Anda di halaman 1dari 17

MATERI I

PERTEMUAN KE III
MATA KULIAH GIZI KERJA

MASALAH-MASALAH GIZI KERJA DI DUNIA DAN INDONESIA DAN PERAN


GIZI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DALAM SEKTOR EKONOMI

Pendahuluan.
Pembangunan nasional pada hakekatnya, seperti yang digariskan dalam GBHN, adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang menyangkut seluruh masyarakat Indonesia.
Hal ini berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah atau
kepuasan batiniah saja, namun perlu adanya keselarasan, keserasian dan kesinambungan
antara keduanya. Dalam kaitan inilah pembangunan kesehatan dibutuhkan dan merupakan
salah satu unsur dari kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah tersebut. Pembangunan
kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional sangat erat kaitannya dengan
pembangunan sosial budaya dan ekonomi dalam artian pengaruh timbal baliknya yang sangat
nyata. Sebagai contoh, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan masyarakat yang
meningkat akan diikuti oleh semakin meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.
Sebaliknya, peningkatan derajat kesehatan dapat meningkatkan tingkat kecerdasan dan
tingkat pendapatan masyarakat. Mengantisipasi keadaan ataupun situasi pada Pembangunan
Jangka Panjang II mendatang, unsur manusia akan lebih banyak mendapat perhatian. Hal ini
secara logis dapat diterangkan sebagai berikut ; pada PJP II (bahkan sudah dimulai sejak awal
Pelita V) telah terjadi pergeseran pada perekonomian di Indonesia. Kalau pada PELITA –
PELITA terdahulu tumpuan perhatian masih pada pertanian, maka kini telah terjadi
pergeseran ke perekonomian perindustrian. Konsekwensi pergeseran ini tidak saja
berpengaruh pada bentuk-bentuk fisik dari perekonomian tersebut tetapi juga sangat besar
pengaruhnya pada manusia yang merupakan tulang punggung keberhasilan perekonomian
tersebut dan lingkungannya. Jelas bahwa tuntutan yang harus dipenuhi dalam era industri ini
lebih besar bila dibandingkan tuntutan pada era sebelumnya. Untuk memenuhi tuntutan
tersebut, sudah saatnyalah untuk lebih memusatkan perhatian pada upaya peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam kaitannya meningkatkan produktifitas kerja dan salah
satu upaya yang cukup mendasar adalah upaya peningkatan gizi pekerja. Dengan
meningkatkan gizi pekerja diharapkan daya tahan tubuh mereka akan meningkat dan sebagai
konsekwensinya akan meningkat pulalah produktifitas kerjanya.
Gizi dan permasalahannya.
Berbicara masalah gizi, kita tidak terlepas dari pembahasan mengenai zat-zat makanan atau
nutrisi yang masuk kedalam tubuh. Makanan yang bergizi adalah makanan yang mengandung
zat-zat nutrien yang dibutuhkan oleh tubuh agar tubuh dapat melakukan fungsi-fungsinya
dengan sebaik-baiknya. Dengan perkataan lain zat gizi sangat diperlukan oleh tubuh untuk
pertumbuhan, perbaikan jaringan dan pemeliharaan tubuh beserta semua fungsinya. Sejak
dari masa janin, bayi, remaja sampai ke masa dewasa dan lansia (lanjut usia), manusia
membutuhkan zat-zat yang berguna untuk membantu fungsi semua organ agar dapat berjalan
dengan baik, apakah zat itu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, garam mineral dan air.
Karbohidrat, protein, dan lemak dibutuhkan sebagai sumber tenaga atau energi untuk bekerja.
Kalori yang dihasilkan untuk setiap 1 gram karbohidrat adalah sebesar 4 gramkalori, sedang 1
gram protein menghasilkan 4 gramkalori dan untuk setiap 1 gram lemak dapat menghasilkan
kalori sebesar 9 gramkalori. Vitamin dan mineral dibutuhkan sebagai pengatur tubuh dengan
jalan memperlancar proses oksidasi, memelihara fungsi normal otot dan syaraf, vitalitas
jaringan dan menunjang fungsi-fungsi tertentu. Selain itu, di dalam proses-proses tersebut
juga dibutuhkan air dan oksigen dari udara. Peranan air sangat penting sebagai medium atau
pelarut dari getah-getah tubuh, peredaran darah dan proses-proses dalam tubuh lainnya.
Kebutuhan akan zat-zat ini berbeda-beda dan perbedaan ini tergantung dari umur, jenis
kelamin, jenis pekerjaan ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Pada wanita dewasa,
kalori yang dibutuhkan berkisar antara 1.600 -2000 kilokalori, sedangkan pria dewasa
membutuhkan sekitar 2.500 -3.000 kilokalori setiap harinya.
Secara umum pengaruh gizi pada manusia sangatlah kompleks, antara lain dapat berpengaruh
terhadap perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas dan kesanggupan kerja
yang mana kesemua ini sangatlah erat hubungannya dengan perbaikan atau peningkatan
pendapatan masyarakat. Dengan demikian agar dapat melakukan kerja seoptimal mungkin
sangatlah perlu diperhatikan kualitas makanan yang dimakan, hendaknyalah memakan
makanan yang cukup mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh atau makanan yang
berimbang (balanced diet). Banyak masalah-masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan
akibat tidak adanya keseimbangan gizi yang lebih dikenal sebagai akibat gizi salah. Gizi
salah yang diderita pada masa janin (dalam kandungan) dan masa anak-anak dapat
menghambat antara lain kecerdasan, motivasi, kesanggupan belajar. Selain itu, ada dugaan
bahwa gizi salah yang diderita pada masa janin dapat menimbulkan kelainan kromosoma
yang bisa berakibatkan pada perilaku abnormal ataupun kelainankelainan yang akan bertahan
selama hidup. Masalah lain yang dapat diakibatkan oleh gizi salah ini adalah gangguan
perkembangan Fisik. Suatu studi yang dilakukan di India menunjukkan bahwa 90 % dari
3000 anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah mempunyai ukuran
tubuh lebih kecil dari ukuran normal. Keadaan seperti ini merupakan gambaran umum dari
masyarakat di negara-negara yang secara ekonomi tergolong kurang berkembang. Masih
berkaitan dengan berat badan lahir yang rendah, pada suatu penelitian yang dilakukan di
Hertfordshire (lnggris) ditemukan bahwa bayi-bayi yang dilahirkan dengan berat badan
kurang dari 2,5 kg mempunyai resiko yang besar untuk menderita penyakit jantung koroner.
