Anda di halaman 1dari 16

HUKUM PRANATA BANGUNAN

Kasus - Kasus di Indonesia

NADYA TITANIA ALPHINA WEKOILA


E1B1160

UNIVERSITAS HALU OLEO


FAKULTAS TEKNIK
S1 ARSITEKTUR
KENDARI
2017
KASUS PROYEK ABADI PERBAIKAN
JALUR PANTURA PULAU JAWA

Jalur Pantura merupakan urat nadi perekonomian nasional terpenting dan


paling sibuk di seluruh negeri. Siang maupun malam jalur jalan ini nyaris tak pernah
tidur. Berbagai moda angkutan darat selalu menyemut melintasi jalur ini.
Latar Belakang Permasalahan
Proyek perbaikan Jalur Pantura Pulau Jawa sepanjang 1300 KM, mulai dari Anyer
sampai Banyuwangi sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Indonesia.
Tiap tahun pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari Rp 1 triliun untuk perbaikan
jalan di jalur Pantai Utara (Pantura) Jawa, Namun, yang terjadi saat ini, pembangunan
jalur Pantura hanya dilakukan dengan penambalan aspal secara terus menerus.

Penyebab Mudah Rusaknya Jalan Pantura


Dari segi kontruksi (menurut Boyamin;MAKI) disebutkan, bahwa proyek tersebut
adalah proyek Swakelola perbaikan jalan yang bersifat rutin. Kem-PU diduga mengurangi
volume aspal kepada supplier asphalt mixing plant (AMP). Sehingga sepanjang 1300 Km
jalur Pantura selalu mengalami kerusakan dan perbaikan. Kerusakan Pantura terjadi
akibat volume kendaraan yang melintas melebihi kapasitas semestinya Dari segi
kontruksi dan juga segi penggunaan.
Dari segi pengawasan, ketidak tegasan pihak-pihak yang berwenang dalam
pengawasan proyek tersebut, dalam memantau pelaksanaannya sehingga banyak
oknum-oknum yang memanfaatkan/meraih keuntungan dari kegiatan proyek tersebut
dan tonase kendaraan yang melewati jalan melebihi kemampuan jalan tersebut.

Dampak Akibat
Rusaknya jalur Pantura menyumbang tingginya angka kecelakaan dan korban
tewas di jalan. Melambungnya harga pangan akibat buruknya jaringan distribusi seperti
yang terjadi beberapa waktu terakhir ini akan memicu naiknya angka inflasi dan
menggerus daya beli masyarakat.
BAB I PASAL 1 AYAT (6) DAN (11) UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI NOMOR 18
TAHUN 1999 Ayat 6 kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah
diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi
baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang
sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.
BAB I PASAL 1 AYAT (6) DAN (11) UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI NOMOR 18
TAHUN 1999 Ayat 11 Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan
atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa
konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal Pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.

Analisa Permaasalahan
Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab
pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi berlaku dari awal sampai serah
terima akhir. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang
menjadi tanggung jawab penyedia jasa. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri
dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.
Kesalahan dalam pelaksanaan Kesalahan dalam pengawasan Kontraktor/pekerja
yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis membiarkan pelaksana bekerja
menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas.
Analisa Hukum
Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau
pidana atas pelanggaran Undang-undang ini dapat berupa peringatan tertulis sampai
sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi Bab X pasal 41 UUJK Bab X pasal 42 UUJK.
Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau
kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan
denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. Barang siapa yang
melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai
dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan
pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima)
tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai
kontrak. Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi
dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan
konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan
timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana
paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh
per seratus) dari nilai kontrak.

Sanksi Hukum
Tanggung jawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan
dalam pasal 26 ayat 1 dan 2. Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab
X pasal 41, 42 dan 43 UUJK dikenakan dua dugaan pidana yaitu pelanggaran pasal
pelanggaran pasal 359 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya
orang lain, pasal 360 KUHP mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain luka-luka,

Solusi Yang Dapat Digunakan


Jalur ganda kereta api efektif untuk mengurangi beban jalan pantura yang sudah
terlalu berat. Di wilayah daerah operasional Cirebon, PT KAI secara resmi akan
menggunakan jalur itu per Juni 2014. Jika dimanfaatkan secara optimal, penggunaan
jalur KA itu akan bisa mengurangi beban jalan raya hingga 40 persen. Kementerian PU
dapat berperan dalam memberikan solusi bagi permasalahan proyek abadi ini degan
menerapkan Performance Based Maintenance Contracting.
Sebagai solusi dari kelebihan tonase, Kementerian Perhubungan dapat
melakukan pengalihan beban berat yang lebih dari 10 ton ke lintas laut. Tentunya
alternatif-alternatif tersebut harus dilengkapi dengan ketegasan KPK dan pihak
berwenang lainnya untuk segera menyelediki dugaan korupsi di Jalur Pantura ini. Butuh
ketegasan dan kepastian hukum. Di samping untuk menyelamatkan uang negara, hal ini
dapat memicu optimisme bersaing secara sehat dalam usaha. Serta tentu saja, kita pada
akhirnya akan dapat mengucapkan selamat tinggal kepada Proyek Abadi Perbaikan Jalur
PanturaPulauJawa.
KASUS RUNTUHNYA PENAMBAHAN BANGUNAN
PADA GROSIR TANAH ABANG

Suatu kontrak konstruksi yang telah memenuhi syarat syarat yang sah dan asas-
asas suatu kontrak, tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kegagalan bangunan
(Building Failure). Dalam pekerjaan konstruksi bangunan sering ditemukannya kegagalan
bangunan yang dapat diakibatkan oleh pihak penyedia jasa atau pengguna jasa. Semua
pekerjaan konstruksi melakukan pergerakannya sesuai dengan tahapan (siklus)
kegiatannya yaitu diawali dengan perencanaan, sifat bahan bangunan yang digunakan,
pengujian bahan dan bangunan/konstruksi, pelaksanaan dan pengawasan serta
pemeliharan bangunan. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dilakukan secara bertahap
agar memperoleh hasil yang baik dan memuaskan. Tahap-tahap tersebut harus
dilakukan dengan baik, jika pada salah satu tahap terjadi kegagalan maka akan
mempengaruhi kegiatan yang lainnya serta harus mengikuti ketentuan atau standar
yang berlaku.
Kegagalan bangunan dapat disebabkan oleh faktor kesalahan manusia itu
sendiri. Kesalahan manusia itu dapat diakibatkan dari ketidaktahuan,kesalahan kinerja
(kecerobohan dan kelalaian) dan keserakahan. Ketidaktahuan dapat diakibatkan dari
kurangnya pelatihan, pendidikan dan pengalaman. Kesalahan kinerja ( kecerobohan dan
kelalaian) termasuk salahnya dalam perhitungan dan tidak terperinci, tidak benar dalam
membaca gambar dan spesifikasi dan cacat konstruksi. Walaupun demikian, konsultan
tersebut harus merencanakan segala sesuatunya dengan baik, sehingga mendapatkan
hasil yang maksimal juga.
Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserah-terimakan
oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau
secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam
kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat
kesalahan penyedia dan/atau pengguna jasa. kegagalan konstruksi adalah keadaan hasil
pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana
disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai
akibat dari kesalahan dari pengguna jasa atau penyedia jasa.
Berdasarkan UU Kegagalan Bangunan terbagi atas beberapa definisi di :
1. UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
2. Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Jasa Konstruksi
3. HAKI pada tahun 2001 mencoba mengkaitkan dengan UU-RI No.18 Tahun 1999
4. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK)

Latar Belakang
Kasus di bidang konstruksi sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang
disebabkan baik oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa. Salah satu contoh
malpraktek konstruksi adalah robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro
Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 Desember 2009 yang lalu. Robohnya
bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang sangat mungkin disebut sebagai
malpraktek konstruksi. Walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah
disebut sebagai malpraktek. Kesalahan-kesalahan di bidang konstruksi yang dilakukan
oleh orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain
menurut penulis dapat disebut sebagai malpraktek konstruksi. Dalam kasus Metro
Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka dan meninggal
dunia.

Penyebab
Penyebab runtuhnya berdasarkan informasi yang didapat, runtuhnya gedung tambahan
grosir metro tanah abang disebabkan beberapa kesalahan seperti dibawah ini : 1.
1. Kesalahan Perencanaan
2. Kesalahan Pelaksanaan
3. Kesalahan Pengawasan

Akibat
Akibat yang timbul berdasarkan informasi yang didapat adalah sebagai berikut:
1. Terdapat korban meninggal sebanyak 4 orang
2. Terdapat korban luka luka sebanyak 14 orang
3. Bertambahnya biaya dan waktu untuk konstruksi

Sanksi Hukum
Sanksi hukum yang diberikan adalah sebagai berikut:
1. Tanggung jawab penyedia jasa dalam uujk nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam
pasal 26 ayat 1 dan 2.
2. Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43
UUJK.
3. Dikenakan dua dugaan pidana yaitu pelanggaran pasal pelanggaran pasal 359 KUHP
mengenai kelalaian yang mengakibatkan meninggalnya orang lain, pasal 360 KUHP
mengenai kelalaian yang mengakibatkan orang lain lukaluka, serta pelanggaran UU
nomor 28 tahun 2002 mengenai bangunan dan gedung.
KASUS BANGUNAN PERKANTORAN DI KABUPATEN PULANG PISAU
MELANGGAR GARIS SEMPADAN BANGUNAN (GSB)

GSB dibuat agar setiap orang tidak semaunya dalam membangun. Selain itu GSB
juga berfungsi agar tercipta lingkungan pemukiman yang aman dan rapi. Membangun
sebuah rumah ibarat kita menyeberang jalan. Harus melihat kiri dan kanan agar selamat.
Demikian juga dalam membangun rumah, banyak aspek kiri-kanan yang perlu
diperhatikan agar calon penghuni selamat.
Aspek kiri-kanan itu berupa persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang sesuai dengan fungsi rumah. Segala persyaratan itu tertuang di dalam aturan
tentang tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah. Banyaknya
persyaratan yang harus dipenuhi, terkadang membuat orang mengabaikan aturan
tersebut termasuk juga aturan mengenai GSB (Garis Sempadan Bangunan).
Dalam penerapannya, masih banyak bangunan di Kabupaten Pulang Pisau
(Pulpis) yang ditengarai masih melanggar Garis Sempadan Bangunan (GSB). Hal itu
disampaikan Anggota DPRD Pulpis, Tendean Indra Bela saat ditemui Borneonews.

Pasal 13 Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung


menyebutkan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai persyaratan jarak bebas
bangunan yang meliputi GSB dan jarak antargedung. Selain itu dalam membangun
rumah, juga harus sudah mendapat standarisasi dari pemerintah yang tercantum di
dalam SNI No. 03-1728-1989. Standar ini mengatur bahwa dalam setiap mendirikan
bangunan harus memenuhi persyaratan lingkungan bangunan, di antaranya larangan
untuk membangun di luar GSB.
Menurut penjelasan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441 Tahun 1998
tentang Pesyaratan Teknis Bangunan Gedung, GSB dari samping dan belakang bangunan
juga harus mendapatkan perhatian. Ada beberapa hal persyaratan untuk memenuhi GSB
dari samping dan belakang bangunan. Persyaratan itu adalah:
a. Bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan
b. Struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya 10
cm ke arah dalam dari batas bangunan
c. Untuk perbaikan atau renovasi bangunan yang semula menggunakan bangunan
dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya, disyaratkan untuk
membuat dinding batas tersendiri di samping dinding batas terdahulu.
d. Pada bangunan rumah tinggal rapat, tidak terdapat jarak bebas samping,
sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari besarnya
garis sempadan muka bangunan

Dalam penataan kota, banyak yang harus dilakukan Pemkab Pulang Pisau, selain
meningkatkan infrastruktur dan sarana penunjang untuk estetika (keindahan), masalah
izin mendirikan bangunan merupakan salah satu mekanisme yang harus dilakukan
pemerintah daerah. Namun, hingga saat ini, Pemkab Pulpis dinilai masih belum
konsisten menerapkan peraturan terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pasalnya, IMB
tidak bakal bisa diterapkan tanpa melakukan penyesuaian dengan kondisi yang sudah
ada saat ini.

Sejumlah bangunan pemerintah daerah sendiri melanggar GSB (Garis Sempadan


Bangunan) yang ada. Padahal, syarat dalam pembuatan IMB, bangunan yang ada harus
patuh dan mengikuti GSB yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, Pemkab Pulpis
terkesan tidak tegas dan belum bisa memberikan contoh yang baik dalam menata
bangunan. Padahal, sistem penataan bangunan itu berdasarkan peraturan yang dibuat
Pemkab Pulpis sendiri. Salah satu contoh bangunan perkantoran yang melanggar GSB
adalah kantor Sekretariat DPRD di Jalan Tingang Menteng dan Kantor Bupati.

Sanksi Pelanggaran
Setiap aturan pasti mempunyai sanksi jika ada yang melanggarnya. Demikian
pula dengan peraturan tentang GSB. Menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung, Sanksi administratif akan dikenakan kepada setiap pemilik
bangunan. Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan
pembangunan, penghentian sementara atau tetap pekerjaan pelaksanaan, pencabutan
izin yang telah dikeluarkan dan perintah pembongkaran bangunan.
Selain itu jika ketahuan membangun bangunan yang melebihi GSB, maka juga
akan dikenakan sanksi yang lain. Sanksinya berupa denda paling banyak 10% (sepuluh
persen) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.
KASUS WILAYAH PEMUKIMAN DI BANTARAN
SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA

Sulit untuk tidak menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersalah lantaran
memberikan izin membangun di bantaran Ciliwung. Warga penghuni bantaran Ciliwung
tak sedikit yang punya ide dan memiliki izin mendirikan bangunan. Rumah mereka pun
teraliri listrik PLN. Mereka juga rutin membayar berbagai iuran daerah.

Ketua Ciliwung Institute Sudirman Asun dan Koordinator Komunitas Peduli


Ciliwung Bogor Een Irawan Putra, Jumat (31/1/2014), mengatakan, pemerintah harus
mengakui sudah membiarkan, bahkan melanggar aturan, sehingga Ciliwung hancur
sampai memicu bencana.

Bukti pemerintah membiarkan dan melanggar aturan bisa dilihat dari


keberadaan permukiman dan bangunan komersial di bantaran Ciliwung dari hulu ke
hilir. Padahal, perlindungan sempadan Ciliwung dari bangunan sudah ada sejak
Indonesia belum merdeka. Waktu itu, masyarakat mengenal istilah tanah pengairan atau
bantaran terlarang untuk bangunan fisik.

Sesudah Indonesia merdeka, terbitlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974


tentang Pengairan dan Peraturan Pemerintah No 25/1991 tentang Sungai, yang
mengatur perlindungan terhadap bantaran. UU No 11/1974 tentang Pengairan lalu
digantikan dengan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air. PP No 25/1991 tentang
Sungai digantikan PP No 38/2011 tentang Sungai. Aturan lama dan baru menegaskan,
10-20 meter dari bibir sungai atau sempadan dilarang untuk dibangun. Sungai, termasuk
sempadan, adalah milik negara.

Masalahnya, sesudah aturan ditetapkan, penyerobotan bantaran terus terjadi.


Pemerintah membiarkan tanah negara diserobot, bahkan dimiliki secara pribadi. Tak
sedikit warga yang memegang sertifikat hak milik (SHM) atas sepetak tanah di bantaran
yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Kondisi diperparah dengan
pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) kepada pemegang sertifikat tanah bantaran.

Terdapat pengembang di Depok dan Bogor yang diadukan karena membangun


di sempadan Ciliwung. Di Depok, salah satunya dapat ditemukan di kawasan Gunung
Pasir. Sebuah pengembang tengah membangun perumahan mewah tepat di bibir
Ciliwung. Pengembang itu bahkan telah membangun turap setinggi 5 meter. Namun,
turap itu longsor karena tak mampu menahan tanah yang terkikis hujan dan derasnya
arus sungai. Pengembang tidak akan berani membangun jika tidak memegang SHM dan
IMB. Yang menerbitkan SHM dan IMB tentu adalah lembaga pemerintah. Kerusakan
Ciliwung berakar dari pemerintah yang melanggar aturannya sendiri, membiarkan
masyarakat menyerobot dan merusak, serta tidak mau menegakkan aturan.

Dalam tataran mikro, sudah ada Perda Kota Bogor No 8/2003 yang melarang
keberadaan hunian di bantaran Ciliwung. Pemerintah sebenarnya berhak membongkar
bangunan. Namun, penertiban urung antara lain karena terbentur kondisi hunian yang
sudah ada sejak lama dan pemukim merasa legal.

Di Kota Bogor, deretan rumah memenuhi pinggiran Ciliwung di Katulampa,


Sukasari, Baranangsiang, Pulogeulis, Babakanpasar, Sempur, Bantarjati, dan
Kedunghalang. Di Katulampa, ada setidaknya 90 rumah di bantaran yang dihuni 110
keluarga. Di Babakanpasar ada sedikitnya 320 rumah di bantaran yang dihuni 360
keluarga. Inilah contoh fakta praktik perampasan sungai yang masif.
KASUS PERUMAHAN DAN PEMUKIMAN YANG BERADA DI SEMPADAN
SUNGAI BENGAWAN SOLO

Keberadaan perumahan dan permukiman yang berada di Sempadan Sungai


Bengawan Solo yang rawan berpotensi bencana mengakibatkan rumah penduduk selalu
direndam banjir jika turun hujan dan debit air sungai naik. Tidak terlepas dari bencana
alam saja larangan mendirikan bangunan juga di atur dalam pasal 157 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Batasan masalah
yang dikaji adalah penegakan sanksi pidana dan kendala penegakan sanksi pidana
terhadap perumahan dan permukiman yang berada di Sempadan Sungai Bengawan Solo
Kabupaten Bojonegoro yang berpotensi menimbulkan bencana.

Penyebab
Banyaknya permukiman di Sempadan Sungai Bengawan Solo dikarenakan
adanya himpitan ekonomi, dan kurangnya lahan yang akan dihuni oleh penduduk yang
berkembang pesat. Banyak terdapat bahaya jika bermukim di sempadan Sungai
Bengawan Solo yaitu meliputi banjir, longsor, pencemaran sungai karena pembuangan
sampah, pencemaran sungai karena air limbah bekas penduduk sekitar dan dapat
mengakibatkan rusaknya sistem drainase. Permasalahan utama yang dihadapi oleh
permukiman pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo adalah banjir. Pada tahun 2007
terjadi banjir bandang besar pada daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang hampir
menggenangi seluruh wilayah Kecamatan Bojonegoro. Banjir pada akhir tahun 2007
merupakan banjir terbesar setelah tahun 1966, terdapat 15 dari 27 kecamatan di
Bojonegoro yang tergenang banjir selama 10 hari dengan ketinggian diatas 1,5 meter.
Adanya permukiman di Sempadan Sungai Bengawan Solo Kecamatan
Bojonegoro, dikarenakan pesatnya pertumbuhan penduduk yang menyebabkan
permintaan terhadap permukiman semakin besar. Inilah yang menyebabkan tumbuhnya
permukiman di bantaran Sungai Bengawan Solo Kecamatan Bojonegoro. Saat ini di
sepanjang Sungai Bengawan Solo tepatnya di Kecamatan Bojonegoro terdapat kurang
lebih 1300 bangunan yang menempati daerah sempadan sungai dengan jarak dari bibir
sungai sampai tanggul kurang lebih 0-20 meter.
Daerah permukiman yang hanya memiliki jarak kurang lebih 1-5 meter dari bibir
sungai dan menjadi daerah rawan banjir setiap tahunnya. Permukiman liar itu dibiarkan
berdiri kokoh di bantaran sungai bengawan solo dan pemerintahpun tidak bertindak
tegas padahal telah adanya Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro Nomor 26 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-
2031 pada pasal 22 ayat (1) dan (2) yang membahas tentang penetapan kawasan
sempadan sungai, berbunyi:
1. Kawasan Perlindungan Setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c,
terdiri atas :
a. kawasan sempadan sungai;
b. kawasan sekitar waduk;
c. kawasan sekitar embung;
d. Kawasan sempadan jaringan irigasi; dan
e. kawasan sempadan sumber mata air.
2. Penetapan kawasan sempadan sungai, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
meliputi:
a. daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima)
meter dari kaki tanggul sebelah luar;
b. daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasa
permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai;
dan
c. daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan
permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.

Pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan


Permukiman, juga mengatur tentang standar kriteria perumahan dan permukiman, serta
diatur pula ketentuan pidananya, yaitu:
Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di
tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 140, dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
telah disebutkan pada pasal 5 ayat 2, yaitu:
Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan
kawasan budi daya
Pada penjelasan pasal diatas disebutkan yang dimaksud kawasan perlindungan
adalah kawasan sempadan sungai. Pada hal ini sempadan sungai yang dimaksud disini
oleh peneliti adalah Sempadan Sungai Bengawan Solo yang berada di Kabupaten
Bojonegoro. Hal ini jelas melanggar tentang penataan ruang, rumah yang seharusnya
berada pada zona aman, tetapi malah berada pada zona yang rawan bencana.
Bila melanggar ketentuan yang di terapkan dalam pasal-pasal tersebut, maka
akan didikenakan sanksi sesuai dengan ketentuannya. Jika memang terjadi kesalahan
ada permukiman yang berdiri di bantaran sungai bengawan solo maka harus di
tertibkan dan ditegakan, dengan kata lain menerapkan sanksi pada Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, peraturan
penggunaan ancaman sanksi pidana diatur pada pasal 157. Penegakan sanksi pidana
pada pasal 157 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman ini perlu diterapkan terhadap perumahan dan permukiman yang berada di
Sempadan Sungai Bengawan Solo karena memang jelas telah melanggar ketentuan yang
berada di dalam undangundang tersebut. Pada hal ini sudah adanya peraturan yang
mengatur di dalam undang-undang tetapi pada kenyataannya belum diterpakan sanksi
terhadap perumahan dan permukiman yang berada di sempadan sungai bengawan solo.
Untuk itu penulis akan meneliti tentang Penegakan Sanksi Pidana Terhadap Perumahan
dan Permukiman Yang Berada di Sempadan Sungai Bengawan Solo, yang perlu adanya
penegakan dan penertiban.

Akibat
Terdapat 15 (lima belas) kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang berada di
sepanjang tepian Sungai Bengawan Solo yang selalu menjadi langganan banjir luapan
dari Sungai Bengawan Solo. Bencana alam selanjutnya adalah bencana tanah longsor
yang terjadi akibat meluapnya aliran sungai dan terjadinya illegal loging yang
menyebabkan terjadinya longsor di sekitar daerah tersebut, terjadi di 13 Kecamatan dan
22 desa seluruh Kabupaten Bojonegoro. Sehingga sangat bahaya jika mendirikan
bangunan, rumah, toko di dekat aliran Sempadan Sungai Bengawan Solo di Kabupaten
Bojonegoro karena jenis tanah di Kabupaten Bojonegoro juga berpotensi terjadinya
longsor.

Sanksi Hukum
Pasal 157, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja membangun perumahan dan/atau permukiman di
tempat yang berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 140, dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 140 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, yang dimaksud, yaitu:
Setiap orang dilarang membangun, perumahan, dan/atau permukiman di tempat yang
berpotensi dapat menimbulkan bahaya bagi barang ataupun orang.
Disini yang harus bertindak tegas dalam penegakan sanksi pidana terhadap
perumahan dan permukiman yang berada di Sempadan Sungai Bengawan Solo adalah
aparat penegak hukum yaitu polisi, dan pamong praja serta harus adanya kordinasi
dengan pemerintah daerah di Kabupaten Bojonegoro. Dengan begitu maka akan dapat
merealisasikan penegakan sanksi pidana terhadap perumahan dan permukiman yang
berada di Sempadan Sungai Bengawan Solo di Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten
Bojonegoro. Dalam kenyataanya pemerintah daerah di Kabupaten Bojonegoro tidak
pernah ada koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membahas masalah
perumahan dan permukiman yang berada di Sempadan Sungai Bojonegoro yang setiap
tahunnya jika musim penghujan datang air sungai akan meluap ke arah permukiman
warga di sekitar Sempadan Sungai Bengawan Solo.
Polisi sebagai aparatur penegak hukum dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, mempunyai Tugas Pokok
yaitu sebagai berikut:
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat
b. Menegakan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
Bahwa dalam kasus yang terjadi disini perumahan dan permukiman yang berada
di Sempadan Sungai Bengawan Solo bukan termasuk delik aduan artinya delik aduan
terjadi apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak
pidana. Polisi di sini mengatakan bahwa penegakan hukum dalam suatu kasus yang
bukan merupakan delik aduan seperti diatas, dapat dilakukan tindakan penegakan
hukum secara preventif berarti berupa pengawasan aktif dilakukan terhadap kepatuhan,
kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa kongkrit yang
menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar. Kasus ini juga
menyangkut pada lingkungan sekitar yang telah merusak fungsi tata guna lahan dan juga
dapat dikenai dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan hidup, pada pasal 54 ayat (1) dan (2), yaitu:
1. Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup.
2. Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tahapan:
a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar;
b. remediasi;
c. rehabilitasi;
d. restorasi;dan/atau
e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Dengan banyaknya kawasan kumuh dan secara hukum tidak memiliki kekuatan
dan kepastian dalam bermukim maka untuk perijinan mendirikan bangunan rumah
tinggal tidak sesuai dengan persyaratan perijinan yang benar dan legal. Dasar hukum
untuk Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) di Kabupaten Bojonegoro yaitu Peraturan Daerah
Kabupaten Bojonegoro Nomor 16 Tahun 2011 tentang Restribusi Perijinan Tertentu dan
Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 19 Tahun 2010 tentang Persyaratan Perijinan dan
Waktu Pelayanan Perijinan. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk rumah tinggal harus
melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk memberikan
rekomendasi mengenai tata ruang, Badan Lingkungan Hidup untuk memberikan
rekomendasi pengelolaan lingkungan, setelah itu baru melalui Badan Perijinan. Jika
sudah terpenuhi semua maka baru Badan Perijinan memberikan Ijin Mendirikan
Bangunan (IMB).
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/search?dcr=0&source=hp&ei=cRsSWs6hCMjs0gSiyI_QDA&q=Hukum+t
entang+membuat+bangunan+di+bantaran+sungai&oq=Hukum+tentang+membuat+bangunan+di
+bantaran+sungai&gs_l=psy-
ab.3...93315.111544.0.112106.58.38.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1.1.64.psy-
ab..58.0.0.0...0.DIbopKCEAtA
https://www.slideshare.net/HerLianaSidabutar/kegagalan-dalam-konstruksi-bangunan-gedung
http://nasional.kompas.com/read/2008/07/24/09450113/jangan.langgar.gsb

Anda mungkin juga menyukai