Anda di halaman 1dari 6

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Maritim

Dikutip dari Liputan6.com, maritim  adalah suatu negara yang daerah


teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratan. Selain itu, negara
maritim biasanya negara yang memiliki banyak pulau. Tak hanya itu, negara
maritim juga biasanya memiliki garis pantai yang panjang serta wilayah perairan
yang lebih luas daripada daratan. Menurut Aryono Putra dan Yasser Arafat dalam
bukunya “Penyelenggaraan Pembangunan NKRI Menuju Negara Maritim
Berdasarkan Prinsip Negara Kepulauan”, menyatakan bahwa negara maritim
adalah negara yang mempunyai sifat memanfaatkan laut untuk kejayaan
negaranya.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, maritim


adalah sebagai berkenaan dengan laut atau yang berhubungan dengan pelayaran
dan perdagangan di laut. Namun, secara sederhana, negara maritim adalah sebagai
negara yang dikelilingi laut atau perairan yang luas.

2.2 Keadaan Maritim di Indonesia Saat Ini

Indonesia memiliki kondisi geografis yang unik diantara negara lain di


kawasan Asia Tenggara. Wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke yang
terdiri banyak pulau membuatnya disebut sebagai Negara Maritim. Wilayah
Indonesia adalah 70% lautan dan 30% daratan, memiliki lebih dari 17.000 pulau,
dengan garis pantai lebih dari 99.000 km. Wilayah laut Indonesia yang luas
membuat Indonesia menjadi negara yang memiliki potensi besar di bidang
kelautan dan perikanan. Indonesia adalah Negara Kepulauan yang tidak hidup
dengan Budaya Maritim. Hanya orang pesisir saja yang memanfaatkan laut,
itupun secara tragis karena banyak ikan yang dicuri oleh kapal-kapal asing.
2.3 Sejarah Maritim di Indonesia

Sejarah Maritim Indonesia di Awal Kemerdekaan

Ketika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia


pada 17 Agustus 1945, wilayah Indonesia hanya sebatas wilayah Hindia Belanda
ditambah dengan Malaka, Borneo Utara, Papua, Timor, dan kepulauan
sekelilingnya (berdasarkan sidang BPUPKI 11 Juli 1945). Wilayah laut Hindia
Belanda yang menghubungkan pulau-pulau di Indonesia hanya hanya selebar 3
mil dari garis pantai. Bayangkan bahwa Laut Jawa, Selat Makassar, Laut
Sulawesi, Laut Banda, Laut Arafura, statusnya merupakan perairan internasional.
Pada masa ini, wilayah Republik Indonesia mengacu pada Ordonasi Hindia
Belanda 1939, yaitu Teritoriale Zeeen en Maritiemw Kringen
Ordonantie (TZMKO) 1939. Dalam peraturan zaman Hindia Belanda ini, pulau-
pulau di wilayah Nusantara dipisahkan oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau
hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh 3 mil dari garis pantai. Ini berarti kapal
asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut.

Pada awal kemerdekaan Indonesia, dirasakan bahwa hukum laut yang


berlaku saat itu dapat mengancam keamanan dan kedaulatan NKRI. Hal ini
dikarenakan wilayah kepulauan Indonesia terpecah-pecah oleh perairan yang
statusnya perairan internasional, dan kapal asing bebas berlayar di area tersebut.

Deklarasi Djuanda

Menanggapi situasi tersebut, pada 13 Desember 1957, Perdana Menteri


Indonesia, Ir. Djuanda Kartawijaya,  mendeklarasikan “Deklarasi Djuanda”.
Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa perairan di sekitar, di antara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia,
dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari
wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan
bagian dari perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Deklarasi Djuanda menyatakan bahwa Indonesia menganut prinsip-prinsip


negara kepulauan (Archipelagic State), sehingga perairan antar pulau di kawasan
Republik Indonesia pun merupakan wilayah Republik indonesia.

Deklarasi ini menuai pro dan kontra dari berbagai negara di dunia.
Beberapa negara yang kontra antara lain Amerika Serikat, Ingris, Australia,
Belanda, Perancis, dan Selandia Baru. Sedangkan yang pro antara lain Filipina,
Equador, dan Yugoslavia.

UNCLOS 1982

Amerika Serikat tetap mempertahankan posisinya yang kontra dan


menolak Deklarasi Djuanda hingga tahun 1982. Setelah Indonesia melalui
perjuangan panjang, pada tahun 1982, Deklarasi Djuanda akhirnya dapat diterima
dan ditetapkan dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982. Pada
pertemuan itu juga, konsepsi Wawasan Nusantara akhirnya diakui dunia
sebagai The Archipelagic Nation Concept.

Melalui UNCLOS 1982, luas laut Indonesia bertambah, dari semula


kurang dari 1 juta km2 menjadi 5,8 juta km2. Pemerintah Indonesia kemudian
meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No. 17 Tahun 1985 tentang pengesahan
UNCLOS, untuk mempertegas aturan dari PBB yang menyatakan Indonesia
merupakan negara kepulauan.

2.4. Pusaka Maritim Sejarah Indonesia

Menurut sumber jurnal yang saya baca pusaka sejarah maritim Indonesia memiliki
defenisi pusaka sejarah maritim mencakup semua jenis sumber daya yang dimana
memliki nilai historis, kultural, dan arkeologis yang artinya mempunyai nilai
komersial dan kultural baik yang bersifat berwujud maupun tiddak berwujud.
Lebih dalam nya Lembaga menjelaskan bahwa:

Pusaka sejarah maritim tidak hanya mencakup sumberdaya bersifat fisik contoh
nya seperti bangkai kapal karam, situs-situs arkeologi prasejarah, tetapi ada juga
dokumen dokumen arsip dan sejarah sejarah lisan.

A. Pusaka Maritim Bendawi (Berwujud)

Menurut pengamatan yang saya baca langsung dan hasil survey literatur,
pusaka maritim yang bersifat bendawi dan berwujud banyak ditemukan
diantaranya adalah:

1) Pelabuhan, kolam Pelabuhan, peti kemas, crane, timbangan, dan


sejenisnya. Indonesia juga memiliki banyak Pelabuhan baik yang sudah
berskala nasional muapun internasional. Pelabuhan yang bersifat
internasional biasa terletak di kota kota utama perdagangan.dan pelayaran
Indonesia.

2) Gedung Gedung bersejarah yang ada di dalam dan sekitar Pelabuhan.


Fasilitas pendukung lainnya yang bisa diteukan hamper semua Pelabuhan
komersial tersebut no.1 adalah Gedung bersejarah yang berada di daratan.
Gedung tersebut terdiri dari Gedung perkantoran, Menara pengawas,
Gudang Gudang, dan sebagainya.

3) Perahu,kapal (dok), dan sejenisnya. Benda benda sejarah lainnya juga


penting di dalam dan sekitar Pelabuhan di Indonesia adalah perahu,
kapal,galangan kapal, alat tangkap ikan, dan semua benda yang
mengapung di perairan sekitar Pelabuhan.

4) Bangkai kapal atau perahu dan semua benda arkeologis bawah laut.
Bangkai kapal yang ada di Indonesia tidak hanya kapal milik pelaut atau
perusahaan Indonesia semata,tetapi juga kapal internasional yang dating
melayari laut Indonesia .

5) Tempat pelelangan ikan, pasar, alat alat angkut dan alat tangkap ikan
lain. hampir di semua pelabuhan penangkapan ikan, ditemukan pasar dan
pelelangan ikan yang keberadaan nya sudah sangat tua, sejak abad-abad
awal nusantara.

6) Arsip, buku, majalah, foto, rekaman, film, dan dokumen lainnya.


Dokumen dokumen aktivitas dan otoritas administrasi tersebut sangat
penting artinya sebagai pusaka sejarah maritim Indonesia.

7) Saujana dalam bentuk benteng Belanda, pemukiman nelayan dan


pantai. Benteng benteng tersebut Sebagian besar sudah didentifikasi dan
masuk daftar benda cagar budaya, sehingga relative terlindungi dan
terpelihara.

B. Pusaka Sejarah Maritim Non-bendawi(Tidak Berwujud)

Adapun defenisi dari pusaka maitim tak berwujud menurut UNESCO


padatahun2003 yaitu, praktek,representasi, ekspresi, pengetahuan,
keterampilan baik berupa peralatan,obyek, artefak dan ruang kultural
terkait yang dipandang oleh komnitas, kelompok, dan terkadang
perorangan sebagai bagian dari warisan budaya.

Berdasaran defenisi pusaka sejarah maritim tak berbentuk dari UNESCO


diatas, ada beberapa komponen komponen pusaka sejarah berikut ini:

1) Jaringan pelayaran nusantara, baik tradisional maupun modern.


2) Pengetahuan navigasi, keterampilan membaca angin dan cuaca, dan
mendeteksi lokasi populasi ikan.
3) System kesyahbandaran, pengelolaan Pelabuhan dan pengaturan lalu
lintas laut.
4) Teknologi dan keterampilan membuat dan memperbaiki perahu.
5) Teknologi penangkapan ikan, pengetahuan dan teknik pengolahan dan
pengawatan ikan, dan teknik pengolahan ikan untuk konsumsi
6) Adat istiadat, ritual, dan kepercayaan setempat tentang dunia maritim
(mitos, legenda, dan tradisi lisan lainnya)
7) Pengetahuan lokal (kearifan) menyangkut keseimbangan dan kelestraian
ekologis dan penanggulangan bencana

Link 2.1 https://hot.liputan6.com/read/4688580/maritim-adalah-negara-dengan-


teritorial-laut-yang-luas-ketahui-karakteristiknya

Link 2.2 https://kesbangpol.kulonprogokab.go.id/detil/534/kita-bangsa-maritim

Link 2.3 http://lpmedentsundip.com/mengenal-lebih-jauh-sejarah-maritim-


indonesia/

Link 2.4 https://patrawidya.kemdikbud.go.id/index.php/patrawidya/article/view/


92/107

Anda mungkin juga menyukai