Anda di halaman 1dari 7

PEMBAHASAN

Pengamatan tentang karakteristik morfologi koloni bakteri perlu dilakukan, agar


mempermudah dalam proses identifikasi jenis bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lay (1994),
bahwa berdasarkan ciri morfologi koloni bakteri dan biakan murni maka dapat dilakukan proses
identifikasi jenis-jenis mikroorganisme, namun untuk memperoleh hasil identifikasi yang sempurna
maka harus dilanjutkan dengan uji biokimia. Fitri dan Yasmin. 2011. Isolasi dan Pengamatan
Morfologi Koloni Bakteri Kitonolitik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3,
Nomor 2.

Kapang (Mold) adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan pertumbuhannya
pada substrat mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas.
Pertumbuhannya mula-mula berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai
warna tergantung dari jenis kapang (Ali, 2005). Ali, A., 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid I. State
University of Makassar Press. Makassar.

Secara alamiah kapang berkembang biak dengan berbagai cara, baik aseksual dengan
pembelahan, penguncupan, atau pembentukan spora. Dapat pula secara seksual dengan peleburan
nukleus dari kedua induknya. Pada pembelahan, suatu sel membelah diri untuk membentuk dua sel
anak yang serupa. Pada penguncupan suatu sel anak tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya
(Waluyo, 2004). Waluyo, L., 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
https://www.kajianpustaka.com/2012/11/morfologi-reporduksi-dan-fisiologi.html

Yeast atau khamir adalah fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik. Sel yeast memiliki
ukuran yang berbeda-beda yaitu dengan panjang 5 – 20 µm dan lebar 1 – 10 µm. Bentuk sel yeast
juga bermacam-macam yaitu ada kokus, silindris, basil, dan apikulat. Yeast tumbuh paling baik pada
kondisi dengan cukup persediaan air karena yeast dapat tumbuh pada medium konsentrasi solut
(gula atau garam) lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri. Jenis yeast tertentu memiliki
persyaratan aktivitas air yang rendah yaitu termasuk ke dalam osmofilik (Fardiaz, 1992). Fardiaz, S.
(1992 ). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Cendawan merupakan istilah umum untuk jamur makro, merupakan salah satu
keanekaragaman hayati di hutan tropis Indonesia. Cendawan memiliki peran penting dalam siklus
biogeokimia tanah, siklus hara, dan membantu proses dekomposisi bahan organik dalam ekosistem
hutan. cendawan umumnya tumbuh di tempat yang lembab pada kisaran suhu 20–30o C. (Santosa
et al. 2013). Santosa AAG, Uno WD, Rahman SR. 2013 – Identifikasi Jamur Makroskopis Di Cagar
Alam Tangale Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
KIM Fakultas Matematika dan IPA 1(1).

Ciri-Ciri Jamur

1. Umumnya bersifat multiseluler


Struktur tubuh jamur pada umumnya bersifat multiseluler (terdiri atas banyak sel).
Meskipun begitu, ada juga kelompok jamur yang sifatnya uniseluler (terdiri atas satu sel).
2. Bersifat eukariotik dan heterotroph
Adapun sifat lainnya dari jamur yaitu eukariotik (memiliki membran inti) dan heterotrof
(tidak bisa membuat makanan sendiri).
3. Hidup melalui beberapa cara
Karena tidak dapat membuat makanannya sendiri, jamur dapat hidup melalui beberapa
cara, diantaranya secara:
a. Saprofit: Saprofit merupakan cara hidup dengan menyerap nutrisi dari organisme yang
sudah mati. Seperti misalnya batang pohon yang sudah lapuk, serasah kayu, maupun
jerami.
b. Simbiosis Mutualisme : Simbiosis mutualisme yaitu simbiosis yang saling
menguntungkan. Umumnya, simbiosis mutualisme ini dilakukan antara jamur dengan
akar tanaman.
c. Simbiosis Parasitisme : Simbiosis parasitisme yaitu simbiosis yang merugikan salah satu
pihak dan menguntungkan pihak lainnya. Jamur parasit akan menyerap nutrisi dari inang
dan merugikan inang.

4. Dinding selnya tersusun atas kitin


Dinding sel tumbuhan tersusun atas selulosa, sementara dinding sel jamur tersusun atas
kitin.

