Anda di halaman 1dari 8

PERBEDAAN MEDIA DAN TEKNOLOGI

Media disebutkan disini adalah alat untuk memberikan perangsangan bagi siswa supaya terjadi
proses belajar, seperti buku, film, kaset, dan lain-lain. (Bringgs), yang dapat menyampaikan pesan-
pesan atau bahan-bahan pengajaran. Sedangkan teknologi adalah suatu ilmu yang membahas
tentang keterampilan yang diperoleh lewat pengalaman, studi, dan observasi. Istilah kata
“teknologi”, erat hubungannya dengan kata teknik. Teknik dalam bidang pembelajaran bersifat apa
yang sesungguhnya terjadi antara guru dan murid.
Teknologi Pembelajaran tumbuh dari praktek pendidikan dan gerakan komunikasi audio visual.
Teknologi Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi peralatan, yang berkaitan dengan
penggunaan peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan atau dengan kata lain
mengajar dengan alat bantu audio-visual. Definisi teknologi pendidikan pada awal tahun 1920
dipandang sebagai media. Hal ini disebabkan oleh penggunaan media yang harus dilakukan dalam
teknologi pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Teknologi Pembelajaran merupakan gabungan dari tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu
media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan. Bisa
dikatakan bahwa media merupakan bagian dari teknologi pembelajaran.
Dalam penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa media termasuk dalam ruang lingkup teknologi
pengajaran. Karena teknologi pengajaran merupakan himpunan dari proses ter integrasi yang di
dalamnya terlibat manusia, prosedur, gagasan, peralatan dan organisasi serta pengelolaan cara-
cara pemecahan masalah pendidikan yang terdapat di dalam situasi belajar yang memiliki tujuan
dan disengaja.

PERKEMBANGAN DEFINISI BELAJAR

Belajar merupakan proses dari perkembangan manusia. Semua aktivitas dan prestasi hidup
manusia adalah hasil dari belajar. Menurut Soemanto (2006 : 104), “Belajar merupakan proses
dasar dari perkembangan hidup manusia. Dengan belajar, manusia melakukan perubahan-
perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berubah. Semua aktivitas dan prestasi hidup
manusia tidak lain adalah hasil dari belajar”.

Ada beberapa teori belajar, di antaranya menurut Aqib (2013) menyatakan di dalam bukunya ada
beberapa teori belajar, yaitu :

1. Teori behavioristic belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut
disebabkan oleh seringnya interaksi antara stimulus dan respons.

2. Teori behavioristic belajar diartikan kemampuan seseorang melakukan respon terhadap


stimulus yang datang kepada dirinya.

3. Teori kognitif diartikan proses untuk membangun persepsi seseorang dari sebuah objek yang
dilihat. Oleh sebab itu belajar menurut teori ini adalah lebih mementingkan proses dari pada
hasil.
4. Teori konstruktivisme diartikan upaya untuk membangun pemahaman atau persepsi atas dasar
pengalaman yang dialami murid, oleh sebab itu belajar menurut teori ini merupakan proses
untuk memberikan pengalaman nyata bagi murid.

Belajar adalah proses yang berlangsung antara subjek dengan lingkungannya. Sesuai dengan pendapat
Khairani (2013 : 5), “Belajar adalah suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi antara subjek
dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, sikap dan kebiasaan yang bersifat relative konstan/tetap baik melalui pengalaman, latihan
praktek”.

Ahli pendidikan modern merumuskan perbuatan belajar sebagai berikut : “Belajar adalah suatu bentuk
pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku
yang baru berkat pengalaman dan latihan”. (Aqib, 2005 : 42)
Gagne dan Berliner (Khairani, 2013 : 12), menyatakan bahwa belajar merupakan proses suatu organisme
mengubah perilakunya karena hasil pengalaman. Belajar mengandung 3 ciri yaitu :

1. Belajar berkaitan dengan perubahan perilaku.

2. Perubahan perilaku tersebut terjadi karena didahului oleh pengalaman.

3. Perubahan perilaku yang disebabkan belajar bersifat relatif permanen.

4. Perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar itu disebut
dengan hasil belajar.

Empat tahapan belajar

Ada empat tahapan belajar manusia, yaitu:

 Inkompetensi bawah sadar, yaitu tidak sadar bahwa ia tidak tahu.

 Inkompetensi sadar, yaitu sadar bahwa ia tidak tahu.

 Kompetensi sadar, yaitu sadar bahwa ia tahu.

 Kompetensi bawah sadar, yaitu tidak sadar bahwa ia tahu.


1. Domain Media Pembelajaran
Domain dalam KBBI diartikan sebagai wilayah, daerah dan ranah. Sementara itu Agus Rianto dakam
bukunya “Teknologi Pembelajaran” mengartikan Domain/Kawasan sebagai suatu realisasi dari definisi
dari bidang teknologi pembelajaran. Kawasan mewujudkan apa yang dapat dilakukan oleh suatu disiplin
ilmu agar disiplin tersebut mampu memberikan sumbangan langsung dalam bentuk rumusan praktik
yang dilakukan oleh para praktisi. Kawasan juga berfungsi sebagai panduan para praktisi dan tenaga ahli
untuk bergerak dalam bidang yang dimaksud.[1]

Berdasarkan keterangan diatas dapat diketahui bahwa domain merupakan suatu kawasan atau batasan
mengenai apa yang harus dan boleh dilakukan oleh seorang praktisi dan tenaga ahli untuk bergerak
dalam bidang yang dimaksud sesuai dengan disiplin ilmu tertentu.

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau
pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada
penerima pesan. Gerlach dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah
manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengejar
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses,
dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.[2]

Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication


Technology/AECT) di Amerika misalnya, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang di
gunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.[3]

Pembelajaran adalah upaya secara sistematis yang dilakukan guru untuk mewwujudkan proses
pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.[4]

Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan
merangsang terjadinya proses belajar pada siswa. Media pembelajaran lebih luas dari: alat peraga, alat
bantu mengajar, media audio visual.[5]

Jadi dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan domain media pembelajaran adalah
kawasan/wilayah media pembelajaran untuk menyampaikan informasi dalam proses pembelajaran agar
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Macam-macam Domain Media Pembelajaran

Domain yang menjadi perhatian teknologi pembelajaran yaitu: domain desain, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
1. Domain Desain

Secara parsial, domain desain berasal dari psikologi gerakan pembelajaran. Pada dasawarsa 1960-an
hingga 1970-an Robert Glaser, direktur pusat The Learning Resource and Development Center di
University of Pittsburgh, menulis dan berbicara tentang desain pembelajaran sebagai inti teknologi
pendidikan. Banyak psikologi pembelajaran yang berakar dari domain desain dihasilkan dalam asosiasi di
Pittsburgh.

Fungsi melengkapi akar psikologi pembelajaran itu merupakan aplikasi teori sistem pada pembelajaran.
Diperkenalkan oleh Jim Finn dan Leonard Silvern, pendekatan sistem pembelajaran berkembang secara
bertahap menjadi sebuah metodologi dan mulai memadukan konsep-konsep dari psikologi
pembelajaran. Pendekatan sistem mengarah pada gerakan desain sistem pembelajaran sebagaimana
dicontohkan oleh proses pengembangan pembelajaran yang digunakan di sekolah tinggi pada tahun
1970-an. Minat dalam desain pesan juga berkembang selama dasawarsa 1960-an dan awal 1970-an.

Pada suatu waktu, domain desain pembelajaran dirancukan dengan domain pengembangan, juga
dengan konsep pembelajaran secara lebih luas. Tetapi definisi ini membatasi desain pada fungsi
perencanaan, baik perencanaan mikro maupun makro. Konsekuensinya, dasar pengetahuan domain itu
menjadi kompleks dan mencakup berbagai model procedural, model konseptual dan teori. Tetapi dasar
pengetahuan setiap bidang studi apapun tidak bersifat statis. Hal ini terjadi juga pada kasus desain
pembelajaran terlepas dari landasannya yang kuat dan khasanah pengetahuan tradisional. Di samping
itu, oleh karena longgarnya hubungan antara desain pembelajaran dengan domain-domain lain dalam
teknologi pembelajaran, dasar pengetahuan desain juga berubah untuk mempertahankan
konsistensinya dengan pengembangan, pemakaian, management, dan evaluasi.

Teori desain berkembang secara lebih penuh daripada bagian-bagian lain bidang studi itu yang lebih
banyak bergantung pada tradisi praktik untuk membentuk dasar pengetahuan bagian bidang studi itu.
Tetapi dalam kaitannya dengan pengguanaan teknologi, penelitian dan teori desain hampir selalu
mengikuti eksplorasi praktisi mengenai pengembangan dan kemampuan sebuah perangkat keras
maupun perangkat lunak. Tantangan yang dihadapi baik akademik maupun praktis terus berfungsi
memperjelas dasar pengetahuan dan juga merespon tekanan-tekanan yang ada di dunia kerja.

a. Desain merupakan proses menspesifikasi kondisi untuk belajar

Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada level makro, seperti program dan
kurikulum, dan pada level mikro, seperti satuan pelajaran dan modul. Definisi ini sesuai dengan definisi
desain masa kini yang mengacu pada penciptaan spesifikasi. Definisi itu berbeda dengan definisi-definisi
terdahulu dalam hal penekanannya pada kondisi untuk belajar dan bukannya dalam hal penekanannya
pada komponen-komponen sistem pembelajaran. Oleh karena itu ruang lingkup desain pembelajaran
diperluas dari sumber belajar dan komponen sistem secara individual pada pertimbangan sistemis dan
lingkungan. Tessmer telah menganalisis factor-faktor itu, pertanyaan dan sarana yang digunakan untuk
mendesain lingkungan.
Domain desain sedikitnya mencakup empat kawasan teori dan praktik. Wilayah itu dapat diidentifikasi
karena kategori-kategorinya merupakan hasil kerja penelitian dan pengembangan teori. Domain desain
mencakup studi tentang desain sistem pembelajaran, desain pesan, strategi pembelajaran, dan
karakteristik pembelajar.

b. Desain sistem pembelajaran.

Desain sistem pembelajaran merupakan prosedur yang terorganisir yang mencakup langkah-langkah
menganalisis, mendesain, mengembangkan, melaksanakann, dan mengevaluasi pembelajaran. Kata
desain mempunyai makna berlevel makro dan mikro dalam pengertian mengacu baik pada pendekatan
sistem maupun pada sebuah langkah dalam pendekatan sistem. Langkah-langkah dalam setiap proses
memilki dasar yang terpisah dalam teori maupun dalam praktik seperti dalam halnya proses ISD secara
keseluruhan. Dalam pengutaraannya yang lebih sederhana, menganalisis adalah proses mengidentifikasi
apa yang dipelajari, mendesain adalah proses men-spesifikasi bagaimana dipelajari, mengembangkan
adalah proses memandu dan menghasilkan materi pembelajaran, melaksanakan adalah menggunakan
materi dan strategi dalam konteks pembelajaran, dan mengevaluasi adalah proses menentukan
kesesuaian pembelajaran. Pada umumnya ISD bersifat linier dan memuat prosedur iterative yang
menghendaki kejelian dan knsistensi. Merupakan ciri khas proses itu bahwa semua langkah harus
dilengkapi untuk dapat berfungsi sebagai pengontrol dan penyeimbang satu sama lain. Dalam ISD,
proses itu sama pentingnya dengan produk sebab kemantapan dalam produk didasarkan pada
proses. [6]

2. Domain pengembangan

Pada definisi resmi teknologi pendidikan di lingkungan AECT pada tahun 2004 aktivitas pengembangan
dirangkum dalam istilah mengkreasi atau menciptakan (creating). Sebelumnya pada tahun 1994
terdapat tiga istilah yang khas pendekatan sistem yaitu design, development, dan evaluation. Rangkaian
pada definisi tahun 1994 tersebut menunjukkan karakteristik pendekatan sistem yang procedural. Ketiga
istilah tersebut kemudian pada tahun 2004 diganti dengan istilah creating yang dapat mencakup makna
lebih luas, tidak terkesan hanya mengakomodasi pendekatan sistem saja dan akomodatif terhadap
pendekatan dan paradigma lain.

Menurut Edi Subkhan dalam bukunya “Sejarah dan Paradigma Teknologi Pendidikan Untuk Perubahan
Sosial” minimal terdapat dua istilah dalam domain pengembangan yaitu creating dan development yang
dapat digunakan. Asalkan pengertian cerating dan development diperluas mencakup aktivitas analisis,
refleksi kritis, sampai pengembangan gagasan ide, desain atau rancangan, hingga menghasilkan produk
baik berupa perangkat-perangkat material media pembelajaran, sistem, tata aturan, dan kebijakan. Yang
dimaksud dengan sistem, tata aturan dan kebijakan adalah menunjang penggunaan dan pengelolaan
produk-prouk teknologi pendidikan. Jadi bukan hanya pengembangan material saja, tetapi juga
melingkup pengembangan sistem dan kebijakan pendukung tujuan pembelajaran.

