Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN (FRAKTUR)

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah 1

OLEH:

MAGHFIRA WIDYA NINGSIH


14420212187

CI LAHAN CI INSTITUSI

(….………………..) (……………………)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN

MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
A. Konsep Medis
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patah pada
tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
yang ditentukan jenis dan luasnya trauma (Alvinanta 2019a).
Fraktur adalah retak atau patah tulang yang disebabkan oleh trauma, atau
tenaga fisik lainnya sehingga pasien fraktur akan mengalami nyeri dari
ringan hingga berat (Kepel, 2020).
Fraktur Femur adalah diskontinuitas dari femoral shaf yang bisa terjadi
akibat trauma secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami laki-laki dewasa
(Desiartama, 2017)

Fraktur dibedakan menjadi:


1) Berdasarkan sifat fraktur (Astuti 2018)
a. Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena
kulit masih utuh tanpa komplikasi.
b. Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I: sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm,
kerusakan jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana,
komunikatif ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II: Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm,
kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang,
kontaminasi sedang.
c. Garde III: Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf
dan pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm (Alvinanta 2019a).
2) Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur (Kusuma, 2015).

a. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang


atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair line fracture (patah retak rambut). Hal ini disebabkan oleh
stress yang tidak biasa atau berulang-ulang dan juga karena
berat badan terus menerus pada pergelangan kaki.
b) Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
c) Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang

Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme


trauma :
a. Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang arah permukaan lain.
e. Fraktur avulsi: Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang (Alvinanta 2019).
3) Berdasarkan jumlah garis patah
a. Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebuh dari satu dan
saling berhubungan.
b. Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan
c. Fraktur multiple: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
4) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang (Astuti 2018)
a. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan masih utuh
b. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokasi ad longitudinam cum contraction (pergeseran
searah sumbu dan overlapping)
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh)
5) Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang (Ilmiah
2018),
6) Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang (Astuti 2018).
2. Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma, yang dibagi atas trauma langsung, trauma
tidak langsung, dan trauma ringan.
1) Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya penderita terjatuh
dengan posisi miring dimana daerah trokhater mayor langsung terbentur
dengan benda keras (jalanan).
2) Trauma tak langsung yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan,
misalnya jatuh terpeleset di kamar mandi.
3) Trauma ringan yaitu keadaan yang dapat menyebabkan fraktur bila
tulang itu sendiri sudah rapuh atau underlying eases atau fraktur
patologis (Alvinanta 2019).
Menurut (Ilmiah 2018), yaitu :
1) Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
2) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan pada tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi
pada berbagai keadaan seperti: Tumor tulang (jinak atau ganas), infeksi
seperti osteomyelitis, dan rakhitis.
3) Secara spontan : Stres pada tulang yang terus menerus
3. Patofisiologi
Pergeseran fragmen tulang akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri
akut. Hal ini juga dapat menyebabkan tekanan pada sumsum tulang lebih
tinggi dari kapiler lalu melepaskan katekolamin yang dapat
mengakibatkan metabolisme asam lemak yang menyebabkan emboli dan
penyumbatan pembuluh darah (Alvinanta 2019) . Spasme otot dapat
meningkatkan tekanan kapiler lalu menyebabkan protein plasma hilang
karena pelepasan histamine yang akhirnya menyebabkan edema.
Pergeseran fragmen tulang mengakibatkan gangguan fungsi ekstremitas
(Sagaran 2018). Laserasi kulit dapat menyebabkan infeksi, putusnya arteri
atau vena saat terjadi fraktur dapat menyebabkan kehilangan volume
cairan (perdarahan) yang berakibat terjadi syok hipovolemik (Kepel
2020). Proses pemulihan fraktur menurut Muttaqin, (2008) dalam Astuti
(2018) meliputi:
1) Fase Inflamasi
Fase inflamasi terjadi segera setalah luka dan berakhir 3-4 hari, dua
proses utama yang terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan
fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) terjadi akibat fase
kontriksi pembuluh darah besar didaerah luka. Bekuan darah dibentuk
oleh trombosit yang menyiapkan matriks fibrin yang menjadi
kerangka bagi pengambilan sel. Fagositosis merupakan perpindahan
sel, leokosit ke daerah interestisial. Tempat ini di tempati oleh
makrofag yang keluar dari monosit selama kurang lebih 24 jam
setelah cedera. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis yang
merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah akan
mempercepat proses penyembuhan.
2) Fase Polifrasi
Fase polifrasi yaitu sel-sel berpolifrasi dari lapisan dalam periosteum
sekitar lokasi fraktur sel-sel ini menjadi osteoblast, sel ini aktif
tumbuh kearah fragmen tulang dan juga terjadi di jaringan sumsum
tulang. Fase ini terjadi setelah hari ke-2 pasca fraktur.
3) Fase Pembentukan Kallus
Pada fase ini pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang
rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Fragmen patahan tulang dihubungkan dengan jaringan fibrus.
Diperlukan waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang tergabung
dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fragmen tulang
sudah tidak bisa digerakkan lagi.
4) Fase Remodeling
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan osteoblastik pada tulang serta kallus eksterna secara
perlahan-lahan menghilang. Kallus intermediet berubah menjadi
tulang yang kompak dan kallus bagian dalam akan mengalami
peronggaan untuk membentuk sumsum. Pada fase remodeling ini
dimulai dari minggu ke 8-12.
5) Fase Konsolidasi
Pada fase ini kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur
teraba telah menyatu secara bertahap menjadi tulang mature. Fase ini
terjadi pada minggu ke 3-10 setelah fraktur.

