Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PETROFISIKA

“Porositas”

Disusun Oleh :

1. Muhammad Aqif Fachrurrozi (203210549)


2. Indra Gunawan (203210561)
3. Rahmat Dafiq (203210008)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
Daftar Isi

Daftar Isi...............................................................................................................................................2
1.1 Definisi Porositas dan Pengelompokan Berdasarkan Nilai........................................................3
1.1.1 Batu Pasir............................................................................................................................4
1.1.2 Batu Kapur..........................................................................................................................5
2.1 Pembagian Porositas...................................................................................................................6
2.1.1 Klasifikasi Geologi..............................................................................................................6
2.1.2 Klasifikasi Teknik...............................................................................................................8
3.1 Faktor Yang Mempengaruhi Porositas.......................................................................................9
3.1.1 Faktor Primer..................................................................................................................9
3.1.2 Faktor Sekunder...........................................................................................................11
4.1 Pengukuran Porositas...............................................................................................................12
4.1.1 Pengukuran Laboratorium.................................................................................................13
4.1.2 Wireline Logging..............................................................................................................15
5.1 Densitas Matriks.......................................................................................................................19
6.1 Kesimpulan...............................................................................................................................20
Daftar Pustaka....................................................................................................................................22
Daftar Gambar

Gambar 1. 1 Skema yang menyatakam (a) gelas berisi 350 ml air dan (b) gelas berisi air air dan
empat es batu. Seperti yang ditunjukkan, volume air dalam gelas dengan es batu lebih sedikit karena
keberadaan dari volume matriks itu sendiri (Alyafei 2021).................................................................5
Gambar 2. 1 Pembagian antara porositas intergranular dan intragranular (Alyafei 2021)..................8
Gambar 2. 2 Porositas pada batuan (a) Porositas Primer (b) Porositas Sekunder (Agoes Wiloso
2018).....................................................................................................................................................9
Gambar 2. 3 Pembagian antara subdivsi porositas total, efektif, dan tidak efektif (Alyafei 2021).....9
Gambar 3. 1 Perbedaan pengepakan partikel (a) pengepakan kubik memiliki porositas 47,6% dan
(b) pengepakan rombohedral memiliki porositas 26,0% (Fannya 2018)...........................................10
Gambar 3. 2 : Pembagian dalam penyortiran sebuah batuan (a) media yang tersortir dengan baik
(b) media yang disortir dengan buruk (Fisika 2006)..........................................................................12
Gambar 4. 1 Penjabaran metode perpindahan fluida (Alyafei 2021).................................................14
Gambar 4. 2 Konsep keseimbangan massa dengan menunjukkan wujud dari ketiga jenis berat
(Alyafei 2021)....................................................................................................................................15
Gambar 4. 3 Beberapa macam alat logging wireline sesuai kegunaanya dari ketiga property (Alyafei
2021)...................................................................................................................................................17
Gambar 4. 4 Perhitungan Density-Neutron Log (Rafdy et al. 2018).................................................18
Gambar 4. 5 Ketiga jenis wireline logging : Density Log(RHOB), Neutron Log(NPHI), dan Sonic
Log (DT) (Alyafei 2021)....................................................................................................................19
Daftar Tabel

Tabel 1. 1 Pengelompokan Batuan Berdasarkan Nilainya (Alyafei 2021)..........................................6


Tabel 1. 2 Kisaran Nilai Porositas Beberapa Macam Batuan (Agoes Wiloso 2018)...........................8
Tabel 3. 1 Klasifikasi penyortiran porositas (Rafdy et al. 2018).......................................................12
Tabel 4. 1 Pembagian golongan litologi sampel dengan konstanta yang digunakan (Alyafei 2021) 20
Tabel 5. 1 Kepadatan Butiran untuk jenis batuan yang berbeda (Yunafrison et al. 2018).................21
1.1 Definisi Porositas dan Pengelompokan Berdasarkan Nilai

Porositas adalah rasio antara volume rongga-rongga dalam media berpori terhadap volume total
keseluruhan batuannya. Pori (Pore) dikenal lebih mudah sebagai ruang/celah yang terdapat didalam
batuan dan akan selalu diisi oleh fluida, baik itu air,udara, maupun gas. Ada juga istilah porositas
efektif yang merupakan bagian dalam rongga pori-pori batuan yang saling berkesinambungan.
Porositas efektif ini biasanya memiliki cakupan nilai lebih kecil daripada rongga pori-pori total
yang buasanya bernilai dari parameter persentase 10%-15%.
Sedangkan istilah porositas absolut merupakan persentase dari volume pori-pori total terhadap
volume batuan totalnya atau bulk. Pada dasarnya, porositas mengacu pada kapasitas penyimpanan,
yang dapat menunjukkan jumlah cairan yang dapat disimpan oleh media berpori. Alhasil, porositas
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Vp
φ=
Vt
Dimana φ adalah porositas [tidak berdimensi karena kita membagi dua volume], Vp adalah
volume pori [cm3], danVt adalah volume total [cm3].
Kemudian, kita juga dapat mengurangi volume matriks (dalam suatu kasus terkait es batu) dari
volume total dan membaginya dengan volume total untuk mendapatkan porositas, seperti yang
dijabarkan pada persamaan berikut:
Vt−Vm
φ=
Vt
di mana Vm merupakan simbol dari volume matriks [cm 3]. Jadi, secara garis besarnya kita dapat
menggunakan persamaan bahwa :
Vp Vt −Vm
φ= =
Vt Vt
Vt =Vp+Vm

Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa jika kita mengetahui dua volume, maka kita dapat
menghitung nilai porositasnya.
Gambar 1. 1 Skema yang menyatakam (a) gelas berisi 350 ml air dan (b) gelas berisi air air dan empat es batu. Seperti yang
ditunjukkan, volume air dalam gelas dengan es batu lebih sedikit karena keberadaan dari volume matriks itu sendiri (Alyafei 2021)

Selanjutnya, ketika berkutat terkait dengan batuan, kita biasanya mengacu pada volume
matriks sebagai Volume partikel (Vg) dan volume total sebagai volume permukaan/bulk (Vb).
Namun, cob akita perhatikan nilai porositas pecahan biasanya dikalikan dengan 100 untuk
membuatnya menjadi persentase yang mana nilai itu harus selalu dalam bentuk pecahan saat
dihitung. Porositas komponen batuan reservoir biasanya berkisar dari nilai 5% hingga 40%. Nilai
porositas tipikal diberikan pada Tabel 1.1 dibawah atau penjabaran pengelompokan batuan
berdasarkan nilainya dengan batuan reservoir yang berbeda-beda.
Porositas batuan di reservoir menunjukkan seberapa besar jumlah minyak dan/atau gas alam
yang dapat disimpan dalam reservoir. Oleh karena itu, penentuan nilai porositas reservoir sangat
penting bagi para insinyur karena itu akan membantu mereka dalam memperkirakan ekonomi dan
seberapa banya biaya reservoir yang dapat diinvestasikan kedalam sumber dayanya. Perlu kita ingat
bahwasanya porositas ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam dunia perminyakan dan
juga gas bumi. Reservoir yang baik merupakan reservoir yang mempunyai porositas yang tinggi dan
mampu menyimpan minyak dan gas bumi secara berkelanjutan dalam rentang waktu yang lama.
Tabel 1. 1 Pengelompokan Batuan Berdasarkan Nilainya (Alyafei 2021)

Tipikal Batuannya Rentang Nilai

Pasir Terkonsolidasi Longgar 35-40%

Batu Pasir 20-35%

Batu Pasir yang disemen dengan Baik 15-20%

Batu Kapur 5-20%

1.1.1 Batu Pasir


Porositas yang didapatkan dari batu pasir biasanya ditentukan dari ukuran butir dan daerah
sebarannya, pemilahan, bentuk teksturnya, dan juga dari kebundaran butir yang dimiliki batuan
tersebut, susunan butiran batuan, serta kompaksi dan sementasi yang terkandung dalam batuan
tersebut. Dalam rentang waktu hingga sekarang ini, penelitian tentang porositas masih jarang
dilakukan dikarenakan batu pasir antara formasi batuan yang satu dengan batuan lainnya.
Batu pasir adalah salah satu dari jenis batuan sedimen klastik yang memiliki porositas cukup baik
dan biasanya digunakan sebagai reservoir atau akuifer dari sebuah cetakan. Sedangkan
butiran/matriksnya yang dominan berukuran pasir dan bertekstur halus.
Batu pasir memiliki karakteristik fisik yang mudah untuk membedakan dari jenis batuan
lainnya, yakni dari ciri komposisi, tekstur dan strukturnya. Jika dilihat dari teksturnya, batu pasir
memiliki patokan empiris yaitu pembulatan dan sortasi. Batu pasir ini juga bisa dikatakan sebagai
reservoir yang paling penting dan paling mudah ditemukan di muka bumi ini, jika dipersentasekan
nilainya bisa mencapai 60% dari semua jenis batuan reservoir tergolong batu pasir.
Porositas batu pasir merupakan hasil daru proses-proses ilmu struktur bumi (geologi) yang
berdampak kepada proses sedimentasi atau pelapukan. Proses-proses ini tadi terbagi lagi menjadi 2
macam, yakni proses ketika pengendapan itu terjadi dan proses sesudah pengendapan berlangsung.
Pengendalian disaat berlangsungnya pengendapan menyaring tekstur batuan pasir dengan istilag
ukuran butir dan sortasi. Proses sesudah pengendapan yang berefek terhadap porositas ditimbulkan
oleh hukum fisika dan kimia yang mana adanya temperature, tekanan, dan waktu.
1.1.2 Batu Kapur
Batu kapur atau batu gamping adalah batuan yang berasal dari sedimen tersusun oleh
beberapa kalsium karbonat dari sisa-sisa organisme di laut seperti kerrang, koral, siput laut yang
sudah tidak bernyawa. Dalam prosesnya, batu kapur ini terbentuk secara organik, mekanik, dan juga
kimiawi. Secara umum, batu kapur yang tebentuk secara organic merupakan hasil dari pengendapan
siput,ganggang, maupun cangkang yang berasal dari kerangka koral. Sedangkan batu kapur yang
terbentuk secara mekanik tejadi perubahan bahan batu kapur yang kemudian terseret arus dan
biasanya akan mengendap tidak jauh dari tempat awal. Dan juga batu kapus yang terbentuk secara
kimiawi merupakan jenis batu kapur yang terjadi dalam situasi kondisi iklim dan dalam suasana
lingkungan tertentu.
Jika kita hubungkan ke dalam materi porositas ini, bisa dikatakan bahwa batu kapur
memiliki porositas yang paling rendah diantara batuan lainnya yang tergolong dalam litologi sampel
reservoir. Batu kapur memiliki nilai porositas dikisaran 5-20% yang mana sebenarnya jika kita
manfaatkan dalam bidang lainnya, batu kapur memiliki begitu banyak keunggulan untuk sector
industry dan pertanian, properti bangunan, jalan raya, dan sebagainya.
Tabel 1. 2 Kisaran Nilai Porositas Beberapa Macam Batuan (Agoes Wiloso 2018)

Jenis Batuan Porositas (φ )

Tanah 50-60

Lempung 45-55

Lanau 40-50

Gabungan Kerikil Kasar dan Menengah 35-40

Pasir Seragam 30-40

Gabungan Pasir halus dan Menengah 30-35

Kerikil 30-40

Kerikil dan Pasir 20-35

Batupasir 10-20

Serpih 1-10

Batu Gamping 1-10

2.1 Pembagian Porositas


Pada materi porositas ini, tidak hanya tentang pengertiannya saja yang perlu kita ketahui
karena porositas ini sendiri memiliki pembagian/klasifikasi dan juga penjabaran lebih lanjut untuk
dikuasai oleh calon para insinyur di masa mendatang. Jadi, porositas memiliki dua jenis klasifikasi
yaitu klasifikasi geologi dan klasifikasi teknis.
2.1.1 Klasifikasi Geologi
Dalam hal pembagian porositas dalam geologi, porositas dibagi menjadi dua subdivisi yaitu
primer dan sekunder. Porositas primer adalah porositas asli yang terbentuk selama proses
pengendapan bahan berlangsung. Porositas primer dapat bersifat intergranular (diluar kristal) atau
intragranular (sepanjang kristal) yang telah disajikan dalam bentuk gambar pada (Gambar
2.1).Berdasarkan (Rafdy et al. 2018) ada beberapa tipikal dalam porositas primer, meliputi :
porositas intergranular atau interpartikel dan porositas intragranular atau intrapartikel.

Porositas intergranular adalah porositas antar butir atau pori-pori pada batuannya terdapat
pada celah-celah antarbutir batuan tersebut, contohnya ada pada partikel-partikel silisiklastik dan
butiran pada karbonat (fosil). Sedangkan porositas intragranular adalah porositas dari butir itu
sendiri atau pori-pori pada batuannya terkandug didalam partikel itu sendiri, contohnya rongga yang
ada di dalam fosil dan rongga yang ada pada mineral lempung. Lalu yang terakhir, ada interkristalin
yang mana rongga antar kristalnya itu terbentuk secara proses kimiawi, seperti pada batuan dolomit.
Secara garis besar, porositas intergranular menyumbang sebagian besar porositas batuan.
Pada tahap setelahnya (Induced) porositas terbentuk setelah pengendapan dari proses geologi,
lubang dan menyebabkan terciptanya rekahan dan patahan.

Gambar 2. 1 Pembagian antara porositas intergranular dan intragranular (Alyafei 2021)

Porositas sekunder adalah porositas yang mana akan terbentuk setelah terjadinya proses
pengendapan. Dan juga, berdasarkan (Rafdy et al. 2018) terdapat beberapa tipikal dalam porositas
sekunder ini sendiri, yakni : larutan, interkristalin dan juga retakan.
Larutan yang dimaksud disini yaitu proses pelarutan semen dari butir batuan sedimen
silisiklastik yang fragmen batuannya tersusun atas fosil atau susunan kristal batuan karbonat secara
proses kimiawi. Interkristalin merupakan pembentukan rongga yang terdapat dalam semen atau
mineral authigenic lainnya. Dan retakan merupakan celah yang terbentuk pada semua jenis batuan
yang biasanya diakibatkan oleh pergerakan tektonik ataupun proses lainnya yang membuat
perubahan bentuk pada semula, seperti peristiwa kompaksi dan pengeringan.

Gambar 2. 2 Porositas pada batuan (a) Porositas Primer (b) Porositas Sekunder (Agoes Wiloso 2018)
2.1.2 Klasifikasi Teknik
Dalam hal klasifikasi teknik, porositas dapat dibagi menjadi dua kategori yakni secara total
dan efektif. Porositas total (фt) adalah total volume pori batuan dibagi dengan volume bulk batuan.
Dari sudut pandang lainnya, porositas efektif (фe) adalah volume pori yang saling
berkesinambungan dibagi dengan volume bulk batuan itu sendiri. Selanjutanya porositas tidak
efektif adalah volume pori batuan yang terisolasi dibagi dengan volume bulk batuan .
Pada gambar 2.2 dijelaskan secara konsep perihal dari perbedaan antara porositas efektif dan
porositas tidak efektif. Biasanya pada golongan batupasir, memiliki persamaan фt = фe maka dari itu
batu pasir termasuk kedalam batuan yang relatif homogen. Karbonat dan batu dolomit di sisi lain,
biasanya memiliki фt > фe, maka dari itu, karbonat termasuk ke dalam jenis heterogen. Sebagai
seorang insinyur perminyakan biasanya diutamakan pada bagian efektif porositas karena
hidrokarbon hanya dapat mengalir melalui pori-pori yang terhubung.

