Anda di halaman 1dari 6

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013

PM -
EKSISTENSI SKEMA SEBAGAI INDUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA
YANG LEBIH BAIK

Muhamad Galang Isnawan, S.Pd.

Mahasiswa S-2 Pendidikan Matematika, Pascasarjana UNY

Abstrak
Makalah ini merupakan kajian teori mengenai eksistensi skema di dalam
pembelajaran matematika. Skema secara definisi diartikan sebagai struktur-struktur
konsep yang terdapat di dalam benak seseorang. Skema memiliki dua fungsi utama,
yaitu menggabungkan keberadaan pengetahuan dan sebagai alat untuk penerimaan
konsep yang baru. Skema sebagai alat untuk penerimaan konsep yang baru, kemudian
berkembang dan banyak digunakan dalam pembelajaran, termasuk pembelajaran
matematika. Pembelajaran seperti inilah yang disebut sebagai pembelajaran berbasis
skema atau pembelajaran skematik.
Pada aplikasinya, guru di dalam pembelajaran skematik memanfaatkan
rangkaian-rangkain skema yang dimiliki oleh siswa, untuk kemudian diintegrasikan,
dan diaplikasikan dalam pemecahan masalah matematika siswa. Selain memiliki dua
fungsi utama, skema di dalam pembelajaran skematik pun mampu menghadirkan
pemahaman matematika siswa yang lebih baik. Selanjutnya, berdasarkan beberapa
penelitian, disebutkan bahwa pembelajaran skematik mampu meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika dan membangkitkan sikap positif siswa
terhadap matematika.
Mengingat akan beberapa fungsi pembelajaran skematik, maka sangatlah pantas
jika pembelajaran ini disejajarkan dengan pembelajaran-pembelajaran yang lain. Seperti
halnya pembelajaran-pembelajaran yang lain, pembelajaran skematik pun memiliki
beberapa kekurangan, seperti membutuhkan waktu yang relatif lama dan biasanya sulit
untuk dijangkau. Akan tetapi, dengan melihat beberapa manfaat yang telah disebutkan,
tidaklah salah jika kita menyebutkan bahwa pembelajaran skematik adalah salah satu
jenis pembelajaran matematika yang baik. Atau dengan kata lain, eksistensi skema
adalah induk dari pembelajaran matematika yang lebih baik.

Kata kunci: skema, pembelajaran skematik

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah salah satu aspek terpenting dalam kehidupan. Pendidikan adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan pengetahuan mengenai sesuatu.
Pendidikan terdiri atas beberapa unsur-unsur yang saling berinteraksi untuk membentuk suatu
sistem yang disebut sistem pendidikan. Unsur-unsur tersebut meliputi siswa, guru, pembelajaran,
sekolah, dan lain sebagainya. Pembelajaran sebagai salah satu unsur dari sistem pendidikan
nasional, sekarang menjadi fokus pembicaraan pendidikan. Hal ini disebabkan karena paradigma
proses pendidikan di Indonesia masih belum bisa sepenuhnya berubah, yaitu dari paradigma
pengajaran menjadi paradigma pembelajaran. Pembelajaran secara teorinya diartikan sebagai
proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan tertentu.
Lingkungan tertentu inilah yang disebut dengan lingkungan belajar (Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 41, 2007).
Baik tidaknya suatu pembelajaran, termasuk pada pembelajaran matematika, sangatlah

