Anda di halaman 1dari 85

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DAN

LAMA WAKTU PENYEMPROTAN DENGAN GEJALA


KERACUNAN PESTISIDA PADA KELOMPOK
TANI NGUDI BUKO DI DESA WAIMITAL
KECAMATAN KAIRATU

SKRIPSI

Oleh :
ANGGI M. SEIMAHUIRA
NPM. 1320118009
.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2022
HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DAN
LAMA WAKTU PENYEMPROTAN DENGAN GEJALA
KERACUNAN PESTISIDA PADA KELOMPOK
TANI NGUDI BUKO DI DESA WAIMITAL
KECAMATAN KAIRATU

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk Mendapat Gelar Sarjana


Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku
Husada

Oleh :
ANGGI M. SEIMAHUIRA
NPM. 1320118009
.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2022
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DAN LAMA


WAKTU PENYEMPROTAN DENGAN GEJALA KERACUNAN
PESTISIDA PADA KELOMPOK TANI NGUDI BUKO DI DESA
WAIMITAL KECAMATAN KAIRATU

SKRIPSI

Disusun Oleh:
ANGGI M. SEIMAHUIRA
NPM. 1320118009

Di Ujikan
Pada tanggal 23 Juli 2022

Pembimbing I, Pembimbing II,

Maritje S. J. Malisngolar, S.Si., M.SC Ety Dusra, SKM,. M.Kes


NIDN : 1229018701 NIDN : 1208039102
Penguji I, Penguji II,

Dr. Ilyas Ibrahim, S.Psi., M.Kes Epi Dusra, SKM,. M.Kes


NIDN : NIDN :
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sunik Cahyawati, SKM., M.Kes


NIDN : 1222068701
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Anggi M. Seimahuira, S.KM

NPM : 1320118009

Program Studi : Kesehatan Masyarakat

Judul Skripsi : Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dan Lama

waktu Penyemprotan dengan Gejala Keracunan

Pestisida Pada Kelompok Tani Ngudi Buko di Desa

Waimital Kecamatan Kairatu.

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi tugas akhir ini benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan atau pikiran orang

lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila kemudian

hari dapat dibuktikan bahwa tugas akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya

bersedia memenuhi sanksi atas perbuatan tersebut.

Kaitu, 23 Juli 2022


yang menyatakan

Anggi M. Seimahuira
NIM. 1320118009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

begitu besar cinta dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

proposal penelitian ini. Skripsi penelitian dengan judul “Hubungan Penggunaan

APD (Alat Pelindung Diri) dan Lama Waktu Penyemprotan dengan Gejalah

Keracunan Pestisida pada Kelompok Tani Nguni Buko di Desa Waimital

Kecamatan Kairatu Tahun 2022” skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memenuhi persyaratan dan melakukan penelitian demi menyandang gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Maluku Husada. Dalam penyelesaian

ini peneliti telah banyak menerima bimbingan dan bantuan serta dorongan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini peneliti mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rasma Tunny, S.Sos. Ketua yayasan STIKes Maluku Husada yang telah

menyediakan saran dan prasarana selama penulis mengikuti pendidikan dan

juga dalam hal ini beliau selaku penguji I yang telah memberikan saran,

masukan demi kesempurnaan Skripsi.

2. Dr. sahrir Silehu, SKM., M.Kes. Selaku ketua pada sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan STIKes Maluku Husada.

3. Sunik Cahyawati, SKM., M.Kes Selaku ketua program studi ilmu Kesehatan

Masyarakat dan seluruh staf dosen.


4. Maritje S.J. Malisngorar, S.Si,. M.Sc Selaku pembimbing I yang dengan

penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan dan

saran dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

5. Ety Dusra, SKM., M.Kes Selaku pembimbing II yang penuh semangat dan

kesabaran telah memberikan dorongan, bimbingan, saran, serta memotifasikan

peneliti dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan ibu tercinta (Bpk. Jhony Seimahuira dan Ibu Sherly) serta keluarga

besar Seimahuira. Terimkasih atas limpahan dan kasih sayang yang di berikan,

pengorbanan tanpa pamrih dan Doa-doa panjang yang selalu di panjatkan.

Terimakasih senantiasa karena selalu memenuhi kebutuhan saya baik dalam

bentuk materi maupun spiritual.

Peneliti menyadari sungguh bahwa skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna, banyak kekurangan baik dari segi bahasa, penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu peneliti senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari semua pihak yang dapat membantu dalam pembuatan penulisan

pada penelitian selanjutnya. Akhirnya kepada Tuhan kita sepantasnya berserah

diri, tiada satupun yang terjadi tanpa kehendak-Nya. Segala sesuatu berjalan

sesuai aturan Allah, menjalani dan melangkah pasti dan yakin karena-Nya.

Kairatu, 23 Juli 2022


Penulis
ABSTRAK

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri Dan Lama Waktu


Penyemprotan Dengan Gejala Keracunan Pestisida Pada Kelompok Tani
Ngudi Buko
Di Desa Waimital Kecamatan Kairatu

Anggi M Seimahuira1 Maritje S.J. Malisngorar2 Ety Dusra3


1
Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes Maluku Husada
2
Dosen Program Studi Kesehatan Keperawatan STIKes Maluku Husada
3
Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKes Maluku Husada

Petani merupakan salah satu pekerja yang membutuhkan alat pelidung diri dalam
bekerja terutama saat melakukan penyemprotan pestisida yang bersifat racun.
Akan tetapi sering kali ditemui petani yang tidak menggunakan APD saat bekerja
sehingga berpotensi mengalami gejala keracunan pestisida. Tujuan penelitian
untuk mengetahui penggunaan alat pelindung diri dan lama waktu penyemprotan
pestisida pada kelompok tani ngudi buko desa waimital kecamatan kairatu. Jenis
penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan Cross sectional. Teknik
pengambilan sampel dengan cara Total sampling. Analisa data menggunakan uji
spearmen rho. Berdasarkan hasil bivariate penelitan menunjukan bahwa variebel
yang memberikan hasil adalah : penggunaan APD (Pvalue = 0.03), dan lama
waktu penyemprotan (pvalue = 0.219). berdasarkan hasil penellitian menunjukan
bahwa ada hubungan signifikan antara penggunaan APD dengan gejala keracunan
pestisida pada kelompok tani nguni buko desa waimital kecamatan kairatu tahun
2022 dengan nilai pvalue = 0,003.

Kata kunci : Penggunaan APD, Lama Waktu Penyemprotan, Gejala Keracunan


Pestisida.
ABSTRAK

The Relationship Between The Use Of Personal Protective Equipment And


The Duration Of Spraying And Symptoms Of Pesticide Poisoning In The
Ngudi Buko Farmer Group In Waimital Village Kairatu District

Anggi M Seimahuira1 Maritje S.J. Malisngorar2 Ety Dusra3


1
Student Of Public Health Study STIKes Maluku Husada
2
Lecturer Of Public Health Study STIKes Maluku Husada
3
Lecturer Of Public Health Study STIKes Maluku Husada

Farmers are one of the workers who need personal protective equipment at work,
especially when spraying toxic pesticides. However, it is often encountered by
farmers who do not use PPE when working so they have the potential to
experience symptoms of pesticide poisoning. The purpose of the study was to
determine the use of personal protective equipment and the length of time for
spraying pesticides on the Ngudi Buko farmer group, Waimital Village, Kairatu
District. This type of research is quantitative with a cross sectional approach.
Sampling technique by means of total sampling. Data analysis using Spearmen
Rho test. Based on the results of bivariate research, it shows that the variables that
give results are: the use of PPE (P-value = 0.03), and the length of time of
spraying (p-value = 0.219). Based on the results of the research, it shows that
there is a significant relationship between the use of PPE and symptoms of
pesticide poisoning in the farmer group of Nguni Buko, Waimital Village, Kairatu
District in 2022 with a p-value = 0.003.

Keywords: Use of PPE, Long Time of Spraying, Symptoms of Pesticide

Poisoning.
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL………..……………………..……..…………….. i
LEMBAR PERSETUJUAN...…………………………..…………….. ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………..…………………..… iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN..…………..…………... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN.…………..…………………...………... v
MOTO…………...………..………………………………...…………... vi
KATA PENGATAR ……………………..…………..………………… vii
ABSTRAK…………….……………………..…………………………. viii
ABSTRACT……………………………………..…………………….... ix
DAFTAR ISI…………………………………..……………………....... x
DAFTAR TABEL……………………………..……………………....... xi
DAFTAR GAMBAR………...……………………..…………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN……………….……………..………………….. xiii
BAB I PENDAHULUAN………………...………………...………… 1
1.1 Latar Belakang…….……...………….……...………….… 1
1.2 Rumusan Masalah……………...…………………...……... 5
1.3 Tujuan Penelitian…......………..……………...………...… 6
1.3.1 Tujuan Umum………………..……………………... 6
1.3.2 Tujuan Khusus……………….……………………... 6
1.4 Manfaat………………………...………………………...... 6
1.4.1 Manfaat Teoritis……………..……………………… 6
1.4.2 Manfaat Secara Praktis……………………………… 7
BAB II TINJAUAN UMUM PUSTAKA………….………….……… 8
2.1 Tinjauan Umum Tentang Pestisida………………………... 8
2.1.1 Pengertian Pestisida………………………................ 8
2.1.2 Klasifikasi Pestisida………………………………… 9
2.1.3 Jalan Masuk Pestisida Dalam Tubuh Manusia……… 18
2.1.4 Gejala Keracunan………………………...…………. 20
2.1.5 Mekanisme Keracunan Pestisida……………………. 22
2.2 Tinjauan Umum Tentang APD………………………......... 23
2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD) …………...... 23
2.2.2 Syarat-Syarat Alat Pelindung Diri (APD) ………...... 29
2.2.3 Penggunaan APD……………………….........…....... 31
2.2.4 Adapun Jenis Alat Pelindung…………….........…..... 32
2.3 Tinjauan Umum Tetang Lama Waktu Penyemprotan..….... 32
2.3.1 Lama Waktu Penyemprotan…………….........…....... 33
2.4 Tinjauan Umum Tentang Petani……………….........…...... 34
2.4.1 Pengertian Petani……………………….........…........ 34
2.5 Keaslian Penelitian………………………...………………. 36
BAB III KERANGKA KONSEP……………………...……………….. 38
3.1 Kerangka Konsep………………………...………………... 38
3.2 Hipotesis………………………...…………...…......…........ 38
BAB IV METODE PENELITAN…………...………...……………….. 40
4.1 Desain Penelitian………………………...……………….... 40
4.1.1 Tempat Penelitian…………………...………………. 40
4.1.2 Waktu Penelitian…………………...……………….. 40
4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel……… 40
4.2.1 Populasi………………………...………………........ 40
4.2.2 Sampel………………………...……………….......... 40
4.2.3 Sampling………………………...………………...... 41
4.3 Variabel Penelitian………………………...………………. 41
4.3.1 Variabel Independen………………...……………… 41
4.3.2 Variabel Dependen………………...………………... 41
4.4 Defenisi Operasional………………………...…………….. 41
4.5 Instrumen Penelitian………………………...……………... 43
4.6 Jenis Data………………………...………………............... 43
4.6.1 Data primer………………...………………............... 43
4.6.2 Data sekunder………………...………………........... 44
4.7 Analisa Data………………...………………....................... 44
4.7.1 Analisa Univariat………………...………………..... 44
4.7.2 Analisa Bivariat………………...………………........ 44
4.8 Etika Penelitian………………...……………….................. 44
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN…...………………..................... 46
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian……………................. 46
5.1.1 Data Demografi………………...………………........ 46
5.1.2 Data Geografis………………...………………......... 46
5.1.3 Fasilitas Kesehatan Masyarakat.………………......... 47
5.1.4 Kelompok Tani Masyarakat...………………............. 47
5.2 Hasil Penelitian………………...……………….................. 47
5.2.1 Karakteristik Responden...……………….................. 47
5.3 Pembahasan………………...………………........................ 53
5.3.1 Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan
Gejalah Keracunan Pestisida...………………........... 53
5.3.2 Hubungan Lama Waktu Penyemprotan dengan
Gejalah keracunan Pestisida...………………............ 54
5.3.3 Keterbatasan Penelitian...……………….................... 55
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...………………........................ 56
6.1 Kesimpulan………………...………………................. 56
6.2 Saran………………...………………............................ 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

