Anda di halaman 1dari 4

Persekongkolan dalam Pengadaan

Juni 2, 2013 Samsul Ramli

    Seperti biasa Forum Diskusi Pengadaan Barang/Jasa Kalimantan selalu membawa


pencerahan dan perluasan ilmu pengetahuan terutama tentang pengadaan barang/jasa. Dalam
satu kesempatan diskusi muncul request via inbox untuk mengulas tentang persekongkolan
dalam pengadaan barang/jasa. Tidak banyak yang bisa dikupas namun paling tidak bahasan
ini bisa menjadi triger buat diskusi lebih lanjut.

    Mari kita runut dari Perpres 54/2010 sebagaimana telah diubah melalui Perpres 70/2012
pada Pasal 83 ayat 1 dan 2 huruf e. Kelompok Kerja ULP menyatakan
Pelelangan/Pemilihan Langsung gagal apabila dalam evaluasi penawaran ditemukan
bukti/ indikasi terjadi persaingan tidak sehat. Kemudian pada penjelasannya memaparkan
tentang indikasi persekongkolan antar penyedia barang/jasa. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa perpres 54/2010 sebagaimana telah diubah melalui Perpres 70/2012 menekankan
persaingan tidak sehat dengan persekongkolan.

    Kemudian indikasi persekongkolan antar Penyedia Barang/Jasa ditandai dengan terpenuhi


sekurang-kurangnya 2 (dua) indikasi di bawah ini :

1. Terdapat kesamaan dokumen teknis, antara lain: metode kerja, bahan, alat,
analisa pendekatan teknis, harga satuan, dan/atau spesifkasi barang yang
ditawarkan (merk/tipe/jenis) dan/atau dukungan teknis;

2. seluruh penawaran dari Penyedia mendekati HPS;

3. adanya keikutsertaan beberapa Penyedia Barang/Jasa yang berada dalam 1


(satu) kendali;

4. adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen penawaran, antara lain


kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan, dan format penulisan;

5. jaminan penawaran dikeluarkan dari penjamin yang sama dengan nomor seri
yang berurutan.

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek


Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat mendefinisikan persekongkolan dalam pasal 1
ayat 8 yaitu Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk
menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.

    Kemudian pada Bagian Keempat menegaskan yaitu pasal :


Pasal 22 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha
tidak sehat.

Pasal 23 : Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.

Pasal 24: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan
maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan
menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

    Intinya persaingan yang tidak sehat dalam pengertian Perpres 54/2010 sebagaimana telah
diubah melalui Perpres 70/2012 yaitu persekongkolan mempunyai dasar yang kuat sesuai
UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.

Sekarang mari kita bahas poin indikasi persekongkolan :

1. Terdapat kesamaan dokumen teknis, antara lain: metode kerja, bahan, alat,
analisa pendekatan teknis, harga satuan, dan/atau spesifkasi barang yang
ditawarkan (merk/tipe/jenis) dan/atau dukungan teknis; Poin ini merujuk pada
pelanggaran larangan yang diatur dalam UU No. 5/2009 tentang perjanjian yang
dilarang. Diantaranya Pasal 4 tentang oligopoli ayat 1 dan 2 :

1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat.

2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan


penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa
pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.

2. Seluruh penawaran dari Penyedia mendekati HPS. Kalimat seluruh penawaran


menunjukkan bahwa rincian HPS yang semestinya rahasia, seperti diatur dalam Pasal
66 ayat 3, telah dilanggar atau bocor ke penyedia.

3. Adanya keikutsertaan beberapa Penyedia Barang/Jasa yang berada dalam 1


(satu) kendali; Indikasi ini lebih merefer pada larangan yang diatur dalam UU No.
5/2009 pasal 26 dan 27 yaitu :
Pasal 26 : Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari
suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut:

1. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau

2. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau

3. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.

Pasal 27 : Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan
sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar
bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki
kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan
tersebut mengakibatkan:

4. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu;

5. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari
75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.

4. adanya kesamaan/kesalahan isi dokumen penawaran, antara lain


kesamaan/kesalahan pengetikan, susunan, dan format penulisan;

Indikasi ini seringkali ditemui pada penawaran yang berasal dari satu group usaha
atau berbeda group/perusahaan namun menggunakan tenaga pembuat penawaran yang
sama. Praktek penggunaan tenaga pembuat penawaran menunjukkan bahwa penyedia
memiliki keterbatasan kapabilitas namun punya motivasi yang kuat untuk
memenangkan pemilihan.

Kesamaan/kesalahan dokumen teknis antar penawaran dapat dilihat diantaranya


kesamaan format dokumen, analisa harga satuan dan lain sebagainya.

5. jaminan penawaran dikeluarkan dari penjamin yang sama dengan nomor seri
yang berurutan. Penerbit
jaminan penawaran apalagi yang memiliki jaringan sangat luas menerbitkan jaminan
berdasarkan nomor urut penerbitan sehingga penerbitan jaminan penawaran secara
kolektif dijadikan salah satu indikasi bahwa penyedia yang menawar berada dalam
satu kendali.
    Yang perlu diingat adalah bahwa indikasi tersebut baru dapat dijadikan bukti terjadinya
persekongkolan apabila minimal terpenuhi 2 diantara 5 indikasi. Untuk itu pokja harus cerdas
dan cermat mengambil keputusan.

    Misal yang sering ditanyakan terkait surat dukungan teknis yang sama apakah sudah dapat
dinyatakan bersalah dan melanggar ketentuan? Kesamaan surat dukungan teknis tidak serta
merta dapat dijadikan dasar persekongkolan menurut Perpres 54/2010 pasal 83 selama
indikasi yang lain tidak terpenuhi.

    Demikian sedikit bahasan singkat tentang persekongkolan dalam pengadaan barang/jasa.

1. samsulramli berkata:

Juni 6, 2013 pukul 5:13 pm

Tentang bagaimana membuktikan persekongkolan ini adalah tugas auditor


(APIP) dan APH pak.. metodologinya ada diranah Cyber forensik karena
segala yang terekam disistem ada dalam logsistem.. adalah tugas siapa saja
yang menemukan indikasi ini untuk melaporkan baik berupa sanggah atau
pengaduan melalui sistem whistleblower LKPP..

Anda mungkin juga menyukai