Namun yang cukup menarik dari penelitian tersebut bahwa resiko itu menjadi menurun bila
kekurangan tersebut dapat dikejar sehingga mencapai berat badan yang normal
(Barker,1992). Jadi jelas sekali bahwa perawatan yang tentunya termasuk gizi dalam hal ini
cukup menentukan kondisi seseorang selanjutnya dan ini tentunya sedikit banyaknya akan
berkaitan dengan produktifitas kerja dan kualitas hidupnya di kemudian hari. Sebenarnya,
dalam pembahasan gizi salah yang dapat menimbulkan masalah kesehatan tidaklah semata-
mata hanya keadaan kurang gizi, namun kelebihan gizipun dapat menimbulkan gangguan
pada manusia. Jadi kalau kita tilik lebih dalam yang tergolong dalam gizi salah (malnutrisi)
ini ada dua golongan, yaitu kurang gizi (under nutrition) dan kelebihan gizi (over nutrition).
Jelas, bahwa gangguan atau penyakit yang ditimbulkan oleh golongan kedua ini lebih banyak
dijumpai pada masyarakat di negara-negara maju seperti penyakit jantung koroner, darah
tinggi (hipertensi), dan lain-lain. Sedangkan pada negara- negara berkembang pada umumnya
banyak dijumpai keadaan kurang gizi yang sering disebut dengan Kurang Energi Protein
(KEP), Defisiensi vitamin A, Gangguan Akibat Kekurangan lodium (GAKI) dan lain-lain
yang nantinya dapat berakibat pada turunnya daya tubuh dan memudahkan untuk mendapat
penyakit-penyakit infeksi ataupun gangguan lain. Di Indonesia, berdasarkan data yang
dikumpulkan oleh BPS melalui modul SUSENAS tahun 1986, 1987, dan 1989 serta hasil
survai Vitamin A tahun 1978 menunjukkan adanya penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi
buruk yang cukup bermakna. Pada tahun 1978 prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di
Indonesia sebesar 15,9% yang kemudian menurun hingga 10,5% pada tahun 1989. Demikian
pula prevalensi Kurang Energi Protein (KEP) berat juga mengalami penurunan dari 3%
menjadi 1,4% dalam kurun waktu yang sama. Keadaan ini menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan energi dan protein rumah tangga Kecenderungan ini selain
disebabkan sudah mulai menurunnya jumlah penduduk yang miskin, juga pemerintah giat
melakukan berbagai program upaya perbaikan gizi masyarakat. Sedangkan masalah GAKI di
negara kita masih merupakan masalah yang cukup besar. Data tahun 1990 menunjukkan
angka prevalensi nasional GAKI dalam bentuk angka penyakit gondok sebesar 27,7%. Angka
ini hila dibandingkan dengan data tahun 1982 (37,2%) telah mengalami penurunan. Namun
bila diperhatikan per propinsi, masih terdapat beberapa propinsi yang justru menunjukkan
peningkatan prevalensi. Walaupun permasalahan kesehatan yang masih berkaitan dengan gizi
kurang masih cukup banyak dijumpai di Indonesia, namun saat ini permasalahan gizi lebih
sudah mulai meningkat terutama di daerah perkotaan di Indonesia. Hal ini terlihat dari Survei
kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dimana penyakit kardiovaskuler yang pada tahun 1972
merupakan penyebab kematian peringkat 11 menjadi peringkat ke-3 pada tahun 1986 dan
pada SKRT 1992 menjadi penyebab utama kemaatian di Indonesia. Dengan melihat kondisi
ini, maka saat ini Indonesia sedang menghadapi dua masalah atau problema ganda gizi
dimana diperlukan pemecahan masalah yang tepat sehingga diharapkan kualitas sumber daya
akan meningkat yang pada akhirnya juga berhubungan dengan tingkat produktifitasnya.
Secara umum, permasalahan gizi dan pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain faktor demografi seperti pertambahan jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi, besarnya proporsi penduduk usia muda, penyebaran penduduk yang tidak
merata, perubahan susunan penduduk; faktor sosial ekonomi dimana terjadinya peningkatan
kesejahteraan masyarakat, meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara baik
langsung berpengaruh pada pendapatan keluarga. Selain itu, faktor lain yang berpengaruh
pada masalah gizi dan pangan adalah perkembangan IPTEK dimana terjadinya arus
moderenisasi yang membawa banyak perubahan pada pola hidup masyarakat termasuk pada
pola makan. Salah satu dampak dari arus moderenisasi terhadap pola makan adalah
meningkatnya konsumsi lemak. Tidak heran kalau kita lihat bahwa penyakit jantung koroner
cenderung meningkat akhir-akhir ini. Gizi dan produktivitas kerja. Produktifitas kerja pada
hakekatnya ditentukan oleh banyak faktor, faktor manusia dan faktor di luar diri manusia.
Faktor manusia dapat dibagi dalam faktor fisik dan faktor non fisik, sedangkan faktor di luar
diri manusia dapat berupa tekno-struktur yang dipakai dalam bekerja, sistem manajemen
perusahaan, dan lain-lain.