PM-173
Muhamad / Eksistensi Skema Sebagai ISBN. 978-979-96880-7-1

bergantung pada proses interaksi yang terjadi di dalamnya. Baik tidaknya proses interaksi ini pun
sangat ditentukan oleh peranan guru. Peranan guru matematika ini pun tidaklah bisa dilepaskan dari
basis pembelajaran yang dianutnya. Jika basis pembelajarannya adalah siswa, maka pastilah
pembelajaran yang diterapkannya memanfaatkan apa saja yang dimiliki siswa, seperti pengalaman
terdahulu dan pengetahuan awal siswa mengenai konsep matematika yang akan diajarkan. Kedua
hal inilah yang kemudian menjadi struktur-struktur konsep (skema) yang akan sangat berguna bagi
pembelajaran ke depannya. Atau bahkan bisa disebutkan sebagai induk pembelajaran matematika
yang lebih baik. Atas dasar hal inilah, maka sangatlah penting jika kita mengkaji lebih lanjut
mengenai keberadaan atau eksistensi skema sebagai induk pembelajaran matematika yang lebih
baik.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, perubahan paradigma pendidikan dari
pengajaran menjadi pembelajaran belumlah bisa sepenuhnya dilakukan oleh guru. Oleh karena itu,
jika paradigma ini masih saja dipertahankan oleh guru matematika, maka secara otomatis akan
berdampak kurang baik bagi hasil pembelajaran matematika siswa, seperti pengetahuan,
pemahaman, kemampuan pemecahan masalah, dan sikap siswa terhadap matematika. Padahal
kesemua hal ini merupakan beberapa hal yang merupakan standar penting yang harus dimiliki
siswa pada pembelajaran matematika di sekolah.
Berdasarkan atas hal ini, perlu sekiranya diadakan kajian mengenai pembelajaran yang bisa
meningkatkan kesemua hal tersebut. Salah satunya adalah pembelajaran skematik. Pembelajaran
skematik adalah pembelajaran yang memanfaatkan rangkaian-rangkain skema yang dimiliki oleh
siswa, untuk kemudian diintegrasikan, dan diaplikasikan dalam pemecahan masalah matematika
siswa. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan pada bagian pembahasan.

PEMBAHASAN
Sebelum membahas lebih mendalam mengenai keberadaan skema sebagai induk
pembelajaran matematika yang lebih, ada baiknya jika kita membahas terlebih dahulu mengenai
definisi teoritik dari skema tersebut. Skema dapat diartikan sebagai struktur-struktur konsep yang
ada di dalam benak seseorang. Struktur-struktur ini tidak hanya yang bersifat struktur konsep
matematika yang kompleks, melainkan juga struktur konsep matematika yang sederhana, bahkan
struktur konsep yang paling sederhana (Skemp, R. R., 1971: 39; Piaget dalam Padesky, C. A.,
1994: 267).
Skema atau struktur-struktur konsep bisa diperoleh dari dua hal, yaitu pengalaman dan
pengetahuan. Pengalaman yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengalaman terdahulu yang
dimiliki oleh seseorang, termasuk siswa. Adanya pengalaman yang sudah-sudah yang dimiliki
seseorang terhadap sesuatu hal, kemudian akan membentuk suatu struktur-struktur mengenai
sesuatu hal tersebut yang disebut struktur konsep atau skema. Begitupun dengan pengetahuan
(Attneave, F., 1957: 81; Harvey dalam Padesky, C. A., 1994: 267; Feldmann, R. L. & Carbon, R.,
2003: 660; Baldwin, M. W., 1992: 461). Pengetahuan saja tidak cukup untuk menghadirkan suatu
skema yang tepat di dalam benak seseorang, melainkan membutuhkan pengalaman sebagai
pelengkapnya. Begitu juga sebaliknya.
Skema memiliki dua fungsi utama, yaitu menggabungkan keberadaan pengetahuan dan
sebagai alat untuk penerimaan konsep yang baru (Skemp, R. R., 1971: 39). Menggabungkan
keberadaan pengetahuan diartikan sebagai kemampuan skema untuk mengkombinasikan
keberadaan pengetahuan yang satu dengan pengetahuan yang lain yang ada di dalam benak
seseorang. Pengetahuan dalam hal ini dapat pula diartikan sebagai struktur konsep yang sudah ada
di dalam benak seseorang atau dengan kata lain skema itu sendiri (Velasco, O. I. D., 2001: 56).
Selanjutnya, skema sebagai alat untuk penerimaan konsep yang baru diartikan sebagai
kemampuan skema untuk menghasilkan penerimaan yang lebih baik dan lebih mudah terhadap
struktur konsep yang baru (Skemp, R. R., 1971: 40). Fungsi skema yang inilah untuk kemudian
berkembang dan banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang, termasuk dalam pembelajaran

