Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA MULTI SYSTEM

(BURN)

TUGAS KELOMPOK

Oleh Kelompok 5 :

1. Rizka Alifia Azzahra (P17212215012) 7. Sa'diatul Istianah (P17212215062)

2. Kusnia Alvionita (P17212215018) 8. Devi Erlina M (P17212215072)

3. Sindi Ayu Atika (P17212215032) 9. Rifani Tristianty (P17212215091)

4. Wahyu Nur U (P17212215042) 10. Rizka Amalia (P17212215114)

5. Yulis Agustina (P17212215052) 11. Rustina Alvina M (P17212215115)


6. Asfinah Maulidiyah (P17212215061) 12. Solihin (P17212215116)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Azza Wa Jalla,

karena dengan rahmat dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Kritis Pada

Multi System (Burn)” untuk memenuhi tugas keperawatan kritis . Dari

makalah ini semoga memberikan informasi dan manfaat kepada kita

semua.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Nurul Hidayah,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing dalam

pembuatan makalah ini.

2. Teman-teman dalam pembuatan makalah ini dengan selesai.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak

kekurangan. oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun

akan diterima dengan senang hati dan penyusun berharap makalah ini

bermanfaat bagi siapapun. Semoga Allah Ta’ala senantiasa meridhai

segala usaha kita. Aamiin. Terima kasih.

Malang, 18 Agustus 2021

penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….......iii

BAB I……………………………………………………………………………….......1

a. Latar Belakang……………………………………………………………....1

b. Rumusan Masalah……………………………………………...…………...4

c. Tujuan Penulisan……………………………………………………………4

d. Manfaat penulisan…………………………………………………………..4

BAB II…………………………………………………………………………………..5

a. Definisi………………………………………………………………………...5

b. Etiologi………………………………………………………………………...5

c. Klasifikasi luka bakar……………………………………………………….6

d. Perhitungan luka bakar…………………………………………………….7

e. Manifestasi klinis……………………………………………………………8

f. Patofisiologi burn…………………………………………………………..11

g. Komplikasi…………………………………………………………………...16

h. Penatalaksanaan……………………………………………………………17

i. Pemeriksaan penunjang…………………………………………………..18

BAB III ………………………………………………………………………………...20

a. Pengkajian……………………………………………………………………20

b. Observasi umum…………………………………………………………....23

c. Diagnose keperawatan…………………………………………………….23

d. Intervensi keperawatan……………………………………………………39

iii
BAB IV…………………………………………………………………………………52

a. Kesimpulan…………………………………………………………………52

b. Saran…………………………………………………………………………52

Daftar pustaka………………………………………………………………………53

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka bakar memberikan pengaruh hebat pada manusia, terutama dalam
hal kehidupan manusia, penderitaan, cacat, dan kerugian finansial. Luka
bakar dapat disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, dan uap
panas), radiasi, listrik, kimia. Kerusakan dan perubahan berbagai sistem tubuh
berkaitan dengan trauma luka bakar yang kadang sulit dipantau, sehingga
permasalahannya sangat kompleks (Anggowarsito, 2014). Luka bakar adalah
masalah yang signifikan dengan lebih dari 500.000 orang mencari perawatan
medis, 40.000 rawat inap, dan 4000 kematian per tahun di Amerika Serikat.
Biaya tahunan untuk mengobati luka bakar ini diperkirakan melebihi US$ 1
miliar, belum termasuk biaya tidak langsung kecacatan dan rehabilitasi.
Statistik ini telah mendorong banyak penelitian yang secara sistematis mulai
mengungkap mekanisme rumit yang terlibat dalam luka bakar dan
patofisiologi luka bakar yang kompleks (Nielson dkk, 2016).
Data WHO menunjukkan sekitar 180.000 orang di dunia meninggal
akibat luka bakar setiap tahun (Haryono dkk, 2021). The American Burn
Association (ABA) National Burn Repository 2019 melaporkan bahwa, secara
keseluruhan, luka bakar akibat api masih merupakan mayoritas cedera di AS
(41%), dengan luka bakar kedua sebesar 31%. Luka bakar kimia (3,5%) dan
luka bakar listrik (3,6%) lebih jarang terjadi. Luka bakar pada anak-anak < 5
tahun cenderung luka melepuh dengan peningkatan luka bakar terkait dengan
bertambahnya usia. Di seluruh dunia, luka bakar pada populasi lanjut usia
meningkat, dan Sebagian besar terkait dengan api. Namun, luka melepuh
juga meningkat secara substansial. Akhirnya, tergantung pada lingkungan,
luka bakar lebih sering terjadi pada beberapa populasi yang rentan, seperti
mereka yang mmenderita epilepsi (Jeschke dkk, 2020). Data Riskesdas 2013
tercantum angka kejadian luka bakar di provinsi Bali sepanjang tahun 2007
dan 2013 sebanyak 0,7%, rentang usia yang sering mengalami luka bakar
yakni 25 sampai 44 tahun, dan perempuan lebih sering mengalami insiden
luka bakar. Data luka bakar di Indonesia menurut Kementrian Kesehatan yang
dikeluarkan tahun 2014, dengan persentase 0,7% merupakan peringkat ke 6
kejadian cidera yang tidak disengaja.

1
Di Indonesia kejadian luka bakar menyebabkan sekitar 195.000
kematian setiap tahunnya (Cesarani dkk, 2020). Riskesdas (Kemenkes RI,
2018) menunjukkan data luka bakar di Indonesia mencapai 1,3% dengan
kecacatan 9,2%. Luka bakar mengakibatkan berbagai masalah di antaranya
kematian, kecacatan, hilangnya kepercayaan diri dan kebutuhan biaya yang
relatif tinggi untuk penyembuhan (Dwita dkk, 2020). Menurut Kemenkes RI
(2017) di Indonesia kasus luka bakar sebanyak 500.000 orang yang lebih
dominan diderita oleh Ibu Tumah Tangga, di Jawa Timur sebanyak 40.000
kasus dan di Kota Malang sebanyak 14.950 kasus yang ditangani oleh tenaga
Kesehatan (Djala, 2020).
Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya.
Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan
pengurangan cairan intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di
derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3. Bila luas luka bakar
kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh, namun jika lebih dari 20% risiko syok hipovolemik akan muncul dengan
tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta
penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia dapat mentoleransi
suhu 44°C (111°F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami cedera termal
(Prasetyo, Ibrahim, & Somantri, 2014).
Pada luka bakar <20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih
bias mengatasinya. Luka bakar <20% dapat menimbulkan syok hipovolemik
dengan gejala yang khas. Luka bakar termal pada ruang tertutup dapat
meyebabkan trauma inhalasi dengan penemuan berupa sputum berwarna
gelap akibat jelaga, luka bakar pada wajah, alis dan bulu hidung yang
terbakar, edema orofaring, perubahan suara seperti serak, perubahan
kesadaran, dan stridor. Pada luka bakar terjadi peningkatan katabolisme
sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Oleh karena itu, penderita
menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Terjadi
hiperpireksia persisten, takikardi, hiperventilasi, dan hiperglikemi (Dewi, 2013).

