Anda di halaman 1dari 5

TEST BAHASA INGGRIS

READING COMPREHENSION
Waktu: 100 menit
Nama: Imran

JUDUL

Coastal Hazard Assessment in Northern part of Jakarta


Penilaian Bahaya Pesisir di Bagian Utara Jakarta

LATAR BELAKANG MASALAH

Bagian utara Jakarta dibagi menjadi 6 kecamatan dan 31 desa administratif (kelurahan) dengan 35
Merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 0 - 20 m di atas permukaan laut, tetapi beberapa
daerah memiliki ketinggian 1 - 1,5 m di bawah permukaan laut. Hal ini terjadi karena penurunan muka
tanah. dengan perkiraan laju mencapai 1-15 cm/tahun, baik secara spasial maupun temporal.
Daerah pesisir seperti Jakarta bagian utara merupakan daerah peralihan dimana daratan berbatasan
langsung dengan laut.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kawasan ini erat kaitannya dengan parameter oseanografi yang terjadi di
laut, seperti kenaikan muka air laut. Fenomena ini dapat menimbulkan bahaya pesisir, terutama ketika
pedalaman dibanjiri air yang masuk dari laut atau yang dikenal dengan rob.

Sepanjang tahun 2016, rob telah menggenangi beberapa wilayah di wilayah utara Jakarta. Pada Februari
2016, ratusan rumah tinggal di permukiman padat penduduk di Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan[1].
Pada awal Juni 2016, rob merendam seluruh wilayah pesisir utara Jakarta yang meliputi Marunda,
Cilincing, Muara Baru, dan Muara Angke [2]. Ada 26 wilayah di utara Jakarta yang rawan banjir akibat rob.
Rob di wilayah Jakarta sebagian besar disebabkan oleh topografi dan kenaikan muka air laut [3]. Kondisi
ini serta posisinya sebagai bagian dari ibu kota Indonesia membuat bagian utara Jakarta menarik untuk
diteliti.

Rob akibat kenaikan muka air laut merupakan ancaman bagi wilayah pesisir. Manajemen yang buruk dari
peristiwa perampokan wilayah pesisir bisa berpotensi melumpuhkan aktivitas masyarakat di bagian utara
Jakarta.

TUJUAN PENELITIAN/ARTIKEL

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat bahaya akibat kenaikan muka air laut di bagian
utara Jakarta dan menggambarkan proyeksi bahaya ke dalam peta.
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis pasang surut dan juga analisis fungsi garis
untuk menganalisis dan memprediksi tinggi muka air laut. Prediksi tinggi muka air laut dari analisis pasut
kemudian dihitung berdasarkan jenis klasifikasinya, Parameter oseanografi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah proyeksi kenaikan muka air laut tahunan, pengaruh pasang surut, pengaruh La-Niña
dan Dipole Mode (-) terhadap kenaikan muka air laut, pengaruh siklon tropis yang terjadi di Laut Cina
Selatan terhadap perubahan muka air laut, dan Madden -Peristiwa Julian Oscillation (MJO) [4], serta
menambah banjir pedalaman dan laju penurunan tanah.

Dalam penelitian ini, beberapa asumsi dibuat untuk menyederhanakan penelitian, seperti kenaikan muka
air laut secara linier akibat pemanasan global dianggap konstan hingga 2040 dan relatif berubah hingga
tahun 2000 (MSL dianggap nol).

