Anda di halaman 1dari 7

PERKAWINAN SERTA PENYEBAB PUTUSNYA PERKAWINAN

ABSTRAK

Perkawinan merupakan bagian hidup yang sakral, karena harus memperhatikan norma dan
kaidah hidup dalam masyarakat. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (Rumah Tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan YME.

Sedangkan, Perceraian ialah suatu putusnya ikatan perkawinan antara kedua belah pihak yaitu
suami istri karena terjadinya suatu ketidakharmonisan hubungan keluarga yang retak atas dasar
dari sebuah faktor internal atau faktor eksternal yang terjadi. Sebagaimana pada permasalahan
perceraian yang terjadi akan menimbulkan akibat hukum terhadap suami istri, anak dan harta
bersama. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul

LATAR BELAKANG

Dalam UU tersebut perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhaan Yang Maha Esa.

Rumah tangga berasal dari dua individu yang berbeda, untuk menyesuaikan perbedaan tersebut
memerlukan penyatuan tujuan kedua pihak yang harus dicapai bersama. Tanpa adanya kesatuan
tujuan rumah tangga akan mudah mengalami hambatan - hambatan yang merupakan sumber
permasalahan besar dalam rumah tangga, akhirnya dapat menuju keretakan rumah tangga yang
berakibat putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan diakibatkan dari perceraian yang dimana
antara suami dan istri sudah tidak ada lagi kecocokan dan hidup secara rukun.

Perceraian hanya bisa dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian harus ada cukup alasan, yaitu bahwa antara suami
istri tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. Menurut Pasal 38 Undangundang
No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan, putusnya perkawinan disebabkan karena 3 (tiga) hal, yaitu:

1) Kematian
2) Perceraian

3) Atas keputusan Pengadilan.

Terjdinya peristiwa-peristiwa dalam rumah tangga, yaitu perselisihan, pertengkaran atau


percekcokkan antara suami istri akan mengakibatkan terjadinya perceraian, jika tidak
diselesaikan dengan baik, seperti pada kasus perkara Melda Purba yang bertempat tinggal di
Jalan Danau Toba No. 140, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu Tebing Tinggi
sebagai Pemohon Kasasi yang dahulu Tergugat/Terbanding Dan Ronny Hasudungan Hutabarat,
SE yang bertempat tinggal di Jalan Deblod Sundoro Gang Buntu No. 31B, Deblot Sundoro,
Kecamatan Padang Hilir Kota Tebing Tinggi sebagai Termohon Kasasi yag dahulu
Penggugat/Pembanding.

Disini Melda Purba selaku pemohon kasasi yang dahulunya tergugat dan Ronny Hasudungan
Hutabarat selaku termohon kasasi yang dahulunya penggugat telah menikah secara sah pada
tanggal 16 Oktober 2004 berdasarkan surat keterangan nikah yang dikeluarkan oleh Gereja Huria
Batak Protestan No. D14/R1/HI/119K/X/2004 yang ditanda tangani oleh pendeta JJ Purba serta
telah terdaftar pada Kantor Catatan Sipil sesuai dengan kutipan Akta Perkawinan Nomor :
34/Nsr/2004. Dalam perkawinan tersebut keduanya di karuniai oleh dua orang anak yang
bernama Ivana Margareth lahir pada tanggal 1 Oktober 2005 dan Kriston lahir pada tanggal 30
Juni 2009 telah meninggal dunia pada tanggal 7 Mei 2010.

Pada awalnya hubungan mereka berjalan dengan baik akan tetapi seiring berjalannya waktu
keduanya mengalami pertengakaran dikarenakan keikutsertaan atau turut campur orang tua
Ronny dalam rumah tangga mereka. Puncaknya pada pertegkaran yang dimana tergugat yaitu
Melda Purba menghina orang tua pengguggat yaitu Ronny serta berlaku kasar seperti acaman
pembunuhan kepada penggugat. Setelah kejadian tersebut hubungan mereka semakin renggang
dengan Tergugat yang tidak berada dirumah pada awal Maret 2009 selama seminggu. Penggugat
beranggapan tergugat memang sudah tidak punya keinginan untuk mempertahankan rumah
tangga mereka.

