku kekerasan
1.9 Penatalaksanaan
Menurut NANDA ( 2015 ) terapi yang dapat diberikan pada penderita Harga Diri
Rendah yaitu :
1. Psikoterapi
Terapi ini digunakan untuk mendorong klien bersosialisasi lagi dengan orang
lain. Tujuannya agar klien tidak menyendiri lagi karena jika klien menarik
diri, klien dapat membentuk kebiasaan yang buruk lagi.
2. Therapy aktivitas kelompok
12
Terapi aktivitas kelompok sangat relevan untuk dilakukan pada klien harga
diri rendah. Terapi aktivitas kelompok ini dilakukan dengan menggunakan
stimulasi atau diskusi untuk mengetahui pengalaman atau perasaan yang
dirasakan saat ini dan untuk membentuk kesepakatan persepsi atau
penyelesaian masalah.
13
BAB II
2.1Pengkajian
14
2.2Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV), meliputi
tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan. Pemeriksaan keseluruhan tubuh yaitu
pemeriksaan head to toe yang biasanya penampilan klien yang kotor dan acak-acakan
serta penampilannya tidak terawat.
2.2.1 Psikososial
1.1 Konsep diri
Citra tubuh : Tanyakan kepada klien terhadap persepsi tubuhnya,
badan tubuh yang disukai dan tidak disukai.
Identitas diri: posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap
status dan posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan klien
sebagai laki-laki/perempuan.
Peran : peran klien dikeluarga, kegiatan sehari-hari klien dirumah
untuk keluarga.
Ideal diri : Harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah,
tempat kerja, masyarakat), harapan klien terhadap penyakitnya.
Harga diri : Menurut Direja (2011) data yang perlu dikaji pada
penderita Harga Diri Rendah yaitu :
a. Subyektif
Mengatakan tidak berguna.
Mengatakan tidak mampu.
Mengatakan tidak semangat beraktivitas atau bekerja.
Mengatakan malas melakukan perawatan diri.
b. Obyektif
Mengintrospeksi diri yang negatif.
Perasaan tidak mampu.
Memandang kehidupan kearah yang pesimis.
15
Tidak mau diberi pujian.
Terjadi penurunan produktivitas.
Penolakan kemampuan diri.
Tidak memperhatikan perawatan diri.
Pakaian tidak rapi.
Selera makan berkurang.
Tidak berani kontak mata dengan orang lain.
Bicara lambat dengan nada yang lirih.
2.2.2 Genogram
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien
dan keluarga.
2.2.4 Spiritual
a) Nilai dan keyakinan: keyakinan terhadap gangguan jiwa sesuai dengan
norma budaya dan agama yang dianut.
b) Kegiatan ibadah : Kegiatan ibadah klien di rumah. Pendapat
klien/keluarga tentang kegiatan ibadah klien
16
Amati cara berbicara atau berkomunikasi klien apakah cepat, keras,
inkoherensi, apatis, lambat, membisu, atau tidak mampu memulai
pembicaraan.
c) Aktivitas Motorik
Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat / keluarga:
Kelambatan :
Hipokinesa, hipoaktivitas : gerakan atau aktivitas yang
berkurang.
Katalepsi : mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu,
juga bila hendak diubah orang lain.
Flexibelitas serea : mempertahankan posisi yang dibuat orang
lain
Peningkatan:
Hiperkinesa, hiperaktivitas: aktivitas yang berlebihan.
Gaduh gelisah katonik : aktivitas motorik yang tidak bertujuan
yang dilakukan berkali-kali seakan tidak dipengaruhi
rangsangan luar.
Tremor: jari-jari yang tampak gemetar ketika klien
menjulurkan tangan.
Kompulsif: kegiatan yang dilakukan berulang- ulang, seperti
mencuci tangan, mencuci muka, mandi, mengeringkan tangan.
d) Alam Perasaan
Tanyakan kepada klien apakah klien merasa sedih, ketakutan, putus asa,
khawatir, gembira berlebihan, serta berikan penjelasan mengapa klien
merasakan perasaan itu.
e) Afek
Terkadang afek pasien tampak datar, tumpul, emosi pasien berubah-ubah,
kesepian, apatis, depresi atau sedih, dan cemas.
17
f) Interaksi selama wawancara
Bermusuhan,tidak kooperatif, atau mudah tersinggung.
Kontak mata kurang : tidak mau menatap lawan bicara.
Defensif : selalu mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
Curiga : menunjukkan tidak percaya pada orang lain.
g) Persepsi
Apakah ada halusinasi? Kalau ada termasuk jenis apa?
Apakah ada ilusi? Kalau ada jelaskan
Apakah ada depersonalisasi : perasaan aneh tentang dirinya bahkan
perasaannya bahwa pribadinya tidak seperti biasanya.
Derealisasi : perasaan aneh tentang lingkungannya.
h) Proses pikir
Data yang diperoleh dari observasi pada saat wawancara:
1. Arus Pikir :
Koheren : pembicaraan dapat dipahami dengan baik.
Inkoheren : kalimat tidak berbentuk, kata-kata sulit dipahami.
Tangensial: pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai
pada tujuan.
Flight of ideas : pembicaraan yang melompat dari satu topic
ketopik lainnya masih ada hubungan yang tidak logis dan
tidak sampai pada tujuan.
Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba kemudian dilanjutkan
kembali.
Neologisme: membentuk kata-kata baru yang tidak di pahami
oleh umum.
Sosiasi bunyi: mengucapkan kata-kata yang mempunyai
persamaan bunyi.
2. Isi Pikir :
18
Obsesi : pikiran yang selalu muncul meskipun klien berusaha
menghilangkannya.
Phobia : ketakutan yang tidak logis terhadap situasi tertentu.
