PELAJAR
A. Latar Belakang
Ketika kita melihat kebijakan publik dari sudut pandang normatif, apapun
ditempatkan sebagai serangkaian keputusan yang dibuat oleh aktor atau beberapa
katanya sebagai aktor netral berusaha mencari issue diranah publik. Issue yang
pemecahan masalah menuntut decision makers harus memilih mana solusi yang
paling tepat untuk dijadikan sebagai policy paper. Selanjutnya policy paper
dijabarkan dan dijalankan sesuai dengan tujuannya, hal ini tergolong dalam tahap
1
teoritik yang baku. Pada kenyataanya, kebijakan publik tidak berada pada ruang
yang tertutup, melainkan berada dalam proses politik yang begitu kompleks. Jika
kebijakan publik hanya menitik beratkan pada putaran tahapan teori dasar,
masalah yang ada dimasyarakat, yang terus berkembang dan sulit diprediksi.
yang dipandang sebagai landasan legal bagi aktor pemilik otoritas lokal untuk
salah satu isinya membahas tentang model pakaian sekolah dan atributnya.
2
Sebuah kebijakan publik yang menggunakan pendekatan top-down untuk
ditangan pihak yang memiliki otoritas, yaitu elit Dinas Pendidikan Kota
sekolah mungkin cocok untuk kondisi kota tertentu, dalam mengatasi tawuran
identitas yang membentuk sebuah basis geng pelajar. Dwiki memaknai geng
pelajar sebagai sebuah komunitas informal yang terdapat didalam sebuah sekolah
tertentu, di luar organisasi formal yang diakui oleh sekolah. Geng pelajar
memiliki beberapa sifat yang cukup mirip dengan geng dalam kelompok sosial
dalam Dwiki menjelaskan bahwa geng diartikan sebagai sekelompok anak muda
yang terdiri lebih dari dua orang dan berkonotasi dengan sebuah kelompok yang
1
Lihat: Prastio, Dwiki . Formulasi Identitas dan Pergulatan Identitas Geng Pelajar GNB. Skripsi
Jurusan Politik Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta. 2013. Hal 3
3
memiliki kecendrungan bersifat negatif.2 Salah satu upaya mereka untuk
turun menurun, melalui cara-cara tertentu sesuai tradisi setiap sekolah. Ada
anggota geng yang kemudian harus melakukan upaya-upaya dan tradisi geng yang
menyesuaikan diri, dengan kondisi tawuran pelajar yang lebih kompleks di kota-
didalam mengatasi tawuran pelajar. Kebijakan publik yang lahir dari porses
dan pemilik otoritas. Adanya advokasi issue mengatasi tawuran pelajar yang
dikawal dan diawali oleh kepala sekolah, dari sekolah tinggi kejuruan di Kota
2
Ibid, Hal 3
3
Ibid, Hal 4
4
Bogor, dengan melakukan diskusi ‘rembuk’ yang bersifat informal. Meski
dengan tema besar tawuran pelajar ‘dilakukan oleh oknum pelajar sekolah
akan tetapi masih bernuansa informal. Ditandai oleh bertambahnya jumlah kepala
sekolah, dihadiri oleh guru pembina kesiswaan dari berbagai sekolah kejuruan,
perwakilan masyarakat, perwakilan dari Dinas Pendidikan Kota Bogor dan sampai
pelajar yang disebabkan geng yang mewakili dua sekolah kejuruan ditempatkan
13 Maret 2014, sampai pada hari ini, masyarakat Kota Bogor merasakan
dengan nyata semangat yang diperjuangkan para guru. Semangat itu tertuang
bangsa, yaitu sumber daya manusia yang memiliki keahlian profesional, produktif
4
Pendahuluan pada Anggaran Dasar Satgas-pelajar Bogor,
5
pengalaman pembelajaran dengan sebaik-baiknya.5 Untuk tujuan itu semua,
sekolah.
