Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KEPERAWATAN MANAJEMAN

DISUSUN OLEH
DEWI ASTUTI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2020
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif dalam menjalankan
suatu kegiatan di organisasi yang mencakup kegiatan koordinasi dan supervise terhadap staf,
sarana dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Nursalam 2014).
Manajemen keperawatan adalah cara untuk mengelola sekelompok perawat dengan
menggunakan fungsi-fungsi manajemen untuk dapat memberikan pelayanan dan asuhan
keperawatan kepada klien secara professional (Gillies, dalam Nursalam 2014).

Melalui manajemen ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan. Dalam


manajemen terdapat suatu proses yang mengubah suatu input menjadi suatu output yang
diharapkan. Input manajemen ini terdiri atas manusia, uang, dan material, alat dan metode
yang selanjutnya akan mengalami proses manajemen sehingga tercapailah output. Output
pada manajemen berupa efisiensi dalam pelayanan, staf yang kompeten dan ahli dibidangnya
serta peningkatan mutu suatu pelayanan.Pengetahuan manajemen merupakan pengetahuan
yang universal, demikian juga pengetahuan manajemen yang ada di dalam ilmu keperawatan.
Pengetahuan manajemen keperawatan menggunakan konsep-konsep yang berlaku terhadap
semua situasi manajemen keperawatan. Teori manajemen keperawatan berkembang dari teori
manajemen umum yang memprioritaskan penggunaan sumber daya manusia dan materi
secara efektif. Sejalan dengan prinsip manajemen secara umum, manajemen dalam
keperawatan juga terdiri atas input, proses dan output.Input dari manajemen keperawatan
terdiri atas tenaga keperawatan, bahan-bahan, peralatan, bangunan fisik, klien, pengetahuan,
dan keterampilan yang akan mengalami suatu proses transformasi melalui manajemen asuhan
keperawatan oleh tenaga keperawatan sehingga dihasilkan suatu resolusi masalah
keperawatan klien.

Prinsip-prinsip manajemen ini diterapkan oleh perawat klinis, perawat kepala, pengawas,
direktur dan tingkat eksekutif di bidang keperawatan. Tapi pada dasarnya, prinsip
manajemen yang diterapkan adalah sama. Lima elemen besar dari teori manajemen seperti
perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan dan pengendalian. Seluruh aktivitas
manajemen serta sumber daya yang ada bergerak secara simultan untuk mencapai output
yang diinginkan. Adapun output yang diinginkan dalam proses manajemen keperawatan
adalah resolusi masalah keperawatan sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan
yang efektif kepada klien, keluarga, dan masyarakat. Aktifitas ini dilakukan secara mandiri
dan saling ketergantungan.

B. Fungsi-Fungsi Manajemen
Dalam keperawatan, manajemen berhubungan dengan perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pengaturan staf (staffing), kepemimpinan (leading),
pengendalian (controling) aktifitas-aktifitas keperawatan (Swanburg, 2000). Pada dasarnya
manajemen keperawatan adalah proses dimana seorang perawat menjalankan profesi
keperawatannya. Segala bentuk dari organisasi perawatan kesehatan memerlukan manajemen
keperawatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Berikut ini adalah pembahasan fungsi-
fungsi manajemen secara lebih mendalam, yaitu :
1. Fungsi Perencanaan
Menurut Fayol didalam Swansburg (2000) mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan
manajemen adalah membuat suatu rencana untuk memberikan pandangan kedepan.
Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang penting karena mengurangi risiko
pembuatan keputusan yang kurang tepat atau membantu mengantisipasi jika suatu proses
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perencanaan juga dapat menolong pekerja-pekerja
mencapai kepuasan dalam bekerja.selain itu perencanaan juga membantu penggunaan
waktu yang efektif.

Dalam manajemen keperawatan, perencanaan dimulai dengan kegiatan menentukan


tujuan, mengumpulkan data, menganalisis dan mengorganisasiukan data-data yang akan
digunakan untuk menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dan menentukan sumber-
sumber untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu perencanaan juga membantu untuk
menjamin bahwa klien dapat menerima pelayanan yang mereka inginkan serta mereka
butuhkan. Selain itu sumber daya yang digunakan dapat digunakan seefektif dan seefisien
mungkin.

2. Fungsi Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas-aktivitas untuk tujuan mencapai
objektif, menentukan cara untuk pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit
lainnya baik secara vertikal maupun horisontal yang bertanggungjawab untuk mencapai
objektif organisasi (Swansburg, 2000).

Prinsip-prinsip pengorganisasian diantaranya adalah prinsip rantai komando, kesatuan


komando, rentang kontrol, dan spesialisasi. Prinsip rantai komando menggunakan
hubungan dalam alur yang hirarkis dalam alur autokratis dari atas kebawah. Komunikasi
terjadi sepanjang rantai komando dan cenderung satu arah. Sedangkan dalam prinsip
kesatuan komando memiliki satu pengawas, satu pemimpin, dan satu rencana untuk
kelompok aktifitas dengan objektif yang sama. Prinsip rentang kontrol menyatakan
bahwa individu harus menjadi pengawas yang mengawasi secara efektif dalam hal
jumlah, fungsi maupun geografi. Prinsip spesialisasi menampilkan satu fungsi
kepemimpinan tunggal.
a. Struktur Organisasi
Masing-masing organisasi memiliki struktur formal dan informal yang menentukan
alur kerja dan hubungan timbal balik antar pribadi. Struktur fotmal direncanakan dan
dipublikasikan, struktur informal tidak direncanakan dan samar. Seorang manajer
perawatan harus mengerti dan memakai keduanya secara efektif. Struktur formal
organisasi merupakan penyusunan resmi jabatan kedalam pola hubungan kerja yang
mengatur usaha banyak pekerjan dari bermacam-macam kepentingan dan kemauan.
Struktur informal organisasi terdiri dari hubungan timbal balik pribadi yang tidak
resmi diantara para pekerja yang mempengaruhi efektifitas kerja mereka. Kualitas
hubungan timbal balik seorang manajer dengan lainnya langsung dikaitkan dengan
kemampuan kepemimpinan.

