Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN
A. IDENTITAS BUKU
 Identitas buku utama
1. Judul buku : Strategi Pembelajaran
2. Penulis : Prof.H.D. Sudjana S.,S.Pd.,M.Ed.,Phd
3. Penerbit : Falah
4. Tahun terbit : 2010
5. Kota terbit : Bandung
6. Cetakan : ke 3 (tiga)
7. Ketebalan buku : 200 halaman

BAB II
RINGKASAN BUKU
Bab 1 Sejarah Perkembangan Kegiatan Pembelajaran

A. Magang sebagai Kegiatan Pembelajaran Tertua


1. Perkembangan Cara Penyampaian dan Penerimaan Informasi
Sejak manusia menemukan dan menggunakan perkakas, senjata, pakaian, dan bahasa
dalam kehidupan (walaupun dalam bentuknya yang masih sederhana) maka keinginan untuk
mengetahui dan menguasai alat-alat yang disebut muncul menjadi bagian dari kehidupan
manusia. Adanya fenomena tentang kebutuhan manusia terhadap informasi yang berkaitan
dengan alat-alat tersebut memberikan petunjuk bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk saling memberi dan saling menerima informasi baik melalui simbol maupun melalui
perbuatan. Simbol dan perbuatan itulah yang menimbulkan terjadinya kegiatan memberi dan
menerima pesan.
Tahun 1750 telah disepakati para pakar pendidikan sebagai tahun permulaan
akumulasi pengetahuan serta merupakan permulaan era baru bagi kehidupan umat manusia.
Kemajuan ini terus berkembang sehingga tahun 1900 terdapat akumulasi ilmu pengetahuan
dan teknologi yang mencapai dua kali lipat perkembangan IPTEK pada tahun 1750. Pada
tahun 1950, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi dua kali lipat perkembangan
pengetahuan dan teknologi pada awal abad ke-19.
Kecepatan transformasi IPTEK tidak seimbang dengan kecepatan pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri. Oleh karena itu, kepesatan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tantangan bagi umat manusia
sehingga manusia dapat menemukan dan mengembangkan metode dan teknik penyampaian
informasi yang cocok.
2. Magang sebagai Cara Penyampaian dan Penerimaan Informasi yang Paling Tua
Cara yang digunakan untuk menyebarkan dan menerima informasi itu bermacam
ragam. Cara yang paling umum dilakukan pada jaman dahulu ialah magang (apprenticeship);
dan masih berlangsung sampai sekarang. Hubungan langsung antara seorang dengan orang
lain dalam penyampaian dan penerimaan informasi disebut istilah magang.
Magang adalah cara penyebaran informasi yang dilakukan secara terorganisasi.
Kedalam istilah terorganisasi ini dimaksudkan bahwa magang memiliki aturan-aturan
tertentu.
3. Cara Belajar Kelompok merupakan Pengembangan Magang
Bentuk kegiatan lain dalam penyebaran informasi yang dikembangkan dari magang,
ialah kegiatan kelompok yang disebut serikat sekerja (guild). Kegiatan pembelajaran dalam
bentuk ini dilakukan oleh dan di dalam kelompok yang anggota-anggotanya mempunyai
kepentingan dan tujuan yang sama. Kegiatan ini pun mempunyai arah untuk mengembangkan
kekuatan, meningkatkan harga diri, memperluas pengaruh, dan mempertinggi kemampuan
anggota yang tergantung dalam kelompok.
4. Pelaku Kegiatan Pembelajaran dalam Serikat Sekerja
Para pelaku kegiatan pembelajaran dalam kelompok produktif yang mempunyai
kesamaan kepentingan dan tujuan dapat digolongkan kedalam tiga macam. Pertama, orang-
orang atau anggota kelompok yang memiliki keahlian dalam peningkatan kualitas produksi,
pengolahan bahan baku, dan penggunaan alat-alat produksi. Kedua,orang-orang atau anggota
kelompok yang belum memiliki kemampuan dalam peningkatan kualitas produksi,
pengolahan bahan baku, dan/atau penggunaan alat-alat produksi. Ketiga,orang-orang yang
telah memiliki kemampuan dari kelompok pertama melalui magang, tetapi kemampuannya
masih dalam tingkat lebih rendah dari kemampuan orang yang disebut pertama tadi.
5. Pelatihan (training) adalah Pengembangan Pembelajaran dalam Serikat Sekerja
Pelatihan di selenggarakan dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran
individual dan kelompok. Salah satu teknik yang banyak dikenal pada saat ini disebut “teknik
empat langkah”. Urutan langkah dalam teknk ini terdiri atas : “memperlihatkan (to show)-
menjelaskan (to tell)-mengerjakan (to do)- dan memeriksa (to check)”. Kegiatan pelatihan
dengan menggunakan teknik ini telah mendorong kegiatan pembelajaran peserta pelatihan
secara efektif. kegiatan peserta seimbang dengan kegiatan pelatih. Dengan menggunakan
teknik tersebut, terlihat arah pembelajaran yaitu mendorong para peserta didik untuk lebih
banyak belajar melalui langkah-langkah melihat, mendengarkan, berbuat dan memeriksa
proses dan hasil belajarnya.
B. Kegiatan Pembelajaran dalam Kelas
1. Kelas sebagai Tempat Kegiatan Pelatihan
