Anda di halaman 1dari 18

CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)

Disusun
Oleh:

Authia Rahmadhani
Cut Nurhidayah
Gebrina Rizki
Nurafni zahirah
Diky Irawan
Rika Hernita
Nurul Aini Alsing
Herizatul Aula

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


AKPER KESDAM ISKANDAR MUDA BANDA ACEH
BANDA ACEH
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang CAD (Coronary Artery
Disease). Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen pengajar mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah yang telah mengamanahi penugasan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai CAD (Coronary Artery Disease). Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang.

Banda Aceh, September 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Coronary Artery Disease (CAD) merupakan salah satu penyebab utama dan
pertama kematian di negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Hasil survei
World Health Organization (WHO) pada tahun 2002, umur 15 sampai 59 tahun
terjadi revalensi kematian karena CAD sebanyak 1.332.000 jiwa, umur diatas 60
tahun terjadi prevalensi kematian sebanyak 5.825.000 jiwa diseluruh dunia dimana
lebih dari 7000 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner pada tahun
2002 dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 23,3 juta pada tahun
2030 (Darlina, 2017).
Di Indonesia, penyakit jantung koroner juga menempati urutan pertama,
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 telah mencatat bahwa estimasi
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau Coronary Artery Disease (CAD) pada umur
≥15 tahun berdasarkan diagnosa dokter sebanyak 2.650.340 orang atau sebesar
1.07% dari jumlah penduduk pada tahun 2013 yang mencapai 247.103.000 jiwa
(LitbangkesKemenkes, 2013)

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Coronary Artery Disease?
2. Bagaimana penyebab terjadinya Coronary Artery Disease
3. Bagaimana patofisiologi Coronary Artery Disease?
4. Bagaimana faktor resiko terjadinya Coronary Artery Disease?
5. Bagaimana penatalaksaan Coronary Artery Disease?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Coronary Artery Disease
2. Mengetahui penyebab terjadinya Coronary Artery Disease
3. Mengetahui patofisiologi Coronary Artery Disease
4. Mengetahui faktor resiko terjadinya Coronary Artery Disease
5. Mengetahui penatalaksaan Coronary Artery Disease
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Coronary Artery Disease


