Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu sebagai salah satu acuan dasar dalam
melangsungkan penelitian, sehingga memperkaya teori- teori
yang digunakan dalam mengkaji penelitian ini. Penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti dapat ditunjukan
dengan tabel sebagai berikut :

Table 2.1 penelitian terdahulu


Nama peneliti
No Judul penelitian Hasil penelitian
(Tahun)
Penelitian ini mendapatkan
hasil bahwa kapabilitas dan
nilai sigma kinerja
perusahaan dalam
peningkatan kualitas produk
sebesar 7560 DPMO dengan
nilai sigma 3,93.
Berdasarkan diagram sebab
akibat dan FMEA diketahui
penyebab cacat produk
Supriyadi, Analisis
adalah gap unit printing dan
Ramayanti, Kualitas Produk
slotter kurang tepat, setting
1 G., & dengan
pull roll kurang tepat, kurang
Roberto, A. C. Pendekatan Six
(2017) kontrol, putaran roll transfer
Sigma.
sheet goyang, kurang
training, sheet melengkung,
pull gear goyang, ass worm
gear bengkok, pneumatik
anilox tidak naik dan pompa
tinta flexo sering mati. Nilai
sigma mengalami
peningkatan setelah
dilakukan perbaikan yaitu
sebesar 4,05.
Pengendalian Hasil penelitian
Kualitas menunjukkan bahwa
Menggunakan perusahaan yang menjadi
Hani Sirine, Metode Six
Elisabeth objek penelitian tersebut
Sigma memiliki rata-rata cacat
2 Penti
Kurniawati (Studi Kasus produk sebesar 0,34%,
(2017) Pada Pt Diras artinya biaya kualitasnya
Concept kurang dari 1% dari
Sukoharjo) penjualan.

Hasil Six Sigma berupa


pengukuran baseline kinerja
perusahaan pada tahap
pengukuran yaitu perusahaan
pada kondisi 5,1 sigma
dengan DPMO sebesar
162,4532. Faktor-faktor
Pengendalian
penyebab kecacatan
Aulia Kualitas Proses
3 pengemasan gula adalah
Kusumawati, Pengemasan
kekurangtelitian dan
dan Lailatul Gula Dengan
Fitriyeni ketrampilan operator,
Pendekatan Six
(2017) ketidakstabilan kecepatan
Sigma
conveyor, dan mesin jet,
kondisi kebersihan mesin,
kekurangakuratan mesin
timbang, dan metode
perawatan dan pengontrolan
yang belum efektif.
Analisis Dari hasil penelitian
Pengendalian didapatkan bahwa kualitas
Kualitas dengan rebana yang dihasilkan
Metode Six perusahaan cukup baik yaitu
Nailul Izzah, Sigma-Dmaic jumlah produk cacat
dan dalam Upaya sebanyak 146 buah rebana
4 Muhammad Mengurangi dengan kemungkinan
Fahrur Rozi Kecacatan kerusakan sebanyak 144.835
Produk Rebana buah rebana menjadi sejuta
(2019)
pada UKM produksi (DPMO).
Alfiya Rebana Berdasarkan diagram Pareto,
Gresik tingkat kecacatan paling
banyak terjadi pada letusan,
retakan, dan bunyi kendor.
Berdasarkan diagram tulang
ikan atau diagram sebab
akibat, perbaikan yang harus
dilakukan adalah melakukan
perbaikan pada faktor
manusia, mesin, dan
material.

Dari hasil analisis maka


dapat disimpulkan bahwa
penyebab utama kecacatan
adalah faktor manusia dan
berdasarkan analisis 5W+1H
Six Sigma
maka kebijakan utama yang
Dmaic Sebagai
5 Fandi Ahmad Metode harus di lakukan oleh pihak
(2019) Pengendalian perusahaan yaitu
Kualitas Produk pengawasan atau kontrol
Kursi Pada Ukm dengan pembuatan SOP dan
adanya training untuk
meningkatkan kompetensi
operator

Kelima penelitian diatas merupakan beberapa penelitian


terdahulu yang berhubungan dengan pengendalian kualitas
produk cacat dengan penerapan metode Six sigma yang dapat
dijadikan acuan pada penelitian ini.
Perbandingan penelitian terdahulu dengan penelitian saat
ini dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Persamaan Perbedaan

Supriyadi,
Menerapkan metode Tempat penelitian
Ramayanti, G., &
1 six sigma dalam dilakukan di
Roberto, A. C.
analisa mesin flexo PT.RST
(2017)
Tempat
Hani Sirine, Menerapkan metode penelitian
2 Elisabeth Penti six sigma dalam proses dilakukan di PT.
Kurniawati (2017) produksi kovensi Diras Concept
sukoharjo
Menerapkan metode six Tempat penelitian
Aulia Kusumawati,
3 sigma dalam produksi dilakukan di
dan Lailatul
gula pabrik gula
Fitriyeni (2017)
Tempat penelitian
Menerapkan metode
Nailul Izzah, dan dilakukan di
4 six sigma dalam
Muhammad Fahrur UKM Alfiyah
produksi rebana
Rozi (2019) Gresik

Menerapkan metode Tempat penelitian


5 Fandi Ahmad six sigma dalam dilakukan di
(2019) produksi kursi UKM mebel

Menerapkan metode Tempat penelitian


six sigma dalam dilakukan di PT.
6 Penelitian ini (2021)
produksi tiang Multi Beton
pancang Karya Mandiri
2.2 Landasan Teori
Landasan teori merupakan seperangkat konstruk
(konsep), definisi dan proposisi yang berfungsi untuk melihat
fenomena secara sistematik, melalui spesifikasi hubungan antara
variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan dan
meramalkan fenomena. (Neumen dalam Sugiyono, 2010:52).
Landasan teori ini akan menjadi dasar yang kuat dalam sebuah
penelitian yang akan dilakukan. Atas dasar itulah peneliti
menggunakan beberapa landasan teori dari para pakar, antara lain
sebagai berikut :

2.2.1 Pengertian Produk Rusak

Menurut Mursyidi (2010:115), Produk rusak (spoiled


goods) merupakan produk gagal yang secara teknis atau secara
ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang sesuai
dengan standart mutu yang ditetapkan. Berbeda dengan sisa
bahan, produk rusak sudah menelan semua unsur biaya
produksi (bahan, tenaga, dan biaya overhead pabrik).

Produk rusak dapat diakibatkan oleh dua sebab. Pertama,


produk rusak disebabkan oleh kondisi eksternal, misalnya
karena spesifikasi pengerjaan yang sulit yang ditetapkan oleh
pemesan, atau kondisi ini sering disebut dengan “sebab luar
biasa”. Kedua, produk rusak disebabkan karena faktor internal
perusahaan, misalnya keteledoran pekerja, keterbatasan
peralatan, atau kerusakan fasilitas. Kondisi ini biasa disebut
“sebab biasa”.
2.2.2 Definisi Kualitas
Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan
yang sangat luas, relatif berbedabeda dan berubah-ubah,
sehingga definisi dari kualitas memiliki banyak kriteria dan
sangat bergantung pada konteksnya. Namun pada dasarnya
konsep dari kualitas sering dianggap sebagai kesesuaian,
keseluruhan ciri-ciri atau karakteristik suatu produk yang
diharapkan oleh konsumen. Menurut Tjiptono (1995)
mengemukakan bahwa konsep kualitas dianggap sebagai
ukuran relatif kebaikan suatu produk barang atau jasa yang
terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas
desain merupakan fungsi dari suatu produk sedangkan kualitas
kesesuaian adalah suatu ukuran tentang seberapa jauh suatu
produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi kualitas
yang ditetapkan.
M. N. Nasution (2005) menjelaskan pengertian
kualitas menurut beberapa ahli yang lain antara lain menurut
Crosby dalam buku pertamanya “Quality is Free” menyatakan
bahwa kualitas adalah “conformance to requirement”, yaitu
sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar
kualitas yang telah ditentukan. Adapun Menurut Juran (1993)
kualitas produk adalah kecocokan penggunaan produk (fitness
for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan.
Kecocokan penggunaan itu didasarkan atas lima ciri utama
sebagai berikut :
1. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.
2. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.
3. Waktu, yaitu kehandalan.
4. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.
5. Etika, yaitu sopan santun, ramah atau jujur.
Secara umum, dimensi kualitas menurut Vincent Gazpersz
(2007) mengidentifikasikan delapan dimensi kualitas yang dapat
digunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu
sebagai berikut:
1. Kinerja (Performance), berkaitan dengan aspek fungsional dari
produk dan merupakan karakteristik utama yang
dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu
produk.
2. Features, merupakan aspek kedua dari performansi yang
menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan dan
pengembangannya.
3. Keandalan (Reliability), berkaitan dengan kemungkinan suatu
produk melaksanakan fungsinya secara berhasil dalam periode
waktu tertentu di bawah kondisi tertentu.
4. Kemampuan pelayanan (Serviceability), merupakan
karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, keramahan/
kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi dalam
perbaikan.
5. Conformance, berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan.
6. Durability, merupakan ukuran masa pakai suatu produk.
Karakteristik ini berkaitan dengan daya tahan dari produk itu.
7. Estetika (Aesthetics), merupakan karakteristik yang bersifat
subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan
refleksi dari preferensi atau pilihan individual.
8. Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality), bersifat subjektif
berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi
produk tersebut.
2.2.3 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas
(manajemen perusahaan) untuk menjaga dan mengarahkan
agar kualitas produk dan jasa perusahaan dapat dipertahankan
sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas
merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas
produk mengalami kerusakan (Ahyari, 2000). Tujuan utama
pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan
standar kualitas yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan
biaya yang ekonomis atau serendah mungkin.

Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri


(1998) adalah:
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas
yang telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil
mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses
dengan menggunakan kualitas produksi tertentu dapat
menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah
mungkin.
2.2.4 Konsep Six Sigma Motorola
Six sigma motorola adalah salah satu metode baru yang
paling popular merupakan salah satu alternatif dalam prinsip-
prinsip pengendalian kualitas yang merupakan terobosan
dalam bidang manajemen kualitas (Gaspersz, 2002). Six sigma
awalnya diimplementasikan oleh perusahaan Motorola sejak
tahun 1986 dan terbukti kurang lebih 10 tahun setelah
mengimplementasikan six sigma telah mampu mencapai
tingkat kualitas sebesar 3,4 DPMO (defect per million
opportunities). Jadi six sigma merupakan suatu metode atau
teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik dalam
bidang manajemen kualitas. Beberapa keberhasilan Motorola
dalam mengaplikasikan six sigma menurut Gaspersz (2002)
adalah:

1. Penurunan COPQ (Cost Of Poor Quality) atau biaya cacat


produk lebih dari 84%.
2. Peningkatan produktivitas rata-rata sebesar 12,3% per
tahun.
3. Eliminasi kegagalan dalam proses sekitar 97%.
4. Peningkatan tingkat pertumbuhan pertahun rata-rata
mencapai 17% dalam penerimaan, keuntungan, dan harga
saham Motorola.
Menurut Gaspersz (2002) apabila konsep Six sigma akan
ditetapkan dalam bidang manufakturing, terdapat enam aspek
yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Identifikasi karakteristik produk yang memuaskan
pelanggan (sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan).
2. Mengklasifikasikan semua karakteristik kualitas itu sebagai
CTQ (Critical To Quality) individual.
3. Menentukan apakah setiap CTQ tersebut dapat
dikendalikan melalui pengendalian material, mesin proses
kerja dan lain-lain.
4. Menentukan batas maksimum toleransi untuk setiap CTQ
sesuai yang diinginkan pelanggan (menentukan nilai UCL
dan LCL dari setiap CTQ).
5. Menentukan maksimum variasi proses untuk setiap CTQ
(menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap
CTQ ).
6. Mengubah desain produk atau proses sedemikian rupa agar
mampu mencapai nilai target Six sigma.

2.2.5 Tahap-Tahap Implementasi Pengendalian


Kualitas Six Sigma

Metode DMAIC adalah sebuah siklus perbaikan yang


berbasis kepada data yang digunakan untuk meningkatkan,
mengoptimalkan dan menstabilkan proses bisnis dalam suatu
perusahaan. Menurut Gaspersz (2002), tahap-tahap
implementasi peningkatan kualitas dengan Six sigma terdiri
dari lima langkah yaitu menggunakan tahapan DMAIC atau
Define, Measure, Analyse, Improve, and Control.
1) Tahap Define, dilakukan pendefinisian masalah kualitas
dalam produk tiang pancang yaitu pendefinisian tentang
penyebab jenis kecacatan produk.

2) Tahap Measure, dilakukan pembuatan diagram control


(peta kendali), adapun langkah-langkah dalam pembuatan
diagram control adalah :

a. Menghitung Defect per unit (DPU)

DPU merupakan rasio jumlah cacat per satu unit.


Dihitung dengan cara jumlah cacat yang terjadi dibagi
dengan jumlah unit yang diproduksi. Persamaannya
sebagai berikut :

b. Menghitung garis tengah (Center Line / CL)

Dimana:
Σnp : jumlah total yang rusak
Σn : jumlah total yang diperiksa
: rata-rata kerusakan produk
c. Menghitung Batas Kendali Atas (Upper Control Limit /
UCL) dan Batas Kendali Bawah (Lower Control Limit /
LCL)

Dimana:
:¨rata-rata kerusakan produk
N : jumlah produksi

Langkah selanjutnya menghitung DPMO ( Defect per


Million Opportunities) dengan menggunakan rumus :

3) Tahap analyze, pada tahap ini dilakukan pembuatan


diagram pareto dan fishbone untuk mengetahui banyaknya
produk cacat dan penyebabnya.
4) Tahap Improve, disusun rekomendasi atau usulan tindakan
perbaikan secara umum dalam upaya menekan tingkat
kecacatan produk.
5) Tahap control , melakukan usulan tindakan perbaikan
dalam hal ini sepenuhnya menjadi wewenang PT. Multi
beton Karya Mandiri.

Anda mungkin juga menyukai