2.1 Pestisida Bersadarkan Organisme -


Pengganggu Tanam.......……….……………………………………… 9
2.2 Pestisida Berdasarkan Organ Targetnya…………………..………….. 10
4.1 Defenisi Operasional Variabel Independen Dan -
Variabel Dependen……………………………………………………. 38
5.1 Distribusi kategori responden kelompok tani berdasarkan umur di
Desa Waimital………………………………………………………… 47
5.2 Distribusi kategori responden kelompok tani berdasarkan jenis
kelamindi Desa Waimital……………...……………………………… 48
5.3 Distribusi kategori responden kelompok tani berdasarkan pendidikan
di Desa Waimital……………………………………………………… 48
5.4 Distribusi responden berdasarkan variael penggunaan APD pada
kelompok tani Nguni Buko di Desa Waimital……………...………… 49
5.5 Distribusi responden berdasarkan variael penggunaan lama waktu
penyemprotan pada kelompok tani Nguni Buko di Desa Waimital… 49
5.6 Distribusi responden berdasarkan variael penggunaan gejala
keracunan penyemprotan pada kelompok tani Nguni Buko di Desa 50
Waimital…………………………………………………………….
5.7 Hubungan penggunaan APD dengan gelaja keracunan pada kelompok
tani Ngudi Buko di Desa Waimital……...……………………………. 50
5.8 Hubungan lama waktu dengan gelaja keracunan pada kelompok tani
Ngudi Buko di Desa Waimital……...…………...……………………. 51
DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur Kimia dari DDT dan Dieldrin……………………………….. 11


2.2 Struktur Kimia dari TEPP, Paration, Malation, dan Sarin……………. 13
2.3 Struktur Kimia dari Fisostigmin, Cabril, dan Temik…………………. 15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan kuantitas maupun kualitas produk

pertanian, tidak terlepas dari pemakaian atau penggunaan pestisida. Para

petani mayoritas cendrung menggunakan pestisida bahan kimia karena

beberapa alasan diantaranya mudah diaplikasikan dan praktis, reaksi cepat,

lebih efisien terutama dalam skala luas, mencegah meluasnya penyeparan

organisme pengganggu tanaman, menjaga produksi tanaman baik kuantitas

maupun kualitas dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu yang relatif

singkat serta penggunaan pestisida ini cukup disebarkan pada areal yang

luas (Sharifzadeh, 2018).

Di Indonesia sendiri penggunaan pestisida masih relatif tinggi. Hal ini

diindikasikan dengan adanya kenaikan pemakaian merk pestisida secara

nasional. Menurut data Kementerian Pertanian Republik Indonesia tahun

2016, bahwa penggunaan pestisida telah mencapai 3.207 merk yang terdaftar

dan diizinkan (Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, 2016).

Kabupaten Brebes, berdasarkan informasi terbaru adalah kabupaten

pengguna pestisida paling tinggi di Indonesia. Dinas Pertanian Brebes

menyatakan bahwa Kabupaten Brebes menduduki urutan pertama yang

tertinggi dalam penggunaan pestisida di Asia Tenggara (Lestari, et al., 2019;

Hidayati, et al., 2021; Subekti, et al.,2021).

Pestisida tidak saja membawa dampak yang positif terhadap

peningkatan produk pertanian tetapi juga membawa dampak negatif terhadap


lingkungan di sekitarnya. Penggunaan pestisida kimia secara masif

memberikan dampak negative baik terhadap manusia maupun lingkungan.

Risiko kesehatan yang disebabkan oleh pestisida non organik ini secara

langsung lebih berbahaya dari pada penggunaan jenis zat kimia yang lainnya.

Keracunan akibat paparan pestisida menjadi ancaman bagi pekerja pertanian

pada berbagai wilayah di dunia (Hook, et al., 2018; Sharma, et al., 2019).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO (World Health

Organization), memperkirakan setiap tahunnya terdapat 1-5 juta kasus

keracunan pestisida pada pekerja pertanian. Menggunakan pestisida adalah

suatu aktifitas yang termasuk dalam tugas pekerjaan. Berdasarkan data

kementrian pertanian Repoblik Indonesia pada tahun 2016, tercatat ada 3.247

formula pestisida yang digunakan untuk sector pertanian dan kehutanan.

Pestisida di satu sisi anggap mampu mengendalikan hama dan penyakit tanam.

(Kemenkes, 2016). Menurut WHO (World Health Organization), bahwa

penyebab kematian 12,6 juta orang pertahun salah satunya disebabkan oleh

bahan kimia ini kajian di Negara maju menunjukan bahwa tingkat kejadian

keracunan pada pekerja pertanian telah dialami sekitar 18,2 per 100.000

pekerja. Selain itu, kasus keracunan pestisida di srilanka sebanyak 180 per

100.000 pekerja pertanian dan sekitar 17,8 per 100.000 pekerja pertanian di

Thailand (WHO, 2020).

Penggunaan pesitisida di Indonesia masih relative tinggi. Hal ini di

indikasikan dengan adanya kenaikan pemakaian merk pestisida secara

nasional. Menurut data kementrian pertanian RI. tahun 2016, bahwa

penggunaan pestisida telah mencapai 3.207 merk yang terdaftar dan diizinkan
(Direktorat Jenderal presarasan dan saranan pertania, 2016). Mayoritas kasus

keracunan pestisida yang tidak di sengaja terjadi di kalangan petani dan

keluarga mereka. Paparan terjadi terutama selama penyampuran atau

penyemprotan pestisida. Pada kenyataannya, kebanyakan pestisida tidak

digunakan secara selektif sehingga dapat memberikan efek yang menetap pada

sistem biologis jika pemakaiannya tidak tepat.

Di Indonesia kasus keracunan pestisida pada tahun 2016 tercatat 771

kasus dan pada tahun 2017 kasusnya menjadi 124 kasus dan 2 diantarnya

meninggal dunia. Penelitian yang dilakukan Yushananta dkk, 2019

menemukan bahwa penggunaan pestisida dengan dosis berlebihan berisiko

terjadinya keracunan 4,39 kali dan frekuensi penyemprotan lebih dari 2 kali

seminggu berisiko 2,33 kali lebih tinggi mengalami keracunan (Oktaviani R,

dkk 2020).

Pertanian adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di

indonesia Dalam meningkatkan hasil pertanian diperlukan kelengkapan saran

pertanian diantaranya adalah peralatan pertanian, pupuk buatan dan bahan

bahan kimia tambahan termasuk pestisida (Departemen Pertanian RI, 2018).

Pestisida merupakan senyawa kimia beracun yang digunakan untuk

pengendalian hama tanaman pertanian. Penggunaan pestisida secara intens dan

tidak memperhatikan standar penggunaannya dapat menimbulkan efek negarif

pada pekerja petani. Pestisida menurut undang undang Repubilk Indonesia

Nomor 22 tahun 2019 tentang sistem budi daya pertanian berkelanjutan dalam

pasal 75 disebutkan bahwa pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan

lain serta jasad renik dan virus yang dapat dipergunakan untuk memberantas
atau mencegah hama atau binatang, rerumputan atau tanaman yang tidak

diinginkan (Undang-undang RI Nomor 22 tahun 2019).

Salah satu masalah di dalam sektor pertanian yaitu adanya organisme

pengganggu tanaman (OPT) Pestisida merupakan metode atau cara yang

utama dalam mengendalikan gulma, hama dan penyakit tumbuhan

(Djojosumarto, 2015) Hal tersebut dikarenakan pestisida dapat berdampak

membunuh langsung organisme pengganggu. Metode dalam mengendalikan

organisme pengganggu merupakan pekerjaan yang cukup memakan banyak

biaya, tenaga dan waktu.

Hasil Studi yang dilakuan oleh Samuel Titaley dan Gracia Victoria

Souisa pada tahun 2021 di Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon hasil

wawancara dengan penyuluhan pertanian pada dinas pertanian Provinsi

Maluku, menunjukan bahwa beberapa masalah terkait penggunaan pestisida

pada petani sayur antara lain kurangnya kesadaran petani tentang penggunaan

pestisida sesuai aturan (Dosis, Frekuensi, dan Waktu penyemprotan) misalnya

> 2 minggu sebelum panen sayur masih dilakukan pernyemprotan. Hasil

observasi menunjukan masih ada petani yang tidak menggunakan alat

pelindung diri ketika melakukan penyemprotan atau hanya menggunakan alat

pelindung diri seadanya.

Berdasarkan hasil dari pengambilan data awal pada tanggal 19 april

2022 dari kelembagaan kelompok tani sayur ngudi buko di desa Waimital

yang terdiri dari 40 orang petani. Berdasarkan survey awal dan wawancara

yang dilakukan oleh peneliti di Desa Waimital terdapat 15 orang petani yang

diwawancarai sudah bekerja sebagai petani sekitar 5-30 tahun, dari hasil
orbsevasi peneliti terdapat 5 orang penati tidak memakai baju kaos lengan

panjang dan celana panjang saat melakukan penyemprotan pestisida dengan

lama waktu menyemprot sekitar 1-3 jam. Saat diwawancara 5 petani yang

tidak menggunakan APD dengan benar saat melakukan penyemprotan

mengalami keluhan seperti gatal-gatal, nyeri pusing, mudah lelah dan lemas.

Hal ini di karena selama dalam waktu penyemprotan petani tidak

menggunakan APD dengan benar.

Berdasarkan hasil dari pengambilan data awal pada tanggal 19 april

2022 dari kelembagaan kelompok tani ngudi buko di desa Waimital yang

terdiri dari 40 orang petani. Berdasarkan survey awal dan wawancara yang

dilakukan oleh peneliti di Desa Waimital terdapat 15 orang petani yang

diwawancarai sudah bekerja sebagai petani sekitar 5-30 tahun, dari hasil

orbsevasi peneliti terdapat 5 orang penati tidak memakai baju kaos lengan

panjang dan celana panjang saat melakukan penyemprotan pestisida dengan

lama waktu menyemprot sekitar 1-3 jam. Saat diwawancara 5 petani yang

tidak menggunakan APD dengan benar saat melakukan penyemprotan

mengalami keluhan seperti gatal-gatal, nyeri, pusing, mudah lelah dan lemas.

Hal ini di karena selama dalam waktu penyemprotan tidak semua petani

menggunakan Alat Pelindung Diri dengan Lengkap.

1.2 Rumudan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah "Bagaimana penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dan

lama waktu penyemprotan dengan gejala keracunan pestisida pada kelompok


tani ngudi buko di desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram

Bagian Barat Tahun 2022 ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui penggunaan APD dan lama waktu

penyemprotan dengan gejala keracunan pestisida pada kelompok tani

sayur ngudi buko di desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram

Bagian Barat Tahun 2022.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui hubungan penggunaan APD dengan gejala

keracunan pestisida pada kelompok tani sayur ngudi buko di desa

Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun

2022.

2) Untuk mengetahui hubungan lama waktu penyemprotan dengan gejala

keracunan pestisida pada kelompok tani sayur ngudi buko di desa

Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun

2022.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dan pengembangan ilmu dan meningkatkan pemahaman

mengenai hubungan penggunanaan APD dan lama waktu penyemprotan

dengan gejala keracunan pestisida pada kelompok tani sayur ngudi buko di
desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun

2022.

1.4.2 Manfaat Praktis

1) Manfaat Bagi Petani

Memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada petani

mengenai masalah kesehatan akibat paparan pestisida, penggunaan

pestisida yang aman, dan mencegah terjadinya risiko keracunan

pestisida pada petani.

2) Manfaat Bagi Petani

Memberikan informasi dan menambah pengetahuan kepada petani

mengenai masalah kesehatan akibat paparan pestisida, penggunaan

pestisida yang aman, dan mencegah terjadinya risiko keracunan

pestisida pada petani

3) Manfaat Bagi Prodi Kesehatan Masyarakat

Dapat menambah kepustakaan dan pengembangan ilmu kesehatan

masyarakat khususnya tentang hubungan penggunaan APD dan lama

waktu penyemprotan dengan gejala keracunan pada petani.

4) Manfaat Bagi Instansi Terkait

Dapat memberikan gambaran tentang paparan pestisida di Desa

Waimital dengan gejala keracunan pestisida pada petani, sehingga

dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan

pencegahan dan pengendalian keracunan pestisida pada petani.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Pestisida

2.1.1 Pengertian Pestisida

Pestisida adalah suatu zat kimia yang digunakan untuk membunuh

hama atau pest. Pestisida adalah bahan kimia yang beracun. Pestisida tidak

saja merupakan racun bagi hama atau tumbuhan pengganggu, tetapi dapat

pula meracuni manusia atau binatang ternak (Ema, 2019).