Mengingat struktur formal dan informal organisasi saling melengkapi, manajer


perawat bisa memakai struktur organisasi informal unttuk mengganti kerugian karena
kekurangan atau kegagalan dalam struktur formal.

b. Job Deskriptions
Merupakan suatu uraian pembagian tugas sesuai peran yang dijalankan, misalnya
seorang kepala ruang maka tugas dan tanggung jawabnya, jadi antara satu dengan
yang lainnya mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan
perannya.

c. Metode Penugasan Pemberian Pelayanan Kesehatan


Metode penugasan yang ditetapkan harus dapat memudahkan pembagian tugas
perawat yang disesuaikan dengan pengetahuan dan ketrampilan perawat dan sesuai
dengan kebutuhan klien.
Bagan 2.1
Skema Model Fugsional

Kepala Ruangan

Perawat Perawat Perawat Perawat

Pasien

a. Metode Tim
Metoda ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan askep terhadap pasien. Perawat dibagi menjadi 2-3 grup yang terdiri
dari tenaga profesional teknikal pembantu dalam satu grup kecil yang saling
membantu dengan jumlah tenaga 5 orang dalam satu tim.
a) Konsep metoda tim:
1) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan
2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana dan
pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan terjamin
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
4) Peran kepala ruangan penting dalam model ini model tim akan berhasil baik
bila di dukung oleh KARU.
b) Tanggung jawab ketua tim
1) Membuat perencanaan
2) Membuat koordinasi, penugasan, supervisi,dan evaluasi
3) Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat
kebutuhan pasien
c) Tanggung jawab anggota tim
1) Memberikan askep kepada pasien sesuai tanggung jawab secara langsung
2) Kerja sama antar anggota tim dan antar tim
3) Memberikan laporan
4) Mengembangkan kepemimpinan anggota
5) Menyelenggarakan konferensi selama 15-20 menit setiap hari untuk
pengembangan dan revisi rencana askep
d) Kelebihan metode tim
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah di atasi dan
memberikan kepuasan kepada anggota tim
e) Kekurangan metode tim
Komunikasi antar tim bisa membutuhkan waktu dimana sulit melaksanakan di
waktu sibuk.
Bagan 2.2
Skema Model TIM

Kepala Ruang

Ketua TIM Ketua Tim

Anggota TIM Anggota TIM

Pasien Pasien

b. Metode Keperawatan Primer


Metode primer yaitu metode pemberian asuhan keperawatan komprehensif yang
merupakan penggabungan model praktik keperawatan profesional. Setiap perawat
profesional bertanggung jawab terhadap asuhan keperawatan pasien yang menjadi
tanggung jawabnya. Model penugasan dimana 1 orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24jam terhadap askep pasien mulai dari pasien masuk
sampai keluar rumah sakit.

a) Konsep dasar metode primer


 Ada tanggung jawab dan tanggung gugat.
 Ada otonomi
 Ketertiban pasien dan keluarga
b) Ketenagaan metode primer
 Setiap perawat primer adalah perawat “bed side”
 Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat
 Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
 Perawat primer dibantu oleh perawat professional lainnya maupun non
professional sebagai perawat asisten.
c) Kelebihan metode keperawatan primer
 Bersifat kontinuitas dan komprehensif
 Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan pengembangan diri.
d) Kelemahan metode keperawatan primer
 Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dan kriteria asertife, self direction,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan
klinik, accountable serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin.

Bagan 2.3
Skema Model TIM

Dokter Kepala Ruang Penunjang

Primary Nurse

Pasien

Tugas Gilir Sore Tugas Gilir Malam Tugas Gilir Sesuai Kebutuhan

c. Metode Manajemen Kasus


Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan 1 pasien 1 perawat, dan hal ini
umumnya dilakukan untuk perawat privat atau keperawatan khusus seperti isolasi
dan intensive care.

3. Fungsi Pengarahan (Actuating)


Menurut Douglas didalam Swansburg (2000), pengarahan adalah pengeluaran penugasan,
pesanan dan instruksi yang memungkinkan pekerja memahami apa yang diharapkan
darinya dan pedoman serta pandangan pekerja sehingga ia dapat bekerja dan berperan
secara efektif dan efisien untuk mencapai objektif organisasi. Pada pengarahan yang
harus dipertimbangkan adalah komunikasi dalam hubungan interpersonal. Pengarahan itu
dapat terjadi apabila seorang pemimpin mendapatkan masukan yang optimum dari
bawahannya untuk kepentingan semua masalah oleh karena itu seorang pemimpin harus
benar-benar mengerti keterbatasan bawahannya.

Komponen yang terdapat dalam pengarahan (actuating) antara lain :


a. Motivasi
Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi konstribusi pada
tingkat komitmen seseorang, hal ini termasuk faktor yang menyebabkan,
menyalurkan dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu
(Stoner,Freman 1995). Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu (Ngalim, 2000). Dari pengertian di atas dapat diambil 3 point
penting yaitu : kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan muncul apabila
seseorang merasakan sesuatu yang kurang baik fisiologis maupun psikologis,
dorongan merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhantadi sedangkan tujuan
adalah akhir dari satu siklus motivasi. (Luthan, 2000)

b. Sistem Klasifikasi Pasien


Sistem klasifikasi pasien adalah metode pengelompokan pasien menurut jumlah dan
kompleksitas persyaratan perawatan mereka. Di dalam kebanyakan sistem
klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan kebergantungan mereka pada
pemberi perawatan atau sesuai dengan waktu pemberian perawatan dan kemampuan
yang diperlukan untuk memberikan perawatan. Tujuan setiap system klasifikasi
pasien adalah untuk mengkaji pasien dan menghargai masing-masing nilai angka
nyayang mengukur volume usaha yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
perawatan pasien.

Untuk dapat mengembangkan sistem klasifikasi pasien yang akan dijalankan,


manajer perawat harus menentukan jumlah kategori pembagian pasien,
karakteristik pasien dimasing-masing kategori, jumlah dan jenis prosedur perawatan
yang akan dibutuhkan oleh jenis pasien di dalam masing-masing kategori, dan waktu
yang dibutuhkan untuk melakukan prosedur tersebut, memberikan dukungan
emosional serta memberikan pengajaran kesehatan kepada pasien masing-masing
kategori. Karena tujuan system klasifikasi pasien adalah menghasilkan informasi
mengenai perkiraan beban kerja keperawatan, masing-masing sistem membolehkan
usaha kualifikasi waktu.

