Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Arsitektur tradisional merupakan salah satu bentuk kekayaan kebudayaan
bangsa Indonesia. Keragaman Arsitektur tradisional yang tersebar di bentang
kawasan Nusantara menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tiada habis-habisnya.
Arsitektur tradisional di setiap daerah menjadi lambang kekhasan budaya
masyarakat setempat. Sebagai suatu bentuk kebudayaan arsitektur tradisional
dihasilkan dari satu aturan atau kesepakatan yang tetap dipegang dan dipelihara
dari generasi ke generasi. Aturan tersebut akan tetap ditaati selama masih
dianggap dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat setempat.
Pada masa sekarang dimana modernisasi serta globalisasi demikian kuat
mempengaruhi peri kehidupan dan merubah kebudayaan masyarakat, Adalah
suatu kondisi alamiah bahwa suatu kebudayaan pasti akan mengalami perubahan
dari waktu ke waktu. Namun perubahan yang diinginkan adalah perubahan yang
tetap memelihara karakter inti dan menyesuaikannya dengan kondisi saat ini.
Sehingga tetap terjaga benang merah masa lalu, masa kini dan masa yang akan
datang.
Suku Tolaki adalah suku pendatang yang datang ke Kendari. Rombongan
pertama Suku Tolaki berasal dari Utara (sekitar Danau Matana dan Mahalona)
yang merupakan salah satu suku terbesar yang mendiami Sulawesi Tenggara.
Suku Tolaki merupakan salah satu suku yang memegang erat kebudayaan
tradisionalnya meskipun wujud fisik dari kebudayaan tersebut sudah mulai
tergerus oleh waktu. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa kita patut
melestarikannya dan memastikan bahwa kebudayaan tradisional Suku Tolaki tetap
bertahan dan eksis di tengah zaman yang terus bergolak.

1. 2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
diperoleh rumusan masalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan arsitektur tradisional?

1
2. Darimana Suku Tolaki berasal?
3. Apa saja unsur kebudayaan pada arsitektur tradisional suku tolaki?
4. Apa saja jenis-jenis bangunan arsitektur tradisiona Suku Tolaki?

1. 3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka diperoleh
tujuan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep arsitektur tradisional.
2. Untuk mengetahui asal-usul Suku Tolaki.
3. Untuk mengetahui kebudayaan pada arsitektur tradisional suku tolaki.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis bangunan arsitektur tradisiona Suku Tolaki?

2
BAB III
PEMBAHASAN

2. 1 Konsep Arsitektur Tradisisonal


Arsitektur sebagai produk kebudayaan akan mencerminkan peradaban
masyarakat setempat. Pada kebudayaan yang bertahan karena nilai-nilainya tetap
dipegang dan diturunkan antar generasi, akan tercermin pada tampilan arsitektur
lingkungan binaannya. Wujud fisik kebudayaannya dikenal sebagai arsitektur
tradisional. Arsitektur tradisional kerap dipadankan dengan Vernakular
Architecture, Indigenous, Tribal (Oliver dalam Martana, 2006), Arsitektur Rakyat,
Anonymus, Primitive, Local atau Folk Architecture (Papanek dalam Wiranto,
1999). Juga disebut sebagai Arsitektur Etnik (Tjahjono,1991).
Istilah-istilah tersebut diatas saling terkait dan pada penggambarannya sulit
dipisahkan satu sama lain. Beberapa persamaannya adalah karakter spesifik yang
merujuk pada budaya masyarakat, keterkaitan yang dalam dengan lingkungan
alam setempat (lokalitas), serta bersumber dari adat yang diturunkan antar
generasi dengan perubahan kecil.
Menurut Oliver (2006) arsitektur vernakular (dalam bahasan ini akan disebut
sebagai arsitektur tradisional) dibangun oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan khusus dalam pandangan hidup masing-masing masyarakat. Kebutuhan
khusus dari nilai-nilai yang bersifat lokal ini menimbulkan keragaman bentuk
antar daerah. Kekhasan dari masing-masing daerah tergantung dari respon dan
pemanfaatan lingkungan lokalnya yang mencerminkan hubungan erat manusia
dan lingkungannya (man & environment).
Jadi keragaman arsitektur tradisional mencerminkan besarnya variasi budaya
dalam luasnya spektrum hubungan masyarakat dan tempatnya. Karakter
kebudayaan dan konteks lingkungannya menjadi fokus bahasan arsitektur
tradisional. Nilai-nilai yang cocok dan dapat memenuhi kebutuhan dipertahankan
dan menjadi tradisi yang diturunkan dari ayah ke anak. Tradisi ini akan tetap
dipertahankan bila mempunyai makna, baik praktis maupun simbolis.

3
Arsitektur vernakular adalah arsitektur yang terbentuk dari proses yang
berangsur lama dan berulang-ulang sesuai dengan perilaku, kebiasaan, dan
kebudayaan di tempat asalnya. Vernakular, berasal darivernacullus yang berarti
lokal ataupribumi. Pembentukan arsitektur berangsur dengan sangat lama
sehingga sikap bentuknyaakan mengakar. Latar belakang indonesia yang
amat luas dan memiliki banyak pulau menyebabkanperbedaan budaya yang
cukup banyak dan arsitektur merupakan salah satu parameter kebudayaan
yang ada di Indonesia karena biasanya arsitekturterkait dengan sistem sosial,
keluarga, sampairitual keagamaan (Furuhitho,2018).
Arsitektur vernakular merupakan kategori arsitektur yang berbasis pada
Kebutuhan dan bahan bangunan lokal yang tentunyamencerminkan tradisi
lokal. Arsitektur vernakular cenderung berkembang dari waktu ke waktu
untukmencerminkan konteks, lingkungan budaya, teknologi, dan sejarah di
mana itu adadan berkembang.
Secara etimologi Vernakular adalah istilah yang berasal dari vernaculus
Latin, yang berarti "dalam negeri, pribumi"; dari Verna, yang berarti "budak
pribumi" atau "budak rumah-lahir". Adapun definisi menurut Ronald Brunskill,
arsitektur vernakular sebagai: sebuah bangunan yang dirancang oleh seorang
amatir tanpa pelatihan dalam desain, individu yang dibimbing oleh
serangkaian konvensi dibangun di wilayah itu, dengan sedikit modifikasi.

2. 2 Asal-Usul Suku Tolaki


Suku Tolaki adalah etnis terbesar yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara.
Suku Tolaki merupakan etnis yang berdiam di jazirah tenggara pulau Sulawesi.
Suku Tolaki merupakan suku asli daerah Kota Kendari dan Kabupaten
Kolaka. Suku Tolaki tersebar di 7 kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tenggara
yang meliputi Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe
Utara, Kolaka, Kolaka Utara dan Kolaka Timur.
Masyarakat Tolaki sejak zaman prasejarah telah memiliki jejak peradaban,
hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peninggalan arkeologi di beberapa gua
atau kumapo di Konawe bagian utara maupun beberapa gua yang ada di daerah

4
ini. Lokasi situs gua-gua di daerah ini umumnya terletak di Konawe bagian Utara
seperti Asera, Lasolo, Wiwirano, Langgikima, Lamonae, diantaranya gua
Tanggalasi, gua Tengkorak I, gua Tengkorak II, gua Anawai Ngguluri, gua
Wawosabano, gua Tenggere dan gua Kelelawar serta masih banyak situs gua
prasejarah yang belum teridentifikasi.

Dari hasil penelitian tim Balai Arkeologi Makassar dari tinggalan materi uji
artefak di Wiwirano berupa sampel dengan menggunakan metode uji karbon 14 di
laboratorium Arkeologi Miami University Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa
daripada artefak di Wiwirano Konawe Utara berumur sekitar 7000 tahun yang lalu
atau dengan evidensi ini maka peradaban Tolaki di Konawe telah berlangsung
sejak 5000 tahun Sebelum Masehi. Di dalam gua-gua tersebut menyimpan banyak
artefak baik tengkorak manusia, alat kerja seperti alat-alat berburu, benda
pemujaan, guci, tempayan, gerabah, porselin baik itu buatan China, Thailand,
VOC, Hindia Belanda, batu pemujaan, terdapat beberapa gambar atau adegan
misalnya binatang, tapak tangan, gambar berburu, gambar sampan atau perahu,
gambar manusia, gambar perahu atau sampan, patung, terakota, dan sebagainya.
Secara linguistik bahasa Tolaki merupakan atau masuk kedalam rumpun bahasa
Austronesia, secara Antropologi manusia Tolaki merupakan Ras Mongoloid, yang
datang ditempat ini melalui jalur migrasi dari Asia Timur, masuk daerah
Sulawesi, hingga masuk daratan Sulawesi Tenggara.

Sebelum kerajaan Konawe muncul, telah ada beberapa kerajaan kecil yaitu:
Padangguni berkedudukan di Abuki pada saat itu yang menjadi rajanya adalah
mokole Bunduwula. Kerajaan Besulutu di Besulutu dengan rajanya bernama
Mombeeti, dan kerajaan Wawolesea di Toreo dengan rajanya Wasangga.
Berdasarkan oral tradition atau tradisi lisan masyarakat Tolaki jauh sebelum
kerajaan Konawe terbentuk. Di daerah ini telah berdiri beberapa kerajaan kecil.
Kemudian berintegrasi menjadi satu konfederasi yaitu kerajaan Konawe. Gejala
terintegrasinya kerajaan kecil membentuk satu konfederasi kerajaan terjadi juga di
beberapa kerajaan di daerah ini seperti halnya kerajaan Wolio terbentuk

5
merupakan gabungan dari beberapa kerajaan kecil seperti Kamaru, Tobe-Tobe,
dan beberapa kerajaan kecil lainnya. 

Menurut dua orang bersaudara Albert Cristian Kruyt, dan J. Kruyt, serta F.
Treferrs bahwa hal yang sama terjadi di Kerajaan Mekongga Kolaka dimana
Wekoila dan Larumbalangi, yang diceritakan tentang dua orang bersaudara
kandung wanita-pria. Jadi sebagai kakak adalah Wekoila sedangkan Larumbalangi
merupakan adik. Mereka inilah yang menurunkan raja-raja Konawe, dan
Mekongga di Kolaka.

Melihat kedatangan putri tersebut segeralah tersiar kabar di kalangan orang-


orang Unaaha. Mereka segera menyambut putri tersebut dan oleh orang-orang
Unaaha menyebut putri tersebut dengan nama Sangia Ndudu artinya Dewa yang
turun, karena masyarakat Tolaki tidak mengenalnya atau mengetahuinya siapa
ayah dan ibu putri tersebut. Kemudian mereka menemui mokole Toramalangi,
mendengar laporan masyarakat tersebut maka mokole Toramalangi datang
menemui Putri itu. Putri itu ditumbuhi penyakit kulit berupa panu Opano yang
putih sehingga oleh Totongano Wonua memberikan nama Wekoila.

Wekoila ini adalah saudara dengan Larumbalangi dengan gelar Sangia Aha.
Wekoila ini dinamakan Wetendriabeng, atau dalam bahasa Tolaki dikenal dengan
nama Walandiate atau Watandiabe, karena lidah orang Tolaki dan orang Bugis
tidak sama pengucapan, kalau orang Tolaki sangat susah untuk menyebut
Wetendriabe sehingga berubah Watandiyate.

Kata Wekoila memiliki makna gadis cantik, terdiri dari dua kata We adalah
nama depan bangsawan perempuan, koila artinya mengkilat. Kemudian Wekoila
atau Watandiyate dikawinkan dengan putra Toramalangi Ndotonganowonua yang
bernama Ramandalangi yang bergelar Langgai Moriana. Toramalangi ini di dalam
kitab sastra Lagaligo disebut Remangrilangi. Setelah mereka kawin kemudian
Wekoila dilantik (Pinorehu) oleh orang-orang Tolaki menjadi raja mereka. Dan
kemudian Wekoila setelah menjadi raja maka kerajaan Padangguni diganti
menjadi kerajaan Konawe. Dan berakhirlah kerajaan Padangguni dan muncullah

6
kerajaan Konawe, kejadian ini berlangsung pada awal abad ke-10 Masehi. Pusat
kerajaan Konawe pada awalnya berlokasi di napo Olo-Oloho di pinggir sungai
Konaweeha, kemudian pindah ke daerah Unaaha di Inolobu Nggadue.

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tolaki

2. 3 Unsur Kebudayaan pada Arsitektur Tradisional Suku Tolaki


1. Sistem religi dan sistem pengetahuan
Sistem religi dan sistem pengetahuan. Sebelurn menganut agama Islam dan
Kristen, suku bangsa Tolaki mempunyai kepercayaan kepada dewa-dewa yang
menguasai alam dan kehidupan. Di samping itu ada kepercayaan kepada makhluk
halus, kekuatan gaib, kekuatan sakti dan sebagainya. Di kalangan suku bangsa
Tolaki dewa dikenal dengan istilah Sangia. Ada tiga sangia utama, yakni:
 Sangia mbuu (dewa pokok) sebagai pencipta alam.
 Sangia wonua (dewa negeri) yang memelihara alam.
 Sangia mokora (dewa pemusnah alam).

Sampai sekarang sisa-sisa kepercayaan itu masih ada. Karena itu upacara-
upacara tertentu yang dilaksanakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu
masih dilakukan. Sehubungan dengan arsitektur tradisional, ada upacara untuk
memilih tempat yang baik untuk pembangunan rumah tinggal dan bangunan-
bangunan lain. Juga ada upacara pada saat mendirikan bangunan, setelah
bangunan. selesai, dan upacara memasuki rumah baru. Tujuan dari pada segala
upacara tersebut adalah sebagai tolak bala, agar penghuni rumah dapat hidup sehat
dan tentram, banyak rejeki dan jauh dari segala penyakit dan malapetaka.

Dengan masuknya agama (Islam dan Kristen) maka upa·cara-upacara tersebut


disesuaikan dengan tata cara agama ang dianut, sebagai permohonan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, agar penghuni rumah dapat hidup aman dan tentram,
banyak rejeki dan terhindar dari segala macam penyakit dan mara bahaya.

Ada pengetahuan masyarakat terhadap hal-hal tertentu, yaitu pengetahuan


mengenai waktu yang baik dan buruk, terhadap alam tumbuh-tumbuhan dan

7
sebagainya. Karena itu dalam semua kegiatan selalu dihubungkan dengan sistem
pengetahuan yang mereka miliki. Sehubungan dengan kegiatan -untuk
membangun rumah tinggal dan bangunan-bangunan lain, harus dipilih tempat dan
waktu. yang baik. Demikian pula dalam kegiatan mengumpulkan bahan/ramuan
rumah, harus dipilih waktu yang baik, agar bahan-bahan rumah tersebut tahan
lama. Pengambilan bahan didasarkan pada pengetahuan tentang alam tumbuhtum
buhan, sehingga harus dipilih jenis kayu yang tahan lama.

2. Sistem kemasyarakatan.
Di kalangan suku bangsa Tolaki keluarga batih disebut rapu yang berarti
rumpun. Seseorang yang kawin disebut merapu artinya membentuk rumpun atau
rumah tangga baru. Tiap-tiap keluarga batih mempunyai rumah sendiri dan
mengurus ekonomi rumah tangga sendiri pula. Hanya kadang-kadang terjadi
bahwa sebuah keluarga batih baru, terpaksa tinggal bersama-sama dengan orang
tua dalam jangka waktu tertentu. Hal ini terjadi karena mereka baru menikah dan
belum sanggup untuk berdiri sendiri. Karena itu mereka tinggal untuk sementara
bersama-sama dengan orang tua. Mereka bekerja membantu orang tua untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam hal ini penyelenggaraan ekonomi
rumah tangga bersatu dengan orang tua. Selama ini mereka mematangkan diri
untuk kemudian mendirikan rumah tinggal sendiri. Pada saat memisahkan diri,
biasanya mereka memperoleh sebagian hasil panen (pertanian) sebagai modal bagi
kehidupan rumah tangga mereka selanjutnya.
Di kalangan suku bangsa Tolaki, ayah dipanggil ama, ibu dipanggil ina dan
ana untuk anak. Dalam suatu keluarga batih terjalinlah hubungan dan kerja sama
yang harmonis antara ayah, ibu dan anak-anak dalam semua aspek kehidupan.
Ayah adalah kepala rumah tangga yang berkewajiban untuk mencari nafkah
hidup. Dalam hal tertentu peranan ini dapat diganti oleh si ibu, bila si ayah sakit
dan tidak sanggup bekerja atau karena meninggal dunia. Ibu berkewajiban untuk
mengatur iumah tangga dan mengasuh anak-anak. Pada prinsipnya orang tua
(ayah dan ibu) bertanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangga dan
pemeliharaan anak-anak.

8
Anak-anak wajib menghormati orang tua dan wajib membantu orang tua, bila
mereka sudah sanggup untuk bekerja. Mereka berhak terhadap pemeliharaan dan
pendidikan dari pihak orang tua, hingga mereka sanggup untuk berdiri sendiri.
Kesatuan kekerabatan dari beberapa keluarga batih yang disebut keluarga luas
nampak juga di kalangan suku Tolaki. Keluarga-keluarga batih ini mempunyai
hubungan yang sangat erat karena seketurunan. Dalam keluarga luas semacam ini,
biasanya ada seseorang atau beberapa orang yang dianggap senior (yang
dituakan). Mereka ini berfungsi untuk mengatur setiap segi, kehidupan dari
anggota keluarga luas, baik dalam kehidupan ekonomi maupun dalam kehidupan
kemasyarakatan (kelahiran, perkawinan, kematian dan lain-lain).

Selanjutnya adalah sistem kekerabatan yang disebut meombue (mbue =


nenek). Yang termasuk di dalamnya adalah semua individu yang mengelompok
dalam ikatan hubungan antara. semua kakek dan semua nenek (baik saudara
kandung maupun saudaia sepupu sampai tiga kali dari kakek; dan nenek) dengan
semua cucu/ cici (baik saudara kandung maupun saudara sepupu sampai tiga kali
dari cucu/cici). Hubungan kekerabatan tersebut biasa juga disebut aso iwoi arida
(aso = satu, iwoi = air, ariaa = asal), maksudnya berasal dari satu nenek moyang.

3. Sistem mata pencaharian.


Suku bangsa Tolaki pada umumnya hidup dari pertanian, menangkap ikan,
berburu, berdagang, pertukangan, menjadi pegawai dan lain-lain. Pertanian
dengan sistem berladang sudah dikenal sejak lama. Perladangan dilakukan secara
berpidah-pindah yang mengakibatkan gundulnya hutan. Karena itu sistem
berladang ini sudah dilarang oleh Pemerintah dan sekarang penduduk dianjurkan
untuk membuka daerah-daerah persawahan dengan pola menetap. Untuk
pembukaan daerah persawahan ini, pemerintah membangun pengairan yang dapat
mengairi sawah dengan areal yang cukup luas.

4. Kesenian.
Suku bangsa Tolaki memiliki kesenian tersendiri yang khas, baik seni suara,
seni tari dan sebagainya. Dalam hubungan dengan arsitektur tradisional di

9
kalangan suku bangsa Tolaki, wujud seni nampak dalam ragam hias, teknik
mengikat dan sebagainya.

5. Bahasa
Bahasa Tolaki tergolong dalam kelompok bahasa-bahasa Bungku-Laki,
bahasa ini memiliki beberapa dialek seperti dialek Mekongga, Konawe, Nawoni,
Moronene, Kalisus dan Kabaena. Secara linguistik Bahasa Tolaki digolongkan
kedalam rumpun bahasa Austronesia.
2. 4 Wujud Fisik Rumah Tempat Tinggal Suku Tolaki

1. Nama
Secara umum rumah tinggal di kalangan suku bangsa Tolaki disebut aika
yang berarti rumah. Rumah tinggal ini ada bermacam-macam yang dapat
diuraikan sebagai berikut:
 Laika mbuu. Artinya rumah pokok. Disebut demikian karena bentuknya
lebih besar dari pada rumah biasa. Rumah semacam ini didirikan di
pinggir kebun/ladang, menjelang akan dimulainya panen dan biasanya
ditempati oleh beberapa keluarga.
 Laika landa. Yakni jenis rumah tempat tinggal yang didi. rikan di tengah-
tengah atau di pinggir kebun dan di diami oleh satu keluarga. Rumah ini
ditempati selama proses pengolahan kebun sampai selesai. Setelah selesai
panen dan padi sudah disimpan di lumbung, rumah ini biasanya di
tinggalkan.
 Patande. Adalah jenis rumah yang didirikan di tengahtengah kebun
sebagai tempat istirahat. Bentuknya lebih kecil dari laikalanda.
 Laika mborasaa. Adalah jenis rumah yang didirikan pada suatu tempat
sebagai tempat penjagaan dan sebagai tempat istirahat bagi orang-orang
yang telah melaksanakan tugas mengayau ke tempat-tempat musuh. Pada
zaman dahulu sebelum pemerintahan Belanda, rumah ini sering menjadi
sasaran para penjahat untuk merampok orangorang yang singgah
beristirahat. Jenis rumah ini hanya satu buah yaitu bertempat di LalolaE
(Kabupaten Kolaka). Sekarang ini rumah tersebut tidak ada lagi.

10
 Laikandoiaha. Adalah jenis rumah yang besar, khusus untuk tempat
tinggal raja. Rumah semacam ini bentuknya tinggi dan kuat. Bahan-
bahannya terdiri dari kayu, bambu dan atapnya dari daun rumbia.
 Laikawuta. Adalah jenis rumah tempat tinggal yang lebih kecil dari
laikalanda. Bentuk atapnya seperti rumah jengki.
 Laikawalanda. Adalah jenis rumah yang panjang. Di tengah-tengah
sepanjang rumah ini adalah ruangan kosong, sedang di bagian kiri dan
kanan terdapat ruangan istirahat yang lantainya setinggi pinggang dan
berpetak-petak. Mvdel rumah ini seperti asrama.
 Kataba. Adalah rumah papan. Bahan-bahannya terdiri dari balok dan
papan. Rumah ini didirikan dengan memakai sandi.
2. Tatanan Rumah Tradisional Tolaki

Rumah Tradisionil berbentuk rumah panggung yang menggunakan tiang-


tiang bundar (tusa). Tidak menggunakan pondasi seperti halnya rumah-rumah
tradisionnil yang lain. Tiang ditanam sedalam satu hasta. Tinggi tiang dari
permukaan tanah hingga ke permukaan lantai diperkirakan kerbau bisa masuk di
bawahnya; kurang lebih 2 m. Jumlah tiang dalam rumah tradisional Tolaki

11
minimal 9 tiang. Kesembilan tiang inilah yang menjadi core elemen dalam rumah
tradisionil Tolaki.

Kesembilan tiang-tiang tersebut diperkuat oleh balok melintang (powuatako)


dan memanjang (nambea). Dalam jajaran ke-9 tiang ini terdapat satu tiang utama
yang disebut dengan tiang petumbu yang terletak di tengah baris dan lajur
kesembilan tiang ini. Tiang petumbu adalah tiang yang pertama kali ditanam dan
pemasangannya dilakukan pada subuh hari (sebelum matahari terbit). Setelah
petumbu didirikan, 4 hari atau lebih baru didirikan tiang-tiang lainnya dengan
maksud untuk melihat dalam jangka waktu tersebut apakah akan terjadi sesuatu
terhadap tiang petumbu. Jika tidak terjadi sesuatu maka dilakukan pemasangan
kedelapan tiang yang lainnya.

Setelah kesembilan tiang berdiri yang pertama dipasang adalah balok


powuatako (A) pada sisi dalam tiang arah bagian belakang rumah, selanjutnya
balok B dan C. Setelah balok powuatako dipasang selanjutnya pemasangan balok
nambea (1) dimulai dari arah kanan rumah, kemudian menyusul nambea 2 dan
nambea 3. Semua Powuatako dan nambea, baik yang melintang maupun yang
memanjang yang menempel pada tiang dipinggir luar badan bangunan, harus
ditempatkan di belakang tiang agar setelah dinding dipasang tiang tak akan
kelihatan dari luar, karena terhalang oleh dinding.

Kesembilan tiang ini dalam bahasa Tolaki disebut siwolembatohu merupakan


simbol dari delapan penjuru mata angin. Tiang petumbu merupakan pusat dari
siwolembatohu. Oleh karena itu, inilah yang menjadi dasar pemikiran mengapa
tiang petumbulah yang pertama kali dibangun bahkan dalam pemasangannya
diikuti oleh upacara ritual dan pada bagian puncaknya selalu ada sesaji guna
memohon kepada Tuhan agar seisi rumah yang menempati rumah ini dapat
terhindar dari berbagai bahaya yang datang dari delapan penjuru mata angin.

3. Tipologi
Rumah tinggal suku bangsa Tolaki adalah rumah panggung dan berbentuk
persegi empat panjang. Karena pada waktu dulu belum dikenal ukuran meter,

12
maka pembuatan rumah diukur dengan depa, misalnya 3x4 depa dan seterusnya.
Untuk ukuran rumah tidak boleh ukuran pas. Hal ini didasarkan pada kepercayaan
bahwa apabila rumah tersebut ukurannya demikian, maka penghuninya akan
kurang rejeki dan segala usahanya tidak akan berkembang.

4. Bentuk Bagian-Bagian.
Rumah tempat tinggal suku bangsa Tolaki terdiri atas bagian-bagian, sebagai
berikut: 1) Otusa, yaitu tiang rumah yang bentuknya bulat dan untuk rumah pap
an (kataba) tiangnya berbentuk balok (segi empat). 2) Powuatako, yakni kayu
yang dipasang pada bagian bawah sebagai tempat pemasangan lantai. Powanatako
biasanya terdiri dari kayu bulat ataupun baloK. 3) Ohoro, yakni lantai yang
terbuat dari bambu, batang pinang dan semacamnya, papan, kayu-kayu kecil,
tangkai daun sagu dan lain-lain. 4) Orini, yakni dinding yang bentuknya persegi
empat panjang mengikuti bentuk rumah. Dinding · rumah pada umumnya terbuat
dari bambu yang dianyam ( salabi) atau disusun, kayu-kayu kecil, tangkai sagu
( tangge ndawaro), kulit kayu, papan dan lain-lain. 5) Otambo, yakni pintu yang
pada umumnya berbentuk persegi empat panjang. 6) Lausa, yakni tangga rumah.
Tangga ini ada yang terdiri dari kayu bulat yang ditakik beberapa tingkatan
(biasanya 5 sampai dengan 7 tingkatan) menurut tinggi rendahnya rumah. Ada
juga tangga yang diikat pada dua batang kayu, jumlah anak tangga sama dengan
jenis tangga yang pertama.

13
7) Olaho, yaitu bambu yang dipasang pada bagian atas rumah, tempat atap
dipasang. 8) Oata, yakni atap rumah yang terbuat dari daun rumbia yang dianyam.
Bentuknya persegi empat panjang (kurang lebih 2 x ½ m). Bagian atas rumah
tempat pemasangan atap dapat berbentuk kerucut atau Iimas.

5. Susunan Ruangan
Dalam rumah tradisional di daerah ini tidak ada ruangan tamu secara khusus,
tetapi tempat menerima tamu umumnya adalah di ruang tengah. Di sini disiapkan
tikar beberapa lembar sebagai tempat duduk.
Untuk ruang tempat tidur, biasanya disiapkan pada bagian belakang. Ruangan
tambahan ini disebut tinumba. Ruang tempat tidur ini hanya diberikan dinding
pembatas agar tidak langsung kelihatan dari ruang tengah. Pintu ruang tempat
tidur tidak ada, karena itu di depan kelambu tempat tidur dipasang kain yang
disebut timbawo, sedangkan dibagian atas dipasang tabere. Timbawo adalah kain
yang berfungsi sebagai layar penghalang pandangan kelambu, sedangkan tabere
adalah sebagai pelindung dari bagian atas, agar kotoran dari atas tidak
langsungjatuh di kelambu.

Bagi anak gadis ataupun pemuda biasanya disediakan ruangan tempat tidur
pada bagian atas (loteng). Kadang-kadang juga disediakan bagian rumah tertentu
yang berdekatan dengan tempat tidur orang tua.

Terhadap dapur dan ruang makan hampir tidak dapat dipisahkan, karena pada
umumnya rumah tradisional di daerah ini mempunyai dapur yang selamanya
bersambung dengan ruang makan. Tempat dapur diusahakan agar berada di
sebelah Barat dari rumah tersebut, karena menurut kepercayaan bila dapur berada
di sebelah Timur, akan terjadi dapur "menindis" tempat tidur pemilik rumah.
Akhirnya segala usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup, semuanya akan masuk
di dapur (boros). Pengertian lain, supaya pemilik rumah tidak mudah diganggu
penyakit.

6. Fungsi tiap-tiap ruangan.

14
Sesuai dengan susunan ruangan yang telah diuraikan di atas, dapat
dikemukakan fungsi tiap-tiap ruangan. Ruangan tengah adalah tempat menerima
tamu. Ruang tempat tidur orang tua berfungsi sebagai tempat tidur orang tua dan
anak-anak yang masih kecil. Ruang dapur adalah tempat memasak, sedangkan
ruang makan adalah tempat makan. Ruang bagian atas (loteng), kadang-kadang
dimanfaatkan sebagai tempat tidur gadis-gadis. Tetapi loteng juga dapat
dimanfaatkan sebagai menyimpan alat-alat dalam rumah seperti tikar dan barang-
barang pusaka (gong, tempayan dan sebagainya). Di samping itu loteng juga dapat
dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan hasil-hasil pertanian seperti jagung,
labu, gabah dan lain-lain.

2. 5 Wujud Fisik Rumah Adat Suku Tolaki


1. Nama
Mengutip pernyataan Tarimana Rauf dalam kebudayaan Tolaki dijelaskan
bahwa:
 Nama Istana raja Konawe disebut Komali (rumah tempat bersemayam
raja).
 Nama Istana raja Mekongga disebut Laika’aha (rumah besar tempat
berkumpul orang banyak.
2. Tatanan Rumah Adat Suku Tolaki
Rumah adat Tolaki disebut dengan Nama Komali, yaitu rumah besar khusus
raja Tolaki yang disebut Mokole. Jumlah tiang rumah adat Komali adalah 40
tiang di luar tiang dapur dan tiang teras. Makna dari jumlah 40 tiang ini terkait
dengan suatu jumlah yang disyaratkan dalam peminangan yaitu 40 pinang dan 40
lembar daun sirih. Jadi perwujudan ini manifestasikan dalam tiang-tiang penopang
rumah. Rumah Komali adalah induk dari rumah tradisional Tolaki Oleh karena itu
proses pendirian rumah sebagaimana lazimnya rumah Tradisional dimulai dari
pendirian sembilan tiang yang telah disebutkan diatas yaitu Siwolembatohu.

Tiang-tiang lainnya didirikan setelah ke-9 tiang ini jadi, barulah diikuti
dengan pemasangan tiang yang lain. Arah pengembangan rumah mengarah pada
ke-4 sisinya dalam hal ini pengembangan pada sisi depan lebih diutamakan karena

15
bagian depan senantiasa digunakan sebagai ruang aktivitas adat. Balok yang
mengikat kolom dan memikul lantai diikat di bawah balok-balok siwolembatohu,
sehingga permukaan lantai pengembangan lebih rendah dari lantai
siwolembatohu.

3. Bentuk Bagian-Bagian

Konfigurasi ruang rumah adat Tolaki setelah dikembangkan, selalu terdiri


atas empat bagian yaitu ; (1) tinumba ibungu, (2) tinumba irai, (3) tinumba moeri,
(4) tinumba ihana dan (5) botono. Bagian belakang disebut tinumba ibungu
mempunyai tinggi permukaan lantai sama dengan tinumba irai (depan), sedangkan

16
tinumba moeri (kiri), tinumba ihana dan botono mempunyai permukaan lantai
sama tinggi.

Teritori masing-masing lantai hanya dipisahkan oleh perbedaan ketinggian


lantai dan jajaran tiang-tiang. Sekat nyata sebagai dinding pembatas ruang hanya
terdapat pada ruang tidur mokole selebihnya hanya menggunakan tirai. Hal ini
disebabkan agar daya tampung keluarga ketika diadakan aktivitas adat bisa lebih
banyak, sehingga selalu membutuhkan ruang yang besar. Tirai digunakan sebagai
pemisah ruang agar efisien untuk membenahi jika rumah tersebut akan
dilangsungkan suatu aktivitas adat. Ruang tidur mokole terletak di bagian
belakang ruang botono. Ruang tidur ini adalah satu-satunya ruang yang
menggunakan dinding nyata sebagai pemisah.

4. Susunan Ruangan

Dapur dan ruang makan terletak di bagian belakang terpisah dengan badan
rumah, dihubungkan dengan selasar. Dapur dibuat terpisah karena menghindari
bahaya kebakaran dan menghindari asap masuk ke dalam rumah induk. Tempat
tungku api berada pada posisi kiri rumah. Untuk patokan arah kanan dan kiri
ketika kita berada dalam rumah dan menghadap ke arah depan. Bukaan berupa
ventilasi mengelilingi dinding dapur. Pada bagian penghubung dapur terdapat
sarika yaitu tempat duduk sepanjang penghubung yang biasa difungsikan sebagai

17
tempat santai mokole. Ketinggian lantai dapur serupa dengan ketinggian tinumba
irai. Tangga terdapat pada bagian depan menempel pada tinumba irai dan bagian
dapur melekat pada penghubung.

Akses ke loteng dihubungkan oleh anak tangga yang terdapat pada bagian
belakang ruang tidur Mokole. Konon loteng sengaja ditempatkan tepat di atas
ruang tidur mokole agar kemudahan kontrol terhadap anak gadis dan benda-benda
berharga bisa maksimal dilakukan.

5. Fungsi Tiap-Tiap Ruang

Botono merupakan ruang tengah pada bagian siwolembatohu yang


difungsikan sebagai ruang tidur mokole. Tinumba moeri biasa digunakan sebagai
ruang tidur wanita dan tinumba ihana (kanan) biasa difungsikan sebagai ruang
tidur pria. Tinumba ibungu biasa difungsikan sebagai ruang makan dan tinumba
irai biasa berfungsi sebagai teras.

Loteng difungsikan sebagai ruang tidur wanita dan tempat menyimpan


barang-barang berharga atau pusaka. Loteng tidak sepenuhnya menutupi
permukaan lantai satu, tetapi membujur dari tiang B hingga tiang ke tiang D.

2. 6 Material & Tahapan Pembangunan Rumah Adat Suku Tolaki

18
Seluruh sistem konstruksi rumah menggunakan material yang berasal dari alam
sekitar (lokal).

 Tiang rumah (tusa) kayu besi (kulahi,kulipapo atau yang sejenis), bentuk
bulat.
 Balok gelagar (Powuatoko),balok kap atap tidak harus kayu besi,tapi harus
dari jenis kayu keras yang dikelupas kulitnya.
 Lantai (Ohoro) dan Dinding (Orini) kulit batang pinang hutan (Opisi)
atau bambu tua yang dibelah-belah dan dirangkai.
 Atap (Oato) daun pohon sagu (rumbia) yang telah dirangkai dengan teknik
tertentu.
 Pengikat dari rotan utuh atau telah diraut dan Resam (onene/onese).
 Bahan pelengkap ramuan bangunan lainya seluruhnya dari alam sekitar
(lokal).

Ketika akan membangun rumah prosesnya akan melibatkan masyarakat


dalam satu kelompok yang masih mempunyai hubungan kekerabatan (Napo)
yang diketuai seorang Toono Motuo (orang yang dituakan). Proses
membangun rumah terdiri atas beberapa tahapan yang meliputi:
 Monggikii Wuta Pelaika’a (menetapkan lokasi rumah)
 Mombokosangga (mengambil ramuan rumah)
 Mondusa (mendirikan tiang)
 Mowuatako (memasang gelagar)
 Monambea (memasang gelagar kap)
 Molahoi (memasang kasau)
 Moatopi (memasang atap)
 Mehoro dan Merini (memasang lantai & dinding)
 Mombe’ekari laika wu’ohu (menempati rumah baru)

2. 7 Ragam Hias Rumah Adat Suku Tolaki

19
Anak tangga selalu berjumlah ganjil terbuat dari kayu bulat. Secara
keseluruhan atap berbentuk perisai dengan bagian bubungan melengkung. Dari
hasil penelitian melalui wawancara dapat dikemukakan beberapa ragam hias yang
motifnya menggambarkan unsur tumbuh-tumbuhan (flora), unsur binatang (fauna)
dan kepercayaan. Namun, umum untuk ragam hias adalah pinati-pati artinya
diukir (pati-pati artinya ukiran).

FLORA

Ragam hias yang bermotif tumbuh-tumbuhan antara lain bernama pati-pati


pinepae, artinya ukiran semacam bulir padi. Ragam hias ini mempunyai makna
bahwa makanan pokok suku Tolaki adalah beras (padi). Disamping itu ada yang
disebut pati-pati pinetawawako artinya ukiran semacam daun tumbuhan yang
disebut wako (seperti pohon enau). Ragam hias seperti ini biasa dipasang pada
lesplang rumah bagian depan dan pada dinding teras. Ragam hias lain adalah yang
disebut pinematambaku (motifnya seperti tumbuhan paku). Ragam hias ini biasa
dipasang pada pertemuan lesplang bumbungan rumah bagian depan dan bagian
belakang.

FAUNA

Ragam hias yang menggambarkan unsur binatang ada beberapa macam. Ada
yang disebut pineulu donga, artinya ragam hias yang mirip kepala rusa. Selain itu

20
ada. yang disebut pineulu ngginiku artinya seperti kepala kerbau, pineulu nggadue
artinya kepala anoa. Ragam hias seperti ini biasa ditempatkan di atas pertemuan
lesplang pada bumbungan rumah. Cara membuatnya adalah diukir dari potongan
kayu.

Makna tanduk kerbau adalah simbol kemakmuran masyarakat Tolaki. Kerbau


merupakan hewan yang disakralkan karena pada setiap acara adat selalu
menyembelih kerbau. Makin banyak kerbau yang disembelih makin menunjukkan
tingginya status sosial mereka mengingat dahulu kerbau hanya dimiliki oleh para
bangsawan. Berkaitan dengan makna ini maka tanduk kerbau merupakan simbol
dari rumah para bangsawan. Sedangkan ragam hias yang menyerupai kepala rusa
dan anoa mempunyai makan bahwa kedua jenis binatang ini banyak terdapat di
daerah ini.

21
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3. 1 Kesimpulan
Rumah tradisional Tolaki merupakan salah satu dari sekian banyak arsitektur
tradisional yang ada di Indonesia dan merupakan rumah dari salah satu etnis
terbesar di sulawesi tenggara yaitu suku tolaki. Bentuk fisik dari rumah tradisional
Tolaki merupakn perwujudan dari nilai-nilai budaya yang tumbuh dan hidup di
tengah-tengah Suku Tolaki. Rumah tradisional suku tolaki terbagi menjadi rumah
tempat tinggal dan rumah adat yang mana masing-masing dari rumah tersebut
memiliki karakteristik dan ragam hias yang tentunya merupakan cerminan dari
nilai-nilai dan falsafah hidup dari Suku Tolaki.

3. 2 Saran
Indonesia adalah negeri yang terkenal kaya akan budaya. Budaya yang
bermacam-macam tersebut merupakan salah satu kekuatan yang juga sekaligus
menjadi karakteristik bangsa Indonesia. Salah satu bentuk budaya yang bisa kita
lihat adalah arsitektur tradisional Suku Tolaki. Inilah yang menjadi salah satu
alasan mengapa kita patut melestarikannya dan memastikan bahwa kebudayaan
tradisional Suku Tolaki tetap bertahan dan eksis di tengah zaman yang terus
bergolak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Andrias, Asri. Arsitektur Vernakular Tolaki. Seminar NasionalTeknologi Terapan


Berbasis Kearifan Lokal (SNT2BKL), SSBN : 978.

Lakebo, Berthyn, dkk. 1986. Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Tenggara.


Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Ramadan, Sachrul. (2018). Interpretasi Kalosara dalam Rumah Adat Suku Tolaki.
NALARs Jurnal Arsitektur, 17 (2), 145-154.

23

Anda mungkin juga menyukai