Anda di halaman 1dari 26

Prosiding Seminar Nasional Biologi Tropika 2018

— Pemanfaatan —
BIODIVERSITAS
TROPIKA
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

Penyunting : Annas Rabbani, M.Sc. dan Akbar Reza, M.Sc.


Tata letak : RGB Desain
Desain cover : RGB Desain

Cetakan I, Desember 2018

Diterbitkan oleh
Magnum Pustaka Utama
Jl. Parangtritis KM 4, RT 03, No 83 D,
Salakan, Bangunharjo, Sewon, Bantul, DI Yogyakarta
Telp. 0878-3981-4456, 0821-3540-1919
Email: penerbit.magnum@gmail.com
Homepage: www.penerbitmagnum.com

Bekerjasama dengan
Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
Jl. Teknika Selatan, Senolowo,
Sinduadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta 55281

ISBN : 978-602-5789-39-7
Prosiding Seminar Nasional Biologi Tropika 2018

— Pemanfaatan —
BIODIVERSITAS
TROPIKA
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

Penyunting
Annas Rabbani, M.Sc
Akbar Reza, M.Sc
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Buku ini
merupakan salah satu usaha pendokumentasian hasil Seminar Nasional
Biologi Tropika 2018 yang mengusung tema “Pemanfaatan Biodiversitas
Tropika untuk Mewujudkan Bio-based Economy” yang akhirnya kami
jadikan judul buku. Bio-based economy merupakan sebuah paradigma
yang menggunakan konsep ekologi dalam perekonomian. Paradigma
tersebut mencakup produksi komoditas yang menggunakan bahan
baku alam, hemat energi, serta memanfaatkan bahan buangan menjadi
produk lain bernilai tambah sehingga mengurangi atau meniadakan
limbah. Peralihan dari ekonomi konvensional menuju bio-based
economy memberikan potensi besar dalam hal pertumbuhan ekonomi,
pembangunan perdesaan, dan penurunan ketergantungan terhadap
bahan bakar fosil.
Dibutuhkan berbagai penelitian guna menghadapi tantangan-
tantangan yang timbul dalam untuk mewujudkan paradigma bio-
based economy tersebut. Oleh sebab itu, Seminar Nasional Biologi
Tropika 2018 bertujuan memberikan informasi mengenai penelitian-
penelitian bertema bio-based economy yang telah dilakukan di Indonesia.
Informasi tersebut diharapkan memberikan gambaran posisi kita dalam
mewujudkan paradigma tersebut di Indonesia. Buku ini selanjutnya
disusun sebagai bentuk diseminasi pengetahuan serta tindak lanjut dari
kegiatan seminar yang telah diikuti oleh berbagai peserta baik peneliti,
dosen, maupun praktisi. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berpartisipasi pada seminar serta penyusunan buku ini.
Semoga tulisan-tulisan dalam ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan mengakselerasi kesejahteraan bangsa melalui implementasi bio-based
economy di Indonesia.
Yogyakarta, Desember 2018
Penyunting
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR_____________________________________ v
DAFTAR ISI___________________________________________ vii
AKLIMATISASI HASIL EKSPLORASI DARI TAMAN
NASIONAL KAYAN MENTARANG DI KEBUN RAYA EKA
KARYA BALI
Dewi Lestari*, Gebby A.E. Oktavia, Ni Putu Sri Asih__________ 1
STUDI PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN
ANAKAN DUA JENIS Medinilla DI KEBUN RAYA EKA
KARYA BALI
Farid Kuswantoro*__________________________________ 19
FENOLOGI FASE BIBIT Baccaurea dulcis (Jack) Mull. Arg.
DAN FENOLOGI PERKEMBANGAN BUAH Baccaurea
reticulata Hook.f., TUMBUHAN BUAH BERPOTENSI DI
INDONESIA
Reni Lestari*, Rismita Sari____________________________ 30
PERKECAMBAHAN BIJI DAN PENGARUH INTERAKSI
ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP WAKTU
PERTUMBUHAN TANAMAN KANTONG SEMAR
(Nepenthes adrianii) SECARA IN-VITRO
Egi Nuryadin* _____________________________________ 39
RESPON PERTUMBUHAN VEGETATIF SAWI HIJAU
(Brassica rapa var. parachinensis) TERHADAP BERBAGAI
MEDIA TANAM HIDROPONIK
Chatarina Gradict Semiun* ___________________________ 49
IDENTIFICATION OF BIOACTIVE COMPOUNDS FROM
Aspergillus sp., Trichoderma sp., AND Penicillium sp. ELICITORS
Junairiah*, Ni’matuzahroh, Nabilah Istighfari
Zuraidassanaaz, Lilis Sulistyorini_______________________ 68
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
viii untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN PERTUMBUHAN