Gambar 2. 3 Pembagian antara subdivsi porositas total, efektif, dan tidak efektif (Alyafei 2021)

3.1 Faktor Yang Mempengaruhi Porositas


Porositas dari suatu batuan tidak akan selamanya bagus atau tinggi, ada di beberapa kondisi
yang menyebabkan porositas itu akan menjadi tinggi ataupun rendah. Kita juga harus memahami
kondisi atau keadaan yang menyatakan apakah porositas itu berbanding lurus atau berbanding
terbalik. Adapun faktor porositas dipengaruhi oleh factor primer dan sekunder.
3.1.1 Faktor Primer
Porositas primer adalah porositas yang akan terjadi secara bersamaan dengan batuan yang akan
menjadi sedimen.Faktor primer inilah yang paling utama dan penting mengapa porositas bisa
berbeda-beda kadang ada yang rendah dan sebaliknya.
 Pengepakan Partikel (Particle Packing)
Pengaturan pengepakan yang berbeda menyebabkan porositas yang berbeda, sebuah kemasan
kubik matriks mengarah ke porositas tertinggi yang mungkin dengan nilai persentase sebesar
47,6%, seperti yang dibahas sebelumnya, sementara pengepakan rombohedral dari bola ke porositas
tertinggi dengan kemungkinan sebesar 26,0% yang lebih rendah dari kasus sebelumnya.
 Semakin teratur susunan pengepakan menyebabkan kemungkinan tertempatinya
rongga pori oleh oleh bagian dari grain tertentu akan semakin kecil sehingga
porositas makin besar.
 Susunan antar butir yang mendekati sudut 60o  terhadap hprizontal (rhombohedral)
maka volume pori akan makin kecil.
 Susunan antar butir yang mendekati sudut 90 derajat terhadap horizontal
(orthogonal) maka volume pori akan semakin besar.
 Semakin besar interval atau distribusi ukuran pori maka peluang terisinya rongga
oleh grain yang lebih kecil akan semakin besar sehingga pori akan semakin kecil.

Gambar 3. 1 Perbedaan pengepakan partikel (a) pengepakan kubik memiliki porositas 47,6% dan (b) pengepakan rombohedral
memiliki porositas 26,0% (Fannya 2018)

 Penyortiran (Sorting)
Dalam penentuan porositas melalui penyortiran ini terdapat beberapa jenis sortir. Partikel yang
dirujuk sebagai "terurut dengan baik (Well Sorted)" ketika semua partikel terebut berukuran sama
sementara mereka disortir dengan buruk ketika ukurannya berbeda yang dinamakan Poorly Sorted.
Tabel 3. 1 Klasifikasi penyortiran porositas (Rafdy et al. 2018)
Klasifikasi Porositas Sorting Nilai

Dapat diabaikan 0-5%

Buruk 5-10%

Cukup 10-15%

Baik 15-20%

Sangat Baik 20-25%

Spesial (Istimewa) >25%

Untuk bahasa yang lebih mudah dipahami oleh para pembaca, bisa dikatakan bahwa
pemilahan ini merupakan cara mendeteksi penyebaran berbagai macam dari besarnya butiran dari
suatu batuan yang rongga porinya itu terdapat diantara/ditengah antara butiran besar yang akan diisi
butiran yang lebih sedikit lagi sehingga menyebabkan nilai porositasnya berkurang.
Partikel yang tersortir dengan baik menghasilkan porositas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan partikel yang tersortir buruk. Jadi, semakin terurut sortiran partikel yang terkandung
didalam batuan tersebut, maka akan semakin baik pula porositas dari suatu batuan tersebut.

Gambar 3. 2 : Pembagian dalam penyortiran sebuah batuan (a) media yang tersortir dengan baik (b) media yang disortir dengan
buruk (Fisika 2006)

 Ukuran Butir
Ukuran butir sangat mempengaruhi besaran dari media berpori tersebut, tetapi dia juga tidak
mempengaruhi porositasnya secara keseluruhan atau porositas totalnya dari suatu batuan. Bisa
dikatakan jika semakin besar ukuran butir otomatis akan semakin menyempit rongga pori yang
terdapat dalam batuan akan menyebabkan rendahnya porositas batuan itu sendiri.
 Bentuk dan Kebundaran
Bentuk suatu matriks yang bersifat klastik diumpamakan sebagai suatu keterkaitan terhadap
suatu bentuk bundar yang dipakai sebagai standar ketetapan, sedangkan kebundaran berlandaskan
dari ketajaman atau keruncingan yang membentuk sudut runcing dari bagian pinggir batuan itu
sendiri. Bentuk butiran itu akan menyajikan suatu susunan matriks yang lebih rapat dengan
menentukan bentuk dan besaran rongga pori dari batuan. Secara garis besar, jika bentuk butiran
menyerupai bentuk bola maka bisa dikatakan porositasnya akan lebih besar.
 Semakin teratur ukuran grain (sortasi besar) maka semakin besar ruang pori karena
kemungkinan rongga terisi grain yang lebih kecil semakin sedikit sehingga porositas
membesar.
 Semakin tidak teratur ukuran grain (sortasi rendah) maka ukuran pori semakin tidak
teratur sehingga kemungkinannya terisi oleh grain yang lain yang berukuran lebih
kecil semakin besar sehingga porositas semakin rendah.
 Bentuk butir yang bersudut-sudut akan memperkecil porositas karena kemungkinan
saling tindih antar grain semakin besar, sehingga pori-pori semakin kecil dan Φ
semakin kecil juga.
 Sementasi
Adanya material semen selain memperkuat ikatan antar butir ternyata juga
mempersempit ruang pori karena material ini  mengisi rongga tersebut.
 Overburden stress (compaction)
Semakin dalam lokasi suatu batuan maka beban lapisan diatasnya yang ditanggung akan
semakin besar sehingga pengaruh kompaksi akan memperkecil ruang porinya.

