NIM : 130510025
Tingkat/Semester : XI/Sebelas
Mata Kuliah : Pengurapan Orang Sakit
Dosen Pengampu : TIM
1. Pengantar
mengalami banyak bentuk penderitaan dan kesakitan. Kerap sekali manusia beranggapan
bahwa penyakit yang mereka derita diakibatkan karena dosa. Sebaliknya, seseorang yang
berdosa pasti akan mengalami sakit. Sakit yang dialami manusia melahirkan penderitaan-
penderitaan. Oleh karena itu, manusia juga percaya bahwa sakit memiliki kesamaan dengan
penderitaan, dengan kata lain sakit adalah penderitaan. Penderitaan menuntut suatu
pertobatan karena manusia meyakini bahwa penderitaan diberikan oleh Tuhan. Seseorang
yang mengalami penderitaan adalah orang yang sedang dicobai oleh Tuhan.
Oleh karena itu, doa untuk pemulihan kesehatan merupakan bagian dari pengalaman
Gereja sepanjang jaman, termasuk jaman kita. Apa yang dalam arti tertentu baru ialah
liturgi, dengan maksud untuk memperoleh kesembuhan dari Allah. Dalam beberapa kasus,
hal semacam ini dapat terjadi di perbagai tempat. Dalam konteks ini, kerapkali daya tarik
1
2. Sakramen Pengurapan Orang Sakit
Sakramen Pengurapan Orang sakit merupakan salah satu dari ketujuh sakramen dalam
Gereja yang biasanya diterimakan kepada orang beriman yang sakit parah. Pengurapan
sakramen ini dilakukan dengan minyak orang sakit yang dilayani oleh imam. Sakramen ini
membebaskan si sakit dari dosa dan karenanya memberi dia keyakinan dan kekuatan untuk
menaggung sakitnya dan bahkan dalam menghadapi maut. Sakramen ini juga bisa
memulihkan kesehatan badani kalau ini bermanfaat bagi keselamatan jiwanya. Oleh karena
itu, sakramen ini boleh diterima lebih dari satu kali, yakni kalau si skait, sesudah sembuh,
kambuh lagi. Sakramen Pengurapan Orang Sakit merujuk pada pelayanan kepada orang sakit
(Mrk 6:13, Yak 5:14-15) dan mengungkapkan kesetiakawanan seluruh Gereja terhadap orang
sakit yang menghadapi ajalnya dengan memohonkan baginya kesembuhan rohani dan
jasmani berkat kemenangan Kristus atas penyakit dan kematian.1 Berikut ini akan disajikan
Perjanjian Lama mengakui adanya hubungan antara penyakit dan dosa. Alasan yang
mendasari pernyataan ini bertolak dari realitas biblis bahwa penyakit baru mulai dialami oleh
manusia sesudah ia jatuh ke dalam dosa. Allah menjanjikan kesehatan dan kesejahteraan
kepada bangsa Israel apabila mereka mentaati perjanjian, tetapi akan mendapat penyakit dan
Namun dalam kisah Ayub, penyakit dan penderitaan tidak semestinya dikaitkan
dengan dosa-dosa pribadi, tetapi mereka menderita harus menerima pencobaan mereka
dengan iman akan Allah. Dengan demikian, melalui iman itu, Allah memulihkan kesehatan
Ayub dan menyembuhkan hidupnya (bdk. Ayb 19:25). Adapun dalam Perjanjian Lama,
penyembuhan dari Allah sering datang melalui tangan para nabi-Nya. Dalam kisah Naaman,
1
Gerald O Collins & Edward Farrugia, Kamus Teologi, (Yogyakarta: Kanisius, 1996), hlm. 245.
2
Tim Gray, Sakramen Dalam Kitab Suci, (Malang: Dioma, 2007), hlm. 98.
2
panglima tentara Siria, yang menderita sakit kusta, penyembuhan atas penyakitnya terjadi
Sakramen Pengurapan Orang Sakit mempunyai dasar yang kuat dalam Perjanjian
Baru terutama dalam pelayanan Yesus terhadap orang sakit. Dalam Perjanjian Baru terdapat
banyak kisah tentang pelayanan Yesus yang menyembuhkan orang sakit. Penyembuhan
adalah salah satu pelayanan Yesus. Dalam Kisah Para Rasul, Petrus juga menyembuhkan
orang lumpuh dalam nama Yesus. Penyembuhan yang sama juga dilakukan oleh St. Paulus
ketika ia menyembuhkan orang lumpuh yang didahului oleh si lumpuh (Kis 14:9-10).
Menurut Perjanjian Baru, kehadiran Yesus Kristus merupakan kehadiran penyelamatan dan
penyembuhan yang dilakukan oleh Allah terhadap umat-Nya. Dalam menjalankan tugas
perutusan-Nya untuk mewartakan kerajaan Allah ke dunia, Yesus tidak bekerja sendirian. Ia
menyertakan para murid-Nya sebagai rekan kerja untuk mengambil bagian dalam tugas
perutusan-Nya (bdk. Mrk 3;14-15). Dengan demikian, tugas yang diemban oleh para murid
merupakan lanjutan misi perutusan Yesus. Dalam Injil Markus, dikatakan bahwa, ‘Lalu
pergilah mereka memberitakan bahwa orang harus bertobat dan mereka mengusir banyak
setan dan mengolesi banyak orang sakit dengan minyak dan menyembuhkan mereka” (Mrk
6:12-13). Melalui pendasaran biblis ini, menjadi jelas bahwa misi perutusan yang diemban 15
Ibid., hal. 90 oleh para murid mencakup misi penyembuhan, di mana di dalamnya, dikisahkan
bahwa penyembuhan yang dilakukan oleh para murid itu menggunakan sarana minyak.4
Dalam tradisi Gereja Katolik, penetapan Sakramen Pengurapan Orang Sakit selalu
dikaitkan dengan tulisan St Yakobus, “ Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah
ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengoleskannya
dengan minyak dalam nama Tuhan dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang
3
Tim Gray, Sakramen Dalam Kitab …, hlm. 90.
4
Tim Gray, Sakramen Dalam Kitab …, hlm. 101.
3
sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya
akan diampuni” (Yak 5:14-15).5 Selanjutnya, penulis akan memaparkan tentang pemahaman
penderitaan dalam kadar yang berbeda. Keburukan pertama disebutnya keburukan fisik
(malum physicum) yang mewujud dalam bentuk penderitaan secara jasmani. Keburukan
kedua disebut keburukan metafisik (malum metaphysicum) yang mewujud dalam penderitaan
akibat bencana alam, dan keburukan ketiga disebut keburukan moral (malum morale) yang
merupakan akibat langsung penyalahgunaan kehendak bebas manusia, atau yang dapat
disebut sebagai kejahatan. Ketiga keburukan itu ada yang dapat diatasi ada juga yang tidak
dapat diatasi. Keburukan fisik dan moral menurut Leibniz dapat diatasi. Misalnya, rasa sakit
fisik yang dialami bisa disembuhkan dengan mengkonsumsi obat. Keburukan moral dapat
diatasi dengan cara melakukan pertobatan dari kejahatan. Tetapi, keburukan metafisik tidak
dapat diatasi karena berasal dari luar kemampuan nalar manusia. 6 Menurut penulis, gambaran
Leibniz terhadap penderitaan sangat relevan dengan pandangan para banyak orang. Mereka
mengalami tiga dimensi keburukan itu. Walaupun penekanan yang sangat tampak adalah
pada penderitaan fisik dan moral atau rohani. Sakit fisik berarti mereka mengalami gangguan
pada orang tubuh yang mengakibatkan pergerakan mereka terbatas, sehingga tidak bisa
melakukan pekerjaan seperti biasanya. Sedangkan sakit secara rohani terletak pada
pandangan mereka atas sakit sebagai hukuman dari Tuhan atas dosa-dosa atau kejahatan yang
dilakukan.
5
Tim Gray, Sakramen Dalam Kitab …, hlm. 103.
6
Elvin Admaja Hidyat, Iman di Tengah Penderitaan: suatu Inspirasi Teologis-Biblis Kristiani
(bandung [tanpa penerbit], 2016), hlm. 286-287.
4
Dalam Katekismus Gereja Katolik dikatakan bahwa penyakit merupakan pencobaan
yang paling berat dalam hidup manusia. Karena manusia akan mengalami keterbatasan,
Kitab Suci Perjanjian Lama pada umumnya mengatakan bahwa dosa menjadi
penyebab sakit atau penderitaan manusia. Teristimewa dimulai pada saat kejatuhan manusia
pertama ke dalam dosa, dan sejak saat itu juga manusia mengalami penderitaan. 8 Selain itu,
dalam kisah Ayub yang sangat jelas disampaikan bahwa penderitaan dan sakit yang diderita
Ayub diyakini oleh teman-temannya sebagai akibat dosa-dosanya. Keyakinan itu sangat kuat
dipengaruhi oleh kepercayaan tradisional, dimana seseorang yang mengalami sakit dan
Dalam konsep pemikiran orang Yahudi, untuk keluar dari peristiwa tersebut si sakit
harus berdamai dengan Allah (bdk. Mzm 38:22-23).7 Pendamaian tersebut dilangsungkan di
dalam Bait Allah yang dipimpin oleh penatua atau imam. Si sakit harus mempersembahkan
kurban bakaran bagi Allah. Setelah mempersembahkan kurban bakaran, penatua atau imam
akan mengurapi beberapa bagian tubuh si sakit dengan minyak (bdk. Im 2:4-10; 14:15-18).
Praktek pengurapan dengan minyak dalam tradisi bangsa Israel tidak hanya berfungsi
untuk menyembuhkan penyakit, tetapi bertujuan untuk hal-hal lain, misalnya pengudusan
7
Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh Herman Embuiru dari Bahasa Jerman (Ende:
Arnoldus, 1998), no. 1500. Selanjutnya akan disingkat dengan KGK diikuti dengan nomor.
8
Surip Stanislaus, Penderitaan Menurut Kitab Suci (Pematangsiantar: [tanpa penerbit], 2018, hlm. 2
[diktat].
9
8 Simon Jones, Oil, dalam Christoper Irvine (ed.), The Use of Symbols in Whorsip (London: Alcuin
Club, 2007), hlm. 39.
5
mesbah dan benda-benda peribadatan, pelantikan seorang raja, dan pentahbisan seorang
imam.10
Gagasan tentang makna penderitaan dan sakit sebagai hukuman atas dosa juga
muncul dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Hal itu tampak ketika Yesus menyembuhkan
seorang lumpuh (bdk. Yoh 5:14; bdk. Luk 13:2-3). Di lain kesempatan, Yesus menolak
penyakit yang dikaitkan dengan dosa, yakni ketika ia menyembuhkan orang buta sejak
lahirnya (bdk. Yoh 9:1-3). Kisah penyembuhan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru berkaitan
erat dengan karya Yesus dalam mewartakan kerajaan Allah. Ia menggunakan banyak cara
dalam mewartakan kerajaan Allah tersebut. Salah satu cara yang paling kentara tampak dari
penyembuhan yang dilakukan-Nya terhadap orang-orang sakit. Dia hadir dan memperhatikan
orang-orang sakit dan menderita serta menyembuhkannya. Tindakan yang dilakukan Yesus
ini bukanlah demi kesembuhan jasmani saja, melainkan juga untuk menyatakan bahwa
kerajaan Allah telah hadir di tengah kehidupan manusia (lih. Luk 10:8-9; 11:20; Mat 10:7-
8)11
Karya penyembuhan yang dibuat oleh Yesus dilakukan dengan menyentuh, bersabda,
berdoa, menumpangkan tangan, menjamah, meludah, meraba dan lain sebagainya. Melalui
karya-karya penyembuhan itu, Yesus menampakkan sisi keilahian-Nya yang berkuasa untuk
Sejumlah besar orang sakit mendatangi Yesus dalam pelayanan publiknya, baik
secara langsung maupun melalui saudara dan teman-teman mereka, mencari pemulihan
kesehatan mereka. Tuhan menerima permohonan mereka dan Injil tidak memuat tanda-tanda
10
Jhon Willian, Anounting, dalam Willian J. McDonald (ed.), New Chatolic Encyclopedia Vol. 9
(Washington: The Chatolic University of America, 1967), hlm. 566.
11
Alfonsus Very Ara, Sakramentologi (Pematangsiantar: STFT Santo Yohanes, [tanpa tahun]), hlm.
50. (diktat).
12
KGK, no. 1504.
6
celaan terhadap permohonan-permohonan tersebut. Tuhan hanya mengeluh tentang kurang
percayanya mereka: “Jika Engkau dapat! Segala sesuatu mungkin bagi orang yang
Tidak hanya pantas dipuji karena anggota-anggota umat beriman secara pribadi
memohon penyembuhan bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, tetapi Gereja dalam
liturginya memohon kepada Tuhan bagi kesehatan orang sakit. Terutama, ada sakramen yang
secara khusus dimaksudkan untuk menguatkan mereka yang sedang sakit, yaitu Sakramen
Pengurapan Orang Sakit.13 Gereja tidak pernah berhenti merayakan sakramen ini bagi
mereka yang sakit pada Tuhan yang sengsara dan dimuliakan, supaya Ia membangkitkan dan
“Jadikanlah minyak ini obat bagi semua yang diurapi dengannya; sembuhkan mereka dalam
tubuh, jiwa dan roh, dan bebaskan mereka dari setiap penderitaan”. Kemudian, dalam dua
doa pertama sesudah pengurapan, dimohon penyembuhan orang yang sakit itu, karena
sakramen merupakan janji dari Kerajaan Allah yang akan datang, sakramen juga merupakan
pewartaan kebangkitan, ketika tidak akan ada lagi kematian atau perkabungan, ratap atau
penderitaan, sebab yang lama telah berlalu (Why 21:4). Lebih lagi, Missale Romanum
memuat Missa untuk Orang Sakit yang disamping memohon rahmat spiritual juga memohon
Secara moral dosa dikatakan tindakan melawan akal budi, karena hanya orang yang
dapat menggunakan akal budi yang bertanggungjawab terhadap dosanya. Itulah sebabnya
bahwa Sakramen Pengampunan dosa hanya dapat diterimakan kepada orang yang telah
dibaptis dan mencapai usia yang dapat berpikir rasional. Dengan akal budi, seharusnya kita
13
KGK, no. 1511.
14
Rituale Romanum, Ordo Unctionis Infirmorum eorumque Pastoralis Curae, 5.
7
memilih tujuan yang paling akhir, yaitu persatuan dengan Tuhan, namun kita sering
dikaburkan dengan oleh pengaruh dunia ini, sehingga akal budi kita lebih banyak dipengaruhi
dan didominasi oleh kedagingan atau sense appetite. St. Paulus mengatakan pemberontakan
Bagi orang beriman sakit sering dipandang sebagai pangalaman bersama Kristus,
yang ikut mengambil bagian dalam penderitaan Kristus. Oleh karena itu, sakit merupakan
salib yang mesti ditanggung dengan tabah hati. Sama seperti Yesus yang sabar dalam
Begitu juga secara teologis dikatakan bahwa orang yang sakit mempersatukan sakit
yang dideritanya dengan seluruh peristiwa hidup Yesus Kristus, terutama dalam wafat dan
kebagkitan-Nya. Orang sakit ini menyadari akan makna penyelamatan dari derita Yesus.
Yesus telah wafat untuk kita dan telah membebaskan kita dari maut (bdk Rm 5:8). Apabila
kita menggabungkan diri dengan derita Kristus, maka kita pun akan ikut mengalami
kemulianNya, sebab, kita ini anak-anak Allah, yang berati ahli waris.17
Dengan Sakramen Pengurapan Orang Sakit, orang sakit belajar menjadi pribadi yang
tidak mudah putus asa dan tidak merasa sia-sia. Dengan memepersembahkan rasa sakit dan
seluruh penderitaannya kepada Tuhan, orang yang sakit itu akan memperoleh kekuatan dan
harapan. Persembahan penderitaan kepada Tuhan tiu, membuat orang sakit menjadi kuat dan
merasa bahwa penderitaannya mempunyai arti dan tidak sia-sia. Yesus sendiri juga, melalui
sakramen pengurapan orang sakit, menganugerahkan kepada orang sakit suatu rasa damai dan
15
Lesta Sembiring, Situasi Sakit dan Dosa Menurut Moral Katolik (Pematangsiantar: [tanpa penerbit],
[tanpat tahun terbit]), hlm. 5-6. (diktat).
16
Surip Stanislaus, Penderitaan Menurut Kitab …, hlm. 10.
17
E. Martasudjita, Sakramen-sakramen dalam Gereja, tinjauan teologis, liturgis, dan pastoral,
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 347.
8
harapan akan keikutsertaannya dalam kemuliaan kebagkitan-Nya. Dengan demikian, Orang
yang sakit itu diberikan suatu perspektif baru terhadap penderitaan yang dialaminya.18
Dalam Kitab Hukum Kanonik dikatakan bahwa dengan pengurapan orang sakit,
Gereja menyerahkan umat beriman yang sakit kepada Tuhan. Dalam kondisinya yang sudah
berbahaya Tuhan dapat meringankan dan menyelamatkan mereka. Orang yang sakit mesti
didoakan sehingga dapat memaknai sakit yang dideritanya sebagai kesatuan dirinya dengan
Tetapi sangat perlu diketahui bahwa urapan orang sakit bukanlah Sakramen bagi
mereka yang berada di ambang kematian saja. Maka saat yang baik untuk menerimanya pasti
sudah tiba, bila orang beriman mulai ada dalam bahaya maut karena menderita sakit atau
sudah lanjut usia” (SC 73). Kalau seorang sakit yang telah menerima urapan ini sehat
kembali, maka ia dapat menerima lagi Sakramen ini, apabila ia sakit berat lagi. Dalam
menderita penyakit yang sama, Sakramen ini dapat diulangi, kalau keadaan makin buruk.
Dianjurkan agar seorang yang menghadapi operasi besar, menerima Urapan Orang Sakit.
Demikian juga berlaku untuk orang tua rentan, yang kekuatannya mulai melemah. Pernyataan
ini telah telah dilukiskan Yakobus dalam suratnya. Yakobus menuliskan bahwa pengurapan
orang sakit diberikan kepada orang-orang yang sakit, agar mereka ditabahkan dalam
4. Penutup
Kemungkinan jawaban untuk memuaskan diri manusia atas makna sakit dan
penderitaan tidak dapat ditemukan secara sempurna, karena manusia hanya mampu menilai
18
E. Martasudjita, Sakramen-sakramen dalam Gereja …, hlm. 348.
19
Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Resmi Bahasa Indonesia,
diterjemahkan oleh Sekretariat KWI (Jakarta: KWI, 2016), nomor 998. Pengutipan selanjutnya akan disingkat
KHK dengan diikuti nomor yang dirujuk.
20
KGK, no. 1514-1515
9
dunia dari sudut pandangnya yang sangat terbatas. Pikiran manusia tak mampu menyelami
misteri rencana Allah. Umat beriman perlu merenungkan secara mendalam untuk meyakini
bahwa Allah itu adalah kasih dan manusia adalah pribadi yang dikasihi-Nya.
Kerinduan akan kebahagiaan, yang berakar secara mendalam dalam hati manusia,
selalu disertai oleh keinginan untuk bebas dari sakit dan mampu memahami maknanya bila
mengalaminya. Ini merupakan gejala manusiawi, di mana sakit dipahami sebagai sarana
kesatuan dengan Kristus dan sarana pemurnian rohani. Selain itu, bagi mereka yang
berhadapan dengan orang sakit, itu merupakan kesempatan untuk menjalankan kasih. Tetapi
ini bukan semuanya, sebab sakit, sebagaimana bentuk-bentuk penderitaan manusia yang lain
merupakan saat yang penting untuk berdoa, untuk memohon rahmat maupun untuk memohon
kemampuan untuk menerima sakitnya dalam semangat iman dan kesesuaian dengan
dengan penderitaan Kristus. Oleh karena itu, mereka masih sangat sulit menjadikan
dengan salib Yesus, Gereja menjamin bahwa mereka akan memperoleh kekuatan untuk
menanggungnya sebagai sesuatu yang berharga. Penderitaan tidak akan lagi dipandang
sebagai sesuatu yang menakutkan dan menjadi bebas hidup, melainkan bagian dari kehidupan
yang sesungguhnya.
Dengan demikian, penulis dan beserta para calon tenaga pastoral yang lain hendaknya
kelak dalam berpastoral, kita mampu memberikan pengajaran akan iman dan ajaran Gereja
dengan tulus hati dan penuh semangat. Seperti yang dikatakan oleh Santo Sirilus dari
Yerusalem, para imam hendaknya selalu memberikan pengajaran katekese dan tak henti-
10
hentinya berkotbah tentang iman kita, supaya lebih banyak lagi umat paham akan imannya.
Daftar Pustaka
Ara, Alfonsus Very. Sakramentologi (Pematangsiantar: STFT Santo Yohanes, [tanpa tahun]),
(diktat).
Martasudjita, E. Sakramen-sakramen dalam Gereja, tinjauan teologis, liturgis, dan pastoral,
Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Hidyat, Elvin Admaja. Iman di Tengah Penderitaan: suatu Inspirasi Teologis-Biblis
Kristiani, Bandung: [tanpa penerbit], 2016.
Gerald O Collins & Edward Farrugia. Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 1996.
11
Willian, Jhon. Anounting, dalam Willian J. McDonald (ed.), New Chatolic Encyclopedia Vol.
9, Washington: The Chatolic University of America, 1967.
Katekismus Gereja Katolik, diterjemahkan oleh Herman Embuiru dari Bahasa Jerman, Ende:
Arnoldus, 1998.
Kitab Hukum Kanonik 1983 (Codex Iuris Canonici 1983), Edisi Resmi Bahasa Indonesia,
diterjemahkan oleh Sekretariat KWI (Jakarta: KWI, 2016), nomor 998. Pengutipan
selanjutnya akan disingkat KHK dengan diikuti nomor yang dirujuk.
Sembiring, Lesta. Situasi Sakit dan Dosa Menurut Moral Katolik, Pematangsiantar: [tanpa
penerbit], [tanpat tahun terbit], (diktat).
Rituale Romanum, Ordo Unctionis Infirmorum eorumque Pastoralis Curae.
Jones, Simon. Oil, dalam Christoper Irvine (ed.), The Use of Symbols in Whorsip, London:
Alcuin Club, 2007.
Stanislaus, Surip. Penderitaan Menurut Kitab Suci, Pematangsiantar: [tanpa penerbit], 2018.
(diktat).
Gray, Tim. Sakramen Dalam Kitab Suci, Malang: Dioma, 2007.
12