Dampak Akibat
Rusaknya jalur Pantura menyumbang tingginya angka kecelakaan dan korban
tewas di jalan. Melambungnya harga pangan akibat buruknya jaringan distribusi seperti
yang terjadi beberapa waktu terakhir ini akan memicu naiknya angka inflasi dan
menggerus daya beli masyarakat.
BAB I PASAL 1 AYAT (6) DAN (11) UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI NOMOR 18
TAHUN 1999 Ayat 6 kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah
diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi
baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang
sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.
BAB I PASAL 1 AYAT (6) DAN (11) UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI NOMOR 18
TAHUN 1999 Ayat 11 Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan
atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa
konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal Pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
Analisa Permaasalahan
Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab
pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi berlaku dari awal sampai serah
terima akhir. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang
menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri
dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.
Kesalahan dalam pelaksanaan Kesalahan dalam pengawasan Kontraktor/pekerja
yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis membiarkan pelaksana bekerja
menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas.
Analisa Hukum
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau
pidana atas pelanggaran Undang-undang ini dapat berupa peringatan tertulis sampai
sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi Bab X pasal 41 UUJK Bab X pasal 42 UUJK.
Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. Barang siapa yang
melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima)
tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai
kontrak. Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan
konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan
timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana
paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh
per seratus) dari nilai kontrak.
Sanksi Hukum
Tanggung jawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan
dalam pasal 26 ayat 1 dan 2. Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab
X pasal 41, 42 dan 43 UUJK dikenakan dua dugaan pidana yaitu pelanggaran pasal
pelanggaran pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya
orang lain, pasal 360 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain luka-luka,
Suatu kontrak konstruksi yang telah memenuhi syarat syarat yang sah dan asas-
asas suatu kontrak, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kegagalan bangunan
(Building Failure). Dalam pekerjaan konstruksi bangunan sering ditemukannya kegagalan
bangunan yang dapat diakibatkan oleh pihak penyedia jasa atau pengguna jasa. Semua
pekerjaan konstruksi melakukan pergerakannya sesuai dengan tahapan (siklus)
kegiatannya yaitu diawali dengan perencanaan, sifat bahan bangunan yang digunakan,
pengujian bahan dan bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan serta
pemeliharan bangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan secara bertahap
agar memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Tahap-tahap tersebut harus
dilakukan dengan baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan maka akan
mempengaruhi kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti ketentuan atau standar
yang berlaku.
Kegagalan bangunan dapat disebabkan oleh faktor kesalahan manusia itu
sendiri. Kesalahan manusia itu dapat diakibatkan dari ketidaktahuan,kesalahan kinerja
(kecerobohan dan kelalaian) dan keserakahan. Ketidaktahuan dapat diakibatkan dari
kurangnya pelatihan, pendidikan dan pengalaman. Kesalahan kinerja ( kecerobohan dan
kelalaian) termasuk salahnya dalam perhitungan dan tidak terperinci, tidak benar dalam
membaca gambar dan spesifikasi dan cacat konstruksi. Walaupun demikian, konsultan
tersebut harus merencanakan segala sesuatunya dengan baik, sehingga mendapatkan
hasil yang maksimal juga.
Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah-terimakan
oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau
secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat
kesalahan penyedia dan/atau pengguna jasa. kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil
pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana
disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai
akibat dari kesalahan dari pengguna jasa atau penyedia jasa.
Berdasarkan UU Kegagalan Bangunan terbagi atas beberapa definisi di :
1. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2. Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Jasa Konstruksi
3. HAKI pada tahun 2001 mencoba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun 1999
4. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK)
Latar Belakang
Kasus di bidang konstruksi sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang
disebabkan baik oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa. Salah satu contoh
malpraktek konstruksi adalah robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro
Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 Desember 2009 yang lalu. Robohnya
bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang sangat mungkin disebut sebagai
malpraktek konstruksi. Walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah
disebut sebagai malpraktek. Kesalahan-kesalahan di bidang konstruksi yang dilakukan
oleh orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain
menurut penulis dapat disebut sebagai malpraktek konstruksi. Dalam kasus Metro
Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka dan meninggal
dunia.
Penyebab
Penyebab runtuhnya berdasarkan informasi yang didapat, runtuhnya gedung tambahan
grosir metro tanah abang disebabkan beberapa kesalahan seperti dibawah ini : 1.
1. Kesalahan Perencanaan
2. Kesalahan Pelaksanaan
3. Kesalahan Pengawasan
Akibat
Akibat yang timbul berdasarkan informasi yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Terdapat korban meninggal sebanyak 4 orang
2. Terdapat korban luka luka sebanyak 14 orang
3. Bertambahnya biaya dan waktu untuk konstruksi
Sanksi Hukum
Sanksi hukum yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Tanggung jawab penyedia jasa dalam uujk nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam
pasal 26 ayat 1 dan 2.
2. Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43
UUJK.
3. Dikenakan dua dugaan pidana yaitu pelanggaran pasal pelanggaran pasal 359 KUHP
mengenai kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya orang lain, pasal 360 KUHP
mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain lukaluka, serta pelanggaran UU
nomor 28 tahun 2002 mengenai bangunan dan gedung.
KASUS BANGUNAN PERKANTORAN DI KABUPATEN PULANG PISAU
MELANGGAR GARIS SEMPADAN BANGUNAN (GSB)
GSB dibuat agar setiap orang tidak semaunya dalam membangun. Selain itu GSB
juga berfungsi agar tercipta lingkungan pemukiman yang aman dan rapi. Membangun
sebuah rumah ibarat kita menyeberang jalan. Harus melihat kiri dan kanan agar selamat.
Demikian juga dalam membangun rumah, banyak aspek kiri-kanan yang perlu
diperhatikan agar calon penghuni selamat.
Aspek kiri-kanan itu berupa persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang sesuai dengan fungsi rumah. Segala persyaratan itu tertuang di dalam aturan
tentang tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah. Banyaknya
persyaratan yang harus dipenuhi, terkadang membuat orang mengabaikan aturan
tersebut termasuk juga aturan mengenai GSB (Garis Sempadan Bangunan).
Dalam penerapannya, masih banyak bangunan di Kabupaten Pulang Pisau
(Pulpis) yang ditengarai masih melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB). Hal itu
disampaikan Anggota DPRD Pulpis, Tendean Indra Bela saat ditemui Borneonews.
Dalam penataan kota, banyak yang harus dilakukan Pemkab Pulang Pisau, selain
meningkatkan infrastruktur dan sarana penunjang untuk estetika (keindahan), masalah
izin mendirikan bangunan merupakan salah satu mekanisme yang harus dilakukan
pemerintah daerah. Namun, hingga saat ini, Pemkab Pulpis dinilai masih belum
konsisten menerapkan peraturan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pasalnya, IMB
tidak bakal bisa diterapkan tanpa melakukan penyesuaian dengan kondisi yang sudah
ada saat ini.
Sanksi Pelanggaran
Setiap aturan pasti mempunyai sanksi jika ada yang melanggarnya. Demikian
pula dengan peraturan tentang GSB. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung, Sanksi administratif akan dikenakan kepada setiap pemilik
bangunan. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan
pembangunan, penghentian sementara atau tetap pekerjaan pelaksanaan, pencabutan
izin yang telah dikeluarkan dan perintah pembongkaran bangunan.
Selain itu jika ketahuan membangun bangunan yang melebihi GSB, maka juga
akan dikenakan sanksi yang lain. Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh
persen) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
KASUS WILAYAH PEMUKIMAN DI BANTARAN
SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA
Sulit untuk tidak menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersalah lantaran
memberikan izin membangun di bantaran Ciliwung. Warga penghuni bantaran Ciliwung
tak sedikit yang punya ide dan memiliki izin mendirikan bangunan. Rumah mereka pun
teraliri listrik PLN. Mereka juga rutin membayar berbagai iuran daerah.
Dalam tataran mikro, sudah ada Perda Kota Bogor No 8/2003 yang melarang
keberadaan hunian di bantaran Ciliwung. Pemerintah sebenarnya berhak membongkar
bangunan. Namun, penertiban urung antara lain karena terbentur kondisi hunian yang
sudah ada sejak lama dan pemukim merasa legal.
Penyebab
Banyaknya permukiman di Sempadan Sungai Bengawan Solo dikarenakan
adanya himpitan ekonomi, dan kurangnya lahan yang akan dihuni oleh penduduk yang
berkembang pesat. Banyak terdapat bahaya jika bermukim di sempadan Sungai
Bengawan Solo yaitu meliputi banjir, longsor, pencemaran sungai karena pembuangan
sampah, pencemaran sungai karena air limbah bekas penduduk sekitar dan dapat
mengakibatkan rusaknya sistem drainase. Permasalahan utama yang dihadapi oleh
permukiman pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo adalah banjir. Pada tahun 2007
terjadi banjir bandang besar pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang hampir
menggenangi seluruh wilayah Kecamatan Bojonegoro. Banjir pada akhir tahun 2007
merupakan banjir terbesar setelah tahun 1966, terdapat 15 dari 27 kecamatan di
Bojonegoro yang tergenang banjir selama 10 hari dengan ketinggian diatas 1,5 meter.
Adanya permukiman di Sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan
Bojonegoro, dikarenakan pesatnya pertumbuhan penduduk yang menyebabkan
permintaan terhadap permukiman semakin besar. Inilah yang menyebabkan tumbuhnya
permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Saat ini di
sepanjang Sungai Bengawan Solo tepatnya di Kecamatan Bojonegoro terdapat kurang
lebih 1300 bangunan yang menempati daerah sempadan sungai dengan jarak dari bibir
sungai sampai tanggul kurang lebih 0-20 meter.
Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak kurang lebih 1-5 meter dari bibir
sungai dan menjadi daerah rawan banjir setiap tahunnya. Permukiman liar itu dibiarkan
berdiri kokoh di bantaran sungai bengawan solo dan pemerintahpun tidak bertindak
tegas padahal telah adanya Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 26 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-
2031 pada pasal 22 ayat (1) dan (2) yang membahas tentang penetapan kawasan
sempadan sungai, berbunyi:
1. Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c,
terdiri atas :
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sekitar waduk;
c. kawasan sekitar embung;
d. Kawasan sempadan jaringan irigasi; dan
e. kawasan sempadan sumber mata air.
2. Penetapan kawasan sempadan sungai, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima)
meter dari kaki tanggul sebelah luar;
b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasa
permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai;
dan
c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.
Akibat
Terdapat 15 (lima belas) kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang berada di
sepanjang tepian Sungai Bengawan Solo yang selalu menjadi langganan banjir luapan
dari Sungai Bengawan Solo. Bencana alam selanjutnya adalah bencana tanah longsor
yang terjadi akibat meluapnya aliran sungai dan terjadinya illegal loging yang
menyebabkan terjadinya longsor di sekitar daerah tersebut, terjadi di 13 Kecamatan dan
22 desa seluruh Kabupaten Bojonegoro. Sehingga sangat bahaya jika mendirikan
bangunan, rumah, toko di dekat aliran Sempadan Sungai Bengawan Solo di Kabupaten
Bojonegoro karena jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro juga berpotensi terjadinya
longsor.
Sanksi Hukum
Pasal 157, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di
tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 140, dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 140 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, yang dimaksud, yaitu:
Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang
berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.
Disini yang harus bertindak tegas dalam penegakan sanksi pidana terhadap
perumahan dan permukiman yang berada di Sempadan Sungai Bengawan Solo adalah
aparat penegak hukum yaitu polisi, dan pamong praja serta harus adanya kordinasi
dengan pemerintah daerah di Kabupaten Bojonegoro. Dengan begitu maka akan dapat
merealisasikan penegakan sanksi pidana terhadap perumahan dan permukiman yang
berada di Sempadan Sungai Bengawan Solo di Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten
Bojonegoro. Dalam kenyataanya pemerintah daerah di Kabupaten Bojonegoro tidak
pernah ada koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membahas masalah
perumahan dan permukiman yang berada di Sempadan Sungai Bojonegoro yang setiap
tahunnya jika musim penghujan datang air sungai akan meluap ke arah permukiman
warga di sekitar Sempadan Sungai Bengawan Solo.
Polisi sebagai aparatur penegak hukum dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, mempunyai Tugas Pokok
yaitu sebagai berikut:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
Bahwa dalam kasus yang terjadi disini perumahan dan permukiman yang berada
di Sempadan Sungai Bengawan Solo bukan termasuk delik aduan artinya delik aduan
terjadi apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak
pidana. Polisi di sini mengatakan bahwa penegakan hukum dalam suatu kasus yang
bukan merupakan delik aduan seperti diatas, dapat dilakukan tindakan penegakan
hukum secara preventif berarti berupa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan,
kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa kongkrit yang
menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Kasus ini juga
menyangkut pada lingkungan sekitar yang telah merusak fungsi tata guna lahan dan juga
dapat dikenai dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup.
Dengan banyaknya kawasan kumuh dan secara hukum tidak memiliki kekuatan
dan kepastian dalam bermukim maka untuk perijinan mendirikan bangunan rumah
tinggal tidak sesuai dengan persyaratan perijinan yang benar dan legal. Dasar hukum
untuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Bojonegoro yaitu Peraturan Daerah
Kabupaten Bojonegoro Nomor 16 Tahun 2011 tentang Restribusi Perijinan Tertentu dan
Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 19 Tahun 2010 tentang Persyaratan Perijinan dan
Waktu Pelayanan Perijinan. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk rumah tinggal harus
melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk memberikan
rekomendasi mengenai tata ruang, Badan Lingkungan Hidup untuk memberikan
rekomendasi pengelolaan lingkungan, setelah itu baru melalui Badan Perijinan. Jika
sudah terpenuhi semua maka baru Badan Perijinan memberikan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB).
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/search?dcr=0&source=hp&ei=cRsSWs6hCMjs0gSiyI_QDA&q=Hukum+t
entang+membuat+bangunan+di+bantaran+sungai&oq=Hukum+tentang+membuat+bangunan+di
+bantaran+sungai&gs_l=psy-
ab.3...93315.111544.0.112106.58.38.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1.1.64.psy-
ab..58.0.0.0...0.DIbopKCEAtA
https://www.slideshare.net/HerLianaSidabutar/kegagalan-dalam-konstruksi-bangunan-gedung
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/24/09450113/jangan.langgar.gsb