BAKTERI ASAM LAKTAT PADA COCOGURT DENGAN
PENAMBAHAN SARI KAYU MANIS DAN BUBUK JAMUR
TIRAM
Nani Aisyah Putri*, Luthfa Zahrotun Nisa, Joni Kusnadi______ 76
HEPATOPROTECTIVE ACTIVITY OF ETHANOLIC
EXTRACT OF Aquilaria malaccensis Lamk. LEAVES AGAINST
CARBON TETRACHLORIDE-INDUCED HEPATIC
DAMAGE IN WISTAR RATS (Rattus norvegicus Berkenhout, 1769)
Nadhira Cannadianti* Laksmindra Fitria and Ardita Tri A.
Budaya___________________________________________ 95
DIVERSITY OF FRESH WATER MICROALGAE IN
PONGKAR WATERFALL, KARIMUN
Debora Christin Purbani*____________________________ 105
FENOMENA MENARIK BUNGA RAKSASA Corypha lecomtei
Becc.ex Lecomte (GEBANG) DI KEBUN RAYA BOGOR
Sumanto*________________________________________ 112
ETNOBOTANI DAN EKOLOGI PALA (Myristica fragrans) DI
PULAU SANGIHE, SULAWESI UTARA
Sri Ulie Rakhmawati*_______________________________ 119
IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN TANAMAN BUNGA
SEBAGAI SUMBER PAKAN LEBAH MADU DI KAWASAN
HUTAN DESA BATU DULANG, KECAMATAN BATU
LANTEH, SUMBAWA
Khotibul Umam*, Lili Suharli, Kusdinanawati, Riri Rimbun
Anggih__________________________________________ 132
ANALISIS RESPON BIOMARKER PADA IKAN
GELODOK SEBAGAI BIOINDIKATOR PENCEMARAN
LINGKUNGAN DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE
Saifullah Hidayat___________________________________144
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy ix
TUMBUHAN BERKHASIAT OBAT UNTUK KESEHATAN
REPRODUKSI DI DESA UMALOR KECAMATAN
MALAKA BARAT KABUPATEN MALAKA
Bria. Hildegardis, James Ngginak*, Sabuna A. Ch.,
Hendrik A._______________________________________ 159
PROFIL ORGAN REPRODUKSI BETINA KUKANG
SUMATERA (Nycticebus coucang)
Ni Luh Putu Rischa Phadmacanty*, Wirdateti, Gono
Semiadi_________________________________________ 171
DAMPAK PEMANASAN GLOBAL TERHADAP
EKOSISTEM PADANG LAMUN DI INDONESIA
Vina Listiawati*___________________________________ 186
STUDI PERBANDINGAN KARAKTER SECARA
MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS ANTARA
TANAMAN OBAT Oldenlandia corymbosa L. DENGAN
Mollugo pentaphylla L.
Anshary Maruzy*, Regina Yescika Wensiliana, Dyah Subositi_194
SHOOT TIP GRAFTING PROPAGATION OF
Baccaureareticulata Hook.f., THE POTENTIAL FRUIT
PLANT OF INDONESIA
Reni Lestari*_____________________________________ 222
TUNGAU Macrochelidae (Acari: Mesostigmata) DAN
TINJAUAN POTENSINYA DI KAWASAN GUNUNG
GALUNGGUNG, TASIKMALAYA, JAWA BARAT
Dhian Dwibadra*, Sri Hartini_________________________ 232
ROTAN POTENSIAL DARI HUTAN BUKIT LUBUK
PEKAK, MERANGIN, JAMBI (POTENTIAL RATTANS
FROM BUKIT LUBUK PEKAK FOREST, MERANGIN, JAMBI)
Titi Kalima*, Ratih Damayanti________________________ 241
POTENSI PENGEMBANGAN JENIS-JENIS SHOREA
PENGHASIL TENGKAWANG
Lukman Hakim*___________________________________ 257
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
x untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

POTENSI PEMANFAATAN MINYAK ATSIRI DARI DAUN


Micromelum minutum BERDASARKAN SENYAWA KIMIA
PENYUSUNNYA
I Putu Agus Hendra Wibawa*, I Gede Tirta______________ 271
POTENSI BIODIVERSITAS KEBUN RAYA
MASSENREMPULU DAN KEBUN RAYA JOMPIE
DALAM MEMBANGUN EKONOMI RENDAH KARBON
BERKELANJUTAN DI SULAWESI SELATAN
Aulia Rahmanianda*, Zulkifli Muslimin, Syahrani Said______ 280
POTENSI GULMA SAWAH Sparanthus africanus L. SEBAGAI
FUNGISIDA ALAMI
I Putu Agus Hendra Wibawa*________________________ 291
PENGOLAHAN Soja sp. “RUMAH TEMPE USU” TEPAT
GUNA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI
SUMATERA UTARA
Ameilia Zuliyanti Siregar*, Tulus, Liana Dwi Sri Hastuti_____ 301
SEDUHAN BUBUK KULIT KAYU MANIS (Cinnamomum
burmanii) 150 gr/BB MEMPERBAIKI KADAR
SUPEROKSIDA DISMUSTASE (SOD) PADA TIKUS
DIABETES DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
Yoni Astuti*______________________________________ 313
PROFIL ORGAN REPRODUKSI BETINA
KUKANG SUMATERA (Nycticebus coucang)

Ni Luh Putu Rischa Phadmacanty*, Wirdateti, Gono Semiadi


Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI
Jl. Raya Jakarta-Bogor km. 46, Cibinong 16911
*Email: rischa_phadmacanty@yahoo.co.id

Abstrak
Kukang sumatera Nycticebus coucang termasuk satwa dilindungi dan
merupakan salah satu jenis satwa yang cukup banyak diburu untuk
diperdagangan secara illegal. Perkembangbiakan kukang di alam
termasuk lambat yaitu maksimum dua kali kelahiran dalam kurun
waktu tiga tahun, sedangkan adaptasi di luar habitat (ex situ) masih
belum terlalu baik untuk tujuan pengembangbiakan. Permasalahan
tersebut perlu ditinjau dari sisi aspek reproduksi, salah satunya dari
pemahaman anatomi organ reproduksi. Penelitian ini mengungkap
profil organ reproduksi betina secara histologi untuk mengetahui
karakterisasinya sebagai data dasar pemahaman mengenai
perkembangbiakan dari pendekatan anatomi organ. Penelitian
terbatas hanya menggunakan satu individu betina dewasa yang
mati di kandang penelitian, serta jantan dewasa untuk pengamatan
morfologi penis. Beberapa aspek yang diamati pada yang betina
antara lain morfologi dan struktur histologi organ reproduksi, serta
kualitas oosit. Hasil menunjukkan bahwa organ reproduksi betina
N. coucang memiliki struktur uterus bicornu yang memungkinkan
terjadinya kelahiran kembar. Struktur histologi ovarium N. coucang
menunjukkan banyaknya folikel primordial dalam tahap profase
yang menunjukkan proses oogenesis terus berlangsung selama post
natal. Kualitas oosit ditemukan rendah karena masih banyak oosit
grade C dan D.
Kata kunci: Organ reproduksi, betina, Nycticebus coucang, Kukang
Sumatera

PENDAHULUAN
Indonesia kaya akan keanekaragaman jenis satwa terutama primata.
Terdapat 200 jenis primata di dunia dan 62 spesies diantaranya terdapat
di Indonesia (Mittermeier dkk. 2013). Untuk jenis primata primitif
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
172 untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

subfamily Lorisinae, terdapat tujuh spesies dan tiga diantaranya terdapat


di Indonesia yaitu Nycticebus coucang yang tersebar di Sumatera, N.
javanicus di Jawa dan N. menagensis di Kalimantan (Schulze & Groves,
2004; Nekaris & Nijman, 2007; Nekaris & Geofroy, 2008). Untuk
Indonesia, semua jenis kukang yang ada termasuk satwa dilindungi.
Tekanan tertinggi yang dihadapi oleh kukang adalah tingginya tingkat
perburuan untuk ditangkap dan dijual sebagai satwa koleksi dan obat
tradisional (Nursahid & Purnama, 2007).
Kukang hidup berkelompok terdiri dari induk betina, jantan
dewasa, anak remaja dan bayi. Belum diketahui dengan pasti sistim
reproduksi kukang apakah poligami atau monogami. Adaptasi morfologi
untuk hewan monogami biasanya memiliki testis dengan ukuran yang
kecil. Kukang jantan dan betina mengalami dewasa kelamin pada usia
sekitar 18 bulan dan rentang kelahiran pertama pada umur 22-75 bulan
(FitchSnyder & Schulze, 2001). Masa reproduksi kukang termasuk lama
yaitu satu anak setiap kelahiran dengan masa bunting sekitar 6 bulan,
dan jarang ditemukan dua anak per kelahiran. Diperkirakan hanya
dua kali kelahiran dalam kurun waktu tiga tahun. Dengan demikian
pertambahan jumlah individu dalam suatu populasinya cenderung
lambat (Izard dkk, 1988). Rata-rata siklus estrus pada genus Nycticebus
adalah 42,3 hari dengan rentang 37 – 54 hari, dan pada betina pygmi loris
(N. pygmeus) lama estrus adalah 6-11 hari (Jurke dkk. 1997). Laporan
mengenai tingkat kesusksesan reproduksi di tingkat penangkaran untuk
jenis N. coucang masih sangat sedikit, dan anekdot menyampaikan sulit
bereproduksi secara ex situ.
Dalam usaha konservasi guna mempertahankan populasi kukang
dimasa mendatang baik secara ex-situ maupun in-situ, perlu dipelajari
sifat fisiologi kukang, termasuk karakter organ reproduksi agar teknik-
teknik pengembangbiakan yang diupayakan dapat mencapai target.
Oleh karena dilakukan penelitian tentang karakter organ reproduksi
betina sebagai data dasar untuk konservasi kukang. Tujuan penelitian
adalah untuk mendapatkan karakterisasi dari organ reproduksi betina
pada kukang sebagai data dasar dalam perkembangbiakan satwa.

METODE
Mengingat sulitnya mendapatkan individu kukang untuk tujuan
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy 173
penelitian anatomi, serta dilindunginya satwa ini, penelitian ini hanya
dapat menggunakan satu ekor kukang betina sumatera (Nycticebus
coucang) dewasa yang mati di kandang penelitian Laboratorium
Pengelolaan dan Reproduksi Satwa Liar, Bidang Zoologi Pusat Penelitian
Biologi LIPI. Proses penanganan cadaver dilakukan sekitar 4-5 jam
setelah kematian. Kegiatan pengamatan mencakup:
Morfologi organ reproduksi
Kukang dinekropsi dan dikoleksi organ reproduksi betina
secara utuh kemudian di foto untuk melihat struktur anatomi organ
reproduksinya. Tahapan nekropsi merujuk pada King dkk. (2013).
Morfometri organ reproduksi diukur menggunakan mikrokaliper digital
(Mitutoyo, Japan) dengan ketelitian tiga digit. Untuk perbandingan
organ seksual eksternal betina dengan jantan, dilakukan pengamatan
pada satu jantan hidup.
Histologi
Jaringan yang diproses untuk histologi mencakup ovarium kiri,
uterine horn dan badan uterus. Pembuatan sediaan histologi merujuk
pada Kiernan (1990) diawali dengan proses fiksasi organ menggunakan
larutan neutral buffered formalin (NBF) 10% selama 24-48 jam,
kemudian dilakukan washing dengan air mengalir selama 15 menit.
Sampel yang telah di washing dilakukan dehidrasi menggunakan ethanol
bertingkat dari 70%, 80%, 90%, 96%, dan 99% masing-masing selama
1 jam. Penjernihan hasil fiksasi dilakukan dalam xylene semalaman.
Kemudian dilakukan infiltrasi menggunakan xylene dan paraffin
selama 30 menit, paraffin I dan paraffin II selama 60 menit, serta
paraffin III selama 30 menit dalam oven bersuhu 600C dan dilanjutkan
proses embedding. Setelah paraffin dingin, dilanjutkan dengan proses
pemotongan dengan ketebalan 4 um dan diwarnai dengan pewarna
hematoksilin –eosin (Kiernan, 1990). Hasil yang peroleh diamati
dan dianalisis dibawah mikroskop compound Nikon (tipe optiphot 2,
Japan), dengan pembesaran 100 kali.
Kualitas Oosit
Ovarium kanan kukang dikoleksi, kemudian dilakukan aspirasi
oosit dengan spuit. Larutan hasil aspirasi disentrifuge dengan kecepatan
3000 rpm selama 10 menit. Pelet yang diperoleh diambil dan diamati
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
174 untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

