Anda di halaman 1dari 23

BAB I

TEOREMA BILANGAN

1.1 Umum
Segala sesuatu zat atau benda masing-masing diberi nama sebagai atribut
pengenal sekaligus sebagai alat untuk membedakannya dari yang lain. Sebagai contoh,
air, api, udara, manusia, hewan dan ribuan contoh lainnya merupakan atribut pengenal.
Untuk lebih melengkapi, dapat diberikan keterangan atau informasi tambahan lainnya
seperti air laut, udara gunung, manusia purba dan lain-lain. Semua informasi pelengkap
yang tadi, bersifat kualitatif dan relatif, misalnya air panas untuk membedakannya dari
air dingin. Seberapa panasnya melebihi air yang dingin, belum begitu jelas diterangkan.
Namun, menara Petronas setinggi 500 meter, lebih tinggi 50 meter dari pada menara
Sears yang tingginya 450 meter. Dalam hal ini tinggi bangunan dinyatakan dalam
besaran kuantitatif, yang secara tepat dapat dibandingkan satu sama lain.
Dalam berbagai kasus, informasi kualitatif seperti yang dicontohkan di atas, dapat
dilengkapi lanjut dengan deskripsi kuantitatif, seperti udara siang di Jakarta 33 o C, murid
sebanyak 40 orang, kecepatan angin 50 km/jam, berat bayi lahir 3.5 kilo, jarak Jakarta-
Bandung 180 km, dan lain-lain. Deskripsi kuantitatif pelengkap semacam ini dinamakan
bilangan. Beberapa entitas (entity) sudah dipandang cukup jika dinyatakan dalam besar
(magnitude) saja; entitas semacam ini dinamakan besaran skalar (scalar), sekalipun
masih memerlukan satuan, misalnya meter, derajat, buah dan sebagainya. Namun, ada
beberapa entitas yang memrlukan informasi tambahan yang penting. Misalnya, 25 km
dari Jakarta ke arah timur akan menemukan Cibitung, 25 km dari Jakarta ke arah barat
akan menemukan Bitung. Dalam contoh ini, arah sebagai pelengkap sangat
memberikan perbedaan.
Dalam bab ini, kita akan membahas bilangan sebagai descriptor dari besaran
(magnitude) entitas. Bahasan mencakup definisi, dasar-dasar operasi dan jenis
bilangan. Dengan demikian, bahasan mengenai bilangan dalam bab ini berkisar pada
deskripsi besaran skalar. Untuk besaran vektorial, maka selain magnitude, juga
diperlukan descriptor lainnya, yaitu garis kerja, arah dan titik tangkap vektor. Bahasan
untuk besaran semacam ini dapat diikuti dalam referensi lainnya.

1.2 Bilangan
Bilangan dapat dinyatakan dalam berbagai notasi sesuai dengan negara negeri
asal dan negara penganut atau pengguna. Di antara yang ada serta banyak digunakan
adalah bilangan Arab dan Romawi seperti dalam Tabel 1.2.1. Selain jenis, juga dikenal
dasar atau basis bilangan, misalnya basis desimal atau denari, oktal, biner dan lain-lain.
Dalam basis desimal, bilangan dimulai dari bilangan asli seperti dalam Tabel 1.2.1.

1
Sebagai contoh, jumlah jari pada sebelah tangan kita, dinyatakan sebagai 5 oleh
bilangan Arab dan oleh bilangan Romawi.

Tabel 1.2.1: Bilangan Asli

Arab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 .. ..
Romawi I II III IV V VI VII VIII IX .. ..