Kegiatan pembelajaran di ruangan atau di kelas yang dilakukan sampai saat ini
berbeda dengan kegiatan pembelajaran yang menggunakan bentuk pembelajaran lainnya.
Bentuk pembelajaran yang disebut terakhir ini antara lain ialah pembelajaran melalui
komputer, penggunaan televisi jarak dekat (close circuit television), pembelajaran dengan
menggunakan mesin pengajaran, modul, dan kegiatan pembelajaran yang diprogram oleh
peserta didik atau pendidik.
2. Alasan-alasan Penggunaan Kelas dalam Pelatihan
Penggunaan ruangan atau kelas sebagai tempat kegiatan pembelajaran dalam
pelatihan didasari oleh beberapa alasan. Pertama, kegiatan pembelajaran dikelas sudah lebih
dikenal sejak lama dibandingkan dengan tempat kegiatan pembelajaran lainnya. Kedua,
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran dikelas lebih mudah dilakukan dibandingkan
penyelenggaraan pada fasilitas lainnya. Ketiga, melalui kegiatan pembelajaran dikelas
memungkinkan semua peserta didik dapat menerima informasi pada waktu yang sama.
3. Keuntungan Kegiatan Pembelajaran di Kelas
Ruang kelas itu memberikan beberapa keuntungan bagi kegiatan pembelajaran.
Pertama, bahwa dalam kelas memungkinkan pendidik untuk melakukan metode
pembelajaran yang bervariasi seperti metode pembelajaran perorangan, metode pembelajaran
kelompok terbatas atau kelompok besar. Kedua, diruangan kelas dapat disediakan alat-alat
bantu seperti papan tulis, kapur, penghapus, serta media belajar seperti film, slide, televisi,
dan proyektor (overhead projector). Ketiga, meja dan kursi belajar dapat diatur sedemikian
rupa sehingga susunannya dapat diubah menjadi bentuk lingkaran, setengah lingkaran,
model-U, berhadap-hadapan, atau berbanjar. Keempat, berkaitan dengan biaya.
4. Kelemahan Kegiatan Pembelajaran di Kelas
Kelas memiliki beberapa kelemahan. Pertama, walaupun kegiatan pembelajaran
dikelas telah banyak diketahui secara umum, namun penyelenggaraannya seolah-olah
mengalami lesu darah. Kegiatan pembelajaran dalam kelas hampir tidak mungkin bisa
digunakan semua metode dan teknik pembelajaran. Kedua, terdapat pula kelemahan lain
dalam kegiatan pembelajaran kelas. Kegiatan pembelajaran akan sukar untuk memperoleh
umpan balik yang tepat dari seluruh peserta didik.
5. Keterbatasan Kegiatan Pembelajaran di Kelas
Kegiatan pembelajaran dikelas tidak dapat memberi jaminan tentang kelangsungan
hadirnya peserta didik secara berlanjut. Berlainan dengan kelangsungan aktivitas peserta
didik dalam pembelajaran berprogram. Bentuk pembelajaran berprogram dapat menjamin
kontinuitas belajar yang dilakukan peserta didik. Demikian pula kegiatan pembelajaran di
kelas tidak menjamin adanya perkembangan belajar berdasarkan perbedaan individual peserta
didik; sedangkan pembelajaran yang diprogram oleh peserta didik sendiri (self instruction)
dapat menumbuhkan perkembangan atas dasar perbedaan individual peserta didik.
6. Unsur-unsur Kegiatan Pembelajaran di Kelas
Unsur-unsur kegiatan pembelajaran di kelas. Unsur pertama, dalam pembelajaran
ialah pendidik. Pendidik sebagai faktor yang paling dominan dan paling menentukan, namun
kehadiran pendidik itulah yang menyebabkan perbedaan antara kegiatan pembelajaran
dikelas dengan kegiatan pembelajaran dalam bentuk lainnya. Unsur kedua, ialah kelompok
peserta didik yang datang ke kelas atau berada dikelas untuk belajar. Unsur ketiga, adalah
bahan belajar.
7. Hubungan antara Susunan Tempat Duduk dengan Situasi Pembelajaran di Kelas
Berdasarkan tinjauan psikologi belajar, berbagai susunan tempat duduk dalam kelas
dapat dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, susunan tempat duduk yang menumbuhkan
situasi kegiatan pembelajaran yang berpusat pada pendidik (faciliator centered), dan kedua
susunan tempat duduk dengan situasi belajar yang berpusat pada peserta didik (participant
centered).
8. Persyaratan-persyaratan Kegiatan Pembelajaran Yang Efektif di Kelas
Syarat kelas yang efektif adalah adanya keterlibatan, tanggung jawab, dan umpan
balik dari peserta didik. Keterlibatan peserta didik merupakan syarat pertama dan utama
dalam kegiatan pembelajaran dikelas. Syarat kedua ialah tanggung jawab dalam kegiatan
pembelajaran. Syarat ketiga pembelajaran dalam kelas adalah umpan balik dari peserta didik.
9. Pendekatan dalam Pembelajaran di Kelas
Pendekatan yang berpusat pada pendidik mempunyai makna bahwa semua masukan,
seperti bahan belajar dan teknik yang digunakan, datang dari dan disusun oleh pendidik atau
oleh pihak lain diluar peserta didik. Pendekatan ini paling lemah untuk menumbuhkan
semangat dan tingkat keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.