2
Pada luka bakar berat, respon imun mengalami penurunan dan dapat
terjadi bakterimia, syok septic serta kematian. Pada luka bakar dapat juga
ditemukan ileus paralitik. Stress atau beban faal dapat mengakibatkan tukak
di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala sama seperti tukak peptik
yang disebut dnegan tukak Curling dan dapat menyebabkan hematemesis
atau melena (Dewi, 2013).
Luka bakar dapat di kelompokkan menjadi trauma
primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan
oleh luka bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal.
Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema,
nyeri atau perubahan sensasi. Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien
dengan luka bakar lebih dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh
meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung secara
kontinyu setidaknya dalam 36 jam pertama setelah trauma luka bakar.
Berbagai protein termasuk albumin keluar menuju ruang interstitial dengan
menarik cairan, sehingga menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu,
tubuh juga kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk
mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan visera berkonstriksi yang
pada akhirnya akan menyebabkan hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung
menurun akibat melemahnya kontraktilitasmiokardium, meningkatnya
afterload dan berkurangnya volume plasma. Tumour necrosis factor-a yang
dilepaskan sebagai penurunan kontraktilitasmiokardium (Price & Wilson,
2008).
Menurut organisasi ANZBA (Aaustralian an New Zeland Burn
Assosiation), 2010, mengungkapkan pada bagian yang terkena luka bakar
pengobatan pertama menggunakan air pada suhu 8-25c selama 10-20 menit,
setelah itu diamkan sampai 3 jam setelah cedera terjadi, sampai kembali ke
suhu normal, tidak boleh menggunakan es atau air es.
Menurut Fenlon, 2007 (dalam cahya, 2015) menangani luka bakar
dengan cara sistematik dapat dilakukan 6c, clothing, cooling, cleaning,
chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurangan nyeri).
Untuk pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling,
baru selanjutnya pada fasilitas kesehatan.Mengatasi penanganan luka bakar
dengan air dingin telah terbukti memberikan banyak efek menguntungkan
pada pasien luka bakar, termasuk menurunkan rasa nyeri, menurunkan

3
kerusakan sel, stabilisasi pembuluh darah, dikurangi edema, meningkatkan
penyembuhan dan bekas luka dan penurunan inflamasi respon. Dalam studi
klinis, pengobatan air dingin menjadi pertolongan pertama telah terbukti terkait
dengan hasil klinis yang baik seperti penurunan kedalaman luka, mengurangi
waktu untuk luka ulang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Burn?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Burn?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Dasar Burn.
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Dengan Burn.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan, referensi,
serta rujukan bagi mahasiswa dalam menegakkan asuhan keperawatan kritis
pada multi sistem dengan burn atau luka bakar.

4
BAB II
KONSEP MEDIS BURN
A. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, bahan kimia, listrik,
maupun radiasi) atau zat-zat yang bersifat membakar baik berupa asam kuat
dan basa kuat (Sarhani, 2016). Luka bakar dapat menyebabkan kerusakan
sampai kehilangan jaringat kulit, baik pada lapisan dermis bahkan sampai
lapisan jaringan epidermis atau bisa juga pada lapisan hipodermis.
B. Etiologi
Luka bakar merupakan suatu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus mulai
fase awal hingga fase lanjut. Etiologi terjadinya luka bakar yaitu (Hardisman,
2016):
a. Scald Burns
Luka bakar yang disebabkan karena uap panas, biasanya terjadi karena air
panas dan sering terjadi dalam masyarakat. Air pada suhu 69 0C
menyebabkan luka bakar parsial atau dalam waktu dengan waktu hanya
dalam 3 detik.
b. Flame Burns
Luka bakar yang disebabkan oleh kebakaran rumah seperti penggunaan
detektor asap, kebakaran yang berhubungan dengan merokok,
penyalahgunaan cairan yang mudah terbakar, tabrakan kendaraan
bermotor dan kain terbakar oleh kompor atau pemanas ruangan.
c. Flash Burns
Luka bakar yang disebabkan oleh ledakan gas alam, propana, butana,
minyak destilasi, alkohol dan cairan mudah terbakar kain.
d. Contact Burns
Luka bakar yang disebabkan dari logam panas, plastik, gelas atau batu
bara panas seperti setrika, oven, dan bara kayu.
e. Chemical Burns
Luka bakar yang diakibatkan oleh iritasi zat kimia, yang bersifat asam kuat
atau basa kuat.
f. Electrical Burns
Luka bakar yang disebabkan oleh benda-benda yang dialiri arus listrik.

5
C. Klasifikasi Luka Bakar
Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan
kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, maka semakin
luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Rahayuningsih, 2012) :
a. Luka bakar derajat I atau luka bakar ringan
Luka bakar derajat I ditandai dengan luka bakar superfisial dengan
kerusakan pada lapisan epidermis. Umumnya tidak disertai kelepuhan
pada kulit, kulit kemerahan pada bagian yang terbakar, bengkak ringan,
nyeri namun kulit tidak terkoyak karena melepuh, tidak terdapat bula, nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
b. Luka bakar derajat II
Luka bakar derajat II terjadi pada lapisan epidermis dan sebagian dermis
dibawahnya, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi.
Umumnya memiliki gejala berupa kulit kemerahan, melepuh, bengkak yang
tak hilang selama beberapa hari, kulit terlihat lembab atau becek, nyeri,
dan bercak-bercak berwarna merah muda.
c. Luka bakar derajat III
Luka bakar derajat III terjadi pada seluruh ketebalan kulit. Semua organ
kulit sekunder rusak dan tidak ada kemampuan lagi untuk melakukan
regenerasi kulit secara spontan atau repitelisasi. Umumnya memiliki gejala
berupa daerah luka tampak berwarna putih, kulit hancur, sedikit nyeri
karena ujung saraf telah rusak dan biasanya tidak melepuh.
D. Perhitungan Luka Bakar
Berbagai metode dalam menentukan luas luka bakar (Wallace, 2017) :
a. Rumus Sembilan (Rule Of Nines)
Rumus Sembilan merupakan cara yang cepat untuk menghitung
luas daerah yang terbakar. Sistem tersebut menggunakan persentase
dalam kelipatan sembilan terhadap permukaan tubuh yang luas. Wallace
(2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal
dengan Rule of Nines atau rule of Wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 18% : 36%
5) Genetalia / perineum : 1%

6
(Wallace, 2017)

Pada anak Wallace (2017), membagi tubuh atas bagian 9% atau


kelipatan 9 yang terkenal dengan Rule of Nines atau rule of Wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 18%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai masing-masing 7% : 28%
b. Metode Lund and Browder
Metode Lund and Browder adalah metode mementukan
presentase luas luka bakar pada berbagai bagian anatomik, berubah
menurut pertumbuhan dengan membagi tubuh menjadi daerah-daerah
yang sangat kecil dan memberikan estimasi proporsi luas permukaan
tubuh. Metode Lund dan Browder persentasenya disesuikan dengan usia
(Wallace, 2017).

7
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer
dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh
luka bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal. Pada
daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri
atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat
seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik dan darah
(American Burn Association, 2013).
Gejala akibat luka bakar biasanya meliputi :
1. Kulit yang melepuh atau bahkan mengelupas
2. Adanya bulla
3. Edema
4. Kemerahan atau bahkan kulit nampak gosong
5. Nyeri bahkan bisa terasa sangat panas
6. Perubahan sensasi

A. Berdasarkan Kedalaman Luka

1. Luka Bakar Derajat I

a. Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

b. Kulit kering, hipertermi berupa eritema

c. Tidak dijumpai bullae

8
d. Nyeri karena ujung syaraf-syaraf sensorik teriritasi

e. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

2. Luka Bakar Derajat II


a. Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi
b. Dijumpai bullae
c. Nyeri karena ujung-ujung syaraf teriritasi
d. Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terlihat lebihtinggi
diatas kulit normal
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2, yaitu :
1) Derajat II Dangkal (superficial)
a) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjarkeringat, kelenjar
sebasea masih utuh.
c) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari
2) Derajat II Dalam (deep)
a) Kerusakan mengenai hampis seluruh bagian dermis
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjarkeringat, kelenjar
sebasea sebagian masih utuh
c) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yangtersisa,
biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan
3. Luka Bakar Derajat III
a. Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisanyang lebih
dalam
b. Organ-organ kulis seperti rambu, kelenjar keringat, kelenjarsebasae
mengalami kerusakan
c. Tidak dijumpai bullae
d. Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karenakering
letaknya lebih rendah dari kulit sekitar
e. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yangdikenal
sebagai eskar
f. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karenaujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan ataukematian