PM-174
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013

matematika. Hal ini disebabkan karena hampir segala sesuatu yang dipelajari sangat bergantung
pada pengetahuan seseorang terhadap apa yang sudah ada mengenai sesuatu tersebut. Hal ini pun
mengindikasikan bahwa keberadaan suatu skema sangat penting sebagai alat untuk menghasilkan
pembelajaran yang lebih baik.
Berlanjut dari penjelasan ini, keberadaan skema sebagai suatu alat untuk menghasilkan
pembelajaran yang lebih baik, tidak begitu saja berjalan mulus, melainkan mengalami masalah
dalam hal keberadaan skema itu sendiri. Artinya, apakah skema yang ada di dalam benak siswa
sudah sesuai dengan cara men-generalisasi-kan konsep tersebut atau tidak? Atau dengan kata lain,
apakah cara kita menyampaikan konsep baru tersebut telah sesuai atau tidak dengan skema yang
dimiliki siswa? Memilih cara menyampaikan konsep baru pun selanjutnya menjadi masalah dalam
kasus ini. Akan tetapi, hal ini bisa kita cari solusinya dengan menggunakan pembelajaran yang
dasari skema yang dimiliki siswa, sebut saja pembelajaran seperti ini sebagai pembelajaran
berbasis skema atau pembelajaran skematik.
Pembelajaran skematik diartikan sebagai suatu pembelajaran yang menggunakan rangkaian
skema siswa untuk merepresentasikan informasi yang disajikan di dalam masalah yang diberikan
guru, untuk kemudian guru membantu siswa untuk mengungkapkan apa saja operasi matematika
dan strategi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut berdasarkan integrasi rangkaian-
rangkaian skema yang dimiliki siswa. Pembelajaran skematik mampu membuat siswa untuk
mengaplikasikan pemahaman konseptualnya secara bebas. Hal ini berdampak pada meluasnya
pemahaman siswa dalam hal pemecahan masalah dan membawa mereka kepada rencana
pembelajaran yang lebih efektif. Secara umum, pembelajaran skematik melalui beberapa tahapan
pembelajaran, seperti menemukan jenis masalah, mengorganisasikan informasi yang diperoleh dari
masalah menggunakan skema mereka masing-masing, merencanakan untuk memecahkan masalah,
dan memecahkan masalah (Jitendra dalam Hill, J. M., 2012: 4).
Berdasarkan eksperimen yang membandingkan hasil akhir dari suatu pembejalaran
skematik dengan pembelajaran yang bersifat menghapal (rote) dalam mempelajari simbol-simbol
bahasa a Red Indian, diperoleh hasil bahwa persentase menghapal kelompok dengan pembelajaran
skematik pada awal permulaan adalah dua kali lipat lebih besar dan setelah empat minggu adalah
tujuh kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok pada pembelajaran rote. Dari kasus
ini, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa pembelajaraan skematik lebih baik dari pada
pembelajaran rote (Skemp, R. R., 1971: 40-42).
Selanjutnya, dengan salah satu dimensi struktur di dalam proses kognitif siswa, yaitu
pemahaman (Krathwohl, D. R., 2002: 215), skema memiliki pengaruh yang sangat erat. Hal ini
disebabkan karena untuk bisa memahami suatu konsep dengan baik, dilakukan dengan cara
mengasimilasi atau memadukan konsep tersebut dengan skema yang tepat. Berdasarkan
eksperimen (adaptasi terhadap tugas baru dengan materi topologi) pun diperoleh informasi bahwa
kelompok yang belajar aturan pertama dengan pemahaman mampu beradaptasi sebesar 75%,
sedangkan kelompok yang belajar aturan pertama tanpa pemahaman sebesar 30%, dan kelompok
yang tanpa pengetahuan sebelumnya sebesar 17% (Skemp, R. R., 1971: 50-51). Hal ini
mengindikasikan bahwa siswa yang pembelajaran matematikanya menggunakan pemahaman (yang
di dalamnya terdapat peran serta skema) lebih mampu dalam beradaptasi terhadap tugas baru yang
diberikan guru. Untuk kemudian, dari kasus ini pun kita bisa menyimpulkan bahwa pembelajaran
yang menggunakan skema berhubungan dengan daya adaptasi siswa terhadap tugas baru dalam
pembelajaran matematikanya.
Berdasarkan atas beberapa hasil penelitian tersebut, maka keberadaan skema pun dirasa
sangat penting dalam pembelajaran, terutama untuk pembelajaran matematika di sekolah. Secara
umum, konsep fundamental matematika sekolah terdiri atas dua hal, yaitu variabel dan fungsi
(Springer, G. T., 2011: 1). Kedua konsep ini adalah objek yang sifatnya abstrak dan tidak akan bisa