5. Umumnya hidup di tempat yang lembab


Kalau kamu perhatikan, kelompok jamur-jamuran memiliki habitat di tempat yang lembab,
serta memiliki banyak zat organik.
6. Jamur multiseluler tersusun atas hifa
Jamur-jamur yang termasuk kategori multiseluler, tersusun atas sel-sel memanjang
menyerupai benang yang disebut dengan hifa.
Irnaningtyas. (2016). Biologi untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Pada pewarnaan sederhana hanya digunakan satu macam zat warna untuk meningkatkan
kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Lazim, prosedur pewarnaan ini menggunakan zat
warna basa seperti seperti crystal violet, biru metilen, karbol fuchsin basa, safranin atau hijau
malakit. Kadang kala digunakan zat warna negatif untuk pewarnaan sederhana : zat warna asam
yang sering digunakan adalah nigrosin dan merah kongo (Lay.1994). Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di
Laboratorium. Jakarta : Rajawali.
Prosedur Pewarnaan sederhana mudah dan cepat, sehingga pewarnaan ini sering
digunakan untuk melihat bentuk ukuran dan penataan pada mikoorganisme bakteri pada bakteri
dikenal bentuK yang bulat (coccus), batang (basil), dan spiral. Dengan pewarnaan sederhana dapat
juga terlihat penataan bakteri. Pada coccus dapat terlihat pewarnaan seperti rantai (stertococcus),
buah anggur ( stafilococcus), pasangan (diplococcus), bentuk kubus yang terdiri dari 4 atau 8
(saranae) (Lay.1994).
Pewarnaan atau pengecatan terhadap mikroba banyak dilakukan baik secara langsung
(bersama bahan yang ada) ataupun secara tidak langsung (melalui biakan murni). Tujuan dari
pewarnaan tersebut ialah untuk :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, ataupun fungi.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad.
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan juga struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat fisik dan
kimia yang ada akan dapat diketahui.(Suriawiria, 1999). Suriawiria, U. 1999. Mikrobiologi. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Pewarnaan diferensial atau pewarnaan pembeda digunakan untuk membedakan antar
sel bakteri atau bagian-bagian lainnya. Zat warna yang digunakan biasanya lebih dari satu jenis
dengan sifat warna yang berbeda. Reagen-reagen khusus juga digunakan untuk mendukung proses
pewarnaan. Berdasarkan tujuan penggunaannya, pewarnaan diferensial dibedakan menjadi
pewarnaan Gram, pewarnaan Bakteri Tahan Asam, dan pewarnaan Spora Bakteri. Dwidjoseputro.
2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.
Dari segi pewarnaan perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatifdapat
diamati dengan jelas. Bakteri Gram positif mengikat cat utama (crystal violet) dengan kuat sehingga
tidak dapat dilunturkan oleh cat peluntur dan tidak diwarnai lagi oleh cat lawan (safranin), hal ini
disebabkan karena sifat dinding sel dan sitoplasmanya, yang mempunyai afinitas kuat terhadap
kompleks crystal violet dan iodine (jodium).
Bakteri Gram negatif tidak mengikat cat utama secara kuat, sehingga dapat dilunturkan
oleh peluntur dan dapat diwarnai oleh cat lawan. Perbedaan sifat bakteri Gram positif dan gram
negatif tidak mutlak tegas dan spesifik, tetapi masih tergantung pada beberapa faktor yang dapat
menyebabkan variasi dalam pengecatan Gram.
Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
ini berbentuk batang dan merupakan bakteri Gram negatif yang memiliki dinding sel yang tipis dan
berlapis tiga, kandungan lipid pada dinding sel Gram negatif lebih tinggi (11-22%) daripada pada
dinding sel bakteri Gram positif dan peptidoglikan terdapat pada lapisan kaku (Pelczar, 1986).
Escherichia coli memiliki suhu pertumbuhan berkisaran 10-40oC, dengan suhu pertumbuhan
optimum adalah 37oC. (Volk, W.A. dan Wheeler, 1993). Volk, W.A. dan Wheeler, M. . (1993) Volk
Mikrobiologi Dasar 1 Terjemahan Soenarto A. Jakarta: Erlangga.
Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, Staphylococcus aureus merupakan bakteri
Gram positif yang mempunyai struktur dinding sel yang tebal (15-80 nm) dan berlapis tunggal,
namun memiliki kandungan lipid yang rendah (1-4%), serta memiliki lapisan peptidoglikan dengan