Keracunan pestisida dapat terjadi pada pemakai dan pekerja yang

berhubungan dengan pestisida misalnya petani, pengecer pestisida, pekerja

gudang pestisida, dan lain-lain. Keracunan tersebut dapat terjadi karena

kontaminasi melalui mulut, saluran pencernaan, kulit, dan pernapasan

Pestisi adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik (mikroba)

dan virus yang digunakan untuk memberantas atau mencagah hama-hama

dan penyakit yang merusak tanam (Pratama, Et al,2021). Keracunan

Pestisida pada manusia dapat bersifat akut, yaitu pestisida masuk ke dalam

tubuh dalam jumlah besar dan segera mengakibatkan hal-hal yang tidak

diinginkan, atau bersifat kronis, yaitu pestisida masuk ke dalam tubuh

manusia sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama dan

terakumulasi dalam tubuh dan akan menimbulkan hal-hal yang tidak

diharapkan. Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI

No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran

Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau

bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa
tujuan berikut : Memberantas atau mencegah hama danpenyakit yang

merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian,

memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan

yang tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman

atau bagian-bagian tanaman (tetapi tidak termasuk golongan pupuk).

2.1.2 Klasifikasi Pestisida

2.1.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Organisme Pengganggu Tanaman

Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 7 Tahun 2007, Kelompok

pestisida yang sering digunakan oleh petani berdasarkan organisme

pengganggu tanaman, yaitu:

Tabel 2.1
Pestisida Berdasarkan Organisme Pengganggu Tanaman
OPT
Jenis Pestisida Contoh
Sasarannya
Inseptisida Serengga Bacillus thuringensis, diafentiuron.
Karbofuran, profenofos, siromazin,
meditation, sipermentrin
Akarisida Tungau Heksatiazok, akrinokrin, dikovol.
Moluskisida Siput Metaldehida.
Rodenitisida Tikus Komaklor, tetrail, brofakum,
klorofasinon
Fungisida Jamur Thiram, mankozeb, difenokonazol,
metalaksil
Bakterisida Bakteri Streptomizin, tetrasiklin, oksitetrasiklin
Nematode Nematode Oksamil, etrefos, natrium metham.
Herbisida Gulma/tamanam Piperofos, diuron, bromasil, butaklor,
pengganggu glifosat, atrazine, sinosulfuron, ametrin
Sumber permentan : No. 7, 2007.
Klasifikasi menurut organ targetnya yaitu (Soemirat, 2016)

Tabel 2.2
Pestisida berdasarkan organ targetnya
Jenis Pestidida Fungsinya
Insektisida Membunuh atau mengendalikan serangga
Herbisida Membunuh gulma
Fungisida Membenuh jamur atau cendawa
Algasida Membunuh alga
Avisida Membunuh burung serta pengontrol populasi burung
Akarisida Membunuh tungau atau kutu
Bakterisida Membunuh bakteri
Larvasida Membunuh larva
Molukisida Membunuh siput
Nematisida Membunuh cacing
Ovisida Membunuh telur
Pedukulisida Membunuh kutu atau tuma
Piscisida Membunuh ikan
Rodentisida Membunuh binatang pengerat
Predisida Membunuh pemangsa atau predator
Termisida Membunuh rayap

2.1.2.2 Klasifikasi berdasarkan struktur kimia

Klasifikasi berdasarkan struktur kimia Berikut ini adalah jenis

klasifikasi pestisida berdasarkan struktur kimia atau kandungan zat kimia:

1) Golongan Organoklorin

Organoklorin atau disebut Chlorinated Hydrocarbonterdiri dari

beberapakelompok yang diklasifikasikanmenurut struktur kimianya.

Yang paling populer danpertama kali disintesis adalah dikloro difenil

trikloroetan atau DDT (Priyanto, 2017). DDT dipergunakan

karenatoksisitas akutnya relatif rendah dan mampu bertahan lama 10

dalam lingkungan sehingga tidak perlu disemprotkan berulang kali

(Sambel, 2017).

Insektisida golongan organoklorin merupakan insektisida yang

bekerja secara akut karena bekerja menyerang sistem saraf pusat.


Insektisida ini bekerja dengan cara mengganggu ion natrium/kalium

dari serat saraf, yang mendorong sel saraf untuk menghantarkan pesan

secara terus menerus (Hasibuan, 2015). Secara umum, insektisida

organoklorin dibagi menjadi tiga kelompok yaitu DDT dan analognya,

benzen heksaklorida (BHC), senyawa siklodian.

Gambar 2.1 Struktur Kimia dari DDT dan Dieldrin


Sumber : https://i0.wp.com/rumushitung.com/wp content/uploads/2017/02/gambar
struktur-ddt.jpg?ssl=1 &
https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/dirtydozen/view?slug=dieldrin

Senyawa organoklorin masuk kedalam tubuh melalui udara

pernapasan (inhalasi), saluran pencernaan, dan absorbsi melalui kulit.

Senyawa ini memiliki kemampuan yang cukup kuat untuk menembus

membran sel dan tersimpan di dalam jaringan lemak tubuh. Karena

sifat lipotropiknya, senyawa ini tersimpan di dalam sel-sel tubuh yang

banyak mengandung lemak, seperti pada hati, otot jantung, susunan

saraf pusat, dan ginjal. Senyawa organoklorin merusak fungsi dari

sistem enzim dan menghambat aktivitas dari biokimia sel (Ferdi,

2019).

Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan,

walaupun komponen kimia ini sudah disintesis sejak tahun 1874.

Tetapi pada dasarnya pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin

dan pada otak. Saraf sensorik dan serabut saraf motorik serta kortek

motorik adalah merupakan target toksisitas tersebut. Dilain pihak bila


terjadi efek keracunan perubahan patologiknya tidaklah nyata. Bila

seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat menyebabkan

keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan

LD50 untuk manusia adalah 300 500 mg/Kg. DDT dihentikan

penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi penggunaannya masih

berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai

sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada

intoksikasi DDT adalah sebagai berikut: Nausea, vomitus, paresthesis

pada lidah, bibir dan muka, iritabilitas, tremor, convulsi, koma,

kegagalan pernafasan, kematian (Achmadn 2014).

2) Golongan Organofosfat

Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal

perang dunia ke II Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf dan

sebagai insektisida. Pada awal sintesisnya12 diproduksi senyawa

tetraethyl pyrophosphate (TEPP), paration, dan schordan yang sangat

efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia

(Priyanto, 2017).

Dibawa ini adalah contoh insektisida organofosfat berserta struktur

kimianya:

TEPP Paration

Malation Sarin
Gambar 2.2 Struktur Kimia dari TEPP, Paration,Malation, dan Sarin
Sumber : Priyanto 2017
Organofosfat adalah pestisida yang paling umum digunakan

oleh setidaknya 72,96% dari pekerja pertanian (Vikkey et al., 2017).

Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis

insektisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang.

Insektisida organofosfat juga dikenal dengan istilah insektisida

antikolinesterase, karena sifatnya yang dapat menghambat enzim

cholinesterase (AChE) pada sel saraf. Kolinesterase adalah enzim yang

berfungsi agar asetilkolin terhidrolisis menjadi asetat dan kolin.

Penghambatan kerja enzim terjadi karena organofosfat melakukan

fosforilasi enzim tersebut menjadi bentuk komponen yang stabil,

sehingga asetilkolin tidak dapat terurai dalam postsinaptik.

Pada saat enzim dihambat, jumlah asetilkolin meningkat dan

berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf

pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala

keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh dan

berakumulasi pada persimpangan-persimpangan saraf yang disebabkan

oleh aktivitas kolinesterase sehingga menghalangi penyampaian

rangsangan saraf kelenjar dan otot-otot (Hasibuan, 2012).

Terdapat tanda-tanda dari dua jenis keracunan yang ditimbulkan

berkaitan dengan stimulasi kolinergik yang berlebihan, diantaranya

tanda-tanda klinis dari keracunan akut dan keracunan kronis. Gejala

keracunan akut seperti kelelahan, mual, sakit kepala, diare, muntah-

muntah, berkeringat banyak, salivasi, penglihatan kabur, cemas, gagal

napas dan gagal jantung. Gejala keracunan kronis perti penurunan


aktivitas enzim kolinesterase di plasma, gangguan sel darah merah, dan

gangguan organ dan jaringan tubuh (Achmadi, 2014).

3) Golongan Karbamat

Pestisida golongan karbamat berkembang setelah organofosfat.

Pestisida golongan ini biasanya memiliki daya toksisitas yang lebih

rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan golongan organofosfat,

tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta (Priyanto, 2017).

Pestisida golongan karbamat ini menyebabkan karbamilasi dari enzim

avetilkolinesterase jaringan dan menimbulkan akumulasi asetilkolin

pada sambungan kolinergik neuroefektor dan pada sambungan acetal

muscle myoneural dan dalam autonom ic ganglion, racun ini juga

mengganggu sistem saraf pusat.

Fisostigmin

Cabril Temik
Gambar 2.3 Struktur Kimia dari Fisostigmin, Cabril, dan Temik
Sumber : Priyanto 2017

Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah sama dengan

organofosfat, dimana enzim AChE dihambat dan mengalami

karbamilasi. Keracunan pestisida mengakibatkan munculnya gejala

adanya gangguan terhadap fungsi enzim asetilkolinesterase yaitu efek

muskarinik dan efek nikotinik. Efek muskarinik adalah keluarnya

keringat dalam jumlah berlebih, kram perut, muntah-muntah dan diare,


serta bradikardi. Sementara itu, efek nikotinik memiliki gejala seperti

tubuh lemas, peningkatan nadi dan denyut jantung, kram, rasa cemas

dan gelisah, dan terjadi penurunan tekanan darah.

Insektisida golongan karbamat merupakan racun syaraf yang

bekerja dengan cara menghambat kolinesterase. Jika pada

organopospat hambatan bersifat irreversible ( tidak bisa dipulihkan ),

pada karbamat hambatan tersebut bersifat reversible (bisa dipulihkan)

(Djojosumarto. 2015). Insektisida dari kelas ini antara lain adalah

karbaril (Sevin), aldikarb (Temik), karbofuran metomil, dan

propoksur (Baygon).

Mekanisme toksisitas dari insektisida karbamat adalah sama

dengan organofosfat, yaitu penghambatan cara kerja enzim AChE

sehingga mengalami karbamilasi. Sama halnya dengan insektisida

organofosfat, karbamat bekerja dengan mengikat enzim

asetilkolinesterase yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin. Dengan

terikatnya enzim asetilkolinesterase mengakibatkan terjadinya

penumpukan asetilkolin. Akibatnya adalah impuls saraf akan

terstimulasi secara terus menerus yang mengakibatkan terjadinya

gejala 16 tremor atau gemetar dan gerakan tidak terkendali lainnya

(Hasibuan, 2015).

4) Golongan Piretroid

Insektisida dari kelompok piretroid merupakan insektisida

sintetik yang merupakan tiruan atau analog dari piretrum. Piretrum

yaitu kumpulan senyawa yang di ekstrak dari bunga krisan (Hasibuan,


2012). Beberapa piretroid memiliki efek sebagai racun kontak yang

sangat kuat salah satunya yaitu deltametrin. Senyawa-senyawa yang

fotostabil seperti sipermetrin juga bertindak sebagai racun perut.

Semua piretroid merupakan racun yang memengaruhi saraf serangga

(racun saraf) dengan berbagai macam cara kerja pada susunan saraf

sentral.

5) Golongan Urea

Insektisida ini merupakan kelompok yang relatif baru tetapi

merupakan kelompok yang cukup besar. Golongan urea merupakan

golongan yang cukup ramah lingkungan karena sifatnya yang cukup

selektif. Insektisida Urea bekerja dengan cara menghambat sintesis

kitin. Herbisida urea bersifat sistemik, terutama diserap melalui akar.

Urea bekerja memengaruhi fotosintesis tumbuhan dengan cara

menghambat transpor elektron pada fotosistem (Djojosumarto, 2015).

6) Golongan Triazol

Fungisida triazol memiliki efek fitotonik, seperti menghijaukan

daun. Triazol merupakan kelas fungisida yang memiliki anggota sangat

banyak. Salah satu anggota triazol yaitu difenokonazol. Difenokonazol

bersifat sistemik, diserap lewat daun, ditransportasikan secara

akropetal, dan memiliki efek translaminar yang sangat kuat. Golongan

ini digunakan untuk pengendalian penyakit pada tanaman buah-

buahan, sayuran, dan biji-bijian termasuk padi (Djojosumarto, 2015).


7) Golongan Fenoksi

Kelompok fenoksi atau juga sering disebut kelompok

aryloxyalcanoic acid. Kelompok ini bekerja sebagai hormon pengatur

tumbuh, oleh karena itu kelompok ini sering disebut sebagai kelompok

hormon tumbuhan atau kelompok synthetic auxin (Djojosumarto,

2015).