Akhirnya penggugat mengajukan permohonan izin kepada Kantor Satuan Pamong Praja Kota
Tebing Tinngi tertanggal 30 Juli 2010, bahwa atas permohonan penggugat telah keluar putusan
Wali kota Tebing Tinggi Nomor 800/051 tahun 2011 tentang penolakan permintaan izin
perceraian tertanggal 26 Januari 2011.

RUMUSAN MASALAH

1. Alasan mengapa gagalnya putusnya perkawinan antara Ronny Hasudungan Hutabarat


dengan Melda Purba

METODE PENELITIAN

Yuridis normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder belaka. Segi yuridis terletak pada penggunaan pendekatan, prinsip
dan asas hukum dalam meninjau, serta melihat menganalisa permasalahan. Adapun faktor
yurdisnya adalah peraturan atau norma-norma hukum yang berhubungan dengan buku-buku atau
literatur-literatur yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini.
Sedangkan pendekatan normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder terhadap asas-asas hukum serta studi kasus yang dengan kata lain
sering disebut sebagai penelitian hukum. Dari segi normatif dalam penelitian ini adalah acuan
yang digunakan peneliti untuk menganalisa permasalahan yang ada, yaitu ketentuan-ketentuan
peraturan hukum perjanjian perkawinan. Dalam hal ini peraturan perundangan yang diteliti
antara lain:

1.Pasal 1 angka 1 PP Nomor 45 Tahun 1990 tentang


perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 yang menyebutkan bahwa Pegawai Negeri
Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin atau surat keterangan
lebih dahulu dari pejabat

2. Bahwa Penggugat adalah Pegawai Negeri Sipil yang untuk mengajukan gugat cerai harus
memenuhi ketentuan PP No. 45 Tahun 1990 Pasal 3 ayat (1), yang ternyata ijin cerai ditolak

3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009,


Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

PEMBAHASAN

Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 adalah adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-
laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhaan Yang Maha Esa. Pencantuman kalimat Tuhan Yang
Maha Esa karena negara Indonesia berdasarkan Pancasila yang sila pertamanya adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Perkawinan menurut Scholten adalah hubungan hukum antara seorang pria dengan seorang
wanita untuk hidup Bersama dengan kekal yang diakui oleh negara. Sedangkan menurut Subekti,
Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang peremuan untuk
yang lama.

Perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama dan kerohaian sehingga
Perkawinan tidak hanya berhubungan dengan jasmani saja tetapi memiliki hubungan batin dan
rohani. Perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama atau
kepercayaanya serta tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan hal
initercantum pada pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dalam suatu perkawinan ada sebuah sebab mengapa perkawinan tersebut dapat putus. Putusnya
perkawinan menurut Pasal 38 Undang-undang No.1 tahun 1974 disebabkan karena 3 (tiga) hal,
yaitu:

1) Kematian

2) Perceraian

3) Atas keputusan Pengadilan.

Putusnya perkawinan yang disebabkan perceraian menjadi hal yang bukan lagi menjadi tabu atau
aib. Perceraian sudah menjadi hal yang biasa. Subekti memberikan Batasan tentang perceraian
yakni “Penghapusan perkawinan dengan putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam
perkawinan itu. Sedangkan dalam UU No 1 Tahun 1974, ditegaskan bahwa yang dimaksud
dengan perceraian adalah Terlepasnya ikatan perkawinan antara kedua belah pihak, setelah
putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap berlaku sejak berlangsungnya
perkawinan.

Perceraian terjadi karena tidak adanya kesadaran pribadi antar indiidu dan juga egoisme masing-
masing indiidu yang dimana sudah tidak ada lagi tujuan untuk hidup Bersama sehingga jalan
yang ditempuh adalah dengan bercerai.

Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar perceraian adalah Berdasarkan penjelasan Pasal 39
ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 yaitu :

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak
lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal yang lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
terhadap pihak yang lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat
menjalankan kewajiban sebagai suami/istri.
6. Antara suami atau istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi di dalam rumah tangga.
.