DATA DAN ANALISIS

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pasang surut Teluk Jakarta tahun 1991-2004
(University of Hawaii Sea Level Center), data Rata-rata Permukaan Laut Teluk Jakarta tahun 1991-2009
(Permanent Service for Mean Sea Level), Data Stasiun Pasang surut Kolinamil, Jakarta dari Januari 2015
sampai Juli 2017 (fasilitas pemantau permukaan laut IOC), Tinggi muka air laut dari data altimetri tahun
1993-2012 (ERDDAP – NOAA), data Suhu Permukaan Laut di perairan Jakarta bagian utara tahun 2003-
2014 (OPENDAP – NASA), Ocean Niño Index (ONI) 1989-2012 (NCEP – NOAA), Dipole Mode Index (DMI)
1991-2011 (JAMSTEC,) kenaikan muka air laut akibat gelombang badai pada November 2007 diperoleh
dari Ningsih [6], kenaikan muka air laut akibat MJO pada Februari 1997 dan 2009 diperoleh dari Utomo
[4]. Banjir data kejadian di Jakarta dari tahun 2013 hingga 2016 dan data curah hujan beserta hari hujan
dari tahun 2011 hingga 2014 disediakan melalui website Jakarta Open Data. Digital Elevation Model (DEM)
dengan resolusi 9 m diperoleh dari Badan Informasi Geospasial Indonesia (BIG) dan laju penurunan muka
tanah diperoleh dari Abidin [7], serta data proyeksi kenaikan muka air laut dari IPCC WG1AR5 [8].
Data kenaikan muka air laut setiap tahun dalam jangka panjang mengikuti laporan yang dibuat oleh IPCC
WG1AR5 [8] dan laporan BAPPENAS [12]. Ketinggian pasang surut di Stasiun Kolinamil digunakan sebagai
referensi stasiun pasang surut untuk wilayah teluk Jakarta sedangkan amplitudo komponen pasang surut
berdasarkan analisis data 2,5 tahun dianggap konstan sampai tahun 2040, hanya memperhitungkan
kenaikan muka air laut akibat La-Niña dan DMN tanpa memperhitungkan curah hujan yang terjadi selama
periode kejadian karena dapat meningkatkan ketinggian genangan. Nilai kenaikan muka air laut periodik
seperti efek pasang surut, La- Niña, DMN, storm surge dan MJO memiliki nilai tetap sampai tahun 2040.

DISKUSI atau PEMBAHASAN

Dari pengolahan data, data tinggi muka air laut dari stasiun pasang surut berdasarkan lokasi UHSLC dan
PSMSL memiliki laju kenaikan yang sama yaitu 7,2 mm/tahun dari tahun 1991-2000. Data kenaikan muka
air laut berdasarkan altimetri mengalami kenaikan sebesar 6 mm/tahun dari tahun 1993-2012 yang
divalidasi dengan data kenaikan muka air laut di Laut Jawa yang diperoleh dari IPCC WG1AR5 sebesar 4-6
mm/tahun. Perbedaan kenaikan tinggi muka air laut dapat terjadi karena perbedaan panjang data antara
data stasiun pasang surut dan data altimetri satelit. Selain itu, pengukur pasang surut di stasiun pasang
surut juga lebih rentan terhadap perubahan daripada data satelit.

Suhu Permukaan Laut (SPL) di Laut Jawa meningkat sebesar 0,26 °C selama 10 tahun (2003-2012). Hal ini
sesuai dengan IPCC WG1AR5 yang menyatakan bahwa selama 10 tahun SPL akan meningkat sebesar 0,1-
0,58 °C [11]. Hasil ini berbanding lurus dengan perubahan tinggi muka air laut yang juga meningkat sebesar
8,4 cm selama 10 tahun (2003-2012). Hal ini sesuai dengan laporan BAPPENAS [12] yang memperkirakan
bahwa selama 10 tahun permukaan air laut akan naik sebesar 7,5-8,5 cm. Kedua hasil tersebut juga sejalan
dengan IPCC WG1AR5 bahwa ekspansi termal akibat kenaikan SPL dapat menyebabkan kenaikan muka air
laut sebesar 0,2-0,6 m/°C. Dari hasil tersebut, apabila SPL meningkat sebesar 0,26 °C selama 10 tahun
maka tinggi muka air laut akan meningkat sebesar 8,4 cm (dalam kisaran 5,2-15,6 cm).

Dari analisis pasut, dalam waktu 18,6 tahun pengaruh astronomi, dihitung bahwa tinggi pasut maksimum
HHWL di Teluk Jakarta bisa mencapai lebih dari 0,63 m relatif terhadap MSL, sedangkan kisaran pasutnya
adalah 1,27 m. Pada kondisi pasut perbani, tinggi pasut minimum MHWL adalah 0,47 m relatif terhadap
MSL, sedangkan kisaran pasut minimumnya adalah 0,95 m.
Nilai HAT dapat terjadi pada kondisi ekstrim dengan rentang pasang surut 1,34 m.

El Niño Southern Oscillation (ENSO) dapat ditentukan dengan anomali data suhu di Samudera Pasifik
Tengah menggunakan data ONI. Berdasarkan data ONI, indeks nilai yang lebih besar dari 0,5 (di atas garis
biru pada Gbr.2) menunjukkan bahwa pada bulan-bulan tersebut mengalami El-Niño, sedangkan indeks
lebih kecil dari -0,5 (di bawah garis biru pada Gbr.2 ) menunjukkan bahwa bulan-bulan tersebut
mengalami La-Niña. Selama periode 1990-2012 periode kejadian La-Niña adalah pada Agustus 1995-
Maret 1996, Juli 1998- April 1999, Mei 1999-Agustus 2000, Agustus 2007-Juni 2008, Juli 2010-April 2011,
dan Agustus 2011- Februari 2012.

KESIMPULAN

Analisis proyeksi kenaikan muka air laut dari data pasut dan altimetri menunjukkan bahwa selama 10
tahun (2003-2012) muka air laut di perairan Jakarta bagian utara akan meningkat sebesar 8,4 cm, sehingga
kenaikan tinggi muka air laut pada tahun 2020-2040 mencapai

16.8-33.6 cm relatif terhadap tahun 2000. Bahaya kenaikan muka air laut di bagian utara Jakarta juga
dipengaruhi oleh variasi muka air laut bulanan yang terjadi pada bulan Mei-Juni dan November-Desember
berturut-turut sekitar 7,3-9,6 cm dan 0,13-1,42 cm (relatif terhadap MSL tahunan). Sedangkan pengaruh
tinggi pasang surut meningkat sebesar 0,47 m saat MHWL dan 0,63 m saat HHWL (relatif terhadap MSL).

La-Niña, Dipole Mode, MJO, dan prediksi tinggi kejadian gelombang badai dari tahun 2020 hingga 2040
dapat menyebabkan kenaikan muka air laut sebesar 14,5 cm di perairan Jakarta bagian utara (Agustus-
Februari), 14,9 cm (periode Juli-November), 5,8 cm cm (periode Desember-Februari) dan 38 cm (periode
Juli-November). Wilayah pesisir juga dipengaruhi oleh fenomena daratan, seperti banjir darat yang paling
sering terjadi pada bulan Januari dan Februari dengan ketinggian banjir rata-rata 60 cm dan perkiraan laju
penurunan tanah di Jakarta Utara tahun 2020-2040 berkisar antara 5,7–5,4 cm/tahun.

Dari 15 skenario kerawanan kenaikan muka air laut yang dibuat untuk tahun 2020 hingga 2040, skenario
kerawanan dengan frekuensi kejadian tertinggi 33,33% adalah skenario 1 (variasi SLR+HHWL+MSL +LS)
yang menghasilkan ketinggian genangan sekitar 184,9-342,3 cm relatif terhadap MSL (Gbr.4) sedangkan
ketinggian ekstrim dihasilkan oleh skenario ke-15 (variasi SLR+HHWL+MSL +LS+F+MJO+LN) dengan
ketinggian genangan 271.1-408,9 cm relatif terhadap MSL (Gbr.5) dengan frekuensi kejadian sebesar
3,57%.
Selain itu, kenaikan muka air laut di wilayah utara Jakarta juga dipengaruhi oleh laju penurunan muka
tanah, jika faktor tersebut dihilangkan maka kenaikan muka air laut hanya berkisar antara 59,5 – 171,9
cm (untuk skenario keseluruhan dari tahun 2020-2040).

Anda mungkin juga menyukai