Bab 2 Teori Pembelajaran

A. Teori-teori Pembelajaran
1. Teori Koneksionisme
Teori ini dipelopori oleh Thorndike dan kemudian dikembangkan oleh pakar-pakar
lainnya. Teori koneksionisme menjelaskan bahwa kegiatan pembelajaran, baik pada
kehidupan hewan maupun dalam kehidupan manusia, berlangsung menurut prinsip yang
sama yaitu melalui proses pembentukan asosiasi antara kesan panca indra dengan
perbuatan. Proses belajar langsung sesuai dengan hukum kesiapan, hukum pelatihan, dan
hukum efek. Hukum kesiapan (law of readiness) menjelaskan bahwa kegiatan pembelajarn
dapat berlangsung secara efektif dan efisien apabila peserta didik telah memiliki kesiapan
belajar. Hukum pelatihan (law of exercises) menyatakan bahwa koneksi (keterhubungan)
antara kondisi dan tindakan dalam belajar akan menjadi kuat karena adanya pelatihan
penggunaan sesuatu yang dipelajari (law of use). Hukum efek (law of effects) menyatakan
bahwa kegiatan pembelajaran yang memberikan hasil yang menyenangkan kepada peserta
didik, seperti pujian dan hadiah, cenderung kegiatan itu akan diulangi dan dikembangkan
oleh peserta didik.
2. Teori Conditioning
Teori ini dipelopori oleh ivan pavlov (1927), kemudian dikembangkan oleh watson
(1970). Percobaan yang dilakukan pavlov terhadap anjingnya menggambarkan bahwa
belajar dilakukan dengan mengasosiasikan suatu ganjaran (reward) dengan rangsangan
(stimulus) yang mendahului ganjaran. Watson mengembangkan teori ini melalui
percobaan tentang gejala takut pada anak, dengan menggunakan tikus putih. Menurut teori
ini, belajar adalah suatu proses yang disebebkan oleh adanya syarat tertentu yaitu berupa
rangsangan.
3. Teori Gestalt
Istilah gestalt berarti bentuk (shape). Menurut wertheirmer (1945), peserta didik
tidak menangkap bagian-bagian suatu gejala, melainkan menerimanya secara keseluruhan.
Penelitian max wertheirmer merekomendasikan hukumpragmanz, hukum kesamaan,
hukum keterdekatan, hukum kontinuasi, dan hukum ketertutupan.
4. Teori Medan
Teori medan dikembangkan oleh kurt lewin. Formula teori ini adalah B=f (P,E),
artinya, perilaku (B=behavior) sebagai perolehan belajar adalah f (fungsi) individu P
(person) dan E (enviroment) yaitu lingkungan. Jadi, hasil belajar dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.
B. Beberapa Prinsip Pembelajaran
1. Konsep J. Piaget
J. Piaget mengidentifikasi empat tahap perkembangan kognitif pada individu, yaitu
melalui tahap (a) sensori-motorik, (b) pra-operasi, (c) operasional kongkrit, dan (d)
operasi formal atau proposional.
2. Konsep Aliran Tingkah Laku
Aliran tingkah laku memandang belajar sebagai suatu pola hubungan stimulus dan
respons (S-R). Menurut thorndike, sebagaimana telah dibahas dimuka,dapat dikemukakan
bahwa belajar merupakan kegiatan “mencoba dan salah” (“trial and error” learning).
Thorndike mengemukakan tiga hukum, yaitu (a) hukum kesiapan (law of readiness), yaitu
keadaan yang berkaitan dengan kesenangan atau ketidaksenangan untuk dan dalam
belajar, (b) hukum pelatihan (law of exercises), yaitu keadaan yang berkenaan dengan
proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons yang berkaitan yang diperoleh
peserta didik melalui praktek, dan (c) hukum pengaruh (law of effect), berkaitan dengan
penguatan atau pemutusan setiap hubungan antara stimulus dan respons melalui tindakan.
3. Konsep Aliran Humanis
Aliran humanis menekankan pada pentingnya sasaran (objek) kognitif dan afektif
pada diri seseorang serta kondisi lingkungannya. Pandangan Landsman memberi arah
bahwa pengalaman yang positif dapat mempercepat serta mempermudahkan terjadinya
proses sosialisasi gagasan dan perilaku. Sebaliknya, pengalaman-pangalaman yang tidak
menyenangkan akan mempersulit tumbuhnya partisipasi dan komitmen peserta didik.