8) Golongan Fenil-Pirazol

Fenilpirazol atau fipronil merupakan racun saraf yang bekerja

dengan cara memblokir saluran klorida yang diregulasi oleh GABA.

Serangga yang sudah resisten terhadap piretroid, siklodien,

organofosfat, dan karbamat dapat dipecahkan senyawa ini. Fipronil

bersifat racun kontak dan racun perut dan digolongkan ke dalam racun

non-sistemik (Djojosumarto, 2015).

2.1.2.3 Klasifikasi Berdasarkan Toksisitas

Menurut Priyanto (2017) berdasarkan toksisitasnya,pestisida dibagi

menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut:

1. Berdasarkan toksisitas Oral

1) Aktivitas beracunnya tinggi, LDso kurang dari 50 mg/kg bb

2) Tinggi, LDso 50-200 mg/kg bb

3) Moderat, LDso 200-1000 mg/kg bb

4) Ringan, LDso lebih dari 1000 mg/kg bb

2. Berdasarkan toksisitas Dermal

1) Tinggi, LDso kurang dari 300 mg/kg bb

2) Toksik, LD50 300-1000 mg/kg bb


3) Ringan, LD so lebih dari 1000 mg/kg bb

3. Toksisitas berdasarkan volatilitasnya (Inhalasi)

1) Sangat berbahaya jika konsentrasi saturasi lebih besar dari pada

konsentrasi toksik.

2) Berbahaya jika konsentrasi saturasi lebih besar dari pada

konsentrasi ambang.

3) Sedikit berbahaya jika konsentrasi saturasi tidak menimbulkan efek

toksik.

4. Berdasarkan stabilitasnya

1) Sangat stabil jika dekomposisi menjadi senyawa non toksik lebih

dari 2 tahun

2) Stabil jika dekomposisi menjadi senyawa non toksik 6 bulan

sampai 2 tahun.

2.1.3 Jalan Masuk Pestisida Dalam Tubuh Manusia

2.1.3.1 Melalui Kulit

Kulit merupakan jalur pemaparan yang paling umum dari suatu zat.

Zat kimia lebih banyak diabsorbsi melalui kulit yang rusak atau tergores

dari pada melalui kulit yang utuh. Begitu menembus kulit zat tersebut akan

memasuki aliran darah dan terbawa ke seluruh bagian tubuh (WHO,

2018).

Menurut Achmadi (2014), Masuknya pestisida melalui permukaan

kulit merupakan hal yang paling sering terjadi. Apabila permukaan kulit

terkena pestisida, makapestisida akan segera terserap ke dalam tubuh


melalui pori pori kulit serta akan lebih mudah lagi jika terdapat luka pada

kulit tersebut.

Menurut Purwasih (2014), Lewat kulit Pestisida yang menempel di

permukaan kulit bisa meresap masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan

keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang

paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan

keracunan akut. Lebih dari 90% kasus kasus keracunan di seluruh dunia

disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.

2.1.3.2 Melalui Inhalasi

Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot terisap

lewat hidung merupakan kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit.

Gas dan partikel semprotan yang sangat halus bisa masuk ke dalam paru-

paru, misalnya kabut asap dari fogging, aerosol, serta partikel atau butiran

yang lebih kecil dari 10 mikron. Sementara partikel yang lebih besar akan

menempel di selaput lendir hidung atau di tenggorok. Partikel pestisida

yang masuk ke dalam paru-paru bisa menimbulkan gangguan fungsi paru-

paru (Djojosumarto, 2008). Akibatnya jaringan paru yang sangat tipis

memungkinkan aliran langsung bukan hanya oksigen tetapi berbagai jenis

zat kimia lain dalam darah (WHO, 2018). Partikel yang menempel di

selaput lendir dan kerongkonganakan masuk ke dalam tubuh lewat kulit

hidung dan mulutbagian dalam dan atau menimbulkan gangguan pada

selaput lendir itu sendiri (iritasi).


2.1.3.3 Melalui Mulut

Menurut Achmadi (2014), melalui pencernaan racun dapat

diabsorpsi sejak berada di mulut, kerongkongan, hingga usus halus,

bahkan usus besar dan rectum. Sistem pencernaan juga merupakan tempat

masuk berbagai bahan dari luar tubuh dalam jumlah sedikit dan dalam

waktu lama. Jadi bisa disimpulkan, pencernaan adalah tempat terpenting

dalam persoalan penyerapan bahan beracun. Proses masuknya pestisida

dapat melalui makanan dan minuman yang terpapar pestisida, atau

disebabkan karena tangan petani yang masih terkena pestisida langsung

digunakan untuk makan. Namun,peristiwa tersebut tidak sering terjadi.

2.1.4 Gejala Keracunan

Pestisida masuk dalam tubuh manusia bisa dengan cara sedikit

demi sedikit dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat

racun akut bila jumlah pestisida yang masuk dalam jumlah yang cukup.

Penderita racun akut bisa mengalami kematian. Penderita racun kronis

biasanya tidak mempedulikan gejala keracunan di tubuhnya beberapa jam

setelah menyiapkan dan menggunakan pestisda Bahkan menggunakannya

(Wudianto, 1997).

Beberapa hari setelah gejala umum keracunan pestisida menurut

Djojosumarto (2015) adalah sebagai berikut :

1. Tanda dan Gejala Pada Mata

Jika terkena (kontak langsung) dengan pestisida, mata bisa berwarna

merah, serta terasa gatal, sakit dan keluar air mata. Pada keracunan

oral, pupil mata juga bisa menunjukkan tanda tanda midriasis atau
miosis. Miosis (pupil mata mengecil) merupakan gejala keracunan

organofosfat atau karbamat meskipun dalam kasus keracunan ringan

gejala tersebut tidak nampak nyata. Midriasis (Pembesaran pupil mata

berlebihan) merupakan tanda keracunan hidrokarbon berklor.

2. Keluar Air Liur dan Berkeringat Berlebihan

Keluarnya air liur dan keringat berlebihan merupakan reaksi dari

stimulasi saraf parasimpatetik dan sering tampak pada gejala

keracunan organofosfat, karbamat serta nikotin sulfat. Jika gejala yang

terjadi hanya keluar keringat berlebihan(tanpa keluar air liur)

menunjukkan kemungkinan keracunan PCP.

3. Gemetar dan Kejang

Keracunan organofosfat dan karbamat sering menunjukkan gejala

badan gemetar. Sementara kejang-kejang bisa disebabkan oleh

hidrokarbon berklor serta organofluor.

4. Aritmia

Aritmia adalah irama detak jantung yang tidak teratur. Aritmia sering

menjadi tanda dan gejala keracunan organofluor.

5. Batuk-batuk

Batuk-batuk terjadi jika pestisida masuk ke dalam saluran pernapasan

(bronkhi) atau jika pestisida memengaruhi lever (hati). Keracunan

organoklor, organosulfur, klorpikrin atau metilbromida bisa

menimbulkan gejala-gejala tersebut.

6. Mual dan muntah

7. Pusing
8. Sering buang air kecil

2.1.5 Mekanisme Keracunan Pestisida

2.1.5.1 Farmakokinetik

Farmakokinetik mempelajari pergerakan zat racun (xenobiotik) di

dalam tubuh organisme, mulai dari portal entri (imist), absorbsi, distribusi,

metabolisme, dan ekskresi. Portal entri adalah pintu masuknya xenobiotik

ke dalam tubuh organisme. Jumlah yang betul-betul masuk ke dalam tubuh

disebut dosis. Beberapa portal entri yang penting antara lain oral, inhalasi,

dermal, dan parenteral. Absorbsi sangat ditentukan oleh portal entri, daya

larut, sifat kimia-fisika zat, konsentrasi, luas area kontak, dan kondisi

sirkulasi dalam tubuh. Absorbsi dapat terjadi karena adanya berbagai

mekanisme dalam tubuh yang memungkinkan terjadinya transpor racun

dari satu tempat ke tempat yang lain, yaitu mekanisme difusi (pasif), difusi

katalitis, dan transpor aktif. Setelah terjadi absorbsi selanjutnya adalah

proses distribusi xenobiotik ke berbagai organ tubuh. Distribusi ditentukan

oleh afinitas xenobiotik terhadap organ dan spesifitas. Distribusi akan

berjalan cepat apabila xenobiotik dapat memasuki peredaran darah.

Distribusi akan mentranspor racun ke organ target ataupun seluruh tubuh,

tergantung sifat kimia-fisika racun dan reaksi tubuh terhadapnya

(Soemirat, 2016).

Semua racun yang memasuki tubuh akan mengalami perlakuan

tertentu, atau mengalami proses metabolisme Metabolisme merupakan:

transformasi xenobiotik akibat proses seluler. Metabolisme zat tersebut

dalam tubuh terdiri detoksikasi, hidrolisis, atas berbagai proses, seperti


reduksi, oksidasi, dan/atau konjugasi. Akibat dari proses metabolisme

adalah zat tersebut diakumulasi/disimpan, dikeluarkan dengan atau tanpa

transformasi, atau mengalami perubahan biokimia. Toksikan dapat

dikeluarkan dengan cepat atau perlahan. Mereka dikeluarkan dalam bentuk

asal, sebagai metabolit, dan/atau sebagai konjugat. Jalur utama ekskresi

adalah urin, tetapi hati dan paru-paru juga merupakan jalur ekskresi yang

penting untuk zat kimia jenis tertentu (WHO, 2018).

2.1.5.2 Farmakodinamik

Farmakodinamik mempelajari efek biologis dari xenobiotik yang

masuk ke dalam tubuh beserta mekanisme kerja zat tersebut di dalam

tubuh. Efek biologis merupakan resultant akhir dari sejumlah proses yang

sangat kompleks, yakni interaksi antara fungsi homeostatisnya dengan

xenobiotik (Soemirat, 2005). Efek toksik pestisida sangat tergantung pada

banyak faktor, yang terpenting adalah dosis. Dosis menunjukan berapa

banyak dan berapa sering suatu zat masuk ke dalam tubuh. Hal tersebut

akan menghasilkan 2 jenis toksisitas, yaitu akut dan kronis.

2.2 Tinjauan Umum Tentang APD

2.2.1 Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri atau di singkat APD adalah suatu alat yang

mempunyai kemampuan untuk orang yang melindungi seseorang yang

fungsinya megisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di

tempat kerja ( Permenaker no 8 tahun 2010).

Penggunaan alat pelindung diri seringkali dianggap tidak penting

ataupun remeh oleh para pekerja, terutama pada pekerja yang bekerja pada
area yang berbahaya. Padahal penggunan alat pelindung diri sangat

penting dan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesehatan kerja pada

pekerja. Kedislipinan para pekerja dalam menggunakan alat pelindung diri

tergolong masih rendah sehingga resiko terjadinya kecelakaan kerja yang

dapat membahayakan pekerja ( Permenaker no 8 tahun 2010).

Pada dasarnya semua peraturan dan ketentuan keselamatan dan

kesehatan kerja telah di terapkan oleh perusahaan. Bahkan safety talk dan

pelatihan mengenai keselamatan kerja seringkali di berikan oleh

perusahaan untuk memberikan pengenalan mengenai keselamatan dan

kesehatan kerja bagi para pekerja. Namun usaha tersebut masih menjadi

suatu hal yangdikesampingkan pekerja untuk di terapkan pada saat bekerja

( Permenaker no 8 tahun 2010).

Pemakaian alat pelindung diri yang masih kurang di terapkan

dengan baik oleh para pekerja di sebabkan kerena beberapa faktor, salah

satunya yaitu

Pemakaian alat pelindung diri yang masih kurang di terapkan

dengan baik oleh para pekerja di sebabkan kerena beberapa faktor, salah

satunya yaitu pengawasan yang kurang ketat oleh pihak manajemen

perusahaan terutama dalam penggunaan alat pelindung diri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No

8 Tahun 2010 Tentang Alat Pelindung Diri.

Dalam Peraturan Menteri ini yang di maksudkan dengan :

Alat Pelindung Diri selanjutnya di singkat ( APD ) adalah suatu alat

yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya


mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat

kerja.

Pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja / buruh di tempat

kerja. APD sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) harus sesuai dengan

Standar Nasional Indonesia ( SNI ) atau standar yang berlaku. APD

sebagaimana di maksud pada ayat 1 wajib di berikan oleh pengusaha

secara cuma-cuma.

APD sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 meliputi :

a. Pelindung kepala.

b. Pelindung mata dan muka,

c. Pelindung telingan,

d. Pelindung pernapasan beserta perlengkapannya,

e. Pelindung tangan, dan / atau,

f. Pelindung kaki.