target yang ingin dicapai oleh kebijakan publik ini, tidak sebatas menghilangkan
identitas sebagai syarat pecegahan tawuran pelajar, tapi menitik beratkan pada
tawuran pelajar. Pemahaman yang diperoleh terhadap tawuran pelajar secara tidak
meningkatkan dan menegakan citra pelajar di Kota Bogor. Hal tersebut setidaknya
telah dibuktikan oleh Lembaga Satgas-pelajar selama lebih dari sepuluh tahun
pelajar sudah menangani lebih dari 52 kasus, secara singkat Bapak Dede
tawuran pelajar.6 Pertama, pada hari Senin tanggal 16 Oktober 2012 Satgas-
pelajar telah berhasil mengamankan dua grombolan pelajar ‘SMK PGRI 2 dan
5
Ibid.,
6
Wawancara Bapak Dede, mantan anggota Satgas-pelajar. 20 Oktober 2013
6
SMK Mekanika’ yang diindikasi akan melakukan tawuran. Dari tangan kedua
YKTB dan YAPIS. Tawuran dengan massa yang besar terjadi di Warung Jambu.
dari zona keributan untuk mendapatkan pertolongan pertama. Terdapat tiga orang
korban pelajar, satu orang dari SMK PGRI 2 yang terluka di telinga sebelah kiri
akibat terkena bambu runcing dan dua orang lainnya dari SMK YAPIS. Terdapat
juga satu orang korban masyarakat yang terkena serpihan kaca mobil.
oleh SMK YKTB di Gang Bengkong pukul ± 07.00 WIB. Mendengar laporan
memberikan pertolongan pertama pada korban ‘satu orang dari siswa SMK YZA’,
dikarenakan lukanya cukup serius, korban dilarikan ke R.S Karya Bakti. Tidak
tinggal diam, Satgas-pelajar juga mengamankan para pelaku siswa dari SMK
YKTB dengan barang bukti sebuah penggaris besi dan besi tajam lainya. Para
dalam kasus yang diliput tim Jurnal Bogor pada tanggal 23 September 2013
7
berikut ini.7 Aparat kepolisian Sektor Bogor Utara dan Satuan Tugas (Satgas)
Pajajaran. Para pelajar itu diamankan lantaran diduga akan melakukan aksi
yang diduga akan melakukan aksi tawuran itu, kami ‘bersama Satgas-pelajar’
merupakan sekolah dari wilayah Bogor Tengah ‘SMK Tri Dharma’, sudah keluar
jalur lintasan Bogor Utara, para petugas dan satgas secepat mungkin menangani
dan mengendalikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Selanjutnya
gerombol pelajar diberi pembinaan salah satunya hukuman fisik kebugaran, agar
pelajar, secara garis besar memberikan suatu arahan agar sebiasa mungkin setiap
produk kebijakan dari daerah semisalnya Perda, mengacu atau merujuk atau
dalam bahasa hukum tunduk kepada peraturan diatasnya, yaitu salah satunya
pada waktu dimana proses dialog dan diskusi yang menggagas model baru
7
Juran Bogor dalam jurnalbogor.co/?p=6654 Diuduh tanggal 15 Maret 2014
8
Ibid.,
8
mengatasi pengelolaan tawuran pelajar dilakukan oleh masyarakat, gagasan untuk
hanya persoalan kebijakan publik semata, tetapi lebih ke-how to make the public
ketentuan dan aturan yang telah dipersiapkan. Jika seperti itu, maka public policy
mengatasi tawuran pelajar tidak hanya sebatas policy peper semata, tetapi sudah
implementasi Satgas-pelajar pada situasi yang selalu berubah dan sulit diprediksi.
kegagalan. Hal ini menjadi sangat penting berkaitan dengan semangat bottom-up
tawuran pelajar di Kota Bogor dan bagaimana bentuk gerakan masyarakat yang
membuat kebijakan atas apa yang sudah dilakukan oleh masyarakat. Tiga, jika hal
9
Grindle, Merilee. S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third Word. Princeton
University Press: New Jersey. Hal 7
9
tawuran pelajar, yaitu Satgas-pelajar. Satgas-pelajar telah diimplementasikan di
Kota Bogor untuk mengatasi tawuran pelajar, pasti tedapat nilai yang berbeda,
karena Satgas-pelajar berawal dari proses bottom-up. Dengan arti, apakah Satgas-
dan nilai-nilai sebuah kebijakan publik yang akan diterima oleh pemerintah
lingkup relasi kuasa yang berdiri atas kekuasaan, karakter penguasa serta
untuk tujuan apa- dalam Satgas-pelajar tergantung pada kekuatan dan startegi
10
dan konteks implementasi berjalan searah didalam pencapaian keberhasialan
Satgas-pelajar.