9
g. Penyembuhan terjdi lama karena tidak terjadi prosesepitelisasi
spontan dari dasar luka

B. Berdasarkan Tingkat Keseriusan Luka


American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi 3kategori :
1. Luka Bakar Mayor

a. Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasadan lebih
dari 20% pada anak-anak
b. Luka bakar fullthickness lebih dari 20%
c. Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata telinga, kakidan
perineum
d. Terdapat trauma inhalasidan multiple injury tanpamemperhitungkan
derajat dan luasnya luka
e. Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi

2. Luka Bakar Moderat


a. Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20%
pada anak-anak
b. Luka bakar fullthickness kurang dari 10%
c. Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata telinga,kaki dan
perineum

3. Luka Bakar Minor


a. Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orangdewasa dan
kurang dari 10% pada anak-anak
b. Luka bakar fullthickness kurang dari 2%
c. Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata telinga,kaki dan
perineum
d. Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

10
F. Patofisiologi Burn
Luka bakar pada tubuh dapat terjadi karena konduksi panas langsung
atau radiasi elektromagnetik. Setelah terjadi luka bakar yang parah, dapat
mengakibatkan gangguan hemodinamika, jantung, paru, ginjal serta metabolik
akan berkembang lebih cepat. Dalam beberapa detik saja setelah terjadi jejas
yang bersangkutan, isi curah jantung akan menurun, mungkin sebagai akibat
dari refleks yang berlebihan serta pengembalian vena yang menurun.
Kontaktibilitas miokardium tidak mengalami gangguan. Segera setelah terjadi
jejas, permeabilitas seluruhh pembuluh darah meningkat, sebagai akibatnya
air, elektrolit, serta protein akan hilang dari ruang pembuluh darah masuk ke
dalam jarigan interstisial, baik dalam tempat yang luka maupun yang tidak
mengalami luka. Kehilangan ini terjadi secara berlebihan dalam 12 jam
pertama setelah terjadinya luka dan dapat mencapai sepertiga dari volume
darah. Selama 4 hari yang pertama sebanyak 2 pool albumin dalam plasma
dapat hilang, dengan demikian kekurangan albumin serta beberapa macam
protein plasma lainnya merupakan masalah yang sering didapatkan.

Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran
plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut
lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh
tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan
secara maksimal. Albumin dalam plasma dapat hilang, dengan demikian
kekurangan albumin serta beberapa macam protein plasma lainnya
merupakan masalah yang sering didapatkan.

Dalam jangka waktu beberapa menit setelah luka bakar besar, pengaliran
plasma dan laju filtrasi glomerulus mengalami penurunan, sehingga timbul
oliguria. Sekresi hormon antideuretika dan aldosteron meningkat. Lebih lanjut
lagi mengakibatkan penurunan pembentukan kemih, penyerapan natrium oleh
tubulus dirangsang, ekskresi kalium diperbesar dan kemih dikonsentrasikan
secara maksimal.

Menurut pendapat yang lain, Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik
karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat
menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan
kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur.

11
Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan
konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya
cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif dengan
perubahan permeabilitas yang hampir menyelutruh, penimbunan jaringan
masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan
iuntravaskuler mengalami defisit, timbul ketidak mampuan menyelenggarakan
proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenajat,
2001).

Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh


kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem
yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh
darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein),
sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler
menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan
hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan
perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan
mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi orang
organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler, hepar, traktus
gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ
multi sistem. Proses kegagalan organ multi sistem ini terangkum dalam bagan
berikut :

12
13
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi.
Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula
yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke
bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin,
berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin
yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan
jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh
karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona
koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah
disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam
perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar
dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam
pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung
keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat

14
mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua
bahkan zona pertama.

15
G. Komplikasi
Menurut Rahayuningsih (2012), secara umum luka bakar jika tidak
ditangani dengan benar, akan menimbulkan komplikasi yaitu :
a. Syok hipovolemik
Akibat pertama dari luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi akan rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas
menyebabkan edema dan menimbulkan bula serta elektrolit. Hal ini
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
b. MOF (multi organ failure)
Adanya perubahan permeabilitas kapiler pada luka bakar
menyebabkan gangguan sirkulasi. Di tingkat seluler, gangguan perfusi
menyebabkan perubahan metabolisme. Adanya gangguan sirkulasi
dan perfusi mengakibatkan sulitnya untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel, iskemi jaringan akan berakhir dengan
nekrosis.
Sedangkan menurut Burninjury, 2013, komplikasi luka bakar dapat
berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses
penyembuhan luka
1. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama
dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan
tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan
jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau
kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,
sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi
seperti pneumonia (Burninjury, 2013).
2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah.
Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan
darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya
waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu

16
menganggu sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan
akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan
darah (Burninjury, 2013).
3. Komplikasi jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan
psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks
terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana
luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan mengalami
gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami
penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka.
Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat
mengalami tekanan stress pasca trauma atau posttraumatic stress
disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering
ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).
H. Penatalaksanaan
a) Evaluasi awal
b) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation)
yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka
bakar pada survey sekunder. Anamnesis secara singkat dan cepat harus
dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu terjadinya
trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma
akibat air mendidih biasanya hanya mengenai sebagian lapisan kulit
(partial thickness), sementara luka bakar karena api biasa mengenai
seluruh lapisan kulit (full thickness).
3. Resusitasi Cairan
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena
yang adekuat harus ada. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk
menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema.
Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan
akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka
bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel

17
tubuh. Cara yang banyak dipakai dan lebih sederhana untuk resusitasi
cairan adalah menggunakan rumus Baxter yaitu:
%Luka Bakar x BB x 4 cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan
setengah cairan hari pertama. Contoh: seorang dewasa dengan BB 50 kg
dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4
cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua.
(Yovita, 2012).
4. Pergantian Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Oleh
sebab pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak
dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat
luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.
5. Perawatan Luka Bakar
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka
segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di
debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka
harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak
hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar
pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit.
I. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium Hitung darah lengkap:

a) Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah


yangbanyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjuk kan

18
adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadisehubungan
dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh
darah.

b) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi


atau inflamasi.

c) GDA (Gas Darah Arteri) untuk mengetahui adanya kecurigaan cedera


inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.

d) Elektrolit Serum, Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan


dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium padaawal
mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi
saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.

e) Natrium Urin, Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan


cairan ,kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.

f) Alkali Fosfat, peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan


perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

g) Glukosa Serum, Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon


stress.

h) Albumin Serum, Untuk mengetahui adanya kehilangan protein


padaedema cairan.

i) BUN atau Kreatinin, Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau


fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

j) Loop aliran volume, pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya


cedera.

k) EKG, Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau


distritmia.

l) Fotografi luka bakar, Memberikan catatan untuk penyembuhan luka


bakar.

19
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian menurut Majid (2013), meliputi:
1. Pengkajian Primer (Primary Survey)
Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,
karenanya harus dicek airway, breathing dan circulation, disability, dan
exposure terlebih dahulu.
a. Airway
Pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan akibat
edema mukosa jalan nafas di tambah secret yang di produksi
berlebihan (hipersekresi) dan mengalami pengentalan.
Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka
segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya
trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka
bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum
yang hitam.
b. Breathing
Eschar yang melingkari dada dapat menghambat
pergerakan dada untuk bernapas, segera lakukan
escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain
yang dapat menghambat pernapasan, misalnya
pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji
pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau
tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea,
takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada
suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi atau
wheezing. Selain itu dikaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga
menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi
syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Kaji
ada tidaknya penurunan tekanan darah kelainan detak jantung
misalnya takikardi, bradikardia. Kaji juga ada tidaknya

20
sianosis, capiler refil time memanjang, kondisi akral, dan nadi
pasien. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat
diberikan dengan Formula Baxter.
2. Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar
3. Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama,
sisanya dalam 16 jam berikutnya.
d. Disability
Pada pasien penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan
reflex, pupil anisokor dan nilai GCS.
e. Exposure
Pada pasien dengan luka bakar terdapat hipertermi akibat
inflamasi. Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan
luka bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan
pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok
hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya kalium
(akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat
hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien
dengan luka bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju
metabolik dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal
tubuh akan meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya
respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun
pasien juga akan menurun karena adanya down regulation
pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga
hilangnya barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit
2. Pengkajian sekunder (Secondary Survey)
Secondary Survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap
yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien
meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat
medis, riwayat keluarga, social, dan system.
a) Keluhan utama: Luas cedera akibat dari intesitas panas (suhu)
dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan
keluhan stridor, takipnea, dyspnea, dan penafasan seperti
bunyi burung gagak.

21
b) Riwayat penyakit sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui
karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang
tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang
dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya
terjadi.
c) Riwayat penyakit dahulu: Penting dikaji untuk menentukan
apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan
kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan
infeksi (misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif, dan
sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan
atau gastro intertisnal. Beberapa masalah seperti diabetes,
gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran.
Jika terjadi cedera inhalasi pada keadaan penyakit
kardiopulmonal (misalnya gagal jantung kongestif, emfisema)
maka status pernapasan akan sangat terganggu .
d) Riwayat penyakit keluarga: kaji riwayat keluarga yang
kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetic
kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC, dll
e) Review of system.
B. Observasi umum

a) Pastikan bahwa proses luka bakar telah berhenti.

b) Pastikan bahwa jalan nafas pernapasan dan sirkulasi tidak ada


masalah.

c) Pasien dengan kemungkinan masalah ABC dan pasien dengan


masalah lain kecuali luka bakar superficial ringan harus langsung
dimasukkan ke ruang tindakan. Pasien yang tampak mengalami luka
bakar ringan juga dapat dimasukkan ke ruang tindakan untuk
memberi perbedaan nyeri bila perlu.

d) Dengan menganggap intervensi penyelamatan Jiwa tidak


diperlukandapatkan data berikut dari pasien keluarga teman atau
personal medisdarurat:

1. Riwayat "AMPLE"

2. Tipe agen luka bakar

22
3. Lama waktu pemajanan

4. Apakah pasien dalam ruang tertutup

5. Trauma penyerta

6. Adanya tindakan sebelumnya

7. Riwayat penggunaan alkohol atau obat sebelum kejadian

8. Riwayat merokok

9. Voltase ampere dan arus listrik pada luka bakar listrik

10. Petunjuk lain

11. Status imunisasi tetanus

12. Kemungkinan adanya Cedera yang menunjukkan kesalahan


tindakan.

C. Diagnosa keperawatan
Menurut teori Amin Huda Nurarif (2013), diagnose keperawatan yang
muncul pada kasus luka bakar, yaitu:
1. D.0003 Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran
alveolus-kapiler.
2. D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. spasme jalan nafas.

3. D.0077 Nyeri akut b.d. agen pencedera kimiawi (misal. terbakar dan
terkena bahan kimia iritan).

4. D.0129 Gangguan integritas kulit atau jaringan b.d. terbakar atau


terkena bahan iritan kimia.

5. D.0023 Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif.


6. D.0130 Hipertermia b.d. proses penyakit.
7. D.0054 Gangguan mobilitas fisik b.d. penurunan kendali otot dan
kekuatan otot.
8. D.0142 Risiko infeksi d.d. ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer: kerusakan integritas kulit.

23
No. Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi
Keperawatan

1. D.0003 Gangguan Tujuan : I.01014 Pemantauan


pertukaran gas b.d. Setelah dilakukan tindakan Respirasi
perubahan asuhan keperawatan Observasi:
membran alveolus- diharapkan gangguan 1. Monitor frekuensi,
kapiler. pertukaran gas teratasi irama, kedalaman
sesuai dengan kriteria dan upaya nafas.
hasil. 2. Monitor pola nafas
Kriteria Hasil : (seperti bradipnea,
L.01003 Pertukaran Gas takipnea,
1. PCO2 dalam batas hiperventilasi,
normal. kussmaul, cheyne-
2. PO2 dalam batas stokes, biot, dan
normal. ataksik).
3. Tanda – tanda vital 3. Monitor kemampuan
dalam batas normal. batuk efektif.
4. pH dalam batas 4. Monitor adanya
normal. produksi sputum.
5. Bunyi suara 5. Monitor adanya
tambahan menurun. sumbatan jalan
nafas.
6. Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru.
7. Auskultasi bunyi
nafas.
8. Monitor saturasi
oksigen.
9. Monitor nilai AGD.
10. Monitor hasil x-ray
thoraks.
Terapeutik:
1. Atur interval
pemantauan

24
respirasi sesuai
kondisi pasien.
2. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan.
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu.
Kolaborasi:

1. Kolaborasi memilih
ukuran dan jenis
selang endotrakeal
(ET) atau selang
trakeostomi yang
tepat.
2. D.0001 Bersihan Tujuan: I.101011 Managemen
jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Jalan Nafas
efektif b.d. spasme asuhan keperawatan Observasi:
jalan nafas. diharapkan jalan nafas 1. Monitor pola napas
pasien efektif sesuai (frekuensi,
dengan kriteria hasil. kedalaman, dan
Kriteria Hasil : usaha napas).
L.01001 Bersihan Jalan 2. Monitor bunyi napas
Nafas tambahan (misal.
1. Batuk efektif gurgling, mengi,
meningkat. wheezing, ronkhi,
2. Produksi sputum dan kering).
meningkat. 3. Monitor aputum
3. Mengi menurun. (jumlah, warna, dan
4. Wheezing menurun. aroma).
5. Dispnea menurun. Terapeutik:
1. Pertahankan

25
6. Ortopnea menurun. kepatenan jalan
7. Sulit bicara menurun. napas head till chin
8. Sianosis menurun. left (jaw trust jika
9. Gelisah menurun. curiga trauma
10. Frekuensi napas servikal).
membaik. 2. Posisikan semi
11. Pola napas membaik. fowler atau fowler.
3. Berikan minum
hangat.
4. Lakukan fisioterapi
dada jika perlu.
5. Lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik.
6. Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum
penghisapan
endotrakeal.
7. Keluarkan
sumbatan benda
padat dengan
forsep megill.
8. Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml per
hari jika tidak ada
indikasi.
2. Ajarkan Teknik
batuk efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian

26
bronkodilator
ekspektoran,
mukolitik bila perlu
3. D.0077 Nyeri akut Tujuan: I.08238 Manajemen
b.d. agen Setelah dilakukan tindakan Nyeri
pencedera kimiawi asuhan keperawatan Observasi:
(misal. terbakar dan diharapkan nyeri pada 1. Identifikasi lokasi,
terkena bahan kimia pasien berkurang sesuai karakteristik nyeri,
iritan). dengan kriteria hasil. durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil: kualitas, intensitas
L.08066 Tingkat Nyeri nyeri.
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun. nyeri.
2. Meringis menurun. 3. Identifikasi respon
3. Sikap protektif nyeri no-verbal.
menurun. 4. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun. yang memperberat
5. Kesulitan tidur dan memperingan
menurun. nyeri.
6. Menarik diri menurun. 5. Identifikasi
7. Berfokus pada diri pengetahuan dan
sendiri menurun. keyakinan tentag
8. Perasaan depresi nyeri.
atau tertekan 6. Identifikasi
menurun. pengaruh budaya
9. Perasaan takut terhadap respon
mengalami cidera nyeri.
berulang menurun. 7. Identifikasi
10. Frekuensi nadi pengaruh nyeri
membaik. pada kualitas hidup.
11. Pola nafas membaik. 8. Monitor
12. Tekanan darah keberhasilan terapi
membaik. komplementer yang
13. Proses berfikir sudah diberikan.
membaik. 9. Monitor efek

