KIMIA ANALISIS II
DISUSUN OLEH
KELOMPOK I
AMBON
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik tanpa kurang suatu apa. Tak lupa kami juga berterima kasih kepada dosen
selaku pembimbing kami dalam mata kuliah yang sudah memberikan tugas ini.
Kami selaku penulis berharap semoga kelak makalah ini dapat berguna dan
juga bermanfaat serta menambah wawasan tentang pengetahuan kita semua. Dalam
pembuatan makalah ini kami sangat menyadari masih sangat banyak terdapat
kekurangan di sana sini dan masih butuh saran untuk perbaikannya. Oleh karena itu
kami sangat berterima kasih jika ada yang bisa memberi saran dan kritiknya demi
perbaikan makalah ini.
Semoga makalah yang sederhana bisa dengan mudah di mengerti dan dapat di
pahami maknanya. Kami minta maaf bila ada kesalahan kata dalam penulisan
makalah ini, serta bila ada kalimat yang kurang berkenan di hati pembaca.
PENYUSUN
DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Polimer
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
cuaca serta ketahanan panas dan nyala. Untuk serat, seseorang akan menginginkan
kekuatan daya tarik. Sifat-sifat polimer tersebut pasti akan selalu berhubungan
dengan sifat fisika dan sifat kimia dari bahan penyusun polimer tersebut. Karena
menganalisis polimer.
Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika
bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan
termal ini terbagi 5 jenis analisis yaitu DSC dan DTA, TGA, TGC dan uji daya
nyala.
1.2 Rumusan Masalah
diajukan dalam makalah ini adalah bagaimanakah cara analisis termal polimer
DSC)
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui cara analisis
Calorymetry , DSC)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Polimer
adalah makromolekul yang biasanya memiliki bobot molekul tinggi, dibangun dari
polimerisasi.
Panjang rantai polimer dihitung berdasarkan jumlah satuan unit ulang yang
terdapat dalam rantai yang disebut derajat polimerisasi (DP). Semua polimer yang
dapat dimanfaatkan untuk plastik, karet, atau serat mempunyai bobot molekul antara
jenis, yaitu polimer alam dan polimer sintetik. Polimer alam ialah polimer yang
terjadi secara alamiah, misalnya selulosa dan pektin, sedangkan polimer sintetik ialah
polimer yang disintesis oleh manusia melalui reaksi polimerisasi dari suatu
monomer.
tiga kelompok, yaitu polimer linear, polimer bercabang, dan polimer bertaut silang.
Polimer linear tersusun dari unit-unit ulang yang berikatan satu sama lain pada
ujungujung monomer. Polimer bercabang terdiri atas rantai utama polimer yang
mengikat beberapa monomer dan membentuk cabang pada rantai utama. Polimer
bertaut silang merupakan gabungan beberapa rantai utama polimer yang terikat satu
sama lain. Taut silang yang terbentuk dalam jumlah besar akan membentuk jaringan
tiga dimensi
yaitu termoplastik dan termoset. Polimer termoplastik dapat melunak dan mencair
pada waktu pemanasan dan jika sudah dingin akan mengeras kembali sehingga dapat
adalah polivinil klorida (PVC), polietilena (PE), polipropilena (PP), dan polistirena.
Polimer termoset ialah polimer yang mempunyai struktur rantai bercabang dan
cabang ini saling mengikat membentuk ikatan silang. Polimer jenis ini apabila telah
Analisis termal dalam pengertian luas adalah pengukuran sifat kimia fisika
bahan sebagai fungsi suhu. Penetapan dengan metode ini dapat memberikan
Analisis termal DSC digunakan untuk mengetahui fase- fase transisi pada
polimer. Analisis ini menggunakan dua wadah sampel dan pembanding yang identik
panas diserap atau diemisikan oleh sistem kimia bahan yang dilakukan dengan
pembanding yang inert (Alumina, Silikon, Karbit atau manik kaca) karena suhu
suhu secara terus-menerus, namun panas yang ditambahkan baik ke sampel atau ke
keduanya selalu sama. Penambahan panas dicatat pada recorder, panas ini digunakan
untuk mengganti kekurangan atau kelebihan sebagai akibat dari reaksi endoterm atau
eksoterm yang terjadi dalam sampel. Data yang di peroleh dari masing-masing teknik
tersebut digunakan untuk memplot secara kontiyu dalam bentuk kurva yang dapat
Thermal Analyzer yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan
entalpi dari suatu bahan. Differential Scanning Calorimetry (DSC) adalah teknik
analisa yang mengukur perbedaan kalor yang masuk ke dalam sampel dan
Thermal Analyzer yang dapat digunakan untuk menentukan kapasitas panas dan
termoplastik penting termasuk titik leleh, kalor peleburan, persen kristalinitas dan
di mana perbedaan dalam jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu
dari sampel dan acuan yang diukur sebagai fungsi temperatur. Baik sampel dan
acuan yang sangat dipertahankan pada suhu yang sama pada hampir seluruh
percobaan. Secara umum, program suhu untuk analisis DSC dirancang seperti
bahwa peningkatan suhu pemegang sampel linear sebagai fungsi waktu. Sampel
referensi harus memiliki kapasitas panas yang jelas atas kisaran temperatur akan
dipindai.
Prinsip dasar yang mendasari teknik ini adalah, bila sampel mengalami
transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus mengalir ke
referensi untuk mempertahankan keduanya pada temperatur yang sama. Lebih atau
kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah proses ini
eksotermik atau endotermik. Misalnya, sebagai sampel padat meleleh, cairan itu akan
memerlukan lebih banyak panas mengalir ke sampel untuk meningkatkan suhu pada
tingkat yang sama sebagai acuan. Hal ini disebabkan penyerapan panas oleh sampel
karena mengalami transisi fase endotermik dari padat menjadi cair. Demikian juga,
sampel ini mengalami proses eksotermik (seperti kristalisasi), panas yang lebih
aliran panas antara sampel dan referensi, diferensial scanning kalorimeter mampu
mengukur jumlah panas yang diserap atau dilepaskan selama transisi tersebut.
DSC juga dapat digunakan untuk mengamati perubahan fasa lebih halus,
seperti transisi kaca. DSC banyak digunakan dalam pengaturan industri sebagai
kemurnian sampel dan untuk mempelajari pengobatan polimer. Hasil percobaan DSC
yang tidak mampu memberikan performa yang baik pada termperatur tinggi. Namun,
pada kenyataannya, terdapat beberapa polimer yang cocok untuk penggunaan pada
Pada polimer, khususnya plastik, definisi temperatur tinggi adalah suhu diatas
135oC. Pada temperatur tinggi, polimer tidak hanya melunak, tetapi juga dapat
temperatur tinggi tetapi mulai mengalami degradasi termal pada suhu yang jauh lebih
rendah hanya dapat digunakan pada suhu di bawah suhu dia mulai mengalami
perilaku degradasi termal dari polimer tersebut. Titik pelunakan pada polimer
sangatlah ditentukan oleh tipe polimer yang digunakan. Pada polimer amorf, suhu
kristalin dan semi-kristalin, suhu yang penting terletak pada Tm (melting point).
pada perbedaan suhu antara sampel dan suatu pembanding yang diukur ketika sampel
antara sampel dan zat pembanding yang lembam (inert) akan teramati apabila terjadi
perubahan dalam sampel yang melibatkan panas seperti reaksi kimia, perubahan fase
atau perubahan struktur. Jika ΔH (-) maka suhu sampel akan lebih rendah daripada
suhu pembanding, sedangkan jika ΔH (+) maka suhu sampel akan lebih besar
daripada suhu zat pembanding. Perubahan kalor setara dengan perubahan entalpi
Data yang diperoleh dari analisis DSC dapat digunakan untuk mempelajari
kalor reaksi, kinetika, kapasitas kalor, transisi fase, kestabilan termal, kemurnian,
komposisi sampel, titik kritis, dan diagram fase. Termogram hasil analisis DSC dari
suatu bahan polimer akan memberikan informasi titik transisi kaca (Tg), yaitu suhu
pada saat polimer berubah dari bersifat kaca menjadi seperti karet, titik kristalisasi
(Tc), yaitu pada saat polimer berbentuk kristal, titik leleh (Tm), yaitu saat polimer
berwujud cairan, dan titik dekomposisi (Td), yaitu saat polimer mulai rusak.
3. Hyper DSC
Pada umumnya untuk analisis polimer digunakan 2 tipe dasar sistem DSC
yaitu :
Pada Heat – Flux DSC, sampel dan pembanding dihubungkan dengan suatu
lempengan logam. Sampel dan pembanding tersebut ditempatkan dalam satu tungku
secara manual dengan menggunakan tungku pembakaran yang sama dan terpisah.
Suhu sampel dan pembanding dibuat sama dengan mengubah daya masukan dari
kedua tungku pembakaran. Energi yang dibutuhkan untuk melakukan hal tersebut
merupakan ukuran dari perubahan entalpi atau perubahan panas dari sampel terhadap
pembanding.
ketahanan suhu dari polimer pektin yang telah dimodifikasi untuk tujuan
Untuk sampel serbuk, sampel langsung digerus halus, dan diletakkan di dalam pan
sedangkan untuk sampel rubbery, sampel diletakkan pada plat kaca dan dikeringkan,
kemudian film yang dihasilkan dipotong seukuran pan (diameter film sekitar 3 – 4
mm). Sampel dalam pan di-crimping dengan tutup stainless steel menggunakan alat
crimp. Alat DSC dihidupkan dengan mengalirkan gas nitrogen dan diatur kenaikan
temperatur 2 ºC per menit. Untuk kalibrasi temperatur dan panas DSC, pada alat
diletakkan blanko berupa pan kosong dan sampel berisi zat pengkalibrasi yaitu
indium dan/atau seng. Setelah kalibrasi selesai, sampel indium dan/atau seng diganti
dengan sampel polimer yang akan diukur, dan pan blanko tetap pada posisi semula
selama pengukuran. Untuk sampel serbuk yang rapuh (Tg tinggi), alat diatur 50 ºC di
bawah Tg. Untuk sampel rubbery (Tg rendah), digunakan nitrogen cair untuk
murni (Gambar 12) dengan pektin adipat (Gambar 13) terlihat ada perbedaan yang
cukup nyata. Termogram DSC pektin memperlihatkan adanya puncak pada 73°C dan
menunjukkan kemungkinan titik leleh (Tm) dari pektin. Termogram ini juga
menunjukkan bahwa pada kisaran suhu 0–200°C pektin berada dalam fase yang
heterogen. Pada kisaran 0-153°C pektin berwujud padat sedangkan pada suhu di atas
153°C pektin telah berwujud cair. Termogram DSC pada pektin adipat
memperlihatkan kurva yang homogen. Artinya, pada kisaran suhu 0-200°C pektin
kemungkinan memiliki titik leleh yang lebih tinggi dari 200°C sehingga tidak terlihat
dalam termogram pada Gambar 13.Perbedaan yang cukup nyata ini membuktikan
bahwa pektin telah dapat dimodifikasi dengan asam adipat menghasilkan suatu
A. Kesimpulan
jumlah panas yang dibutuhkan untuk meningkatkan suhu dari sampel dan acuan yang
diukur sebagai fungsi temperatur. Prinsip Kerja alat ini adalah bila sampel
mengalami transformasi fisik seperti transisi fase, lebih (atau kurang) panas harus
Lebih atau kurang panas yang harus mengalir ke sampel tergantung pada apakah
B. Saran
Kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari teman-
teman agar melengkapi makalah yang kami buat, kami mohon maaf jika terdapat
Ginting, A. Br., Sutri I., dan Jan S., 2005.’ Penentuan Parameter Uji Dan
Ketidakpastian Pengukuran Kapasitas Panas Pada Differential Scanning
Calorimeter’. J. Tek. Bhn. Nukl. Vol. 1(1): 1–57
Klančnik ,G., Jožef M., Primož Mrvar, 2009.’ Differential Thermal Analysis (Dta)
And Differential Scanning Calorimetry (Dsc) As A Method Of Material
Investigation’. RMZ – Materials and Geoenvironment, Vol. 57, No. 1, pp.
127–142
Martianingsih, N. dan Lukman A., 2010.’ Analisis Sifat Kimia, Fisik, Dan Termal
Gelatin Dari Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Melalui Variasi
Jenis Larutan Asam. Prosiding Skripsi Semester Gasal 2009/2010. Jurusan
Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya
Nurjannah, St., 2008.’ Modifikasi Pektin Untuk Aplikasi Membran Dengan Asam
Dikarboksilat Sebagai Agen Penaut Silang ‘.Skripsi Departemen Kimia
FMIPA IPB. Bogor