Anda di halaman 1dari 2

ADVICE HUKUM

1. Soal Fiktif:
Nama Saya M Fiqih Saputra, saya bertempat tinggal di kota Pasuruan. Saya sudah menikah. Saya
memiliki istri bernama Anggun Tribakti Putri. Usia pernikahan kami sudah menginjak 5 tahun,
saat ini kami belum memiliki anak.
Awal mula kami menikah, saya merasakan kebahagiaan diantaranya kami saling bahu
membahu dalam urusan bekerja. Hal ini kami lakukan untuk mencukupi kebutuhan ekonomi
kami dalam kehidupan sehari-hari. Saya yang pada waktu itu bekerja sebagai pemilik showroom
mobil bekas sedangkan istri saya bekerja pada sebuah bank swasta di kota Pasuruan. pada tahun
ketiga kami membeli sebuah ruko yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 43 Kota Pasuruan.
dengan rincian luas tanah 300 meter pesegi dengan nomor sertifikat 3050. Yang kemudian ruko
tersebut kami pakai untuk aset investasi.
2. Duduk Perkara :
Setelah 5 Tahun kami menikah, pada akhirnya hubungan rumah tangga kami kandas. Pada
tanggal 27 Agustus 2022 kami resmi bercerai dan melanjutkan kehidupan masing-masing. Dalam
proses sidang perceraian kemarin saya sudah tidak memikirkan apapun termasuk rincian detail
harta gono-gini. Hingga pada tanggal 27 September 2022 kemarin saya ingat bahwa semasa saya
menikah dengan mantan istri saya Anggun Tribakti Putri, saya masih memiliki aset bersama yaitu
sebuah ruko yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 43 Kota Pasuruan. oleh karena itu saya
ingin menuntut mantan istri saya untuk menyerahkan sertifikat ruko tersebut lantaran setelah
bercerai istri saya tidak mau memberikan sertifikat ruko tersebut. Malahan ruko tersebut tanpa
sepengetahuan saya telah disewakan ke orang lain. Adapun penyewa ruko tersebut adalah
Bapak Irfan Sambo dan ruko tersebut telah dipakai Bapak Irfan Sambo untuk usaha rental Play
Station.
Oleh karenanya saya ingin menuntut mantan istri saya dan meminta keadilan kepada majelis
hakim agar Ruko yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk No. 43 Kota Pasuruan dengan rincian
300 meter persegi dengan nomor sertifikat 3050 tersebut untuk di jual dan uangnya dibagi rata
kepada saya dan mantan istri saya.
3. Dasar Hukum :
Kompilasi Hukum Islam UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama. Dan UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Kuhperdata pasal 128.
4. Pendapat Hukum:
Menurut saya selaku konsultan hukum untuk solusi mengenai pembagian harta Gono gini
berupa ruko tersebut yaitu pertama uang sewa yang di terima oleh mantan istri bapak harus
dibagi secara rata misalnya harga sewanya 10 juta pertahun maka perorang 5 jutaan, jika ruko
tersebut ingin di jual maka Menghitung pembagian harga jualnya berapa, misal laku 50 juta
maka per orang 25 juta. Bila mantan istri nya tidak setuju dengan cara pembagian adil secara
kekeluargaan maka bisa ambil jalur hukum dengan mengajukan tuntutan pembagian harta Gono
gini ke Pangadilan agama. Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan
bahwa; Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi Harta Gonogini. Sedangkan
harta bawaan dari suami istri masing-masing baik sebagai hadiah atau warisan berada di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Jika dilihat dari
Kompilasi Hukum Islam yaitu hukum Islam tidak melihat adanya harta gono-gini. Hukum Islam
lebih memandang adanya keterpisahan antara harta suami dan harta istri. Apa yang dihasilkan
oleh suami merupakan harta miliknya, demikian juga sebaliknya, apa yang dihasilkan istri adalah
harta miliknya. Pembagian Harta Gonogini pada kasus cerai hidup maupun kasus cerai mati,
menurut ketentuan yang diatur dalam pasal 128 KUH perdata maupun dalam UU perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam masing-masing pasangan
suami istri mendapat seperdua bagian yang sama. Dengan demikian, dasar pembagian harta
gono gini adalah adanya harta yang diperoleh selama terjadi ikatan perkawinan baik secara siri
maupun secara hukum Negara.
5. Kesimpulan:

Dalam penceraian sering kali timbul suatu friksi atau implikasi yang cukup rumit untuk diselesaikan,
yaitu pembagian Harta Gonogini atau gono-gini di saat ikatan pernikahan diantara laki-laki dan
perempuan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Harta Gonogini dibagi ke dalam tiga kategori
yang pertama, Harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta ini merupakan harta yang dikuasai
bersama selama perkawinan, kedua, Harta bawaan, yaitu harta yang dibawa oleh masing-masing pihak
sebelum proses perkawinan dilakukan. Harta ini dikuasai masing-masing pihak sepanjang para pihak
tidak menentukan lain, dan ketiga, Harta perolehan, yaitu harta yang diperoleh dari hadiah atau
warisan. Harta ini dikuasai oleh masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan
lain,Pembagian Harta Gonogini pada kasus cerai hidup maupun kasus cerai mati,
menurut ketentuan yang diatur dalam pasal 128 KUH perdata maupun dalam UU
perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan kompilasi hukum islam
masing-masing pasangan suami istri mendapat seperdua bagian yang sama. Dengan
demikian, dasar pembagian harta gono gini adalah adanya harta yang diperoleh selama
terjadi ikatan perkawinan baik secara siri maupun secara hukum Negara.

Anda mungkin juga menyukai