PM-175
Muhamad / Eksistensi Skema Sebagai ISBN. 978-979-96880-7-1

begitu mudah untuk dipahami oleh siswa jika guru langsung menyajikannya dalam bentuk
konseptual. Oleh karena itu, agar konsep tersebut lebih bisa untuk dipahami siswa, maka guru
sebaiknya memanfaatkan keberadaan skema yang dimiliki siswanya. Artinya, pembelajaran yang
diterapkan guru di kelas, tidaklah langsung dalam bentuk konsep, melainkan menggunakan
semacam jembatan yang menghubungkan antara konsep matematika yang abstrak dengan skema
yang ada di siswa agar pembelajaran yang dilakukan di kelas menjadi lebih bermakna. Jembatan
inilah yang kita sebut sebagai pembelajaran skematik (seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya).
Selanjutnya, keberadaan skema pun, jika diperluas ruang lingkupnya, bukan hanya
dibutuhkan dalam pembelajaran matematika saja, melainkan juga pada semua jenis pembelajaran di
sekolah. Semua jenis dalam hal ini diartikan sebagai semua tingkatan satuan pendidikan dan semua
mata pelajaran. Guru dalam setiap kegiatan pembelajarannya wajib mengajukan pertanyaan-
petanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari
(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41, 2007). Hal ini sudah
menjadi barang baku dan tidak boleh dilewatkan satu kali pun oleh semua guru. Dari kasus ini pun,
dapat disimpulkan bahwa sebenarnya keberadaan skema sangatlah dihargai dan merupakan akar
atau induk terbentuknya pembelajaran secara utuh.
Kembali lagi ke jalur pembelajaran matematika, selain dapat meningkatkan pengetahuan
dan pemahaman siswa mengenai konsep matematika, pembelajaran skematik pun dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Siswa yang dalam pembelajarannya
menggunakan pembelajaran skematik disebutkan mampu menggunakan berbagai strategi
pemecahan masalah ketika menjumpai suatu permasalahan baru dengan menggunakan konsep
matematikanya. Selain itu, disebutkan juga bahwa pembelajaran skematik dalam pembelajaran
matematika mampu membangkitkan sikap positif siswa terhadap matematika. Hal ini disebabkan
karena pembelajaran skematik mampu: 1) memasang dasar yang terstruktur mengenai ide dasar
matematika; 2) mengajarkan kepada siswa untuk yakin akan kemampuan dirinya sendiri; dan 3)
mengajarkan kepada mereka untuk selalu siap menggunakan dan menyesuaikan skema yang
mereka miliki terhadap konsep matematika yang dipelajari (Dalziel, K. H., Grismer, L. &
Thompson, S., 2008: 31; Hill, J. M., 2012: 78-80; Jitendra, A. K. & Star, J. R., 2011: 12; Skemp, R.
R. 1971: 53).
Mengingat akan pentingnya pembelajaran skematik di dalam pembelajaran matematika dan
mampunya pembelajaran ini meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa,
maka pantaskah kita mensejajarkan pembelajaran skematik dengan pembelajaran-pembelajaran
yang lain, seperti pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) atau sejenisnya? Untuk
lebih jelasnya, perhatikan uraian singkat mengenai tahapan-tahapan dalam pembelajaran berbasis
masalah berikut. Pembelajaran berbasis masalah umumnya melalui empat tahapan berikut: 1) siswa
diberikan suatu permasalahan matematika yang penting secara sosial dan bermakna secara personal
bagi siswa; 2) mereka kemudian mendiskusikan masalah dan/atau mengerjakan masalah tersebut di
dalam kelompok kecil, mengumpulkan informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah; 3)
semua siswa secara bersama membandingkan penemuan dan/atau mendiskusikan kesimpulan,
masalah baru dapat muncul dalam tahapan ini; dan 4) siswa kembali bekerja pada masalah baru dan
memulai siklus dari awal (Cazzola, 2008: 1).
Mulai dari tahapan pertama, tahapan ini pun diberikan dalam pembelajaran skematik.
Berlanjut pada tahapan kedua, siswa dalam tahapan ini pun menggunakan keberadaan skema
terutama dalam hal mengumpulkan informasi yang dibutuhkan. Mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan bukanlah hal yang mudah, melainkan
membutuhkan pengkombinasian skema yang tepat. Informasi yang dirasa tidak sesuai dengan
skema mereka tidak mungkin mereka gunakan sebagai informasi yang digunakan untuk
memecahkan masalah.
Berlanjut ke tahapan yang ketiga. Siswa dalam tahapan ini pun tidak bisa terlepas dari
peran serta skema. Bahkan dalam tahapan ini, pengkombinasian skema terjadi pada tahapan yang

