Anda di halaman 1dari 40

e

INTERAKSIONISME SIMBOLIK PEMUDA GAY

(Studi Tentang Kehidupan Gay dengan Pendekatan Dramaturgis

di Kota Gorontalo)

REVISI PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Melakukan Ujian Seminar Proposal

Penelitian

Program Studi Ilmu Sosial

OLEH :

KASMAWATI SYAHRAIN

281417035

JURUSAN SOSISOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2022

1
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Karena hanya dengan

limpahan rahmad dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas

proposal yang berjudul “Interaksionisme Simbolik Pemuda Gay (Studi Tentang

Kehidupan Gay dengan Pendekatan Dramaturgis di Kota Gorontalo” Dalam

penyelesaian proposal ini banyak pihak yang ikut memberikan bantuan baik

material maupun spiritual. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima

kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya. Hanya doa yang dapat penulis

panjatkan semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari

ALLAH SWT.

Proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan

saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat kami harapkan demi

kesempurnaan proposal berikutnya.Harapan penulis semoga keberadaan proposa

ini akan banyak memberikan manfaat bagi para pembaca, baik mahasiswa

maupun masyarakat umum.

Gorontalo , April 2021

Kasmawati Syahrain

3
LEMBARAN PENGESAHAN...........................................................................

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI .......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................6


1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................12
1.2 Rumusan masalah .........................................................................................12
1.3 Tujuan Penelitian ..........................................................................................12
1.4 Manfaat Praktis .............................................................................................13
BAB 11 KAJIAN PUSTAKA ..........................................................................14
2.1 Interaksionisme Simbolik…………………………………………………..14
2.2 Pengertian Pemuda Gay................................................................................19
2.3 Sejarah Gay...................................................................................................20
2.4 Jenis – Jenis Gay...........................................................................................23
2.5 Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Interaksi Kaum Gay.................24
2.8 Diagram Alir Penelitian.................................................................................29
...............................................................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................30
3.2 Lokasi Penelitian...........................................................................................30
3.3 Focus Penelitian ............................................................................................31
3.4 Sumber Data ................................................................................................32
3.4.1 Sumber Data Primer ..................................................................................32
3.4.2 Sumber Data Sekunder ..............................................................................32
3.5 Tekhnik Pengumpulan Data ........................................................................33
3.5.1 Observasi ...................................................................................................33
3.5.2 Wawancara ................................................................................................34
3.5.3 Dokumentasi ..............................................................................................34
3.6 Tekhnik analisis Data ...................................................................................35

4
3.7 Reduksi Data.................................................................................................36
3.8 Penyajian Data .............................................................................................36
Menarik Kesimpulan/Ferivikasi..........................................................................36
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................38

5
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan masyarakat umum, kehadiran gay merupakan suatu hal

yang diluar dari kebiasaan serta dianggap tidak wajar. Hal ini dikarenakan gay

adalah orang yang mengalami ketertarikan emosional, romantik, seksual atau rasa

sayang terhadap sejenis. Secara sosiologis, gay merupakan seseorang yang

cenderung mengutamakan orang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual.

Sedangkan perilaku Gay itu sendiri adalah hubungan seks antara orang yang

berjenis kelamin sama (Soerjono Soekanto,1990: 381).1

Seperti yang diketahui bahwa manusia adalah mahluk sosial tidak pernah

lepas dari proses sosialisasi yang merupakan tempat belajar dalam masyarakat.

Pada masyarakat tersebut ada norma-norma yang mengatur dan merupakan kaidah

pokok yang di terima secara utuh oleh masyarakat secara umumnya. Norma

tersebut di antaranya adalah norma agama, norma kesusilaan, norma hukum dan

norma adat istiadat, sifatnya pun bermacam-macam seperti ringan lunak,

memperbolehkan dan menggunakan sedikit paksaan dan bisa sebaliknya bersifat

melarang sama sekali bahkan menjadi tabu. Fenomena gay ini sendiri jika dilihat

dari sudu pandang perilaku menyimpang maka fenomena ini tergolong

dalammasalah sosial terjadi yang karen adanya penyimpangan perilaku dari

berbagai aturan ataupun dari norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.

1
Lahmi Saputra. Skripsi : “Fenomena Gay Dalam Masyarakat Desa Kayuara Kecamatan Rambang Kuang Kabupaten
Ogan Ilir “(Palembang : Unsri, 2018 ) hlm13

6
Deviasi atau penyimpangan itu sendiri dapat diartikan sebagai perilaku

yang diluar kebiasaan dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari

masyarakat kebanyakandari sekadar hal-hal objektif; mereka merupakan objek-

objek sosial dan realitas merupakan totalitas dari objek-objek sosial seseorang.

(Kartono: 11)2

Penelitian dengan judul Interaksionisme SimbolikPemuda Gay (Studi

tentang Kehidupan Gay dengan Pendekatan Dramaturgisdi Kota Barat Kota

Gorontalo) berupaya mengungkapkan mengenai bagaimana gay

menginterpretasikan dunia homoseksual melalui interaksi Sosial secara personal.

dalam penelitian ini ditemukan berbagai pandangan mengenai informasi seputar

kehidupan homoseksual – gay yang ditelaah sehingga menggunakan beberapa

teori antara lain melalui pendekatan Dramaturgi Erving Goffman Temuan lain

menjelaskan mengenai simbol-simbol yang kerap digunakan oleh homoseksual

sebagai bagian dari proses informasi mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Pada lingkungan kebudayaan yang relatif modern, keberadaan kaum

homoseksual masih ditolak oleh sebagian besar masyarakat sehingga

eksistensinya berkembang secara sembunyi-sembunyi.Sanksi sosial yang

diberikan masyarakat pada umumnya beragam, mulai dari cemoohan,

penganiayaan, hingga hukuman mati seperti yang pernah terjadi pada negara-

negara di barat. Penolakan serta diskriminasi masyarakat terhadap kaum

homoseksual yang berupa tuntutan untuk menjadi heteroseksual dalam seluruh

aspek kehidupan melatarbelakangi keputusan sebagian kaum homoseksual untuk

tetap menyembunyikan keadaan orientasi seksualnya dari masyarakat sehingga


2
ibid

7
orang-orang yang memiliki orientasi homoseksual memilih untuk menutupi

orientasi seksualnya baik secara sosial, adat dan hukum.