B. Rumusan Masalah
Dari dua asumsi diatas menggiring penulis pada pertanyaan yang ingin
berikut:
Satgas-pelajar
11
D. Kerangka Teori
D. 1. Implementasi Kebijakan
menjalankan kebijakan publik agar sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya.10
sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program pelaksanaan telah
dirancang dan sejumlah sarana telah disediakan untuk mewujudkan tujuan dan
10
Abdul Wahab, Solichin. 2001. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
Negara. Jakarta:Bumi Aksara. Hal 65.
11
Ibid.,
12
sasaran tersebut.12 Nantinya tujuan–tujuan yang telah dipersiapkan dapat
direalisasikan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang telah ditetapkan. Sehingga
kebijakan publik digambarkan dalam arti yang luas sebagai sarana dan cara
penerapan kebijakan baru akan dimulai apabila tujuan serta sasaran telah selesai
dirancang, mempunyai kekuatan yang sah dan telah dialokasikan dana dari
pemerintah.
kompleks dan dinamis sehingga dihadapkan oleh berbagai kondisi yang sering
kegagalan atau tidak efektifnya dalam proses pelaksanaan. Disini hal terpenting
kebijakan secara efektif ditengah kondisi yang sering berubah dan sulit diprediksi.
12
Grindle, Merilee. S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third Word. Princeton
University Press: New Jersey. Hal 7.
13
Sustansyah, Deni. 2004. Implementasi Kebijakan Tata Kearsipan Pada Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI. Skripsi program sarjana SIA LAN RI Jakarta. Hal 32.
13
Selanjutnya, didalam melihat bagaimana proses implementasi kebijakan
condition atau kondisi diluar dugaan pembuat kebijakan. Dia juga berpendapat,
terdapat dua poin yang menyebabkan suatu kebijakan gagal dilaksanakan pada
ini terjadi apabila kebijakan tidak dilaksanakan dengan semestinya, terjadi bisa
karena tidak adanya kerjasama antar aktor yang terkait atau terdapat beberapa
terjadi apabila kebijakan tidak mencapai tujuan yang ditetapkan padahal telah
dilaksanakan secara utuh sesuai dengan petunjuk atau kondisi lingkungan tidak
politik yang dilaksanakan dalam prosedur rutin melewati saluran birokrasi. Lebih
14
Santoso, Amir. 1988. Analisis Kebijakan Publik: Masalah dan Pendekatan. Jurnal Ilmu Politik
No 5. Hal 8
15
Mustopadidjaja, Op.Cit., 37
16
Ibid.,
14
dan untuk apa. Implementasi kebijakan akan lebih baik jika dimaknai sebagai
akan lebih menarik ketika menganalisis implementasi kebijakan dari sudut padang
dengan menggunakan sudut pandang relasi kuasa akan lebih mudah menggunakan
teori Grindle yang akan dijelaskan melalui gambar 1.1 dibawah ini: 20
17
Santoso, Purwo. 2002. Modul Kuliah Kebijakan Pemerintah dan Implementasinya. Program
Pascasarjana Program Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Konsetrasi Politik Lokal dan Otonomi
Daerah, UGM.
18
Santoso, Purwo. Op,cit. Hal 126
15
Ibid.,
20
Grindle, Op.Cit., Page 11
15
Dalam gambar 1.1 menjelaskan bahwa sebuah kebijakan publik memiliki
tujuan, tujuan tersebut akan tercapai jika sudah memiliki program aksi kebijakan
implementation.21
tujuan dan nilai-nilai sebuah kebijakan yang akan diterima oleh masyarakat, siapa
aktor-aktor yang terlibat sebagai implementator dan perubahan apa yang akan
relasi kuasa yang terdiri atas kekuasan, karakter penguasa serta konsistensi dan
sebuah sistem politik tertentu yang melihat dampak kepentingan, yang terdapat
pada lingkungan birokrasi atau politis dan kekuatan sosial atau bisnis. Masing-
kemungkinan bergesekan dengan kebijakan. Oleh karena itu, siapa dapat apa
disebuah kebijakan tergantung pada kekuatan dan stratgi masing masing. Dengan
kebijakan ini akan melibatkan proses tawar menawar dan akomondasi.22 Hal ini
21
Ibid., Hal 127
22
Ibid., Hal 127
16
membenarkan bagaimanana proses implemntasi kebijakan tidak hanya bersifat
pendekatan top-down dan bottom-up. Kedua pendekatan ini akan lebih menarik
untuk dipahami dengan mengikuti ringkasan yang dibuat oleh Purwo Santoso
down sebagai proses yang terlahir dari atas, berjalan secara konsekuental dalam
kasus ini bisa ditemui ketika sebuah kebijakan harus patuh pada petunjuk
pelaksana ’juklak’ dan petunjuk teknis ‘juknis’ baik dilevel pusat atau pemerintah.
Tabel 1.1 berikut ini, gagas oleh Purwo Santoso, memberikan gambar lebih detil
23
Santoso, Purwo. 2010. Modul Pembelajaran Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : PolGov.
Hal 12 dan 13
24
Ibid., Hal 130
17
Tabel 1.1. Kontras Pendekatan Top-Down dan Bottom-Up
Poin
No Top-Down Bottom-Up
Perbedaan
State promoted mengandalkan
Social-promoted mengandalkan
kewenangan birokrasi
modal sosial dan jaringan,
1. Corak Institusi pemerintah dan dana
cendrung dihasilkan sebagai
masyarakat cendrung dipadang
produk mandiri masyarakat
hanya sebagai obyek kebijakan
Keputusan merupakan hasil dari
Sifat keputusan komitmen terhadap kebijakan
2. dalam Keputusan bersifat otoritatif bersifat konsensual, keputusan
implementasi kebijakan hanya bersifat garis
besar
Tujuan kebijakan banyak
mengandung abguitas dan harus
Tujuan Tujuan kebijakan bersifat final
3. selalu diotorisasi melalui proses
Kebijakan dan tidak bisa ditawar
negosiasi untuk membangun
konsesus
Pemaknaan Implementasi direduksi sebagai
Implementasi direduksi sekedar
4. terhadap proses politisi yang secara terus
sebagai proses administrasi
implementasi menerus melibatkan negosiasi
mengalami perkembangan makna yang dinamis. Kebijakan publik saat ini tidak
mengontrol kebijakan saja, tidak hanya bersifat top-down. Akan tetapi sudah
berada pada satu level yang lebih tinggi, terdapat pilihan lain yaitu bottom-up,
kepentingan atas hak dan kewajiban serta dapat melakukan mediasi atas
18
mempergunakan suatu kacamata teoritis. Kacamata teoritis inilah yang dipakai
adanya hubungan kausalitas serta mengabaikan secara elegan variabel lain yang
tidak relevan.25
kebijakan yang selama ini dilakukan oleh peneliti administrasi negara, dan
dan berperan dalam kebijakan publik. Pendekatan ini ternyata telah meremehkan
peran aktor lain selain pemilik otoritas, seperti masyarakat, sama seperti ketika
selama ini digunakan hanya terfokus pada ide yang berkaitan dengan aspek teknis,
implementasi.
sejatinya tidak hanya memberikan warna pada corak institusi saja, social
25
Sabatier, A. Paul, and Smith. 1993. Policy Change and Learning, An Advocacy Coalition
Approach. Westview Press. Hal 55
19
kebijakan, yang nantinya mempengaruhi setiap keputusan dalam implementasi
Mencermati gambar 1.2 kita dapat melihat satu poin dari variabel konteks
tersebut sangat bisa terjadi pada negara yang mengklaim dirinya menganut paham
salah satu pekerjaan pemerintah pun pada akhrinya harus terbuka serta mengakui
kuatnya partisipasi masyarakat. Hal tersebut selama ini tidak mampu dijelaskan
26
Diolah oleh penulis
20
oleh kebijakan publik bersifat administratif, yang terpaku pada pendekatan top-
E. Definisi Konseptual
penelitian ini akan banyak menggunakan konsep yang relevan dengan realitas
Intres Affected
implementasi
Type of Benefits
21
Kebijakan memiliki target yang ingin dicapai, yang mana melihat
pengambilan keputusan.
Program Implementors
ketersediaan sumberdaya.
Resources Committed
kepentingan, serta strategi yang digunaka oleh para aktor yang terlibat
22
kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh arah
dari tujuan.
menjadi implementator
Model bottom-up lebih melihat kebijakan sebagai proses yang lahir dari bawah,
23
konteks implementasi akan mempengaruhi konten kebijakan, dipengaruhi oleh
social mechanisms.