Sebagai catatan ringan, orang Asia boleh berbangga karena selain bilangan,
dasar-dasar ilmu hitung (aritmetika), matematika, kimia dan bahkan perbintangan dan
lain-lain banyak bersumber dari Asia yang memiliki peradaban tinggi jaman purbakala
seperti Arab, Cina, Jepang, Persia dan lain-lain. Namun juga ini sekaligus merupakan
peringatan (warning) bagi kita orang Asia, bahwa justru di dalam perkembangan
peradaban jaman modern, kita jauh tertinggal dari negara Eropa dan Amerika.
Kelihatannya, yang sangat pesat berkembang di Asia adalah aspek-aspek adat-istiadat,
sosio-budaya, agama dan aspek spiritualis lainnya, dan bukan ilmu pengetahuan.
Kecenderungan seperti ini perlu disesuaikan serta diseimbangkan.
Kembali ke matematika, untuk selanjutnya kita sepenuhnya akan menggunakan
notasi nomor (angka) Arab. Bilangan asli dalam Tabel 1.2.1 diperagakan ke dalam suatu
garis lurus yang dinamakan garis bilangan. Kita memulai dengan mengambil satu titik
awal yang kita beri angka nol (0), lalu setiap angka secara berurutan dalam skala
tertentu kita ukurkan dan tempatkan ke kanan untuk mendapatkan angka bulat positif
atau yang popular dinamakan bilangan asli pada garis bilangan seperti dalam Gambar
1.2.1.

Gambar 1.2.1: Bilangan Bulat Pada Garis Bilangan

Kemudian kita dapat mengembangkan jenis bilangan dengan mengukurkan satuan


skala kiri untuk mendapatkan angka yang dinamakan bulat negatif, yaitu -1, -2, -3, -4
dan seterusnya. Bilangan bulat negatif, bilangan nol dan bilangan bulat positif
membentuk kumpulan bilangan bulat (integer). Perhatikan bahwa garis bilangan
digambarkan sengaja putus-putus karena bilangan bulat mengambil lokasi diskrit di
sepanjang garis bilangan. Angka 2 lebih besar dari angka 1 karena berada di sebelah
kanan bilangan tersebut, dan demikian juga -1 lebih besar dari -2 dengan alasan yang
sama. Jenis-jenis bilangan lainnya untuk basis desimal dan basis lainnya akan kita
temukan dan definisikan seturut dengan alur pembahasan nantinya.

1.3 Operasi Bilangan


Jenis bilangan bulat yang telah dibahas dalam Pasal 1.2 merupakan dasar bagi
pengembangan aljabar ataupun matematika selanjutnya. Atas bilangan bulat tersebut,

2
dilakukan berbagai operasi aljabar dan matematika seperti akan dibahas dalam pasal
ini. Bahasan mencakup operator, pertidak-samaan dan kesamaan, perjumlahan yang
terdiri atas pertambahan dan perkurangan, perkalian dan perbagian serta perpangkatan
dan pengakaran.

1.3.1 Notasi Operasi


Notasi-notasi dasar yang lazim digunakan dalam operasi aljabar disajikan dalam
Tabel 1.3.1 berikut ini ataupun Lampiran A. Selain notasi-notasi ini, juga akan ditemukan
dan didefinisikan notasi-notasi tambahan lainnya, seturut dengan penyajian bahasan
dalam bab-bab berikutnya, misalnya operator diferensiasi, integrasi, perjumlahan
berindeks dan lain-lain.

1.3.2 Pertidak-samaan dan Kesamaan


Andaikanlah beberapa besaran bilangan dinyatakan sebagai dan
seterusnya. Dengan menggunakan operator aljabar yang disajikan dalam Tabel 1.3.1,
pertidak-samaan dan kesamaan di antara dua bilangan dituliskan dalam formasi sebagai
berikut.

(1.3.1)

Dalam taraf pembahasan sekarang ini, belum ada lagi dasar yang dapat
digunakan untuk menerangkan bentuk-bentuk dalam Pers. (1.3.1) selain dari garis
bilangan seperti dalam Gambar 1.3.1. Dalam Pers. (1.3.1a), bilangan a lebih besar dari
karena berada di sebelah kanan; dalam Pers. (1.3.1b), sama dengan karena
berimpit pada garis bilangan; dan dalam Pers. (1.3.1c), bilangan lebih kecil dari
karena berada di sebelah kiri. Untuk mencakup dua kemungkinan, misalnya lebih besar
atau sama dengan, atau lebih kecil atau sama dengan, digunakan notasi bertumpuk
sebagai berikut.