PM-176
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 18 Mei 2013

lebih tinggi. Skema yang terbentuk bukanlah bersifat individual tetapi skema yang sifatnya kolektif
atau objektif. Artinya, skema yang dimiliki siswa bukanlah struktur-struktur konsep yang benar
secara subjektif, melainkan benar secara objektif. Eksistensi skema dan peran sertanya akan mudah
dilihat untuk tahapan selanjutnya atau tahapan keempat.
Pemaparan ini sekiranya memberikan ilustrasi sederhana mengenai eksistensi skema pada
pembelajaran berbasis masalah. Selanjutnya, jawaban dari pertanyaan apakah pembelajaran
skematik bisa disejajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah, semuanya diserahkan kepada
siapa yang menganalis dan dari sudut pandang mana analisis tersebut dilakukan. Bagaimana
dengan pembelajaran yang lain? Apakah bisa disejajarkan dengan pembelajaran yang lain?
Jawabannya sama, tergantung siapa dan dari sudut pandang mana pembelajaran tersebut dianalisis.
Akan tetapi, seperti pembelajaran-pembelajaran yang lain, pembelajaran skematik pun
memiliki beberapa kekurangan, antara lain memakan waktu yang relatif lama dalam
pembelajarannya dan keberadaanya lebih sulit untuk dijangkau. Hal ini disebabkan karena tidak
semua skema yang dimiliki siswa sesuai dengan apa yang akan dipelajari. Selain itu, ketika
mempelajari suatu konsep matematika tertentu tidaklah membutuhkan murni satu skema saja,
melainkan membutuhkan sekian banyak rangkaian skema yang dipadukan sedemikian sehingga
cocok untuk konsep tersebut. Sebagai tambahan, pembelajaran skematik ini pun biasanya hanya
bisa digunakan pada konsep-konsep dasar matematika, dan bukan untuk konsep matematika yang
lebih tinggi. (Skemp, R. R., 1971: 43, 52-53).
Tanpa mengabaikan kelemahan-kelemahan ini dan dengan memperhatikan beberapa
peranan pembelajaran skematik di dalam pembelajaran matematika, maka secara keseluruhan,
pembelajaran skematik dapat dikatakan sebagai pembelajaran yang baik. Atau dengan kata lain,
eksistensi skema adalah induk dari lahirnya pembelajaran matematika yang lebih baik.

KESIMPULAN
Keberadaan skema di dalam pembelajaran sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena
skema mampu menggabungkan keberadaan pengetahuan dan sebagai alat untuk penerimaan konsep
yang baru. Pembelajaran yang berbasis skema selanjutnya disebut pembelajaran skematik. Pada
aplikasinya, guru di dalam pembelajaran skematik memanfaatkan rangkaian-rangkain skema yang
dimiliki oleh siswa, untuk kemudian diintegrasikan, dan diaplikasikan dalam pemecahan masalah
matematika siswa. Selanjutnya, pembelajaran skematik ini pun mampu menghadirkan pemahaman
matematika siswa yang lebih baik, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika,
dan membangkitkan sikap positif siswa terhadap matematika.
Mengingat akan beberapa fungsi pembelajaran skematik, maka sangatlah pantas jika
pembelajaran ini disejajarkan dengan pembelajaran-pembelajaran yang lain. Seperti halnya
pembelajaran-pembelajaran yang lain, pembelajaran skematik pun memiliki beberapa kekurangan,
seperti membutuhkan waktu yang relatif lama dan biasanya sulit untuk dijangkau. Akan tetapi,
dengan melihat beberapa manfaat yang telah disebutkan, tidaklah salah jika kita menyebutkan
bahwa pembelajaran skematik adalah salah satu jenis pembelajaran matematika yang baik. Atau
dengan kata lain, eksistensi skema adalah induk dari pembelajaran matematika yang lebih baik.
Berdasarkan atas hal ini, penerapan pembelajaran skematik bisa menjadi salah satu solusi dari
permasalahan-permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru, terutama pada pembelajaran
matematika.

DAFTAR PUSTAKA
Attneave, F. (1957). Transfer of Experience with a Class-Schema to Identification-Learning of
Patterns and Shapes. Journal of Experimental Psychology, Vol. 54, No. 2, 81-88.
Baldwin, M. W. (1992). Relational Schemas and the Processing of Social Information.

PM-177
Muhamad / Eksistensi Skema Sebagai ISBN. 978-979-96880-7-1

Psychological Bulletin, Vol. 112, No. 3, 461-484.


Cazolla, M. (2008). Problem-Based Learning and Mathematics: Possible Synergical Actions.
International Association of Technology, Education and Development, 1-8.
Dalziel, K. H., Grismer, L. & Thompson, S. (2008). Teaching and Learning Research Exchange.
Arlington Avenue: Dr. Stirling McDowell Foundation.
Depdiknas. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41, Tahun 2007, tentang
Standar Proses.
Feldmann, R. L. & Carbon, R. (2003). Experience Base Schema Building Block of the PLEASERS
Library. Journal of Universal Computer Science, Vol. 9, No. 7. 659-669.
Hill, J. M. (2012). An Analysis of Schema-Based Instruction as an Effective Math Intervention for
Middle School Students Diagnosed with Emotional Behavioral Disorder or Identified as
At-Risk in Texas. Texas: Texas Tech University.
Jitendra, A. K. & Star, J. R. (2011). Meeting the Needs of Students with Learning Disabilities in
Inclusive Mathematics Classrooms: The Role of Schema-Based Instruction on
Mathematical Problem-Solving. Theory into Practice, Vol. 50, No. 1, 12-19.
Krathwohl, D. R. (2002). A Revision of Bloom’s Taxonomy: An Overview. Theory into Practice,
Vol. 41, No. 4, 212-264.
Padesky, C. A. (1994). Schema Change Processes in Cognitive Therapy. Clinical Psychology ang
Psychotherapy, Vol. 1 (5), 267-278.
Skemp, R. R. (1971). The Psychology of Learning Mathematics. Great Britain: Richard Clay (The
Chaucer Press) Ltd, Bungay, Suffolk.
Springer, G. T. (2011). Visualizing Mathematical Concepts. MEI CPD Conference, 1-4.
Velasco, O. I. D. (2001). Metaphor, Metonymy, and Image-Schemas: an Analysis of Conceptual
Interaction Patterns. Journal of English Studies, Vol. 3, 47-63.

PM-178

Anda mungkin juga menyukai