Upaya perbaikan kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh secara jelas dicakup dalam
Garis-garis Besar Haluan Negara, 1988 pada Kebijaksanaan di bidang perlindungan tenaga
kerja yang ditujukan pada perbaikan upah, syarat kerja, kondisi kerja, hubungan kerja,
keselamatan dan kesehatan kerja. Dalam kesehatan kerja tercakup tiga aspek penting yaitu
mengenai kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja dimana tujuannya adalah agar
masyarakat dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya. Gizi dalam hati ini
merupakan salah satu faktor penentu kapasitas kerja. Masukan gizi yang cukup kualitas dan
kuantitasnya sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan pembangunan fisik maupun mental.
Dari berbagai penelitian yang dilakukan ternyata bahwa gizi mempunyai kaitan dengan
produktifitas kerja; hal ini terbukti dari hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
secara umum kurang gizi akan menurunkan daya kerja serta produktifitas kerja. Dalam
melakukan pekerjaannya, perlu disadari bahwa masyarakat pekerja yang sehat akan bekerja
dengan giat, tekun, produktif dan teliti sehingga dapat mencegah kecelakaan yang mungkin
terjadi selama bekerja. Dapat dibayangkan apabila pekerja mengalami kurang gizi, hal ini
paling tidak akan mengurangi konsentrasi bekerja ataupun ketelitiannya dalam melakukan
kerja; kondisi ini tentunya sangat membahayakan keselamatannya apalagi kalau pekerja
tersebut bekerja dengan menggunakan alat-alat yang dalam penggunaannya sangat
membutuhkan konsentrasi dan perhatian yang tinggi karena kalau tidak berhati-hati dapat
menimbulkan kecelakaan. Di dalam Pembangunan Jangka Panjang tahap II, kreatifitas dan
peningkatan produktifitas kerja sangat diharapkan. Untuk dapat memenuhi tuntutan ini, mutu
ataupun kualitas sumber daya manusia perlu mendapat perhatian yang cukup besar.
Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia.
Pertama, Indeks Mutu Hidup atau Physical Quality of Life Index (PQLI).
Kedua, Human Development Index (HDI) yang dikembangkan oleh UNDP.
Ketiga, yang sekarang dalam taraf pengembangan oleh BAPPENAS, yakni Social
Development Index (SDl). Dalam ketiga indikator yang disebut diatas, unsur yang
menyangkut derajat kesehatan selalu merupakan salah satu unsurnya. Hal ini menunjukkan
bahwa derajat kesehatan merupakan kontributor penting bagi kualitas sumber daya manusia
yang mana erat kaitannya dengan kreativitas dan peningkatan produktiftas kerja yang
selanjutnya akan dapat meningkatkan perekonomian clan pendapatan masyarakat. lLO (1976)
mencanangkan suatu model pembangunan yang menekankan pada pemerataan dan
pertumbuhan yang diikuti oleh pendekatan pemenuhan kebutuhan rnanusia (basic human
needs).
Pendekatan kebutuhan dasar ini menekankan pentingnya dipenuhinya kebutuhan dasar
penduduk yaitu pangan, sandang, perumahan dan sebagainya, sebelum dipenuhinya
kebutuhan lain yang kurang mendesak dan umumnya yang hanya dibutuhkan oleh sejumlah
kecil penduduk. Dalam upaya pembangunan sumber daya manusia pendekatan ini sangat
berarti karena dapat mengurangi kurang gizi, penyakit dan kebodohan akibat kurang
pendidikan. Peran sumber daya manusia yang mempunyai pengaruh besar terhadap
pertumbuhan perekonomian ternyata dirasa juga oleh pemikir dan perancang kebijakan di
dunia. Hal ini terbukti pada North-South Round Table Conference tentang Adjustment And
Growth With Human Development di Salzburg, Austria tahun 1986 yang menghasilakan
Salzburg Statement" yang antara lain menganjurkan agar kebijaksanaan penyesuaian
pembangunan ekonomi tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk
membangun manusia. Untuk itu kegiatan pembangunan agar memberikan perhatian yang
lebih besar terhadap program-program pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar,
perbaikan gizi.
Derajat kesehatan yang baik mempunyai dampak positif yang langsung terhadap laju
pembangunan. Rakyat yang semakin sehat, bukan hanya merupakan tujuan tetapi juga sarana
agar laju pembangunan dapat dipercepat. Derajat kesehatan yang makin baik akan meningkat
produktifitas tenaga kerja, mengurangi jumlah hari-hari ia tidak masuk kerja karena sakit
serta memperpanjang umur produktifnya. Beberapa hasil penelitian yang diacudalam World
Development Report 1991 antara lain penelitian di Sierra Leone menunjukkan bahwa apabila
konsumsi kalori pekerja-pekerja pertanian disana, yang rata- rata mengkonsumsikan kalori
hanya sebanyak 1.500 kalori setiap hari, ditingkatkan konsumsi kalorinya sebanyak 10%
maka diperkirakan produktifitasnya yang diukur dengan output yang dihasilkan akan naik
5%. Hasil yang sarna juga diperoleh dari penelitian terhadap pekerja-pekerja pembangunan
jalan di Kenya. Selain itu studi di 8 negara berkembang juga menunjukkan bahwa
penghasilan pekerja yang hilang karena pekerja tidak dapat bekerja karena sakit berkisar
antara 2,1% dan 6,5% dari seluruh penghasilannya.