4. Teori Andragogi
Andragogi adalah suatu model pendekatan pembelajaran peserta didik yang terdiri
atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa
dalam kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila
metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Untuk itu pendidik hendaknya
mampu membantu peserta didik untuk : (a) mengidentifikasi kebutuhan belajarnya, (b)
merumuskan tujuan belajar, (c) ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan
dan penyusunan pengalaman belajar, dan (d) berpartisipasi dalam mengevaluasi proses
dan hasil kegiatan pembelajaran. Asumsi-asumsi yang dijadikan landasan dalam teori
andragogi adalah sebagai berikut:
a. Orang dewasa mempunyai konsep diri
b. Orang dewasa mempunyai akumulasi pengalaman
c. Orang dewasa mempunyai kesiapan untuk belajar
d. Orang dewasa berharap dapat segera menerapkan perolehan belajarnya
e. Orang dewasa memiliki kemampuan untuk belajar
5. Aliran Reformasi Sosial
Illich dan freire (1973) merupakan pelopor aliran ini. illich mengharapkan suatu
revolusi kebudayaan karena ia yakin bahwa perbaikan sistem sekolah tidak akan
menghasilkan generasi masyarakat sebagaimana diharapkan. Freire maemandang bahwa
ketidak selarasan kehidupan sosial terjadi dan bersumber dari kebodohan, ketidakpedulian,
dan penindasan antar golongan dalam masyarakat.
6. Pendekatan Perubahan Sikap dari Bandura
Albert bandura (1969) mengemukakan strategi perubahan sikap dengan
menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu : (a) pendekatan yang berorientasi pada
keyakinan (belief-oriented approach); (b) pendekatan yang berorientasi perasaan
(affection-oriented approach); dan (c) pendekatan yang berorientasi pada perilaku
(behaviour-oriented approach). Secara ringkas, penjelasan katiga pendekatan itu
dikemukakan berikut ini:
a. Pendekatan yang berorientasi pada keyakinan
b. Pendekatan yang berorientasi pada perasaan
c. Pendekatan yang berorientasi pada perilaku
7. Pendekatan Pembelajaran dari Srinivasan
Srinivasan memusatkan perhatian pada masalah kegiatan pembelajaran, karena
kegiatan ini dipandang sebagai salah satu penyebab utama terjadinya kondisi peserta didik
sebagaimana dikemukakan diatas. Ia mengajukan tiga alternatif pembelajran untuk
mengatasi kondisi tersebut, yaitu : (a) pendekatan yang berpusat pada masalah; (b)
pendekata proyektif; dan (c) pendekatan aktualisasi diri.
8. Proses Pemberdayaan dari Suzanne Kindevatter
Suzanne kindevatter dalam buku nonformal education as an empowering process
(1979) mengemukakan konsep pemberdayaan atau empowering process. Dapat di
kemukakan bahwa proses pemberian kekuatan atau pemberdayaan adalah setiap upaya
pendidikan yang bertujuan membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan peserta
didik terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan/atau politik, sehingga pada giliran
peserta didik memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan status sosial,
ekonomi, dan politiknya dalam masyarakat.
9. Pendekatan Pembelajaran Prima dari Gross
a. Karakteristik manusia yang belajar prima
b. Alasan pentingnya pembelajaran prima
C. Klasifikasi teori belajar
1. Teori-teori Belajar Mekanistik
2. Teori-teori Belajar Organik
D. Teori Belajar dan Belajar Sepanjang Hayat
Otak merupakan organ yang aktif dan konstruktif, serta menyimpan fungsi dan
kekuatan untuk belajar, walaupun sifatnya unik seperti keunikan manusia itu sendiri. Sistem
kerja otak melahirkan intelegensi yang tidak statis melainkan terbuka, dinamis, dan
berkembang secara berkesinambungan sepanjang hayat sehingga memungkinkan setiap orang
, sesuai dengan perkembanganya, memiliki kemampuan untuk belajar sepanjang hayatnya.