Kota – kota besar mulai bermunculan komunitas – komunitas homoseksual.

Berdirinya beragam komunitas ini diwarnai dengan latar belakang yang berbeda.

Namun tujuan utamanya serupa yaitu sebagai wadah bagi kaum homoseksual

untuk mengorganisasikan diri sehingga mampu mengembangkan potensi yang

dimilikinya. Perjuangan mereka sekarang ini bukan hanya untuk diakui dan

diterima secara terbuka oleh masyarakat. Isu yang mereka angkat adalah

persamaan hak antara homoseksual dengan identitas gender lainnya.

Peneliti menyadari bahwa masih belum ada kajian yang menyoroti perilaku

informasi di kalangan minoritas yang dianggap menyimpang oleh masyarakat,

dalam hal ini yaitu kaum homoseksual. Sehingga penelitian ini ingin mengetahui

secara mendalam mengenai bagaimana homoseksual – gay menginterpretasikan

informasi yang menjadi gaya hidup mereka. Salah satu agar mereka terhubung

dengan masyarakat sekitar nya yaitu dengan melakukan interaksi. Karena pada

dasarnya dengan melakukan interaksi merupakan kebutuhan bagi seluruh umat

manusia termasuk pada masyarakat homoseksual mereka juga membutuhkan

interaksi dengan masyarakat lain. oleh sebab itu, realita kehidupan bermasyarakat

ada begitu beragam masyarakat dengan berbagai latar belakang kehidupan

sosialnya.

Gay Dalam hal ini mereka pacaran di kenalkan oleh teman mereka yang

single misal dia bottom (orang yang bertindak sebagai perempuan) Top (orang

8
yang bertindak sebagai laki - laki) dan jika ada merasa kecocokan satu sama lain

mereka akan berpacaran. Dan interaksi yang di lakukan oleh Gay di Kota

Gorontalo yaitu menggunakan Front Stage dan back Stage yaitu :

Pertama, Dalam menggunakan Front stage (panggung depan) yakni gay

menggunakan interaksinya misal sesama (Teman) ada teman Gay dan temanya

gay ngobrol mereka juga membahas mengenai soal pendidikan, membahas

tentang makanan Favorit, film Favorit, dan hobi lainya. Seperti heteroseksual

lainya tidak ada pembahasan spesifik seperti heteroseksual mempunya

ketertarikan yang sama, olahraga juga sama, tapi untuk hal - hal interaksinya

sama.

Kedua, Dalam menggunakan Backstage (panggung depan) misal gay dalam

hubungan berpacaran ada nama khusus dari mereka yaitu BF (seperti layaknya

pacaran cowok dan cewek) sama seperti hubungan heteroseksual lainya ada

Bottom (bertingkah sebagai perempuan) dan Top (bertingkah seperti laki - laki)

dan mereka bertemu ada yang satu profesi, membahas tentang hubungan

profesional kerja, membahas tentang hobi misal film yang di sukai misal film

America, tidak harus membahas dengan memojokangay bahwa mereka berbeda

dengan heteroseksual dalam dunia percintaan mereka dalam berpacaran.

Gay tersebut mereka juga mempunya pasangan walaupun sesama laki - laki

gay berbedanya mereka kalau heteroseksual membahas tentang pria dan wanita

sedangkan Gay membahas pasangan sesama laki - laki dengan perlakuan mereka

seperti Bottom (bertindak sebagai perempuan) Top (Bertindak sebagai laki – laki).

9
Merujuk dari kondisi dan permasalahan yang di hadapi oleh kaum

homoseksual di Kota Gorontalo khususnya Kaum Homoseksual di Kota Barat

Kota Gorontalo. merekadapat merasakan dampaknya yakni interaksi yang terjadi

tentunya tidak dapat di terima oleh masyarakat dan kembali lagi pada pribadi

sendiri bahwa gay tersebut tidak dapat membuka diri pada masyarakat dengan

mereka mempelajari karakteristik orang lain apakah mereka bisa menutupi

identitas bahwa ia adalah seorang gay atau tidak.Gay juga di sisi lainyang tidak

bisa menerima mereka adalah seorang gay contohnyagay dalam ruang lingkup

kecil teman - teman terdekat mereka, atau sesama ruang lingkup Gay dan adanya

larangan dari budaya dan pandamgan agama. Gay juga menyembunyikan

identiitas asli mereka agar membuat orang lain tidak mengetahui identitas dirinya

yang asli bawa dia adalah seorang gay.

Kaum gay membangun relasi antara sesama gay untuk menjaga eksistensi

mereka dengan interaksi sosial yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya

dengan adamya interaksi yang di lakukan oleh gay dengan Masyarakat sekitar

tidak bisa menerima keberadaan bahwa mereka adalah seorang.Sehingga gay

tersebut menggunakan variasibahasa-bahasa dan simbol yang beragam. Mereka

membuat bahasa atau memberi makna lain pada bahasa yang ada sehingga hal

tersebut dapat mempermudah mereka dalam berinteraksi sosial dengan

sesamaserta dapat berbaur dengan masyarakat heteroseksual pada umumnya tanpa

dicurigai atau mendapat perlakuan diskriminasi.

Gay tersebut membuat ruang bagi mereka di Kota Gorontalo sendiri gay

menggunakan bahasa-bahasa dalam proses interaksi sosial untuk menemukan

10
teman, bahkan pasangan hidup mereka. Sehingganya hanyaorang- orang yang

bisa menerima bahwa orang tersebut adalah Gay. Mereka juga tidak ingin

membuat orang lain mengetahui identitas dirinya yang asli bawa dia adalah

seorang Gay tetapi dia adalah orang yang open minded (pikiran terbuka)

liberalisme (mencita - citakan suatu masyarakat yang bebas) (pandangan sekuler,

(harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan) dengan pemikiran -

pemikiran orang - orang sekitar demikian lahGay akan bisa terbuka. dan di terima

atau tidak nya kehadiran Gay itu tergantung dari pemikiran lingkungan orang -

orang sekitar bahwa Gay bisa di terima atau tidak. Jika orang yang tidak bisa

menerima keadaan mereka, mereka akan membahas agama, budaya, sehingga Gay

tersebut tidak dapat di terima oleh lingkungan bisa di terima dan tidak bisa

membuka diri.

Gay Di Kota Barat Kota Gorontalo khususnyamelakukan interaksi secara

personal, dalam pacarangay tersebut tidak memperlihatkan bahwa ketika mereka

berpacaran akan menjadi seperti pasangan lainya pada umumnya cewek dan

cowok maka dari itu mereka menyembunyikan identitas mereka terhadap teman -

teman mereka bisa menyembunyikan identitas mereka sebagai Gay.

Maka berdasarkan latar Belakang di atas, dengan kondisi seperti

inisehingganya peneliti mengamati dengan melakukan observasi awal terlebih

dahuludan peneliti terdorong untuk melakukan penelitian lebih dalam lagi, karena

sebelumnya belum ada peneliti yang meneliti Interaksionisme Simbolik Gay di

Kota Gorontalo menggunakan Pendekatan dramaturgis maka dari itu, guna

mendapatkan kejelasan secara detail sehingga nya peneliti tertarik membuat judul

11
yaitu Interaksionisme Simbolik Pemuda Gay (Studi Tentang Kehidupan Gay

dengan Pendekatan Dramaturgis di Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana InteraksionismeSimbolik kehidupan Pemuda Gay dengan

pendekatan dramaturgis di Kecamatan di Kota BaratKota Gorontalo?

1.3Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang di kemukakan di

atas, maka tujuan yang di lakukan penelitian yaitu untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui interaksi yang di lakukan dalam kehidupan

pemudaGaysecara front stage.

2. Untuk mengetahui interaksi yang di lakukanGay secara backstage

1.4Manfaat penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka, manfaat penelitian ini yaitu:

1. ManfaatTeoritis

Penelitian ini di harapkan dapat menambah kajian secara sosiologi, mengenai

hambatan dalam interaksi sosial pada homoseksual dan dapat juga di jadikan

sebagai bahan perhatian awal yang mendasari penelitian yang lebih gluas

cakupanya dalam bidang sosiologi.

2. Manfaat Praktis

12
Bagi Peneliti, penenltianinidiharapkandapatmenjadi pengalamanpribadi

Pemahaman mengenaikehidupankaum homoseksualitassertapola interaksi agar

bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk memahami kaum gay.

13
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Interaksionisme Simbolik

Erving Goffman (11 Juni 1922-19 November 1982), seorang

sosiologinteraksionis dan penulis, memperdalam kajian dramatisme tersebut dan

menyempurnakanya dalam bukunya yang kemudian terkenal sebagai salah satu

sumbangan terbesarbagi teori ilmu social The Presentation Of self in Everiday

Life. Dalam buku ini Goffman yang mendalami fenomena interaksi simbolik

mengemukakan kajian mendalam mengenai konsep dramaturgi.3

Secara sederhana teori interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-

premi sebagai berikut, Pertama,individu merespons suatu situasi simbolik, mereka

merespon Iingkungan termasuk obyek fisik (benda) dan Obyek soslal (perilaku

manusia) berdasarkan media yang dikandung komponen-komponen lingkungan

tersebut bagi mereka. 4

Kedua,makna adalah produk interaksi sosial, karena itu makna tidak

melihat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalul penggunaan bahasa,

negoslasi itu dimungkinkan karena manusia mampu mewarnai segala sesuatu bukan

hanya obyek fisik, tindakan atau peristiwa (bahkan tanpa kehadiran obyek fisik,

tindakan atau peristiwa itu) namun juga gagasan yang abstrak.

Ketiga, makna yang interpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan

3
Dr pin pin, Perananan Keluarga Tjong Yong Hian. (Malang. Literasi nusantara, 2020).
4
Dr Abu Tazid, Interelasi Disiplin Ilmu Sosiologi: Catatan Kunci dan Ikhtisar Teoritik. (Surabaya. Cv. Jaked Media
Publiishing , 2020).

14
dengan perubahan situasi yang di temukan dalam interaksi sosial, perubahan interpretasi

yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri (Ritzer. 1992).5

Salah satu kontribusi interaksionisme adalah menjabarkan berbagai macam

pengaruh yang di timbulkan penafsiran orang lain terhadap identitas atau citra -

diri individu yang merupakan objek interpretasi, yang lebih jauh di Jabarkan

Goffman sebagai “keutuhan diri” Para ahli interaksionisme simbolis, Goffman

sangat kritis, dalam perjalanan akademis Goffman banyak di pengaruhi oleh studi

- studi deskriptif yang di hasilkan di Chicago dan memadukan pandangan merek

dengan studi antropologi sosiao sehingga menghasilkan satu perspektif yang khas.

Perspektif goffman yang membedakanya dengan seorang interaksionis simbolik

adalah bagaimana Goffman memperhatikan cara "masyarakat memaksa orang

untuk menghadirkan suatu citra diri tertentu karena masyarakat memaksa kita

untuk beralih bolak - balik antara banyak peran yang rumit, yang juga membuat

kita selalu kurang jujur, tidak konsisten dan tidak terhormat.6

Teori Impression Management

Impression Management Theory atau teori manajemen kesan dipopulerkan

oleh Erving Goffman pada 1959. Goffman memberikan teori dramaturgi yang

menjadi pendeskripsian bahwa penampilan seseorang dalam Iingkup sosial tidak

jauh berbeda dengan apa yang menghadapi permasalahan yang mungkin mereka

temui, dan juga bagaimana ia mengatasi masalah tersebut. Namun, kerap sekali

dalam menjaga kesan, aktor menyembunyikan beberapa hal. Goffman

menyebutnya sebagai front stage dan bock stage. Di mana dijelaskan dalam

5
ibid
6
Wahyudin Bakri, Biografi tokoh – tokoh Sosiologi Klasik sampai post modern. (Parepare. Nusantara press, 2020

15
Nasrultah bahwa font stage merupakan individu yang menampilkan hal apa yang

dianggap baik dan menyembunyikan kenyataan. Kemudian, untuk back stage

dijelaskan sebagai identitas ash dan sang aktor. 7front stage Goffman membaginya

menjadi setting dan personal front. Setting merujuk pada “adegan” fisik yang

biasanya harus ada saat aktor menampilkan pertunjukkannnya. Tanpa hal mi,

aktor tidak akan bisa untuk menampilkan pertunjukan yang ada. Contohnya, man

kita lihat beberapa profesi di sekitar kita, pilot misalkan. Ia tidak akan mampu

menunjukkan identitasnya sebagai pilot tanpa memakai seragam atau pesawatnya.