Hubungan antara keadaan gizi dan produktifitas kerja sebenarnya telah dikenal dengan baik
sejak satu abad yang lalu oleh orang-orang yang mempunyai budak belian yang melihat
bahwa gizi salah berarti penurunan modal. Di Brazil Timur Laut, pemilik pabrik gula segera
mengetahui bahwa jika orang Afrika yang bekerja padanya disiksa atau mendapat tekanan,
akan memberikan hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dengan keadaan bila diurus
dengan baik yang berarti diberi makanan yang bergizi cukup baik. Beberapa tuan dari budak
belian di Amerika Serikat juga telah sadar akan adanya hubungan erat antara susunan
makanan dengan pengembalian ekonomis. Seorang tuan tanah Virginia memberikan nasihat
dalam Farmer's Register pada tahun 1837. Ia mengatakan bahwa pokok persoalan yang paling
penting dalam manajemen budak belian adalah pemberian makanan yang mencukupi. Tuan
yang memberikan kepada pekerja ladangnya setengah pon daging sehari dan sayur mayur
akan mendapat keuntungan lebih baik dalam bentuk tenaga kerja budak belian tersebut
dibandingkan dengan mereka yang memberikan jatah biasa kepada budak beliannya. Tonny
Sajimin dari Jurusan Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada mengatakan
bahwa status gizi mempunyai korelasi positif dengan kualitas fisik manusia. Makin baik
status gizi seseorang semakin baik kualitas fisiknya. Ketahanan dan kemampuan tubuh untuk
melakukan pekerjaan dengan produktifitas yang memadai akan lebih dipunyai oleh individu
dengan status gizi baik. Selain itu, peranan gizi dengan produktifitas juga ditunjukkan oleh
Darwin Karyadi (1984) dalam penelitiannya dimana dengan penambahan gizi terjadi
kenaikan produktifitas kerja. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa para penyadap getah
yang tidak menderita anemia memiliki produktifitas 20% lebih tinggi daripada yang
menderita anemia. Pemberian diet yang mengandung kalori sejumlah yang diperlukan oleh
pekerja berat dapat meningkatkan produktifitasnya. Pada dasarnya zat gizi yang dibutuhkan
oleh seseorang sangat ditentukan oleh aktifitas yang dilakukannya sehari-hari. Makin berat
aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan zat gizi akan meningkat pula terutama energi.
Sebagai contoh, seorang pria dewasa dengan pekerjaan ringan membutuhkan energi sebesar
2.800 kilokalori. Sedangkan pekerja dengan pekerjaan yang berat membutuhkan 3.800
kilokalori. Selain energi, tentu keseimbangan zat gizi lain seperti protein, lemak, vitamin dan
mineral sangat penting diperhatikan untuk mendapatkan kondisi kesehatan dan kinerja yang
baik.
Nutrisi yang tepat berarti mengkonsumsi makanan dan cairan yang memadai yang dapat
memberikan :
• Bahan bakar (karbohidrat dan lemak) untuk energi.
• Bahan-bahan (protein) untuk membangun, memelihara, dan memperbaiki semua
• jaringan tubuh.
• Bahan-bahan (vitamin dan mineral) untuk membantu proses-proses metabolisme.
• Air, suatu medium cairan untuk membantu proses-proses metabolisme. Komposisi yang
cukup memadai dari diet seimbang bagi pekerja dianjurkan terdiri dari 50 -55% karbohidrat,
25 -35 % lemak, 10 -15 % protein dan secukupnya air, vitamin serta mineral.
Kesimpulan :
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat dibutuhkan guna peningkatan kreatifitas
dan produktifitas kerja. Hal ini dapat dicapai dengan mengadakan perbaikan gizi pekerja.
Upaya perbaikan gizi pekerja berarti meningkatkan kualitas fisik dalam artian peningkatan
daya tahan tubuh, peningkatan kesanggupan kerja juga peningkatan kualitas non fisik seperti
kecerdasan, aspirasi yang tinggi dan peningkatan ketrampilan yang selanjutnya dapat
meningkatkan tingkat pendapatan pekerja.
Kepustakaan :
1. Alan Berg: Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional (terjemahan), Penerbit CV
Rajawali, Jakarta, 1986.
2. Alan Berg dan Robert J. Muscat: Faktor Gizi (terjemahan), Penerbit Bhratara Karya
Aksara, Jakarta, 1985.
3. Barker DJP. Winter P.D., Osmond C, Margaretts, BM, Simmondo S.J. : Weight in infancy
and death from ischaemic heart disease In: Barker O.JP, Robinson I{.J cds. fetal and infant
origins of adult disease. London, Brit., med. J. 1992 : 141.
4. Depkes: Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi Pekerja, Depkes, Jakarta, 1992.
5. Phyllis Sullivan Howe: Basic Nutrition in Health and Disease, including selection and care
of food, seventh edition, W.B. Saunders Company, USA, 1981.
6. Suma'mur : Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, cetakan kelima, PT Gunung Agung,
Jakarta, 1986, halo 197 -206.
7. WHO study group: Diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases, WHO, Geneva,
1990.
8. Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, DepKes R.I : Informasi tentang Peranan
Pembangunan Kesehatan dalam Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia, 1991.
MATERI II

PERMASALAHAN GIZI MASYARAKAT DAN UPAYA PERBAIKANNYA

Abstrak.
Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat kurang
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama.Ditandai
dengan status gizi sangat kurus. Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada
tingkat konsumsi, Dewasa ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada umumnya
disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas
lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Indikator masalah gizi dari
sudut pandang sosial-budaya antara lain stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-
cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat
rentan terhadap penyakit gizi kurang. Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang
terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Kurangnya pemberdayaan wanita
dan keluarga serta kurangnya pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan
meningkatnya pengangguran, inflasi dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi,
politik dan keresahan sosial yang menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Mengembangkan
kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah gizi, baik kemampuan
teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya faktor yang berperan untuk
pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan beberapa aspek yang saling
mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi, misalnya kesehatan, pertanian,
pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.
Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya
perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
Kata kunci : gizi buruk, kesehatan, masyarakat, pembangunan, perbaikan.
Pendahuluan
Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi, Dewasa ini
Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yakni masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih.
Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,
kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
gizi, menu seimbang dan kesehatan, dan adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya
masalah gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu yang
disertai dengan minimnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan. Dengan
demikian, sebaiknya masyarakat meningkatkan perhatian terhadap kesehatan guna mencegah
terjadinya gizi salah (malnutrisi) dan risiko untuk menjadi kurang gizi (Mohamad Agus
Salim, 2015; Mohamad Agus Salim ,2013) Masalah gizi merupakan masalah yang ada di
tiap-tiap negara, baik negara miskin, negara berkembang dan negara maju. Negara miskin
cenderung dengan masalah gizi kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju
cenderung dengan masalah gizi lebih (Soekirman, 2000; Mohamad Agus Salim, 2012). Saat
ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia
menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang yang pada
umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya
kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu masalah gizi
lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai
dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004; Subandi, 2005; Subandi, 2011).