Implikasi pergeseran dan keragaman paradigma teknologi pendidikan dalam domain pengembangan
dapat dilihat dari cara mengembangkan produk teknologi pendidikan.[7]
Kawasan pengembangan berakar pada produksi media. Melalui proses yang bertahun-tahun perubahan
dalam kemampuan media ini berakibat pada perubahan kawasan. Walaupun perkembangan buku teks
dan alat bantu pembelajaran yang lain (teknologi cetak) mendahului film, namun pemunculan film
merupakan tonggak sejarah dari gerakan audio-visual ke era teknologi dimasa sekarang.

Di dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang kompleks antara teknologi dan teori yang
mendorong terhadap desain pesan maupun strategi pembelajarannya.

3. Domain Pemanfaatan

Domain Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi
pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara pembelajar (guru dan siswa) dengan
bahan atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab
untuk mencocokkan pembelajar dengan bahan dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan pembelajar agar
dapat berinteraksi dengan bahan dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan,
memberikan penilaian atas hasil yang dicapai pembelajar, serta memasukannya ke dalam prosedur
oraganisasi yang berkelanjutan.[8]

Pemanfaatan disini merupakan tempat bertemunya solusi dan masalah pendidikan. Solusi tersebut
mewujud dalam bentuk produk-produk teknologi pendidikan yaitu metode pembelajaran, media
pembelajaran, sumber belajar dan lingkungan pembelajaran yang diarahkan untuk memecahkan
masalah belajar, sekaligus memfasilitasi tujuan pembelajaran.

Implikasi aktivitas pemanfaatan berdasarkan kategori tahap yaitu tahap memilah dan memilih produk-
produk teknologi pendidikan yang tepat dengan cara yang tepat pula. Pada tahap memilah dan memilih
asumsi yang digunakan disini adalah produk-produk teknologi pendidikan yang dipilah dan dipilih sudah
ada/jadi, misalnya sudah dalam bentuk media, perangkat, sumber belajar. Oleh karena itu, hal yang
dilakukan tinggal memilih saja. Kalaupun produk-produk teknologi pendidikannya dikembangkan sendiri
(tidak membeli), maka langsung saja ke tahap dua, yaitu bagaimana menggunakan produk tersebut
secara tepat sebagai penunjang tercapainya tujuan pembelajaran.[9]

4. Domain Pengelolaan

Domain pengelolaan berfungsi mengawasi salah satu atau lebih fungsi pengembangan atau fungsi
pengelolaan lainnya untuk menjamin pengoprasian yang efektif dalam pelaksanaan kegiatan
pengajaran.[10] Definisi resmi teknologi pendidikan dari AECT tahun 2004, domain pengelolaan
meliputi: (1) pengelolaan proyek (2) pengelolaan sumber-sumber belajar (3) pengelolaan personal (4)
pengelolaan program.

a. Pengelolaan proyek
Pada pengelolaan/manajemen proyek pengembangan produk teknologi pendidikan implikasi pergeseran
dan keragaman teknologi pendidikan terlihat dari model pengembangan apa yang digunakan. Hal
tersebut terjadi karena aktivitas pengembangan produk teknologi pendidikan memang mengikuti atau
menggunakan model pengembangan tertentu. Jika menggunakan model pengembangan ADDIE / Dick
dan Carey misalnya, maka para teknologi pendidikan tinggal mengelola proyek pengembangan sesuai
dengan prinsip-prinsip dan prosedur model pengembangan tersebut saja.

b. Pengelolaan sumber-sumber belajar

Pada aktifitas pengelolaan sumber belajar implikasi keragaman paradigma dapat dilihat dari orientasi
dan karakter praktik pengelolaan sumber belajar itu sendiri yang dikelola berdasarkan pada teori dan
metodologi manajemen tertentu. Hal yang sama juga terjadi pada aktifitas mengelola program atau
sistem pembelajaran, implikasi keragaman paradigma dapat dilihat dari karakteristik toori dan
metedologi manajemen tertentu.

c. Pengelolaan personel

Aktifitas mengelola personel dalam bidang teknologi pendidikan pada dasarnya banyak menggunakan
bidang pengembangan sumber daya manusia dan juga teknologi kinerja manusia. Walaupun berbeda
sebutan, namun keduanya bertujuan sama, yaitu untuk meningkatkan kualitas manusia atau personel
dalam sebuah organisasi atau komunitas tertentu dan keduanya lahir dari dunia korporasi dan sampai
sekarang juga digunakan didunia korporasi. Secara teoritik konsep pengembangan sumber daya manusia
berakar pada paradigma positifistik, behavioristik, dan korporasi, karena yang dianggap penting hanya
sumber daya manusiannya saja, bukan manusia itu sendiri. Bagi korporasi yang penting adalah sumber
daya untuk produksi bisa manusia, dan bisa non manusia, demikian juga pada paradigma positifistik
manusia dianggap variable yang sama dengan benda, materi atau perangkat lain sebagaimana dalam
riset-riset kuantitatif. Disisi lain tidak jauh berbeda dengan pengembangan sumber daya manusia,
konsep teknologi kinerja manusia fokusnya adalah meningkatkan kinerja dengan menggunakan bantuan
atau tervensi teknologi.