3.1.2 Faktor Sekunder


Porositas sekunder adalah porositas yang terjadinya itu setelah batuan tersebut menjadi sedimen
bisa berupa fluida yang istilah lainnya dissolution. Faktor sekunder ini juga penting dimana
pengaruh sampingan yang akan menyebabkan tinggi rendahnya nilai porositas tersebut.

 Bahan Penyemenan
Kompaksi dan sedimentasi ini merupakan hal penting yang perlu diketahui karena akan
mempengaruhi besar kecilnya rongga-rongga yang terdapat di dalam media berpoti. Kompaksi akan
menimbulkan penyusunan yang lebih teratur dan rapat sehingga bagian rongga tadi akan hilang atau
tertutupi. Dan juga, sementasi akan terjadi jika rongga dalam media berpori terisi oleh larutan yang
diendapkan oleh semen. Kandungan yang memiliki lebih banyak bahan penyemenan berarti lebih
sedikit porositas karena lebih sedikit ruang kosong yang tersedia untuk penyimpanan hidrokarbon.
Jadi, semakin banyak bahan semen yang terkandung dalam sebuah batuan, maka semakin
rendah porositas batuan tersebut. Bisa disimpulkan dengan konsep berbanding terbalik. Contohnya
batu pasir yang tidak mengalami sedimentasi akibat suatu permasalahan akan memiliki porositas
yang lebih tinggi tetapi biasanya bersifat bebas atau tidak teratur yang akan menyebabkan
mudahnya lepas kontrol.
 Tekanan Lapisan Penutup (Pemadatan)
Tekanan overburden akan menurunkan volume pori batuan, yang menyebabkan porositas lebih
rendah. Semakin besar tekanan overburden yang dimiliki dari suatu batuan, maka akan semakin
rendah porositas batuan, begitu juga sebaliknya. Hampir sama dengan yang sebelumnya yang mana
menggunakan konsep berbanding terbalik.
 Vugs, Dissolution, and Fractures
Klasifikasi ini terbentuk setelah pengendapan dan akan meningkatkan porositas batuan.
Pembubaran (Dissolution) adalah peristiwa yang terjadi ketika mineral dari suatu batuan akan larut
dari waktu ke waktu. Beberapa mineral akan larut dalam air. Vugs adalah pori-pori besar yang
terbentuk dari pelarutan. Fraktur adalah pecahnya atau pecahnya suatu formasi batuan. Jadi,
semakin besar dari klasifikasi ketiga ini, maka akan semakin besar pula porositas dari suatu batuan
dikarenakan akan melebarnya celah dari media berpori untuk fluida mengalir dan ini menggunakan
konsep berbanding lurus.

4.1 Pengukuran Porositas


Dalam mengukur porositas, tentunya tidak akan sama seperti kita mengukur Panjang dengan
meteran atau mengukur berat dengan timbangan, tetapi ada metode khusus untuk mengukur
porositas dari sebuah batuan. Porositas batuan terutama diukur dengan menggunakan porosimeter
gas dengan melakukan pengukuran Panjang dan lebar dari setiap diameter core atau intinya.
Sesudah inti tadi dimasukkan kebagian steel plugs out. Mesin regulator pada tabung gas akan diatur
besar kecilnya, tuas supply, sumber dinaikkan nilainya, dan jarum di setel dikisaran angka 1000.
Lalu, tuas dan alat lainnya tadi dikembalikan kebentuk posisi semula dan semua proses dilakukan
maka tuas core holdernya akan dibuka dan jarum pada alat akan menunjukkan nilai gauge reading.
Setelah semua tadi berjalan lancer, masuk ke tahap akhir yaitu membuang gas sisa dengan
menaikkan tuas exhaust dan menurunkannya kembali keposisi semula. Namun, kali ini kita akan
mempelajari dua metode yang biasanya digunakan untuk mengukur porositas yaitu dengan
menggunakan pengukuran laboratorium (RCAL) pada skala sentimeter dan menggunakan
pencatatan kabel pada skala meteran.
4.1.1 Pengukuran Laboratorium
Sebenarnya dalam pengukuran laboratorium ini menggunakan beberapa metode juga untuk
menemukan porositas di laboratorium. Namun yang akan menjadi focus secara keseluruhannya itu
terdapat dua teknik yang paling umum, yaitu perpindahan fluida dan pemuaian gas menggunakan
porosimeter gas. Semua batu yang digunakan di laboratorium analisis inti adalah batuan yang
diekstraksi dari reservoir menggunakan alat khusus yang Bernama coring.
 Perpindahan Cairan atau Fluida
Konsep perpindahan fluida biasanya didasarkan pada keseimbangan massa/bahan. Dalam teknik
ini, kami menimbang inti kering dan mengukur dimensi, khususnya diameter dan panjang inti.
Kemudian, dilakukan penjenuhan inti dengan air atau air garam (air asin), hal ini dilakukan supaya
memastikan bahwa air telah mengisi semua bagian dari pori yang kosong dan tidak terdapat udara
di dalam inti tersebut. Dengan membuat rasio antara berat air dengan densitas air, kita peroleh
persamaan volume pori, sebagai berikut :
Ws−Wd
Vp=
ρ
Dimana Ws adalah berat inti jenuh dengan fluida (g), Wd adalah berat inti kering (g),
sementara ρ adalah densitas dari air (g/cm3), ketentuan ini berlaku pada kasus jika densitas airnya
sebesar 1 g/cm3