Gambar 1.3.1: Pertidak-samaan dan Kesamaan Bilangan

(1.3.2)

yang berarti bahwa a bisa lebih besar atau sama dengan , dan bisa lebih kecil
atau sama dengan , seperti dalam Gambar 1.3.2.

3
Gambar 1.3.2: Pertidak-samaan atau Kesamaan Bilangan

Tabel 1.3.1: Notasi Operasi Aljabar

Contoh
Notasi Operasi Tulisan Ucapan
> > pertidak-samaan a>b a lebih besar dari b
= atau kesamaan a=b a sama dengan b
< < a< a lebih kecil atau sama dengan b
+ pertambahan a+b a ditambah b
- perkurangan a-b a dikurangi b
x perkalian axb a dikali b
. a.b
: a:b a dibagi b

perbagian a per b
…/… a/b
I…I nilai mutlak IaI nilai mutlak a
( … )… perpangkatan ab a berpangkat b
akar pangkat n dari a
( ….. ) (a+b)
{ ….. } pengelompokan {axb+c}
[ ….. ] [a-bxc]

1.3.3 Operasi Perjumlahan


Seperti akan diperlihatkan nantinya, operasi perjumlahan (summation) mencakup
pertambahan (addition) dan perkurangan (subtraction). Untuk itu, kita melihat
perjumlahan dua bilangan dan dengan hasil perjumlahan bilangan , dengan
formula
(1.3.3)

yang diperoleh dengan memulai dari titik serta mengukurkan skala sebesar ke
sebelah kanan. Lihat Gambar 1.3.3 sebagai penjelasan. Perkurangan bilangan oleh
menghasilkan di mana kita memulai dari dan mengukurkan ke sebelah kiri.
Lihat Gambar 1.3.4 sebagai penjelasan.
(1.3.4)

4
Gambar 1.3.3: Pertambahan Bilangan

Perhatikan bahwa perkurangan dalam Pers. (1.3.4) dapat dinyatakan dalam


bentuk
(1.3.5)

berupa perjumlahan bilangan dengan minus dari bilangan , yang berarti


mengukurkan sejauh ke sebelah kiri seperti dalam Gambar 1.3.4. Dengan demikian,
perjumlahan yang dinyatakan dalam bentuk Pers. (1.3.3) juga dapat digunakan untuk
merepresentasikan perkurangan.

Gambar 1.3.4: Perkurangan Bilangan

1.3.4 Perkalian dan Perbagian


Pada dasarnya, perkalian merupakan pertambahan repetitif. Dalam contoh,

(1.3.6)

merupakan proses pertambahan angka 3 sebanyak dua kali, yaitu

(1.3.7)
Dengan demikian, perkalian

(1.3.8)

adalah proses pertambahan bilangan sebanyak kali, dengan sebagai hasil.

5
Perbagian adalah proses balikan dari perkalian dan dituliskan di dalam format

(1.3.9)

dalam mana dibagi dengan hasil , sedemikian hingga bilangan yang dibagi
merupakan perkalian dari pembagi dan hasil bagi, yaitu

(1.3.10)
Dalam Pers. (1.3.8), merupakan bilangan pengali, bilangan yang dikalikan dan
hasil kali. Dalam Pers. (1.3.10), merupakan bilangan yang dibagi, bilangan
pembagi dan hasil bagi. Dalam bentuk , dinamakan pembilang (numerator)
dan penyebut (denominator).

1.3.5 Beberapa Kaidah Operasi Aljabar


Menyangkut operasi perjumlahan, perkalian dan perbagian, berlaku beberapa
kaidah atau aturan operasional sebagai berikut ini

1. Aturan Komutasi

Untuk perjumlahan dan perkalian, berlaku aturan komutasi (penulisan bolak-balik)


sebagai berikut ini

(a) (b)

(1.3.11)

2. Aturan Asosiasi

Aturan asosiasi berlaku bagi operasi perjumlahan dan perkalian sebagai berikut ini.