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam menciptakan
sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif.
Upaya peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan
pertumbuhan anak sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik.
Dengan lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit
masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan
yang higienis, ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan kesehatan
primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk. Secara makro,
dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi lintas sektor dari
pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya poin-poin penting seperti
pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan
yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan paradigma di tataran bawah
dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Tinjauan Pustaka
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-
zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ-organ, serta menghasilkan energi. Tak satu pun jenis makanan yang mengandung
semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan
produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi anekaragam makanan; kecuali
bayi umur 0-4 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-4
bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh
kembang dirinya secara wajar dan sehat. Makan makanan yang beranekaragam sangat
bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung
unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya, dalam
pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat
tenaga, pembangun dan zat pengatur. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu
zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan
yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur (Mohamad Agus Salim.
2015)
Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang,
sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat
menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari (Mohamad
agus Salim ,2012b)
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-
kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging,
susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang. Makanan sumber zat pengatur adalah
semua sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan
mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
Gizi dalam kesehatan masyarakat Terkait erat dengan ”gisi kesehatan masyarakat” adalah
”kesehatan gizi masyarakat,” yang mengacu pada cabang populasi terfokus kesehatan
masyarakat yang memantau diet, status gizi dan kesehatan, dan program pangan dan gizi, dan
memberikan peran kepemimpinan dalam menerapkan publik kesehatan prinsip-prinsip untuk
kegiatan yang mengarah pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit melalui
pengembangan kebijakan dan perubahan lingkungan.
Definisi Gizi kesehatan masyarakat merupakan penyulingan kompetensi untuk gizi kesehatan
masyarakat yang disarankan oleh para pemimpin nasional dan internasional dilapangan. Gizi
istilah dalam kesehatan masyarakat mengacu pada gizi sebagai komponen dari cabang
kesehatan masyarakat , ”gizi dan kesehatan masyarakat” berkonotasi koeksistensi gizi dan
kesehatan masyarakat, dan gizi masyarakat mengacu pada cabang kesehatan masyarakat yang
berfokus pada promosi kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat dengan menyediakan
layanan berkualitas dan program-program berbasis masyarakat yang disesuaikan dengan
kebutuhan yang unik dari komunitas yang berbeda dan populasi. Gizi masyarakat meliputi
program promosi kesehatan, inisiatif kebijakan dan legislatif, pencegahan primer dan
sekunder, dan kesehatan di seluruh rentang hidup
Definisi Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau
dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik-buruknya penyediaan makanan
sehari-hari. Adapun definisi lain menurut Suyatno, Ir. Mkes, Status gizi yaitu Keadaan yang
diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (“intake”) zat gizi dan jumlah
yang dibutuhkan (“requirement”) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan
fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya). Status gizi yang baik
diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan
bagi anak, serta menunjang pembinaan prestasi olahragawan. Status gizi ini menjadi penting
karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan atau kematian. Status
gizi yang baik pada seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan kesehatan. Status gizi juga dibutuhkan untuk
mengetahui ada atau tidaknya malnutrisi pada individu maupun masyarakat. Dengan
demikian, status gizi dapat dibedakan menjadi gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih.
Indikator Status Gizi
Indikator status gizi yaitu tanda-tanda yang dapat memberikan gambaran tentang
keadaan keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Indikator status
gizi umumnya secara langsung dapat terlihat dari kondisi fisik atau kondisi luar
seseorang. contoh: pertumbuhan fisik → ukuran tubuh → antropometri (berat badan,
tinggi badan, dan lainnya).

Gizi Buruk Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat
akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu
lama.Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.
Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga
gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput Kwashiorkor adalah
keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh tubuh terutama di punggung kaki,
wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut
tipis/kemerahan. Marasmus-Kwashiorkor: adalah keadaan gizi buruk dengan tandatanda
gabungan dari marasmus dan kwashiorkor
Pembahasan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gizi Seseorang
∙ Faktor Lingkungan Lingkungan yang buruk seperti air minum yang tidak bersih, tidak
adanya saluran penampungan air limbah, tidak menggunakan kloset yang baik, juga
kepadatan penduduk yang tinggi dapat menyebabkan penyebaran kuman patogen.
Lingkungan yang mempunyai iklim tertentu berhubungan dengan jenis tumbuhan yang dapat
hidup sehingga berhubungan dengan produksi tanaman.
∙ Faktor Ekonomi Di banyak negara yang secara ekonomis kurang berkembang, sebagian
besar penduduknya berukuran lebih pendek karena gizi yang tidak mencukupi dan pada
umunya masyarakat yang berpenghasilan rendah mempunyai ukuran badan yang lebih kecil.
Masalah gizi di negara-negara miskin yang berhubungan dengan pangan adalah mengenai
kuantitas dan kualitas. Kuantitas menunjukkan penyediaan pangan yang tidak mencukupi
kebutuhan energi bagi tubuh. Kualitas berhubungan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi
khusus yang diperlukan untuk petumbuhan, perbaikan jaringan, dan pemeliharaan tubuh
dengan segala fungsinya.
∙ Faktor Sosial Budaya Indikator masalah gizi dari sudut pandang sosial-budaya antara lain
stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di
lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang. Juga
indikator demografi yang meliputi susunan dan pola kegiatan penduduk, seperti peningkatan
jumlah penduduk, tingkat urbanisasi, jumlah anggota keluarga, serta jarak kelahiran. Tingkat
pendidikan juga termasuk dalam faktor ini. Tingkat pendidikan berhubungan dengan status
gizi karena dengan meningkatnya pendidikan seseorang, kemungkinan akan meningkatkan
pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan.
∙ Faktor Biologis/Keturunan Sifat yang diwariskan memegang kunci bagi ukuran akhir yang
dapat dicapai oleh anak. Keadaan gizi sebagian besar menentukan kesanggupan untuk
mencapai ukuran yang ditentukan oleh pewarisan sifat tersebut. Di negara-negara
berkembang memperlihatkan perbaikan gizi pada tahuntahun terakhir mengakibatkan
perubahan tinggi badan yang jelas.
∙ Faktor Religi Religi atau kepercayaan juga berperan dalam status gizi masyarakat,
contohnya seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang
sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tersebut.
Seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan. Akibat yang Ditimbulkan Karena Gizi Salah
(Malnutrisi) Gizi salah berpengaruh negatif terhadap perkembangan mental, perkembangan
fisik, produktivitas, dan kesanggupan kerja manusia. Gizi salah yang diderita pada masa
periode dalam kandungan dan periode anak-anak, menghambat kecerdasan anak. Anak yang
menderita gizi salah tingkat berat mempunyai otak yang lebih kecil daripada ukuran otak
rata-rata dan mempunyai sel otak yang kapasitasnya 15%-20% lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang bergizi baik. Studi di beberapa negara menunjukkan bahwa anak yang
pernah menderita gizi salah, hasil tes mentalnya kurang bila dibandingkan dengan hasil tes
mental anak lain yang bergizi baik. Anak yang menderita gizi salah mengalami kelelahan
mental serta fisik, dan dengan demikian mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi di dalam
kelas, dan seringkali ia tersisihkan dari kehidupan sekitarnya. Anak yang berasal dari
keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah telah diteliti memiliki persentase di bawah
ukuran normal bagi tinggi dan berat badan anak sehat. Sedangkan hubungan antara zat gizi
dan produktivitas kerja telah dikenal baik sejak satu abad yang lalu oleh orang-orang yang
mempunyai budak belian yang melihat bahwa gizilah berarti penurunan nilai modal.
Produktivitas pekerja yang disiksa atau mendapat tekanan akan memberikan hasil yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan keadaan yang diurus dengan baik, dalam artian diberikan
makanan yang bergizi cukup baik. Gizi salah merupakan sebab-sebab penting yang
berhubungan dengan tingginya angka kematian di antara orang dewasa meskipun tidak begitu
mencolok bila dibandingkan dengan angka kematian di antara anak-anak yang masih muda.
Dampak relatif yang ditimbulkan oleh gizi salah ialah melemahkan daya tahan tehadap
penyakit yang biasanya tidak mematikan dan perbaikan gizi adalah suatu faktor utama yang
membantu meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Status gizi juga berhubungan
langsung dengan lamanya waktu yang diperlukan untuk penyembuhan setelah menderita
infeksi, luka, dan operasi yang berat.
Cara-cara Perbaikan Status Gizi
Pengaturan makanan adalah upaya untuk meningkatkan status gizi, antara lain menambah
berat badan dan meningkatkan kadar Hb. Berikut adalah pengaturan makanan yang bertujuan
untuk meningkatkan status gizi:
∙ Kebutuhan energi dan zat gizi ditentukan menurut umur, berat badan, jenis kelamin, dan
aktivitas;
∙ Susunan menu seimbang yang berasal dari beraneka ragam bahan makanan, vitamin, dan
mineral sesuai dengan kebutuhan
∙ Menu disesuaikan dengan pola makan;
∙ Peningkatan kadar Hb dilakukan dengan pemberian makanan sumber zat besi yang berasal
dari bahan makanan hewani karena lebih banyak diserap oleh tubuh daripada sumber
makanan nabati;
∙ Selain meningkatkan konsumsi makanan kaya zat besi, juga perlu menambah makanan yang
banyak mengandung vitamin C, seperti pepaya, jeruk, nanas, pisang hijau, sawo kecik, sukun,
dll. Penanggulangan Masalah Gizi Seperti yang telah kita ketahui, masalah gizi yang salah
kian marak di negara kita. Dengan demikian diperlukan penanggulangan guna memperbaiki
gizi masyarakat Indonesia.
Berikut ini cara-cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi gizi salah, baik gizi kurang
maupun gizi lebih.
1) Penanggulangan masalah gizi kurang
a. Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi
beraneka ragam pangan;
b. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yng diarahkan pada pemberdayaan
keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga;
c. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit;
d. Peningkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi (SKPG);
e. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat;
f. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas;
g. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT),
distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta kapsul minyak beriodium;
h. Peningkatan kesehatan lingkungan;
i. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, Iodium, dan Zat Besi;
j. Upaya pengawasan makanan dan minuman
k. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
2) Penanggulangan masalah gizi lebih
Dilakukan dengan cara menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan
makanan dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari tekanan hidup/stress.
Penyeimbangan masukan energi dilakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan
lemak serta menghindari konsumsi alkohol. Sedangkan berbagai upaya yang dapat dilakukan
dalam upaya penanggulangan masalah gizi buruk menurut Depkes RI (2005) dirumuskan
dalam beberapa kegiatan berikut :
a. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di
posyandu.
b. Meningkatkan cakupan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di puskesmas / RS dan
rumah tangga.
c. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang
gizi dari keluarga miskin.
d. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada
anak (ASI/MP-ASI).
e. Memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A) kepada semua balita
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1) Antropometri
Pengertian Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. −
Penggunaan Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan
protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
2) Klinis
Pengertian Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial
epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical
surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari
kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk mengetahui tingkat
13 status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fifik yaitu tanda (sign) dan gejala
(Symptom) atau riwayat penyakit.
3) Biokimia
Pengertian Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji
secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan
otot. Penggunaan Metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik,
maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang spesifik.