Gambar 4. 1 Penjabaran metode perpindahan fluida (Alyafei 2021)

Gambar 4. 2 Konsep keseimbangan massa dengan menunjukkan wujud dari ketiga jenis berat (Alyafei 2021)
Dari metode perpindahan, fluida ini, kita juga dapat menemukan volume massal dalam
bentuk yang tidak beraturan. Dalam menentukan volume massal batuan ini, kita juga dapat
menggunakan prinsip Archimedes dengan persamaan, sebagai berikut :
Wdf =Wr−Wa
Dimana Wdf adalah berat dari perpindahan fluida dalam bentuk gas, Wr adalah berat inti
kering pada kondisi awal sebelum perendaman (berat nyata) dalam bentuk gas, W a adalah berat inti
setelah perendaman dalam bentuk gas. Jadi, untuk mengukur volume bulknya, kita juga perlu
menggunakan persamaan berikut :
Wdf
Vb= - Vcoat
ρ
Dimana ρ adalah densitas fluida dari inti (g/cm3), yang mana dalam kasus di dalam air, dan
Vcoat adalah volume lapisan yang digunakan (cm3). Jadi, Vcoat dapat diukur dengan
mengurangkan berat sampel dengan berat sampel tanpa mantel dan membagi produk dengan
kepadatan yang digunakan yaitu berupa paraffin.
 Metode Ekspansi Gas
Metode selanjutnya yang digunakan untuk mengukur porositas adalah metode
ekspansi/pemuaian gas dengan menggunakan porosimeter helium yang berpegang pada hukum
Boyle dengan persamaan :
P 1V 1=P 2 V 2
Pada metode ini, biasanya menggunakan helium karena memiliki berat molekul rendah sehingga
dapat dengan mudah memasuki ruang pori terkecil, yang akan menghasilkan hasil yang paling
tepat.
Dalam hal ini, helium akan memasuki semua celah yang terdapat pada pori. Satu-satunya ruang
helium yang tidak akan dapat dimasuki adalah volume matriks karena tidak berpori, maka dari itu
dengan menggunakan teknik ini, kita dapat menghitung porositas dengan persamaan

Vp=Vb−Vm
Hal yang sangat penting yang perlu kita ingat bahwasannya untuk pengujian perpindahan fluida dan
ekspansi gas ini dengan cara mengukur porositas efektif dikarenakan fluidanya hanya dapat
memasuki segala yang terhubung pada pori-pori.
4.1.2 Wireline Logging
Wireline logging adalah akuisisi dan analisis sifat petrofisika sebagai fungsi kedalaman.
Wireline Logging merupakan sebuah teknik yang berfungsi untuk mendapatkan data dibagian
bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang diinjeksikan kedalam lubang sumur
tersebut. Logging wireline biasanya disebut sebagai mengambil di tempat pengukuran di dalam
sumur. Alat wireline yang berbeda adalah yang digunakan ketiga komponen utama, yaitu litologi,
porositas, dan saturasi fluida.
Biasanya, untuk litologi digunakan sinar gamma dari batuan formasi sebagai hasil peluruhan
unsur radioaktif yang dicatat. Untuk saturasi fluida, menggunakan log resistivitas yang digunakan
konsep dasar bahwasanya hidrokarbon memiliki tingkat resistivitas yang lebih tinggi daripada air.
Tujuan dari wireline logging ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai litologi, porositas,
permeabilitas, resistivitas, dan kejenuhan dari beberapa hidrokarbon. Secara umum, wireline
logging dapat dilakukan ketika proses pengeboran sedang berlangsung dan juga ketika setelah
selesai dilakukannya pemboran.

Gambar 4. 3 Beberapa macam alat logging wireline sesuai kegunaanya dari ketiga property (Alyafei 2021)