Seperti pada kasus Ronny Hasudungan Hutabarat dan Melda Purba yang memutuskan untuk
bercerai karena alasan terjadi perselihan dan pertengkaran. Dalam Pasal 22 ayat (2) Peraturan
Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. Tahun 1974 tentang
Perkawinan, gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-
sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengar pihak keluarga serta orang-orang
yang dekat dengan suami istri tersebut. Namun keputusan tersebut gagal atau ditolak gugatannya
karena tidak memenui syarat formil. Syarat yang tidak dipenuhi itu adalah berada di pasal 3 ayat
(1) PP Nomor 45 Tahun 1990 Tentang izin perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri
Sipil. Bahwa atas permohonan penggugat untuk meminta izin kepada Kepala Kantor Satuan
Pamong Praja Kota Tebing Tinggi untuk melakukan perceraian yang diajukan pada tanggal 30
Juli 2010 tersebut telah keluar Keputusan Walikota Tebing Tinggi Nomor : 800/051 Tahun 2011
tentang Penolakan Permintaan Izin Perceraian, tertanggal 26 Januari 2011.

Karena Ronny merasa tidak bisa mempertahankan hubungan rumah tanggannya, Ronny
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tebing Tinggi yang intinya memohon untuk
mengabulkan putusan perceraian atau putus perkawinan dengan Melda. Namun dalam
gugatannya itu Melda mengajukan eksepsi dan menggugat balik (Rekoensi) kepada Ronny.
Melda menuntut Ronny untuk membayar biaya nafkah hidup Melda serta anaknya karena Ronny
yang melalaikan kewajibanya meninggalkan Melda dan anaknya pada waktu yang cukup lama
yaitu di bulan Juni 2010 sampai sekarang tanpa memberikan nafkah.

Atas gugatan tersebut Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli mengambil putusan, yaitu putusan
No. 07/Pdt.G/2011/PN.TTD tanggal 9 Agustus 2011 yang amarnya menolak esepsi tergugat serta
menyatakan gugatan penggugat Konvensi (Ronny) dan gugatan penggugat Rekonvensi (Melda)
Tidak dapat diterima. Dalam tingkat banding atas permohonan penggugat putusan Pengadilan
Negeri Tebing Tinggi Deli tersebut telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di
Medan dengan putusan No.329/PDT/2011/PT.MDN tanggal 8 Desember 2011 mengadili sendiri
bahwasannya menyatakan bahwa perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat pada tanggal
16-10-2004 berdasarkan Surat Keterangan Nikah yang dikeluarkan oleh Gereja Huria Batak
Protestan No. D14/R1/H1/119-K/X/2004 serta telah terdaftar pada Kantor Catatan Sipil sesuai
dengan kutipan Akta Perkawinan No.34/NSR/2004 putus karena perceraian serta akibat
hukumnya.

Sesudah putusan terakhir itu diberikan kepada tergugat/terbanding (Melda) pada tanggal 07
Februari 2012 Tergugat mengajukan permohonan kasasi secara lisan pada tanggal 13 Pebruari
2012. Permohonan tersebut di terima. Mahkamah Agung berpendapat bahwa alasan-alasan yang
diajukan Pemohon Kasasi (Melda) dapat dibenarkan bahwasannya pengadilan tinggi telah salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :
Bahwa judex facti (Pengadilan Tinggi) tidak mempertimbangkan mengapa PP No. 45 Tahun
1990 disimpangi tetapi Pengadilan Tinggi langsung mempertimbangkan dalil Penggugat tentang
adanya cek cok yang kalau disimak dengan saksama ketidakharmonisan tersebut karena adanya
campur tangan mertua/orangtua Penggugat walaupun Tergugat masih tetap ingin memperbaiki
hubungan suami istri; Bahwa walaupun PP No. 45 Tahun 1990 merupakan syarat administratif,
akan tetapi tujuan PP No. 45 Tahun 1990 tersebut adalah agar Pegawai Negeri Sipil tidak
gampang cerai hingga tercapai kinerja yang baik, karena itu PP No. 45 Tahun 1990 tetap
merupakan syarat yang harus dipenuhi sebelum Pegawai Negeri Sipil gugat cerai. pertimbangan
Pengadilan Negeri sudah benar dan dapat diambil alih menjadi pertimbangan Mahkamah Agung.
Dengan begitu mahkamah agung mengabulkan permohonan kasasi Melda dan membatalkan
putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan No. 329/PDT/2011/PT.MDN tanggal 8
Desember 2011 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli No.
07/Pdt.G/2011/PN.TTD tanggal 9 Agustus 2011.

Anda mungkin juga menyukai