Ketika ia terpun ke dalam kerumunan masyarakat tanpa mengenakan seragam

pilot, para “penonton” tidak akan mengetahui hal tersebut.8

Teori dramaturgi, terdapat konsepfront stage (panggung depan) dan back

stage (panggung belakang). Front stage, dalamGoffman membedakan antara

setting dan front personal.. Goffman membagi front personal mcnjadi dua:

pcnampilan dan gaya. Penampilan ialah berbagai jenis barang yang mengenal kan

kepada kita mengenai status sosial aktor, sementara gaya brfungsi mengenalkan

kepada penonton mengenai peran macam apa yang diharapkan aktor untuk

dimainkan dalam situasi tertentu. Dalam tradisi pertunjukan, status sosial aktor

tampak sangat dominan, demikian pula peran yang dimainkan oleh aktor tersebut.

Back stage atau panggung belakang ialah penyembunyian fakta yang

sesungguhnya dari aktor. Apa yang tampak di depan tidak mesti merupakan yang

terjadi di belakang. Ruang ganti dan ruang pemain adalah tempat yang hams

disterilkan dan penonton. Sebab, ada sesuatu yang memang tidak akan

7
ibid
8
Ascharisa Mettasya Afrilia dan Anisa Setya Arifina, Buku ajar komunikasi Intrpersonal. (Jawah Tengah. Pustaka rumah
cinta, 2020).

16
ditampakkan ketika aktor melakukan perannya di panggung depan. Selain dua hal

ini, ada juga bidang residual, yakni yang tidak termasuk dalam frontt stage dan

juga back stage. Di ruang ini, seorang aktor memainkan dininva sendiri dalam

situasi yang bukan front stage dan back stage. (buku Agama Pelacur)

Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manus ia adalah tidak stabil

dan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri.

Identitas manusia bisa saja berubah - ubah tergantung dan interaksi dengan orang

lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.

Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukkan teater.

Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal

dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Konsep

dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung

perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan

juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain

memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non

verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada

lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindak an

diatas disebut dalam istilah “impression management”.

Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor

berada di atas panggung (“front stage”) dan di belakang panggung (“back stage”)

drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang

melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita

berusaha untuk memainkan peran kita sebaik - baiknya agar penonton memahami

17
tujuan dan penilaku kita. Penilaku kita dibatasi oleh konsep - konsep drama yang

bertujuan untuk membuat drama yang berhasil (lihat unsur-unsur tersebut pada

impression mana gement di atas). Sedangkan back stage adalah keadaan dimana

kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton.

(Buku media Sosial)

Teori dramaturgi dicetuskan oleh Erving Gofiman. Drarnaturgi adalab salah

satu teori sosiologi yang mengkaji tindakan sosial dan indiviclu atau kelompok

masvarakat. Tindakan sosial scorang individu atau kelormpok masyarakat

didasarkan atas motif- motif tertentu. Pada prinsipnva dramaturgi merupakan

bagian dan kajian ilmu yang rerdapat dalam pembahasan mengenai din seorang

komunikator yang berperan petring dalarn proses penyampaian pesan kepada

komunikan. Dramaturgi mernaparkan bagairnana seorang kornunikator dalarn hal

mi kandidat mernainkan peran clalarn dua bagian kehidu pan mereka, yakni front

stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang) mereka yang

semata-mata agar menimbulkan suatu suasana dan kesan dihadapan para

pendengarnva. Dengan demikian, mereka dapat menyesuaikan din dengan tujuan

stasiun radio siaran yang menaunginva. Sebagaimana dipaparkan dalam bagian

sebelumnya dramaturgi membagi dua wilayah yakni Front stage (panggung

depan) dan back stage (Panggung belakang). 1mpression Management sendiri

merupakan hagian dan kajian Drarnaturgi yang sarna-sama dikernhangkan

Goffrnan. Impression management atau pcngelolaan kesan merupakan usaha

individu mcrnciptakan kesan atau pcrscpsi tcrtcntu atas dirinya dihadapan

18
khalavaknva. Pcngelolaan kesan tersehur dilakukan haik terhadap sirnhol verbal

maupun simbol non verbal yang melekat pada dirinya.

2.2 Pengertian Pemuda Gay

Sebutan gay seringkali digunakan untuk menyebut pria yang memiliki

kecenderungan mencintai sesama jenis. Definisi gay yakni laki-laki yang

mempunyai orientasi seksual terhadap sesama laki-laki. Pada mulanya, kata “gay”

digunakan untuk menunjukkan arti “bahagia atau senang”. Namun, di Negara

Inggris kata ini juga mempunyai makna “homoseksual” (sekitar tahun 1800).

Seiring dengan jalannya waktu, istilah gay lebih banyak digunakan untuk

mengacu pada makna “homoseksual”.

Sekarang istilah gay lebih spesifik digunakan untuk menunjukkan bahwa

seseorang mempunyai Same-Sex Attraction (SSA), kemudian

menjadikannyasebagai identitas diri dalam kehidupan sosial. Jadi, istilah ini

bukan semata-mata menunjukkan rasa ketertarikan seks sesama jenis, namun juga

pencitraan dan penerimaan secara keseluruhan tentang kehidupan dirinya sebagai

seseorang yang mempunyai orientasi seks sesama jenis. Istilah ini menjadi sebuah

pilihan identitsa seksual dalam kehidupan sosial seperti heteroseksual dan

biseksual. Kesimpulannya, apabila ada seseorang yang mempunyai SSA namun

tidak mengidentifikasikan dirinyasebagai gay, maka kita tidak dapat menyebut dia

sebagai seorang gay. Sebaliknya, seseorang gay sudah pasti mempunyai SSA.

Kata “gay” sebenarnya berlaku untuk semua jenis kelamin, laki-laki dan

wanita. Akan tetapi, akhir-akhir ini wanita yang mengidentifikasi dirinya sebagai

19
gay lebih menyukai istilah “lesbian”. Dengan kata lain, lesbian adalah gay

berjenis kelamin wanita(Sinyo, 2014).9

2.3 Sejarah Gay

Pada tanggal 26 Juni 2015, dunia dikejutkan oleh keputusan Mahkamah

Agung Amerika Serikat yang melegalkan pernikahan sesama jenis di 50 negara

bagian Amerika Serikat. Sebelumnya hanya 36 negara bagian yang melegalkan

pernikahan sesama jenis di Amerika Serikat dan 14 negara bagian sisanya tidak

setuju. Amerika Serikat adalah Negara ke-21 yang melegalkan pernikahan sesama

jenis.