bibawah mikroskop compound Nikon (tipe optiphot 2, Japan) dengan


pembesaran 400x untuk diklasifikasikan sesuai kualitasnya dan di
grading sesuai dengan Wood & Wildt (1997). Penentuan karakter
perkembangan folikel ovarium merujuk pada Li & Chian (2017)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Morfologi organ reproduksi
Klitoris pada kukang betina mirip dengan penis pada kukang
jantan. Klitoris tampak memiliki celah vertikal pada bagian ujungnya
kemudian pada bagian pangkal klitoris terdapat vagina yang ditutupi
rambut halus (Gambar 1 & 2). Terdapat cekungan pada pangkal klitoris
yang dapat digunakan sebagai pembeda antara jantan dan betina,
sedangkan penis biasanya tanpa celah dan lebih tumpul. Pada sampel
yang digunakan, vagina tampak tertutup yang menunjukkan bukan
pada fase estrus. Karena perbedaan yang cukup nyata ini, penentuan
jenis kelamin pada N. coucang sebenarnya dapat dilakukan ketika masih
bayi atau juvenil sebagaimana yang diutarakan juga oleh Fitch-Snyder &
Schulze (2001; Gambar 2).

A B

Gambar 1 .Perbedaan organ kelamin N. coucang, A. Betina (klitoris),


B. jantan (penis) (Foto: N.L.P.R.Phadmacanty)
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy 175

Gambar 2. Struktur klitoris dan penis N. coucang (Fitch-Snyder &


Schulze, 2001)
Organ reproduksi internal pada kukang betina terdiri atas
sepasang ovarium, sepasang tuba fallopi, uterus bicornu (uterine horn
dan badan uterus), serviks dan vagina. Saat nekropsi, tidak ada tanda
bekas kebuntingan. Ovarium termasuk berukuran kecil dengan panjang
dan lebar pada ovarium kanan 0,44 cm dan 0,33 cm, sedangkan panjang
dan lebar ovarium kiri 0,50 dan 0,34 cm. Ovarium berbentuk oval dan
terbungkus oleh bursa ovarium yang terhubung dengan mesovarium dan
mesosalphink.
Ovarium, terhubung dengan saluran telur, tuba fallopi (oviduk)
yang bertekstur tipis dan berliku sehingga jarak antara ovarium dan
uteri tampak dekat. Morfologi ini hampir sama hal dengan prosimian
lainnya seperti Galago senegalensis dan G. crassicudatus dimana oviduk
berbelit dengan ukuran yang relatif besar namun tipis. Oviduk terbagi
atas empat bagian yaitu infundibulum, ampula, ithmus, dan bagian intra
rahim (Njogu, 2003; Gibbons dkk, 1995).
Uterus N. coucang memiliki perbedaan dengan primata lainnya.
Uterus N. coucang memiliki struktur bicornu dengan dua uterine horn,
dimana uterus bagian atas terpisah dan membentuk struktur tunggal
pada bagian bawah sehingga membentuk huruf Y (Gambar 3). Uterine
horn kanan memiliki panjang dan lebar 0,71 mm dan 0,44 mm dan
uterine horn kiri dengan panjang dan lebar 0,61 dan 0,365 mm serta
panjang serta lebar badan uterus 1,26 mm dan 0,7 mm. Dimensi
badan uterus lebih besar dibandingkan kedua uterine horn. Uterine
horn tampak pendek dan membulat. Berbeda dengan primata lainnya
yang memiliki uterus bertipe simplex sehingga tidak memiliki uterine
horn (Ankel-Simon, 2007). Uterus bicornu ini biasanya dimiiki oleh
ruminansia dan babi sehingga memungkinkan satwa memiliki anak
kembar. Walaupun demikian, jarang sekali kukang yang memiliki anak
kembar (Srikandakumar dkk, 2001).
(Ankel-Simon, 2007). Uterus bicornu ini biasanya dimiiki oleh ruminansia dan babi
sehingga memungkinkan satwa memiliki anak kembar. Walaupun demikian, jarang sekali
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
kukang yang
176 memiliki anak kembar
untuk Mewujudkan (Srikandakumar
Bio-Based Economy dkk, 2001).

Keterangan:
b a Keterangan:
ab a. Ovarium
a a. Ovarium
c b. Tuba falopi
c b. Tuba falopi
c.
c. Uterine
Uterinehorn
horn
d d. Badan uterus
d. Badan uterus
e. Vagina
e. Vagina