Dalam porositas log ini terdapat beberapa bagian yang wajib kita pahami dan kita kuasai untuk
menyelesaikan suatu permasalahan dalam menghitung porositas. Untuk menjadi seorang insinyur
perminyakan kita harus bisa menguasai dasar-dasar menghitung porositas dan membaca log untuk
menentukan pada kedalaman berapa porositas minyak itu bisa dikatakan tinggi atau sebaliknya.
Berikut tiga macam dari log porositas, antara lain:
 Density Log
Log densitas merekam densitas media berpori di dekat sumur relatif terhadap kedalaman. Selain
itu, ia menggunakan sumber radioaktif untuk menghasilkan sinar gamma. Sinar gamma bertabrakan
dengan elektron dalam formasi batuan yang menyebabkan kehilangan energi. Detektor dalam alat
logging berfungsi untuk mengukur intensitas sinar gamma hamburan balik yang terkait dengan
kerapatan elektron formasi. Densitas electron ini sendiri berupa ukuran dari densitas bulk. Densitas
bulk ini dipengaruhi oleh densitas dari litologi, porositas, dan densitas saturasi fluida di dalam pori
batuan. Secara umum, untuk mendapatkan nilai porositas dengan membaca density log ini,
digunakan persamaan :
ρ m−ρ b
φ=
ρ m−ρ f
 Neutron Log
Alat logging sumur memancarkan neutron berenergi tinggi ke dalam formasi batuan di mana
mereka bertabrakan dengan inti atom formasi. Neutron kehilangan energi (kecepatan) dengan setiap
tumbukan; sebagian besar hilang dalam tumbukan dengan inti hidrogen. Neutron berenergi rendah
yang dihasilkan terdeteksi, dan laju penghitungannya terkait dengan jumlah atom hidrogen dalam
formasi. Jadi, intinya dalam neutron log ini disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat hitungan,
maka semakin rendah porositas dan sebaliknya. Pembacaan terkadang harus dikoreksi untuk litologi
yang diteliti walaupun memerlukan usaha yang tinggi tetapi jika salah dalam perhitungannya atau
pembacaan lognya bisa mengakibatkan hasil akhir yang fatal. Setelah didapatkan data dari jurnal
tentang metode perhitungan porositas untuk mencari Log Density – Neutron

Gambar 4. 4 Perhitungan Density-Neutron Log (Rafdy et al. 2018)

Dan juga, karena porositas dari neutron akan dihitung secara langsung dari log responsnya,
maka alat ini dapat mengukur porositas yang didalam medianya berisi fluida (cairan). Biasanya
cairan tersebut akan dikalibrasi dalam bentuk satuan porositas batu kapur. Oleh karena itu, kita juga
harus lebih teliti untuk mengoreksi litologi yang sebenarnya. Jadi, hubungan antara laju jumlah
neutron dengan porositas dapat dinyatakan secara matematisnya sebagai :
log 10 φ = aN + B
Dimana a dan B merupakan konstanta yang mana konstanta a dan B akan bervariasi tergantung
dari sifat formasinya dan akan memerlukan kalibrasi lebih lanjut.
 Accoustic Log
Alat akustik sering mengandung pemancaran dan penerimaan dari getaran ataupun suara yang
bergelombang. Konsep penerapan dalam pemancaran suara yang memiliki kecepatan yang berbeda,
tergantung dari media apa yang terkandung didalamnya baik itu padat, cair, maupun gas.
Perpindahan suara dalam media padat lebih cepat dibandingkan media cair. Secara garis besarnya,
untuk menentukan nilai porositas menggunakan akustik log dapat digunakan persamaan :
∆ Tm−∆ Tl
φ=
∆ Tm−∆ Tf
Untuk ketentuan dari nilai ∆Tm sudah ditentukan dalam litologi sampel, seperti tabel dibawah ini :

Tabel 4. 1 Pembagian golongan litologi sampel dengan konstanta yang digunakan (Alyafei 2021)

Litologi Sampel ∆Tm (μs/ft)

Batu Pasir 55.5

Batu Karbonat 47.5

Batu Dolomit 43.5

Jadi, untuk ketiga jenis dari log porositas ini bekerja dan berfungsi secara berbeda-beda
terhadap komposisi matriks dan keberadaan gas maupun minyaknya. Kolaborasi dari ketiga log ini
bersamaan dengan resistivitas dan litologi ini sangat penting untuk memahami secara rincinya
terkait reservoir.
Gambar 4. 5 Ketiga jenis wireline logging : Density Log(RHOB), Neutron Log(NPHI), dan Sonic Log (DT) (Alyafei 2021)

5.1 Densitas Matriks


Densitas matriks adalah rasio dari massa matriks yang terkandung di dalam batuan dibagi
dengan volume dari butir/matriks itu sendiri. Kerapatan matriks menggunakan satuan g/cm3 yang
juga kebanyakan orang menganggap sebagai bagian dari RCAL. Dalam metode pengukurannya,
kita perlu mengetahui volume dari bulk terlebih dahulu, berat sampel batuan, dan volume dari
media berpori tersebut. Untuk menemukan kepadatan butiran dapat dengan mudah menjadi bagian
dari pengukuran porositas karena hanya berat sampel yang dibutuhkan untuk itu. Setelah kita
mengetahui porositas barulah kita dapat menemukan volume matriks. Maka dari itu, kepadatan
matriks dapat diperoleh melalui persamaan berikut :
Wm
ρ m=
Vm
Namun, terdapat kemungkinan dari kebanyak orang berspekulasi bahwa rumus dari
persamaan densitas dengan densitas matriks itu sama, tetapi sebenarnya itu terdapat perbedaan yang
berarti. Untuk densitas matriks ini, kita menggunakan berat dan volume yang lebih spesifik
daripada densitas secara keseluruhan yang menggunakan berat dan volume secara total. Perlu
diingat bahwa ada sedikit perbedaan dari komponen rumus tersebut. Untuk kepadatan matriks ini,
sudah ada ketentuan yang ditetapkan untuk jenis litologi sampelnya seperti tabel dibawah ini :
Tabel 5. 1 Kepadatan Butiran untuk jenis batuan yang berbeda (Yunafrison et al. 2018)

Litologi Sampel Satuan (g/cm3)

Batu Pasir 2.65

Batu Kapur 2.71

Dolomit 2.87

Anhidrit 2.97

Garam 2.03

Kepadatan matriks adalah analog mekanika kuantum dari pengukuran probabilitas dalam
ruang tahap (distribusi probabilitas posisi dan momentum) dalam mekanika statistic klasik. Secara

khusus, misalkan system kuantum dapat ditemukan dalam keadaan dengan probabilitas P1

atau mungkin ditemukan dalam keadaan dengan probabilitas P2 atau mungkin ditemukan

dalam keadaan dengan probabilitas P3, dan seterusnya. Maka, operator kerapatan system ini
tidak boleh orthogonal.

