Anda di halaman 1dari 5

Bagaimana Kiat Menjaga Keistiqamahan Bakda

Ramadhan?

Tak terasa bulan Ramadan telah meninggalkan kita semua dan kita diharapkan bisa terus
meningkatkan kualitas ibadah kita di bulan-bulan setelahnya yang salah satunya adalah bulan Syawal.

Perkataan "Syawal" berasal dari kata Arab, yaitu syala yang berarti irtafa’a, naik atau meninggi.
Orang Arab biasa berkata, syala al-mizan (naik timbangan), idza irtafa’a (apabila ia telah
meninggi).

Ada dua alasan mengapa bulan setelah Ramadan itu dinamai Syawal, bulan yang naik atau meninggi.
Ada dua alasan diantaranya yaitu:

Pertama, karena derajat kaum Muslim meninggi di mata Allah. Hal ini disebabkan mereka mendapat
pengampunan (maghfirah) dari Allah setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.

Sebagaimana sabda Rasulullah, “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan karena iman dan tulus
kepada Allah, maka dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah.”

Kedua, karena kaum Muslimin dituntut harus mempertahankan dan meningkatkan amal dan ibadah
Ramadan pada bulan ini dan bulan-bulan berikutnya hingga datang Ramadan tahun depan untuk
mendapatkan tujuan dari pelaksanaan puasa Ramadhan sendiri, yaitu menjadi orang yang bertakwa.

Maka salah satu tanda bahwa seseorang berhasil mendapatkan derajat takwa adalah Ketika orang
tersebut bisa beristiqamah dan bahkan meningkatkann amal dan ibadahnya setelah bulan Ramadhan
usai.

Lantas, bagaimana kita menjaga keistiqamahan ibadah kita setelah bulan Ramadhan
usai dan mendapatkan predikat orang yang bertakwa?

1. Istiqamah dengan memperbanyak doa karena Allah yang


kuatkan hati kita.

Kita butuh doa agar bisa istiqamah karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Oleh
karenanya, doa yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan
adalah,
َ‫ت َق ْل ِبى عَ لَى ِدي ِنك‬ ِ ‫يَا ُم َقلِّبَ ا ْل ُقلُو‬
ْ ِّ‫ب ثَب‬
“YA MUQOLLIBAL QULUUB TSABBIT QOLBI ‘ALAA DIINIK (Wahai Dzat yang Maha
Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ‫ت َق ْل ِبى عَ لَى ِدي ِنك‬ ِ ‫يَا رَ سُو َل اللَّ ِه مَا َأل ْكثَ ِر دُعَ اِئكَ يَا ُم َقلِّبَ ا ْل ُقلُو‬
ْ ِّ‫ب ثَب‬
“Wahai Rasulullah kenapa engkau lebih sering berdoa dengan doa, ’Ya muqollibal
quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati,
teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)’.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

‫شا َء َأ َقا َم‬


َ ْ‫ْن ِمنْ َأصَ ِاب ِع اللَّ ِه َفمَن‬ ‫ُأ‬
ِ ‫ى ِإالَّ وَ َق ْلبُ ُه بَيْنَ صْ بُ َعي‬ َ ‫يَا ُأ َّم‬
ٌّ ‫سلَ َم َة ِإنَّ ُه لَيْسَ آ َد ِم‬
َ َ‫شا َء َأز‬
‫اغ‬ َ ْ‫وَ مَن‬
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-
jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan
dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”

Setelah itu Mu’adz bin Mu’adz (yang meriwayatkan hadits ini) membacakan ayat,

‫رَ بَّنَا اَل ت ُِز ْغ ُقلُوبَنَا بَعْ َد ِإ ْذ َه َد ْيتَنَا‬

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8) (HR. Tirmidzi, no.
3522; Ahmad, 6: 315. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

2. Beramal dengan ikhlas, agar amal itu langgeng.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat terkahir Surat Al Kahfi:

Faman kana yarju liqa a rabbihi fal ya’mal ‘amalan shaliha wa laa yusyrik bi ‘ibadati
rabbihi ahada.

Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
‫وَ مَا الَ يَ ُكوْ نُ لَ ُه الَ يَ ْن َفعُ وَ الَ يَدُوْ ُم‬
“Segala sesuatu yang tidak didasari ikhlas karena Allah, pasti tidak bermanfaat dan
tidak akan kekal.” (Dar’ At-Ta’arudh Al-‘Aql wa An-Naql, 2:188).

3. Beramal itu yang penting ajeg, walaupun sedikit dan


beramal melihat kemampuan.

Dari ’Aisyah  radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu


’alaihi wa sallam bersabda,

‫َأ َحبُّ اَألعْ مَا ِل ِإلَى اللَّ ِه تَعَالَى َأدْوَ ُم َها وَ ِإنْ َق َّل‬
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu
walaupun itu sedikit.” (HR. Bukhari, no. 6465; Muslim, no. 783).

4. Rajin muhasabah (koreksi diri)

Allah Ta’ala memerintahkan kita supaya rajin muhasabah diri,

ْ ‫يَا َأيُّ َها الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اتَّقُوا اللَّ َه وَ ْلتَ ْنظُرْ َن ْفسٌ مَا َق َّدم‬
‫َت ِل َغ ٍد وَ اتَّقُوا اللَّ َه ِإنَّ اللَّ َه خَ ِبي ٌر‬
َ‫ِبمَا تَعْ َملُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

5. Mulai mengerjakan ibadah-ibadah sunnah kembali


seperti puasa enam hari di bulan Syawal.

Dari Abu Ayyub Al-Anshori radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ ْ‫مَنْ صَ ا َم رَ مَضَ انَ ثُ َّم َأ ْتبَ َع ُه ِستًّا ِمن‬


ِ ‫شوَّ ا ٍل َكانَ َك‬
‫صي َِام ال َّد ْه ِر‬
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan
Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164)

 Semoga kita semua bisa istiqamah bakda Ramadhan, melanjutkan ibadah terus
hingga maut menjemput.

َ ُ‫َأ ُقوْ ُل َقوْ ِليْ ٰه َذا وَ َأسْ تَ ْغفِر‬


‫ ِإنَّ ُه ُهوَ ا ْل َغ ُفوْ رُ ال َّر ِح ْي ُم‬،‫ َفاسْ تَ ْغ ِفرُوْ ُه‬،‫هللا ِليْ وَ لَ ُك ْم‬
 

===============================================================

Keutamaan puasa Syawal bagi yang menjalankannya sangat besar. Puasa sunnah
ini boleh dilaksanakan enam hari  berturut-turut. Boleh juga dilakukan tidak
berurutan asalkan masih berada di Bulan Syawal. Salah satu keutamaan puasa
enam hari di bulan Syawal adalah pahalanya yang setara dengan puasa selama
satu tahun. Anggapan ini memiliki dalil yang shahih.

Dari Abu Ayyub Al-Anshori radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda,

َ ْ‫مَنْ صَ ا َم رَ مَضَ انَ ثُ َّم َأ ْتبَ َع ُه ِستًّا ِمن‬


ِ ‫شوَّ ا ٍل َكانَ َك‬
‫صي َِام ال َّد ْه ِر‬
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan
Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164)

Dari Tsauban, bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa berpuasa enam hari di
bulan Syawal setelah Idul Fithri, maka ia telah menyempurnakan puasa setahun
penuh. Karena siapa saja yang melakukan kebaikan, maka akan dibalas sepuluh
kebaikan semisal.” (HR. Ibnu Majah no. 1715. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan
bahwa hadis ini shahih).

Ulama berkata “alasan menyamainya puasa setahun penuh berdasarkan bahwa


satu kebaikan menyamai sepuluh kebaikan, dengan demikian bulan ramadhan
menyamai sepuluh bulan lain (1 bulan x 10 = 10 bulan) dan 6 hari di bulan syawal
menyamai dua bulan lainnya ( 6 x 10 = 60 = 2 bulan). [ Syarh nawaawi ‘ala Muslim
VIII/56 ].

Menurut Ibnu Rajab al-Hambali, keutamaan puasa enam hari pada Syawal antara
lain menggenapkan pahala puasa Ramadlan menjadi setahun penuh. Selain itu,
kedudukan puasa sunah pada Sya’ban dan Syawal terhadap puasa Ramadlan untuk
menutupi kekurangan yang mungkin terjadi pada pelaksanaan puasa Ramadlan.

Adapun Syaikh Muhammad Nawawi al- Bantani dalam Syarh Muslim mengatakan,
“Ulama mazhab Syafi’i berpandangan bahwa puasa enam hari pada Syawal paling
utama/afdal dilaksanakan secara berturut-turut setelah Idul Fitri. Namun, jika tidak
secara berturut-turut (setelah Idul Fitri) atau dilaksanakan hingga akhir Syawal pun
tetap akan mendapatkan keutamaan puasa Syawal sepanjang sebelumnya telah
melaksanakan puasa Ramadlan.”

Anda mungkin juga menyukai