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) dalam
Pratiwi (2019)
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti:
a. Rotasi pemendekan tulang.
b. Penekanan tulang.
2) Bengkak/edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstraviksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3) Echimosis (memar) dari perdarahan subculaneous
4) Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5) Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan
6) Kurang/hilang sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
7) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya
8) Pergerakan abnormal, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah, bukannya tetap rigid seperti normalnya.

5. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Arif Muttaqin (2008) dalam Alvinanta (2019)
dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Komplikasi Awal
a. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi,
ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Emboli Lemak
Emboli lemak adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus
fraktur. Emboli lemak terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat
oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, demam.
c. Compartement Syndrome
Compartement Syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
b. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskuler.
2) Komplikasi Dalam Jangka Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu. Ini juga disebabkan
karena aliran darah yang kurang.

6. Pemeriksaan Penunjang
1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap
peradangan.
5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi darah atau cedera hati (Pratiwi 2019).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut muttaqin (2008) dalam Pratiwi (2019) yaitu:
1) Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas
atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur
dengan bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan gips atau macam-macam bidai dari plastik atau
metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
ekterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan
ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
imobilisasi.
2) Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang
yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan
fiksasi internal. Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan
melakukan pembedahan dengan memasukkan paku, skrup atau pen
kedalam tempat fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada
fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan untuk
merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang
tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal
dapat menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetaklirat
(aklirik gigi) atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti
gips (Sagaran 2018)
e. Prognosis
Prognosis tergantung pada kecepatan dan ketepatan tindakan yang
dilakukan kepada pasien (Suriya 2019).

8. Pathway

Trauma Langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perub. jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Tek. Sumsung tulang


Pergeseran fragmen Spasme otot lebih tinggi dari kapiler
tulang
Peningkatan tek. Melepaskan katekolamin
Deformitas
kapiler
Gangguan fungsi ektremitas Metabolisme asam lemak
Pelepasan histamin

Bergabung dengan
Gangguan mobilitas fisik Protein plasma hilang
trombosit

Laserasi kulit Edema Emboli

Putus vena atau arteri Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Perdarahan
Kerusakan
Resiko perfusi jaringan
integritas kulit
Kehilangan volume perifer
cairan
Resiko infeksi
Resiko
hipovolemia
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas klien: Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang digunakan sehari-hari, status perkawinan, pendidikan ,
pekerjaan, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama: Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
terjadinya fraktur, yang dapat membantu dalam menentukan
perencanaan tindakan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pengumpulan data ini ditentukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi bentuk berapa lama tulang tersebut menyambung.
c. Riwayat penyakit keluarga
Pengumpulan data ini untuk mengetahui penyakit keluarga yang
berhubungan dengan penyakit tulang yang merupakan salah satu
faktor terjadinya fraktur.
d. Aktivitas /istirahat
Apakah setelah terjadi fraktur ada keterbatasan gerak/kehilangan
fungsi motorik pada bagian yang terkena fraktur (dapat segera
maupun sekunder, akibat pembengkakan/ nyeri).
e. Sirkulasi
Terdapat tanda hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai
respon terhadap nyeri/ansietas) atau hypotention (hipovolemia).
Takikardi (respon stress, hipovolemia). Pembengkakan jaringan
atau massa hematoma pada sisi cidera.
f. Neurosensori
Gejala yang muncul antar lain spasme otot, kebas/ kesemutan,
deformitas lokal, pemendekan rotasi, krepitasi, kelemahan/
kehilangan fungsi.
g. Nyeri/ Kenyamanan
Nyeri berat tiba-tiba saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan atau kerusakan tulang, dapat berkurang pada
imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf dan
spasme/kram otot.
h. Keamanan
Tanda yang muncul laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan,
dan perubahan warna kulit dan pembengkakan lokal (Astuti
2018).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
3) Resiko hipovolemik dengan faktor resiko kehilangan cairan secara
aktif
4) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan faktor
mekanisme (mis, penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
5) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya laserasi pada kulit
(PPNI 2017).
DIAGNOSA TUJUAN DAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA
(SIKI)
(SDKI) HASIL (SLKI)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan Observasi
dengan agen keperawatan, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera fisik diharapkan tingkat frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
nyeri menurun R/ mengetahui kondisi nyeri yang
dengan kriteria hasil dirsakan klien
sebagai berikut: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri R/ mengetahui tingkat nyeri yang
menurun dirasakan
2. Meringis 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun R/ mengetahui cara klien menghadapi
3. Frekuensi nadi nyeri
membaik 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
4. Tekanan darah memperingan nyeri
membaik (PPNI R/ meminimalisir terjadinya nyeri
2019) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri.
R/ mengetahui respon klien tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
R/mengetahui cara mengurangi nyeri dari
sisikebudayaan
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
R/ mengetahui akibat dari yang
ditimbulkan
8. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
R/ memberikan reaksi nonfrmakologis
dalam mengurangi rasa nyeri
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
R/ meminimalisir efek pemberian obat
yang ditimbulkan
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (teknik relaksasi
dan distraksi).
R/ mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan klien
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
R/ memberikan rasa nyaman kepada
klien
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
R/ mempertahanakan kebutuhan istrahat
tidur klien
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
R/memilih teknik yang tepat untuk
mengurangi nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
R/ menghabat nyeri yang dirasakan
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
R/ menambah wawasan klien mengenai
cara mengurangi rasa nyri secara mandiri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
R/membuat klien mengenal nyeri yang
dirasakan secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat
R/ memberikan respon penurunan rasa
nyeri secara farmakologis
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
R/ memberikan respon nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik.
R/ memberikan respon secra
farmakologis dalam menurunkan rasa
nyeri
2 Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik tindakan Observasi
berhubungan keperawatan, 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
dengan kerusakan diharapkan fisik lainnya.
integritas struktur mobilitas fisik R/ mengetahui tingkat mobilitas klien
tulang meningkat dengan yang dialami
kriteria hasil sebagai 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
berikut: ambulasi
1. Pergerakan R/ mengetahui aktivitas klien yang dapat
ekstremitas dilakukan secra mandiri oleh klien
meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
2. Rentang gerak darah sebelum memulai ambulasi
meningkat R/ mengetahui perbedaan antara tekanan
3. Gerakan terbatas darah saat istrahat dan elakukan ambulasi
menurun 4. Monitor kondisi umum selama
4. Kelemahan fisik melakukan ambulasi
menurun R/ mengetahui respon tubh klien saat
melakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu (mis. Tongkat, kruk)
R/ Membantu klien dalam bergerak
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
R/mengetahui tingkat kemandirian klien
saat melakukan kemadirian
3. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan ambulasi
R/ memberikan kesempatan keluarga
pada saat melakukan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
R/ klien mengetahui tujuan tindakan yang
diberikan kepada dirinya
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
R/mengetahuitingkat kebutuhan yang
dibutuhkan klien
3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus
dilakukan (mis. Berjalan dari tempat
tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat
tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)
R/ membantu klien dalam pemenuhan
kebutuhan bergerak klien
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan PENCEGAHAN INFEKSI
berhubungan intervensi Observasi
dengan adanya keperawatan selama 1. Monitoring tanda dan gejala infeksi
laserasi kulit 3x24 jam R/melihat tanda dan gejala infeksi
diharapkan tidak Terapeutik
terjadinya tanda- 2. Batasi jumlah pengunjung
tanda infeksi dengan R/mengurangi tingkat infeksi nosokomial
kriteria hasil: Edukasi
1. Integritas 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
kulit dan jaringan R/mengetahui tanda dan gejala infeksi
baik 2. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
2. Mampu luka operasi.
mengontrol resiko R/ mengetahui kondisi luka klien secara
mandiri
3. Ajarkan cuci tangan dengan benar.
R/ mencegah terjadinya infeksi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian Imunisasi, jika perlu.
R/meningkat imunitas tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Aini, Lela, and Reza Reskita. 2018. “Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Fraktur” 9 (2013): 262–66.

Alvinanta, Nadila Putri. 2019a. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post
Op Fraktur Ekstremitas Bawah Di Ruang Cempaka Rsud Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.” Karya Tulis Ilmiah, 6–22.

———. 2019b. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Post Op Fraktur


Ekstremitas Bawah Di Ruang Cempaka Rsud Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda.” Karya Tulis Ilmiah, 6–22. http://repository.poltekkes-
kaltim.ac.id/295/.

Astuti, Estu Siwi Nur. 2018. “Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam Pada
Gangguan Kbutuhan Nyaman: Nyeri Pasien Post Operasi Fraktur Femure.”
Eprints Poltekkes Jogja, no. 2013.

Ilmiah, Karya Tulis. 2018. Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Tn . S


Dengan Open Fraktur Manus Iv Distal Di Ruang Cempaka Rumah Asuhan
Keperawatan Tn . S Dengan Open Fraktur.

Iva Irawati, Ratna Puji Priyanti, Heni Maryati. 2016. “Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Post Operasi Fraktur Ekstremitas Atas Dengan Nyeri Akut Di
Paviliun Asoka Rsud Jombang,” 1–6.

Kepel, Felicia R., and Andreissanto C. Lengkong. 2020. “Fraktur Geriatrik.” E-


CliniC 8 (2): 203–10. https://doi.org/10.35790/ecl.v8i2.30179.

Kusuma, Hardhi, Dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta: MediAction.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta Selatan:


Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
———. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Jakarta Selatan : DPP PPNI.

———. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Pratiwi, Diah. 2019. “Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kebutuhan Aman


Dan Nyaman Pada Kasus Perioperatif Fraktur Incomplete Tibia Dextra
Terhadap Ny.S Di Ruang Bedah RSD Mayjend HM Ryacudu Kotabumi
Lampung Utara.” Convention Center Di Kota Tegal 4 (80): 4.
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/999/.

Sagaran, Vithiya Chandra, Menkher Manjas, and Rosfita Rasyid. 2018.


“Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit Dr.M.Djamil,
Padang (2010-2012).” Jurnal Kesehatan Andalas 6 (3): 586.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i3.742.

Suriya, Melti. 2019. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC NOC. Sumbar: Pustaka
Galeri Mandiri : Sumatera Barat.

Anda mungkin juga menyukai