d. Pengelolaan program

Pada aktifitas evaluasi program disini maksutnya adalah program-program pembelajaran yang berbeda
dengan evaluasi proyek pengembangan produk teknologi pendidikan. Program pengembangan misalnya
adalah program pembelajaran yang juga melibatkan proyek pengembangan produk teknologi
pendidikan dan penggunaannya. Dalam hal ini lingkaran AECT terdapat satu model evaluasi program
yang sangat familier, yaitu model CIPP yang merupakan akronim dari aktifitas atau prosedur evaluasi
context, input, process, product. Walau jejak historisnya berakar pada paradigma positifistik dan
pendekatan sistem, namun CIPP sebenarnya dapat juga digunakan dan dikembangkan mengacu pada
paradigma sosio kultural. Dengan demikian aktifitas evaluasi program yan menggunakan prosedur CIPP
dapat menggunakan angket, melakukan survey, observasi, wawancara, dan juga analisis statistic
maupun interpretasi kualitatif. Dalam konteks pendidikan di Indonesia CIPP bahkan banyak juga
digunakan sebagai panduan untuk mengevaluasi kebijakan pendidikan dan penyelanggaraan pendidikan
secara umum.[11]
5. Domain Evaluasi

Aspek penting lainnya dalam teknologi pengajaran adalah evaluasi atau penilaian. Evaluasi atau
penilaian dalam pengajaran tidak semata-mata dilakukan terhadap hasil belajar, tetapi juga harus
dilakukan terhadap proses pengajaran itu sendiri. Dengan evaluasi tersebut dapat dilakukan revisi
program pengajaran dan strategi pelaksanaan pengajaran. Dengan kata lain, ia dapat berfungsi sebagai
umpan balik dan remedial pengajaran. Evaluasi terhadap proses pengajaran masih kurang mendapat
perhatian dibandingkan dengan penelitian terhadap hasil pengajaran yang dicapai para siswa. Oleh
sebab itu, upaya remedial pengajaran jarang dilakukan oleh para guru sehingga strategi belajar
mengajar tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti dari waktu ke waktu dan dari situasi ke
situasi.

Evaluasi terhadap proses pengajaran dilakukan oleh guru sebagai bagian integral dari pengajaran itu
sendiri. Artinya, evaluasi harus tidak terpisahkan dalam penyusunan dan pelaksanaan pengajaran.
Evaluasi proses bertujuan menilai keefektifan dan efisiensi kegiatan pengajaran sebagai bahan untuk
perbaikan dan penyempurnaan program dan pelaksanaannya. Objek dan sasaran evaluasi proses adalah
komponen-komponen sistem pengajaran itu sendiri, baik yang berkenaan dengan masukan proses
maupun dengan keluaran, dengan semua dimensinya.

Komponen masukan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni masukan mentah dan masukan alat
(instrumental input). Penilaian terhadap masukan mentah, yakni siswa sebagai subjek dan objek belajar,
yang mencakup aspek-aspek antara lain kemampuan siswa, minat, perhatian, dan motivasi belajar
siswa, pengetahuan awal dan prasyarat, karakteristik siswa. Penilaian terhadap masukan instrumental
mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut : kurikulum, sumber dan saran belajar.

Komponen proses adalah interaksi semua komponen pengajaran seperti bahan pengajaran, metode dan
alat, sumber belajar, sistem penilaian, dan lain-lain. Komponen keluaran adalah hasil belajar yang
dicapai anak didik setelah menerima proses pengajaran. Penilaian keluaran lebih banyak dibahas dalam
penilaian hasil. Penilaian terhadap masukan mentah, yakni siswa sebagai subjek dan objek belajar, yang
mencakup aspek-aspek antara lain: kemampuan siswa, minat, perhatian, dan motivasi belajar siswa,
pengetahuan awal dan prasyarat, karakteristik sisw

Anda mungkin juga menyukai