Gambar 3. Saluran
Gambarreproduksi
3. Saluranbetina N.coucang
reproduksi betina(Foto: N.L.P.R.Phadmacanty)
N.coucang (Foto:
N.L.P.R.Phadmacanty)
Histologi
Histologi
Secara histologi permukaan ovari kukang dikelilingi oleh epitel germinal
Secara histologi permukaan ovari kukang dikelilingi oleh epitel
kemudian dibawahnya terdapat kortek yang merupakan tempat terjadinya folikulogenesis
germinal kemudian dibawahnya terdapat kortek yang merupakan tempat
(Gambar 4). Bagian folikulogenesis
terjadinya tengah ovarium(Gambar
yaitu medulla yangtengah
4). Bagian terdapat pembuluh
ovarium yaitudarah dan
pembuluh medulla
limfe (Yuanyang terdapat
& Foley,pembuluh darah dan
2002). Folikel pembuluh
primordial limfe (Yuan
memiliki &
presentase yang
Foley, 2002). Folikel primordial memiliki presentase yang paling tinggi
paling tinggi disusul
disusul oleholeh folikel
folikel primer,
primer, sekunder,
sekunder, tersier
tersier dan dan (Tabel
antrum antrum1).(Tabel
Folikel1). Folikel
primordial primordial
terletak pada bagianpada
terletak korteks ovarium,
bagian kortekskemudian
ovarium,folikel primer
kemudian dan sekunder
folikel
primer dan sekunder semakin banyak ke arah medula, sedangkan folikel
semakin banyak ke arah medula, sedangkan folikel tersier kembali mendekati korteks
tersier kembali mendekati korteks yang kemudian akan dilontarkan ke
yang kemudian
saluranakan dilontarkan
reproduksi ke saluran
untuk kemudian reproduksi untuk
difertilisasi olehkemudian difertilisasi oleh
sel spermatozoa
(Gambar
sel spermatozoa 5). Tabel
(Gambar 5).1Tabel
menunjukkan bahwa semakin
1 menunjukkan besar ukuran
bahwa semakin besarfolikel
ukuran folikel
maka semakin sedikit pula persentasenya. Hal ini disebabkan oleh atresi
folikel, dimana pada ukuran tertentu sebagian folikel akan mengalami
kematian karena proses over metabolisme yang terjadi pada folikel
tersebut sehingga berhenti berkembang (Fortune, 1994).
Tabel 1. Persentase jenis-jenis folikel ovarium
Folikel Karakter Persentase
Primordial Oosit dikelilingi oleh sel granulosa pipih 69,97 %
Primer Oosit dikelilingi oleh sel granulosa kubus 16,12 %
Primer Oosit dikelilingi oleh sel granulosa kubus 16,12 %
Sekunder Oositdikelilingi oleh outermost layer dan lamina 6,21 %
basalis yang akan Pemanfaatan
berdifensiasi menjadi Tropika
Biodiversitas theca 177
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy
interna dan eksterna
Sekunder Oositdikelilingi oleh outermost layer dan lamina basalis 6,21 %
Tersier yang akan
Struktur dasar dari
berdifensiasi folikel
menjadi antral
theca interna dan eksterna 4,29 %
Tersier
De graffStruktur dasar
Foikel darisiap
yang folikel antral
melepaskan oosit 4,29 %3,4 %
De graff Foikel yang siap melepaskan oosit 3,4 %

EPITEL
GERMINAL

KORTEKS

MEDULA

Gambar 4. Struktur histologi ovarium N.coucang (Foto:


Gambar 4. Struktur histologi ovarium N.coucang (Foto: N.L.P.R.Phadmacanty)
N.L.P.R.Phadmacanty)
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018

Pemanfaatan Biodiversitas Tropika


178 untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

Keterangan:
a d
a. Epitel germinal
e
f b. Tunika albuginea
Keterangan:
a. Epitel germinal
b c. b.Folikel primordial
Tunika albuginea
d. c.SelFolikel
granulosa
primordial
c
d. Sel granulosa
e. Zona pelusida
e. Zona pelusida
f. f.Folikel primer
Folikel primer

Gambar 5. Folikel ovarium N. coucang


Gambar 5. Folikel ovarium N. coucang

Gambar 6. Tahap profase pada oogonium N. coucang

Proses oogenesis pada spesies ini menunjukkan adanya proliferasi aktif pada
oogonia N. coucang dewasa yang ditunjukkan pada histologi ovarium yang tampak pada
Gambar 6. Tahap profase pada oogonium N. coucang
Proses oogenesis pada spesies ini menunjukkan adanya proliferasi
aktif pada oogonia N. coucang dewasa yang ditunjukkan pada histologi
ovarium yang tampak pada corda germinal terdapat banyak oogonia
pada tahap profase (Gambar 6). Hali ini menunjukkan masih adanya
mitosis aktif dari oogonia dan oosit di tahap awal meiosis profase pada
prosimian dewasa (Ioannou 1967). Selain itu permukaan ovarium
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy 179
kukang juga menunjukkan adanya lapisan epitel yang serupa dengan
epitel pada fetus satwa lainnya (Duke, 1967). Penelitian pada spesies
Galago sinegalensis, G. cassicaudatus, G. demidoffi, Perodicticus potto, Loris
tardigradus lydehkerianus dan Daubentonia madagascariensis (Butler &
Jiema, 1970; Fereydouny, dkk, 2014; Ioannou, 1967) menunjukkan
hasil serupa.
Proses oogenesis pada primata umumnya terjadi hanya pada
prenatal yang kemudian akan berdormansi dan mulai pematangan
pada saat pubertas. Namun, adanya oogenesis pada penelitian ini
menunjukkan bahwa struktur overium kukang dewasa serupa degan
kukang prenatal. Kumar (1968) melaporkan bahwa Loris tardigradus dari
India selatan dan N. pygmaeus dari Vietnam tidak memiliki perbedaan
struktur ovarium pada prenatal dan postnatal yang berarti proses oogenesis
pada spesies ini berlangsung hingga satwa tersebut dewasa. Selain itu
dilaporkan pula proses oogenesis meningkat pada saat proestrus, estrus
dan awal kehamilan yang mengindikasikan bahwa hormon estrogen
mempengaruhi proses oogenesis pada spesies ini. Hal ini ditunjukkan
oleh penelitian Kumar (1966) pada loris anestrus yang diadministrasi
hormon estrogen ternyata menunjukkan peningkatan jumlah folikel
primordial. Belum ada informasi mengenai tingkat hormon estrogen
pada spesies ini sehingga belum dapat diketahui apakah hormon estrogen
pada spesies ini lebih tinggi dibandingkan dengan primata lain yang
tidak mengalami oogenesis dewasa.
Berdasarkan struktur ovarium dan adanya oogenesis post natal
pada spesies ini menunjukkan bahwa spesies ini memiliki kemampuan
reproduksi yang tinggi, sama halnya dengan satwa lain seperti tikus,
kelinci dan marmut yang juga dilaporkan mengalami oogenesis postnatal
(Kumar, 1968). Namun, tingkat reproduksi spesies ini justru rendah
yang ditunjukkan dengan masa kebuntingan yang lama dengan jumlah
anakan yang sedikit (Izard dkk, 1988). Pada primata, banyak folikel
primordial yang masing-masing akan berkembang menjadi oosit, namun
hanya ada satu oosit yang berovulasi tiap bulannya. Walaupun demikian
primata lain memiliki tingkat reproduksi yang lebih tinggi dibandingkan
spesies ini (Saltzman dkk, 2010).
Uterus N. coucang terbagi atas uterine horn dan badan uterus. Secara
histologi diketahui bahwa struktur uterine horn sama dengan badan
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018

Pemanfaatan
N. coucangBiodiversitas
terbagi atasTropika
uterine horn dan badan uterus. Secara histologi
180Uterusuntuk Mewujudkan Bio-Based Economy
diketahui bahwa struktur uterine horn sama dengan badan uterus. Struktur tersebut sama
uterus. Struktur tersebut sama seperti mammal pada umumnya yang
seperti mammal pada umumnya yang berturut-turut terdiri dari lumen adalah
berturut-turut terdiri dari lumen adalah endometrium, myometrium dan
endometrium, myometrium
perimetrium. Uterinedan
horn perimetrium.
pada kukang Uterine
tampakhornlebih
padabanyak
kukang pembuluh
tampak lebih
banyakdarah yang tersebar
pembuluh di perimetrium.
darah yang Selain itu Selain
tersebar di perimetrium. lapisanitumyometrium pada
lapisan myometrium
pada uterine horn tampak lebih tebal. Terdapat banyak uterine gland baik pada pada
uterine horn tampak lebih tebal. Terdapat banyak uterine gland baik uterine
uterine horn maupun badan
horn maupun badan uterus (Gambar 7). uterus (Gambar 7).
UterusUterus merupakan
merupakan organ reproduksi
organ reproduksi betina yangbetina yang penting
berperan berperan penting
dalam proses
dalam proses kebuntingan. Secara histologi, struktur dari uterus dapat
kebuntingan. Secara histologi, struktur dari uterus dapat dijadikan suatu penanda masa
dijadikan suatu penanda masa estrus maupun kebuntingan dari suatu
estrus maupun kebuntingan dari suatu satwa liar. Tidak ada kerusakan jaringan maternal
satwa liar. Tidak ada kerusakan jaringan maternal pada uterus satwa ini.
pada Hal
uterusinisatwa
bukanini.berarti
Hal inisatwabukan berarti pernah
ini belum satwa ini belum pernah
mengalami mengalami
kebuntingan
(Gambar
kebuntingan 8). Dilaporkan
(Gambar 8). Dilaporkanbahwa strepsirrhine
bahwa memiliki
strepsirrhine memiliki tipetipe
plasenta
plasenta
epitheliochondrial
epitheliochondrial dimana
dimana pada pada
tipe ini tipe initipemerupakan
merupakan yang paling tipe yang dan
superfisial paling
invasi
superfisial dan invasi antara plasenta ke lapisan uterus kurang signifikan.
antara plasenta ke lapisan uterus kurang signifikan. Sehingga pada saat terjadi implantasi
Sehingga pada saat terjadi implantasi tidak terjadi kerusakan jaringan
tidak terjadi kerusakan jaringan maternal dan tidak ada lapisan maternal yang hilang
maternal dan tidak ada lapisan maternal yang hilang sesusai melahirkan,
sesusai melahirkan, sehingga tidak dapat diketahui kukang pada penelitian ini sudah
sehingga tidak dapat diketahui kukang pada penelitian ini sudah
pernahpernah
mengalami proses kebuntingan
mengalami atau tidak (Pijnenborg
proses kebuntingan atau tidakdkk,(Pijnenborg
2010; Furukawa dkk,dkk,
2014).2010;
Selain Furukawa dkk, 2014).
itu belum diketahui Selain
pula proses itu belum
kebuntingan diketahui
pada spesies inipula proses
apakah terjadi
kebuntingan
pada uterine horn ataupada spesies
badan iniPada
uterus. apakah sapiterjadi
dan onta pada uterine
yang horntipe
memiliki atau badan
uterus yang
uterus. Pada sapi dan onta yang memiliki tipe uterus
sama dengan kukang umumnya mengalami kebuntingan pada uterine horn namun belum
yang sama dengan
kukang umumnya mengalami kebuntingan pada uterine horn namun
pernah pada badan uterus (Srikandakumar dkk, 2001).
belum pernah pada badan uterus (Srikandakumar dkk, 2001).

c
a
a
b
b

c
d d

A B

Gambar 7.Gambar
Struktur7.histologi
StrukturN.histologi
coucang A)N. uerine horn,
coucang A) B) badan
uerine uterus,
horn, B) a) lumen, b)
badan
endometrium, c) myometrium, d) perimetrium
uterus, a) lumen, b) endometrium, c) myometrium, d) perimetrium
Seminar Nasional Biologi Tropika 2018
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
Kualitas oosit untuk Mewujudkan Bio-Based Economy 181
Hasil penelitian
Kualitas oosit ini menunjukkan oosit dengan grade A memiliki presentase
terendah yaituHasil
13,penelitian
79 %, dan iniditunjukkan
menunjukkan oosit dengan
dengan grade
sitoplasma yangA memiliki
nampak gelap,
presentase terendah yaitu 13, 79 %, dan ditunjukkan dengan sitoplasma
nukleus bulat dan lapisan kumulus oophorus lebih dari lima lapis (Gambar 8). Oosit
yang nampak gelap, nukleus bulat dan lapisan kumulus oophorus lebih
grade B yaitu 27, 58 % memiliki sitoplasma hitam lengkap dengan corona radiata dan
dari lima lapis (Gambar 8). Oosit grade B yaitu 27, 58 % memiliki
lapisansitoplasma
cumulus oophorus kurang dari
hitam lengkap lima lapis
dengan corona danradiata
sisanyadan
oositlapisan
dengan cumulus
grade C dan D
oophorus kurang
yang merupakan dari lima
oosit kualitas lapis dan
terendah. sisanya
Oosit gradeoosit dengan
C masih grade C
memiliki dan Dradiata
korona
yang merupakan
dan cumulus oosit kualitas
oophorus namun terendah.
tidak melapisi Oosit
semua gradeSedangkan
bagian. C masih memiliki
oosit grade D
korona radiata dan cumulus oophorus namun tidak melapisi semua
adalah oosit tanpa Cumullus Oophorus (gundul). Oosit memiliki peran penting dalam
bagian. Sedangkan oosit grade D adalah oosit tanpa Cumullus Oophorus
reproduksi. OositOosit
(gundul). dengan kualitasperan
memiliki yang penting
baik tentunya
dalamakan mempengaruhi
reproduksi. keberhasilan
Oosit dengan
reproduksi suatu
kualitas satwa
yang baikdalam upaya
tentunya pengembangan
akan mempengaruhi teknologi reproduksi
keberhasilan (fertilisasi in
reproduksi
suatu
vitro atau satwaintrasitoplasma)
injeksi dalam upaya pengembangan
(Garner and Hafez,teknologi
2000). reproduksi (fertilisasi
in vitro atau injeksi intrasitoplasma) (Garner and Hafez, 2000).

A B

C D

Gambar
Gambar 8.N.
8. Oosit coucang,
Oosit (A). Grade
N. coucang, (A).A,Grade
(B). Grade B, Grade
A, (B). (C). Grade C, (D).
B, (C). Grade D
Grade
C, (D). Grade
Kualitas oosit dipengaruhi berbagai D satunya adalah siklus reproduksi
hal, salah
Kualitas oosit
pada satwa tersebut. Dalamdipengaruhi berbagai dkk.
penelitian Fibrianto hal, salah satunya
(2008) adalah
diketahui siklus
bahwa kualitas
reproduksi
oosit anjing pada
terbaik satwa tersebut.
diperoleh pada saat Dalam penelitian
estrus, sama halnyaFibrianto dkk. (2008)
dengan penelitian Cui dkk.
(2006). Namun berbeda dengan penelitian Fuji dkk. (2000) dan Rodriques & Rodrigues
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
182 untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

diketahui bahwa kualitas oosit anjing terbaik diperoleh pada saat estrus,
sama halnya dengan penelitian Cui dkk. (2006). Namun berbeda dengan
penelitian Fuji dkk. (2000) dan Rodriques & Rodrigues (2003) yang
melaporkan bahwa jumlah oosit terbanyak dengan kualitas baik pada
anjing diperoleh pada fase anestrus disusul fase estrus. Disisi lain, faktor
nutrisi juga sangat mempengaruhi kualitas oosit, dimana penelitian
yang dilakukan oleh Adamak dkk. (2005) menyebutkan tingginya
kualitas pakan akan meningkatkan kualitas oosit atau perkembangan
postfertilisasi pada hewan dengan kondisi tubuh yang rendah. Dalam
penelititian ini satwa berada dipenangkaran dimana ketersediaan dan
variasi pakan yang kurang beragam dibandingkan dialam sehingga
nutrisi-nutrisi tertentu yang dibutuhkan oleh satwa tersebut belum tentu
terpenuhi sehingga mempengaruhi kualitas oosit dan embrio. Namun
demikian, belum ada referensi mengenai jumlah dan kualitas oosit pada
kukang sehingga belum diketahui presentase kualitas oosit yang tepat.
Waktu koleksi oosit sulit ditentukan dikarenakan satwa yang digunakan
merupakan satwa yang dilindungi dan oosit diperoleh postmortem
sehingga kualitas dan jumlah oosit yang diperoleh kurang sesuai dengan
harapan.

KESIMPULAN
Nycticebus coucang memiliki struktur uterus bicornu yang
memungkinkan terjadinya kelahiran kembar. Struktur histologi
ovariumnya menunjukkan proses oogenesis terus berlangsung selama
post natal. Namun demikian, kualitas oosit pada penelitian ini rendah
karena masih banyak oosit grade C dan D.

DAFTAR PUSTAKA
Adamiak, S. J., K. Macke, R. G. Watt, R. Webb & K. D. Sinclair. 2005.
Impact of nutrition on oocyte quality: cumulative effect of
body composition and diet leading to hyperinsulinemia in
cattle. Biology of Reproduction 73, 918-926.
Ankel-Simons, F. 2007. An introduction: Primate Anatomy, 3rd Ed.,
Academic Press. Burlinston.
Butler, H., & M. B. Jiema. 1970. Oogenesis in an adult Prosimian,
Nature 226, 551-553.
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy 183
Cui, X. S., Y. X. Jin, X. H. Shen, J. Y. Lee, H. S. Lee, X. J. Xin, I. K.
Kong, & N. H. Kim. 2006. Epidermal growth factor enhances
meiotic resumption of canine oocytes in the presence of BSA,
Theriogenology 66, 267-274.
Duke, K. L. 1967. Ovogenetic activity of the fetal-type in the ovary
of the adult slow loris, Nycticebus coucang, Folia Primatologica,
7(2), 150-154.
Fereydouni, B., C. Drummer, N. Aeckerle, S. Schlaft, & R. Behr.
2014. The neonatal marmoset monkey ovary is very primitive
exhibiting many oogoni. Reproduction 148 (2), 237-247.
Fibrianto, Y. H., T. W. Pangestiningsih, A. Hanna, P. Astuti, C. M. M.
Airin, Asyhari, A. Anindito, N. Rahmawati, K. Kurniawan, &
P. Y. Wibowo. 2008. Kuantitas Dan Kualitas Sel Telur Anjing
Lokal Dari Berbagai Stadium Estrus. Jurnal Sain Veteriner
26(1), 10-16.
Fitch-Snyder, H & H. Schulze. 2001. Management of Lorises in Captivity
A Husbandry Manual for Asian Lorisines (Nycticebus & Loris
ssp.). Published by the Center for Reproduction of Endangered
Species (CRES) Zoological Society of San Diego.
Fortune, J. E. 1994. Ovarian Follicular Growth and Development in
Mammals. Elology of Reproduction. 50, 225-232.
Fuji, M., T. Oto, M. Murakami, M. Tanaka, S. Unei & T.Suzuki. 2000.
The quality and maturation of bitch oocytes recovered from
ovaries by the slicing method. J. Vet. Med.Sci. 62(3), 305-307.
Furukawa, S. Y. Kuroda & A. Sugiyama. 2014. Comparison of the
histological structure of placenta in experimental animals.
Journal Toxicology Pathology, 27(1), 11-18.
Gibbons, Jr., E. F., B. S. Durrant, & J. Demarest. 1995. Conservation
of endangered species in captivity. State University of New York
Press. New York.
Ioannou, J. M. 1967. Oogenesis in adult prosimians. Journal of
Embryology and Experimental Morphology 17, 139-145.
Izard, M. K., K. A. Weisenseel, & R. L. Ange. 1988. Reproduction in the
slow loris (Nycticebus coucang). American Journal of Primatology
16, 331-339.
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
184 untuk Mewujudkan Bio-Based Economy

Jurke, M.H., Czekala, N.M, & Fitch-Snyder, H. 1997. Non-invasive


detection and monitoring of estrus, pregnancy and the
postpartum period in Pygmy Loris (Nycticebus pygmaeus) using
fecal estrogen metabolites. American Journal of Primatology 41,
103-115.
Kiernan, J. A. 1990. Histology and Histochemical Methods Theory and
Practice, 2nd Ed., Pergamon Press.
King, J. M., L. Roth-Johnson, D.C. Dodd, & M.E. Newsom. 2013.
The Necropsy Book a Guide for Veterinary Students, Residents,
Clinicians, Pathologist and Biological Researchers. College of
Veterinary Medicine, Cornell University, New York.
Kumar, A. T. C. 1968. Oogenesis in lorises; Loris tardigradus lydekkerianus
and Nycticebus coucang. Proc. Roy. Soc. B. 169, 167-176.
Kumar, A. T. C. 1966. Effect of sex steroids on the reproductive organs of
the female loris, International Congress on Hormonal Steroids.
Excerpta Med. 111, 369-370.
Li, H., & R. C. Chian. 2017. Development of Invitro Maturation for
Human Oocyte. Springer International Publishing. China.
Mittermeier, R. A., A. B. Rylands, & D. E. Wilson. 2003. Handbook of the
Mammals of the Worlds. Primates. Lynx Edition in Association
with Conservation International and IUCN.
Nekaris, K. A. I., & Nijman, V. 2007. CITES proposal highlights threat
to nocturnal primates Nycticebus: Lorisidae. Folia Primatologica
78, 211-214.
Nekaris, K. A. I., & Geofroy. 2008. Javan slow loris Nycticebus javanicus
y.- a case study’, in Mittermeier, Primates in Peril: The World’s 25
Most Endangered Primates, 2008–2010, Bogota: Panamericana
Formas e Impresos SA.
Njogu, A., 2003. A morphological and ultrastructural study of the female
reproductive tract and placenta of the lesser bushbaby (Galago
senegalensis). Thesis. Department of Veterinary Anatomy.
University of Nairobi.
Nursahid, R., & A. Purnama. 2007. The Trafficking of Kukang or Slow
Lorises (Nycticebus coucang) in Indonesia. ProFauna Indonesia.
Jakarta.
Pemanfaatan Biodiversitas Tropika
untuk Mewujudkan Bio-Based Economy 185
Pijnenborg, R., I. Brosens, & R. Romero. 2010. Placental bed disorder
basic science and its translation to obstetrics. Cambridge University
Press. Cambridge.
Rodrigues, B. A., & J. L. Rodrigues. 2003. Influence of reproductive
status on invitro oocytes maturation in dogs. Theriogenology 60,
59-66.
Saltzman, W., S. D. Tardify, & J. N. Rutherford. 2010. Hormones and
Reproductive Cycles in Primates – a case study’, in Noris, D.
O. & K.H. Lopez. Hormones and Reproduction in Vertebrate.
Vol. 5, 11, Academic Press, Tokyo.
Schulze, H., & Groves, G. 2004. Asian lorises: taxonomic problems
caused by illegal trade, In: Proceedings of the International
Symposium: Conservation of Primates in Vietnam, at Cuc
Phuong National Park.
Srikandakumar, A. E. H., O. Johnson, M. I. T. Kadim, & D. S. Al-Ajmi.
2001. Anatomy and histology of the female reproductive tract
of the Arabian camel. Emir. J.Agric. Sci. (13), 23-26.
Wood, T. C & D. E. Wildt. 1997. Effect of the quality of the cumulus-
oocyte complex in the domestic cat on the ability of oocyte to
mature, fertilize and develop into blastocysts in vitro. Journal of
Reproduction and Fertility 110, 355-360.
Yuan Y.D. & G.L. Foley. 2002. Female reproductive system – a case
study’, in Haschek WM, Rousseaux CG, Wallig MA (eds).
Handbook of toxicologic pathology (2), 847–894, Academic
Press. San Diego New York Boston.

Anda mungkin juga menyukai