Dengan memilih basis ortonormal , untuk menyelesaikan operator densitas ke dalam


matriks densitas yang mana unsur-unsurnya yaitu

operator densitas dapat dipecahkan menjadi ke dalam hubungan matriks dengan kerapatan

Kemudian dapat disimpulkan secara garis besarnya untuk rumus matriks yang berhubungan dengan
densitas dari :
Dengan kata, nilai harapan A untuk keadaan campuran adalah jumlah nilai harapan A untuk
masing-masing keadaan murni ditimbang dengan probabilitas pi dan dapat dihitung sebagai jejak
produk dari kerapatan matriks dengan representasi matriks A di dasar yang sama . Keadaan
campuran muncul dalam situasi di mana eksperimen tidak tahu mana keadaan tertentu sedang
dimanipulasi. Contohnya termasuk sistem dalam kesetimbangan termal (atau keseimbangan
tambahan kimia) atau sistem dengan sejarah persiapan pasti atau acak yang bervariasi (sehingga
kita tidak tahu mana keadaan murni dalam sistem).
Selain itu, jika sistem kuantum memiliki dua atau lebih subsistem yang terjerat, maka
masing-masing subsistem harus diperlakukan sebagai keadaan campuran bahkan jika sistem yang
lengkap dalam keadaan murni. Densitas Matriks juga merupakan alat penting dalam teori kuantum
decoherence .

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari materi yang sudah kami jabarkan diatas yaitu
porositas adalah rasio antara volume rongga dalam media berpori dengan volume total media
tersebut, hal ini dapat diukur dengan menggunakan persamaan :
Vp Vb−Vm
φ= =
Vt Vb
Untuk mengukur porositas secara akurat sangatlah penting karena akan membantu kita dalam
mengukur jumlah hidrokarbon yang tersimpan didalam reservoir. Dalam hal pembagian porositas
berdasarkan geologi, porositas dikelompokkan sebagai porositas primer dan sekunder. Dalam hal
pembagian porositas secara teknik, porositas dibagi menjadi porositas total dan porositas efektif.
Porositas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor utama atau primer, seperti pengepakan partikel,
penyortiran, ukuran butir, bentuk dan kebundaran.
Dan hal ini juga dipengaruhi oleh factor sekunder seperti bahan penyemenan, tekanan lapisan
penutup, vugs, dissolution, dan fractures. Untuk pengukuran porositas ini, dapat diukur di
laboratorium menggunakan metode perpindahan fluida dan metode ekspansi gas yang
menggunakan porosimeter helium. Pada aplikasi lapangan, porositas dapat diukur dengan
menggunakan wireline logging, dimana pengukuran tersebut dilakukan di dalam sumur pemboran.
Ketiga alat wireline logging yang berbeda tersebut, diantaranya yaitu log densitas, log neutron,
dan log akustik, digunakan untuk memprediksi porositas dalam formasi yang berdekatan dengan
sumur. Dan yang terakhir, densitas matriks untuk jenis batuan yang berbeda juga dapat diperoleh
dari pengukuran porositas dan juga untuk mengetahui jenis batuannya dalam litologi sampel
reservoir.
Daftar Pustaka

Agoes Wiloso, Danis. 2018. “Analisis Porositas Batu Gamping Sebagai Akuifer Di Desa Ponjong,
Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta Program Studi Teknik Geologi,
Fakultas Teknologi Mineral, IST AKPRIND Yogyakarta.” Jurnal Teknologi 11(2): 125–32.
Alyafei, Nayef. 2021. Fundamentals of Reservoir Rock Properties. 2nd ed.
Fannya, Ayuniar. 2018. “Jurnal Pengamatan Porositas Dan Permeabilitas Pada Batuan.”
Fisika, Berkala. 2006. “Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Porositas Dan Permeabilitas Pada
Batupasir.” Berkala Fisika 9(4): 191-195–195.
Rafdy, Rizq Abi, Yusi Firmansyah, Joko Wahyudiono, and Edy Sunardi. 2018. “Porositas
Reservoir Karbonat Formasi Manusela Berdasarkan Analisis Petrofisika.” padjajaran
Geosicence Journal 2(6): 441–51.
Yunafrison, Andri, Mustafa Luthfi, Nyoman Witasta, and Mahesa Sufi. 2018. “Analisis Petrofisika
Reservoir Batupasir Formasi Air Benakat, Berdasarkan Data Log, Pada Lapangan ‘PT’,
Sumatera Selatan.” Fakultas Teknik, Universitas Pakuan: 1–12.

Anda mungkin juga menyukai