Masyarakat Indonesia juga ikut terkejut, bahkan seakan baru sadar kalau

kaum Gay itu juga ada di Indonesia. Selama ini penduduk Indonesia masih

menganggap bahwa pernikahan sesama jenis tidak akan terjadi di sini tetapi lupa

untuk mencegah bibit-bibitnya. Itulah kenapa saat ada pesta ‘syukuran’pernikahan

sesama jenis di Bali dan Boyolali pada tahun 2015, kita baru tersadar.

Padahal usaha pengenalan dan pelegalan gay di Indonesia sudah dimulai

tahun 80-an, yaitu dengan berdirinya Lamda pada 1 Maret 1982, organisasi

terbuka dan resmi yang menaungi kaum gay di Indonesia. hingga kini pelegalan

gay di Indonesia tetap menemui jalan buntu karena masih banyak orang Indonesia

yang tidak setuju tentang keberadaannya. Selain itu dasar Negara kita

memasukkan nilai-nilai agama dalam undang-undang dan peraturan sehinga akan

sulit terjadi pengesahan pernikahan sesama jenis, agama adalah urusan masing-

masing individu sehingga tidak bisa masuk dalam UU atau peraturan pemerintah.

Entah kamu terkejut atau tidak dengan fakta ini, yang jelas sebagai masyarakat,
9
Sinyo, Anakku bertanya tentang LGBT. (Jakarta. PT Elex Media komputindo kompas gramedia,2014)

20
kita selama ini terlalu menyepelekan hal ini. Jangankan soal gay, arti gay saja

banyak yang tidak paham.

Di Indonesia, kita hanya mengakui identitas heteroseksual sebagai

identitas sosial dan legalitas. Contohnya seperti yang tercantum di Kartu

Keluarga, ada pasangan lawan jenis sebagai suami dan istri. Nah, gay ini adalah

orang-orang yang menginginkan identitas sosial dan legalitas ‘sesama jenis’

sebagai pasangan suami istri. Tidak semua orang yang memiliki ketertarikan

kepada sesama jenis mengakui kalau itu adalah anugrah yang diberikan Allah dan

menginginkan identitas sosial yang sama dengan kaum heteroseksual (Sinyo,

2016). 10

Menurut Sinyo, seorang penulis buku non fiksi dan aktif di bidang sosial

khususnya parenting, salahsatunya lewat Yayasan Peduli Sahabat. Setelah

menangani ratusan klien, Sinyo mengambil benang merah bahwa ‘pembelokan’

terjadi sejak masa balita, yang kalau dibiarkan saja akan sampai ke orientasi

seksual. Beberapa pembelokan itu disebabkan oleh :

1) Salah panutan

Seorang anak salah mengambil panutan karena dipaksa oleh situasi dan

kondisi keluarga. Misalnya seorang anak laki-laki mengambil peran panutan dari

ibunya atau sebaliknya. Pemaksaan ini disebabkan oleh

hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu, dominasi

ayah, kekerasan rumah tangga, dll. Seorang anak dibiarkan mengambil panutan

secara demokratis.

10
ibid

21
Berbeda dengan salah panutan yang terjadi karena situasi dan

kondisi,maka poin ini terjadi karena seorang anak salah mengambill panutan

disebabkan kebebasan (demokratis) dari orangtuanya. Biasanya pemicu ketiga ini

banyak terjadi di Negara-negara Eropa atau Amerika. Sekarang sudah mulai

terjadi di Indonesia.

2) Over Protective (perlindungan yang berlebihan)

Misalnya anak laki-laki terlalu dimanja atau dilindungi

sehinggamembunuh karakter kelaki-lakiannya. Waspadalah terhadap pemicu ini,

karena biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin

dalam keluarga, atau anak yang di‘istimewakan’ dalam sebuah keluarga dengan

banyak alasan (misalnya paling ganteng atau paling cerdas).

Dari pembelokan yang telah dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa pemicunya adalah ketika seroang anak yang terlalu dimanjakan oleh orang

tua sehingga membunuh karakter kelakia nnya, sedangkan trauma jiwa seperti

kekerasan seksual adalahpenguatan. Anak yang masa balitanya susah ‘berbelok’

kemudian dikuatkan dengan berbagai trauma, maka akan menajamkan

pembelokan itu. Misalnya pelecehan seksual, bully, pola pengasuhan anak, atau

yang lain. Kebanyakan hal ini terjadi di atas usia balita (Sinyo, 2016: 31-32).

2.4 Jenis – Jenis Gay

22
Master (dalam Nurul 2017) mengelompokkan homoseksual ke dalam 5

kelompok, yaitu (dalam Pengertian gay dan jenis hubungan, landasanteori.com

diakses 19 Mei 2021):

1) Close-couple

Homoseksual yang hidup dengan pasangannya, dan melakukan aktifitas

yang hampir sama dengan pernikahan yang dilakukan oleh kaum heteroseksual.

Homoseksual jenis ini memiliki masalah yang sedikit, pasangan seksual yang

lebih sedikit, dan frekuensi yang lebih rendah dalam mencari pasangan seks

dibandingkan jenis homoseksual yang lain.

2) Open-couple

Homosekual jenis ini memiliki pasangan dan tinggal bersama, tetapi

memiliki pasangan seksual yang banyak, dan menghabiskan waktu yang lebih

banyak untuk mencari pasangan seks. Homoseksual ini memiliki permasalahan

seksual yang lebih banyak dibandingkan close-couple homoseksual.

3) Functional

Homoseksual jenis ini tidak memiliki pasangan, dan memiliki pasangan

seks yang banyak, tetapi dengan sedikit masalah seksualitas. Individu

homoseksual ini kebanyakan individu muda, yang belum menerima

orientasi seksualnya, dan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap seksualitas.

4) Dysfunctional

Tidak memiliki pasangan menetap, memiliki jumlah pasangan seksual

yangbanyak, dan jumlah permasalahan seksual yang banyak.

5) Asexual

23
Ketertarikan terhadap aktivitas seksual rendah pada kelompok ini, dan cenderung

untuk menutup-nutupi orientasi seksualnya.

2.5 Faktor Pendukung dan Penghambat Proses Interaksi Kaum Gay

Meskipun dalam agama Islam telah jelas melarang tindakan seksual

kepada sesama jenis, di dunia secara umum, gay merupakan suatu tema yang

kontroversial. Setiap pihak memiliki alasan masing-masing mengapa mereka

mendukung gay atau menolaknya. (Sinyo, 2016 :50-52)

1) Pendukung

Orientasi seksual adalah berkah dari Tuhan (gift/fitrah) yang harus

disyukuri karena yang mempunyainya tidak pernah meminta untuk memiliki

orientasi seksual seperti apapun.

(a) Sebagian pro gay masih percaya bahwa orientasi seksual tidak dapat

diubah karena merupakan sesuatu yang sudah menetap sejak lahir

(genetikal atau lebih terkenal khusus untuk komunitas gay dengan sebutan

‘gay gen’, sebuah penyimpangan gen yang tidak diwariskan), lingkungan

hanyalah memperkuat atau memperlemah potensi yang sudah ada tersebut.

(b) Kesalahan dalam memersepsikan aturan agama terhadap kaum gay

dikarenakan penafsiran terdahulu. Menurut kaum gay pandangan dan

pemahaman agama tersebut konservatif dan fundamentalis sehingga salah

memahami komunitas gay.

(c) Hak setiap individu sebagai manusia untuk mengapresiasikan orientasi

seksualnya, mendapat perlakuan yang sama dan sederajat, bebas dari rasa

takut/tekanan/kekerasan dari pihak mana pun. Ketika kaum LGBT

24
berkumpul atau kaum gay berkumpul banyak ditemukan bahwa

pertemanan mereka sangat kuat dan akrab walaupun belum saling

mengenal satu sama lain.

2) Penghambat

(a) Hukum agama yang melarang tindakan seksual kepada sesama jenis. Hal

ini tidak hanya ada di dalam agama Islam seperti yang sudah dijelaskan

sebelumnya, namun juga ada di dalam agama agama lain.

(b) Dari sisi biologis, perilaku seksual sesama jenis dapat mengakibatkan

kerusakan organ tubuh dan rentan terhadap berbagai penyakit, terutama

HIV/ AIDS dan penyakit menular seksual.

(c) Dari sisi sosiologi, perilaku seksual sesama jenis dapat mengurangi jumlah

populasi manusia, karena semakin berkurangnya pasangan lawan jenis

yang dapat menghasilkan keturunan.

(d) Adanya tindakan diskriminasi baik secara langsung (hukum pemerintah)

atau tidak langsung (pelaksanaan hukum pemerintah yang netral namun

tidak dipatuhi di lapangan), baik dilakukan oleh kelompok atau individu

yang masih sering terjadi di kehidupan bermasyarakat.

(e) Perilaku seksual dengan sesama jenis dapat memperparah rusaknya moral,

karena seks bebas akan semakin marak dan semakin sulit dikontrol. Ini

disebabkan control sosial pada hubungan sesama jenis lebih sulit dideteksi

daripada hubungan lawan jenis.

Tipe Hubungan Pada Gay Hogan (dalam nurul 2017) mengidentifikasikan

enam tipe hubungan sosioseksual yang terdapat pada gay (dalam Pengertian gay

25
dan jenis hubungan, landasanteori.com diakses 19 januari 2021). Adapun keenam

tipe tersebut antara lain :

1) Permanent Social Relationship Pada bentuk hubungan ini, tidak terdapat

adanya aktifitas seksual. ndividu-individu akan menjelaskan diri mereka

sebagai “teman atau sahabat dekat” yang dimana persahabatan ini dijaga

dari waktu ke waktu.

2) Nonpermanet Social Relationship Pada bentuk hubungan ini, individu-

individu menyatakan diri mereka sebagai teman baik, tetapi di luar

kelompok (clique) tidak ada kontak yang berlanjut. Hubungan

seksual/genital sangat jarang terjadi pada bentuk hubungan ini.

3) Permanent Sexual Relationship Permanent sexual relationship mencakup

“dipertahankan” dan hubungan didasarkan kepada sifat materialistik.

Keterlibatan seksualitasdan emosional dengan pasangan tidaklah terlalu

dalam dan sifatnyaterpaksa. Bentuk hubungan ini mencakup seorang

individu yang lebih muda ‘dipelihara’ oleh individu yang lebih tua, yang

memiliki kekayaan lebih yang mengharapkan permanensi dalam hubungan

tersebut. Bentuk hubungan ini sangat tidak stabil dan kemungkinan untuk

terjadinya ketidaksetiaan oleh individu yang lebih muda tersebut lebih

besar.

4) Nonpermanent Sexual Relationship Nonpermanent sexual relationship

(“One night stand”) merupakan tipe hubungan yang paling sering terjadi.

Individu akan melakukan hubungan seksual dengan orang yang tidak

terlalu mereka kenal dan tujuan utama mereka hanyalah aktifitas seksual

26
dan organisme. Perilaku promiscuous ini bisa disebabkan karena faktor

psikodinamik seperti penghindaran terhadap komitmen interpersonal

seperti keintiman dan tanggung jawab serta faktor sosiologis.

5) Permanent Sociosexual Relationship Literatur psikologi menunjukkan

bahwa mempunyai pasangan seksual yang tetap merupakan tujuan yang

paling banyak dimiliki pada banyak gay. seiring dengan bertambahnya

umur (sekitar 30 tahun) menemukan pasangan menjadi hal yang sangat

penting. Hubungan ini didasarkan pada konsep cinta, bukan hanya seksual.

Individu mulai berbagi dan menyamakan nilai-nilai dan minat masing-

masing.

6) Nonpermanent Sociosexual Relationship Pada tipe hubungan ini, individu

mengidentifikasikan dirinya sebagai “teman” tetapi juga sebagai pasangan

seksual yang potensial. Berbeda dengan nonpermanent sexual relationship,

dimana aktivitas seksual terjadi terlebih dulu, sedangkan pada

nonpermanent sociosexualrelationship, interaksi sosial terjadi terlebih

dahulu sebelum aktivitas seksual.Salah satu model teori mencoba

menjelaskan perkembangan seseorang hingga menjadi kaum homoseksual.