F. Metodologi
F. 1. Jenis Penelitian
didasarkan pada sifat penelitian, dimana penulis ingin menjauhi statistik dan
satu teknik yang tersedia didalam metode kualitatif. Terdapat beberapa alasan
yang menjadi pertimbangan mengapa Studi Kasus dipilih untuk melihat peran
Menurut Robert K. Yin, kekuatan yang unik dari studi kasus adalah
24
dokumen, wawancara, dan observasi.27 Ketiga jenis bukti tersebut akan membantu
penulis sebagai titik terang dalam menemukan jawaban atas kasus penanganan
variabel konten kebijakan dan konteks implementasi. Studi kasus yang dapat
administratif, hal inilah yang menjadi alasan kedua mengapa Studi Kasus dipilih.
Alasan yang ketiga, dalam studi kasus terdapat empat tipe desain yang
harus diperhatikan seorang peneliti pada saat mengkaji suatu kasus. Keempat tipe
desain tersebut diantaranya, desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal
terpancang ‘embeded’, desain multi kasus holistik dan desain multi kasus
studi kasus yang pertama, yaitu desain kasus tunggal holistik. Oleh karena itu,
terdapat tiga alasan utama menapa penulis memilih desain kasus tunggal holistik.
penanganan tawuran pelajar di Kota Bogor, dengan demikian kasus tersebut dapat
penulis telah disusun dengan baik. Kasus yang diangkat ini diharapkan mampu
untuk menentukan apakah proposisi teori tersebut benar, atau terdapat beberapa
alternatif penjelasan yang lebih relevan. Sehingga kasus tunggal ini dapat
27
K, Robert Yin. 1996. Study Kasus: Desain dan Metide. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta. Hal
12
28
Ibid. Hal 46
25
menengahkan suatu kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan
ekstrim dan unik. Dipermukaan, kebijakan hanya dilihat sebagai suatu proses
administratif semata, akan tetapi ketika kita mengorek lebih dalam, maka akan
terlihat bahwa suatu kebijakan sangat kental diselimuti oleh proses politik. Hal ini
bisa dijadikan suatu alasan mengapa kasus ini sangat berharga untuk
fenomena yang umum terjadi akan tetapi sulit untuk dimasuki, karena situasi
Dengan maksud, penulis disini memiliki akses untuk masuk kedalam birokrat
tempat dimana kebijakan ini diimplementasikan dan belum tentu penulis lain
yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah kebijakan itu dijalankan. Jika
politik diartikan sebagai –siapa, melakukan apa, untuk memperoleh apa-, maka
26
politiknya. Hal tersebut yang menjadikan sebuah kebijakan publik itu menarik
untuk diteliti.
yang disajikan jurusan dan ruang lingkup keluarga birokrasi yang dirasakan
penulis menjadi titik temu untuk memilih kebijakan publik sebagai tema
penelitian.
F. 3. 1. Sumber data
Pada umumnya didalam penelitian ilmiah, terdapat dua pilihan besar yang
menjadi sumber data dari penelitian ini, yaitu data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dari hasil wawancara melalui metode in-depth interview dengan
29
Bugin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya. Prenada Media Group: Jakarta. Hal108
27
Adapun data primer dalam penelitian ini mengacu pada empat jenis data
pokok yang dibutuhkan. Data pertama berkaitan dengan policy statment dari
program dan sumber daya yang dibutuhkan. Data pokok yang ketiga berkaitan
kekuatan; kepentingan; dan strategi aktor yang terlibat; karakterristik rezim dan
Data skunder penelitian ini diperoleh dari kajian pustaka diberbagai lokasi.
penelitian dibagi menjadi dua kelompok yaitu dokumen intern dan dokumen
pembentukan satuan tugas atau satgas pelajar yang terdiri instrukis juklak dan
informasi yang keluar dari suatu lembaga seperti berita-berita media cetak atau
Bogor.
28
F. 3. 2. Cara Pengumpulan Data
Startegi awal penulis untuk mendapatkan data primer dan sekunder secara
formal dengan cara membuat surat izin penelitian tugas akhir di jurusan, disahkan
oleh fakultas dan universitas. Kemudian surat izin penelitian tersebut diserahkan
diserahkan kepada Kesbangpol Profinsi Jawa Barat yang berada di Kota Bandung.
Kesbangpol Kota Bogor mengeluarkan surat nomer 070/ 1016 – Kesbangpol yang
ditujukan untuk Dinas Pendidikan Kota Bogor. Setelah semua perizinan selesai
resmi dan observasi sebagai sumber rujukan utama untuk keperluan crosschecking
atas hasil wawancara dengan aktor-aktor tersebut. Pemanfaatan multi sumber data
29
karena temuannya atau kesimpulan apapun dalam studi kasus akan lebih
meyakinkan dan tepat jika didasarkan pada sumber informasi yang berlainan,
memodifikasi basis pertanyaan yang telah disusun, karena sifatnya flaksibel, maka
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
dilakukan berkali-kali.31
interview guide sehingga poin-poin yang akan ditanyakan tetap terfokus. Agar
sebagai alat bantu untuk merekam dan mempermudah analisis data. Akan tetapi
wawancara berlangsung.
Andhiga’ sebagai ketua harian Satgas-pelajar dan Bapak Drs. Indarto ‘Guru SMK
30
K. Yin. Op,cit. Hal121
31
Bugin, Burhan. Op, Cit. Hal 108
30
Negeri 2’ mantan anggota Satgas-pelajar. Kedua aktor tersebut diharapkan penulis
diawal penelitian sebagai orang pertama yang dapat diwawancarai, menjadi aktor
utama untuk membuka lebih luas pengetahuan tentang tawuran pelajar serta
aktor lain yang memberikan nuansa dan nilai-nilai baru, secara berkesinambungan
memberikan ide-ide segar dan data baru yang tidak terpikirkan oleh peneliti
diawal penelitian. Hal ini dikarenakan isu tentang implementasi kebijakan publik
sangat sensitif bagi para birokrasi, isu tersebut bermuara pada aksi dan statements
diiringi dengan berbagai alasan yang tidak jelas dan hal tersebut ‘sengaja’
implementasi kebijakan ini tidak serta merta membeberkan informasi dan data
terkait dengan implementasi kebijakan dapat juga ditemui penulis di luar jam
kerja mereka. Salah satu contoh, penulis ikut kegiatan mereka bermain futsal, saat
31
istirahat atau setelah bermain futsal merupakan waktu yang tepat bagi penulis
didalam penelitian ini yaitu penulis ikut berbaur kedalam gang pelajar guna
mendapatkan data tentang tawuran pelajar. Proses pengumpulan data pada tahap
ini terbilang cukup sulit, karena penulis harus sangat memahami etika dalam
melakukan wawancara dan berusaha menempatkan diri sebagai orang yang dapat
oleh guru-guru dan masyarakat yang terkena dampak dari kebijakan tersebut,
sebagai media crosschecking ‘benar atau tidaknya dan dilakukan atau tidak’ data
berbagai wawancara dan sumber refrensi data. Hasil wawancara diolah, ditulis
kembali menjadi sebuah naskah dan diberi tanda agar mudah dipahami.
32
yang mempengaruhinya sehingga mereka memberikan pernyataan tersebut dan
posisi jabatan apa yang sedang mereka emban. Setelah itu, hasil naskah
sistematika bab. Berakar pada teorisasi, penulis menggunakan teori sebagai pisau
apakah teori yang digunakan tersebut dapat diterima dan diperkuat, diragukan dan
untuk mendapatkan data mengenai tingkat statistik tawuran pelajar di Kota Bogor.
Lembaga Satgas-pelajar dan Dinas Pendidikan Kota Bogor tidak memberikan data
terkait tingkat tawuran pelajar, karena sifat data tersebut rahasia. Selanjutnya, baik
sekolah SMP, SMA, SMK maupun sekolah sederajat lainnya sangat merahasiakan
data terkait tingkat tawuran pelajar, hal tersebut disinyalir karena untuk
penelitian mengatasi tawuran pelajar ini tidak dapat memaparkan fakta secara
terperinci terkait seberapa banyak tingkat tawuran yang telah terjadi baik yang
33
G. Sistematika Bab
Temuan dari hasil penelitian ditulis kedalam lima bab. Bab pertama
memuat yang berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
dengan cara membuat postur tawuran pelajar, dari pemetaan aktor di era orde
baru, era reformasi dan era otonomi daerah serta membahas sifat dari tawuran
pelajar, yang bersifat struktural. Bab ketiga membahas tentang mengapa negara
membuat kebijakan atas apa yang sudah dilakukan oleh masyarakat, didalam
kelima merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan. Pada bab ini
mengulas ulang secara singkat mengenai garis besar penelitian serta menjabarkan
teori yang diulas dengan hasil penelitian sejalan atau bertolak belakang dengan
kasus yang diteliti di Bogor. Refleksi penelitian juga terlampir dalam bab ini.
34