(1.3.12)

Dalam perkataan, operasi perjumlahan atau perkalian tidak memiliki urutan operasi yang
hierarkis. Namun, aturan asosiasi tidak berlaku terhadap perbagian, yaitu

dan untuk perkurangan, harus dilakukan dengan hati-hati sebagai berikut.

6
3. Aturan Distribusi

Aturan distribusi berlaku bagi operasi pertambahan dan perkurangan, yaitu

(1.3.13)

tetapi tidak berlaku bagi perkalian atau perbagian,

4. Manipulasi Ketidak-samaan

Suatu bentuk ketidak-samaan dapat ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang
sama, misalnya

(1.3.14)

dan dapat dikalikan dengan bilangan yang tidak nol,

(1.3.15)
5. Manipulasi Kesamaan

Suatu bentuk kesamaan dapat ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang
sama, misalnya

(1.3.16)

dan dapat dikalikan dengan suatu bilangan, atau dibagi dengan bilangan yang tidak
nol,
(1.3.17)

1.3.6 Urutan Proses Operasi


Secara umum, urutan operasi aljabar dilakukan dengan memandang perkalian dan
perbagian, serta pertambahan dan perkurangan, sebagai operasi yang sama kuat,
dengan perkalian dan perbagian yang lebih kuat dari pertambahan dan perkurangan.
Namun, pandangan seperti ini sering menimbulkan kerancuan.
Agar dapat menghindarkan kerancuan, serta untuk lebih menegaskan urutan
operasi yang dikehendaki, pernyataan operasi dapat dilengkapi dengan tanda kurung
(siku, kurawal atau kurung biasa) yang berpasangan (pembuka dan penutup). Dalam hal
ini, operasi yang berada di dalam pasangan kurung yang paling dalam, dilaksanakan
terlebih dahulu. Sebagai contoh, pernyataan

7
dapat diproses dengan menambahkan 4 + 3, kemudian dikalikan dengan 2, hasilnya
dikalikan dengan hasil perbagian 15 : 5, dan hasilnya ditambahkan kepada 2. Lihat
proses urutan operasi berikut ini.

Penggunaan tanda kurung yang berpasangan secara buka dan tutup harus
digunakan sedemikian hingga tidak memberikan tafsiran ganda dalam bentuk
pernyataan.

1.4 Faktorisasi dan Kelipatan Bilangan


Suatu bilangan dapat dipandang sebagai perkalian dari beberapa bilangan.
Sebaliknya, beberapa bilangan tersebut dipandang sebagai factor-faktor dari pada
bilangan. Dalam bahan bahasan pasal ini, dipaparkan perihal faktorisasi serta hal-hal
yang berkaitan dengan perihal ini.

1.4.1 Faktorisasi Bilangan


Suatu bilangan yang dapat dituliskan sebagai perkalian dari bilangan-bilangan lain,
dapat dipandang sebagai bilangan yang dapat difaktorisasi dengan bilangan-bilangan
tersebut sebagai faktor-faktor. Sebagai contoh, bilangan 4, 9, dan 15 dapat difaktorisasi
dalam bentuk

(1.4.1)

Dengan demikian, 2 dan 2 merupakan faktor-faktor dari 4, 3 dan 3 merupakan


faktor-faktor dari 9 dan 3 dan 5 merupakan faktor-faktor dari 15.

1.4.2 Bilangan Prima


Bilangan prima adalah bilangan asli yang tidak memiliki faktor, selain bilangan 1
dan bilangan itu sendiri. Sebagai contoh, bilangan prima antara 1 dan 40 adalah

(1.4.2)
1.4.3 Kelipatan Bilangan
Kita meninjau beberapa bilangan yang difaktorisasi sebagai berikut ini.

8
(1.4.3)

Dari bentuk di atas, bilangan 3 adalah salah satu faktor bersama dari bilangan 6,
15 dan 36. Dengan sudut pandang lain, bilangan 3 membagi habis ketiga bilangan
tersebut. Dikatakan bahwa 6, 15 dan 36 adalah bilangan-bilangan yang merupakan
kelipatan dari bilangan 3.

1.4.4 Faktor Persekutuan Terbesar


Kita meninjau dua bilangan yang difaktorisasi, dalam hal ini diambil 24 dan 150
sebagai berikut.

(1.4.4)

Terlihat bahwa 2 dan 3 merupakan faktor persekutuan dari 24 dan 150, dengan
perkaliannya 2 x 3 = 6 sebagai yang dinamakan Faktor Persekutuan terBesar (FPB) dari
kedua bilangan. Dengan perkataan lain, FPB adalah bilangan terbesar yang dapat
membagi habis kedua bilangan.

1.4.5 Kelipatan Persekutuan Terkecil


Kita meninjau kembali dua bilangan yang telah difaktorisasi dalam pasal
sebelumnya, yaitu

(1.4.5)

Dengan mengambil bilangan-bilangan yang dilingkari dalam Pers. (1.4.5) serta


mengalikannya, diperoleh

(1.4.6)

yang dapat dibagi habis oleh bilangan 24 dan 150. Dikatakan bahwa bilangan 600
adalah Kelipatan Persekutuan terKecil (KPK) dari 24 dan 150. Dengan demikian, KPK
adalah bilangan terkecil yang dapat dibagi habis oleh beberapa bilangan yang ditinjau.

1.5 Bilangan Rasional


Kita memandang suatu bilangan yang dapat dituliskan sebagai perbagian dari
pada dua bilangan, dalam bentuk

(1.5.1)

9
Jika dan memiliki faktor-faktor persekutuan, maka dalam kaitan ini
dinamakan bilangan rasional tidak definitif. Jika membagi habis , merupakan
bilangan bulat. Jika dan tidak lagi memiliki faktor persekutuan dan nilai multak
lebih besar dari nilai mutlak , kita mendapatkan bilangan rasional murni. Jika nilai
mutlak lebih kecil dari nilai mutlak , kita mendapatkan bilangan campuran.
Sebagai contoh, 2/3 merupakan bilangan rasional murni dan 4/3 merupakan bilangan
campuran, yang dapat dituliskan sebagai 1 1/3 (campuran dari bilangan bulat dan
bilangan rasional murni).

1.6 Perpangkatan dan Pengakaran Bilangan


Perpangkatan adalah suatu bentuk perkalian yang repetitif, misalnya

(1.6.1)

yang dapat dituliskan dalam format


(1.6.2)

yang dalam perkataan “dua berpangkat tiga”, atau “dua berpangkat kubik”. Bentuk
umum dari perpangkatan adalah
(1.6.3)

di mana dapat merupakan bilangan rasional. Bentuk dalam Pers. (1.6.3) dengan
bilangan negatif dapat dituliskan sebagai perbagian. Sebagai contoh

(1.6.4)

atau dalam bentuk umum,

(1.6.5)

Beberapa aturan dalam perpangkatan yang nantinya secara umum sering


digunakan, adalah sebagai berikut.

(1.6.6)

Beberapa aturan dalam pengakaran yang nantinya secara umum sering


digunakan, adalah sebagai berikut.
(1.6.7)
yang berarti bahwa
(1.6.8)

10
Dengan demikian, akar pangkat dari suatu bilangan merupakan suatu bilangan lain,
yang jika dipangkatkan dengan , akan menghasilkan bilangan pertama tadi.
Pengakaran juga sering dituliskan dalam bentuk

(1.6.9)

Beberapa aturan dalam pengakaran yang nantinya secara umum sering


diterapkan, antara lain adalah sebagai berikut.