Jenis dan fungsi APD yang di maksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

1) APD wajib di gunakan di kerja di mana.

a. Dibuat, dicoba, dipakai atau digunakan untuk mesin, pesawat, alat

perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya dapat menimbulkan

kecelakaan, kebakaran, atau peledakan.

b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau

disimpan bahan atau barang yang dapat meledak mudah terbakar,

korosif, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi atau bersuhu

rendah.
c. Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan pembersihan atau

pembokaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk perairan,

saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagiannya atau di mana

di lakukan pekerjaan persiapan.

d. Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukuan hutan, pengerjaan

hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan perikanan,

dan lapangan kesehatan.

e. Dilakukan usaha perkembangan dan pengolahan batu-batuan, gas,

minyak, panas bumi, atau mineral lainnya, baik di permukaan, di

dalam bumi maupun di dasar perairan.

f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang, atau manusia, baik di

daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di

udara.

g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga,

dok, stasiun, bandar udara dan gudang.

h. Dilakukan penyelamat, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalan

air.

i. Dilakukan pekerjaan pada ketinggian di atas permukaan tanah atau

perairan.

j. Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi

atau rendah.

k. Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,

kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh, atau terperosok, hanyut

atau terpelanting.
l. Dilakukan pekerjaan dalam ruang terbatas tangki, sumur, atau lubang.

m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembapan, debu, kotoran, api, asap,

gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.

n. Dilalukan pembuangan atau pemusnaan sampah atau limbah.

o. Dilakukan pemancaran, penyiaran, atau penerimaan telekomunikasi

radio, radar, televisi, atau telepon.

p. Dilakukan pendidikan pembinaan, percobaan, penyelidikan, atau riset

yang menggunakan alat teknis.

q. Dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dicampur, dibagi-

bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak, atau air, dan,

r. Diselenggarakan rekreasi yang memakai peralatan, instalasi listrik atau

mekanik.

s. Pegawai pengawas ketenaga kerjaan atau ahli Keselamatan dan

kesehatan kerja dapat mewajibkan penggunaan APD di tempat kerja

selain sebagai mana di maksud pada ayat (1).

Pengusaha atau pengurus wajib mengumumkan secara tertulis dan

memasang rambu-rambu mengenai kewajiban penggunaan APD di tempat

kerja.

a. Pekerja / buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib

memakai atau menggunakan APD sesuai potensi bahaya dan resiko.

b. Pekerja / buruh berhak menyatakan keberatan untuk melakukan

pekerjaan apabila APD yang di sediakan tidak memenuhi ketentuan

dan persyaratan.
Manajemen di tempat tempat kerja.

Pengusaha atau pengurus wajib melaksanakan manajemen APD di tempat

kerja. Manajemen APD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD.

b. Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahan dan kebutuhan /

kenyamanan pekerja / buruh.

c. Pelatihan.

d. Penggunaan, perwatan, dan penyimpanan.

e. Penatalaksanaan pembangunan atau pemusnahan.

f. Pembinaan.

g. Inspeksi, dan

h. Evaluasi dan pelaporan.

The American Medical Association dalam Pudjowati ( 2009 )

menyatakan bahwa tujuan dasar dari keselamatan dan kesehatan kerja

adalah:

a. Melindungi pekerja dari bahaya-bahaya keselamatan dan kesehatan

kerja di tempat kerja.

b. Dalam prakteknya sejauh mungkin melindungi lingkungan masyarakat

sekitar.

c. Menyediakan tempat yang aman baik secara fisik, mental, dan

emosional pekerja dalam bekerja tanpa membahayakan keselamatan

dan kesehatan kerja.

d. Mendapatkan perawatan medis yang lebih baik dan rehabilitasi bagi

mereka.
e. Mengadakan pengukuran dan pemeliharaan kesehatan perorangan

termasuk memperoleh dokter pribadi dimana pun bila mungkin.

2.2.2 Syarat-Syarat Alat Pelindung Diri (APD)

Pemilihan APD yang handal secara cermat adalah merupakan

persyaratan yang mutlak yang sangat mendasar. Pemakaian APD yang

tidak tepat dapat mencelakakan tenaga kerja yang memakainya karena

mereka tidak terlindungi dari bahaya potensi yang dimana mereka

terpapar. Oleh karena itu agar dapat memilih APD yang tepat maka

perusahaan harus mampu mengidentifikasi bahaya potensi yang ada

khususnya yang tidak dapat di hilangkan ataupun dikendalikan, serta

memahami dasar kerja setiap jenis APD yang akan di gunakan di tempat

kerja dimana bahaya potensi tersebut ada.

A. Kelengkapan Alat Pelindung Diri ( APD )

Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, hal ini

tertulis dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerjaan Transmigrasi No.Per

08/Men/VII/2017 tentang pelindung diri ( APD ) adapun bentuk dari alat

tersebut adalah :

1. Helem ( Safety Helmet )

Berfungsi sebagai pelindung kepala dari benda yang bisa mengenai

kepala secara langsung.

a. Menyediakan tempat yang aman baik secara fisik, mental, dan

emosional pekerja dalam bekerja tanpa membahayakan keselamatan

dan kesehatan kerja.


b. Mendapatkan perawatan medis yang lebih baik dan rehabilitasi bagi

mereka.

c. Mengadakan pengukuran dan pemeliharaan kesehatan perorangan

termasuk memperoleh dokter pribadi dimana pun bila mungkin.

2. Sabuk keselamatan ( Safety belt )

Berfungsi sebagai alat pengaman ketika menggunakan alat transportasi

ataupun peralatan lain yang serupa ( mobil, pesawat, alat berat, dan

lain-lain ).

3. Sepatu karet ( Safety boot )

Berfungsi sebagai alat pengaman saat bekerja di tempat yang becek

ataupun berlumpur. Kebayakan di lapisi dengan metal untuk

melindungi kaki dari benda tajam atau berat, benda panas, cairan

kimia, dan sebagainya.

4. Sepatu pelindung ( Safety shoes )

Seperti sepatu biasa, tapi dari bahan kulit dilapisi metal dengan sol dari

karet tebal dan kuat, berfunsi untuk mencegah kecelakaan fatal yang

menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau berat, benda panas,

cairan kimia dan sebagainya.

5. Sarung tangan ( Safety Gloves )

Berfungsi sebagai alat pelindung tangan pada saat bekerja di tempat

atau situasi yang dapat mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan

bentuk sarung di sesuaikan dengan fungsi masing-masing pekerjaan.


6. Tali pengaman ( Safery Harmees )

Berfungsi sebagai pengaman saat bekerja di ketinggian. Diwajibkan

menggunakan alat ini di ketinggian > 1,8 meter.

7. Penutup Telingan (Ear Plug / Ear Muff )

Berfungsi sebagai pelindung telingan pada saat bekerja di tempat yang

bising.

8. Kaca mata pengaman ( Safety Glasses )

Berfungsi sebagai pelindung mata ketika bekerja.

9. Masker ( Respirator )

Berfungsi sebagai penyaring udara yang di hirup saat bekerja di tempat

dengan kualitas udara buruk ( misalnya berdebu, beracun, dan

sebagainya)

10. Pelindung wajah ( Face Shield )

Berfungsi sebagai pelindung wajah dari percikan benda asing saat

bekerja ( misalnya pekerjaan mengerinda ).

11. Jas hujan ( Rain Coat )

Berfungsi melindungi diri dari percikan air saat bekerja ( misalnya

bekerja pada waktu hujan atau sedang mencuci alat ).

2.2.3 Penggunaan APD

Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat melalui berbagai cara, antara

lain melalui pernafasan atau penetrasi kulit. Oleh karena itu cara-cara yang

paling baik untuk mencegah terjadinya keracunan adalah memberikan

perlindungan pada bagian-bagian tersebut. Peralatan untuk melindungi

bagian tubuh daripemaparan pestisida pada saat melakukan penyemprotan


disebut alar pelindung diri, atau biasa juga disebut alat proteksi.

Berdasarkan penelitian oleh Vikkey et al. (2017) di Nigeria mengatakan

bahwa penggunaan APD adalah salah satu faktor risiko keracunan pada

petani. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Istianah & Yuniastuti (2017)

menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan APD petani

penyemprot dengan kejadian keracunan akibat pestisida pada petani di

Kecamatan Sirampog.

2.2.4 Adapun Jenis Alat Pelindung

Jenis alat pelindung diri adalah (Djojosumarto, 2015) :

a. Alat pelindung kepala, topi atau helm.

b. Alat pelindung mata, kacamata diperlukan untuk melindungi mata dari

percikan, partikel melayang, gas-gas, uap, debu yang berasal dari

pemaparan. pestisida.

c. Alat pelindung pernapasan adalah alat yang digunakan untuk

melindungi pernafasan dari kontaminan yang berbentuk gas, uap,

maupun partikel zat padat.

d. Pakaian pelindung, dikenakan untuk melindungi tubuh dari percikan

bahan kimia yang membahayakan.

e. Alat pelindung tangan, alat pelindung ini biasanya berbentuk sarung

tangan yang dapat dibedakan menjadi sarung tangan biasa (gloves),

sarung tangan yang dilapisi plat logam (granlets), sarung tangan empat

jari pemakainya terbungkus menjadi satu, kecuali ibu jari yang

mempunyai pembungkus sendiri. Dalam hal sarung tangan, yang perlu

diperhatikan pada penggunannya bagi para penyemprot adalah agar


terbuat dari bahan yang kedap air serta tidak bereaksi dengan bahan

kimia yang terkandung dalam pestisida.

f. Alat pelindung kaki, biasanya berbentuk sepatu dengan bagian atas

yang panjang sampai di bawah. lutut, terbuat dari bahan yang kedap

air, tahan terhadap asam, basa atau bahan korosif lainnya.

2.3 Tinjauan Umum Tetang Lama Waktu Penyemprotan

2.3.1 Lama Waktu Penyemprotan

Lama Penyemprotan Lama penyemprotan adalah lama waktu petani

menyemprot tanaman menggunakan pestisida dalam satuan jam setiap

harinya. Lama penyemprotan merupakan lama kerja per hari. Seseorang

tidak bolehmelakukan penyemprotan lebih dari 2 jam karena semakin lama

melakukan penyemprotan maka akan semakin tinggi intensitas pemaparan

yang terjadi (Sungkawa, 2014).

Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakin tinggi

pula risiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai

dengan ketentuan. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat kontak dengan

pestisida maksimal 5 jam perhari. Makin lama bekerja maka akan semakin

bertambah jumlah pestisida yang terabsorbsi dan mengakibatkan

menurunnya aktivitas cholinesterase (Mahyuni, 2015).

Jika lama penyemprotan petani masih dalam batas aman 1-3 jam

maka keracunan akibat pestisida bisa dikurangi. Biasanya, gejala

keracunan pestisida muncul setelah empat jam terpapar, tetapi dapat

muncul setelah 12 jam. Semakin lama petani terpapar dengan pestisida


maka akan semakin besar pula risiko petani mengalami keracunan

(Prasetya dkk, 2012).

2.4 Tinjauan Umum Tentang Petani

2.4.1 Pengertian Petani

Petani sebagai pengelola usaha tani berarti ia harus mengambil

berbagai keputusan di dalam memanfaatkan lahan yang dimiliki atau

disewa dari petani lainnya untuk kesejahteraan hidup keluarganya. Petani

yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang bercocok tanam dari hasil

bumi atau pemeliharaan ternak dengan tujuan untuk memperoleh

kehidupan dari kegiatan tersebut. Apabila ada orang yang mengaku petani

yang menyimpang dari pengertian tersebut, dapat dikatakan bukan petani.

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya

dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk

menumbuhkan dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan

lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut

untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Petani

padi dapat dibedakan berdasarkan :

1. Petani pemilik penggarap ialah petani yang memiliki lahan usaha

sendiri serta lahannya tersebut diusahakan atau digarap sendiri.

2. Petani penyewa ialah petani yang menggarap tanah orang lain atau

petani lain dengan status sewa.

3. Petani penyakap (penggarap) ialah petani yang menggarap tanah milik

petani lain dengan sistem bagi hasil.


4. Petani penggadai adalah petani yang menggarap lahan usaha tani orang

lain dengan sistem gadai.

5. Buruh tani ialah petani pemilik lahan atau tidak memiliki lahan usaha

tani sendiri yang biasa bekerja di lahan usaha tani petani pemilik atau

penyewa dengan mendapat upah, berupa uang atau barang hasil usaha

tani, seperti beras atau makanan lainnya.