Bab 3 Kegiatan Pembelajaran

A. Interaksi Kegiatan Pembelajaran


1. Kegiatan Pembelajaran sebagai Hasil dan sebagai Proses
a. Belajar sebagai Hasil
Belajar sebagai hasil yang berupa perilaku adalah kebiasaan belajar yang
ditumbuhkan melalui kegiatan pembelajaran. Belajar menjadi budaya yang bernilai dan
melekat pada diri seseorang, tiada saat dalam hidupnya tanpa aktivitas belajar.
b. Belajar sebagai Proses
Kegiatan pembelajaran sebagai hasil dan sebagai proses merupakan akibat
berlangsungnya fungsi pembelajaran. Fungsi pembelajaran merupakan upaya
mendorong, mengajak, membimbing, dan melatih yang dilakukan oleh pendidik
supaya peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan
belajar dan kebutuhan pendidikan dalam upaya memuaskan pemenuhan kebutuhan
hidupnya.
B. Hubungan Fungsional antara Unsur-unsur Kegiatan Pembelajaran
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam membaca. Motivasi akan mendorong
peserta didik untuk menentukan tujuan yang dapat memenuhi kebutuhan belajarnya. Tujuan
itu ialah dapat membaca suatu bahan belajar dengan kecepatan dalam waktu tertentu. Dalam
melakukan kegiatan pembelajaran membaca itu peserta didik dibantu (difasilitasi) oleh
pendidik.