Sistem klasifikasi pasien yaitu mengelompokkan pasien sesuai dengan


ketergantungannya dengan perawat atau waktu dan kemampuan yang dibutuhkan
untuk memberi asuhan keperawatan yang dibutuhkan. Klasifikasi tingkat
ketergantungan pasien menurut Douglas (1984) adalah :
1) Minimalcare
Perawatan minimal memerlukan waktu selama 1-2 jam/24 jam dengan kriteria :
 Kebersihan diri,mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri
 Makan dan minum dilakukan sendiri
 Ambulasi dengan pengawasan
 Observasi tanda- tanda vital dilakukan tiap shift
 Pengobatan minimal, statu spsikologis stabil
 Persiapan pengobatan memerlukan prosedur
2) Interme diet care
Memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam dengan kriteria:
 Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
 Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
 Ambulasi dibantu
 Pengobatan lebih dari sekali
 Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan memerlukan prosedur.
3) Perawatan intensif
 Perawatan total care memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam dengan kriteria :
 Segalanya diberikan atau dibantu
 Posisi diatur, observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam
 Makan memerlukan NGT
 Menggunakan terapi intravena
 Pemakaian suction
 Gelisah atau disorientasi
c. Ketenagaan Keperawatan dan Pasien
Tujuan manajemen ketenagaan di ruang rawat adalah untuk mendaya gunakan
tenaga keperawatan yang efektif dan produktif yang dapat memberikan pelayanan
bermutu sehingga dapat memenuhi pengguna jasa. Perkiraan kebutuhan perawat
harus memperhatikan kategori klien yang dirawat, ratio perawat dan metode
penugasan. Terdapat beberapa formula dalam perhitungan kebutuhan tenaga, yaitu
sebagai berikut :
1) Rumus Gillies
Σ jam kep yg dibutuhkan klien/hr xrata-rataklien/hrxΣ hr/tahun
Σ hr/tahun – hr libur perawatxΣ jamkerja/hari
= Σ jamkep yg dibutuhkan klien/ tahun
Σ jamkerja/tahun

Catatan :
 Waktu perawatan menurut Gillies(1989) :
a) Waktu perawatan langsung
 Self care = ½ x4 jam = 2 jam
 Partial care = ¾ x4 jam = 3 jam
 Total care = 1 – 1½ x4 jam = 4-6 jam
 Intensivecare = 2 x 4 jam = 8 jam
 Rata-rata perawatan langsung = 4-5 jam
b) Waktu perawatan tak langsung = 38 menit/klien/hari
c) Waktu penyuluhan = 15 menit/klien/hari
 Ratio perawat ahli : trampil = 55 % :45 %
 Proporsi dinas pagi : 47 %
 sore : 36 %
 malam :17 %

2) Rumus Douglas
∑ perawat = ∑ pasien x derajat ketergantungan
Tabel2.1
Derajat KetergantunganKlien

Minimalcare Partialcare Totalcare


Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam Pagi Sore Malam
Σ
1 0,17 0,14 0,07 0,27 0,15 0,10 0,36 0,30 0,20
2 1,34 0,28 0,14 0,54 0,30 0,20 0,72 0,60 0,40

3) Rumus Depkes 2003


Berdasarkan :
 Tingkat ketergantungan klien
 Rata-rata klien/hari
 Jam perawatan yang diperlukan/hari/klien
 Jam perawatan yang diperlukan/ruangan/hr
 Jam kerja efektif setiap perawat

Cara perhitungan:
a) Hitung jumlah perawat yang tersedia
Σ jam perawat =A
Jam kerja efektif per shift

b) Tambahkan dengan faktor koreksi hari libur/cuti/hari besar dan tugas- tugas
non keperawatan
Σ hr minggu/th +cuti+ hr besar x hasil A = B
Jumlah hari kerja efektif

c) Tugasnon keperawatan
Jumlah tenaga keperawatan + B x 25% = C
d) Jumlah perawat yang dibutuhkan adalah : A=B=C

d. Penjadwalan
Penjadwalan adalah satua spek dari fungsi kepegawaian. Kepegawaian adalah
perhimpunan dan persiapan pekerjan yang dibutuhkan untuk melakukan misi dari
sebuah organisasi. Penjadwalan adalah penentuan pola jam kerja masuk dan libur
mendatang untuk pekerja dalam sebuah unit, seksi atau divisi.

Agar supervisor dan kepala perawat dapat mengatur jadwal waktu personil yang
libur dan yang masuk secara adil, harus ada departemen atau divisi yang mengatur
kebijaksanaan penjadwalan untuk memandu pembuatan keputusan. Apabila
kebijaksanaan menyangkut persoalan berikut tidak ada, maka manajer perawat harus
bersatu sebagai sebuah kelompok untuk menyusun:
1) Orang dengan jabatan yang bertanggung jawab mempersiapkan jadwal waktu
untuk personil di masing-masing unit.
2) Periode waktu untuk diliputi oleh masing-masing jadwal masuk/libur.
3) Banyaknya pemberitahuan di muka yang diberikan para pekerja menyangkut
jadwal masuk/libur
4) Waktu masuk/libur total yang diperlukan oleh masing-masing pekerja per hari,
minggu atau bulan.
5) Hari dimulainya minggu kerja
6) Dimulai dan diakhirinya waktu untuk masing-masing pergiliran tugas.
7) Jumlah pergiliran yang harus dipergilirkan diantara masing-masng pekerja.
8) Frekuensi yang diperlukan dari pergiliran pergantian.
9) Keperluan pergiliran dari satu unit kelain unit dan frekuensi pergiliran tersebut.
10) Keperluan penjadwalan dua hari libur permingu atau rata-rata dua hari libur per
minggu
11) Frekuensi libur akhir pekan untuk masing-masing kategori personil.
12) Definisi dari “libur akhir pekan” untuk personil tugas malam.
13) Perlunya perluasan hari libur yang berurutan dan yang tak berurutan
14) Hari kerja berurutan maksimum yang diperbolehkan
15) Jarak waktu minimum yang diharuskan antara urutan pergantian tugas
16) Jumlah hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing-masing pekerja.
17) Jumlah hari libur yang diharuskan pertahun saat pegawai harus dijadwalkan
libur kerja.
18) Panjangnya pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai mengenai jadwal
tugas liburan masuk /libur.
19) Prosedur yang harus diikuti dalam meminta libur kerja pada hari libur tertentu.
20) Jumlah hari-hari libur yang dibayar untuk diberikan pada masing- masing
pekerja.
21) Lamanya waktu pemberitahuan dimuka untuk diberikan pegawai mengenai
jadwal liburan.
22) Prosedur yang diikutip dalam memohon waktu libur khusus.
23) Pembatasan pada penjadwalan liburan selama hari libur, natal, tahun baru.
24) Jumlah personil masing-masing kategori yang akan dijadwalkan untuk liburan
atau hari libur pada saat tertentu.
25) Prosedur penyelesaian perselisihan antar personil sehubungan dengan
permintaan waktu liburan dan hari libur.
26) Prosedur pemrosesan permintaan “darurat” untuk penyesuaian jadwal waktu
e. Pengembangan Staf
Program pendidikan dan pelatihan dirancang untuk meningkatkan prestasi kerja,
mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kepuasan kerja. Ada
beberapa metode pendidikan dan latihan yang digunakan untuk meningkatkan
prestasi kerja (Moenir, 1994), yaitu:
1) Metode Seminar atau Konferensi
Biasanya diselenggarakan bagi pegawai yang menduduki jabatan sebagai kepala
atau pegawai yang dalam waktu singkat akan diserahi jabatan sebagai kepala.
Masalah-masalah baik yang menyangkut segi manajemen maupun
penyelenggaraannya atau proses dari kegiatan yang dipermasalahkan.
2) Metode Lokakarya (Workshop)
Penyelenggaraannya tidak jauh berbeda dengan seminar, letak perbedaannya ada
pada materinya. Pada materi loka karya bersifat teknis, administrative dan sedikit
bersifat manajerial.
3) Metode Sekolah atau Kursus
Metode ini digunakan sebagai usaha memberikan informasi adanya aturan-aturan
atau hal-hal baru dalam organisasi yang harus dimengerti dan dilaksanakan oleh
peserta. Metode ini juga digunakan untuk menambah pengetahuan baru bagi
peserta yang ada kaitannya dengan pekerjaan peserta. Pada akhir sekolah atau
kursus, biasanya diberikan ujian-ujian dengan atau tanpa kriteria kelulusan.
4) Metode Belajar Sambil Bekerja (Learning by Doing)
Pada metode ini latihan ketrampilan menjadi tujuan utama sehingga mereka
dapat menguasai teknik dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan kepada
mereka. Biasanya metode ini dilakukan oleh atasan pada bawahan secara
langsung dalam membimbing pegawai kantor. Dalam prakteknya metode
pendidikan dan latihan ini disesuaikan dengan pertimbangan tujuan, fasilitas
yang tersedia, biaya, waktu dan kegiatan instansilainnya.

4. Fungsi Pengendalian
Pengendalian adalah pemeriksaan untuk melihat apakah segala sesuatunya terjadi sesuai
rencana yang telah disepakati, instruksi yang telah dikeluarkan, serta prinsip-prinsip yang
telah ditentukan, yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar
dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi (Fayol dalam Swansburg, 2000). Pengontrolan
dilakukan sesuai fakta yang ada. Bila isu muncul sebaiknya satu sama lain bertemu dan
menenangkan mereka melalui kontak langsung. Untuk merangsang kerja sama, perlu
peran serta sejak semula. Proses pengontrolan dapat digambarkan dengan salah satunya
membuat standar bagi semua dasar-dasar manajemen dalam istilah-istilah yang diterima
serta hasil yang dapat diukur yang ukuran ini harus dapat mengukur pencapaian dan
tujuan yang ditentukan.

C. Pilar – Pilar Dalam Model Praktik Keperawatan Professional (MPKP)


Dalam model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar yaitu :
1. Pilar I : pendekatan manajemen (manajemen approach)
Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen sebagai pilar
praktik perawatan professional yang pertama.Pada pilar I yaitu pendekatan manajemen
terdiri dari :
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi (perumusan visi, misi,
filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek: harian,bulanan,dan tahunan).
Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang
hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan (Siagian, 1990). Perencanaan dapat juga diartikan sebagai
suatu rencana kegiatan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana kegiatan itu
dilaksanakan, dimana kegiatan itu dilakukan.Jenis-jenis perencanaan terdiri dari :
1) Rencana Harian Kepala Ruangan
a) Isi rencana harian Kepala Ruangan meliputi :
 Asuhan keperawatan
 Supervisi Katim dan Perawat pelaksana
 Supervisi tenaga selain perawat dan kerja sama dengan unit lain yang
terkait
 Kegiatan tersebut meliputi antara lain: Operan, pre conference dan
post conference, mengecek SDM dan sarana prasarana, melakukan
interaksi dengan pasien baru atau pasien yang memerlukan perhatian
khusus, melakukan supervisi pada ketua tim/perawat pelaksana,
hubungan dengan bagian lain terkait rapat-rapat terstruktur/insidentil,
mengecek ulang keadaan pasien, perawat, lingkungan yang belum
teratasi, mempersiapkan dan merencanakan kegiatan asuhan
keperawatan untuk sore, malam, dan besok sesuai tingkat
ketergantungan pasien.
b) Uraian tugas kepala ruangan dalam fungsi perencanaan meliputi :
 Menunjuk ketua tim
 Mengikuti serah terima pasien
 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien
 Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan pasien
 Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
 Merencanakan logistik ruangan/fasilitas ruangan
 Melakukan pendokumentasian

2) Rencana Harian Ketua Tim


a) Isi rencana harian Ketua Tim adalah:
 Penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien pada tim yang menjadi
tanggung jawabnya.
 Melakukan supervisi perawat pelaksana.
 Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain.
 Alokasi pasien sesuai perawat yang dinas
 Operan shift dan pre conference & post conference
 Merencanakan asuhan keperawatan
 Melakukan supervisi perawat pelaksana.
 Menulis dokumentasi
 Memeriksa kelengkapan dokumentasi askep
 Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas
b) Tanggung jawab ketua tim :
 Mengkaji klien dan menerapkan tindakan keperawatan yang tepat dan
dapat melakukan serah terima tugas
 Mengkoordinasikan rencana keperawatan yang tepat waktu
membimbing anggota tim untuk mencatat tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan
Menilai keadaan klien dari hasil pengawasan langsung / laporan
anggota
c) Kemampuan ketua tim :
 Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan semua kegiatan tim
 Menjaga kesesuaian dalam asuhan keperawatan
 Melaksanakan pengkajian dan menentukan kebutuhan pasien
 Menyusun rencana keperawatan untuk semua pasien
 Melaksanakan observasi baik terhadap perkembangan pasien maupun
kerja dari anggota tim
 Menjadi role model
 Melaksanakan evaluasi secara fisik dan objektif
d) Uraian tugas Ketua Tim:
 Bertugas pada setiap sift jaga
 Bersama anggota tim menerima operan tugas jaga dari katim yang jaga
sebelumnya
 Bersama anggota tim melakukan doa bersama sebagai awal dan akhir
tugas dilakukan setelah operan jaga sebelumnya
 Bersama anggota tim melakukan konfimasi / superfisi tentang kondisi
pasien segera setelah selesai operan jaga sebelumnya
 Melakukan pre conference dengan semua anggota tim yang lain yang
ada dalam timnya setiap awal dinas
 Membagi tugas asuhan pasien kepada anggota tim sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan pasien
 Mendelegasikan tugas kepada anggota tim pada setiap sift jaga
 Melakukan pengkajian, melaporkan masalah atau dignosa dan
perencanaan keperawatan pada semua pasien yang menjadi tanggung
jawabnya dan ada bukti dengan keperawatan
 Membantu tugas anggota tim untuk kelancaran pelaksanaan asuhan
pasien
 Mengoreksi, merevisi, dan melengkapi catatan asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh anggota tim yang ada dibawah tanggung jawabnya
 Melakukan evaluasi hasil kepada setiap pasien sesuai dengan tujuan
yang ada didalam perencanaan askep dan ada bukti dalam rekap
keperawatan
 Melakukan post conference pada setiap akhir dinas dan menerima
laporan akhir tugas

3) Rencana Harian Perawat Pelaksana


a) Isi rencana harian perawat pelaksana
Isi rencana harian perawat pelaksana adalah tindakan keperawatan untuk
sejumlah pasien yang dirawat pada shift dinasnya. Rencana harian perawat
pelaksana shift sore dan malam sedikit berbeda jika hanya satu orang dalam
satu tim maka perawat tersebut berperan sebagai ketua tim dan perawat
pelaksana sehingga tidak ada kegiatan pre dan post conference.
Kegiatan tersebut meliputi antara lain:
 Operan
 Pre conference dan Post conference
 Mendokumentasikan askep
b) Tanggung JawabPerawat Pelaksana
Dalam pelaksanaan tugasnya perawat pelaksana bertanggung jawab pada
penanggung jawab kepada kepala ruangan / kepala instalasi tersebut, anta
lain sebagai berikut :
 Kebenaran dan ketepatan dalam memberikan asuahan keperawatan
sesuai standar

Kebernaran dan ketepatan dalam mendokumentasikan pelaksanaan
asuhan keperawatan / kegiantan yang dilakukan
c) Wewenang
Dalam pelaksanaan tugasnya perawat pelaksana mempunyai wewenang
sebagai berikut:
 Meminta informasi dan penjelasan kepada atasan
 Memberikan asuhan keperawatan kepada pasien/keluarga pasien sesuai
kemampuan dan batas kewenangan
d) UraianTugas
 Memelihara kebersihan ruang rawat dan lingkungannya
 Menerima pasien baru sesuai prosedur dan ketetntuan yang berlaku
 Memelihara peralatan keperawatan dan medis agar selalu dalam keadaan
siap pakai
 Melakukan pengkajian keperawatan dan menentukan diagnosa
keperawatan sesuai batas kewenangan
 Menyusun rencana keperawatan sesuai dengan kemampuan

b. Pengorganisasian
Melaksanakan fungsi pengorganisasian, meliputi:
 Merumuskan sistem pengorganisasian
 Menjelaskan rincian tugas ketua tim
 Menjelaskan rentang kendali diruang rawat
 Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan/fasilitas
 Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek
 Mendelegasikan tugas kepada ketua tim
 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

c. Pengarahan
Melaksanakan fungsi pengarahan antara lain :
 Memberikan pengarahan kepada ketua tim
 Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
anggota tim

2. Pilar II: sistem penghargaan (Compensatory Reward)


Compensatory reward (kompensasi penghargaan) menjelaskan manajemen keperawatan
khususnya manajemen sumber daya manusia (SDM) keperawatan. Fokus utama
manajemen keperawatan adalah pengelolaan tenaga keperawatan agar dapat produktif
sehingga misi dan tujuan organisasi dapat tercapai. Perawat merupakan SDM kesehatan
yang mempunyai kesempatan paling banyak melakukan praktek profesionalnya pada
pasien yang dirawat di Rumah Sakit. Seorang perawat akan mampu memberikan
pelayanan dan asuhan keperawatan yang profesional apabila perawat tersebut sejak awal
bekerja diberikan program pengembangan staf yang terstruktur. Metode dalam menyusun
tenaga keperawatan seharusnya teratur, sistematis, rasional, yang digunakan untuk
menentukan jumlah dan jenis tenaga keperawatan yang dibutuhkan agar dapat
memberikan asuhan keperawatan kepada pasien sesuai yang diharapkan.

a) Proses Rekruitmen Tenaga Perawat di Ruang MPKP


Rekruitmen di ruang MPKP berfokus pada rekruitmen perawat yang ada di rumah
sakit. Dalam menentukan perawat yang diperlukan di ruang MPKP, perlu diketahui
kategori Ruang MPKP yang akan dikembangkan. Misalnya Untuk level MPKP
Profesional I diharapkan Karu dan Katim mempunyai latar belakang pendidikan Ners,
Sarjana Keperawatan dengan jenjang karir minimal Perawat Klinik 3 (PK 3), serta
seluruh perawat pelaksana minimal mempunyai latar belakang pendidikan DIII
Keperawatan dengan jenjang karir minimal Perawat Klinik 2 (PK 2). Proses rekuitmen
perawat di ruang MPKP :
 Seluruh perawat di Rumah Sakit harus menyepakati level MPKP yang akan dipilih,
disesuaikan dengan sumber daya keperawatan yang ada di rumah sakit tersebut,
diharapkan minimal memilih MPKP level pemula.
 Setelah level disepakati maka kepala bidang perawatan melakukan sosialisasi
pembentukan ruang MPKP kepada pimpinan dan para pejabat struktural yang ada
di rumah sakit untuk mendapatkan komitmen dan dukungan.
 Kepala ruangan melakukan sosialisasi kepada semua perawat yang ada di ruangan
tentang pembentukan ruang MPKP disertai kriteria perawat yang dibutuhkan
dengan tujuan merekrut perawat yang memenuhi kriteria. Kepala ruangan
memotivasi perawat di ruangannya yang memenuhi kriteria untuk mendaftarkan
diri dengan mengisi formulir pendaftaran dan biodata.

b) Proses seleksi tenaga perawat di ruang MPKP


Proses seleksi perawat di ruang MPKP :
 Proses seleksi dimulai dari telaah dokumen untuk menetapkan perawat yang
memenuhi syarat menjadi kepala  ruangan, perawat primer/ketua tim, dan perawat
pelaksana/asosiet.
 Semua perawat yang memenuhi kriteria dipanggil untuk tes tulis. Hasil tes tulis
menetapkan perawat pelaksana yang memenuhi kriteria dan bakal calon ketua tim
dan kepala ruangan.
 Perawat yang lulus tes tulis mengikuti tes wawancara.
 Tahap seleksi selanjutnya adalah presentasi yang diikuti oleh perawat yang
memenuhi kriteria karu dan katim untuk memilih kepala ruangan.
 Jika nama dan jumlah perawat telah ditetapkan sesuai dengan hasil tes maka
pimpinan rumah sakit membuat surat keputusan (SK) penempatan perawat yang
bekerja di ruang MPKP.
 Sebelum perawat bekerja di ruang MPKP, mereka diminta untuk membuat
pernyataan akan kesediaannya bekerja dan mengembangkan ruang MPKP dan
menandatanganinya. Perawat diberikan penjelasan tentang lingkup kerja dan
pengembangan karir.

c) Proses orientasi tenaga perawat di ruang MPKP


Setiap perawat yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi yang
sering disebut pelatihan awal sebelum seseorang bekerja pada unit kerja tertentu.
Orientasi berupa pelatihan tentang informasi budaya kerja MPKP dan informasi umum
tentang rumah sakit (visi, misi, program jangka pendek dan jangka panjang, program
mutu, kebijakan dan peraturan). Kegitatan orientasi menggunakan metode klasikal,
praktik lapangan dan praktik kerja.Kegiatan orientasi dilakukan pada perawat baru
yang akan bekerja di ruang MPKP. Karu dan Katim membuat rencana orientasi.
3. Pilar III (Professional Relationship)
Sosialisasi tentang case conference dan menganjurkan kepada kepala ruangan untuk
melakukan case conference.

4. Pilar IV
Buat format TAK, melaksanakan kegiatan TAK seminggu minimal sekali sesuai dengan
kasus, dan menyusun jadwal perawat yang bertanggung jawab dalam kegiatan TAK serta
membuat leaflet sesuai dengan diagnosa pasien untuk keluarga di ruang perawatan.

D. Planing Of Action
1. Pelaksanaan Operaran Pre Confrence dan Post Confrence
a. Definisi Pre dan Post Conference
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan
jadwal dinas perawatan pelaksanaan. konference sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar.
Konferensi terdiri dari pre conference dan post conference yaitu :
1) Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre
conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana
harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim (Modul MPKP, 2006)
Waktu : setelah operan
Tempat : Meja masing – masing tim
Penanggung jawab : Ketua tim atau Pj tim
Kegiatan :
i. Ketua tim atau Pj tim membuka acara
ii. Ketua tim atau pj tim menanjakan rencana harian masing – masing perawat
pelaksana
iii. Ketua tim atau Pj tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan
asuhan yang diberikan saat itu.
iv. Ketua tim atau Pj tim memberikan reinforcement.
v. Ketua tim atau Pj tim menutup acara
2) Post Conference
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil
kegiatan sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut. Isi post conference
adalah hasil askep tiap perawatan dan hal penting untuk operan (tindak lanjut). Post
conference dipimpin oleh katim atau Pj tim (Modul MPKP, 2006)
Waktu :Sebelum operan ke dinas berikutnya.
Tempat : Meja masing – masing tim.
Penanggung jawab : ketua tim atau Pj tim
Kegiatan :
a) Ketua tim atau Pj tim membuka acara.
b) Ketua tim atau Pj tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan.
c) Ketua tim atau Pj tim yang menanyakan tindakan lanjut asuhan klien yang harus
dioperkan kepada perawat shift berikutnya.
d) Ketua tim atau Pj menutup acara.

b. Tujuan Pre dan Post Conference


Secara umum tujuan konferensi adalah untuk menganalisa masalah-masalah secara
kritis dan menjabarkan alternatif penyelesaian masalah, mendapatkan gambaran berbagai
situasi lapangan yang dapat menjadi masukan untuk menyusun rencana antisipasi
sehingga dapat meningkatkan kesiapan diri dalam pemberian asuhan keperawatan dan
merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan perubahan non kognitif .Juga
membantu koordinasi dalam rencana pemberian asuhan keperawatan sehingga tidak
terjadi pengulangan asuhan, kebingungan dan frustasi bagi pemberi asuhan).
1. Tujuan pre conference adalah:
a) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan
asuhan dan merencanakan evaluasi hasil
b) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan
c) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien
2. Tujuan post conference adalah:
Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan
membandingkan masalah yang dijumpai.
c.Syarat Pre dan Post Conference
1) Pre conference dilaksanakan sebelum pemberian asuhan keperawatan dan post
conference dilakukan sesudah pemberian asuhan keperawatan
2) Waktu efektif yang diperlukan 10 atau 15 menit
3) Topik yang dibicarakan harus dibatasi, umumnya tentang keadaan pasien,
perencanaan tindakan rencana dan data-data yang perlu ditambahkan
4) Yang terlibat dalam conference adalah kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim

d.Panduan perawat pelaksanaan dalam melaksanakan konferensi


Adapun panduan bagi PP dalam melakukan konferensi adalah sebagai berikut: (Ratna
Sitorus, 2006).
1) Konferensi dilakukan setiap hari segera setelah dilakukan pergantian dinas pagi atau
sore sesuai dengan jadwal perawatan pelaksana.
2) Konferensi dihadiri oleh perawat pelaksana dan PA dalam timnya masing – masing.
3) Penyampaian perkembangan dan masalah klien berdasarkan hasil evaluasi kemarin
dan kondisi klien yang dilaporkan oleh dinas malam.
Hal hal yang disampaikan oleh perawat pelaksana meliputi :
a) Utama klien
b) Keluhan klien
c) TTV dan kesadaran
d) Hasil pemeriksaan laboraturium atau diagnostic terbaru.
e) Masalah keperawatan
f) Rencana keperawatan hari ini.
g) Perubahan keadaan terapi medis.
h) Rencana medis.
4) Perawat pelaksana mendikusikan dan mengarahkan perawat asosiet tentang masalah
yang terkait dengan perawatan klien yang meliputi :
a) Klien yang terkait dengan pelayanan seperti : keterlambatan, kesalahan
pemberian makan, kebisikan pengunjung lain, kehadiran dokter yang
dikonsulkan.
b) Ketepatan pemberian infuse.
c) Ketepatan pemantauan asupan dan pengeluaran cairan.
d) Ketepatan pemberian obat / injeksi.
e) Ketepatan pelaksanaan tindakan lain,
f) Ketepatan dokumentasi.
5) Mengiatkan kembali standar prosedur yang ditetapkan.
6) Mengiatkan kembali tentang kedisiplinan, ketelitian, kejujuran dan kemajuan masing
-masing perawatan asosiet.
7) Membantu perawatan asosiet menyelesaikan masalaah yang tidak dapat
diselesaikan.
Tahap – tahap inilah yang akan dilakukan oleh perawat – perawat ruangan ketika
melakukan pre conference