4) Biofisik
Pengertian Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan. Penggunaan Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
Penilaian gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu : Survei Konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
a. Survei Konsumsi Makanan
Pengertian Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak
langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi
berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
b. Statistik Vital
Pengertian Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis dan
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan
kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan. Penggunaan
Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran
status gizi masyarakat.
c. Faktor Ekologi
Pengertian Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. Pengukuran
faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
Permasalahan Gizi Masyarakat UNICEF (1988) telah mengembangkan kerangka konsep
makro (lihat skema.) sebagai salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi.
Dalam kerangka tersebut ditunjukkan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh:
1) Penyebab langsung Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi
kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi
juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada
akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh
cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2) Penyebab tidak langsung Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang
yaitu :
a. Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu
untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup
baik jumlah maupun mutu gizinya.
b. Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat
menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan baik baik fisik, mental dan sosial.
c. Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang
ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar
yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor tersebut berkaitan
dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi tingkat
pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,
makin baik pola pengasuhan maka akan makin banyak keluarga yang memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
3) Pokok masalah di masyarakat Kurangnya pemberdayaan keluarga dan kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat berkaitan dengan berbagai faktor langsung maupun
tidak langsung. Akar masalah Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga serta kurangnya
pemanfaatan sumber daya masyarakat terkait dengan meningkatnya pengangguran, inflasi
dan kemiskinan yang disebabkan oleh krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang
menimpa Indonesia sejak tahun 1997. Keadaan tersebut teleh memicu munculnya kasus-
kasus gizi buruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan keluarga yang tidak memadai.
Masalah gizi terbagi menjadi masalah gizi makro dan mikro. Masalah gizi makro adalah
masalah yang utamanya disebabkan kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan
protein. Manifestasi dari masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil
yang Kurang Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi baru lahir yang rendah (BBLR).
Bila terjadi pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor atau marasmic-
kwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia sekolah.
Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan
membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan menurut tinggi, apabila
sesuai dengan standar anak disebut Gizi Baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut Gizi
Kurang, sedangkan jika jauh di bawah standar disebut Gizi Buruk. Bila gizi buruk disertai
dengan tandatanda klinis seperti ; wajah sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung,
kulit keriput disebut Marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat
dan sembab disebut Kwashiorkor. Marasmus dan Kwashiorkor atau Marasmus Kwashiorkor
dikenal di masyarakat sebagai “busung lapar”. Gizi mikro (khususnya Kurang Vitamin A,
Anemia Gizi Besi, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium). Seperti contoh gizi buruk. Gizi
buruk adalah bentuk terparah (akut), merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang
disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari dan
terjadi dalam waktu yang cukup lama. Itu ditandai dengan status gizi sangat kurus ( menurut
BB terhadap TB ) dan hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor
atau marasmic kwashiorkor.
Ada beberapa cara untuk mengetahui seorang anak terkena busung lapar (gizi buruk) yaitu :
1. Dengan cara menimbang berat badan secara teratur setiap bulan. Bila perbandingan berat
badan dengan umurnya dibawah 60% standar WHO-NCHS, maka dapat dikatakan anak
tersebut terkena busung lapar (Gizi Buruk).
2. Dengan mengukur tinggi badan dan Lingkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan
standar anak yang normal waspadai akan terjadi gizi buruk. Solusi Permasalahan Gizi
Masyarakat Menurut Hadi (2005), solusi yang bisa kita lakukan adalah berperan bersama-
sama. Peran Pemerintah dan Wakil Rakyat (DPRD/DPR). Kabupaten Kota daerah membuat
kebijakan yang berpihak pada rakyat, misalnya kebijakan yang mempunyai filosofi yang baik
“menolong bayi dan keluarga miskin agar tidak kekurangan gizi dengan memberikan
Makanan Pendamping (MP) ASI. Peran perguruan tinggi juga sangat penting dalam
memberikan kritik maupun saran bagi pemerintah agar supaya pembangunan kesehatan tidak
menyimpang dan tuntutan masalah yang riil berada di tengah-tengah masyarakat, mengambil
peranan dalam mendefinisikan ulang kompetensi ahli gizi Indonesia dan
memformulasikannya dalam bentuk kurikulum pendidikan tinggi yang dapat memenuhi
tuntutan zaman.
Menurut Azwar (2004). Solusi yang bisa dilakukan adalah :
1. Upaya perbaikan gizi akan lebih efektif jika merupakan bagian dari kebijakan
penangulangan kemiskinan dan pembangunan SDM. Membiarkan penduduk menderita
masalah kurang gizi akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan dalam hal
pengurangan kemiskinan. Berbagai pihak terkait perlu memahami problem masalah gizi dan
dampak yang ditimbulkan begitu juga sebaliknya, bagaimana pembangunan berbagai sektor
memberi dampak kepada perbaikan status gizi. Oleh karena itu tujuan pembangunan beserta
target yang ditetapkan di bidang perbaikan gizi memerlukan keterlibatan seluruh sektor
terkait.
2. Dibutuhkan adanya kebijakan khusus untuk mempercepat laju percepatan peningkatan
status gizi. Dengan peningkatan status gizi masyarakat diharapkan kecerdasan, ketahanan
fisik dan produktivitas kerja meningkat, sehingga hambatan peningkatan ekonomi dapat
diminimalkan.
3. Pelaksanaan program gizi hendaknya berdasarkan kajian ‘best practice’ (efektif dan
efisien) dan lokal spesifik. Intervensi yang dipilih dengan mempertimbangkan beberapa
aspek penting seperti: target yang spesifik tetapi membawa manfaat yang besar, waktu yang
tepat misalnya pemberian Yodium pada wanita hamil di daerah endemis berat GAKY dapat
19 mencegah cacat permanen baik pada fisik maupun intelektual bagi bayi yang dilahirkan.
Pada keluarga miskin upaya pemenuhan gizi diupayakan melalui pembiayaan publik.
4. Pengambil keputusan di setiap tingkat menggunakan informasi yang akurat dan evidence
basedalam menentukan kebijakannya. Diperlukan sistem informasi yang baik, tepat waktu
dan akurat. Disamping pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang baik dan kajian-kajian
intervensi melalui kaidah-kaidah yang dapat dipertanggung jawabkan.
5. Mengembangkan kemampuan (capacity building) dalam upaya penanggulangan masalah
gizi, baik kemampuan teknis maupun kemampuan manajemen. Gizi bukan satu-satunya
faktor yang berperan untuk pembangunan sumber daya manusia, oleh karena itu diperlukan
beberapa aspek yang saling mendukung sehingga terjadi integrasi yang saling sinergi,
misalnya kesehatan, pertanian, pendidikan diintegrasikan dalam suatu kelompok masyarakat
yang paling membutuhkan.
6. Meningkatkan upaya penggalian dan mobilisasi sumber daya untuk melaksanakan upaya
perbaikan gizi yang lebih efektif melalui kemitraan dengan swasta, LSM dan masyarakat.
Daftar Pustaka
Budi Tjahjadi. 2011. (PDF) Sistem pengolahan air bawah tanah. [Online]. Tersedia:
http://pag.bgl.esdm.go.id/ 10 Mei 2014 Pukul 21:32
Subandi, M. 2017. Takkan Sanggup Bertahan Hidup Tanpa Air. Buku 1 (1), 171 Subandi, M
(2013). Physiological Pattern of Leaf Growth at Various Plucking Cycles Applied to Newly
Released Clones of Tea Plant (Camellia sinensis L. O. Kuntze).Asian Journal of Agriculture
and Rural Development, 3(7) 2013: 497-504
Subandi, M.,(2005). Pembelajaran Sains Biologi dan Bioteknologi dalam Spektrum
Pendidikan yang Islami Media Pendidikan (Terakreditasi Ditjen DiktiDepdiknas). 19 (1), 52-
79 Subandi, M, Dikayani, E Firmansyah (2018). Production of reserpine of Rauwolfia
serpentina (L) kurz ex benth through in vitro culture enriched with plant growth regulators of
NAA and kinetin. International Journal of Engineering & Technology 7 (2.29), 274-278.
Subandi, M, Eri Mustari, Ari S. (2018). The Crossing Effect of Dragon Fruit Plant Caltivars
(Hylocereus Sp.) on Yield. International Journal of Engineering & Technology 7 (2,29), 762-
765. Subandi, M., Y. Setiati, N.H. Mutmainah. (2017). Suitability of Corcyra cephalonica
eggs parasitized with Trichogramma japonicum as intermediate host against sugarcane borer
Chilo auricilius. Bulgarian Journal of Agricultural Science. 23 (5). 779-786.
Subandi, M. (2014) Comparing the Local Climate Change and its Effects on Physiological
Aspects and Yield of Ramie Cultivated in Different Biophysical 21 Environments. Asian
Journal of Agriculture and Rural Development 4 (11), 515-524.
Subandi, M (2011) .BudidayaTanaman Perkebunan. Buku Daras. Gunung Djati Press.
Heterotophic growth of Ankistrodesmus sp. for lipid production using cassava starch
hydrolysate as a carbon source Mohamad agus Salim (2013), Heterotophic growth of
Ankistrodesmus sp. for lipid production using cassava starch hydrolysate as a carbon source.
The International Journal of Biotechnology 2 (1), 42-51
Mohamad Agus Salim (2015) . Kadar Lipida Scenedesmus sp Pada kondisi Miksotrop dan
Penambahan Sumber Karbon dari Hidrolisat Pati Singkong. Jurnal Istek. 9 (2) 4
Mohamad Agus Salim (2012). Pengaruh Antraknosa (Colletotrichum Capsici Dan
Colletotrichum Acutatum) Terhadap Respons Ketahanan Delapan Belas Genotipe Buah
Cabai Merah (Capsicum Annuum L).JURNAJurnal Istek (1-2) 2
Mohamad Salim, Y Yuniarti, RM Hasby, (2011). Pengaruh CO2 Terhadap Pertumbuhan
Staurastrum sp. Jurnal Istek. 5 (1-2) Mohamad Agus Salim (2012b). Biomass and lipid
content of heterotrophic Spirogyra sp by using cassava starch hydrolysate. Jurnal Int. J. Eng.
Res. Dev. 6 (6) : 21- 26.
Mohamad Agus Salim .(2015). Penggunaan Limbah Cair Tahu untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Produksi Biodisel dari Mikroalga Scenedesmus sp. Jurnal Istek, 7(1): 2015
Mohamad Agus Salim, Yeni Yuniarti, Opik Taufikurohman. (2013). Production of Biodiesel
and Growth of Staurastrum sp. in Response to CO2 Induction. Asian Journal of Agriculture
and Rural Development, 3 (2):67-73.
Mohamad Agus Salim. (2013). The time variation of Saccharomyces cerevisiae inoculation
in simultaneous saccharification and fermentation of cocoa 22 (Theobroma cacao L.) pod for
bioethanol pro. Journal of Asian Scientific Research, 3 (3) :268-273.
Mohamad Agus Salim. (2013b). The Effect of pH on simultaneous saccharification and
fermentation process of water hyacinth (Eichhornia crassipes (Mart.) Solms.) using
Trichoderma harzianum an... Jurnal Int. J. Eng. Res. Dev. 6(8):53-57.
Mohamad Agus Salim. (2015b). Pengaruh Antraknosa (Colletotricum capsici dan C.
Acutatum) Terhadap Respons Ketahanan Delapan Belas Genotive Buah Cabai Merah
(Capsicum annun L.). Jurnal Istek. 6 (1-2)
Yusgiantoro, Purnomo. 2000. Pedoman Teknis Perencanaan Pendayagunaan Air Bawah
Tanah. Lampiran II Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor : 1451
K/10/MEM/2000 Tanggal : 3 November 2000

Anda mungkin juga menyukai