jumlah lebih dari 50% selain itu Staphylococcus aureus bersifat tahan terhadap lisis yang disebabkan
oleh enzim lysozim dan memproduksi enzim deoksiribonuklease dan fosfatase (Supardi, 1999)
Supardi, I. dan S. (1999) Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung: Alumni.
Pada pengamatan Candida albicans secara mikroskop, fungi jenis yeast ini memiliki ciri ±
ciri berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong. Koloninya pada medium padat sedikit menimbul
dari permukaan medium, dengan permukaan halus, licin atau berlipat ± lipat, berwarna putih
kekuningan dan berbau ragi. Besar koloni bergantung pada umur. Pada tepi koloni dapat dilihat hifa
semu sebagai benang ± benang halus yang masuk ke dalam medium. (Ariningsih, 2009). Ariningsih
R.I., 2009, Isolasi Streptomyces dari Rizosfer Familia Poaceae yang Berpotensi Menghasilkan
Antijamur Terhadap Candida albicans, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta, Surakarta.
Aspergillus secara mikroskopis menunjukkan adanya tangkai konidia (konidiofora), vesikel
dan spora/konidia berbentuk bulat berwarna hijau kebiruan. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan
adanya tangkai konidia (konidiofora) pendek halus berwarna kehijauan, kepala konidia (vesikel)
berbentuk seperti gada (clavate) dan bulat, dan menjadi lonjong (columnar) dengan bertambahnya
umur koloni. Sterigmata tampak menutupi setengah bagian atas dari vesikel. Spora/konidia
berbentuk bulat, berwarna kehijauan, dan permukaan bergerigi (echinulate) (Redig, 2005). Redig, P.
2005. Mycotic infections in birds I: Aspergillosis. North American Veterinary Conference Proceedings,
Eastern States Veterinary Association 1192–1194.
1. Ali, A., 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid I. State University of Makassar Press. Makassar.
2. Ariningsih R.I., 2009, Isolasi Streptomyces dari Rizosfer Familia Poaceae yang Berpotensi
Menghasilkan Antijamur Terhadap Candida albicans, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
3. Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan: Jakarta.
4. Fardiaz, S. (1992 ). Mikrobiologi Pangan I. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. Fitri dan Yasmin. 2011. Isolasi dan Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Kitonolitik. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2.
6. Irnaningtyas. (2016). Biologi untuk SMA/MA Kelas X Kurikulum 2013. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
7. Lay, B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta : Rajawali.
8. Redig, P. 2005. Mycotic infections in birds I: Aspergillosis. North American Veterinary
Conference Proceedings, Eastern States Veterinary Association 1192–1194.
9. Sahil, Jailan dkk
10. Santosa AAG, Uno WD, Rahman SR. 2013 – Identifikasi Jamur Makroskopis Di Cagar Alam
Tangale Kecamatan Tibawa Kabupaten Gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo.
KIM Fakultas Matematika dan IPA 1(1).
11. Supardi, I. dan S. (1999) Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Bandung:
Alumni.
12. Volk, W.A. dan Wheeler, M. . (1993) Volk Mikrobiologi Dasar 1 Terjemahan Soenarto A.
Jakarta: Erlangga.

KESIMPULAN

1. Bentuk masing-masing mikroba berbeda. Candida albicans memiliki bentuk bulat, lonjong,
dan bulat lonjong. Aspergillus memiliki vesikel dan tangkai. Escherichia coli berbentuk
batang. Staphylococcus aureus berbentuk bulat.
2. Pewarnaan pada bakteri ada 2 macam, yaitu pewarnaan sederhana dan pewarnaan
differensial. Pada pewarnaan sederhana zat warna yang digunakan hanya 1, sedangkan pada
pewarnaan differensial, zat warna yang digunakan lebih dari 1.
3. Untuk mewarnai Aspergillus dan Candida albicans dilakukan pewarnaan sederhana. Pada
aspergillus digunakan laktofenol, sedangkan pada Candida albicans menggunakan metilen
blue.
4. Dari pengecatan Gram yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa Escherichia coli
merupakan bakteri Gram negative yang ditunjukkan dengan adanya warna merah pada
bakteri, dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang ditunjukkan
dengan adanya warna biru keunguan pada pengamatan bakteri.

Anda mungkin juga menyukai