27
14. Fokus membaik. samping
15. Perilaku membaik. penggunaan
16. Nafsu makan analgetik.
membaik. Terapeutik
17. Pola tidur membaik 1. Berikan Teknik non
L.08063 Kontrol Nyeri farmakologis untuk
mengurangi rasa
1. Melaporkan nyeri
nyeri.
terkontrol meningkat.
2. Kontrol lingkungan
2. Kemampuan
yang memperberat
mengenali onset nyeri
rasa nyeri.
meningkat.
3. Fasilitasi istirahat
3. Kemampuan
tidur.
mengenali penyebab
4. Pertimbangkan jenis
nyeri.
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri.
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan
memicu nyeri.
2. Jelaskan strategis
meredahkan nyeri.
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara
mandiri.
4. Anjurkan
menggunakan
analgetic secara
tepat.
5. Ajarkan teknik non-
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri.

28
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu.
4. D.0129 Gangguan Tujuan : I.11353 Perawatan
integritas kulit atau Setelah dilakukan tindakan Integritas Kulit
jaringan b.d. asuhan keperawatan Observasi:
terbakar atau diharapkan integritas kulit 1. Identifikasi
terkena bahan iritan dan jaringan pasien penyebab gangguan
kimia. membaik sesuai dengan integritas kulit.
kriteria hasil. Terapeutik:
Kriteria hasil : 1. Ubah posisi tiap 2
L.14125 Integritas Kulit jam jika tirah baring.
dan Jaringan 2. Gunakan produk
1. Elastisitas meningkat. berbahan petrolium
2. Hidrasi meningkat. atau minyak pada
3. Keruskan jaingan kulit kering.
menurun. 3. Hindari produk
4. Kerusakan lapisan berbahan dasar
kulit menurun. alkohol pada kulit.
5. Nyeri menurun. Edukasi:
6. Kemerahan menurun. 1. Anjurkan
7. Perdarahan menurun. menggunakan
8. Hematoma menurun pelembab.
2. Anjurkan minum air
yang cukup.
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
4. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrem.
5. Anjurkan mandi dan
menggunkan sabun

29
secukupnya.
I.14564 Perawatan Luka
Observasi:
1. Monitor karakteristik
luka.
2. Monitor tanda-tanda
infeksi.
Terapeutik:
1. Lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan.
2. Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih
nontoksik.
3. Bersihkan jaringan
nekrotik.
4. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi,
jika perlu.
5. Pasang balutan
sesuai jenis luka.
6. Pertahankan teknik
steril saat
melakukan
perawatan luka.
Edukasi:
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi.
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi prosedur

30
debridement.
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika perlu.
5. D.0023 Hipovolemia Tujuan: I.03116 Manajemen
b.d. kehilangan Hipovolemia
Setelah dilakukan tindakan
cairan aktif.
asuhan keperawatan Observasi:
diharapkan hipovolemia
1. Periksa tanda dan
teratasi sesuai dengan
gejala hipovolemia
kriteria hasil.
(misal. frekuensi
Kriteria Hasil: nadi meningkat,
nadi teraba lemah,
L.03028 Status Cairan
tekanang nadi
1. Frekuensi nadi menyempit, tekanan
membaik. darah menurun,
2. Tekanan darah turgor kulit
membaik. menurun, membran
3. Membran mukosa mukosa kering,
membaik. volume urin
4. Kadar Hb membaik. menurun,

5. Kadar Ht membaik. hematokrit

6. Intake cairan meningkat, haus,

membaik. dan lemah).


2. Monitor intake dan
7. Output cairan
output cairan.
meningkat.
Terapeutik:
L.14125 Integritas Kulit
dan Jaringan 1. Hitung kebutuhan
cairan.
1. Perfusi jaringan
2. Berikan asupan
meningkat.
cairan oral.
2. Kerusakan jaringan
3. Berikan posisi
menurun.
modified
3. Kerusakan lapisan
trendelenburg.
kulit menurun.

31
4. Perdarahan menurun. Edukasi:
5. Suhu kulit membaik. 1. Anjurkan
L.02009 Keseimbangan memperbanyak
Asam Basa asupan cairan oral.

1. Kadar CO2 membaik. 2. Anjurkan


menghindari
perubahan posisi
mendadak.
Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian cairan
isotonis (misal.
NaCL dan RL).
2. Kolaborasi
pemberian cairan
hipotonis (misal.
glukosa 2,5%).
3. Kolaborasi cairan
koloid (misal.
albumin dan
plasmanate).
4. Kolaborasi
pemberian produk
darah.
I.02049 Manajemen
Syok Hipovolemik

Observasi:

1. Monitor status
kardiopulmonal
(misal. frekuensi
nadi, kekuatan nadi,
frekuensi napas,
tekanan darah, dan

32
MAP).
2. Monitor status
oksigenasi (misal.
oksimetri, nadi, dan
AGD).
3. Monitor tingkat
kesadaran dan
respon pupil.
Terapeutik:

1. Pertahankan jalan
napas paten.
2. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi oksigen
>94%.
3. Pasang jalur infus
intravena.
4. Pasang kateter
urine untuk menilai
produksi urine.
Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian
epineprin.
2. Kolaborasi
pemberian
resusitasi cairan,
jika perlu.
6. D.0130 Hipertermia Tujuan: I.15506 Manajemen
b.d. proses penyakit. Hipertermia
Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan Observasi:
diharapkan hipertermia
1. Identifikasi
pasien menurun dan
penyebab

33
menunjukkan suhu tubuh hipertermia (misal.
normal sesuai dengan dehidrasi dan
kriteria hasil. proses inflamasi).
2. Monitor suhu tubuh.
Kriteria Hasil:
3. Monitor kadar
L.14134 Termoregulasi elektorlit.

1. Kulit merah menurun. 4. Monitor komplikasi

2. Takikardia menurun. akibat hipertermia.

3. Takipnea menurun. Tindakan:

4. Bradipnea menurun. 1. Sediakan


5. Suhu tubuh membaik. lingkungan yang
6. Suhu kulit membaik. dingin.
L.02011 Perfusi Perifer 2. Lepaskan pakaian.

1. Penyembuhan luka 3. Basahi dan kipasi

meningkat. permukaan tubuh.


4. Berikan cairan oral.
5. Lakukan
pendinginan
eksternal (misal.
kompres dingin).
6. Berikan oksigen.
Edukasi:

1. Anjurkan tirah
baring pada pasien.
Kolaborasi:

1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektolit melalui
intravena.
2. Kolaborasi
pemberian
antipiretik atau
aspirin.
I.14578 Regulasi

34
Temperatur

Observasi:

1. Monitor suhu tubuh


setiap 2 jam sekali,
jika perlu.
2. Monitor tekanan
darah, frekuensi
nadi, dan frekuensi
pernapasan.
3. Monitor warna kulit
dan suhu kulit.
7. D.0054 Gangguan Tujuan: I.07173 Dukungan
mobilitas fisik b.d. Mobilisasi
Setelah dilakukan tindakan
penurunan kendali
asuhan keperawatan Observasi:
otot dan kekuatan
diharapkan mobilitas fisik
otot. 1. Identifikasi adanya
pasien meningkat sesuai
nyeri dan keluhan
dengan kriteria hasil.
fisik lainnya.
Kriteria Hasil: 2. Identifikasi toleransi
fisik melakukan
L.05042 Mobilitas Fisik
pergerakan.
1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi
ekstermitas jantung dan tekanan
meningkat. darah sebelum
2. Kekuatan otot memulai mobilisasi.
meningkat. 4. Monitor kondisi
3. Rentang gerak (ROM) umum selama
meningkat. melakukan
4. Nyeri menurun. mobilisasi.
5. Gerakan terbatas Terapeutik:
menurun.
1. Fasilitasi aktivitas
6. Kelemahan fisik
mobilisasi dengan
menurun.
alat bantu (misal.
pagar tempat tidur).

35
2. Libatkan keluarga
pasien untuk
membatu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan.
Edukasi:

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi.
2. Ajarkan melakukan
mobilisasi dini.
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan.
8. D.0142 Risiko Tujuan: I.14539 Pencegahan
infeksi d.d. Infeksi
Setelah dilakukan tindakan
ketidakadekuatan
asuhan keperawatan Observasi:
pertahanan tubuh
diharapkan pasien tidak
primer: kerusakan 1. Monitor tanda dan
mengalami infeksi sesuai
integritas kulit. gejala infeksi lokal
dengan kriteria hasil.
dan sistemik.
Kriteria Hasil: Terapeutik:

L.14137 Tingkat Infeksi 1. Batasi jumlah


pengunjung.
1. Demam menurun.
2. Berikat perawatan
2. Kemerahan menurun.
pada kulit.
3. Nyeri menurun.
3. Cuci tangan
4. Kultur sel darah putih
sebelum dan
menurun.
sesudah kontak
5. Kultur area luka
dengan pasien.
menurun.
4. Pertahankan teknik
L.14125 Integritas Kulit
aseptik pada pasien
dan Jaringan
berisiko tinggi.
1. Kerusakan jaringan Edukasi:
menurun.

36
2. Kerusakan lapisan 1. Jelaskan tanda dan
kulit menurun. gejala infeksi.
3. Nekrosis menurun. 2. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan.
I.14565 Perawatan
Luka Bakar

Observasi:

1. Identifikasi
penyebab luka
bakar.
2. Identifikasi durasi
terkena luka bakar
dan riwayar
penanganan
sebelumnya.
3. Monitor kondisi luka
(misal. presentasi
ukuran luka, derajat
luka, perdarahan,
warna dasar luka,
infeksi, eksudat, bau
luka, dan kondisi
tepi luka).
Terapeutik:

1. Gunakan teknik
aseptik selama
merawat luka.
2. Lepaskan balutan
lama dengan hindari
nyeri dan

37
perdarahan.
3. Renda, denngan air
steril jika balutan
lengket pada luka.
4. Bersihkan luka
dengan cairan steril
(misal. NaCl 0,9%
atau cairan
antiseptik).
5. Jadwalkan frekuensi
perawatan luka
berdasarkan ada
atu tidaknya infeksi,
jumlah eksudat, dan
jenis balutan yang
digunakan.
6. Gunakan modern
dressing sesuai
dengan kondisi luka
(misal. hyrocolloid,
polymer, crystalline,
dan cellulose).
7. Berikan diet dengan
kalori 30 – 35
kkal/kgBB/ hari dan
protein 1,25 – 1,5
g/kgBB/ hari.
Edukasi:

1. Jelaskan tanda dan


gejala infeksi.
2. Anjurkan konsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein.
Kolaborasi:

38
1. Kolaborasi prosedur
debridement (misal.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik),
jika perlu.
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotik, jika perlu.

D. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1 Gangguan pertukaran Luaran utama : Intervensi utama
gas berhubungan dengan pertukaran gas Pemantauan respirasi
cedera alveolar (L.02003) (101014)
Luaran Tambahan : Intervensi pendukung
1. Keseimbangan 1. managemen asam-
asam-basa (L04034) basa (109988)
2. konservasi energi 2. managemen energi
(L05040) (105178)
3. perfusi paru 3. managemen jalan
4. respon ventilasi nafas (101011)
mekanik 4. pengambilan sampel
Tujuan : darah arteri
Setelah dilakukan Pemantauan respirasi
Tindakan keperawatan Tindakan :
selama…jam, Observasi
gangguan pertukaran 1. monitor frekuensi,
gas teratasi irama, kedalaman dan
Kriteria hasil : upaya nafas
1. PCO2 dalam batas 2. monitor pola nafas
normal 3. monitor kemampuan
2. PO2 dalam batas batuk efektif
normal 4. monitor adanya
3. tanda-tanda vital produksi sputum

39
dalam batas normal 5. monitor adanya
4. pH dalam batas sumbatan jalan nafas
normal 6. palpasi kesimetrisan
5. tidak ada suara ekspansi paru
tambahan 7. auskultasi bunyi
nafas
8. monitor saturasi
oksigen
9. monitor nilai AGD
10. monitor hasil x-ray
Terapeutik
1. atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2 Ketidakefektifan bersihan Luaran utama : Intervensi utama :
jalan nafas berhubungan 1. bersihan jalan napas 1. managemen jalan
dengan adanya obstruksi (L01001) napas (101011)
jalan nafas Luaran tambahan : 2. layihan batuk efektif
1. kontrol gejala (101006)
(L14127) 3. pemantauan
2. pertukaran gas respirasi (101014)
(L01003) Intervensi pendukung
3. respon alergi lokal 1. managemen asma
(L14131) (101010)
4. responsi alergi 2. pencegahan aspirasi
sistemik (L14132) (101018)
5. respon ventilasi 3. pengaturan posisi
mekanik (L01005) (101019)

40
6. tingkat infeksi 4. penghisapan jalan
(L14137) napas (101020)
Bersihan jalan napas 5. terapi oksigen
Tujuan : setelah (101026)
dilakukan Tindakan Managemen jalan
perawatan selama…… nafas
jam, bersihan jalan Tindakan :
napas meningkat Observasi
Kriteria hasil : 1. monitor pola napas
1. batuk efektif (frekuensi, kedalaman,
meningkat usaha napas)
2. produksi sputum 2. monitor bunyi napas
meningkat tambahan (missal
3. mengi menurun gurgling, mengi,
4. wheezing menurun wheezing, ronkhi,
5. mekonium (pada kering)
neonates) menurun 3. monitor aputum
6. dispnea menurun (jumlah, warna, aroma)
7. ortopnea menurun Terapeutik
8. sulit bicara menurun 1. pertahankan
9. sianosis menurun kepatenan jalan napas
10. gelisah menurun head till chin left (jaw
11. frekuensi napas trust jika curiga trauma
membaik servikal)
12. pola napas 2. posisikan semi
membaik fowler atau fowler
3. berikan minum
hangat
4. lakukan fisioterapi
dada jika perlu
5. lakukan
penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
6. lakukan
hiperoksigenasi

41
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep megill
8. berikan oksigen bila
perlu
Edukasi
1. anjurkan asupan
cairan 2000 ml per hari
jika tidak ada indikasi
2. ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
bronkodilator
ekspektoran, mukolitik
bila perlu
3 Nyeri akut berhubungan Luaran utama : Intervensi utama :
dengan agen cedera (mis, 1. tingkat nyeri 1. managemen nyeri
biologis, zat kimia, fisik) (L.08066) (I.08238)
Luaran tambahan : 2. pemberian analgesik
1. kontrol nyeri (I.08243)
(L.08063) Intervensi tambahan :
2. mobilitas fisik 1. edukasi Teknik
(L.05042) nafas (I.12452)
3. Penyembuhan luka 2. kompres panas
(L.14130) (I.08235)
4. pola tidur (L.05045) 3. pemantauan nyeri
5. status kenyamanan (I.08242)
(L.08064) 4. pemberian obat
Tingkat nyeri (I.02162)
Tujuan 5. terapi relaksasi
Setelah dilakukan (I.09326)