Ekstasi : rasa gembira yang luarbiasa
Fantasi : isi pikiran tentang sesuatu keadaan atau kejadian
yang diinginkan.
Bunuh diri : rasa ingin bunuh diri.
Pikiran magis : pikiran klien yang menuju hal- hal yang tidak
logis.
Rendah diri : merendahkan atau menghina diri sendiri, serta
menyalahkan diri sendiri.
Pesimisme: mempunyai pandangan yang negatif
mengenai kehidupannya.
Waham:
a. Agama : keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan
dan diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
b. Somatik/hipokondrik : klien mempunyai keyakinan tentang
tubuhnya dan dikatakan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan.
c. Curiga : klien mempunyai keyakinan bahwa ada yang
berusaha melukainya.
d. Kebesaran : klien mempunyai kenyakinan yang berlebihan
terhadap kemampuanya yang disampaikan secara berulang
3. Pola Pikir :
Realistik : cara berfikir sesuai kenyataan yang ada,
Non realistik : cara berfikir yang tidak sesuai dengan
kenyataan.
19
Autistik : cara berfikir berdasarkan halusinasi,
Dereistik : cara berfikir dimana proses metalnya tidak ada
sangkut pautnya dengan kenyataan, logika atau pengalamanan.
i) Tingkat kesadaran
1) Compos mentis : sadarkan diri
2) Apatis : individu mulai mengantuk dan acuh tak acuh terhadap
rangsangan yang masuk, diperlukan rangsangan yang kuat untuk
menarik perhatian.
3) Somnolensia : jelas sudah mengantuk, diperlukan rangsangan yang
kuat lagi untuk menarik perhatian.
4) Sopor : ingatan, orentasi dan pertimbangan sudah hilang
5) Subkoma dan koma: tidak ada respon terhadap rangsangan yang keras
6) Memori
Tanyakan pada pasien tanggal dan jam saat ini, pasien harus bias
menjawab dengan tepat. Pasien juga harus menyebutkan nama-nama
orang disekitarnya dan apakah pasien mengetahui hubungan dengan
orang -orang tersebut.
7) Tingkat konsentrasi berhitung
Perhatikan klien mudah berganti dari satu obyek keobyek lain
atau tidak.
Tidak mampu berkonsentrasi.
Tidak mampu berhitung.
8) Kemampuan penilaian
Ringan : dapat mengambil suatu keputusan yang sederhana
dengan dibantu.
Bermakna : tidak mampu mengambil suatu keputusan
walaupun sudah dibantu.
9) Daya titik diri
20
Mengingkari penyakit yang diderita.
Menyalahkan orang lain atau lingkungan yang menyebabkan
kondisi saat ini.
21
BAB III
3.1 Pasien
3.1.1 Petemuan I :
1. Kaji stress harga diri rendah situasional dan tanda gejala
2. Bantu pasien menegenal harga diri rendah ;
3. Mengidentifikasi dan menguraikan perasaanya
4. Menegenal penyebab harga diri rendah
5. Menyedari perilaku akibat harga diri rendah
6. Mengevaluasi positif diri yang lalu
7. Bantu pasien mengidentifikasi potensi dan keterbatasan yang dimiliki saat ini
8. Diskusikan aspek positif/potensi/kemampuan diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan
9. Latih satu kemampuan positif yang dimiliki
10. Latih kemampuan positif orang lain
11. Tekankan bahwa kegiatan melakukan kemampuan positif berguna untuk
menumbuhkan harga diri positif
3.1.2 Pertemuan II :
1. Evaluasi harga diri pasien serta kemampuan melakukan kegiatan positif dan
manfaatnya. Beri pujian
2. Latih kemampuan kedua
3. Anjurkan menilai manfaat melakukan kegiatn dalam meningkatkan harga diri.
22
3.1.3 Pertemuan III :
1. Evaluasi harga diri pasien dan kemampuan melakukan kegiatan yang positif
serta manfaatnya dalam meningkatkan harga diri. Beri pujian
2. Nilai kemampuan pasien melakukan kemampuan positif
3. Nilai harga diri pasien
3.2 Keluarga
3.2.1 Pertemuan I :
1. Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
2. Bantu keluarga mengenal harga diri rendah pada pasien ;
a) Menjelaskan harga diri rendah, penyebab, proses terjadi, tanda gejala,
serta akibatnya
b) Menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah;
menumbuhkan harga diri positif melalui melakukan kegiatan positif
3. Sertakan keluarga saat melatih latihan kemampuan positif
4. Anjurkan membantu / memotivasi pasien melakukan kemampuan positif dan
memberi pujian
3.2.2 Pertemuan II :
1. Evaluasi masalah yang dirasakan keluarga dan kemampuan keluarga merawat
pasien. Berikan pujian.
2. Meneyertakan keluarga saat melatih kemampuan pasien yang kedua
3. Anjurkan membantu pasien mengatasi harga diri rendahnya
4. Diskusikan dengan keluarga cara perawatan dirumah, follow up dan kondisi
pasien yang perlu dirujuk (lapang persepsi menyempit, tidak mampu
menerima informasi, gelisah, tidak dapat tidur) dan cara merujuk pasien
23
3.2.3 Pertemuan III :
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam merawat/melatih pasien melakukan
kegiatan positif dan manfaat meningkatkan harga diri pasien
2. Nilai kamampuan keluarga merawat pasien
3. Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol/rujuk
24
Daftar Pustaka
Azizah, Lilik Ma`rifatul. Zainuri, Imam. Akbar, Amar (2016). Buku Ajar
Keperawatan Kesehatan Jiwa Teori Dan Aplikasi Praktik Klinik, Yogyakarta:
Indomedia Pustaka
25