Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN (AHDP)


(HSPB 802)
Analisa Artikel Mengenai “Tol Cipularang Bermasalah Hukum Konstruksi”

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Eliatun, M.T.
NIP. 19750525 200501 2 004

Disusun Oleh :
FEBRIANI INANG ANARLI
NIM. 1710811220023

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2019
Analisa Artikel Mengenai “Tol Cipularang Bermasalah Hukum Konstruksi”
Bagaimana Masalah Lapangan Dilihat Dari Kacamata Hukum Konstruksi

Artikel yang berjudul “Tol Cipularang Bermasalah Hukum Konstruksi”


menceritakan tentang amblesnya Tol Cipularang yang diakibatkan oleh beberapa hal yaitu
sebagai berikut :
Dari segi kontruksi
 Hujan yang tidak berhenti selama tiga hari berturut-turut,
 Turunnya tanah akibat tidak kuat menahan air,
 Dibagian kiri bawah bahu jalan tol dengan ketinggian 30 meter itu ada aliran sungai
yang airnya menyeret tanah bagian dinding bahu jalan yang dibuat seperti undakan.
 Tanah di wilayah pembangunan tol merupakan tanah hitam atau yang disebut juga
material lumpur yang apabila terkena hujan menjadi bidang plesetan longsor
 Jenis-jenis batuan geologi yang tersebar memiliki struktur yang rumit sehingga
terdapat sesar-sesar dan berbatuan napal serta lempung.
 Kurangnya informasi atau ketidaktahuan mengenai kondisi di lapangan dan jenis
tanah serta struktur tanah sehingga tidak ada rekonstruksi tanah seperti pemadatan
tanah
Dari segi pengawasan
 Ketidaktegasan pihak-pihak yang berwenang dalam pengawasan proyek tersebut,
dalam memantau pelaksanaannya sehingga banyak oknum-oknum yang
memanfaatkan atau meraih keuntungan dari kegiatan proyek tersebut.
Departemen Pekerjaan Umum menyatakan bahwa amblasnya jalan di sejumlah titik di
ruas tol Cipularang diakibatkan oleh kegagalan konstruksi, bukan kegagalan bangunan.
Kegagalan konstruksi itu merupakan hasil penilaian Badan Pembinaan Konstruksi dan
Sumber Daya Manusia Departemen PU. Jika terjadi kegagalan konstruksi maupun bangunan
dalam proyek ini, bukan tanggung jawab pemerintah untuk melakukan perbaikan. Karena PP
28 tentang Jasa Konstruksi mengamanatkan kalau proyek itu belum diserahkan secara total
kepada pihak yang membeli pekerjaan atau pengguna jasa, maka jika terjadi sesuatu itu masih
jadi tanggung jawab pelaksana. Sementara tender Tol Cipularang beberapa waktu lalu
merupakan kewenangan Jasa Marga sendiri. Sebab Cipularang bukan investasi pemerintah
tapi swasta, dalam hal ini Jasa Marga. (detikNews).
Dari kasus diatas maka digunakanlah Pengaturan jasa konstruksi agar tidak terulangnya
kasus tersebut. Pengaturan Jasa Konstruksi bertujuan sebagai berikut :
a. memberikan arah pertumbuhan & perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan
struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, & hasil pekerjaan konstruksi
yang berkualitas
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan
kedudukan an. pengguna jasa & penyedia jasa dalam hak & kewajiban, serta
meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
Berikut merupakan beberapa peraturan mengenai hukum konstruksi :
 PP RI No.29 Tahun 2000 pasal 31
Kegagalan Konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan
spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak baik sebagian maupun
keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna atau penyedia.
 BAB I Pasal 1 Ayat (11) Undang-Undang Jasa Konstruksi Nomor 18 Tahun 1999
Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu
melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal Pelaksanaan pekerjaan konstruksi
sampai selesai dan diserahterimakan.

Analisa Permasalahan
1. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab pihak
yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi berlaku dari awal sampai serah terima
akhir.
2. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi
tanggung jawab penyedia jasa .
3. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas
konstruksi.
Kemungkinan Kesalahan
1. Kesalahan dalam pelaksanaan yaitu kesalahan dalam pengawasan Kontraktor/pekerja
yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis
2. Kesalahan pihak pengawas yaitu membiarkan pelaksana bekerja menyimpang juga
merupakan
Analisa Hukum
Sesuatu kebiasaan yang tidak terpuji tentang masalah kegagalan konstruksi di suatu
proyek, pihak-pihak yang terkait selalu ada cara untuk memilih langkah-langkah
mengamankan dan menyelamatkan orang-orangnya yang terlibat dari pada mengamankan
atau menyelesaikan masalah-masalah itu sendiri. Tidak jarang kondisi alamlah yang
dikambing hitamkan untuk menyelamatkan kecerobohan dan kelalaian manusia-manusia
yang seharusnya bertanggung jawab dalam kegagalan konstruksi tersebut. Padahal kita telah
memiliki peraturan-peraturan dan per Undang-undangan yang baik, semestinya semua pihak
yang terlibat harus sudah mulai menyadari pentingnya mengikuti aturan Undang-Undang
(UU), bukan sibuk meyelamatkan diri dengan mengorbankan kepentingan negara dan bangsa
ini atau demi penyelamatan diri yang mengorbankan kepentingan orang banyak. Berikut ini
pasal-pasal yang berkaitan dengan sanksi kegagalan konstriksi menurut UU RI No.18 tahun
1999 dan PP RI No.29 tahun 2000
 UU RI No.18 Tahun 1999 (Kegagalan Konstruksi)
UU RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (JAKON). Pada bab IV memuat
tentang kegagalan konstruksi, bunyi pasal 25, 26, 27 dan 28, adalah; Pasal 25, ayat 1,
Pengguna jasa konstruksi dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan
bangunan. Ayat.2, Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa
sebagaimana yang dimaksud pada ayat.1 ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ayat.3, Kegagalan bangunan
sebagaimana dimaksud pada ayat.2 ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli.
Pasal 26, ayat.1, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena
kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan
kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung
jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Ayat.2, Jika terjadi
kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi, dan hal
tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi
wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi.
Pasal 27, Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan kerena kesalahan
pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal ini terbukti menimbulkan kerugian
pada pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi.
Pasal 28, Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana
dimaksud dalam pasal 25, tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi,
dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud pada pasal 26 serta tanggung jawab
pengguna jasa sebagaimana simaksud dalam pasal 27 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan pemerintah.

 PP RI No.29 Tahun 2000


Peraturan Pemerintah RI No.29 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Pada
bagian kelima memuat tentang Kegagalan Pekerjaan konstruksi, bunyi pasal 31, 32, 33,
dan 34, adalah; Pasal 31, Kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan
konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam
kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan
pengguna jasa atau penyedia jasa.
Pasal 32, ayat.1, Perencana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau
memperbaiki kegagalan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 yang
disebabkan kesalahan pengguna jasa, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi.
Ayat.2 Pelaksana konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki
kegagalan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 yang disebabkan kesalahan
pengguna jasa, perencana konstruksi dan pengawas konstruksi. Ayat 3, Pengawas
konstruksi bebas dari kewajiban untuk mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 yang disebabkan kesalahan pengguna jasa,
perencana konstruksi dan pelaksana konstruksi. Ayat 4, Penyedia jasa wajib mengganti
atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal
31 yang disebabkan kesalahan Penyedia Jasa atas biaya sendiri.
Pasal 33, Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila
pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan
umum.
Pasal 34, Kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi,
baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan
kesehatan kerja, dan, atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa
dan atau Pengguna Jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
 UU RI No.18 Tahun 1999 (Sanksi)
Undang-Undang RI No.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada bab X tentang
Sanksi, bunyi pasal 41, 42, dan 43, adalah; Pasal 41, Peyelengara pekerjaan konstruksi
dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang
ini.
Pasai 42, ayat 1, Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 yang
dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa; peringatan tertulis, penghentian sementara
pekerjaan konstruksi, pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi, pembekuan izin usaha
dan/atau profesi, dan pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Ayat 2, Sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa
berupa; peringatan tertulis, penghentian sementara pekerjaan konstruksi, pembatasan
kegiatan usaha dan/atau profesi, larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan
konstruksi, pembekuan izin usaha dan/atau profesi, dan pencabutan izin usaha dan/atau
profesi. Ayat 3, Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 43, ayat 1, Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi
yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan
konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun
penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
Ayat 2, Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang
bertentangan atau tidak memenuhi ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan
mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan
pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima
per seratus) dari nilai kontrak.
Ayat 3, Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksankan
pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan
menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan
dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling
banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

 UU Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi


o Pasal 63 (Penggantian/perbaikan bangunan)
Penyedia Jasa wajib mengganti atau memperbaiki Kegagalan Bangunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) yang disebabkan kesalahan
Penyedia Jasa.
o Pasal 67 (Ganti Rugi)
(1) Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa wajib memberikan ganti kerugian
dalam hal terjadi Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
o Pasal 98 (Sanksi Administratif)
Penyedia Jasa yang tidak memenuhi kewajiban untuk mengganti atau
memperbaiki Kegagalan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi;
d. pencantuman dalam daftar hitam;
e. pembekuan izin; dan/atau
f. pencabutan izin.
Dengan dihapusnya sanksi pidana bagi pelaku jasa konstruksi, maka Undang-
Undang Jasa Konstruksi 2017 menempatkan hubungan antara pengguna jasa dan
penyedia jasa konstruksi dalam ranah hukum perdata yang mana sesuai dengan dasar
hubungan hukum di antara para pihak yakni kontrak kerja konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai