Nilai ini mengandung aru usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina nasionalisme dalam negara Indonesia. Nilai Persatuan Indonesia yang demikian ini merupakan suatu proses untuk menuju terwujudnya nasionalisme. Dengan modal dasar nilai persatuan, semua warga negara Indonesia baik yang asli maupun keturunan asing dan dari macam-macam suku bangsa dapat menjalin kerjasama yang erat dalam wujud gotong royong dan kebersamaan. Dalam nilai ini terkandung adanya perbedaan-perbedaan yang biasa terjadi di dalam kehidupan masyarakat dan bangsa, baik itu perbedaan bahasa, kebudayaan, adat istiadat, agama maupun suku. Perbedaan itu jangan dijadikan alasan untuk berselisih tetapi justru menjadi daya tarik ke arah kerja sama, ke arah resultante/sintesa yang lebih harmonis. Pancasila menjadi perekat dalam keanekaragaman, hal ini sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. 3.5.3.1 Hakekat Bangsa Apakah sesungguhnya hakekat dari bangsa itu? Banyak pendapat mengenai bangsa antara lain: 1. Ernest Renan. fa mengatakan bahwa syarat adanya bangsa adalah ledesir d'stre ensemble artinya keinginan untuk bersatu. Jadi bangsa adalah segerombolan manusia yang ingin bersatu, yang mau hidup bersama-sama,sebagai suatu kesatuan, yang merasa dirinya bersatu. 2. Otto Bauer Eine nation ist eine aus schicsagemein schaft erwachsene charactergemeinschaft artinya bangsa adalah satu persatuan perangai yang timbul karena kesatuan nasib 3. Ir Soekarno. Dalam pandangan geopoliknya seperti yang diungkapkan dalam pidato tanggal 1 Juni 1945 di hadapan BPUPKI menyatakan bahwa kebangsaan adalah bersatunya manusia dan tempat.
3.5.3.2 Faktor-Faktor Pembentuk Bangsa
Hidup kita adalah hidup bersama, oleh karena itu manusia membentuk keluarga sebagai masyarakat yang terkecil. Keluarga keluarga terhimpun menjadi suatu keluarga besar, menjadi suku bangsa. Suku-suku bangsa mewujudkan satu bangsa. Faktor-faktor utama yang menentukan pembentukan kelompok 'bangsa' adalah: 1. Faktor genetis (keturunan) dari suku bangsa, keluarga, dan rumpun 2. Geografis, yaitu iklim, keadaan tanah, kekayaan alam setempat, fauna dan flora. 3. Historis, yaitu kejadian-kejadian, peristiwa-peristiwa penting, bencana alam, pergolakan, nasib bersama. 4. Psikologis, yaitu sikap, cara khas bertindak dan bereaksi sehingga menjadi kebiasaan, watak yang khas. Faktor-faktor tersebut dengan faktor lainnya menyebabkan sekelompok manusia menjadi satu bangsa (nation). Hidup selalu menghadapai dan menerima tantangan. Dalam hidup bersama yang berlangsung lama, dalam keadaan-keadaan dan kejadian-kejadian yang dialami bersama itu, timbullah modus, suatu cara menghadapi menerima dan menjawab tantangan yang sama. Maka dengan demikian timbullah kebudayaan yang sama, kesadaran yang sama, cara hidup yang sama, bahasa yang sama, adat-istiadat yang sama, dan timbullah kesenian yang sama. Maka timbullah "kepribadian nasional" yaitu keseluruhan sifat-sifat, yang secara historis berkembang secara harmonis dan mewarnai suatu bangsa secara stabil. Dari situlah muncul "kebudayaan nasional" yaitu kebudayaan yang tumbuh dengan mencerminkan kepribadian atau identitas nasional suatu bangsa. Timbul pertanyaan: sudah adakah kepribadian nasional Indonesia? Kita belum dapat menyatakan bahwa masalah kepribadian nasional Indonesia itu sudah selesai dan terang. Jelas bahwa kepribadian nasional Indonesia itu sudah ada, bangsa Indonesia sudah merdeka dan berdaulat. Kita sudah mempunyai bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Kita sudah mempunyai pandangan hidup Pancasila yang diangkat dan ditetapkan menjadi dasar negara. Dengan kata lain secara lahir, secara ekstrinsik kepribadian nasional Indonesia sudah ada. Tetapi harus kita akui secara jujur bahwa kepribadian nasional secara instrinsik belum ada, masih dalam proses. Kesadaran nasional kita belum merata. Jutaan orang Indonesia di pedalaman belum mempunyai kesadaran menegara. Cukup banyak warga negara Indonesia yang belum memahami isi dan makna Pancasila. Menurut Prof. Harsya Bahtiar, integrasi nasional (persatuan nasional) harus diartikan sebagai proses penyesuaian pandangan dan tindakan segenap warga negara sehingga mereka bersama-sama merupakan satu kesatuan. Persatuan Indonesia menjadi syarat hidup bagi Indonesia (Moh. Hatta, 1977, h. 32). Pada hakekatnya sila Persatuan Indonesia mengandung prinsip Nasionalisme, cinta Bangsa dan Tanah Air. Menggalang terus persatuan dan kesatuan Bangsa (Krissantono, ed, 1976, h. 48). Persatuan Indonesia mengandung di dalamnya cita-cita persahabatan dan persaudaraan segala bangsa, diliputi oleh suasana kebenaran, keadilan dan kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan yang senantiasa dipupuk oleh alamnya (Moh. Hatta, 1977, h. 33). Sila Persatuan Indonesia mengandung unsur-unsur persatuan dan kesatuan, ke Indonesia-an dan juga cita-cita persahabatan dan persaudaraan segala bangsa. Unsur persatuan dan kesatuan merupakan ajaran yang amat esensial dalam agama Islam. Sebelum terjadi perpecahan, umat manusia merupakan satu umat (Q. 2: 213). Manusia diciptakan Allah berasal dari satu keturunan (Q. 4: 1, 49: 13). Umat beriman hendaklah bersatu padu berpegang kepada agama Allah, jangan berpecah belah (Q. 3: 103). Umat beriman agar taat kepada Allah dan RasulNya, jangan bertengkar agar usaha tidak gagal dan kekuatanpun tidak hilang (Q. 8: 46). Unsur ke-Indonesia-an termasuk bidang mu'amalat yang kepada umat manusia diberi kesempatan untuk prasangkan menentukan lingkungan kesatuan sosialnya dalam usaha mencapai cita-cita bersama Al-Qur'an (49: 13) yang menegaskan bahwa umat manusia yang diciptakan Allah berasal dari satu keturunan itu, dijadikan Allah juga berbangsa-bangsa dan bersuku suku, dengan maksud agar dapat mewujudkan kerjasama dalam menyelenggarakan kehidupan bersama. Dengan demikian hidup berbangsa-bangsa dan bersuku-suku itu merupakan pembawaan kodrat manusia, sepanjang dapat terwujud kerjasama bangsa bangsa, kebangsaan atas dasar perasaan bahwa bangsa tertentu lebih tinggi martabatnya dari bangsa lain sama sekali tidak dibenarkan, bahkan bertentangan dengan pembawaan kodrat manusia. Jadi dalam kehidupan perseorangan dan keluarga kecil tempat tinggal merupakan kebutuhan hidup yang bersifat mutlak dan pemiliknya diberi kebebasan untuk menghuni dan mempertahankannya dari gangguan orang lain, maka bagi satuan sosial yang lebih luas, suatu bangsa berhak menentukan tempat tinggalnya yang merupakan wilayah negara dan berhak bahkan berkewajiban mempertahankannya dari gangguan bangsa lain. Unsur cita-cita persahabatan dan persaudaraan bangsa-bangsa merupakan keharusan kodrati, sesuai kedudukan manusia sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan dari satu keturunan dan dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar dapat menyelenggarakan kerjasama dalam menjalani hidup di dunia ini (Q. 49: 13).