Tahapan perkembangan tersebut menurut Papalia, Olds, dan Feldan (2007)

adalah: 1) Kesadaran akan adanya ketertarikan pada sesam jenis, antara

umur 8-11 tahun.

2) Perilaku seksual sesama jenis, antara umur 12-15 tahun. 3) Identifikasi sebagai

gay atau lesbian, antara umur 15-18 tahun. 4) Kedekatan dengan sesama jenis,

27
antara umur 17-19 tahun. 5) Pengembangan hubungan romantis sesama jenis,

antara umur 18-20 tahun.

Namun model ini tidak bisa secara akurat merefleksikan pengalaman

yang mungkin saja dialami oleh kaum homoseksual yang lebih muda. Banyak

diantara mereka yang merasa lebih bebas daripada masa sebelumnya untuk

mendeklarasikan identitasnya.

28
DIAGRAM ALIR PENELITIAN

Rumusan
Input Proses Output
Masalah

Interaksionisme
Simbolik

Mengkaji secara
Deskriptif Untuk mengetahui
kualitatif tentang Bagaimana
Pemuda Gay Interaksionisme Interaksionisme
Bagaimana Simbolik pemuda Simbolik
Interaksionisme Gay di Kota Kehidupan
Simbolik Teori Gorontalo Pemuda gay Di
Kehidupan (Perjumpaaan) Kota Gorontalo
Pemuda gay Di Erving
Kota Gorontalo Goffman
Kelurahan Teori
Molosipat W Darmaturgi
Kecamatan Kota (Impression
Barat Management)
Erving
Goffman

29
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode deskriptif.Penelitian deskriptif adalah penelitian terhadap masalah-

masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi yang meliputi kegiatan

penilaian sikap atau pendapat terhadap individu, organisasi, keadaan, ataupun

prosedur (Sangadji dan Sopiah, 2010:21).

Menurut Soewadji (2012:27) bahwa tujuan dari penelitian deskriptif

adalah mengumpulkan informasi aktual secara terperinci yang melukiskan gejala

yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek

yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi, dan menentukan apa yang

dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari

pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang

akan datang”. Deskriptif analitis yaitu meneliti suatu objek dengan

mendeskripsikan bagaiamana implikasi pajak daerah dan retribusi daerah dengan

berdasarkan peraturan hukum yang berlaku.

3.2 Lokasi Penelitian

Penilitian ini berlokasi di Kota Gorontalo. Ada beberapa hal yang

menjadi pertimbangan peneliti untuk menentukan lokasi penelitian ini, yaitu :

30
a. Lokasi penenilitian di Kelurahan Molosipat W Kecamatan Kota Barat Kota

Gorontalo sama dengan tempat tinggal penilitian, sehingga masalah penilitian

dapat dengan mudah di ketahui

b. Mudah unuk memperoleh izin dari pemerintah Kecamatan maupun Kelurahan

dimana lokasih penelitian ini karena penenliti adalah merupakan penduduk di

Kelurahan yang menjadi objek peniliti

c. Juga sangat menghemat biaya dalam keperluan peneliti sehingga kehadiran

peneliti dalam pengambilan data di lokasi penenliti lebih sering.

d. Di Kelurahan Molosipat W merupakan salah satu kelurahan dari beberapa

kelurahan kota dan terdapat beberapa orang yang tergolong dalam identitas

gay.

Dengan beberapa pertimbangan tersebut diatas, peneliti berharap akan

dapat mengenal dan memahami kondisi lokasih penelitian berdasarkan masalah

penelitian yang telah di tetapkan sebelumnya. Dari hasil penelitian ini juga,

peneliti berharap akan memperoleh informasi yang mendalam, serta akan menjadi

bahan pertimbangan bagi masayarakat, khususnya pemerintah setempat terhadap

masyarakat yang masih tergolong dalam identitas gay.

3.3 Focus Penelitian

Penelitian ini akan di lakukan selama satu bulan waktunya yang di

tempuh dan akan sesuaikan dengan kemampuan peneliti dalam melakukan

penelitian.

31
3.4 Sumber Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu

wawancara dilakukan mendalam, observasi partisipan, mencuri dengar dan

dokumentasi.Wawancaramendalamdilakukanpeneliti dengan informan sehingga

data disesuaikan dengan pertanyaan yang telah disiapkan melihat keadaan

wawancara, observasi partis

3.4.1 Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media

perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau

kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),kejadian atau kegiatan,dan

hasil pengujian. Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data primer bisa

didapatkan dari kegiatan wawancara dan observasi yang sudah dipaparkan pada

baris sebelumnya.

3.4.2 Data Sekunder

Datayangdiperolehdarisumberyangsudahadabisadimiliki peneliti dari

catatan penelitian sebelumnya, bukti yang dikumpulkan dari beberapa pra-

observasi. Pada penelitian ini peneliti memiliki cara dengan membaca artikel

tulisan yang memuat tentang subjek penelitian, mengetahui dari catatan serta

bukti teman-teman yang memahami dan sesuai dengan penelitian. Data

sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan.

32
3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini ada tiga jenis, yakni

dengan (1) Observasi, (2) Wawancara, dan (3) Dokumentasi. Hal ini sebagaimana

dijelaskan penjabaran dari ketiga teknik pengumpulan data di bawah ini sebagai

berikut:

3.5.1 Observasi

Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki atau yang di teliti

(Patilima,2011:25). Peneliti melakukan pengamatan atau observasi secara

langsung di lapangan dengan cara mengamati langsung masalah-masalah yang

hendak diteliti serta mencatat hal-hal yang terkait dengan permasalahan penelitian

dan yang dianggap penting. Seperti, kegiatan mereka pada saat mereka melakukan

aktifitas sehari-hari. Teknik ini pun bisa dilakukan dengan cara peneliti bisa

mengambil bagian atau ikut melakukan aktivitas yang menjadi penelitiannya, hal

ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan lebih mendalam agar data yang

didapat nantinya benar-benar akurat. Adapun yang menjadi fokus dalam obserasi

atau pengamatan yakni “Interaksi Sosial Gay di Kelurahan Molosipat W,

Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo”

Peneliti menetapkan pelaku sebagai fokus pengamatan kerena dari pelaku

peneliti nantinya akan mengetahui tempat dimana masyarakat melakukan

aktivitasnya. Dalam pengamatan yang fokusnya di dalam ruang lingkup interaksi

gay, nantinya peneliti akan mengikuti kemana masyarakat yang tergolong dalam

identitas gay dan mencatat tempat yang dikunjungi dan segala aktivitas yang

33
dilakukan oleh masyarakat tersebut. Jenis observasi yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah jenis observasi yang terbuka, dimana diperlukan komunikasi

yang baik dengan objek yang diteliti sehingga mereka dengan sukarela dapat

menerima kehadiran peneliti. Selain itu, observasi yang dilakukan juga merupakan

observasi yang tidak terstruktur, dimana peneliti tidak mengetahui dengan pasti

aspek-aspek apa yang ingin diamati dari objek penelitian. Namun peneliti harus

mengamati seluruh hal yang terkait dengan aktivitas yang dilakukan oleh

masyarakat yang tergolong dalam identitas gay.

3.5.2 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan

yang diwawancarai yaitu yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu

(Moleong, 2002:20).

Metode wawancara merupakan salah satu teknik untuk mengumpulkan

data dan informasi.Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan.Pertama,

dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan

dialami subjek yang diteliti, akan tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri

subjek penelitian. Kedua,apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup

hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa

sekarang, dan masa mendatang (Patilima, 2011:23).

Peneliti menggunakan wawancara langsung dengan responden secara

mendalam, karena ingin mengetahui tentang ruang lingkup interaksi sosial gay.

Wawancara dilakukan pada orang yang tergolong dalam identitasnya sebagai gay

34
dengan cara tanya jawab dengan pertanyaan tentang interaksi sosial gay.

Wawancara akan dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Sehingga

peneliti dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya.

3.5.3 Dokumntasi

Dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film sumber tertulis yang

dapat terbagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen

pribadi, dan dokumen resmi (Moleong, 2002:54). Dokumentasi yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dibandingkan dengan

metode lain, metode ini tidak begitu sulit, dalam arti apabila ada kekeliruan

sumber datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi yang

diamati bukan benda hidup tetapi benda mati (Arikunto, 2002:34).

Pertimbangan peneliti menggunakan teknik dokumentasi karena

dokumentasi merupakan sumber data yang stabil, menunjukkan suatu fakta yang

telah berlangsung dan mudah didapatkan. Data dari dokumentasi memiliki tingkat

kepercayaan yang tinggi akan kebenaran atau keabsahan, dokumentasi sebagai

sumber data yang kaya untuk memperjelas identitas subjek penelitian, sehingga

dapat mempercepat proses penelitian. Dalam penelitian ini, dokumentasi yang

dicari oleh peneliti berupa gambar atau foto dan catatan-catatan kegiatan

penelitian serta observasi yang dilakukan peneliti.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berlangsung

bersamaan dengan pengumpulan data. Saat pelaksanaan teknis analisis data,

35
peneliti langsung membukukannya dalam bentuk laporan penelitian. Adapun

langkah-langkah yang ditempuh dalam teknik analisis data adalah:

3.7 Reduksi Data

Reduksi data yaitu pemilihan, pemusatan, perhatian pada

penyederhanaan dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan dan

tertulis di lapangan dengan tujuan untuk memudahkan pemahaman terhadap data

yang terkumpul.Aspek yang direduksi adalah ruang lingkup interaksi sosial gay.

a. Mengumpulkan data darihasilobservasi, wawancaradandokumentasi,

kemudiandipilihdandikelompokkanberdasarkankemiripan data.

b. Data yang telahdikategorikantersebutdiorganisirsebagaibahanpenyajian data.

3.8 Penyajian Data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.Dengan

demikian, kemungkinan dapat mempermudah gambaran seluruhnya atau bagian

tertentu dari aspek yang diteliti. Penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya

Menarik Kesimpulan / Verivikasi

Simpulan atau ferifikasi yaitu sebagian dari suatu kegiatan konfigurasi

yang utuh.Simpulan ini dibuat berdasarkan pada pemahaman terhadap data yang

telah disajikan dan dibuat dalam pernyataan singkat dan mudah dipahami dengan

mengacu padapokok permasalahan yang diteliti.Dengan demikian dalampenelitian

ini pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan

sebagai suatu yang terkait pada saat sebelum dan sesudah pengumpulan data.

36
Pengumpulan Data Penyajian Data

Reduksi Data Simpulan/Verifikasi

Diagram 1 : Langkah-langkah analiis data

Dikutip dari Millesdan Huberman (dalam Moleong, 2002:295)

37
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian – Suatu PendekatanPraktek,


Cetakan Kedua Belas (Edisi Revisi V). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta :

Erlangga

Jonathan H. Turner 2013. Theoretical Sociology 1830 To the Present

Jonathan H. Turner 2014. Theoretical sociology A concise introduction to


twelve Sociological Theories

Patilima, Hamid. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV.


Alfabeta.

Soewadji, Jusuf. (2012). Pengantar Metodologi Penelitian. Jilid 1. Jakarta : Mitra

Wacana Media.

Sinyo. 2016. Loe Gue Butuh Tahu LGBT. Jakarta : Gema Insani.

Skripsi :

Silalahi Megasari Putri 2015 Judul : Impression Management Pengemis

Di Kota Medan.

Hidayati ulil azmi Nurul 2017 Judul : Interaksi Simbolik Kaum Gay

(Studi fenomenologi Pada Kaum Gay di Kalangan Mahasiswa di Yogyakarta)

Internet :

https://www.silabus.web.id/dramaturgis-goffman/

38
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-gay-jenis-tipe-

hubungan.html Psikologi, Landasan Teori 2015.(diakses pada tanggal 19 Januari

2022

Arjuna. 2011 Homoseksual Lesbian Gay Biseksual dan Transgender.

http://Jakarjunablog.blogspot.co.id/2011/03homoseksuallesbiangaybiseksual-

dan.html (di akses pada tanggal 19 januari 2022)

Sri Lestari. 2016 Kelompok pro dan anti-LGBT sama – sama gelar aksi di

Yogyakarta.

http://www.bbc.com/indonesia/berit_indonesia/2016/02/160223_indonesia_demo

nstrasi_lgbt. (di akses 19 januari 2022)

39
KALENDER PENELITIAN

N Kegiatan Okt-Nov Des-Jan Feb-Mar Apr-


Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 34
1Observasi Awal
Penyusunan
2
Proposal
3Bimbingan
Seminar Proposal
4
Penelitian

40

Anda mungkin juga menyukai