Coronary Artery Disease (CAD) atau lebih dikenal Penyakit Jantung Koroner
(PJK) merupakan suatu gangguan fungsi jantung yang disebabkan karena adanya
penyempitan dan tersumbatnya pembuluh darah jantung. Kondisi ini dapat
mengakibatkan perubahan pada berbagai aspek baik fisik, psikologis, maupun
sosial yang berakibat pada penurunan kapasitas fungsional jantung dan
kenyamanan (Mutarobin dkk, 2019).
Menurut Glassman & Shapiro (2014) penyakit arteri koroner atau Coronary
Artery Disease (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner,
arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat,
jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya
mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri
coroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung dan kerusakan
pada otot jantung.
CAD juga merupakan kondisi patologis arteri koroner yang ditandai dengan
penimbunan abnormal lipid atau bahan lemak dan jaringan fibrosa di dinding
pembuluh darah yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri dan
penurunan aliran darah ke jantung (Setyaji dkk, 2018).
B. Etiologi
Penyebab CAD secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan
oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli. vasopasme, dan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan kata lain, ketidakseimbangan
antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya yang dikenal menjadi
2, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri
koronaria) dan hipoksia. (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam
darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga
perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya
(misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul
(Katz, 2015).
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebabkan zat lemak kolesterol
dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan menumpuk dibawah
lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh darah arteri. Hal ini dapat
menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun berhenti,
sehingga menggangu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari
jantung koroner adalah kehilangan oksigen dan nutrisi ke jantung karena aliran
darah ke jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri mempengaruhi
pembentukan bekuan aliran darah yang akan mendorong terjadinya serangan
jantung. Proses pembentukan plak yang menyebabkan pengerasan arteri tersebut
dinamakan arterosklerosis. (Firdiansyah, 2014)
Penyakit jantung koroner adalah salah satu akibat utama aterosklerosis
(pengerasan pembuluh nadi) pada keadaan ini pembuluh darah nadi menyempit
(Naga, 2013). Mekanisme timbulnya penyakit jantung koroner didasarkan pada
lemak atau plak yang terbentuk di dalam humen arteri koronaria (arteri yang
mensuplai darah dan oksigen pada jantung). Plak dapat menyebabkan hambatan
aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner dan menghambat
darah kaya oksigen mencapai bagian otot jantung. Kurangnya oksigen akan
merusak otot jantung (Kasron, 2012).
C. Patofisiologi
1. Pathway
2. Patofisiologi
CAD atau penyakit jantung koroner berawal dari penimbunan lemak
pada pembuluh darah arteri yang mensuplai darah ke jantung. Akibat dari
proses ini pembuluh darah arteri menyempit dan mengeras. sehingga jantung
kekuningan pasokan darah yang kaya oksigen. Akibatnya fungsi jantung
terganggu dan harus bekerja sangat keras. Penyakit ini sering juga disebut
dengan istilah atherosklerosis (Suiraoka, 2012).
Aterosklerosis merupakan komponen penting yang berperan dalam
proses pengapuran atau penimbunan elemen-demen kolesterol. Salah satu hal
yang tidak bisa dipungkiri bahwa kolesterol dalam batas normal juga sangat
penting bagi tubuh Masalahnya akan berbeda ketika asupan kolesterol
berlebihan. Asupan lemak yang adekuat yang berhubungan dengan keadaan
patologi yaitu Penyakit Jantung Koroner erat hubungannya dengan
peningkatan kadar profil lipid (Suiraoka, 2012).
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh
pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia
miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan
perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekankan fungsi
miokardium. Apabila iskemia ini berlangsung lebih dari 30-45 menit akan
menyebabkan kerusakan sel yang sifatnya inreversible serta nekrosis atau
kematian otot jantung. Bagian yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Otot yang mengalami infark mula-
mula akan tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah
regional. Dalam waktu 24 jam akan timbul edema pada sel-sel, respons
peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-anzim jantung akan dilepaskan
oleh sel-sel yang mengalami kematian (Fathoni, 2011).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam
pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa pembuluh
darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan pendarahan dibagian dalam
pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan klot darah. Pada akhimya
dampak akut sekaligus fatal dari penyakit jantung koroner berupa serangan
jantung (Fajar, 2015).
D. Faktor Risiko
Menurut Hemingway & Marmot (2015) ada beberapa faktor nisiko yang
mengakibatkan terjadinya CAD yaitu:

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi


Faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah meliputi:
 Usia, kerentanan terhadap aterosklerosis meningkat dengan
bertambahnya usia. Pada laki-laki biasanya risiko meningkat setelah
umur 45 tahun sedangkan pada wanita umur 55 tahun.
 Jenis Kelamin, Aterosklerosis 3 kali lebih sering terjadi pada pria
dibanding wanita. Wanita agaknya relatif lebih kehal terhadap penyakit
ini karena dlindungi oleh hormon estrogen, namun setelah menopause
sama sentannya dengan pria.
 Ras Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis
dibanding orang kulit putih.
 Riwayat Keluarga CAD Riwayat keluarga yang ada menderita CAD,
meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur

2. Faktor yang dapat dimodifikasi


Faktor risiko yang dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup atau
kebiasaan pribadi meliputi:
 Hiperlipidemia, peningkatan lipid serum, yang meliputi: Kolesterol >
200 mg/dl, Trigliserida >200 mg/dl, LDL.> 160 mg/dl, HDL. <35
mg/dl.
 Hipertensi, peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik.
Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg.
Peningkatan tekanan darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja
jantung Akibatnya timbul hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi
untuk meningkatkan kontraksi. Ventrikel semakin lama tidak mampu
lagi mengkompensasi tekanan darah yang terlalu tinggi hingga
akhimya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan jantung semakin
terancam oleh aterosklerosis koroner.
 Hipertensi, peningkatan tekanan darah sistolik dan atau diastolik.
Hipertensi terjadi jika tekanan darah melebihi 140/90 mmHg.
Peningkatan tekanan darah mengakibatkan bertambahnya beban kerja
jantung Akibatnya timbul hipertrofi ventrikel sebagai kompensasi
untuk meningkatkan kontraksi. Ventrikel semakin lama tidak mampu
lagi mengkompensasi tekanan darah yang terlalu tinggi hingga
akhimya terjadi dilatasi dan payah jantung. Dan jantung semakin
terancam oleh aterosklerosis koroner.
 Merokok. Merokok akan melepaskan nikotin dan karbonmonoksida
ke dalam darah. Karbonmonoksida lebih besar daya ikatnya dengan
hemoglobin daripada dengan oksigen. Akibatnya suplai darah untuk
jantung berkurang karena telah didominasi oleh karbondioksida.
Sedangkan nikotin yang ada dalam darah akan merangsang pelepasan
katekolamin. Katekolamin ini menyebabkan konstriksi pembuluh
darah sehingga suplai darah ke jantung berkurang. Merokok juga
dapat meningkatkan adhesi trombosit yang mengakibatkan
terbentuknya trombus.
 Diabetes Mellitus, Hiperglikemi menyebabkan peningkatan agregasi
trombosit. Hal ini akan memicu terbentuknya trombus. Pasien
Diabetes Mellitus juga berarti mengalami kelainan dalam
metabolisme termasuk lemak karena terjadinya toleransi terhadap
glukosa.
 Obesitas, jika berat badan lebih dari 30% berat badan standar.
Obesitas akan meningkatkan kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
 Inaktifitas Fisik akan meningkatkan nsiko aterosklerosis. Dengan
latihan fisik akan meningkatkan HDL dan aktivitas fibrinolisis.
 Stres dan Pola Tingkah Laku, stres akan merangsang Hiperaktivitas
HPA yang dapat mempercepat terjadinya CAD. Peningkatan kadar
kortisol menyebabkan aeroklerosis, hipertensi, dan kerusakan sel
endotel pembuluh darah dan merangsang kemotaksis (Januzzi dkk,
2014).

E. Penatalaksanaan Coronary Artery Disease
1. Terapi awal
 Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin
(disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.
Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis kerja kemungkinan CAD atau CAD atas dasar
keluhan angina di ruang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan/atau marka jantung.
 Tirah baring.
 Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2
arteri < 90 % atau yang mengalami distress respirasi.
 Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam
pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.
 Aspirin 160-320 mg diberikan segera pada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut
lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (di bawah lidah) yang lebih
cepat.
 Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate) Dosis awal ticagrelor
yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x
90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik atau dosis awal clopidogrel adalah 300 mg
dilanjutkan dengan dosis memeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang
direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik,
penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel.
 Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada
yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. jika nyeri dada
tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit
sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien
yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
dalamkeadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai
sebagai pengganti.
 Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi
pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual.
Penyekat Beta (Beta Bloker), Keuntungan utama terapi penyekat beta
terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan
turunnya konsumsi oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan
pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan,
asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus,
preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Penyekat beta
direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika terdapat
hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat kontra indikasi.
 Calcium channel blockers (CCBs), Nifedipin dan amlodipin mempunyai
efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau
AV Node. Sebaliknya verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap
SA. Node dan AV Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri.
 Antikoagulan, Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan
berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5 mg
setiap hari secara subkutan. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari)
disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila
fondaparinuks tidak tersedia. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target
aPTT 50-70 detik atau heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya
(dengan dosis yang direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks
atau enoksaparin tidak tersedia.
 Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin, Inhibitor angiotensin
converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi remodeling dan
menurunkan angka kematian penderita pascainfark-miokard yang disertai
gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung klinis.
 Statin, Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa
mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-
coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada semua penderita
UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi
revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra.