Bab 4 Tipe-tipe Kegiatan Pembelajaran

A. Perkembangan Tipe Kegiatan Pembelajaran


Gagne (1970) yang mengklasifikasikan kegiatan pembelajaran itu menjadi delapan
tipe sebagai berikut :
1. Kegiatan pembelajaran mengenal tanda-tanda (signal learning)
2. Kegiatan pembelajaran melalui stimulus dan respon (stimulus response learning)
3. Kegiatan pembelajaran melalui rangkaian (chaining learning)
4. Kegiatan pembelajaran melalui asosiasi lisan (verbal association learning)
5. Kegiatan pembelajaran dengan perbedaan berganda (multiple discrimination
learning)
6. Kegiatan pembelajaran konsep (concept learning)
7. Kegiatan pembelajaran prinsip-prinsip (principle learning)
8. Kegiatan pembelajaran pemecahan masalah (problem-solving learning)
B. Tipe-tipe Kegiatan Pembelajaran
1. Tipe Kegiatan Belajar Keterampilan
Tipe kegiatan pembelajaran keterampilan berfokus pada pengalaman belajar di
dalam dan melalui gerak yang dilakukan peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran
keterampilan menumbuhkan kejelasan yang diperlukan untuk kondisi belajar sebagai
berikut:
a. Tujuan dan manfaat belajar keterampilan yang akan dipelajari harus diketahui
dengan jelasoleh peserta didik.
b. Tingkat keberhasilan atau prestasi belajar keterampilan yang akan dicapai
serta tolok ukur untuk penilaian hasil belajar perlu dipahami oleh peserta
didik.
c. Kegiatan pembelajaran keterampilan diawali dengan mendemonstrasikan
keterampilan yang dilakukan oleh peserta didik yang telah memiliki
kemampuan dalam keterampilan yang akan dipelajari.
d. Mulailah kegiatan pembelajaran dari pelatihan keterampilan dasar.
e. Tinjau kembali kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
f. Pada waktu kegiatan pembelajaran keterampilan berlangsung, peserta didik
perlu mengatur waktu yang tepat untuk mempelajari pengertian, aturan, cara-
cara, dan teknik yang berkaitan dengan keterampilan yang dipelajari.
g. Pelatihan perluasan diperlukan sebagai tambahan wawasan dan penguatan
tentang keterampilan yang dipelajari.
h. Penilaian terhadap proses kegiatan dan hasil belajar peserta didik perlu
diutamakan pada kegiatan penilaian oleh peserta didik, dilakukan baik secara
individual ataupun secara kelompok.
2. Tipe Kegiatan Belajar Pengetahuan
Kegiatan pembelajaran pengetahuan merupakan dasar bagi semua kegiatan
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini menjadi kendali dan landasan bagi kegiatan
pembelajaran keterampilan dan sikap. Untuk mempermudah kegiatan pembelajaran
pengetahuan, akan diuraikan aspek-aspek yang termasuk didalamnya yaitu
a. kegiatan pembelajaran informasi,
b. kegiatan pembelajaran konsep-konsep dan
c. kegiatan pembelajaran prinsip.
3. Tipe Kegiatan Belajar Sikap
Sikap dapat dimiliki oleh peserta didik melalui proses yang relatif lama. Sikap
yang tetap pada diri peserta didik terbentuk melalui lima tahapan. Pertama ialah
penerimaan stimulus. Kedua, merespon stimulus. Ketiga, peserta didik memperoleh
nilai (values) dari respon yang telah ia lakukan. Keempat, mengorganisasi nilai dalam
dirinya setelah terlebih dahulu peserta didik memahami konsep nilai tersebut. Kelima,
penampilan ciri yang tepat pada dirinya setelah peserta didik memiliki nilai itu.
Patokan-patokan yang dapat digunakan pendidik dalam membantu peserta didik
melakukan kegiatan pembelajaran sikap di kemukakan sebagai berikut:
a. Susunlah tujuan kegiatan pembelajaran bersama-sama para peserta didik.
b. Susun dan sajikan bahan belajar sebagai stimulus.
c. Pendidik menumbuhkan suasana belajar partisipasif.
d. Pendidik berusaha menjadi contoh bagi peserta didik dalam melakukan tindakan
yang sesuai dengan sikap baru yang tentukan dalam tujuan belajar.
e. Kegiatan pembelajaran lebih mendukung tumbuhnya sikap baru itu perlu dilakukan
melalui kegiatan pembelajaran kelompok yang terdiri atas para peserta didik dalam
jumlah terbatas.
f. Peserta didik yang telah menerima sikap baru diberi kesempatan untuk menyatakan
pendapatnya secara terbuka kepada kelompok-nya.
g. Pelatihan untuk melakukan dan mengembangkan kegiatan peserta didik dalam sikap
baru yang dimilikinya perlu diberikan.
4. Tipe Kegiatan Belajar Pemecahan Masalah
Dalam pemecahan masalah khusus pemecahan masalah yang beragam, dapat
digunakan berbagai pendekatan. Salah satu pendekata dalam pemecahan masalah itu
disebut Model 5M (sudjana, 1982). Penerapan model ini terdiri atas lima langkah
kegiatan sebagai berikut:
a. Memusatkan perhatian pada masalah
b. Mencari alternatif pemecahan masalah
c. Menyusun rencana upaya pemecahan masalah
d. Menilai upaya pemecahan masalah.

Bab 5 Kegiatan Pembelajaran Partisipatif (Participatory Learning)

A. Pengertian Operasional Kegiatan Pembelajaran Partisipatif


Kegiatan pembelajarn partisipatif dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk
mengikut sertakan peseta didik dalam kegiatan pembelajaran. Keikut sertaan peserta didik itu
diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran yaitu perencanaan program (program
planning), pelaksanaan (program implementation), dan penilaian (program evaluation)
kegiatan pembelajaran.
Partisipasi dalam tahap pelaksanaan program kegiatan pembelajaran adalah
keterlibatan peserta didik dalam menciptakan iklim yang kondusif untuk belajar. Iklim
kondusif yaitu pertama, kedisplinan peserta didik yang ditandai dengan keteraturan dalam
kehadiran pada setiap kegiatan pembelajaran. Kedua, pembinaan hubungan antar peserta
didik dan antar peserta didik dengan pendidik sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang
terbuka. Ketiga, interaksi kegiatan pembelajaran antara peserta didik dan pendidik dilakukan
melalui hubungan horisontal.

B. Asal-usul dan Perkembangan Kegiatan Pembelajaran Partisipatif


Peroses kegiatan pembelajaran partisipatif berakar pada tradisi yang telah tumbuh
dimasyarakat secara turun temurun. Kegiatan itu berakar pada nilai-nilai dan norma-norma
agama yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat, khususnya dalam dunia pendidikan,
kebiasaan yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat itu diangkat dan dikembangkan
untuk menunjang efektivitas pendidikan pada umunya dan untuk menyempurnakan proses
kegiatan pembelajaran pada khususnya.
Negara-negara sedang berkembang meningkatkan usaha penerapan nilai-nilai positif
yang tumbuh dimasyarakat untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran partisipatif.
Beberapa negara yang sedang melakukan usaha pengembangan kegiatan pembelajaran
partisipatif antara lain adalah Thailand di asia, tanzania di afrika, dan brazilia di amerika
latin.
C. Filsafat dan Prinsip tentang Proses Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Filsafat proses kegiatan pembelajaran partisipatif menyangkut tiga aspek yaitu
ontonologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi berhubungan dengan kajian tentang
kegiatan pembelajaran partisipatif dilihat dari segi pengertiannya. Epistemologi berkaitan
dengan kajian tentang pembelajaran partisipatif dilihat dari tata urutan kegiatan pembelajaran
itu sendiri. Aksiologi berkenan dengan kegunaan pembelajaran partisipatif bagi peserta didik,
pendidik, lembaga atau organisasi penyelenggara program pembelajaran, masyarakat, dan
pendidikan pada umumnya. Prinsip-prinsip pembelajaran partisipatif:
1. Berdasarkan kebutuhan belajar (learning needs based)
2. Berorientasi pada tujuan kegiatan pembelajaran (learning goals and objec-tives
oriented)
3. Berpusat pada peserta didik (participant centered)
4. Berangkat dari pengalaman belajar (experiential learning)
D. Landasan Teoritis Kegiatan Pembelajaran Partisipastif
Kegiatan pembelajaran partisipatif dilandasi oleh berbagai teori diantaranya ialah
Teori Hubungan (connectionisme) yang dikembangkan oleh Thorndike, teori-teori dari aliran
tingkah laku (behaviorisme) yang dikembangkan oleh Guthrine, skinner, crowder, dan hull.
Teori asosiasi (association theory) dikembangkan oleh thorndike, kemudian
olehjames watson dan william james. Menurut teori ini, kegiatan pembelajaran akan efektif
apabila interaksi antara pendidik dan peserta didik dilakukan melalui stimulus dan respon (S-
R). Prinsip yang digunakan dalam teori ini ialah kesiapan (readiness), pelatihan (exercise),
dan pengaruh (effect).
E. Ciri-ciri Proses Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Menurut D. S dan Nanette C. Brey (1979), ditandai interaksi antara pendidik dan
peserta didik dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pendidik menempatkan diri pada kedudukan yang tidak serba mengetahui terhadap
semua bahan belajar.
2. Pendidik memainkan peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan
pembelajaran.
3. Pendidik melakukan motivasi terhadap peserta didik supaya berpartisipasi dalam
menyusun tujuan belajar, bahan belajar, dan langkah-langkah yang akan ditempuh
dalam kegiatan pembelajaran.
4. Pendidik sekaligus menempatkan dirinya sebagai peserta didik selama kegiatan
pembelajaran.
5. Pendidik bersama peserta didik melakukan kegiatan saling belajar dengan cara
bertukar pikiran mengenai isi, proses, dan hasil kegiatan pembelajaran.
6. Pendidik berperan untuk membantu peserta didik dalam menciptakan situasi yang
kondusif untuk belajar, mengembangkan semangat belajar bersama, dan saling tukar
pikiran dan pengalaman secara terbuka sehingga para peserta didik melibatkan diri
secara aktif dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembelajaran.
7. Pendidik mengembangkan kegiatan pembelajaran berkelompok, memperhatikan
minat perorangan, dan membantu peserta didik untuk mengoptimalkan respon
terhadap stimulus yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran.
8. Pendidik mendorong peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi yaitu
senantiasa berkeinginan untuk paling berhasil, semangat berkompetensi, tidak
melarikan diri dari tantangan, dan berorientasi pada kehidupan yang lebih baik pada
masa depan.
9. Pendidik mendorong dan membantu peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik sehingga
mereka mampu berpikir dan bertindak terhadap dan di dalam dunia kehidupannya.

Bab 6 Peranan Pendidik dalam Kegiatan Pembelajaran Partisipatif

A. Keterlibatan dalam Pengembangan Program Pembelajaran


Secara ideal pendidik (guru, pembimbing, pelatih, penyuluh, tutor, pamong belajar,
dan lain sebagainya) berperan sebagai fasiliator bagi peserta didik dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan pembelajaran pada program-program
pendidikan formal dan pendidikan non formal.
1. Keterlibatan Guru dalam Program Pembelajaran pada Pendidikan Sekolah
Program-program pendidikan formal pada umumnya memiliki kurikulum
yang seragam, waktu yang ketat, dan persyaratan siswa ditetapkan ditingkat nasional
dan berlaku bagi seluruh kawasan. Pada umumnya keterlibatan guru terbatas pada
penyusunan program pengajaran (instruksional).
Hubungan fungsional antara langkah-langkah yang dilakukan guru dalam
penyusunan dan pengembangan program pengajaran dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Melakukan asesmen kebutuhan belajar, merumuskan tujuan, mengidentifikasi
hambatan, dan menetapkan prioritas yang akan digunakan untuk
pengorganisasian program pengajaran.
b. Memilih pokok bahasa dan/atau tugas-tugas yang harus dilakukan dalam
pengajaran, serta menentukan indikator pencapaian tujuan pengajaran.
c. Mengenali dan mengkaji karakteristik peserta didik (siswa) untuk dijadikan
masukan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pengajaran.
d. Mengidentifikasi isi/materi atau bahan pelajaran dan/atau menganalisis rinian
tugas yang berkaitan dengan pencapaian tujuan umum pengajaran.
e. Merumuskan tujuan belajar yang harus dicapai oleh siswa sesuai dengan
isi/materi pelajaran dan/atau rincian tugas.
f. Merancang kegiatan belajar-mengajar untuk mencapai tujuan belajar yang
telah ditetapkan.
g. Memilih alat-alat bantu untuk mendukung kegiatan mengajar-belajar.
h. Menentukan fasilitas dan sumber-sumber lain yang diperlukan untuk
pelaksanaan kegiatan mengajar-belajar dan untuk pengadaan bahan pelajaran
yang akan diajarkan.
i. Mempersiapkan evaluasi proses dan hasil kegiatan mengajar-belajar.
j. Mempersiapkan dan mengadakan test bagi siswa untuk mengetahui
penguasaan bahan yang telah dipelajari.
2. Keterlibatan Pendidik dalam Program Pembelajaran pada Pendidikan Non formal
Pendidikan non formal lebih beriorientasi pada kebutuhan belajar (yang berkaitan
erat dengan kebutuhan pendidikan dan kebutuhan hidup), sumber-sumber dan potensi
yang tersedia, serta kemungkinan hambatan dalam kegiatan pembelajaran. Program-
program pembelajaran bersifat fleksibel, sedangkan penyelenggaraan program lebih
mengutamakan partisipasi dari semua pihak yang terkait dengan kepentingan orang
banyak. Ruang lingkup dan sifat pendidikan non formal memberi ruang dan waktu yang
luas bagi pendidik untuk melibatkan diri dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kegiatan pembelajaran.
3. Keterlibatan Pendidik dalam Menciptakan Situasi Kegiatan Pembelajaran Partisipatif
Pendidik berperan sebagai pembantu, pendorong, dan pembimbing bagi peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan peserta didik dengan kesadaran diri
dan kesenjangan melakukan kegiatan pembelajaran dengan keterlibatan atau
partisipasi yang tinggi.
B. Pendidik Memahami Perbedaan Ciri-ciri Tipe Pembelajaran
Tipe-tipe yang telah dibicarakan pada bab-bab sebelumnya adalah tipe pembelajaran
keterampilan, tipe pembelajaran pengetahuan, tipe pembelajaran sikap, tipe pembelajaran
pemecahan masalah, dan tipe pembelajaran partisipatif. Tipe pembelajaran pertama, kedua
dan ketiga lebih melibatkan pada hasil belajar dalam ranah (domain) perilaku peserta didik
yaitu ranah psikomotorik, kognitif, dan afektif ; sedangkan tipe pembelajaran ketiga dan
keempat lebih menitikberatkan pada proses pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai