Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL HYBRID HOUSE OF JAVA AND TORAJA

I.

LATAR BELAKANG
Globalisasi membawa pengaruh pada semua aspek kehidupan
termasuk aspek kebudayaan. Indonesia memiliki beragam kebudayaan
yang tersebar dari

ke Timur, dari Sabang hingga Merauke. Semua

budayanya adalah nilai turun temurun warisan nenek moyang, akan


tetapi sekarang mulai tergeser karena hadirnya budaya baru yang
dibawa oleh globalisasi. Globalisasi seakan menuntut seluruh manusia
untuk mengkiblatkan diri pada acuan yang sama, yaitu gaya hidup masa
kini. Kehidupan manusia menjadi homogen dan bercermin pada apa
yang sekarang dianggap modern. Sayangnya, modern yang dimaksud
bukan berasal dari budaya sendiri, tapi justru berasal dari negara luar
yang jelas memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan milik sendiri.
Begitu pula yang terjadi di dunia arsitektur bangsa ini. Modernisasi
dan globalisasi memang membawa dampak baik, yaitu dalam hal
pemakaian teknologi dan bahan bangunan, akan tetapi ada hal lain yang
menjadi perhatian. Bangsa Indonesia kini mulai keluar jauh dari identitas
diri miliknya. Bangunan-bangunan yang berdiri atau bahkan yang masih
dalam rancangan, hampir semuanya berkiblat pada gaya arsitektur
global. Gedung pencakar langit, bentuk-bentuk kotak, dinding kaca, atau
ornamen-ornamen rumit yang menghias fasade bangunan khas kerajaan
bangsa Eropa adalah fenomena-fenomena kean yang terjadi di
Indonesia. Sedikit dan nyaris tidak ada sama sekali dijumpai bangunan
yang masih memperlihatkan identitas bangsa.
Sama halnya dengan fashion, arsitektur pun berkembang
mengikuti apa yang sedang menjadi tren. Arsitektur Nusantara dianggap
kuno oleh masyarakat karena tidak ada perkembangannya. Posisinya
pun digantikan oleh arsitektur yang identik dengan kemasakinian. Maka
seperti desainer pakaian, para arsitek Indonesia dituntut untuk memiliki
pola pikir yang dapat menggali pengetahuan dan menerapkannya ke

dalam bentuk bangunan sehingga arsitektur Nusantara tidak hanya


lestari, namun juga mengalami perkembangan (Prijotomo, 2008).
Ciri fisik, makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal,
potensi alam, dan ornamen-ornamen tradisional tercermin dalam
arsitektur Nusantara. Semua hal tadi membuat arsitektur Nusantara
menjadi kaya, serta mungkin yang paling kaya di dunia. Di sisi lain, juga
dapat menjadi sumber eksplorasi untuk perkembangan ke depannya.
Oleh karena itu, penulis mengangkat permasalahan ini menjadi topik
pembahasan makalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar
menempatkan kembali arsitektur Nusantara sebagai arah arsitektur
bangsa sehingga selanjutnya, arsitektur Nusantara dapat kembali lagi
menjadi identitas diri Indonesia.
Arsitektur Modern dapat dianggap sebagai suatu debat atau
argumen

terhadap

mencerminkan

peran

banyak

arsitektur

pandangan

klasik.

Arsitektur

Klasik

seperti moral atauekstravagan,

imperialisasi atau republik, bahkan intelektualitas atau militerisme. Tanpa


disadari oleh beberapa Arsitek, ada beberapa karya arsitek yang
mengaku sebagai hasil cipta klasik tapi mempunyai ciri modern, dan
sebaliknya ada juga karya arsitek yang menyatakan sebagai karya
arsitektur bergaya modern tapi nyatanya malah bergaya klasik. Salah
satu pengaruh terpenting dan terbesar pada arsitektur modern ini adalah
gerakan Arts and Crafts, yang ditemukan pada pertengahan abad 18
oleh William Morris di Inggris. Morris mengkritik kualitas artistik yang
miskin akan hasil produksi mesin pada saat revolusi Industri. Meskipun
Morris tidak merancang bangunan, pengaruhnya memberi motivasi akan
kebebasan dan semangat bereksperimen yang mendapatkan peran
penting dalam arsitektur.

II.

MAKSUD DAN TUJUAN


Dalam rangka lomba mendesain rumah tinggal modern yang
menyerap konsep desain dan nilai-nilai/filosofi rumah tradisional
nusantara, maksud dan tujuan ialah :
1. Mampu mendesain Rumah tinggal modern yang menyerap
konsep tradisional
2. Agar Arsitektur Tradisional tidak menjadi kuno lagi, karena di
padukan dengan Arsitektur modern

III.

KEGIATAN
KAJIAN BANGUNAN TRADISIONAL
Konsep Arsitektur Tradisional Toraja
Rumah bagi masyarakat toraja yang lebih di kenal dengan
tongkonan, tidak sekedar tempat bernaung beristirahat dan makan
minum bersama keluarga tetapi lebih dari itu rumah merupakan tempat
untuk menyeimbangkan kehidupan fisik dan rohani, menyelaraskan
hubungan horisontal penguasa alam dan vertikal sesama manusia dan
alam lingkungan sekaligus tempat reuni mereka yang sesekali
mengadakan pertemuan antara keluarga di dalam satu marga karenanya
masyarakat tanah toraja didalam membangun rumah tradisional
mengacu pada kearifan budaya lokal (kosmologi) yang terdapat pada
empat konsep sebagai berikut:
1. Konsep pusar atau pusat rumah sebagai paduan antara kosmologi
dan simbolisme.
2. Dalam perspektif kosmologi, rumah merupakan mikrokosmos bagian
dari lingkungan makrokosmos.
3. Pusat rumah meraga sebagai perapian di tengah rumah, atau atap
menjulang menaungi ruang tengah rumah asap dan atap menyatu
dengan father sky.
4. Pusat rumah juga meraga sebagai tiang utama, seperti aqriri possi di
toraja, possi bola di bugis, pocci balla di makassar, tiang menyatu
dengan mother earth.

Pada masyarakat toraja dalam kehidupannya juga mengenal


filosofi aluq aqpa otoqna yaitu empat dasar pandangan hidup: kehidupan
manusia kehidupan leluhur to doloq kemuliaan tuhan adat dan
kebudayaan keempat filosofi ini menjadi dasar terbentuknya denah
rumah toraja empat persegi panjang dengan dibatasi dinding yang
melambangkan badan atau kekuasaan dalam kehidupan masyarakat
toraja lebih di percayai akan kekuatan sendiri, egocentrum. Hal ini yang
tercermin pada konsep arsitektur rumah mereka dengan ruang-ruang
agak tertutup dengan bukaan yang sempit. Selain itu konsep arsitektur
tradisional toraja banyak dipengaruhi dengan etos budaya simuane
tallang atau filosofi harmonisasi dua belahan bambu yang saling
terselungkup sebagaimana cara pemasangan belahan bambu pada atap
rumah adat dan lumbung. Harmonisasi didapati dalam konsep arsitektur
tongkonan yang menginteraksikan secara keseluruhan komponen
tongkonan seperti: rumah, lumbung, sawah, kombong, rante dan liang, di
dalam satu sistem kehidupan dan penghidupan orang toraja didalam
area tongkoan.
Tongkonan, rumah

adat

Toraja

adalah

merupakan

bangunan yang sangat besar artinya, karena peranannya yang sangat


penting bagi kehidupan masyarakat Toraja. Tongkonan dalam fungsinya
terbagi menjadi 4 macam tingkatan yaitu :
1. Tongkonan Layuk, kedudukannya sebagai rumah tempat membuat
peraturan adat istiadat.
2. Tongkonan Pokamberan/Pokaindoran, yaitu rumah adat yang
merupakan tempat melaksanakan aturan dan perintah adat dalam
suatu masalah daerah.
3. Tongkonan Batu Ariri, yaitu tongkonan yang tidak mempunyai
peranan dan fungsi sebagai tempat persatuan dan pembinaan
keluarga dari keturunan pertama tongkonan itu, serta tempat
pembinaan warisan, jadi mempunyai arti sebagai tiang batu keluarga.
4. Tongkonan Parapuan, fungsinya sama dengan Tongkonan Batu
Ariri tetapi tidak boleh diukir seperti tiga tongkonan diatas dan tidak
memakai Longa.

Konsep Arsitektur Jawa


Arsitektur Jawa, khususnya pada rumah tradisionalnya tidak
terlepas dari ketentuan istana (istana sentris) yang mengikuti arah
orientasi kosmologis Kraton Yogya selatan utara atau Laut Selatan
Gunung Merapi. Di dalam rumah tradisional dapat dilihat dari dua skala,
yaitu skala horizontal dan vertikal. Skala horizontal membicarakan
tentang

ruang

dan

pembagiannya,

sedangkan

skala

vertikal

membicarakan pembagian bangunan rumah yang terdiri dari lantai dasar


yang disebut kaki, tiang dan dinding yang disebut tubuh, dan bagian atas
yang disebut kepala.
GAMBAR DAN DISKRIPSI DESAIN

TAMPAK DEPAN
Pada Fasad terdapat 2 Bentuk arsitektur, yaitu arsitektur dari Toraja dan Jawa,
dan untuk modernnya terlihat dari penggunaan material Kusen dan batu alam,

TERAS DEPAN
Teras depan di lengkapi dengan kursi, yang fungsinya sebagai tempat
berkumpul, filosofi ini di gunakan oleh penduduk kampong Sulawesi selatan

TAMPAK KIRI BANGUNAN

Anda mungkin juga menyukai