42
Tindakan keperawatan Managemen nyeri
selama………jam, Tindakan :
tingkat nyeri menurun Observasi
Kriteria hasil 1. identifikasi lokasi,
1. kemampuan karakteristik nyeri,
menuntaskan aktifitas durasi, frekuensi,
meningkat kualitas, intensitas
2. keluhan nyeri nyeri
menurun 2. identifikasi skala
3. meringis menurun nyeri
4. sikap protektif 3. identifikasi respon
menurun nyeri non verbal
5. gelisah menurun 4. identifikasi faktor
6. kesulitan tidur yang memperberat dan
menurun memperingan nyeri
7. menarik diri 5. identifikasi
menurun pengetahuan dan
8. berfokus pada diri keyakinan tentag nyeri
sendiri menurun 6. identifikasi pengaruh
9. diaphoresis budaya terhadap
menurun respon nyeri
10. perasaan 7. identifikasi pengaruh
depresi/tertekan nyeri pada kualitas
menurun hidup
11. perasaan takut 8. monitor
mengalami cidera keberhasilan terapi
berulang menurun komplementer yang
12. anoreksia menurun sudah diberikan
13. perinium terasa 9. monitor efek
tertekan menururn samping penggunaan
14. uterus teraba analgetik
membulat menurun Terapeutik
15. ketegangan otot 1. berikan Teknik non
menurun farmakologis untuk
16. pupil dilatasi mengurangi rasa nyeri

43
menurun 2. kontrol lingkungan
17. muntah menurun yang memperberat
18. mual menurun rasa nyeri
19. frekuensi nadi 3. fasilitasi istirahat
membaik tidur
20. pola nafas 4. pertimbangkan jenis
membaik dan sumber nyeri
21. tekanan darah dalam pemilihan
membaik strategi meredakan
22. proses berfikir nyeri
membaik Edukasi
23. fokus membaik 1. jelaskan penyebab,
24. fungsi berkemih periode, dan memicu
membaik nyeri
25. perilaku membaik 2. jelaskan strategis
26. nafsu makan meredahkan nyeri
membaik 3. anjurkan memonitor
27. pola tidur membaik nyeri secara mandiri
4. anjurkan
menggunakan
analgetic secara tepat
5. ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
4 Kerusakan integritas kulit Integritas kulit dan Perawatan Integritas
berhubungan dengan jaringan Kulit
agen cedera Tujuan : Observasi:
Setelah dilakukan 1. Identifikasi
Tindakan penyebab gangguan
keperawatan……jam integritas kulit
diharapkan integritas Terapeutik:

44
kult dan jaringan 2. Ubah posisi tiap 2
meningkat jam jika tirah baring
Kriteria hasil : 3. Gunakan produk
1. elastisitas berbahan petrolium
meningkat atau minyak pada kulit
2. hidrasi meingkat kering
3. kerusakan lapisan 4. Hindari produk
kulit menurun berbahan dasar
4. perdarahan alkohol pada kulit
menurun Edukasi
5. nyeri menurun 1. Anjurkan
6. hematoma menuru menggunakan
pelembab
2. Anjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan
menghindari terpapar
suhu ekstrem
5. Anjurkan mandi dan
menggunkan sabun
secukupnya
Perawatan Luka
Observasi:
1. Monitor karakteristik
luka
2. Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik:
1. Lepaskan balutan
dan plester secara
perlahan
2. Bersihkan dengan

45
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik
3. Bersihkan jaringan
nekrotik
4. Berikan salep yang
sesuai ke kulit/lesi, jika
perlu
5. Pasang balutan
sesuai jenis luka
6. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Anjurkan
mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
Kolaborasi
3. Kolaborasi prosedur
debridement
4. Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu
5 Kekurangan volume Luaran utama : Intervensi utama :
cairan berhubungan 1. keseimbangan 1. managemen cairan
dengan kehilangan cairan cairan (I.03008)
aktif Luaran tambahan Intervensi
1. keseimbangan pendukung :
elektrolit (L.03077) 1. identifikasi resiko
2. status cairan (I.14502)
(L.03038) 2. katerisasi urine
3. status nutrisi (I.04148)
(L.03030) 3. managemen

46
4. tingkat infeksi 4. managemen syok
(L.141137) (I02048)
Keseimbangan cairan 5. pencegahan syok
Tujuan : (I.02068)
Setelah dilakukan Managemen cairan
Tindakan keperawatan Tindakan
selama….jam, Observasi
keseimbangan cairan 1. monitor status
meningkat hidrasi (misalnya
Kriteria hasil : frekuensi nadi,
1. asupan cairan kekuatan nadi akral
meningkat pengisian kapiler,
2. haluaran urin kelembapan mukosa,
meningkat turgor kulit, tekanan
3. kelembapan darah)
membrane mukosa 2. monitor berat badam
meningkat harian
4. asupan makanan 3. monitor berat badan
meningkat sebelum dan sesuadah
5. edema menurun dialysis
6. dehidrasi menurun 4. monitor hasil
7. Asites menurun pemeriksaan
8. konfusi menurun laboraturium (misalnya
9. tekanan darah hematokrit, Na, K, CI,
membaik berat jenis urine, BUN)
10. denyut nadi radial 5. monitor status
membaik hemodinamik
11. tekanan arteri rata- (misalnya MAP, CVP,
rata membaik PAP, PCWP jika
12. membrane mukosa tersedia)
membaik Kolaborasi
13. mata cekung 1. kolaborasi
membaik pemberian diuretik, jika
14. turgor kulit perlu
membaik

47
15. berat badan
membaik
6 Hipertermi berhubungan Luaran utama Intervensi utama
dengan proses inflamasi 1. termoregulasi 1. managemen
(L.14134) hiertermia (I.15506)
Luaran tambahan Intervensi pendukung
1. perfusi (L.02011) 1. edukasi pengukuran
2. Status cairan suhu tubuh (I.12414)
(L.02011) 2. edukasi program
3. status kenyamanan pengobatan (I.12441)
(L.08064) 3. edukasi
4. status neurologis termoregulasi (I.12457)
(L06053) 4. kompres dingin
5. status nutrisi (I.08234)
(L.03030) 5. managemen cairan
6. termogulasi (I.03098)
neonates (L.14135) 6. pemberian obat
Termoregulasi (I.02062)
Tujuan Managemen
Setelah dilakukan hipertermia
Tindakan keperawatan Tindakan
selama…. Jam Obseravsi
termogulasi membaik 1. identifikasi
Kriteria hasil penyebab hipertermia
1. menggigil menurun 2. memonitor suhu
2. kejang menurun tubuh
3. akrosianosis 3. memonitor kadar
menurun elektrolit
4. konsumsi oksigen 4. memonitor
menurun komplikasi akibat
5. vasokontriksi perifer hipertermia
menurun 5. memonitor haluaran
6. pucat menurun urine
7. takikardi menurun Terapeutik
8. Takipnea menurun 1. sediakan lingkungan

48
9. hipoksia menurun yang dingin
10. suhu tubuh 2. longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian
11. suhu kulit menurun 3. basahi dan kipasi
12. kadar glukosa permukaan tubuh
darah membaik 4. berikan cairan oral
13. pengisian kapiler 5. ganti linen setiap
membaik hari atau lebih sering
14. ventilasi membaik jika mengalami
hyperhidrosis
6. lakukan pendinginan
eksternal (kompres
dingin)
7. hindari pemberian
antipiretik
8. berikan oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit, jika perlu
7 Hambatan mobilitas fisik Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi
berhubungan penurunan Tujuan :
Observasi:
ketahanan tubuh dan setelah dilakukan
penurunan kekuatan otot. Tindakan keperawatan 1. Identifikasi adanya
selama….. jam nyeri atau keluhan fisik
diharapkan mobilitas lainnya
fisik meningkat 2. Identifikasi toleransi
Kriteria hasil fisik melakukan
1. pergerakan pergerakan
ekstermotas meningkat
3. Monitor frekuensi
2. kekuatan otot
jantung dan tekanan
membaik
darah sebelum

49
3. nyeri menurun memulai mobilisasi
4. kaku sendi menurun
3. Monitor kondisi
5. gerakan terbatas
umum selama
menurun
melakukan mobilisasi
6. kelemahan fisik
menurun Terapeutik:

1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu

2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu

3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi

2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini

3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. Duduk
di tempat tidur)

8 Resiko infeksi faktor Tingkat infeksi Pencegahan infeksi


berhubungan dengan Tujuan : setelah Observasi:
kerusakan kulit dilakukan Tindakan 1. Monitor tanda gejala
keperawatan infeksi lokal dan
selama…..jam, sistemik
glukosa derajat infeksi Terapeutik

50
menurun 2. Batasi jumlah
Kriteria hasil : pengunjung
1. demam menurun 3. Berikan perawatan
2. kemerahan menurun kulit pada daerah
3. nyeri menurun edema
4. bengkak menurun 4. Cuci tangan
5. kadar sel darah sebelum dan sesudah
putih membaik kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
5. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
6. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
7. Ajarkan cara
memeriksa luka
8. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian imunisasi,
Jika perlu

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan
tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, bahan kimia,

51
listrik, maupun radiasi) atau zat-zat yang bersifat membakar baik berupa
asam kuat dan basa kuat (Sarhani, 2016). Luka bakar tak boleh dianggap
sepele, meskipun terdapat luka kecil penanganan harus cepat
diusahakan. Penderita luka bakar memerlukan penanganan secara
bolistik dari berbagai aspek dan disiplin ilmu. Perawatan luka bakar
didasarkan pada luas luka bakar, kedalaman luka bakar, faktor penyebab
timbulnya luka bakar, dan lain-lain. Pada luka bakar yang luas dan dalam
akan memerluka perawatan yang lama dan mahal. Dampak luka bakar
yang dialami penderita dapat menimbulkan berbagai masalah fisik, psikis,
dan social bagi pasien dan juga keluarga. Dengan makin bertambahnya
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka makin berkembang pula teknik
ataupun cara penanganan luka bakar sehingga makin meningkatkan
kesempatan untuk sembuh bagi penderita luka bakar.

B. Saran

Dalam menangani korban luka bakar harus tetap memegang prinsip


steril dan sesuai medis, tidak boleh dilakukan sembarangan karena bisa
mempengaruhi waktu kesembuhan luka bakar. Setiap individu baik tua,
muda, maupun anak-anak diharapkan selalu waspada dan berhati-hati
setiap kali melakukan kegiatan atau aktivitas terutama pada hal-hal yang
dapat memicu luka bakar.

52
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA NIC-NOC. Jakarta: Medication Publishing.

Anggowarsito, J. L. (2014). Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi. Jurnal


Widya Medika Surabaya, 2(2). 11-120.

ANZBA (Australian and New Zeland Burn Association). (2010). Treatment of


burns in the first 24 hours: simpleand practical guide by answering 10
questionsin a step-by-step form. American. Retrieved Agustus 5, 2021,
from
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6475/JOURN
AL% 20TREATMENT%20OFBURN%202010-A.pdf?sequence

Association, American Burn. (2013). Burn Incidence and Treatment in the United
States: 2013 Fact Sheet. Retrieved Agustus 5, 2021, from
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php

Barbara, A. B., Glen, G., & Marjorie, S. (2013). Willard and Spackman's
Occupational Therapy (12th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Cesarani, P. P., Hamid, A. R., & Wiratnaya, I. G. (2020). Profile Penderita Luka
Bakar di Unit Luka Bakar Rsup Sanglah Denpasar (2013-2015). Jurnal
Medika Udayana, 9(3). 39-43.

Dewi, Y. R. (2013). Luka Bakar: Konsep Umum dan Investigasi Berbasis Klinis
Luka Antemortem dan Postmortem. http:// download. portalgaruda.
org/article. php?article=14475&val=970.pdf. Retrieved Agustus 5,
2021, from http:// download. portalgaruda. org/article. php?
article=14475&val=970.pdf

Djala, R. N. (2020). Pengaruh Promosi Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu


Rumah Tangga dalam Penanganan Awal Luka Bakar di Rw 6
Kelurahan Tlogomas Kota Malang [Skripsi, Program Studi Sarjana
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuwana
Tunggadewi Malang]. Retrieved Agustus 5, 2021, from

53
https://rinjani.unitri.ac.id/bitstream/handle/071061/451/artikel
%20%20rosvina%20djala.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Dwita, L. P., Ramadhani, A., Augusta, D. R., & Saufia, R. T. (2020). Manfaat
Ekstrak Etanol Daun Remek Daging (Hemigraphis Colorata W. Bull)
terhadap Luka Bakar pada Tikus. Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia.,
13(1). 32-40.

Fenlon, S. (2007). Burns in Children. Continuing Education in anasthesia, Critical


Care & Pain. British Journal of Anasthesia. Amerika.

Hardisman. (2016). Konsep Luka Bakar dan Penangannya. Surabaya: UNY


Press.

Haryono, W., Wibianto, A., & Hidayat, T. S. (2021). Epidemiologi dan


Karakteristik Pasien Luka Bakar di RSUD Cibabat dalam Periode 5
Tahun (2015 – 2020). Studi Retrospektif. CDK-294., 48(4). 208-210.

Jeschke, M. G., Baar, M. E., Choudhry, M. A., Chung, K., Gibran, N. S., &
Logsetty, S. (2020). Burn Injury. Nature Reviews: Disease Primers,
6(11). 1-25.

Kepmenkes RI. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


Luka Bakar. no.Hk.01.07/Menkes/555/2019.

Majid, A., & Prayogi, S. A. (2013). Buku Pintar Perawatan Pasien Luka Bakar.
Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Nielson, C. B., Duethman, N., Howard, J. M., Moncure, M., & Wood, J. G. (2016).
Burns: Pathophysiology of Systemic Complications and Current
Management. Journal of Burn Care & Research, 1-13.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

54
Prasetyo, A., Ibrahim, K., & Somantri, I. (2014). Pengalaman Hidup Pasien
Dengan Luka Bakar. Jurnal Kesehatan Al-Irsyad, 6, 22-38.

Rahayuningsih, T. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Retrieved


Agustus 5, 2021, from http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=250095&val=6682&title=Penatalaksanaan%20luka%20bakar
%20

Sahrani, F. T., Istiningtyas, A., & Teguh, S. (2016). Efektifitas Pendidikan


Kesehatan Antara Media Flip Chart Dengan Media Audiovisual
Terhadap Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Penaganan Luka Bakar
Grade 1, 1-15. Jakarta: EGC.

Wallace. (2017). Perhitungan Luas Luka Bakar dengan Metode Rule of Nines
dan Metode Lund and Browder. Jakarta: Trans Info Media.

Yovita, S. (2012). Penanganan Luka Bakar. Retrieved Agustus 5, 2021, from


http://www.Google.Co.Id/Url?Q=http://www1.Media.Acehprov.Go.Id/Up
Loads/Penanganan_Luka_Bakar.Pdf&Sa=U&Ved=0ahukewjk Gjcv-
Enjahvru.Pdf

55

Anda mungkin juga menyukai