2.5 Keaslian Penelitian

Tabel 2.3 Keaslian Penelitian

No Judul/Pengarang Desain Sampel Veriabel Instrumen Analisis Hasil


1 Faktor Yang Berhubungan Cross 52 responden pada Variabel dependen pada kuesioner Univariat Berdasarkan hasil penelitian uji
Dengan Perilaku sectional petani penyemprot penelitian ini adalah statistic menggunakan chi-squere,
Bivariat
Penggunaan Alat Pelindung pestisida di pos UKK perilaku penggunaan analisis yang telah dilakukan oleh
Diri (APD) Pada Petani puskesmas paal merah II Alat pelindung diri peneliti pada 52 responden pada
Penyemprotan Pestisida Di tahun 2021 petani penyemprot pestisida di pos
Variabel Independen
Puskesmas Paal Merah II. UKK puskesmas paal merah II
Penyemprot pestisida di
(Nurul Hasanah, Entianopa) tahun 2021, maka dapat diambil
puskesmas paal Merah
kesimpulan bahwa variabel dapat
II
diambil kesimpulan bahwa variabel
pengetahuan (p-value 0,000), sikap
(p-Value)

2 Peranan keamanan pestisida Kualitaif Metode yang di gunakan Hasil penelitian ini sepaham dengan
di bidang pertanian bagi dalam penelitian ini penelitian yang dilakukan oleh
petani dan lingkungan adalah kualitatif. Tujuan Amelia (2020) menunjukan bahwa
penggunaan metode perbedaan faktor resiko pada
(Tri Prajawahyudo, Fandi
kualitatif berupa uraian- kelompol tinggi dan rendah berupa
K. P. Asiaka, Ellydia
uraian dalam umur rata-rata 53-54 tahun dan 52
Ludang)
menjelaskan beberapa tahun, jenis kelamin perempuan
konsep terkait dengan sebesar 41,2% dan 29,4%.
pemahaman tetang Kurangnya tingkat pengetahuan
pengertian, latar sebesar 70,6% dan 53%,
belakang, dan tujuan penggunaan jenis insektisida
yang mendalam tetang sebesar 70,6% dan 58,8%, cara
suatu fenomena, fakta pencampuran buruk sebesar 53%
dan realita (Rako, 2018) dan 41,2%, intensitas paparan
pestisida > 2 jam sebesar 76,5% dan
64,7%, dan kurangnya penggunaan
APD sebesar 82,4% dan 58,8%.

3 Jenis penelitian yang Deskriptif Berdasarkan hasil laboraturium ini


digunakan adalah penelitian (pedekatan adalah kadar Cholinesterase pada
deskriptif dengan pemeriksaan darah petani masih dalam kategori
pendekatan pemeriksaan laboratorium) yang normal yaitu pada kadar
laboratorium untuk 8,287-12,920U/L untuk usia ≥40
menggambarkan kadar tahun
Cholinesterase darah dan
mengidentifikasi faktor-
faktor penyebabnya
(Saumel Titaley, Gracia V.
Souisa)
38

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diungkapkan dalam kajian

pustaka maka kerangka konsep dalam penelitain ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependent

Penggunaan APD Gejala Keracunan


Lama Waktu Penyemprotan pestisida

keterangan :

: Variabel Independen ( bebas )

: Variabel Dependent ( terikat )

: Garis Penghubung

3.2 Hipotesis

H1 = Ada hubungan penggunaan APD dengan gejala keracunan pestisida pada

kelompok tani sayur ngudi buko di desa Waimital, Kecamatan Kairatu

Kabupaten, Seram Bagian Barat Tahun 2022.

H1 = Ada hubungan lama waktu penyemprotan gejala keracunan pestisida

pada kelompok tani sayur ngudi buko di desa Waimital, Kecamatan Kairatu

Kabupaten, Seram Bagian Barat Tahun 2022.

H0 = Tidak ada hubungan penggunaan APD dengan gejala keracunan

pestisida pada kelompok tani sayur ngudi buko di desa Waimital, Kecamatan

Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2022.


39

H0 = Tidak ada hubungan lama waktu penyemprotan dengan gejala keracunan

pestisida pada kelompok tani sayur ngudi buko di desa Waimital, Kecamatan

Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2022.


40

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan pendekatan Cross sectional

untuk mengetahui penggunaan APD ( Alat Pelindung Diri ) dan lama waktu

penyemprotan dengan gejala keracunan pestisida pada kelompok tani sayur

ngudi buko di desa Waimital, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian.

4.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan di laksanakan di Desa Waimital Kecamatan

Kairatu Kebupaten Seram Bagian Barat

4.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah laksanakan pada bulan 2 Juni - 2 Juli 2022.

4.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2016) yang dimaksut dengan populasi adalah

wilaya generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian

ini menggunakan seluruh petani tani sayur ngudi buko di desa Waimital

yang terdiri dari 40 orang petani.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Arikunto, 2016). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu semua petani sayur ngudi buko, yang terdiri dari 40 orang petani.
41

4.2.3 Sampling

Teknik sampel yang digunakan adalah Total sampling yaitu teknik

pengambilan sampel dimana jumblah sampel sama dengan jumblah

populasi (Nursalam 2011). Pengambilan sampel yang diambil semua

populasi yang ada pada semua petani sayur ngudi buko di desa Waimital.

4.3 Variabel Penelitian

Menurut Soeparto, dalam Nursalam (2013), mengatakan bahwa

yang dimaksud dengan variabel adalah perilaku atau karakteristik

yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia dan

lain-lain).

4.3.1 Variabel Independen

Variabel indepanden adalah variabel bebas yang nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel independen dalam

penelitian ini adalah penggunaan APD dan lama waktu penyemprotan.

4.3.2 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel terikat yang nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah gejala keracunan pestisida.

4.4 Defenisi Operasional

Menurut Nursalam (2013), mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat

diamati (diukur) itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat


42

diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau

pengukuran secara cermat terhadap suatu objek :

Tabel 4.1
Defenisi Operasional variabel independen dan variabel dependen

Variabel Defenisi Opersional Alat Ukur Skala Hasil Ukur


Penggunaan Peralatan untuk me- Lembar Nominal 1. Jika
APD lindungi bagian tubuh observasi responden
dari paparan pestisida menggunakan
pada saat melakukan APD lengkap
penyemprotan dise-but 2. Jika
Alat Pelindung Diri, responden
atau alat pro-teksi, tidak meng-
diantaranya yaitu: gunakan APD
1. Alat pelindung lengkap
kepala (topi),
2. Alat pelindung mata
(kaca mata),
3. Alat pelindung
pernapasan (masker),
4. Alat pelindung
tangan (sarung
tangan),
5. Pakaian pelindung
(baju lengan panjang,
6. Pakaian pelindung
(celana panjang) dan,
7. Alat pelindung kaki
(sepatu boot).
Lama waktu Lama waktu petani Kuesioner 1. 1 – 3 jam
penyemprotan menyemprot tanam Ordinal 2. ˃ 3 jam
menggunakan pestisida
dalam satuan jam setiap
hari.
Gejala Gejalah yang timbul Kuesioner Ordinal 1. Tidak pernah
Keracunan akibat keracunan 2. Gejalah ringan
Pestisida pestisida pada petani (pusing,
umumnya biasa. batuk-batuk,
sakit kepala,
iritasi ringan
43

dan badan
terasa sakit).
3. Gejalah
sedang (mual
dan muntah,
keluar air liur,
pupil mata
mengecil).
4. Gejalah berat
(gemetar dan
kejang).

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah alat atau fasilitas yang digunakan

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya

lebih baik. Dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih

mudah diolah (Arikunto, 2016). Instrumen yang digunakan untuk

pengambilan data pada penelitian adalah lembar observasi, lembar kuesioner.

Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari 3 jenis untuk mengukur variabel

peneliti yaitu :

1) Observasi ditempat penelitian untuk mengetahui penggunaan APD.

2) Kuisioner untuk waktu penyemprotan.

3) Kuisioner untuk gejala keracunan pestisida.

4.6 Jenis Data

4.6.1 Data primer

Data primer dari penelitian ini didapat dari hasil observasi oleh

responden secara langsung pada responden dari tempat penelitian mulai

dari pengembilan surat izin pengambilan data awal di ketua Bidang

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) yang di tujukan


44

ke Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat

surat tersebut di masukkan ke kantor Desa Waimital. Setelah itu penelitih

dari kepala Desa untuk melakukan observasi, wawancaran.

4.6.2 Data sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kantor

Desa Waimital dan dinas pertanian.

4.7 Analisa Data

4.7.1 Analisa Univariat

Menguji univariabel dilakukan untuk mendeskripsikan semua

variabel penelitian baik variabel bebas maupun variabel terikat secara

terpisah dengan membuat tabel distribusi frekuensi meliputi variabel .

Hubungan penggunaan APD dan lam waktu penyemprotan. Umumnya

pada analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap

variable.

4.7.2 Analisa Bivariat

Analisis Bivariabel dilakukan untuk mencari hubungan antara

variabel bebas ( Penggunaan APD dan lama waktu penyemprotan ) dan

variabel terikat ( gejala keracunan pestisida ) dengan menggunakan Uji

Spearmen Rho. Uji korelasi spearmen Rho adalah uji statistic yang di

tujukan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel

berskala ordinal.

4.8 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya

rekomendasi dari pihak institusi atas pihak atas pihak lain dengan mengajukan
45

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian. Setelah mendapatkan

persetujuan barulah peneliti mulai melakukan penelitian dengan

memperhatikan meliputi :

1. Informent Consent

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti

yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat

penelitian. Bila objek menolak maka peneliti akan memaksa kehendak dan

tetap menghormati hak-hak subjek.

2. Anonimity ( tanpa nama )

Untuk menjaga kerahasian peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi lembar tersebut diberi kode.

3. Confidentiality ( kerahasiaan )

Kerahasiaan informasi responden di jamin oleh peneliti dan hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian (

Nursalam, 2011 ).
46

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

5.1.1 Data Demografi

Desa Waimital adalah salah satu desa yang terletak sebelah barat

dari wilayah Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi

Maluku. Desa Waimital ada sejak tahun 1954, dari program transmigrasi

umum. Desa Waimital yang diambil dari kata Wail/Wai yang artinya

Sungai Udang atau sungai yang banyak udangnya. Desa Waimital terkenal

juga dengan sebutan Gemba yaitu nama lampangan terbang pesawat

tempur bangsa Jepang.

Desa Waimital terdiri dari 1 RW dan 5 RT, Dusun Sidodadi yang

terdiri dari 1 RW dan 4 RT, Dusun Waimital yang terdiri dari 1 RW dan 6

RT, Dusun Srimulyo yang terdiri dari 1 RW dan 7 TR. Data mengenai

jumlah penduduk Desa Waimital pada Tahun 2021 yaitu berjumlah 5.223

jiwa yang terdiri dari 1.519 kk. Dengan jumlah penduduk berjnis kelamin

laki-laki 2.619 jiwa dan jumlah pendudukberjenis kelamin perempuan

2.604 jiwa.

5.1.2 Data Geografis

Berdasarkan keadaan Geografis, Luas wilayah Desa Waimital ±

2.000 Ha, yang berada pada ketinggian diatas permukaan laut 0 s/d 300 m

dengan batas wilayah Desa Waimital yaitu :

Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Waimital dan Desa Hatusua.

Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Kairatu dan Desa Uraur.


47

5.1.3 Fasilitas Kesehatan Masyarakat

Fasilitas Kesehatan Masyarakat yang ada di Desa Waimital yaitu

hanya1 Puskesmas Waimital.

5.1.4 Kelompok Tani Masyarakat

1. Makmur 8. Sumber Rezeki 15. Sido Mulyo

2. Profit 9. Jalan Baru 16. Margo Mulyo

3. Sri Maker 10. Sri Karya Baru 17. Sabar Menanti

4. Karya maju 11. Karya Bakti 18. Sri Sedono

5. Sido Rukun 12. Tunas Baru 19. Srimulyo

6. Ngudi Buko 13. Sri Rezeki 1

7. Sido Makmur 14. Sri Rezeki 2

5.2 Hasil Penelitian

5.2.1 Karakteristik Responden

Tabel 5.1
Distribusi kategori Responden kelompok tani Ngudi Buko
berdasarkan umur di Desa Waimital Kecamatan Kairatu
Tahun 2022

Umur Jumlah Persentase


36-45 tahun 8 20.0
46-55 tahun 24 60.0
56-65 tahun 8 20.0
JUMLAH 40 100.0
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan Tabel 5.1 diatas menunjukan bahwa Distribusi umur,

diketahui dari 40 responden terbanyak berusia 46-55 tahun yaitu sebanyak

24 orang (60.0%) dan responden yang paling sedikit yaitu, yang berusia

36-45 tahun 8 orang (20.0%) tahun 2022.


48

Tabel 5.2
Distribusi kategori Responden kelompok tani Ngudi Buko
Berdasarkan Jenis kelamin di Desa Waimital Kecamatan Kairatu
Tahun 2022

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

(%)

Laki-laki 35 87.5

Perempuan 5 12.5

JUMLAH 40 100.0
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan Tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa Distribusi Jenis

Kelamin, diketahui dari 40 responden terbanyak yang berjenis kelamin

laki-laki berjumlah 35 orang (87.5%) dan responden yang sedikit berjenis

kelamin perempuan berjumlah 5 orang (12.5%) tahun 2022.

Tabel 5.3
Distribusi kategori Responden kelompok tani Ngudi Buko
Berdasarkan Pendidikan di Desa Waimital Kecamatan Kairatu
Tahun 2022

Pendidikan Jumlah Persentase


Tidak Sekolah 1 2.5
SD 15 37.5
SMP 22 55.0
SMA 2 5.0
JUMLAH 40 100.0
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa Distribusi

Pendidikan responden, diketahui dari 40 responden dengan pendidikan

terbanyak SMP yang berjumlah 22 orang (55.0%) dan responden dengan

pendidikan yang paling sedikit Tidak sekolah berjumlah 1 orang (2.5%)

tahun 2022 .
49

5.2.2 Analisa Univariat

Analisa univariat dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Lama Waktu

Penyemprotan dengan Gejalah Keracunan Pestisida Pada Kelompok Tani

Ngudi Buko di Desa Waimital Kecamatan Kairatu.

Tabel 5.4
Distribusi responden berdasarkan variabel penggunaan APD, pada
Kelompok Tani Ngudi Buko di Desa Waimital Kecamatan Kairatu
Tahun 2022

Penggunaan APD N %
Ya Lengkap 21 52.5
Tidak Lengkap 19 47.5
JUMLAH 40 100.0
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, dapat disimpulkan bahwa rasponden

yang paling banyak menggunakan Alat Pindung Diri lengkap berjumlah

21 orang (52.5%) dan responden yang paling sedikit menggunakan Alat

pelindung diri tidak lengkap berjumlah 19 orang (47.5%).

Tabel 5.5
Distribusi responden berdasarkan variabel
Lama Waktu Penyemprot pada Kelompok Tani Ngudi Buko di Desa
Waimital Kecamatan Kairatu

Lama Waktu N %
Penyemprot
1-3 jam 17 42.5
> 3 jam 23 57.5
JUMLAH 40 100.0
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat disimpulkan, bahwa rasponden

melakukan penyemprotan pestisida, dengan yang lama waktu

penyemprotannya paling banyak >3 jam berjumlah 23 orang (57.5%) dan


50

responden dengan lama waktu penyemprotan paling sedikit 1-3 jam

berjumlah 16 orang (42.5%).

Tabel 5.6
Distribusi responden berdasarkan variabel
Gejalah Keracunan Pestisida pada Kelompok Tani Ngudi Buko di Desa
Waimital Kecamatan Kairatu

Gejalah Keracunan n %
Tidak pernah 10 25.0
Ringan 17 42.5
Sedang 8 20.0
Berat 5 12,5
JUMLAH 40 100.0
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat disimpulkan, bahwa rasponden

mengalami gejalah keracunan pestisida, responden yang paling banyak

mengalami gejalah ringan berjumlah 17 orang (42.5%) dan responden

yang paling sedikit mengalami gejalah keracunan berat berjumlah 5 orang

(12.5%)

5.2.3 Analisa Bivariat

Tabel 5.7
Hubungan Penggunaan APD dengan gejalah keracunan pestisida pada kelompok
Tani Ngudi Buko Desa Waimital kecamatan Kairatu

Penggunaan Gejala Keracunan Pestisida Total p-


APD value

Tidak Ringan Sedang Berat Total


mengalami
n % n % n % n %
lengkap 7 17.5% 12 30% 2 5% 0 0% 21 52,5% 0.03
Tidak lengkap 3 7.5% 5 12.5% 6 15% 5 12.5% 19 47,5%
Total 10 25% 17 42.5% 8 20% 5 12.5% 40 100.0%

Sumber: data Primer 2022


51

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat disimpulkan bahwa dari 40

responden yang menggunakan APD Lengkap gejala ringan sebanyak 12

orang (30.0%), dan responden yang tidak mengalami gejala sebanyak 7

orang (17.5%), dan responden yang mengalami gejala sedang sebanyak 2

orang (5%), dan responden yang mengalami gejala berat tidak ada,

sedangkan responden yang menggunakan APD tidak lengkap mengalami

gejala keracunan pestisida, responden dengan gejala sedang sebanyak 6

orang (15%), dan responden dengan gejala keracunan pestisida ringan 5

orang (12.5%), dan responden yang mengalami gejala keracunan pestisida

berat sebanyak 5 orang (12.5%), dan responden yang tidak mengalami

gejala keracunan pestisida sebanyak 3 orang (7.5%).

Berdasarkan hasil uji statistic uji spearman’s rho di perolah p-value

0.05, maka di simpulkan bahwa ada hubungan antar r correlation

hubungan penggunaan Alat Pelindung Diri dengan gejala keracunan

pestisida pada kelompok tani Ngudi Buko di Desa Waimital Kecamatan

Kairatu.
52

Tabel 5.8
Lama Waktu Penyemprotan dengan gejalah keracunan pestisida pada
kelompok tani ngibu buko di Desa Waimital
Kecamatan kairatu

Lama Gejalah Keracunan Pestisida Total p-


Waktu value
Penyem-
protan
Total
Tidak Ringan Sedang berat
mengalami
n % n % n % n %
1-3 jam 5 12.5% 8 20% 4 10% 0 0% 17 42,5% 0.219
>3 jam 5 12.5% 9 22.5% 4 10% 5 12.5% 23 57.5
Total 10 25% 17 42.5% 8 20% 5 12.5% 40
Sumber: data Primer 2022

Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa responden yang melakukan

penyemprotan pestisida dengan lama waktu lebih dari 1-3 jam dengan

gejala ringan sebanyak 8 orang (20%), dan responden yang tidak

mengalami gejala sebanyak 5 orang (12.5%) dan responden yang gejala

berat sebanyak 5 orang (12.5%), sedangkan yang melakukan

penyemprotan pestisida dengan lama waktu >3 jam mengalami gejala

keracunan pestisida, gejala ringan sebanyak 9 orang (22.5%), dan yang

tidak mengalami gejala sebanyak 5 orang (12.5%), dan yang mengalami

gejala berat 5 orang (12.5%), dan yang mengalami gejala sedang sebanyak

4 orang (10%)

Berdasarkan uji statistic uji spearman’s rho di perolah p-value

0.219, maka di simpulkan bahwa tidak ada hubungan antar r correlation

hubungan lama waktu penyemprotan dengan gejala keracunan pestisida

pada kelompok Tani Ngudi Buko di Desa Waimital Kecamatan Kairatu.


53

5.3 Pembahasan

5.3.1 Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gejalah

Keracunan Pestisida

Hasil uji statistik di peroleh nilai signitifikan P-value 0.03 lebih

kecil dari 0,05 artinya terdapat hubungan yang signitifikan antara

penggunaan alat pelindung diri dengan gejala keracunan pestisida.

Penggunaan APD adalah peralatan yang digunakan untuk melindungi

bagian tubuh dari pemaparan pestisida. Menurut OSHA Occuptional

Safety and Healt Association, Personal Protective equipment atau alat

pelindung diri didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi

pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak

dengan bahaya ditempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi,

fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.

Peneliti berasumsi penelitian ini berhubungan karena sebagian

besar kelompok tani ngudi buko di Desa Waimital Kecamatan Kairatu

sebagian besar petani tidak menggunakan alat pelindung diri lengkap.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden hampir semua

dikategorikan lengkap jika menggunakan 6 jenis APD yaitu topi, amsker,

baju lengan panjang, celana panjang, sarung tangan, kaca mata, dan sepatu

boot. Responden menyatakan tidak menggunakan APD secara lengkap

dikarenakan berbagai alasan sepeti tidak nyaman dan tidak terbiasa

menggunakan APD misalnya kebanyakkan petani tidak meggunakan

masker dan sarung tangan apa saat penyemprotan pestisida. Sedangkan

penggunaan APD yang tidak lengkap akan memudahkan penyerapan


54

pestisida kedalam tubuh. Hal ini akan diperpara apabila terdapat luka,

keringat, serta kondisi kulit tertentu saat melakukan kontak dengan

pestisida (Ipmawati Et Al., 2017). Hal ini berbahaya karena dapat

menimbulkan gejala keracunan pestisida, contohnya : sakit kepala, pusing,

mual, sakit dada, sulit bernafas.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Gita Nur Fajriani (2021)

penggunaan Alat Pelindung Diri saat penyemprotan pestisida dan kadar

kolenisterase dalam darah pada petani Desa Pasir Halang. Alat Pelindung

Diri (APD) yaitu suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan 83,7%

petani yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri lengkap pada saat

penyemprotan pestisida, dengan P-value 0,004 artinya terdapat hubungan

yang signifikan antara penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar

kolenisterase dalam darah petani di Desa Pasir Halang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maharani (2020) pada

petani penggunaan pestisida di kecamatan Pasir Rian Kabupaten Lumajan

mengatakan ada hubungan sikap dengan penggunaan Alat Pelindung Diri

pada petani penggunaan pestisida dengan P-value 0,000.

5.3.2 Hubungan Lama Waktu Penyemprotan dengan Gejalah keracunan

Pestisida

Hasil uji statistik di peroleh nilai signitifikan P-value 0.219 lebih

besar dari 0,05 artinya tidak terdapat hubungan yang signitifikan antara

lama waktu penyemprotan dengan gejalah keracunan pestisida. Penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sungkawa. 2014,


55

mengatakan bahwa lama waktu penyemprotan tanaman menggunakan

pestisida tidak boleh lebih dari 3 jam. Lama waktu petani menyemprot

pestisida masih dalam batas aman yitau 1-3 jam sehingga dapat

mengurangi resiko paparan pestisida.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nizar

(2017) Hubungan antara frekuensi dan lama waktu penyemprotan dan

interval kontak pestisida dengan aktivitas cholinesterase petani di desa

Kembang Kuning Kecamatan Cepego. Berdasarkan hasil penelitian nilai

P-value dari ketiganya secara berurutan yaitu : 0,042, 0,000, dan 0,000

yang berarti terdapat hubungan antara masing-masing variabel bebas

tersebut dengan aktivitas cholinesterase.

5.3.3 Keterbatasan Penelitian

1. Dalam melakukan pembagian kuesioner kepada responden sebagainya

dilakukan di rumah responden di karenakan banyak responden yang

tidak ada dikebun.


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah di bahas

sebelumnya maka disimpulkan bahwa ada hubungan penggunaan Alat

Pelindung Diri dengan gejala keracunan pestisida dan tidak ada hubungan

lama waktu penyemprotan dengan gejalah keracunan pestisida.

6.2 SARAN

1. Ilmu Kesehatan Masyarakat

Perkembangan ilmu keshatan masyarakat hasil penelitian ini dapat

digunakan sebagai masuk, pembelajaran, acuan bagi pengembangan ilmu

kesehatan masyarakat khususnya hubungan penggunaan APD dan lama

waktu penyemprotan dengan gejala keracunan pestisida.

2. Institusi

Institusi Kesehatan Stikes Maluku Husada hasil penelitian ini dapat

memperluas pengetahuan peneliti tetang hubungan penggunaan APD dan

lama waktu peyemprotan dengan gelaja keracunan pestisida sehingga bisa

dijadikan acuan untuk meningkatkan pelayanan khususnya melaksanakan

implentasi kesehatan masyarakat.

3. Petani

Bagi petani diharapkan dapat selalu menggunakan APD lengkap dalam

melakukan penyeprotan pestisida.


4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dalam melakukan penelitian

tentang hubungan pengunaan APD dan lama waktu penyemprotan dengan

gejala keracunan pestisida. Bagi penelitian lain hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan referensi yang terkait. dan hendaknya peneliti

yang akan melanjutkan penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah

sampel penelitian, menembah lokasi penelitian, serta mengembangkan

penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Achmadn, R. (2014). Kimia Lingkungan. Yogyakarta

Achamdi, U. F. (2014). Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada

Arikonto, (2016). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi revisi ke-

4. Penerbit PT Rineka Cipta : Jakarta.

Diana. 2017.http://respositori.usu.ac.id/bistream. (accessed April 13, 2022).

Djojosumarto P. (2018). Panduan Lengkap Pestisida & Aplikasinya. Jakarta :

AgroMedia Pustaka

Djojosumarto P. (2015). Panduan Lengkap Pesktisida Dan Aplikasinya. Jakarta :

Gromedia Pustaka.

Ema Mia A. (2019). Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Keracunan Pestisida Pada Petani Di Kabupaten Semarang (Study Kasus di

Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan dan Desa Pakis Kecamatan Bringin).

Universitas Negeri Semarang : Semarang.

Ferdi Rio Yuwandra. (2019). Hubungan Paparan Pestisida Dan Kadar

kolinesterase Dengan Hipertensi Pada Petani Di Kecamatan Juhar

Kabupaten Karo Tahun 2019 [Tesis]. Megister Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Univesitas Sumatra Utara.

Hasibuan (2012). Insektisida Pertanian. Bandar Lapung : Lembaga Penelitian

Universitas Lampung.

Hasibuan, R. (2015). Inseptisida Organik Sintetik Dan Biorasional. Goyakarta :

Plantaxia
Hasibuan, R. (2017). Insektisida pertanian. Bendar lampung : Lembaga Penelitian

Univesitas Lapung

https://i0.wp.com/rumushitung.com/wp content/uploads/2017/02/gambar-struktur-

ddt.jpg?ssl=1. (accessed Mey 09, 2022)

https://sib3pop.menlhk.go.id/index.php/dirtydozen/view?slug=dieldrin (accessed

Mey 09, 2022)

Imelda Gernauli Purba. (2015). Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan

Dengan Kadar Kolinesterase Pada Perempuan Usia Subur di Daera

Pertanian.

Intianah & Yuniasti, A. (2017). Hubungan Masa Kerja, Lama Menyemprot Jenis

Pestisida, Penggunaan APD dan Pengelolaan Pestisida dengan Kejadian

Keracunan Pada Petani di Brebes Astrak. Public Health Perspective

Journal, 2(2), 117-123.

Ipmawati, P. A., Setiani, O., & Darun Diati, Y. H. (2016). Analisis Faktor-Faktor

Resiko Yang Mampengaruhi Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani Di

Desa Jati, Kecamatan Sawangan, Kebupaten Magelang, Jawa Tengah.

CKM Undip, 4(1), 427-435.

KBBI, 2019 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI. [Online] Available at :

http://kbbi.web.id/rehabilitasi [di akses 10 Mei 2022 ].

Kemenkes RI. (2016). Hidupkan Poss UUK pekerja sector dalam

Lestari, S., Denny, H. M., & Setyaningsih, Y. (2019). Analisis Persepsi Petani

Bawang Merah Dalam Penggunaan Pestisida Sebagai Dasar Penyusunan

Policy Brief di Kabupaten Brebes. Visikes: Jurnal Kesehatan

Masyarakat, 18(2).
Sharifzadeh, M. S., Abdollahzadeh, G., Damalas, C. A., & Rezaei, R. (2018).

Farmers’ criteria for pesticide selection and use in the pest control

process. Agriculture, 8(2), 24.

Mahyuni, E. L. (2015). Factor Resiko Dalam penggunaan Pestisida Terhadap

Keluhan Kesehatan Pada Petani di Kecamatan Beras Tagi Kabupaten Karo

2014. KESMAS, 9 (1), 79-89.

Prasetya, E., Wibawa, AA., & Enggarwati. (2012). Hubungan Faktor-Faktor

Paparan Pestisida Terhadap Kadar Kolinestrase Pada Petani Penyemprot

Tembakau Di Desa Karang Jati, Kabupaten Ngawi.

Pratama, D. D. A., Setiani, O., & Darudianti, Y. H. (2021). Studi Literatur :

Pengaruh Paparan Pestisida terdapat Gangguan Kesehatan Petani. Jurnal

Riset Kesehatan Poltekkes Depkes Bandung,13(1), 160-171.

Priyanto. (2017). Toksikologi, Terapi Antidotom, Dan Penilain Resiko. Depok :

Leskonfin.

Sambel, D. T. (2017). Toksikolgi Lingkungan. Dampak Pencemaran Dari

Berbagai Bahan Kimia Dalam Kehidupan sehari-hari. Yogyakarta : Andi.

Samuel T. & Gracia V.S. (2021). http://dx.doi.org//10.33846/2trik11304.

(accessed April 13, 2022)

Soemirat, J. (2016). Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta : Gaja Mada Universiti

Press.

Sungkawa, HB. (2014). Hubungan riwayat Paparan Pestisida Dengan Kejadian

Goiter Pada Petani Hortikultura di Kecematan Ngablak Kabupaten

Magelang. Universitas Diponegoro Semarang.


Vikkey, H. A., Fidel, D., Elisabeth, Y. P., Hilaire, H., Herve, L., Badirou, A.,

Benjamin., F. (2017). Risk Factors Of Pesticide Poisoning And Pesticide

User”cholinesterase Levels In Cotton Production Areas : Glasoue And save

Towenships, Incentral Repoblic Benin. Endvironmental Health In Sights, 11

0-10.

Word Health organization. (2020). An environment and WHO agree to major

collaboration on environmental health risks.News Release. Diakses dari

https://www.who.int.
LAMPIRAN
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONEN

(Informed Consent)

Saya yang bertanda tangan di bawa ini : No. Responden : (……..)


Nama :
umur : (………) Tahun
Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pendidikan
terakhir :

Dengan ini menyatakan bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan


oleh Anggi Seimahuira (1320118009) mahasiswa Program Studi Kesehatan
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maluku Husada yang berjudul
“Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Lama Waktu
Penyemprotan Terhadap Gejalah Keracunan Pestisida Pada Petani Di Desa
Waimital Kecamata Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2022”.

Pada penelitian ini saat proses wawancara berlangsung dilaksanakan ditempat


yang telah disepakati sebelum dan kerahasiaan identitas responden terjaga
sehingga terjadinya resiko sangat minimal.

Pesertujuan ini saya buat dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk di pergunakan sebagaimana mestinya.

Kairatu,...../…..2022

Responden

(…………………)
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGGUNAAN APD
DAN LAMA WAKTU PERNYEMPROTAN TERHADAP GEJALA
KERACUNAN PESTISIDA PADA KELOMPOK TANI SAYUR NGUDI
BUKO DI DESA WAIMITAL
KECAMATAN KAIRATUKABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
TAHUN 2022

Karakteristik responden No. responden :……


Nama Responden :

Umur : …….Tahun

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Pendidikan terakhir :

Petunjuk pengisian

Pilih salah satu jawaban dan memberi tanda check (√) pada tabet Alternatif

jawaban dalam kuesioner ini adalah :

1. Ya (Y)

2. Tidak (Tdk)

Tabel Gejala keracunan pestisida

Ket.
No Pertanyaan
Y Tdk
1 Tidak pernah mengalami gejalah keracunan
2 Apakah bapak/ibu pernah mengalami gejala ringan seperti pusing,
batuk-batuk, sakit kepala, iritasi ringan dan badan terasa sakit.
3 Apakah bapak/ibu pernah mengalami gejalah sedang seperti mual
dan muntah, keluar air liur, pupil mata mengecil.
4 Apakah bapak/ibu pernah mengalami gejalah berat seperti gemetar
dan kejang.
Tabel lama waktu penyeprotan pestisida

Ket.
No Pertanyaan
1 – 3 jam > 3 jam
1 Berapa lama waktu bpk/ibu menyemprot tanaman
menggunakan pestisida dalam satuan jam setia
harinya ?

LEMBAR OBSERVASI PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

Penggunaan APD

1. Apakah bpk/ibu saat melakukan pengaplikasian pestisida

menggunakan alat pelindung diri ?

1. Lengkap (L)
2. Tidak lengkap (TL)

3. Jika ya jenis APD apa saja yang biasa bpk/ibu gunakan ? ( jawaban

ada pada kolom tabel penggunaan APD di bawah ini ! )

Tabel penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) : pilihlah jawaban yang menurut

saudara yang paling tetap dengan cara cheek list (√) !!

Ket.
No Penggunaan APD
L TL
1 Alat pelidung kepala ; topi
2 Alat pelindung mata ; kaca mata
3 Alat pelidung pelindung pernapasan ; masker
4 Alat pelidung tangan ; sarung tangan
5 Pakaian pelindung ; baju lengan panjang
6 Pakaian pelindung ; celana panjang
7 Alat pelindung kaki ; sepatu boot
Statistics

UMUR JK PENDIDIKAN

N Valid 40 40 40

Missing 0 0 0

Frequency Table
UMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 36-45 tahun 8 20.0 20.0 20.0

46-55 tahun 24 60.0 60.0 80.0

56-65 tahun 8 20.0 20.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

JENIS KELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 35 87.5 87.5 87.5

Perempuan 5 12.5 12.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 1 2.5 2.5 2.5

SD 15 37.5 37.5 40.0

SMP 22 55.0 55.0 95.0

SMA 2 5.0 5.0 100.0

Total 40 100.0 100.0


Statistics

PenggunaanAP LamaWaktuPeny GejalaKeracuna


D emprotan nPestisida

N Valid 40 40 40

Missing 0 0 0

Mean 1.48 1.58 2.20

Median 1.00 2.00 2.00

Percentiles 25 1.00 1.00 1.25

50 1.00 2.00 2.00

75 2.00 2.00 3.00

PenggunaanAPD

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Lengkap 21 52.5 52.5 52.5

Tidak lengkap 19 47.5 47.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

LamaWaktuPenyemprotan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-3 jam 17 42.5 42.5 42.5

>3 jam 23 57.5 57.5 100.0

Total 40 100.0 100.0


GejalaKeracunanPestisida

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak mengalami gejala 10 25.0 25.0 25.0

Mengalami gejala ringan 17 42.5 42.5 67.5

mengalami gejala sedang 8 20.0 20.0 87.5

mengalami gejala berat 5 12.5 12.5 100.0

Total 40 100.0 100.0


Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PenggunaanAPD *
40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
GejalaKeracunanPestisida

LamaWaktuPenyemprotan *
40 100.0% 0 .0% 40 100.0%
GejalaKeracunanPestisida

PenggunaanAPD * GejalaKeracunanPestisida

Crosstab

Count

GejalaKeracunanPestisida

Tidak mengalami Mengalami Mengalami Mengalami


gejala gejala ringan gejala sedang gejala berat Total

PenggunaanAPD lengkap 7 12 2 0 21

tidak lengkap 3 5 6 5 19

Total 10 17 8 5 40
Crosstab
LamaWaktuPenyemprotan * GejalaKeracunanPestisida

Crosstab

Count

GejalaKeracunanPestisida

Mengalami gejala Mengalami gejala Mengalami gejala


4
ringan sedang berat Total

LamaWaktuPenyemprotan 1-3 jam 4 8 0 17

>3 jam 5 9 5 23

Total 10 17 8 5 40
APD * GejalaKeracunanPestisida Crosstabulation

GejalaKeracunanPestisida

Tidak Mengalami
Gejala Gejala Ringan Gejala sedang Gejala Berat Total

APD Lengkap Count 7 12 2 0 21

% within APD 33.3% 57.1% 9.5% .0% 100.0%

tidak lengkap Count 3 5 6 5 19

% within APD 15.8% 26.3% 31.6% 26.3% 100.0%

Total Count 10 17 8 5 40

% within APD 25.0% 42.5% 20.0% 12.5% 100.0%

LamaWaktuPenyemprotan * GejalaKeracunanPestisida Crosstabulation

GejalaKeracunanPestisida

Tidak Mengalami
Gejala Gejala Ringan Gejala sedang Gejala Berat Total

LamaWaktuPenyemprotan 1-3 jam Count 5 8 4 0 17

% within
29.4% 47.1% 23.5% .0% 100.0%
LamaWaktuPenyemprotan

>3 jam Count 5 9 4 5 23

% within
21.7% 39.1% 17.4% 21.7% 100.0%
LamaWaktuPenyemprotan

Total Count 10 17 8 5 40

% within
25.0% 42.5% 20.0% 12.5% 100.0%
LamaWaktuPenyemprotan
Nonparametric Correlation

Correlations

LamaWaktuPeny GejalaKeracunan
PenggunaanAPD emprotan Pestisida
**
Spearman's rho PenggunaanAPD Correlation Coefficient 1.000 -.094 .462

Sig. (2-tailed) . .565 .003

N 40 40 40

LamaWaktuPenyemprotan Correlation Coefficient -.094 1.000 .199

Sig. (2-tailed) .565 . .219

N 40 40 40
**
GejalaKeracunanPestisida Correlation Coefficient .462 .199 1.000

Sig. (2-tailed) .003 .219 .

N 40 40 40

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Anda mungkin juga menyukai