(1.6.10)

Menyangkut proses pengakaran, ada beberapa hal penting yang perlu


diperhatikan. Pertama, akar dari suatu bilangan adalah satu bilangan yang lain. Hal ini
perlu disimak, karena pengakaran bilangan sering dicampur-adukkan dengan penentuan
akar-akar persamaan. Sebagai contoh,

(1.6.11)

harus dibedakan dengan penentuan dari akar-akar persamaan, yang karena baru akan
kita pelajari dalam Pasal 3.8.1 yang akan datang, untuk sementara kali ini kita pinjam
dalam soal penentuan akar-akar dari persamaan

(1.6.12)

yang dapat dicari dengan menuliskan

(1.6.13)
yang menghasilkan akar-akar

= (1.6.14)

sebanyak dua buah akar. Dengan perkataan lain, akar dari suatu bilangan adalah satu
bilangan, sementara akar (atau akar-akar) bisa terdiri dari beberapa bilangan yang
memenuhi persamaan. Dengan demikian misalnya,

(1.6.15)
Akar dari suatu bilangan rasional bisa menghasilkan bilangan rasional, irasional atau
bilangan non-riel (imajiner atau khayal). Sebagai contoh,

(1.6.16)

11
Bentuk bilangan khayal dalam baris ketiga Pers. (1.6.16) akan dibahas dalam Bab VI
yang akan datang.

1.7 Basis Bilangan


Dalam pasal terdahulu telah disinggung beberapa macam basis bilangan, antara
lain basis biner, oktal dan desimal atau denari. Untuk basis biner, bilangan adalah 0 dan
1 (dua bilangan), sementara desimal adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 (sepuluh
bilangan). Korelasi antara bilangan biner dan desimal ditunjukkan dalam Tabel 1.7.1.

Tabel 1.7.1: Korelasi Sistem Biner dan Denari

basis bilangan
desimal 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
biner 0 1 10 11 100 101 110 111 1000 1001 1010 1011

Dari Tabel 1.7.1 terlihat misalnya bilangan 6 dalam basis desimal identik dengan
bilangan 110 basis biner. Untuk mengkonversikan bilangan suatu basis ke bilangan
basis denari dapat digunakan rumus

(1.7.1)

di mana adalah angka-angka dalam basis . Sebagai contoh,


untuk basis biner, sehingga angka 111 dan 1011 basis biner koresponden
dengan bilangan

(1.7.2)

7 dan 11 basis denari.

1.8 Logaritma Bilangan


Logarit suatu bilangan pada hematnya berkaitan dengan perpangkatan. Format
dari logaritma dituliskan dalam bentuk

(1.8.1)
yang memiliki implikasi bahwa
(1.8.2)

di mana adalah bilangan yang diambil nilai logaritmanya, hasil logaritma, dan
basis logaritma. Sebagai contoh,

12
(1.8.3)

Jika basis logaritma tidak dinyatakan, maka itu berarti bahwa basis logaritma
adalah 10. Beberapa aturan baku dalam operasi logaritma adalah sebagai berikut.

(1.8.4)

Suatu bentuk logaritma yang sangat penting adalah yang menggunakan basis
berupa bilangan yang didefinisikan sebagai hasil perjumlahan deret barisan (yang
akan kita pelajari dalam Bab VII) dalam bentuk

(1.8.5)
yang dituliskan dalam format
(1.8.6)

yang dinamakan logaritma naturalis, disingkat dalam perkataan “lon”.

1.9 Nilai Mutlak Bilangan


Nilai mutlak dari suatu bilangan adalah besar (magnitudo) tanpa melihat tandanya,
sehingga bilangan negatif perlu dirobah tandanya menjadi positif. Dalam format,

(1.9.1)

Sebagai contoh,
(1.9.2)

dan sebagainya.

Tanda mutlak sering dikombinasikan dengan pertidak-samaan sebagai mana akan


dibahas berikut ini.

13
(1.9.3)

Sebagai contoh,

1.10 Penggolongan Bilangan


Dari bahasan awal, bilangan dimulai dengan pengenalan bilangan asli atau cacah
dan bilangan nol, yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 dalam basis desimal, yang
dinamakan bilangan bulat positif. Selanjutnya, diperkenalkan dan ditambahkan bilangan
bulat negatif, -1, -2, -3, -4 dan seterusnya. Berikutnya, didefinisikan bilangan pecahan
sebagai perbagian dua bilangan bulat. Bilangan bulat dengan bilangan pecahan
membentuk kelompok bilangan rasional.
Di lain fihak, jenis bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai perbagian dari
dua dengan bulat, misalnya dan lain-lain dinamakan bilangan irasional.
Bilangan rasional dan irasional bergabung dalam bilangan riel. Berbeda dengan
bilangan riel, terdapat pula jenis bilangan imajiner atau khayal, yang didefinisikan dalam
bentuk
(1.10.1)

yang akan dibahas secara tersendiri. Gabungan dari bilangan riel dan khayal
membentuk bilangan kompleks sebagai gabungan yang paling lengkap dari bilangan.
Lihat Gambar 1.10.1 sebagai penjelasan.

1.11 Contoh Penerapan


Contoh 1.1: Dengan menggunakan aturan-aturan dalam operasi bilangan,
selesaikanlah soal-soal berikut ini.

Penyelesaian:
(a) Dalam menyelesaikan soal ini, kita mendahulukan eksekusi operasi dalam kurung
yang paling dalam terlebih dahulu. Selain itu, perkalian lebih kuat dari
pertambahan.

14
(b) Dalam menyelesaikan soal ini, kita mendahulukan eksekusi operasi dalam kurung
yang paling dalam terlebih dahulu. Selain itu, perkalian lebih kuat dari
pertambahan.

(c) Soal ini dapat diselesaikan dengan mendahulukan eksekusi operasi dalam kurung
yang paling dalam terlebih dahulu.

(d) Dalam soal ini, kehadiran tanda kurung hanya lebih memperkuat tanda perbagian
dalam tanda kurung. Penyelesaian soal menjadi

Gambar 1.10.1: Penggolongan Bilangan

Contoh 1.2: Carilah faktor persekutuan terbesar FPB dan kelipatan persekutuan terkecil
KPK dari 96 dan 576.

Penyelesaian:

Dalam mengerjakan soal ini, terlebih dahulu kita menuliskan kedua bilangan dalam
faktor-faktornya, sebagai berikut,

15
dengan 2 dan 3 sebagai faktor persekutuan. Dengan demikian, FPB adalah 2 x 3 = 6,
dan KPK adalah 2 x 2 x 2 x 2 x 2 x 2 x 3 x 3 = 576.

Contoh 1.3: Dengan menggunakan aturan-aturan operasional dalam pecahan,


selesaikanlah ekspresi berikut ini.

Penyelesaian:
(a) Bilangan 21/3 merupakan pecahan, yang ternyata belum berbentuk definitif,
karena pembilang dabn penyebut masih memiliki faktor-faktor persekutuan, jadi
masih dapat disederhanakan sebagai berikut.

(a) Ketiga bentuk pecahan dapat disatukan dengan menentukan KPK dari penyebut 3,
5 dan 9 sebagai berikut,

sehingga KPK adalah 3 x 3 x 5. Dengan demikian, dapat dituliskan,

(b) Kedua bentuk pecahan masih dapat disederhanakan sebelum dijumlahkan yaitu

(c) Dalam soal ini, bagian pecahan telah memiliki penyebut yang yang sama, jadi
dapat ditambahkan secara langsung. Sehingga, diperoleh

16
(d) Untuk soal ini pembilang dari pecahan pertama harus diselesaikan terlebih dahulu;
jadi

Contoh 1.4: Dengan menggunakan aturan-aturan operasional dalam pecahan,


selesaikanlah ekspresi berikut ini.

Penyelesaian:

(a) Dengan melihat bahwa , maka dapat dituliskan bahwa

(b) Dengan cara serupa dengan Soal (a), maka Soal (b) dapat dituliskan dalam bentuk

(c) Dengan cara serupa diperoleh

(d) Dengan melihat bahwa , maka dapat dituliskan

(e) Perhatikan bahwa dan , maka

17
Contoh 1.5: Robahlah bilangan-bilangan biner berikut menjadi bilangan desimal atau
denari.

Penyelesaian:

Bilangan abjad dalam sistem biner dapat dirobah menjadi bilangan denari, dengan
menggunakan Pers. (1.7.1), yaitu

dengan demikian diperoleh

Contoh 1.6: Sederhanakanlah bentuk-bentuk logaritma berikut.

Penyelesaian:

Dengan menggunakan rumus-rumus dasar logaritma dalam Pers. (1.8.4), maka


diperoleh proses penyederhanaan sebagai berikut.

18
Contoh 1.7: Jika , maka tetapkanlah domain yang memenuhi ketidak-
samaan berikut.

Penyelesaian:
Ketidak-samaan di atas sangat strategis diperiksa dengan garis bilangan, seperti
berikut.

Perhatikan bahwa tidak ada dominan yang memenuhi ketidak-samaan (e).

Contoh 1.8: Tentukanlah domain yang memenuhi ketidak-samaan berikut.

Penyelesaian:

19
(a) Menurut Pers. (1.9.1) dan (1.9.3) diperoleh

yang dengan kondisi

memberikan

(b) Menurut Pers. (1.9.3), untuk soal ini diperoleh

atau

(c) Menurut Pers. (1.9.3) dan (1.10.4) diperoleh

yang dengan kondisi

diperoleh

1.12 Rangkuman
Dalam bab pertama ini telah disajikan konsep dasar mengenai bilangan, yaitu jenis
bilangan dan operasi bilangan. Jenis bilangan terdiri dari bilangan asli, bilangan bulat
(positif dan negatif), dan bilangan pecahan. Bilangan bulat dan pecahan membentuk
bilangan rasional. Bilangan rasional dan irasional (misalnya bilangan transenden, π atau
℮) membentuk bilangan riel. Bilangan riel dan bilangan kompleks membentuk himpunan
bilangan yang komplit.
Operasi bilangan terdiri dari perjumlahan (paertambahan dan perkurangan),
perkalian dan perbagian, perpangkatan dan pengakaran, serta operasi lainnya (ketidak-
samaan, nilai mutlak) dan lain-lain. Beberapa aturan, seperti kaidah asosiasi, distribusi,
komuntasi juga dipaparkan.
Bahan-bahan paparan dalam bab ini sangat penting dan menjadi dasar
pengetahuan awal bagi pemahaman dalam bab-bab berikutnya.

1.13 Soal-soal

Soal 1.1: Di antara bilangan dan , tetapkan mana yang merupakan


bilangan asli, bilangan bulat dan bilangan prima.

20
Soal 1.2: Lengkapilah pernyataan hubungan antara dua bilangan seperti berikut ini.

Soal 1.3: Selesaikanlah operasi bilangan di bawah ini.

Soal 1.4: Lakukanlah faktorisasi atas bilangan berikut ini, dan berdasarkan hasil yang
diperoleh, tetapkan mana yang merupakan bilangan prima.

Soal 1.5: Tentukanlah faktor persekutuan terbesar (FPB) dan kelipatan persekutuan
terkecil (KPK) dari pasangan bilangan berikut.

Soal 1.6: Selesaikanlah pernyataan berikut ini hingga mendapatkan bilangan rasional
definitif.

Soal 1.7: Selesaikan operasi-operasi berikut ini.

21
Soal 1.8: Tentukanlah selang atau domain yang memenuhi kondisi berikut.

Soal 1.9: Konversikanlah bilangan-bilangan berikut ini.

Soal 1.10: Bulatkanlah bilangan pecahan desimal atas dua, tiga, dan empat digit
signifikan (significant figures). Berapa persen kesalahan maksimum dari
masing-masing pembulatan?

1,3,5,7,9,11,13,15,17,19,21
2,4,6,8,10,12,14,16,18,20,22

22
23

Anda mungkin juga menyukai