2. Budaya Keselamatan Pasien Dan Kepuasan Pasien


a. Definisi Keselamatan pasien
Keselamatan pasien (Patient Safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuatasuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaanhal yangberhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindaklanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapatmencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidakmelakukan tindakan yang seharusnya dilakukan (Depkes RI, 2006).
National Patient Safety Foundation mendefinisikan Keselamatan pasiensebagai upaya
penghindaran, pencegahandanperbaikan dari outcomeyang merugikan atau cedera pada
proses pelayanan kesehatan (Mc Fadden et al, 2009). Sedangkan menurut Ministry of
SosialAffairs and Health (2009) (dalam Luigi Macchi et al, 2011) Keselamatan pasien
adalah prinsip-prinsipdan tindakan individu yang digunakan dalam perawatan kesehatan
dan organisasi dengan tujuan menjamin keselamatan pasien dan melindungi pasien dari
kerugian. Dari sudut pandang pasien yang dilibatkan bahwa 12 pasien menerima
perawatan yang benard an dibutuhkan sehingga sedapat mungkin meminimalkan
timbulnya kerugian. Keselamatan pasien meliputi keamanan perawatan, keamanan obat,
keamanan peralatan, dan merupakan bagian dari kualitas pelayanan.
b. Budaya Keselamatan Kerja
Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai-nilai perilaku, norma-norma
yang disepakati/diterima dan melingkupi semua proses sehingga membentuk bagaimana
seseorang berperilaku 13 dan bekerja bersama. Budaya organisasi merupakan kekuatan
yang sangat besar dan sesuatu yang tetap ada walaupun terjadi perubahan tim dan
perubahan personal.
Menurut Blegen (2006) dalam Hamdani (2007), budaya keselamatan pasien adalah
persepsi yang dibagikan diantara anggota organisasi ditujukan untuk melindungi pasien
dari kesalahan tata laksana maupun cidera akibat intervensi. Persepsi ini meliputi
kumpulan norma, standar profesi, kebijakan, komunikasi dan tanggung jawab dalam
keselamatan pasien. Budaya ini kemudian mempengaruhi keyakinan dan tindakan individu
dalam memberikan pelayanan.Budaya keselamatan pasien merupakan bagian penting
dalam keseluruhan budaya organisasi yang diperlukan dalam istitusi kesehatan. Budaya
keselamatan didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, norma, perilaku, peran, dan
praktek sosial maupun teknis dalam meminimalkan kejadian yang tak dikehendaki. Budaya
keamanan memiliki 4 pengertian utama:
1) Kesadaran (awareness) yang aktif dan konstan tentang potensi terjadinya kesalahan,
2) Terbuka dan adil,
3) Pendekatan sistem,
4) Pembelanjaran dari pelaporan insiden

3. Konsep Discharge Planning

a. Pengertian Discharge Planning

Discharge planning merupakan proses berkesinambungan guna menyiapkan


perawatan mandiri pasien pasca rawat inap. Proses identifikasi dan perencanaan
kebutuhan keberlanjutan pasien ditulis guna memfasilitasi pelayanan kesehatan dari suatu
lingkungan ke lingkungan lain agar tim kesehatan memiliki kesempatan yang cukup
untuk melaksanakan discharge planning. Discharge planning dapat tercapai bila
prosesnya terpusat, terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu untuk
perencanaan perawatan berkelanjutan pada pasien setelah meninggalkan rumah sakit.
Sasaran pasien yang diberikan perawatan pasca rawat inap adalah mereka yang
memerlukan bantuan selama masa penyembuhan dari penyakit akut untuk mencegah atau
mengelola penurunan kondisi akibat penyakit kronis. Petugas yang merencanakan
pemulangan atau koordinator asuhan berkelanjutan merupakan staf rumah sakit yang
berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning dan fasilitas kesehatan,
menyediakan Pendidikan kesehatan, memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan
serta mengimplementasikan discharge planning. Misalnya, pasien yang membutuhkan
bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, transportasi pasca rawat inap. (Nursalam,
2016; The Royal Marsden Hospital, 2014; Potter & Perry, 2005; Discharge Planning
Association, 2016 ).
1. Tujuan Discharge Planning

Discharge planning merupakan kolaborasi antara keperawatan, pasien dan keluarga pasca
rawat inap, yang bertujuan untuk menyiapkan kemandirian pasien dan keluarga secara fisik,
psikologis, social, pengetahuan, keterampilan perawatan dan sistim rujukan berkelanjutan. Hal
tersebut dilaksanakan untuk mengurangi ke kambuhan, serta menukar informasi antara pasien
sebagai penerima layanan dengan perawat selama rawat inap sampai keluar dari rumah sakit
(Nursalam, 2016).

Menurut The Royal Marsden Hospital (2014) tujuan discharge planning adalah
mempersiapkan pasien atau keluarga secara fisik dan psikologis untuk ditransfer ke lingkungan
yang disetujui, memberikan informasi baik tertulis maupun lisan kebutuhan pasien dan
pelayanan kesehatan, mempersiapkan fasilitas yang digunakan,dan proses perpindahan yang
nyaman, serta mempromosikan tahap kemandirian aktivitas perawatan kepada pasien, orang
orang yang ada di sekitar pasien.

2. Manfaat Discharge Planning

Discharge planning bermanfaat dalam menurunkan jumlah kekambuhan, menurunkan


perawatan kembali di rumah sakit dan ke ruang kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk
beberapa diagnosa, membantu klien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan di rumah
sakit, serta dapat digunakan sebagai bahan dokumentasi keperawatan (Doengoes, Moorhouse &
Murr, 2016).

Menurut Nursalam 2016, manfaat Discharge Planning adalah memberikan tindak lanjut
secara sistematis guna memberikan perawatan lanjutan pada pasien, mengevaluasi pengaruh dari
rencana yang telah disusun dan mengidentifikasi adanya 1 kekambuhan atau perawatan baru
yang dibutuhkan serta membantu pasien supaya mandiri dan siap untuk melakukan perawatan di
rumah.
3. Prinsip Discharge Planning

Prinsip yang diterapkan dalam Discharge Planning menurut Nursalam, 2016 yaitu pasien
merupakan sasaran dalam Discharge Planning sehingga perlu pengkajian nilai keinginan dan
kebutuhan pasien berdasarkan pengetahuan dari tenaga atau sumber daya maupun fasilitas yang
tersedia di masyarakat. Kemudian kebutuhan tersebut akan dikaitkan dengan masalah yang
mungkin timbul pada saat pasien keluar dari rumah sakit. Melalui pengkajian tersebut
diharapkan dapat menurunkan resiko masalah yang timbul pasca rawat inap. Perencanaan pulang
dilakukan secara kolaboratif pada setiap tatanan pelayanan kesehatan dan dibutuhkan kerja sama
yang baik antar petugas.

The Royal Marsden Hospital (2014), mengemukakan Discharge planning merupakan


proses multidisiplin terlatih yang mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan
kesehatan. Prosedur discharge planning dilakukan secara berkesinambungan pada semua pasien
kemudian selanjutnya akan dirujuk pada suatu komunitas atau layanan kesehatan yang aman dan
adekuat untuk menentukan keberlanjutan perawatan antar lingkungan. Selain itu diperlukan
informasi mengenai penyusunan pemulangan antara tim kesehatan dengan pasien yang
disediakan dalam bentuk perawatan berkelanjutan tertulis dengan mempertimbangkan
kepercayaan dan budaya pasien.

Departemen Kesehatan R.I (2008) menjabarkan bahwa prinsip discharge planning


diawali dengan melakukan pengkajian pada saat pasien masuk rumah sakit guna mempermudah
proses identifikasi kebutuhan pasien. Merencanakan pulang pasien sejak awal dapat menurunkan
lama masa perawatan sehingga diharapkan akan menurunkan biaya perawatan. Discharge
planning disusun oleh berbagai pihak yang terkait antara lain pasien, keluarga, dan care giver
berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif. Hal ini memungkinkan
optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien setelah rawat inap.
Prinsip discharge planning juga meliputi dokumentasi pelaksanaan yang dikomunikasikan
kepada pasien dan keluarga dalam kurun waktu 24 jam sebelum pasien keluar dari rumah sakit.

4. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan discharge planning

Menurut penelitian Radiatul (2017) berberapa faktor perawat yang mempengaruhi


pelaksanaan discharge planning yaitu motivasi yang dimiliki oleh perawat dan cara yang
komunikatif dalam penyampaian informasi kepada pasien dan keluarga sehingga informasi akan
lebih jelas untuk dapat dimengerti oleh pasien dan keluarga. Pengetahuan perawat merupakan
kunci keberhasilan dalam pendidikan kesehatan. Pengetahuan yang baik akan mengarahkan
perawat pada kegiatan pembelajaran pasien dan keluarga, sehingga dapat menerima informasi
sesuai dengan kebutuhan.

Menurut Potter & Perry (2005) faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
pemberian pendidikan kesehatan yang berasal dari pasien sebagai berikut:
a. Motivasi
Motivasi merupakan keinginan pasien untuk belajar. Apabila motivasi pasien tinggi,
maka pasien akan antusias untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya dan
perawatan tindak lanjut untuk meningkatkan kesehatannya.
b. Sikap positif Sikap positif pasien terhadap penyakit dan perawatan akan
mempermudah pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan
kesehatan.
c. Emosi
Emosi stabil akan mempermudah pasien menerima informasi yang disampaikan,
sedangkan perasaan cemas atau perasaan negatif lainnya dapat mengurangi
kemampuan pasien untuk menerima informasi.
d. Usia
Tahap perkembangan yang berhubungan dengan usia berperan dalam penerimaan
informasi yang akan disampaikan. Semakin dewasa usia, maka kemampuan
menerima informasi semakin baik karena didukung oleh pengetahuan yang dimiliki
sebelumnya.
e. Kemampuan belajar
Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kemampuan dalam menerima
informasi dapat lebih mudah.
f. Kepatuhan Kepatuhan pasien
adalah perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional
kesehatan dari pendidikan kesehatan yang telah disampaikan. Kepatuhan dari
pendidikan kesehatan tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan dari discharge planning.
g. Dukungan
Dukungan dari keluarga dan orang sekitar sangat mempengaruhi proses percepatan
kesembuhan seorang pasien. Keluarga akan melanjutkan perawatan pasien dirumah
setelah pasien dipulangkan. Memberikan informasi kesehatan kepada keluarga dapat
membantu mempercepat proses kesembuhan pasien dan dukungan yang baik akan
mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan dan juga mempengaruhi
keberhasilan discharge planning

5. Keberhasilan Discharge Planning

Potter & Perry (2005) mengemukakan bahwa keberhasilan tindakan discharge planning
dapat dilihat dari kemampuan pasien dalam tindakan keperawatan lanjutan secara aman dan
realistis setelah keluar rumah sakit dan dapat dilihat dari kesiapan untuk menghadapi
pemulangan Ada beberapa indikator untuk menilai keberhasilan dalam Discharge Planning
antara lain: bahwa pasien dan keluarga dapat memahami diagnosa, antisipasi tingkat fungsi,
obat-obatan dan pengobatan ketika pulang, antisipasi perawatan tingkat lanjut, dan respons jika
terjadi kegawatan, Pendidikan khusus pada keluarga dan pasien untuk memastikan perawatan
yang tepat setelah pasien pulang, terlaksananya koordinasi dengan sistem pendukung di
masyarakat, untuk membantu pasien dan keluarga membuat koping terhadap perubahan dalam
status kesehatan, serta melakukan relokasi dan koordinasi sistem pendukung atau memindahkan
pasien ke tempat pelayanan kesehatan lain.

6. Unsur Discharge Planning

Menurut Discharge Planning Association (2008) mengemukakan bahwa unsur


perencanaan pemulangan meliputi informasi pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi untuk
kontrol, pengobatan di rumah yang mencakup resep obat baru, daftar obat yang harus tersedia
saat di rumah dan yang harus dihentikan. Form informasi obat pada Discharge Planning berisi
daftar nama obat, dosis, frekuensi dan efek samping yang dapat terjadi pada pasien. Selain itu,
pada form discharge planning juga berisi tentang kebutuhan pemeriksaan penunjang medis yang
dianjurkan beserta persiapannya. Informasi mengenai pilihan gaya hidup, perubahan aktivitas
dan latihan, diet yang dianjurkan dan pembatasannya, petunjuk perawatan diri misalnya
perawatan luka, pemakaian obat juga dapat dituliskan dalam form discharge planning.

7. Pemberi Layanan Discharge Planning

Proses Discharge planning dilakukan secara komprehensif yang melibatkan seluruh


pemberi layanan kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan kepada pasien, juga
melibatkan pasien beserta keluarga bisa juga dengan antara pelayanan kesehatan dan social (The
Royal Marsden Hospital, 2014). Koordinator asuhan berkelanjutan adalah staf rumah sakit yang
berfungsi sebagai konsultan untuk proses Discharge planning yang menyediakan fasilitas
kesehatan, pendidikan kesehatan, dan memotivasi karyawan supaya dapat merencanakan dan
mengimplementasikan Discharge planning (Discharge planning Association, 2016).

8. Penerima Discharge Planning

Pasien rawat inap memerlukan Discharge planning untuk perawatan lanjutan saat berada
dirumah (Discharge planning Association, 2016), tetapi beberapa pasien beresiko tidak dapat
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan lanjutan, contohnya pasien penderita penyakit
terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Rice, 1992 dalam Perry & Potter,2006).

Pasien dan anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang rencana pemulangan
sebelum keluar dari rumah sakit sehingga diharapkan dapat melakukan perawatan lanjutan
dengan optimal (Medical Mutual of Ohio, 2008).

Menurut Standar nasional Akreditasi Rumah Sakit (2018) rumah sakit menetapkan
kreteria pasien yang menerima Discharge planning antara lain: umur , tidak adanya mobilitas,
perlu bantuan medik dan keperawatan terus menerus, serta bantuan melakukan kegiatan sehari
hari.
Membantu revisi : ATI RATNA SARI

Anda mungkin juga menyukai