2. Terapi Invasif Percutaneous Coronary Intervention (PCI).


Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk
dilakukan strategi invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. Strategi
invasif melalui tindakan angioplasti coroner.

Angioplasti koroner merupakan tindakan revaskularisasi koroner non


bedah, sering disebut dengan Percutanious Transluminal Coronary
Angioplasty (PTCA). PTCA merupakan tindakan melebarkan penyempitan
arteri koroner dengan menggunakan balon atau stent yang diarahkan melalui
kateter. Pada perkembangan teknik angioplasti koroner, PTCA lazim disebut
dengan Percutaneous Coronary Intervention (PCI). Istilah PCI di Indonesia
dikenal dengan Intervensi Koroner Perkutan (AHA, 2012).
Seperti tindakan kateterisasi, prosedur PTCA juga hanya menggunakan
pembiusan/anastesi lokal di kulit. Akses pembuluh darah bisa di pergelangan
tangan ataupun di pangkal paha. Setelah dipasang selongsong (sheath) di
pembuluh darah kaki atau tangan, maka kateter akan dimasukan sampai pada
pembuluh darah koroner jantung. Kateter yang digunakan mempunyai
diameter lumen yang lebih besar dibandingkan dengan kateter yang digunakan
untuk kateterisasi jantung. Untuk masuk ke pembuluh darah koroner yang
menyempit, harus dipandu dengan menggunakan guide wire dengan ukuran
sangat kecil, yaitu 0,014 inchi.
Waktu pelaksanaan kateterisasiditentukan berdasarkan beberapa
parameter dan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu
 Primary Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12
Jam, Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30 menit akan
meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%. Sehingga segala
usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi.
 Early Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang dilakukan
pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala lebih dari 12 Jam.
 Rescue Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari 12
Jam setelah mengalami kegagalan terapi Fibrinoliti.
 Percutaneous Coronary Intervention Elektif Strategi ini dilakukan pada
pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi dan dianggap memiliki
risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:
a) Nyeri dada tidak berulang, tidak ada tanda-tanda kegagalan jantung
b) Tidak ada kelainan pada EKG awal atau kedua (dilakukan pada jam ke-
6 hingga 9)
c) Tidak ada peningkatan nilai troponin (saat tiba atau antara jam ke-6
hingga 9)
d) Tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan (inducible ischemia).

3. Indikasi untuk dilakukan PCI adalah:


 Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) adalah sindrom
Koroner akut dengan deviasi ST segmen elevasi > 1 mm di ekstrimitas dan
> 2 mm di precordial, lead yang bersebelahan serta peninggkatan CKMB
lebih dari25µ/l , Troponin T positif > 0,03.
 Non–ST-elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS) adalah sindrom
Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm, dapat disertai
dengan gelombang T inverse dan peningkatan CKMB > 25 µ/l Troponin T
positif > 0,03.
 Unstable angina adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen
depresi > 0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse dan Enzim
jantung (Bio-marker) normal.
 Stable angina
 Anginal equivalent (eg, dyspnea, arrhythmia, or dizziness or syncope)
 High risk stress test findings

4. Kontraindikasi

 CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia


 Gangguan elekrolit
 Infeksi ( demam )
 Gagal ginjal
 Perdarahan saluran cerna akut/anemia
 Stroke baru (< 1 bulan)
 Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )
 Pasien yang tidak kooperatif
 Usia kehamilan kurang dari 3 bulan

4. Area Penusukan

Area penusukan pada tindakan PCI terdiri atas:

 Arteri Femoralis
 Arteri Brachialis
 Arteri Radialis

5. Komplikasi
 Diseksi arteri coroner
 Vasospasme arteri coroner
 Akut disritmia
 Cardiac arrest
 Tamponade jantung
 Hipotensi
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai